Anda di halaman 1dari 23

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK PKMRS

FAKULTAS KEDOKTERAN
AGUSTUS
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2020

DEMAM CHIKUNGUNYA

OLEH :
ZAHRA NURUL SAQINAH
C014192008

Residen Pembimbing :
dr. Nur Ramdhani
dr. Noor Fadli Idrus

Supervisor Pembimbing :
dr. Ninny Meutia Pelupessy, M.Kes, Sp.A

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS
HASANUDDIN MAKASSAR
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa

: Nama : Zahra Nurul Saqinah

NIM : C014192008

Fakultas : Kedokteran

Universitas : Hasanuddin

Judul PKMRS : Demam Chikungunya

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Agustus 2020

Mengetahui,

Residen Pembimbing I Residen Pembimbing II

dr. Nur Ramdhani dr. Noor Fadli Idrus

Supervisor Pembimbing

dr. Ninny Meutia Pelupessy, M.Kes, Sp.A

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................5

2.1 Definisi...........................................................................................................5

2.2 Epidemiologi.................................................................................................5

2.3 Etiologi dan Transmisi.................................................................................6

2.4 Patogenesis....................................................................................................7

2.5 Manifestasi Klinis 8


2.6 Pemeriksaan Laboratorium ................................................................... 10
2.6.1 Pemeriksaan Darah...........................................................................100

2.6.2 Isolasi Virus.......................................................................................100

2.6.3 Pemeriksaan Molekular...................................................................100

2.6.4 Pemeriksaan Serologis......................................................................100

2.7 Diagnosis 11
2.8 Penatalaksanaan dan Pencegahan 12
2.8.1 Penatalaksanaan 12

2.8.2 Pencegahan..........................................................................................12

2.9 Komplikasi..................................................................................................13

2.10 Prognosis...................................................................................................13

BAB III PENUTUP..............................................................................................15

3.1 Kesimpulan.................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................16

iii
BAB I

PENDAHULUA

Demam chikungunya adalah jenis penyakit menular dengan gejala utama


demam mendadak, nyeri persendian terutama sendi lutut, pergelangan, jari kaki
dan tangan serta tulang belakang yang disertai ruam (bintik-bintik kemerahan)
pada kulit yang disebabkan oleh virus jenis Chikungunya, Genus Alphavirus,
Famili Togaviridae.1 Demam chikungunya adalah penyakit disebabkan oleh virus
yang ditularkan ke manusia melalui nyamuk genus Aedes.2

Chikungunya berasal dari bahasa Shawill yang menunjukkan gejala pada


penderita dengan arti posisi tubuh meliuk atau melengkung, mengacu pada postur
penderita yang membungkuk akibat nyeri sendi hebat (arthralgia).3 dan sumber
lain menyebut berasal dari bahasa Makonde yang artinya melengkung ke atas
yang adalah merujuk pada tubuh bungkuk karena gejala arthritis penyakit ini.4

Virus Chikungunya pertama kali diisolasi oleh Ross pada tahun 1953 sejak
terjadinya epidemi dengue di wilayah Newala, Tanzania. Transmisi penyakit ini
umumnya oleh nyamuk genus Aedes. Distribusi geografi meliputi wilayah tropis
dari sub-Sahara Afrika, Asia dan Ameika Utara.2

Demam Chikungunya relatif kurang berbahaya dan tidak fatal


dibandingkan dengan penyakit demam berdarah dengue (DBD). Demam
chikungunya merupakan penyakit self limiting disease (sembuh sendiri). Masa
inkubasi terjadinya penyakit sekitar dua sampai empat hari, sementara
manifestasinya timbul antara tiga sampai sepuluh hari.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Penyakit Demam Chikungunya adalah penyakit menular yang


disebabkab oleh virus Chikungunya yang dapat ditularkan melalui gigitan
Nyamuk Aedes sp dari penderita satu ke penderita lain yang dapat
menyerang semua kelompok umur. Nama lain Penyakit Demam
Chikungunya adalah demam tulang atau flu tulang atau demam lima hari,
karena secara mendadak penderita menalami demam tinggi selama 5 hari.
Chikungunya berasal dari bahasa Swahili berdasarkan gejala pada
penderita, yang berarti (posisi tubuh) meliuk atau melengkung (that which
contorts or bends up), mengacu pada postur penderita yang membungkuk
akibat nyeri sendi hebat atau arthralgia.5

