Anda di halaman 1dari 3

Suatu ketika Rasul yang mulia 

shallallahu ‘alaihi wa besar beliau, ‘Ali ibnul Madini, dari Muhammad bin
sallam memegang pundak Abdullah bin ‘Umar radhiallahu Abdurrahman, dari al-A’masy, dari Mujahid, dari Ibnu ‘Umar,
‘anhuma seraya berpesan dengan pesannya yang agung, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
َ  ‫عَا ِب ُر‬ ‫َأ ْو‬  ٌ‫ َغ ِريْب‬  َ‫ َكَأنَّك‬ ‫ال ُّد ْنيَا‬ ‫فِي‬  ْ‫ُكن‬
‫س ِبي ٍْل‬  
“Jadilah engkau di dunia ini seakan-akan orang asing atau Kedudukan Hadits
orang yang sekadar melewati jalan (musafir).” Hadits ini adalah landasan pokok untuk membatasi angan-angan
Mendapat titah yang mulia seperti ini, Abdullah bin terhadap kehidupan dunia. Tidak pantas bagi seorang mukmin
‘Umar radhiallahu ‘anhuma pun menasihati saudaranya untuk menjadikan dunia ini sebagai negeri dan tempat
seagama, tinggalnya yang abadi, yang dengannya ia merasa tenang. Justru
‫لِ َم َر‬ ‫حَّ تِ َك‬33‫ص‬ ِ   ْ‫ ِمن‬ ‫ َو ُخ ْذ‬ ،‫سا َء‬ َ ‫ا ْل َم‬ ‫تَ ْنتَ ِظ ِر‬ َ‫فَال‬  َ‫َأصْ بَحْ ت‬ ‫وَِإ َذا‬ ،‫اح‬ َ َ‫صب‬ َّ ‫ال‬ ‫تَ ْنت َِظ ِر‬ َ‫فَال‬  َ‫سيْت‬ َ ‫َأ ْم‬ ‫ِإ َذا‬ sebaliknya, ia harus memosisikan diri terhadap kehidupan dunia
‫ ِل َم ْو ِت َك‬  َ‫ َحيَا ِتك‬  ْ‫ َو ِمن‬ ،َ‫ضك‬ ِ . ini sebagai seorang yang berjalan (musafir) yang dia hanya
“Apabila engkau berada di sore hari, janganlah engkau sekadar mempersiapkan perbekalannya guna melanjutkan
menanti datangnya pagi. Sebaliknya, apabila engkau berada di perjalanan. (Jami‘ul ‘Ulum, 2/377)
pagi hari, janganlah engkau menanti datangnya sore. Ambillah Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullah berkata, “Hadits
(manfaatkanlah) waktu sehatmu sebelum engkau terbaring ini adalah asas yang menekankan kepada seorang hamba untuk
sakit, dan gunakanlah masa hidupmu untuk beramal sebelum mengosongkan hatinya terhadap dunia, zuhud terhadapnya,
datang kematianmu.” menghinakannya, merendahkannya, dan qana’ah (merasa
Hadits ini diriwayatkan oleh al-Imam al- cukup)
Bukhari rahimahullah dalam Shahih-nya (no. 6416) dari guru
dari dunia dengan bekal yang sekadarnya dalam
menjalani hidupnya.” (Fathul Bari, 11/238) orang yang hidup hatinya dengan zikir kepada Allah subhanahu
Hadits ini juga menjadi kehidupan bagi hati para hamba, karena wa ta’ala, mengenal dan mencintai-Nya, sehingga mereka pun
apabila kandungannya diamalkan, hati akan menjauh dari tipuan memburu akhirat sebagai negeri yang kekal nan abadi. (Taisir
dunia, baik dengan masa mudanya, kesehatannya, umurnya, al-Karimirir Rahman, hlm. 840—841)
maupun apa yang ada di sekelilingnya. (kaset Durus al-Arba‘in, Sahabat yang mulia, Jabir radhiallahu ‘anhu, mengabarkan
asy-Syaikh Shalih Alusy Syaikh) bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  pernah lewat di
  sebuah pasar dengan dikelilingi orang-orang. Lalu beliau
Hakikat Dunia dan Gemerlapnya melewati bangkai anak kambing yang cacat telinganya. Beliau
Allah subhanahu wa ta’ala dalam banyak ayat dari kitab-Nya mengambilnya dan memegang telinganya seraya
yang mulia menyebutkan permisalan dunia yang semuanya bersabda, “Siapa di antara kalian yang mau memiliki anak
menunjukkan bahwa dunia itu nilainya sangat rendah dan hina, kambing ini dengan harga satu dirham?”
