Anda di halaman 1dari 8

Pertemuan V dan VI: Program Penanggulangan masalah gizi : Intervensi Gizi

Spesifik dan Sensitif

Salah satu tujuan prioritas pembangunan bidang kesehatan yang diamanatkan dalam UU
Kesehatan No. 36/2009 yaitu peningkatan derajat gizi masayarakat yang lebih baik, dengan
strategi meliputi (1) peningkatan pola konsumsi makanan sesuai dengan gizi seimbang; (b)
peningkatan kesadaran dan perilaku gizi, aktititas fisik, dan kesehatan; (c) peningkatan akses,
dan kualitas layanan gizi sesuai dengan informasi ilmiah dan teknis; dan (d) peningkatan sistem
pengawasan pangan dan gizi.
Untuk mendukung terwujudnya gizi yang baik ini, maka diperkuat dengan UU pangan
No.18/2012 yang menetapkan bahwa pemerintah berkewajiban mengatur perdagangan pangan
dengan tujuan menjaga pasokan dan harga makanan yang stabil, mengelola cadangan
makanan dan menciptakan iklim bisnis yang sehat. Dengan Undang-undang ini diharapkan
ketersedian pangan pada tingkat distribusi selalu tersedia dalam jumlah yang cukup, yang pada
akhirnya menjamin kecukupan ketersediaan pada tingkat rumah tangga/tingkat konsumsi.
Keterjaminan kecukupan makan menjadi sangat penting, karena kecukupan makan
dan penyakit infeksi adalah penyebab langsung timbulnya masalah gizi pada diri seseorang.
Penyebab langsung ini kemunculannya didorong oleh tingkat ketersediaan makanan di rumah
tangga, perawatan dan akses terhadap pelayanan kesehatan, yang selanjutnya faktor-faktor
ini disebut sebagai faktor tidak langsung timbulnya masalah gizi. Faktor tidak langsung ini
pengaruhi oleh tingkat kemiskinan, pendidikan dan keterampilan, yang selanjutnya sebagai
pokok masalah timbulnya masalah gizi. Akhirnya, akar masalah dari kemunculan masalah gizi
adalah kondisi sosial ekonomi dalam masyarakat atau negara.
Melihat kompleksnya penyebab timbulnya masalah gizi, maka penanggulangan
masalah gizi harus dilakukan secara multi sektor dan multi program serta konvergen.
Konvergensi penanggulangan masalah gizi ini dimaksudkan bahwa, intervensi yang dilakukan
terkoordinir, terintegrasi dan dilakukan secara bersama-sama oleh berbagai bidang dan sektor
guna mencapai tujuan yang sama, yaitu mencegah dan menurunkan prevalensi masalah gizi
yang sudah terjadi.
A. Intervensi Gizi Spesifik
Saat ini Indonesia mengalami beban ganda masalah gizi, yaitu disatu sisi
menghadapi masalah kurang gizi namun disisi lain prevalensi kelebihan gizi dalam
masyarakat terus mengalami peningkatan. Untuk mengatasi masalah ini, tidak hanya
menjadi tanggung jawab bidang kesehatan, tetapi semua elemen bangsa harus bersama-
sama terlibat dalam penanggulangan masalah ini.
Sektor kesehatan melaksanakan program yang bersifat spesifik, yaitu kegiatan-
kegiatan yang dalam perencanaannya ditujukan khusus untuk kelompok 1000 Hari Pertama
Kehidupan (1000 HPK). Intervensi spesifik ini bersifat jangka pendek, dan hasilnya dapat
dicatat dalam waktu relatif pendek.
Program ini memastikan kesinambungan pelayanan kesehatan dan gizi, untuk
mencegah dan menangani beban ganda masalah gizi melalui layanan berbasis fasilitas,
layanan berbasis masyarakat dan penjangkauan (kunjungan rumah) secara terorganisir.
Kelompok sasaran untuk mengatasi kekurangan masalah gizi adalah ibu hamil dan
menyusui, bayi dan anak serta remaja putri. Sedangkan sasaran intervensi untuk mengatasi
kelebihan gizi (obsitas) adalah masyarakat umum, sebagai bagian dari program pencegahan
dan penatalaksanaan Penyakit Tidak Menular (PTM).

Berikut disajikan Implementasi, Cakupan, dan Tantangan Intervensi Gizi Spesifik di


Indonesia yang dikeluarkan oleh Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat, Kementerian
Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(PPN/Bappenas) Tahun 2019.