2.2 Epidemiologi
Demam chikungunya disebabkan oleh CHIK virus (CHIKV), virus
ini termasuk famili Alphavirus. Fakta sejarah menyatakan bahwa virus
chikungunya terjadi pertama di negara Afrika dan selanjutnya menyebar
ke Asia. Chikungunya telah menyebar ke beberapa daerah seperti wilayah
Afrika dan Asia, termasuk India, Srilanka, Myanmar, Tailand, Indonesia,
dan Malaysia. Studi secara filogenetik melaporkan bahwa strain virus
chikungunya termasuk dalam tiga genotype berdasarkan kasus di Afrika,
Afrika tengah/timur dan Asia, dan selanjutnya termasuk ke dalam grup
yang diisolasi dari Klang di Malaysia.6

Demam chikungunya didiagnosis pada pendatang di wilayah


Amerika Serikat sejak tahun 2005 dan 2006. Kasus demam chikungunya
dilaporkan kembali di area Eropa, Canada, Carabbia (Martinique) dan
Amerika selatan (French Guyana) selama tahun 2006. Sejak tahun 2005 –
2006, 12 kasus demam fever didiagnosis secara serologis dan virologi oleh
Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika serikat dari
5
wilayah yang diketahui sebagai daerah epidemi atau endemis demam
chikungunya.7 Epidemi yang terjadi di Asia pada wilayah perkotaan/urban
disebabkan oleh vektor nyamuk Ae. Aegypti dan Ae. albopictus.
Seroprevalensi yang dipelajari terhadap Macaca sinica di Srilanka
melaporkan bahwa kerentanan populasi ini terhadap virus tidaklah
diketahui.2

2.3 Etiologi dan Transmisi


Etiologi dari penyakit ini ialah Virus CHIK, atau dikenal juga
sebagai “Buggy Creek virus” adalah virus yang termasuk dalam genus
Alphavirus dari famili Togaviridae. Alphavirus ini terdiri dari 30 spesies
virus yang ditularkan oleh arthropoda (arthropod-borne virus)
dikelompokkan menjadi tujuh serokompleks atas dasar data serologis.8
Secara serologis, virus CHIK termasuk subgrup Semliki Forest dari
Alphavirus. Virus CHIK adalah sebuah virus RNA berulir-positif dan
mempunyai selubung (enveloped) (Gambar 2.1).

Gambar 2.1. Virus Chikungunya


(www.chikungunya.in)

Transmisi penyakit Chikungunya di Asia, terutama ditularkan oleh


vector nyamuk Aedes aegypti melalui siklus transmisi orang ke orang di
pemukiman padat penduduk (urban) dan Aedes Albopictus untuk daerah
pedesaan.9

6
2.4 Patogenesis
Infeksi virus Chikungunya memiliki presentasi klinis yang
tumpang tindih dengan infeksi Ross river virus (demam, ruam, poliartritis)
dan virus demam berdarah yang ditularkan oleh nyamuk yang sama.
Evaluasi imunitas yang diperantarai sel-T dan sel-B telah menjelaskan
beberapa mekanisme yang mungkin.
Menggunakan model murine, Lum et al telah menunjukkan bahwa
antibodi virus anti-Chikungunya muncul pada awal perjalanan penyakit
dan diarahkan terhadap terminal-C dari glikoprotein virus E2. Mereka
menunjukkan bahwa baik antibodi spesifik yang disebabkan oleh infeksi
virus alami maupun Chikungunya sangat penting untuk mengendalikan
infeksi virus Chikungunya.10
Waquier et al melakukan studi multipleks ex vivo besar terhadap
imunitas sel T dan 50 sitokin, kemokin, dan profil faktor pertumbuhan
plasma pada 69 pasien yang terinfeksi akut dari wabah Gabon pada 2007.
Mereka menyimpulkan bahwa infeksi virus Chikungunya memunculkan
kekebalan bawaan yang kuat dengan produksi penanda proinflamasi dan
sitokin yang melimpah, termasuk interferon alfa tingkat tinggi, interleukin
(IL) –4, IL10, dan gamma interferon. Dengan analisis aliran cytometric,
penulis juga menunjukkan bahwa manusia menunjukkan tanggapan
limfositik CD8 + pada tahap awal dan tanggapan dominan CD4 pada tahap
selanjutnya. Yang paling penting, penulis menggambarkan apoptosis
limfosit CD4 + yang berbasis CD95 yang dapat menjelaskan sebagian
limfopenia pada pasien ini. Oleh karena itu, infeksi parah atau kronis dapat
dikaitkan dengan tidak adanya atau deregulasi salah satu jalur ini.11
Mekanisme pasti masuknya virus ke dalam sel mamalia sedang
diselidiki.12,13 Bernard et al mengevaluasi mekanisme ini dan menemukan
bahwa virus Chikungunya memasuki sel epitel mamalia melalui jalur yang
bergantung pada clathrin, tergantung Esp-15, bergantung pada dinamin 2
dan membutuhkan jalur endositik dalam kombinasi dengan jalur yang
tidak diketahui lainnya. Para penulis berspekulasi bahwa virus
7
Chikungunya