sedangkan itu kehidupan dan kesenangannya hanya bersifat Para sahabat menjawab, “Kami tidak mau anak kambing itu
fana. Allah Yang Mahasuci berfirman, menjadi milik kami walau dengan harga murah. Lagi pula apa
‫ر فِي ٱَأۡلمۡ ٰ َو ِل َوٱَأۡل ۡو ٰلَ ۖ ِد‬ٞ ُ‫اخ ۢ ُر بَ ۡينَكُمۡ َوتَكَاث‬ ُ َ‫ة َوتَف‬ٞ َ‫و َو ِزين‬ٞ ‫ب َولَ ۡه‬ٞ ‫ٱعلَ ُم ٓو ْا َأنَّ َما ۡٱل َحيَوٰ ةُ ٱلد ُّۡنيَا لَ ِع‬ ۡ yang dapat kami perbuat dengan bangkai ini?”
‫صفَ ٗ ّرا ثُ َّم يَ ُكونُ ُح ٰطَ ٗم ۖا َوفِي ٱأۡل ٓ ِخ َر ِة‬ ۡ ‫يج فَتَ َر ٰىهُ ُم‬ ُ ‫ار نَبَاتُ ۥهُ ثُ َّم يَ ِه‬ َ َّ‫ث َأ ۡع َج َب ۡٱل ُكف‬ٍ ‫َك َمثَ ِل َغ ۡي‬ Kemudian beliau berkata lagi, “Apakah kalian suka anak
٢٠ ‫ۚن َو َما ۡٱل َحيَوٰ ةُ ٱلد ُّۡنيَٓا ِإاَّل َم ٰتَ ُع ۡٱلغُ ُرو ِر‬ٞ ‫ض ٰ َو‬ ۡ ‫ة ِّمنَ ٱهَّلل ِ َو ِر‬ٞ ‫يد َو َم ۡغفِ َر‬ٞ ‫ش ِد‬
َ ‫اب‬ ٞ ‫َع َذ‬ kambing ini menjadi milik kalian?”
“Ketahuilah oleh kalian, kehidupan dunia itu hanyalah Mereka menjawab, “Demi Allah, seandainya pun anak kambing
permainan dan sesuatu yang melalaikan, perhiasan, serta ini hidup, dia cacat telinganya, apalagi dia dalam keadaan
tempat kalian bermegah-megah dan berbangga-bangga akan mati?”