Intervensi Implementasi Cakupan Tantangan


di Indonesia
Intervensi Gizi Spesifik Esensial (direkomendasikan oleh Lancet Maternal and Child Nutrition Series 2013)
Konseling dan promosi Program Nasional - 61% bayi menerima Cakupan menyusui
menyusui Promosi menyusui mela- inisiasi menyusui dini/ masih rendah. Hambatan
lui konseling interper- IMD (disusui dalam 1 termasuk perempuan
sonal di fasilitas kese- jam pertama setelah yang bekerja,
hatan dan di tingkat melahirkan (BPS dan aksesibilitas terhadap
masyarakat Kemenkes, 2017) formula pengganti ASI,
- 52% bayi usia 0-6 dan keyakinan budaya
bulan mendapatkan dan tabu.
ASI Eksklusif (BPS dan
Kemenkes, 2017)
- 54% anak usia 20-23
bulan melanjutkan ASI
(BPS& Kemkes, 2017)
Konseling dan promosi Implementasi - 37% anak usia 6-23 Praktek pemberian
pemberian makanan sebagian bulan mendapatkan makanan pendamping
pendamping ASI yang Pemberian makanan makanan pendamping masih belum universal.
tepat pendamping yang yang memenuhi Hambatan termasuk
optimal dipromosikan minuman acceptable perempuan yang
melalui konseling inter- diet (MAD) (BPS & bekerja, aksesibilitas
personal di fasilitas Kemenkes,2017) terhadap formula
kesehatan dan di tingkat - 58% anak usia 6-23 pengganti ASI, dan
masyarakat bulan menerima maka- undang-undang yang
nan pendamping dari belum adekuat untuk
kelompok makanan melindungi anak usia di
dengan jumlah cukup atas 6 bulan
(BPS&Kemkes, 2012)
Pemberian makanan Program nasional - 25,2% ibu hamil Sekitar seperempat ibu
tambahan dengan Kurang Energi kronik dengan KEK menerima hamil diperkirakan men-
energi-protein yang (KEK) didefinisikan makanan tambahan derita KEK. Penyediaan
seimbang untuk ibu dengan LILA < 23,5 cm (Kemenkes, 2018) biskuit memiliki kelema-
hamil dan terjadi pada ibu han akibat kurangnya
hamil . Penanganan KEK kepatuhan karena
adalah dengan pembe- perempuan berbagi
rian biskuit yang biscuit dengan yang lain,
mengandung energi dan biaya yang tinggi dan
protein tinggi masalah pasokan
Pemberian multi- Program nasional - 24% ibu hamil Anemia masih menjadi
mikronutrien (tablet TTD Kebijakan saat ini adalah menerima masalah kesehatan
ibu hamil) memberikan minimal 90 sekurangnya 90 TTD masyarakat di Indonesia.
hari TTD untuk ibu hamil (Kemenkes, 2018) Tantangan termasuk
memastikan kepatuhan
dan rantai pasokan yang
dapat diandalkan
Manajemen/tatalaksana Implementasi - Data tidak tersedia Manajemen berbasis
gizi buruk akut (severe sebagian masyarakat untuk SAM
acute malnutrition/SAM) Kebijakan saat ini adalah belum dimasukkan ke
penanganan berbasis dalam kebijakan nasio-
fasilitas untuk anak nal. Akses ke manaje-
dengan gizi buruk akut men berbasis fasilitas
(SAM) masih terbatas terutama
di daerah terpencil
Manajemen/tatalaksana Implementasi tidak Anak-anak dengan MAM
balita kurus (moderate ada belum ditangani secara
acute malnutrition/MAM) Tidak ada kebijakan komprehensif melalui
untuk manajemen MAM. dukungan dan konseling
Kebijakan saat ini adalah untuk ibu namun dengan
untuk memberikan melakukan pemberian
biskuit tinggi energi dan biscuit yang memiliki
protein tantangan terkait
dengan kepatuhan dan
efektifitasnya
Garam beryodium Program nasional - 47% rumah tangga Konsumsi universal
Kebijakan saat ini terkait mengkonsumsi garam garam beryodium belum
wajib iodisasi garam beryodium terpenuhi
sudah ada, dan garam berdasarkan titrasi
beryodium tersedia di (Kemenkes, 2013)
seluruh daerah - 77% rumah tangga
mengkonsumsi garam
beryodium yang
cukup berdasarkan
tes cepat (Kemenkes,
2013)
Pemberian vitamin A Program nasional - 53,5% anak usia 6-59 Hamipir separuh anak
Kebijakan saat ini adalah bulan menerima tidak menerima vitamin
pemberian vitamin A vitamin A sesuai A sesuai standar
untuk usia 6-59 bulan standar (6-11 bulan sehingga cakupan penuh
dua kali setahun satu kali, 12-59 bulan belum terpenuhi
2 kali) (kemenkes,
2018)
Bubuk multi mikronut- Implementasi tidak Anemia terjadi pada
rien/fortifikasi tingkat ada 25% anak balita dan
rumah tangga Fortifikasi makanan belum terkendali
tingkat rumah tangga (Kemenkes, 2015)
dengan bubuk multi-
mikronutrien dianjurkan
untuk memperbaiki
status gizi besi dan
mengurangi anemia pada
bayi dan anak usia 6-23
bulan
Pemberian suplementasi Implementasi tidak Ketika suplementasi
kalsium untuk ibu hamil ada kalsium diresepkan,
Tidak ada kebijakan saat hanya dosis rendah yang
ini untuk suplementasi cenderung diberikan
kalsium. Beberapa dibandingkan membe-
kabupaten memberikan rikan dosis yang
suplemen dosis rendah disarankan yakni 1,5
(500 mg/hari) hingga 2 gr/hari yang
diperlukan untuk melin-
dungi dari preeklampsia