8
mampu mengalami pergeseran genetik dan dapat memperoleh mekanisme
entri alternatif.14
Beberapa model murine dengan penyakit sendi dan neurologis
terkait virus Chikungunya sedang diselidiki. Teknik imaging in vivo
canggih lainnya yang menggunakan bioluminescence imaging dengan
luciferase-tagged patogens dan sistem 2-photon imaging intravital sedang
dievaluasi untuk studi fase kronis infeksi Chikungunya. 15,16,17,18 Sekarang
telah ditunjukkan bahwa penginderaan interferon tipe 1 oleh sel-sel
nonmyeloid memainkan peran penting dalam memerangi infeksi
Chikungunya.19
Aedes aegypti dikenal sebagai vektor utama untuk infeksi
Chikungunya di India dan negara-negara lain selama epidemi 2006-2010.
Analisis wabah 2016 di Brasil mengungkapkan dua mutasi baru dalam
virus (K211T di E1 dan V156A di E2). Mutasi ini meningkatkan
kebugaran virus, karena mereka dapat menginfeksi sel inang yang tidak
tergantung kolesterol, menyebabkan wabah menjadi epidemi.20

2.5 Manifestasi Klinis

Sampai saat ini, beberapa studi observasi telah merinci gambaran


klinis dari chikungunya pada anak-anak. Namun, yang menjadi sorotan
ialah fakta bahwa anak-anak mungkin memiliki manifestasi klinis yang
berbeda dari orang dewasa.21 Besarnya gejala dan keragamannya
tampaknya menggambarkan kurva berbentuk U, dengan maksimum terjadi
pada bayi dan orang tua dan minimum pada anak yang lebih tua. Lebih
lanjut, tingkat infeksi tanpa gejala di antara anak-anak bervariasi menurut
laporan wabah yang berbeda (kisaran 35-40%).21

 Demam
Setelah masa inkubasi 2-4 hari (kisaran 1-12 hari), orang dewasa
biasanya datang dengan demam yang tiba-tiba, artralgia parah,
sakit kepala, fotofobia dan ruam kulit.21 Tipe Demam biasanya

9
demam

10
tinggi baik pada anak-anak maupun orang dewasa. Pada anak-
anak, kejang demam sering digambarkan dan umumnya terjadi di
luar rentang usia 6 bulan hingga 6 tahun. Biasanya, kejang ini
berlangsung selama 3–5 hari, dengan maksimal 10 hari.21
 Manifestasi Kulit dan Hemoragik
Lesi kulit dilaporkan pada sekitar 50% orang dewasa. Namun, pada
anak-anak, penelitian dari India dan La Réunion menunjukkan
bahwa hal ini jarang terjadi, terutama pada mereka yang usianya
kurang dari 2 tahun.21 Lesi kulit yang paling sering dilaporkan
adalah perubahan pigmen di daerah sentrofasial, ruam
makulopapular dan ulkus seperti aphthous intertriginosa. 21 Ruam
biasanya muncul selama 5 hari, dengan hiperpigmentasi terkadang
mengikuti ruam. Bayi yang berusia kurang dari 6 bulan dapat
menunjukkan lesi kulit bulosa yang luas dengan lepuh menutupi
hingga 35% dari luas permukaan tubuh.21 Manifestasi hemoragik
termasuk epistaksis, perdarahan gingiva dan purpura juga diamati
pada sekitar 10% kasus anak.21
 Manifestasi Muskuloskeletal
Mialgia, artralgia dan artritis sering ditemukan pada orang dewasa
dengan chikungunya tetapi biasanya lebih jarang pada anak-anak
(antara 30% dan 50% dari anak-anak yang terkena).21
 Manifestasi Neurologis
Keterlibatan sistem saraf pusat (SSP) berpotensi lebih signifikan
daripada yang didokumentasikan sebelumnya, terutama pada anak-
anak.21 Selama wabah chikungunya di La Réunion, 25% anak-anak
mengembangkan gejala neurologis, sedangkan di India 14% dari
semua anak dengan dugaan infeksi SSP mengalami chikungunya.
Di antaranya, sekitar 40–50% memiliki manifestasi yang parah,
termasuk status epileptikus, kejang kompleks, dan ensefalitis.21

