Anda di halaman 1dari 1

‫﴾ َلَع ِّلي َأْع َم ُل َص اِلًحا ِفيَم ا‬٩٩﴿ ‫َح َّتٰى ِإَذ ا َج اَء َأَح َد ُهُم اْلَم ْو ُت َقاَل َر ِّب

اْر ِج ُعوِن‬ Kedua, orang Mukmin menempatkan dirinya di dunia seperti musafir
yang tidak pernah mukim di satu tempat, namun tetap berjalan melintasi
‫َتَر ْك ُت ۚ َك اَّل ۚ ِإَّنَها َك ِلَم ٌة ُهَو َقاِئُلَها ۖ َو ِم ْن َو َر اِئِهْم َبْر َز ٌخ ِإَلٰى َيْو ِم ُيْبَع ُثوَن‬
tempat-tempat perjalanan hingga perjalanannya terhenti di tempat
(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang tujuan, yaitu kematian. Barangsiapa sikapnya seperti ini di dunia, berarti
kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, ‘Wahai Rabbku, dia menyadari tujuannya yaitu mencari bekal untuk perjalanan dan tidak
kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku dapat berbuat kebajikan yang disibukkan dengan memperkaya diri dengan perhiasan dunia. Oleh karena
telah aku tinggalkan.’ Sekali-kali tidak! Sungguh, itu adalah dalih yang itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berwasiat kepada sejumlah
diucapkannya saja.Dan di hadapan mereka ada barzakh sampai pada Sahabatnya agar bekal mereka dari dunia seperti bekal pengendara atau
hari mereka dibangkitkan. [Al Mu’minûn (23): 99-100] musafir.

‫ َو َع ْن ِع ْلِمِه ِفْيَم‬،‫اَل َتُز ْو ُل َقَد َم ا َع ْبٍد َيْو َم اْلِقَياَم ِة َح َّتى ُيْس َأَل َع ْن ُع ْم ِر ِه ِفْيَم ا َأْفَناُه‬
‫َع ْن َع ْبِد ِهَّللا ْبِن ُع َم َر َر ِض َي ُهَّللا َع ْنُهَم ا َقاَل َأَخ َذ َر ُسوُل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬ ‫ َو َع ْن َم اِلِه ِم ْن َأْيَن اْك َتَسَبُه َو ِفْيَم َأْنَفَقُه َو َع ْن ِج ْس ِمِه ِفْيَم َأْباَل ُه‬، ‫َفَعَل‬
‫ِبَم ْنِكِبي َفَقاَل ُك ْن ِفي الُّد ْنَيا َك َأَّنَك َغ ِر يٌب َأْو َعاِبُر َس ِبيٍل [َو ُعَّد َنْفَس َك ِم ْن َأْهِل‬ Tidak akan beranjak kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat hingga
‫اْلُقُبْو ِر ] َو َك اَن اْبُن ُع َم َر َيُقوُل ِإَذ ا َأْمَس ْيَت َفاَل َتْنَتِظ ْر الَّص َباَح َو ِإَذ ا َأْص َبْح َت َفاَل‬ ia ditanya tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang ilmunya, apa
‫َتْنَتِظ ْر اْلَم َس اَء َو ُخ ْذ ِم ْن ِص َّح ِتَك ِلَم َر ِض َك َوِم ْن َحَياِتَك ِلَم ْو ِتَك‬ yang telah diamalkan, tentang hartanya dari mana ia peroleh dan ke
mana ia habiskan, dan tentang tubuhnya -capek dan letihnya- untuk apa
Dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma, ia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ia gunakan.[22] (HR. At Tirmidzi, no. 2417)
‘alaihi wa sallam memegang kedua pundakku, lalu bersabda, ‘Jadilah
engkau di dunia ini seakan-akan sebagai orang asing atau seorang ‫ِم ْن ُحْس ِن ِإْس اَل ِم اْلـَم ْر ِء َتْر ُك ُه َم ا اَل َيْع ِنْيِه‬.
musafir’ [dan persiapkan dirimu termasuk orang yang akan menjadi
Diantara indikasi baiknya Islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu
penghuni kubur (pasti akan mati)].” Hadits ini shahih, diriwayatkan oleh
yang tidak bermanfaat baginya[18] (HR. At Tirmidzi: 2317)
al-Bukhâri, no. 6416; at-Tirmidzi, no. 2333; Ibnu Mâjah no. 4114;
Ahmad, II/24 dan 41; al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah, XIV/230, no.
4029; Ibnu Hibbân, at-Ta’lîqâtul Hisân– no. 696 dan lain-lain)

Pertama, orang Mukmin menempatkan dirinya di dunia ini seperti orang


asing dan ia membayangkan bisa menetap, namun di negeri asing.
Hatinya tidak terpikat dengan negeri asing tersebut. Hatinya tetap
bergantung dengan tanah airnya, tempat ia akan kembali kepadanya. Ia
bermukim di dunia untuk menyelesaikan tujuan persiapannya untuk
pulang ke tanah airnya (yaitu Surga).

Anda mungkin juga menyukai