banyaknya harta dan anak. Permisalannya seperti hujan yang Mendengar pernyataan mereka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
tanam-tanamannya mengagumkan para petani, kemudian wa sallam bersabda,
tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya ‫ َعلَ ْي ُك ْم‬ ‫ َه َذا‬  ْ‫ ِمن‬ ِ‫هللا‬ ‫ َعلَى‬  ُ‫َأه َْون‬ ‫لَل ُّد ْنيَا‬ ،ِ‫هللا‬ ‫فَ َو‬
menguning kemudian hancur. Dan di akhirat kelak ada azab “Demi Allah, sungguh dunia ini lebih rendah dan hina bagi
yang pedih dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan Allah  subhanahu wa ta’ala daripada bangkai anak kambing ini
kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang bagi kalian (dalam penilaian kalian).”  (HR. Muslim no. 2957)
menipu.”  (al-Hadid: 20) Apabila hakikat dunia adalah sebagaimana digambarkan oleh al-
Dalam ayat lain, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, Qur’an dan as-Sunnah di atas, lalu masih tersisakah cinta yang
ِ ‫ٱختَلَطَ ِب ِۦه نَبَاتُ ٱَأۡل ۡر‬
‫ض‬ ۡ َ‫س َمٓا ِء ف‬َّ ‫ٱض ِر ۡب لَ ُهم َّمثَ َل ۡٱل َحيَوٰ ِة ٱلد ُّۡنيَا َك َمٓا ٍء َأن َز ۡل ٰنَهُ مِنَ ٱل‬ ۡ ‫َو‬ berlebihan kepadanya?
٤٥ ‫ش ٗيما ت َۡذ ُروهُ ٱل ِّر ٰيَ ۗ ُح َو َكانَ ٱهَّلل ُ َعلَىٰ ُك ِّل ش َۡي ٖء ُّم ۡقتَ ِد ًرا‬ ِ ‫صبَ َح َه‬ ۡ ‫فََأ‬
“Dan berikanlah kepada mereka permisalan tentang kehidupan
dunia, yaitu seperti air yang Kami turunkan dari langit. Maka Dunia Itu Fana
karenanya menjadi subur tumbuhan-tumbuhan di muka bumi.
Kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering diterbangkan Dunia dengan sifat yang telah disebutkan adalah fana. Demikian
oleh angin. Dan adalah Allah Mahakuasa atas segala yang Allah subhanahu wa ta’ala sebutkan dalam banyak ayat al-
sesuatu.” (al-Kahfi: 45) Qur’an, di antaranya,
ۖ
٥ ‫ق فَاَل تَغُ َّرنَّ ُك ُم ۡٱل َحيَوٰ ةُ ٱلد ُّۡنيَا َواَل يَغُ َّرنَّكُم ِبٱهَّلل ِ ۡٱل َغ ُرو ُر‬ ُ َّ‫ٰيََٓأيُّ َها ٱلن‬
ّ ٞ ‫اس ِإنَّ َو ۡع َد ٱهَّلل ِ َح‬
“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya janji Allah itu benar.
Maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia itu memerdaya ٢٦ ‫ان‬ ٖ َ‫ُك ُّل َم ۡن َعلَ ۡي َها ف‬
kalian dan janganlah sekali-kali orang yang pandai menipu “Setiap yang ada di atas bumi ini fana (tidak kekal).” (ar-
memerdaya kalian tentang Allah.”  (Fathir: 5) Rahman: 26)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Dunia adalah perhiasan yang Allah subhanahu wa ta’ala berfirman menghikayatkan ucapan
akan binasa dan merupakan tipuan bagi orang yang cenderung seseorang yang beriman dari kalangan keluarga Fir‘aun,
kepadanya. Dia tertipu dengan dunia dan menjadi terlena ٣٩ ‫ وَِإنَّ ٱأۡل ٓ ِخ َرةَ ِه َي دَا ُر ۡٱلقَ َرا ِر‬ٞ‫ٰيَقَ ۡو ِم ِإنَّ َما ٰ َه ِذ ِه ۡٱل َحيَ ٰوةُ ٱلد ُّۡنيَا َم ٰتَع‬
karenanya, sehingga meyakini bahwa dunia adalah negeri yang “Wahai kaumku, kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan
tidak ada negeri selainnya dan kehidupan yang tidak ada lagi sementara, dan sesungguhnya negeri akhirat itulah negeri yang
kehidupan setelahnya. Padahal dunia ini sangat rendah dan hina, kekal.”  (Ghafir: 39)
teramat kecil bila dibandingkan dengan kehidupan akhirat.” Di sisi lain, kematian adalah suatu kepastian, dan setiap yang
(Tafsir Ibnu Katsir, 4/335) hidup pasti akan mengalaminya.