Obat cacing untuk anak Program nasional - 25% anak balita Data prevalensi
sekolah Anak usia 12-23 bulan, mendapatkan obat kecacingan nasional
anak usia pra sekolah cacing tidak tersedia, namun
berusia 1-4 tahun, dan sekitar 28% anak balita
anak usia sekolah diperkirakan mengalami
berusia 5-12 tahun yang kecacingan (Kemenkes,
tinggal di daerah dimana 2015) yang menunjuk-
prevalensi awal untuk kan bahwa masalah ini
infeksi cacing parasite belum terkendali
apapun berada pada
minimal 20% atau
menerima tablet obat
cacing 2 kali per tahun
Zinc untuk penanganan Program nasional 1,1% anak usia < 59 Diare sangat sering
diare Kebijakan saat ini adalah bulan dengan diare terjadi (14% anak
menyediakan zinc hanya menerima suplementasi terkena diare dalam 2
untuk anak-anak dengan zinc (BPS & Kemenkes, minggu terakhir) (BPS &
diare 2012) Kemenkes, 2012)
sehingga cakupan penuh
menjadi tantangan
Pemberian TTD ming- Program nasional 1,4% remaja putri (usia Anemia umum terjadi
guan untuk remaja putri Kebijakan saat ini adalah 12-18 tahun) menerima pada 23% remaja putri
memberikan TTD secara TTD ≥ 52 butir (Kemenkes, 2013)
mingguan untuk remaja (Kemenkes, 2018) Tantangan termasuk
putri memastikan kepatuhan
dan rantai pasokan yang
dapat diandalkan
Pemantauan Program nasional - 54,6% anak balita Pemantauan pertumbu-
pertumbuhan Kebijakan saat ini adalah dipantau pertumbuhan- han perlu disertai
untuk memantau nya ≥ 8 kali dalam 12 dengan konseling dan
pertumbuhan anak bulan terakhir (Kemkes, dukungan berkualitas
Balita 8 kali per tahun 2018) baik
untuk mengidentifikasi
anak dengan stunting,
wasting dan obesitas

B. Intervensi Gizi Sensitif


Penanggulangan masalah gizi di Indonesia dan juga di berbagai Negara (global)
melibatkan multi sektor. Di Indonesia, terdapat 4 sektor selain kesehatan yang memiliki
keterkaitan dengan gizi secara khusus, yaitu (1) perlindungan sosial, (2) pertanian dan
ketahanan pangan, (3) pendidikan dan perkembangan anak, dan (4) air, sanitasi dan
higiene. Program gizi sensitif potensial dari keempat sektor ini sebagai berikut:

