FAKULTAS KEDOKTERAN
AGUSTUS
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2020
DEMAM CHIKUNGUNYA
OLEH :
ZAHRA NURUL SAQINAH
C014192008
Residen Pembimbing :
dr. Nur Ramdhani
dr. Noor Fadli Idrus
Supervisor Pembimbing :
dr. Ninny Meutia Pelupessy, M.Kes, Sp.A
NIM : C014192008
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Hasanuddin
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Mengetahui,
Supervisor Pembimbing
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4
2.1 Definisi...........................................................................................................5
2.2 Epidemiologi.................................................................................................5
2.4 Patogenesis....................................................................................................7
2.7 Diagnosis 11
2.8 Penatalaksanaan dan Pencegahan 12
2.8.1 Penatalaksanaan 12
2.8.2 Pencegahan..........................................................................................12
2.9 Komplikasi..................................................................................................13
2.10 Prognosis...................................................................................................13
3.1 Kesimpulan.................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................16
iii
BAB I
PENDAHULUA
Virus Chikungunya pertama kali diisolasi oleh Ross pada tahun 1953 sejak
terjadinya epidemi dengue di wilayah Newala, Tanzania. Transmisi penyakit ini
umumnya oleh nyamuk genus Aedes. Distribusi geografi meliputi wilayah tropis
dari sub-Sahara Afrika, Asia dan Ameika Utara.2
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Epidemiologi
Demam chikungunya disebabkan oleh CHIK virus (CHIKV), virus
ini termasuk famili Alphavirus. Fakta sejarah menyatakan bahwa virus
chikungunya terjadi pertama di negara Afrika dan selanjutnya menyebar
ke Asia. Chikungunya telah menyebar ke beberapa daerah seperti wilayah
Afrika dan Asia, termasuk India, Srilanka, Myanmar, Tailand, Indonesia,
dan Malaysia. Studi secara filogenetik melaporkan bahwa strain virus
chikungunya termasuk dalam tiga genotype berdasarkan kasus di Afrika,
Afrika tengah/timur dan Asia, dan selanjutnya termasuk ke dalam grup
yang diisolasi dari Klang di Malaysia.6
6
2.4 Patogenesis
Infeksi virus Chikungunya memiliki presentasi klinis yang
tumpang tindih dengan infeksi Ross river virus (demam, ruam, poliartritis)
dan virus demam berdarah yang ditularkan oleh nyamuk yang sama.
Evaluasi imunitas yang diperantarai sel-T dan sel-B telah menjelaskan
beberapa mekanisme yang mungkin.
Menggunakan model murine, Lum et al telah menunjukkan bahwa
antibodi virus anti-Chikungunya muncul pada awal perjalanan penyakit
dan diarahkan terhadap terminal-C dari glikoprotein virus E2. Mereka
menunjukkan bahwa baik antibodi spesifik yang disebabkan oleh infeksi
virus alami maupun Chikungunya sangat penting untuk mengendalikan
infeksi virus Chikungunya.10
Waquier et al melakukan studi multipleks ex vivo besar terhadap
imunitas sel T dan 50 sitokin, kemokin, dan profil faktor pertumbuhan
plasma pada 69 pasien yang terinfeksi akut dari wabah Gabon pada 2007.
Mereka menyimpulkan bahwa infeksi virus Chikungunya memunculkan
kekebalan bawaan yang kuat dengan produksi penanda proinflamasi dan
sitokin yang melimpah, termasuk interferon alfa tingkat tinggi, interleukin
(IL) –4, IL10, dan gamma interferon. Dengan analisis aliran cytometric,
penulis juga menunjukkan bahwa manusia menunjukkan tanggapan
limfositik CD8 + pada tahap awal dan tanggapan dominan CD4 pada tahap
selanjutnya. Yang paling penting, penulis menggambarkan apoptosis
limfosit CD4 + yang berbasis CD95 yang dapat menjelaskan sebagian
limfopenia pada pasien ini. Oleh karena itu, infeksi parah atau kronis dapat
dikaitkan dengan tidak adanya atau deregulasi salah satu jalur ini.11
Mekanisme pasti masuknya virus ke dalam sel mamalia sedang
diselidiki.12,13 Bernard et al mengevaluasi mekanisme ini dan menemukan
bahwa virus Chikungunya memasuki sel epitel mamalia melalui jalur yang
bergantung pada clathrin, tergantung Esp-15, bergantung pada dinamin 2
dan membutuhkan jalur endositik dalam kombinasi dengan jalur yang
tidak diketahui lainnya. Para penulis berspekulasi bahwa virus
7
Chikungunya
8
mampu mengalami pergeseran genetik dan dapat memperoleh mekanisme
entri alternatif.14
Beberapa model murine dengan penyakit sendi dan neurologis
terkait virus Chikungunya sedang diselidiki. Teknik imaging in vivo
canggih lainnya yang menggunakan bioluminescence imaging dengan
luciferase-tagged patogens dan sistem 2-photon imaging intravital sedang
dievaluasi untuk studi fase kronis infeksi Chikungunya. 15,16,17,18 Sekarang
telah ditunjukkan bahwa penginderaan interferon tipe 1 oleh sel-sel
nonmyeloid memainkan peran penting dalam memerangi infeksi
Chikungunya.19
Aedes aegypti dikenal sebagai vektor utama untuk infeksi
Chikungunya di India dan negara-negara lain selama epidemi 2006-2010.