Demikianlah hakikat dunia, ia adalah permainan, sesuatu yang
melalaikan diri dan hati. Ini terlihat pada orang-orang yang ۡ
menghamba dunia yang cenderung menghabiskan umurnya ِ ۗ ‫س َذٓاِئقَةُ ۡٱل َم ۡو‬
‫ت‬ ٖ ‫ُك ُّل نَف‬
“Setiap jiwa pasti akan merasakan kematian.”  (Ali ‘Imran:
dengan segala hal yang melalaikan hati dan melupakan dari
185)
berzikir kepada Allah subhanahu wa ta’ala, lalai akan janji dan
Dengan demikian, perpisahan dengan dunia adalah suatu
ancaman-Nya. Malah, mereka menjadikan agama sebagai ajang
kemestian, lalu apa yang sepantasnya dilakukan seorang hamba
olok-olokan dan gurauan. Berbeda keadaannya dengan orang-
dengan sepenggal kisah hidupnya di dunia yang fana ini? Hal ini harus ditanamkan oleh seorang muslim dalam hatinya
Pikirkan dan renungkanlah, wahai saudaraku! karena ia tidak menjadikan dunia sebagai negerinya. Adapun ia
bermukim di dunia hanyalah menjalani ujian. (kaset Durus al-
Arba’in)
   
Hamba yang Cerdas dengan Kehidupan Dunianya Nasihat Ibnu ‘Umar radhiallahu ‘anhuma
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menasihatkan, Ibnu ‘Umar radhiallahu ‘anhuma menasihatkan, “Apabila
َ  ‫عَابِ ُر‬ ‫َأ ْو‬  ٌ‫ َغ ِريْب‬  َ‫ َكَأنَّك‬ ‫ال ُّد ْنيَا‬ ‫فِي‬  ْ‫ُكن‬
‫سبِي ٍْل‬ engkau berada di sore hari, janganlah engkau menanti
“Jadilah engkau di dunia ini seakan-akan orang asing atau datangnya pagi. Sebaliknya, apabila engkau berada di pagi
orang yang sekadar melewati jalan (musafir).” hari, janganlah engkau menanti datangnya sore.
Ath-Thibi rahimahullah berkata, “Kata ‫َأ ْو‬ (atau) dalam hadits ini Ambillah (manfaatkanlah) waktu sehatmu sebelum engkau
tidak menunjukkan keraguan (mana yang benar di antara terbaring sakit, dan gunakanlah masa hidupmu untuk beramal
keduanya), tetapi menunjukkan pilihan dan kebolehan (yakni sebelum datang kematianmu.”
seseorang boleh memilih untuk menjadi orang asing atau Dari nasihat yang sangat berharga di atas dipahami bahwa
musafir, keduanya dibolehkan). Hanya saja, yang paling baik seseorang hendaknya bersegera mengambil kesempatan untuk
adalah apabila kata ini dimaknakan dengan ‘bahkan’[1].” beramal saleh hingga tiada lagi kesempatan. Sementara itu,
(Fathul Bari, 11/238) umur yang ada tidak lepas dari masa sehat dan masa sakit.
Ketika menjelaskan hadits ini, para ulama berkata, “Makna Dengan demikian, bersegeralah beramal ketika sehat sebelum
ucapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas adalah datang sakit, karena ketika sehat mudah baginya untuk beramal
janganlah engkau condong kepada dunia dan janganlah engkau dan lapang jiwanya, sedangkan orang yang sakit dan sempit
menjadikannya sebagai negeri tempat tinggal. Jangan terbetik di dadanya, lemah dan tidak mudah untuk beramal.
hatimu untuk bermukim lama di dalamnya dan jangan terlalu
bergelut dengannya.