Bantuan tunai bersyarat: diberikan kepada 20% keluarga termiskin melalui


Program Keluarga Harapan (PKH) yang memiliki anggota keluarga yang rentan
(ibu hamil/menyusui, anak pra sekolah, anak sekolah, lansia, dan penyandang
disabilitas). Program PKH ini mulai diujicobakan tahun 2007 dan menjadi
program nasional pada tahun 2013
Bantuan pangan: diberikan dalam bentuk penyediaan 15 kg beras harga
subsidi melalui program Rastra (beras sejahtera) terhadap 25% rumah tangga
termiskin.
Asuransi Kesehatan Nasional: melalui program Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN) yang diperkenalkan sejak tahun 2014, yang bertujuan untuk memberikan
Perlindungan sosial akses ke pelayanan kesehatan bagi semua rakyat Indonesia.
Penciptaan ketenagakerjaan dan Pemberdayaan Masyarakat:
diwujudkan dalam bentuk program padat karya, dengan kelompok sasaran
yaitu masyarakat marginal/miskin di 1000 desa terpilih pada 100
kabupaten/kota. Program ini diharapkan dapat merangsang kegiatan produktif
dengan menggunakan sumberdaya alam, tenaga kerja lokal dan teknologi,
yang pada akhirnya diharapkan dapat menurunkan tingkat kemiskinan
Kebun Rumah: bertujuan mendorong peningkatan produksi buah dan sayuran
pada komunitas miskin, melalui Program Kawasan Rumah Pangan Lestari
(KRPL). Khusus pada kabupaten yang tergolong rawan pangan dengan
Pertanian dan prevalensi stunting yang tinggi, masyarakat yang membentuk kelompok
Ketahanan Pangan minimal 15 anggota, diberikan bantuan untuk mendukung kebun pangan
dipekarangan rumah.
Nutrisi dan pendidikan anak usia dini: Kegiatan ini dilaksanakan pada
Program Pengembangan Anak Usia Dini (PAUD). Program ini bertujuan untuk
memberikan stimulasi pendidikan untuk membantu pertumbuhan,
perkembangan fisik dan spiritual pada anak sejak lahir sampai usia enam
tahun.
Pendidikan dan Pemberian makanan tambahan di sekolah: Program Gizi Anak Sekolah
Perkembangan anak (Pro-GAS) dirintis sejak tahun 2012, bertujuan mengunakan makanan sekolah
berbasis makanan lokal, sebagai titik masuk dalam memberikan paket terpadu
untuk meningkatkan gizi, ketahanan pangan dan pendidikan
Air, Sanitasi dan Air, Sanitasi dan Higiene: Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi
Higiene Berbasis Masyarakat ( PAMSIMAS) diberikan kepada masyarakat
berpenghasilan rendah

Pelaksananan program gizi sensitif potensial dari keempat sektor ini


dioperasionalisasikan oleh kementerian dalam wujud target dan indikator dalam rencana
strategis (Renstra) kementerian terkait, sebagai berikut:

Kementerian Sasaran Strategis Indikator (2014-2019) Program


1. Swasembada beras, - Peningkatan produksi (juta
jagung dan kedelai serta ton):
peningkatan produksi ● Beras 70,6 menjadi 82,1
Kawasan
daging dan gula ● Jagung 19,0 menjadi 24.7
Rumah Pangan
● Kedelai 0,95 menjadi 3,0
Listari
● Gula 2,63 menjadi 3,82

Pertanian ● Sapi 460,4 menjadi 755,1


2. Peningkatan diversifikasi - Pola Pangan Harapan: 81,8
pangan menjadi 92,5
- Asupan energi/kapita/hari: 1967
menjadi 2.150 kkal
1. Mengurangi desa - Pengembangan 5000 desa

Desa, tertinggal tertinggal

Pembangunan 2. Pemberantasan desa - Peningkatan 80 kabupaten di

Daerah yang paling terbelakang wilayah yang paling


Program Padat
Tertinggal dan terbelakang
Karya
Tranmigrasi 3. Pengembangan wilayah - Meningkatkan ketahanan
tertentu pangan di 57 kabupaten yang
rawan pangan
1. Peningkatan kualitas - Layanan dasar terpenuhi di

Dalam Negeri layanan publik melalui 60 % wilayah


pembangunan regional
1. Pengembangan - Ketahanan air nasional: 28,9% Program
pekerjaan umum dan menjadi 67,6% penyediaan air
perumahan untuk minum dan
mencapai ketahanan air, sanitasi
Pekerjaan
kedaulatan pangan dan berbasis masy.
Umum dan
ketahanan energi untuk
Perumahan
2. Pengembangan - Peningkatan infrastruktur dasar masyarakat
Rakyat
infrastruktur dasar dan dan perumahan menjadi 95% berpenghasilan
perumahan rendah
Sosial 1. Pengurangan jumlah - Pengurangan kelompok miskin Program
kelompok miskin, rentan dan rentan PMKS sebanyak 1% Keluarga
dan penyandang pada 2019 Harapan
masalah kesejahteraan Pemberian
sosial (PMKS) Beras
Bersubsidi
1. Peningkatn akses ke - Angka partisipasi kasar untuk
Pendidikan Anak Usia PAUD usia 3-6 tahun 68,1%
Dini (PAUD) dan menjadi 78,7%
Pendidikan dan
pendidikan masyarakat - Meningkatkan kabupaten
Kebudayaan Program PAUD
dengan lembaga PAUD
terpadu: 40% menjadi 54,6%
1. Penguatan implementasi - Jumlah peserta yang menjadi
Program Asuransi penerima subsidi kontribusi Jaminan
Kesehatan melalui Program Asuransi Kesehatan
Nasional/Kartu Indonesia Kesehatan Nasional/Kartu Nasional
Kesehatan
Sehat Indonesia Sehat: 864 menjadi
109,9 juta

Anda mungkin juga menyukai