11
2.6 Pemeriksaan Laboratorium

2.6.1. Pemeriksaan Darah

Pemeriksaan darah pada demam Chikungunya tidak khas.


Penelitian yang ada menunjukkan bahwa jumlah leukosit dan trombosit
dalam batas normal. Leukopenia dengan limfositosis relatif dapat terjadi
pada hari ke 3-
6 sejak demam. Kenaikan Hct terjadi namun secara statistik tidak
bermakna.22

2.6.2. Isolasi Virus

Virus chikungunya dapat diisolasi dalam kultur dalam 3 hari


pertama sakit selama periode viremia aktif dengan inokulasi darah ke tikus
atau nyamuk. Deteksi berbasis kultur juga tersedia melalui Centers for
Disease Control and Prevention (CDC).23,24,25

2.6.3. Pemeriksaan Molekular

RT-PCR telah distandarisasi menggunakan domain struktural dan


nonstruktural dari genom virus Chikungunya dan tersedia melalui CDC.
Pengujian genotip juga telah dikembangkan yang akan membantu dalam
pengaturan wabah. Uji molekuler dapat mendeteksi RNA virus selama 7-8
hari pertama penyakit.23,24,25,26

2.6.4. Tes Serologi

Antibodi IgM spesifik virus Chikungunya biasanya muncul setelah


penghentian viremia, biasanya pada hari ke 5-7 ke dalam penyakit, dan
tetap positif selama 3-6 bulan. Immunoglobulin G (IgG) - antibodi
netralisasi muncul setelah 7-10 hari dan dapat bertahan selama beberapa
bulan. Antibodi ini dideteksi dengan tes immunoassay (ELISA) yang
terhubung dengan enzim yang tersedia melalui CDC dan beberapa
departemen kesehatan negara.24,25

12
2.7 Diagnosis
Definisi kasus demam Chikungunya seperti yang diusulkan oleh
Kantor Regional World Health Organization (WHO) untuk Asia Tenggara
sebagai berikut27 :

2.7.1. Kasus yang dicurigai (Suspected Case)


Kasus yang dicurigai melibatkan pasien dengan onset akut
demam, biasanya dengan menggigil/tinggi, yang berlangsung
selama 3-5 hari dengan nyeri pada beberapa sendi/pembengkakan
ekstremitas yang dapat berlanjut selama berminggu-minggu hingga
berbulan-bulan.

2.7.2. Kemungkinan kasus (Probable Case)

Kemungkinan kasus (Probable Case) dicirikan dengan


kondisi yang mendukung kasus yang dicurigai (lihat di atas)
bersama dengan salah satu dari kondisi berikut:
 Sejarah perjalanan atau tempat tinggal di daerah yang melaporkan
wabah
 Kemampuan untuk menyingkirkan malaria, demam berdarah, dan
penyebab demam lainnya yang diketahui nyeri sendi

2.7.3. Kasus yang dikonfirmasi (Confirmed Case)


Demam chikungunya dikonfirmasi pada pasien yang
memenuhi satu atau lebih dari temuan berikut terlepas dari
presentasi klinis:
 Isolasi virus dalam kultur sel atau inokulasi hewan dari sera fase
akut
 Adanya virus ribonucleic acid (RNA) dalam serum fase akut
sebagaimana ditentukan dengan RT-PCR
 Adanya antibodi IgM spesifik virus dalam sampel serum tunggal
dalam fase akut atau peningkatan 4 kali lipat titer antibodi IgG
13
spesifik virus dalam sampel yang dikumpulkan setidaknya 3
minggu terpisah