Jangan terikat dengannya kecuali sekadar terikatnya orang yang Kesehatan adalah nikmat dari Allah subhanahu wa ta’ala yang
asing di negeri yang asing (persinggahannya). Jangan pula banyak dilupakan oleh manusia, sebagaimana
menyibukkan diri dengannya sebagaimana orang asing yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
tidak menyibukkan dirinya ketika dia ingin pulang untuk ُ ‫ َوا ْلفَ َرا‬ ُ‫الصِّ حَّ ة‬ :‫س‬
‫غ‬ ِ ‫النَّا‬  َ‫مِن‬ ‫ َك ِث ْي ٌر‬ ‫ ِف ْي ِه َما‬  ٌ‫ َم ْغبُ ْون‬ ‫َان‬
ِ ‫ِن ْع َمت‬
menjumpai keluarganya.” (Riyadhus Shalihin, al-Imam an- “Ada dua kenikmatan yang manusia banyak tertipu padanya:
Nawawi, hlm. 187, Fathul Bari, 11/238) kesehatan dan waktu luang.” (Sahih, HR. al-Bukhari no. 6412)
Orang asing dan musafir tidak menjadikan negeri yang asing Bersegeralah pula beramal ketika masih hidup, mengumpulkan
atau negeri persinggahannya sebagai tempat menetap. (at- bekal sebanyak-banyaknya sebelum kematian menjemput.
Ta‘liqat ‘ala al-Arba‘in an-Nawawiyyah, asy-Syaikh Ibnu
‘Utsaimin, hlm. 107)
Apabila dunia bagi seorang mukmin bukan negeri tempat ‫س َّما قَ َّد َم ۡت لِ َغد‬ٞ ‫َو ۡلتَنظُ ۡر نَ ۡف‬
menetap dan bukan pula tanah airnya, maka sepantasnya “Hendaklah setiap jiwa memerhatikan apa yang telah
seorang mukmin di dunia ini berada di atas salah satu dari dua diperbuatnya untuk hari esok (akhirat).” (al-Hasyr: 18)
keadaan yang ada, sebagaimana wasiat Nabi shallallahu ‘alaihi Sebab, apabila kematian telah datang, terputuslah amalan,
wa sallam kepada Ibnu ‘Umar agar ia berada di dunia di atas sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
salah satu dari dua keadaan tersebut.  ‫َأ ْو‬ ،‫بِ ِه‬ ‫يُ ْنتَفَ ُع‬ ‫ ِع ْل ٍم‬ ‫َأ ْو‬ ،‫ َجا ِريَ ٍة‬ ‫ص َدقَ ٍة‬
َ  :‫ثَالَثَ ٍة‬  ْ‫ ِمن‬ َّ‫ِإال‬ ُ‫ َع َملُه‬ ُ‫ َع ْنه‬ ‫ا ْنقَطَ َع‬  ُ‫ ْنِإ ْلسَان‬ ‫ا‬  َ‫ َمات‬ ‫ِإ َذا‬
Pertama: Seorang mukmin menempatkan dirinya seakan-akan ُ‫لَه‬ ‫يَ ْدع ُْو‬ ‫ح‬
ٍ ‫صا ِل‬َ  ‫َولَ ٍد‬
ia orang asing di dunia. Ia menetap di dunia, namun dunia “Apabila seseorang meninggal, terputuslah amalannya selain
sebagai negeri yang asing baginya. Maka dari itu, hatinya tidak tiga: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh
terpaut dengan negeri yang asing ini, tetapi hanya terpaut yang mendoakannya.”  (Sahih, HR. Muslim no. 1631)
dengan tanah airnya yang ia akan kembali padanya. Dia berdiam Ketika kematian datang menjemput, ia tidak dapat kembali ke
di dunia sekadar mengumpulkan bekal untuk kembali ke negeri dunia untuk beramal, sebagaimana penyesalan orang yang
asalnya. berkata,
Al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata, “Seorang mukmin
di dunia ini merasa sedih (dengan keberadaannya yang belum ُ‫صلِ ٗحا فِي َما ت ََر ۡك ۚت‬ ِ ُ‫َحت ٰ َّٓى ِإ َذا َجٓا َء َأ َح َدهُ ُم ۡٱل َم ۡوتُ قَا َل َربِّ ۡٱر ِجع‬
َ ٰ ‫ لَ َعلِّ ٓي َأ ۡع َم ُل‬٩٩ ‫ون‬