Analisis wabah 2016 di Brasil mengungkapkan dua mutasi baru dalam
virus (K211T di E1 dan V156A di E2). Mutasi ini meningkatkan
kebugaran virus, karena mereka dapat menginfeksi sel inang yang tidak
tergantung kolesterol, menyebabkan wabah menjadi epidemi.20
Demam
Setelah masa inkubasi 2-4 hari (kisaran 1-12 hari), orang dewasa
biasanya datang dengan demam yang tiba-tiba, artralgia parah,
sakit kepala, fotofobia dan ruam kulit.21 Tipe Demam biasanya
9
demam
10
tinggi baik pada anak-anak maupun orang dewasa. Pada anak-
anak, kejang demam sering digambarkan dan umumnya terjadi di
luar rentang usia 6 bulan hingga 6 tahun. Biasanya, kejang ini
berlangsung selama 3–5 hari, dengan maksimal 10 hari.21
Manifestasi Kulit dan Hemoragik
Lesi kulit dilaporkan pada sekitar 50% orang dewasa. Namun, pada
anak-anak, penelitian dari India dan La Réunion menunjukkan
bahwa hal ini jarang terjadi, terutama pada mereka yang usianya
kurang dari 2 tahun.21 Lesi kulit yang paling sering dilaporkan
adalah perubahan pigmen di daerah sentrofasial, ruam
makulopapular dan ulkus seperti aphthous intertriginosa. 21 Ruam
biasanya muncul selama 5 hari, dengan hiperpigmentasi terkadang
mengikuti ruam. Bayi yang berusia kurang dari 6 bulan dapat
menunjukkan lesi kulit bulosa yang luas dengan lepuh menutupi
hingga 35% dari luas permukaan tubuh.21 Manifestasi hemoragik
termasuk epistaksis, perdarahan gingiva dan purpura juga diamati
pada sekitar 10% kasus anak.21
Manifestasi Muskuloskeletal
Mialgia, artralgia dan artritis sering ditemukan pada orang dewasa
dengan chikungunya tetapi biasanya lebih jarang pada anak-anak
(antara 30% dan 50% dari anak-anak yang terkena).21
Manifestasi Neurologis
Keterlibatan sistem saraf pusat (SSP) berpotensi lebih signifikan
daripada yang didokumentasikan sebelumnya, terutama pada anak-
anak.21 Selama wabah chikungunya di La Réunion, 25% anak-anak
mengembangkan gejala neurologis, sedangkan di India 14% dari
semua anak dengan dugaan infeksi SSP mengalami chikungunya.
Di antaranya, sekitar 40–50% memiliki manifestasi yang parah,
termasuk status epileptikus, kejang kompleks, dan ensefalitis.21
11
2.6 Pemeriksaan Laboratorium
12
2.7 Diagnosis
Definisi kasus demam Chikungunya seperti yang diusulkan oleh
Kantor Regional World Health Organization (WHO) untuk Asia Tenggara
sebagai berikut27 :
2.8.1 Penatalaksanaan
2.8.2. Pencegahan
2.9 Komplikasi
2.10 Prognosis
16
Dalam sebuah laporan dari wabah Pulau Reunion pada tahun 2005, 610
pasien dengan komorbiditas mengalami presentasi yang tidak biasa, 65 di
antaranya meninggal. Beberapa komplikasi termasuk hepatitis,
meningoensefalitis, dermatosis bulosa, dan pneumonia.29
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
18
DAFTAR PUSTAKA
childrenfamily.com.
Virus Emergents Faculté de Médecine, 27, blvd Jean Moulin. 13005 Mar-
seille.France.
Chikungunya.Jakarta:Depkes RI.
Press; 2000.
9. Okogun GRA, Nwoke BEB, Okere AN, Anosike JC, Esekhegbe AC.
19
species in midwestern Nigeria. Ann Agric Environ Med 2003; 10: 217-22.
20
10. Lum FM, Teo TH, Lee WW, Kam YW, Renia L, Ng LF. An essential role
associated with strong innate immunity and T CD8 cell activation. J Infect
12. Teo TH, Lum FM, Claser C, Lulla V, Lulla A, Merits A. A pathogenic role
13. Teo TH, Lum FM, Lee WW, Ng LF. Mouse models for Chikungunya
15. Rulli NE, Suhrbier A, Hueston L, et al. Ross River virus: molecular and
107(3):329-42. [Medline].
16. Ziegler SA, Nuckols J, McGee CE, Huang YJ, Vanlandingham DL, Tesh
using a Renilla luciferase clone. Vector Borne Zoonotic Dis. 2011 Nov.
11(11):1471-7. [Medline].
21
17. Chaaitanya IK, Muruganandam N, Sundaram SG, Kawalekar O, Sugunan
24(4):265-71. [Medline].
464-465C:26-32. [Medline].
20. Agarwal A, Sharma AK, Sukumaran D, Parida M, Dash PK. Two novel
497:59-68. [Medline].
22. Kamath S, Das AK, Parikh FS. Chikungunya. J Assoc Physicians India
23. Halstead SB. Chikungunya. In: Feigin RD, Cherry JD, Demmler GJ,
24. Lakshmi V, Neeraja M, Subbalaxmi MV, Parida MM, Dash PK, Santhosh
22
25. Grivard P, Le Roux K, Laurent P, et al. Molecular and serological
55(10):490-
4. [Medline].
Available at
http://www.searo.who.int/entity/emerging_diseases/topics/Def_Chikung
from:https://emedicine.medscape.com/article/2225687- treatment?
src=soc_tw_share
23