2.8 Penatalaksanaan dan Pencegahan

2.8.1 Penatalaksanaan

Chikungunya merupakan self limiting disease, sampai saat ini


penyakit ini belum ada obat ataupun vaksinnya, pengobatan hanya bersifat
simptomatis (antipiretik dan analgetik) serta suportif yaitu tirah baring
(bedrest), batasi pergerakan, minum banyak untuk mengganti kehilangan
cairan tubuh akibat muntah, keringat dan lain-lain, serta fisioterapi.28
Beberapa ahli merekomendasikan untuk tidak memakai salisilat dan obat
antiinflamasi nonsteroid (NSAID), karena dapat memicu manifestasi
perdarahan.21 Meskipun gejala pasien dengan nyeri sendi persisten
mungkin sulit untuk ditangani, NSAID bersama dengan kortikosteroid atau
metotreksat berhasil digunakan pada orang dewasa. Ribavirin juga telah
terbukti memperbaiki artralgia / artritis kronis pada beberapa pasien
dewasa, tetapi manfaatnya pada infeksi anak akut masih belum diketahui.21

2.8.2. Pencegahan

Kontrol vektor memainkan peran penting dalam mencegah


penyebaran virus Chikungunya. Manusia yang bepergian ke daerah
endemik / epidemi disarankan untuk menggunakan obat nyamuk, untuk
memakai baju lengan panjang dan celana panjang, dan untuk
menggunakan kamar yang mempunyai jendela dan pintu.29

Orang dengan dugaan demam Chikungunya harus menghindari


paparan nyamuk selama minggu pertama viremia untuk mencegah
penularan penyakit lokal.29

Pendidikan yang sesuai dari masyarakat dan pejabat kesehatan


masyarakat tentang menghilangkan tempat perkembangbiakan nyamuk
(air yang tergenang, gulma dan rumput yang tinggi) dan menyemprotkan
14
insektisida merupakan hal yang penting untuk pengendalian vektor yang
optimal dan untuk mencegah terjadinya transmisi penyakit.29

Orang yang berisiko terkena penyakit juga harus menghindari


bepergian ke daerah dengan wabah yang sedang berlangsung.29

2.9 Komplikasi

Wabah infeksi Chikungunya mengakibatkan epidemi besar yang


dapat menyebabkan morbiditas yang signifikan. Rematik pasca infeksi
dengan nyeri sendi yang berlangsung berbulan-bulan hingga bertahun-tahun
telah dilaporkan dalam beberapa literatur.29 Gejalanya bisa beragam, mulai
dari arthritis sementara dengan nyeri sendi hingga kerusakan sendi parah
yang membutuhkan terapi antirematik. Itu juga telah terbukti memperburuk
kondisi reumatologis yang sudah ada sebelumnya, yang mengakibatkan
gangguan kualitas hidup.29 Nyeri kronis dan rematik telah terbukti
mempengaruhi kesehatan mental pasien.29

Meskipun komplikasi neurologis telah menjadi kontroversi, sejumlah


manifestasi neurologis dilaporkan dari Pulau La Reunion, dengan 24 pasien
didiagnosis dengan ensefalitis terkait Chikungunya. Selain itu, hepatitis akut
parah, gagal jantung, insufisiensi pernapasan, efek kulit, dan gagal ginjal juga
diidentifikasi selama wabah ini.29

Sejauh ini, infeksi Chikungunya pada wanita hamil belum secara


langsung dikaitkan dengan kelainan bawaan.29 Namun, transmisi vertikal
pada saat persalinan telah dijelaskan pada neonatus, mengakibatkan
komplikasi neurologis dan keterlambatan perkembangan kognitif.29

2.10 Prognosis

Meskipun demam Chikungunya adalah penyakit yang sembuh


sendiri, kasus komplikasi yang jarang terjadi telah dilaporkan di India selama
wabah besar di antara pasien dengan komorbiditas (kardiovaskular,
pernapasan, neurologis), neonatus, pasien lansia, pasien
15
immunocompromised.