sampai ke negeri asalnya), keinginannya hanyalah “Hingga tatkala kematian telah menghampiri salah seorang
mempersiapkan bekalnya menuju negeri tersebut.” dari mereka, ia pun berkata, ‘Wahai Rabbku, kembalikanlah
Kedua: Seorang mukmin menempatkan dirinya seakan-akan aku ke dunia agar aku dapat beramal saleh yang dahulunya aku
sebagai musafir yang tidak pernah bermukim sama sekali, tinggalkan’.”  (al-Mu’minun: 99—100)
namun ia terusmenerus berjalan sampai akhir hidupnya yakni Dengan demikian, seorang mukmin harus selalu bersiap
saat kematian menjemput. (Jami‘ul Ulum, 2/378—382) menjemput kematian yang mungkin datang secara tiba-tiba dan
“Ukurlah dan dudukkan dirimu sebagaimana orang asing atau kematian itu dipersiapkan dengan amalan saleh. Ulama kita
seorang musafir. Bahkan, jadilah engkau di dunia ini sebagai yang terdahulu selalu bersiap untuk menjemput kematian
seorang musafir karena orang asing terkadang menjadikan dengan memperbanyak amalan. Sampai-sampai apabila
negeri tersebut sebagai tempat kediamannya. Berbeda halnya dikatakan kepadanya, “Engkau akan meninggal malam ini,”
dengan musafir, ia akan terus berjalan menempuh jarak yang ada niscaya ia tidak sanggup lagi menambah amalannya karena ia
sampai ke tujuannya, dan tujuannya adalah kembali kepada senantiasa menunaikan hak Allah subhanahu wa ta’ala. (at-
Allah subhanahu wa ta’ala, sebagaimana firman Ta’liqat ‘ala al-Arba’in an-Nawawiyah, hlm. 107—
Allah subhanahu wa ta’ala, 108, Syarhul Arba’in an-Nawawiyyah, hlm. 106, Syarhul
٤٢ ‫َوَأنَّ ِإلَ ٰى َربِّكَ ۡٱل ُمنتَ َه ٰى‬ Arba’in Haditsan an-Nawawiyyah, hlm. 106, Fathul Bari,
“Dan sesungguhnya hanya kepada Rabbmulah akhir/kesudahan 11/238, kaset Durus al-Arba’in)
segala sesuatu”. (an-Najm: 42)  
Demikian secara makna dari ucapan al-Imam ash- Selamat Tinggal Duniaku, Selamat Datang Akhiratku
Shan‘ani rahimahullah dalam Subulus Salam  (2/266). ‘Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu berkata, “Sesungguhnya
Wasiat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Ibnu dunia telah berlalu jauh ke belakang, sedangkan akhirat datang
‘Umar radhiallahu ‘anhuma ini adalah wasiat agung yang sesuai menjelang. Masing-masing memiliki anak (yakni hamba dunia
dengan kenyataan seandainya manusia memahaminya. Manusia dan hamba akhirat). Jadilah kalian anak-anak akhirat dan jangan
mengawali kehidupannya di jannah (surga) dan ia turun ke bumi menjadi anak-anak dunia. Sebab, hari ini yang ada hanyalah
sebagai ujian sehingga dia adalah orang asing atau musafir di amal dan belum ada hisab (perhitungan amal), sementara itu
muka bumi ini. Sebab, tempatnya yang hakiki, apabila ia esok (hari akhir) yang ada hanyalah hisab dan bukan saat
memiliki iman, ketakwaan, dan mentauhidkan Allah subhanahu beramal.” (Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2/378, Fathul Bari,
wa ta’ala serta ikhlas padanya, adalah jannah. 11/239)