16
Dalam sebuah laporan dari wabah Pulau Reunion pada tahun 2005, 610
pasien dengan komorbiditas mengalami presentasi yang tidak biasa, 65 di
antaranya meninggal. Beberapa komplikasi termasuk hepatitis,
meningoensefalitis, dermatosis bulosa, dan pneumonia.29

Angka kematian secara keseluruhan dalam laporan ini adalah 10,6%


dan lebih tinggi di antara orang tua. Faktor risiko yang paling umum terkait
dengan kematian yang tinggi dan infeksi parah adalah kondisi kardiovaskular
(226 pasien), pernapasan (150 pasien), dan neurologis (147 pasien).29

17
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Penyakit Demam Chikungunya adalah penyakit menular yang


disebabkab oleh virus Chikungunya yang dapat ditularkan melalui gigitan
Nyamuk Aedes sp dari penderita satu ke penderita lain yang dapat menyerang
semua kelompok umur. Nama lain Penyakit Demam Chikungunya adalah
demam tulang atau flu tulang atau demam lima hari, karena secara mendadak
penderita menalami demam tinggi selama 5 hari.5

Pada penyakit demam chikungunya ini, terdapat perbedaan


manifestasi klinis antara orang dewasa maupun anak. Pada anak, gejalanya
dapat berupa adanya kejang demam dan umumnya terjadi di luar rentang usia
6 bulan hingga 6 tahun. Biasanya, kejang ini berlangsung selama 3–5 hari,
dengan maksimal 10 hari. Adanya lesi pada kulit umumnya hanya terlihat
pada orang dewasa dan jarang terjadi, terutama pada mereka yang usianya
kurang dari 2 tahun.21 Lesi kulit yang paling sering dilaporkan adalah
perubahan pigmen di daerah sentrofasial, ruam makulopapular dan ulkus
seperti aphthous intertriginosa.21 Mialgia, artralgia dan artritis sering
ditemukan pada orang dewasa dengan chikungunya tetapi biasanya lebih
jarang pada anak-anak (antara 30% dan 50% dari anak-anak yang terkena).21
dan pada anak-anak sering terjadi adanya keterlibatan dengan SSP.21
Demam chikungunya merupakan self limiting disease, dan juga
sampai saat ini penyakit ini belum ada obat ataupun vaksinnya, sehingga
pengobatannya hanya bersifat simptomatis seperti antipiretik dan analgetik
serta suportif yaitu tirah baring (bedrest), batasi pergerakan, minum banyak
untuk mengganti kehilangan cairan tubuh akibat muntah, keringat dan lain-
lain, serta fisioterapi.28

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Gubler, D. J. 1997. Dengue and Dengue Hemorraghe fever. CAB


International Publishing. Wallingford Oxon Ox DE UK.
2. Diallo, M., Jocelyn, T., Moumouni, T.L., and Didier, F. 1999. Vectors of

Chikungunya Virus in Senegal : Current Data and Transmission Cycles.

Am. J. Trop. Med. Hyg., 60(2), 1999, pp. 281-286.

3. Judarwanto, W. 2007. Penatalaksanaan Demam Cikungunya. htpp://www.

childrenfamily.com.

4. Gould, E. A., 2007. Applied Virology -Impossible Dream!. Unité des

Virus Emergents Faculté de Médecine, 27, blvd Jean Moulin. 13005 Mar-

seille.France.

5. Depkes RI.2008.Pengendalian Penyakit Demam

Chikungunya.Jakarta:Depkes RI.

6. Sam, I.C., MRCpath, Bakar S.A. 2006. Chikungunya Virus Infection.

Medical Journal of Malaysia, Volume 61, Issue No. 2.

7. Service, M. 2007. Chikungunya Risk of Transmission in the USA. Wing

Beats 18 (1) : 16-17.

8. Van Regenmortel MHV, Fauquet CM , Bishop DHL, Carstens EB, Estes

MK, Lemon SM, et al. Virus taxonomy. Seventh report of the

International Committee on Taxonomy of Viruses. San Diego:Academic

Press; 2000.

9. Okogun GRA, Nwoke BEB, Okere AN, Anosike JC, Esekhegbe AC.

Epidemiological implications of preferences of breeding sites of mosquito

19
species in midwestern Nigeria. Ann Agric Environ Med 2003; 10: 217-22.

20
10. Lum FM, Teo TH, Lee WW, Kam YW, Renia L, Ng LF. An essential role

of antibodies in the control of Chikungunya virus infection. J Immunol.

2013 Jun 15. 190(12):6295-302. [Medline]. [Full Text].

11. Wauquier N, Becquart P, Nkoghe D, Padilla C, Ndjoyi-Mbiguino A, Leroy

EM. The acute phase of Chikungunya virus infection in humans is

associated with strong innate immunity and T CD8 cell activation. J Infect

Dis. 2011 Jul 1. 204(1):115-23. [Medline]. [Full Text].