Di mana penduduk negeri kaum Nuh? Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Apabila demikian halnya,
Kemudian di mana kaum ‘Ad dan kaum Tsamud setelahnya? menjadi jelaslah bagi seorang mukmin untuk menggunakan sisa
Tatkala sedang bersenang-senang umurnya guna mengumpulkan amalan kebajikan. Benarlah
Di atas bantal-bantal dan sutra orang yang berkata, ‘Sisa umur seorang mukmin tidaklah
Tiba-tiba mereka diantarkan ke dalam tanah ternilai harganya’.” (Jami’ul Ulum, 2/391)
Berapa banyak orang yang sehat menjenguk orang yang sakit Hamba-hamba Allah  subhanahu wa ta’ala yang cendekia
Ternyata orang yang sehat itu lebih dekat kepada kematian Mereka menceraikan dunia dan takut akan fitnahnya
Daripada orang yang dijenguknya Ketika dunia mereka amati
Al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah pernah berkata kepada Ternyata dunia bukanlah tempat tinggal untuk orang yang
seseorang, “Berapa usia yang telah mendatangimu?” hidup
Orang itu menjawab, “60 tahun.” Jadilah dunia sebagai samudra mereka
Dan amal saleh sebagai bahteranya
 
Al-Fudhail berkata, “Berarti sejak 60 tahun engkau berjalan Faedah Hadits
menuju Rabbmu dan hampir-hampir engkau akan sampai 1. Bolehnya seorang guru menyentuh orang yang
kepada-Nya.” diajarinya (yang sesama jenis, –) ketika
menyampaikan ilmu dan nasihat untuk
Mendengar hal itu, orang tersebut berkata, “Innalillahi wa inna menunjukkan kasih sayang terhadapnya serta
ilaihi raji’un.” mengharapkan perhatiannya terhadap apa yang
Al-Fudhail rahimahullah berkata lagi, “Tahukah engkau tafsir akan disampaikan. Demikianlah sepantasnya
dari kalimat yang engkau ucapkan? Engkau katakan bahwa aku seorang guru melakukan sebab-sebab yang
adalah hamba Allah subhanahu wa ta’ala dan akan kembali dapat membangkitkan perhatian muridnya.
kepada-Nya. Siapa yang mengetahui bahwa dia adalah hamba 2. Keutamaan Abdullah bin ‘Umar radhiallahu
Allah subhanahu wa ta’ala dan dia akan kembali kepada-Nya, ‘anhuma yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi
hendaklah ia mengetahui bahwa ia akan dibangkitkan di wa sallam menyempatkan diri untuk
hadapan Allah subhanahu wa ta’ala kelak. Siapa yang tahu memberikan nasihat ini kepadanya.
bahwa ia akan dibangkitkan, hendaklah ia mengetahui bahwa ia 3. Semangat dan kesungguhan Nabi shallallahu
akan ditanya. Siapa yang tahu bahwa ia akan ditanya, hendaklah ‘alaihi wa sallam dalam menyampaikan
ia mempersiapkan jawaban.” kebaikan kepada umatnya.
Orang itu bertanya, “Lalu apa jalan keluarnya?” 4. Penekanan untuk zuhud terhadap dunia dan
mencukupkan dengan apa yang ada tanpa
berlebihan, sebagaimana musafir yang hanya
Al-Fudhail rahimahullah menjawab, “Mudah.” membawa bekal seperlunya, serta
“Apa itu?” tanya laki-laki tersebut. meninggalkan bawaan dan beban yang akan
memberatkan serta menyulitkan perjalanannya
sampai ke tujuan.
Al-Fudhail rahimahullah berkata, “Engkau berbuat baik pada
umurmu yang tersisa, niscaya akan diampuni bagimu apa yang 5. Seorang mukmin adalah orang asing di dunia
telah lewat. Sebab, apabila engkau berbuat jelek pada umurmu karena surga adalah negeri asalnya, sementara
yang tersisa, engkau akan disiksa karena kejelekan yang telah itu Adam, bapak manusia, keluar darinya
lalu dan yang akan engkau perbuat dalam sisa umurmu.” karena makar setan musuhnya.
(Jami’ul Ulum, 2/383)
Ketika kusadari dunia itu fana sementara negeri akhirat itu 6. Bersegera beramal tanpa menundanya.
kekal 7. Anjuran untuk menggunakan kesempatan yang
maka segera ku berucap selamat tinggal kefanaan ada guna menambah amalan ketaatan.
dan selamat datang negeri keabadian
Teladan kita yang mulia, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa 8. Kesehatan dan kehidupan adalah kesempatan
sallam sangat mengutamakan kehidupan akhirat sehingga bagi seorang mukmin sehingga ia harus
bersahaja kehidupannya di dunia, padahal beliau adalah kekasih memanfaatkannya untuk amalan kebajikan.
Allah subhanahu wa ta’ala, makhluk-Nya yang paling mulia, Tidak sepantasnya ia sia-siakan untuk perkara
dan pemimpin anak Adam. yang tidak memberi manfaat bagi akhiratnya.
Sahabat yang mulia, ‘Umar radhiallahu ‘anhu, pernah
mengatakan, “Aku pernah masuk ke rumah Nabi shallallahu 9. Dalam hadits ini ada dalil untuk membatasi
‘alaihi wa sallam dan aku dapati beliau sedang berbaring di atas angan-angan, segera bertobat, dan bersiap
tikar tipis yang dianyam tanpa beralaskan kasur hingga tampak menjemput kematian.
berbekas pada punggung beliau yang mulia. Beliau bertelekan Seandainya pun ia berangan-angan, hendaknya ia mengatakan
pada bantal kulit yang diisi dengan sabut. Melihat hal itu, aku ‘insya Allah’, karena Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
pun menangis. ٰ
ُ ۚ ‫ِإٓاَّل َأن يَشَٓا َء ٱهَّلل‬ ٢٣ ‫ل َذلِكَ َغدًا‬ٞ ‫اع‬
ِ َ‫شاْ ۡي ٍء ِإنِّي ف‬
َ ‫َواَل تَقُولَنَّ ِل‬
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, ‘Apa yang “Janganlah sekali-kali engkau mengatakan terhadap sesuatu,
membuatmu menangis, wahai Umar?’ aku akan melakukannya besok, kecuali engkau katakan, ‘insya
‘Umar menjawab, “Demi Allah, wahai Rasulullah, tidak ada Allah’ (apabila Allah menghendaki).” (al-Kahfi: 23—24)
yang membuatku menangis selain karena aku mengetahui 10. Penekanan untuk mempersedikit bergaul
bahwa engkau lebih mulia di sisi Allah daripada Kisra dengan manusia selain dalam urusan yang
(penguasa Persia) dan Kaisar (penguasa Romawi). Keduanya mendatangkan kebaikan dan tidak
hidup bergelimang kemewahan dan gemerlapnya dunia, menyibukkan diri mengumpulkan harta.
sedangkan engkau, wahai Rasulullah, berada pada tempat yang
seperti aku lihat saat ini!’
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Tidakkah
engkau ridha wahai ‘Umar, mereka mendapatkan dunia dan
kita mendapatkan negeri akhirat?’
Aku menjawab, ‘Tentu, wahai Rasulullah.’
        Beliau mengatakan, ‘Demikianlah keadaannya, wahai
Umar’.” (Sahih, HR.  al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad.
Asy-Syaikh al-Albani berkata dalam Shahih al-Adabul
Mufrad  no. 1163, “Hasan sahih.”)

Anda mungkin juga menyukai