12. Teo TH, Lum FM, Claser C, Lulla V, Lulla A, Merits A. A pathogenic role

for CD4+ T cells during Chikungunya virus infection in mice. J Immunol.

2013 Jan 1. 190(1):259-69. [Medline].

13. Teo TH, Lum FM, Lee WW, Ng LF. Mouse models for Chikungunya

virus: deciphering immune mechanisms responsible for disease and

pathology. Immunol Res. 2012 Sep. 53(1-3):136-47. [Medline].

14. Bernard E, Solignat M, Gay B, Chazal N, Higgs S, Devaux C. Endocytosis

of chikungunya virus into mammalian cells: role of clathrin and early

endosomal compartments. PLoS One. 2010. 5(7):e11479. [Medline].

15. Rulli NE, Suhrbier A, Hueston L, et al. Ross River virus: molecular and

cellular aspects of disease pathogenesis. Pharmacol Ther. 2005 Sep.

107(3):329-42. [Medline].

16. Ziegler SA, Nuckols J, McGee CE, Huang YJ, Vanlandingham DL, Tesh

RB. In vivo imaging of chikungunya virus in mice and Aedes mosquitoes

using a Renilla luciferase clone. Vector Borne Zoonotic Dis. 2011 Nov.

11(11):1471-7. [Medline].

21
17. Chaaitanya IK, Muruganandam N, Sundaram SG, Kawalekar O, Sugunan

AP, Manimunda SP. Role of proinflammatory cytokines and chemokines

in chronic arthropathy in CHIKV infection. Viral Immunol. 2011 Aug.

24(4):265-71. [Medline].

18. Briant L, Despres P, Choumet V, Misse D. Role of skin immune cells on

the host susceptibility to mosquito-borne viruses. Virology. 2014 Jul 17.

464-465C:26-32. [Medline].

19. Couderc T, Lecuit M. Chikungunya virus pathogenesis: From bedside to

bench. Antiviral Res. 2015 Sep. 121:120-31. [Medline].

20. Agarwal A, Sharma AK, Sukumaran D, Parida M, Dash PK. Two novel

epistatic mutations (E1:K211E and E2:V264A) in structural proteins of

Chikungunya virus enhance fitness in Aedes aegypti. Virology. 2016 Oct.

497:59-68. [Medline].

21. Ritz, Nicole MD PhD, Hufnagel, et al. Chikungunya In Children. The

Pediatrics Infectious Disease Journal. Vol 35. July 2015. P 789-791.

22. Kamath S, Das AK, Parikh FS. Chikungunya. J Assoc Physicians India

2006; 54: 725-6.

23. Halstead SB. Chikungunya. In: Feigin RD, Cherry JD, Demmler GJ,

Kaplan SL (eds). Texbook of Pediatric Infectious Diseases. 5 ed vol 2.

Saunders 2004; Philadelphia, Pennsylvania, 2004: 2178-84.

24. Lakshmi V, Neeraja M, Subbalaxmi MV, Parida MM, Dash PK, Santhosh

SR. Clinical features and molecular diagnosis of Chikungunya fever from

South India. Clin Infect Dis. 2008 May 1. 46(9):1436-42. [Medline].

22
25. Grivard P, Le Roux K, Laurent P, et al. Molecular and serological

diagnosis of Chikungunya virus infection. Pathol Biol (Paris). 2007 Dec.

55(10):490-

4. [Medline].

26. National Institute of Communicable Disease, New Delhi. Chikungunya

fever. CD Alert. 2006. 10:6–8.

27. Pastorino B, Bessaud M, Grandadam M, Murri S, Tolou HJ, Peyrefitte

CN. Development of a TaqMan RT-PCR assay without RNA extraction

step for the detection and quantification of African Chikungunya viruses. J

Virol Methods. 2005 Mar. 124(1-2):65-71. [Medline].

28. World Health Organization, Regional Office for South-East Asia.

Proposed case definition of Chikungunya fever.

Available at

http://www.searo.who.int/entity/emerging_diseases/topics/Def_Chikung

unya_Fever.pdf. Accessed: August 7, 2014.

29. Suganthini Krishnan Natesan, MD. Chikungunya Virus Treatment &

Management: Approach Considerations, Prevention, Future Perspectives

[Internet]. Medscape. 2019 [cited 1 august 2019]. Available

from:https://emedicine.medscape.com/article/2225687- treatment?

src=soc_tw_share

23

Anda mungkin juga menyukai