Anda di halaman 1dari 46

FAKTOR RISIKO KEJADIAN CAMPAK PADA BALITA

(STUDI KASUS DI KABUPATEN BATANG TAHUN 2022)

PROPOSAL TESIS

KHAIRUNNISA
NIM.30000221410019

PROGRAM STUDI MAGISTER EPIDEMIOLOGI


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2023

i
LEMBAR PERSETUJUAN

FAKTOR RISIKO KEJADIAN CAMPAK PADA BALITA


(STUDI KASUS DI KABUPATEN BATANG TAHUN 2022)

Oleh:
KHAIRUNNISA
NIM.30000221410019

Telah diujikan pada tanggal April 2023 oleh tim pembimbing Program Studi
Magister Epidemiologi Sekolah Pascasarjana Universitas Diponegoro dan dapat
melaksanakan penelitian tesis

Semarang, April 2023


Mengetahui,
Pembimbing I Pembimbing II

Dr. drh. Dwi Sutiningsih, M. Kes. Prof. Dr. dr. Suhartono, M.Kes

ii
PEMBERITAHUAN SIAP UJIAN PROPOSAL TESIS

Mahasiswa Program Magister Epidemiologi Universitas Diponegoro yang saya

bimbing dalam pembuatan proposal Tesis :

Nama : Khairunnisa

NIM : 30000221410019

Konsentrasi : Epidemiologi Umum

Judul : Faktor Risiko Kejadian Campak Pada Balita (Studi Kasus Pada

KLB Campak di Wilayah Puskesmas Batang 2 Kabupaten

Batang)

Proposalnya telah selesai dan siap untuk Ujian Proposal Tesis.

Semarang, April 2023


Mengetahui,
Pembimbing I Pembimbing II

Dr. drh. Dwi Sutiningsih, M. Kes. Prof. Dr. dr. Suhartono, M.Kes

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN.................................................................................ii
PEMBERITAHUAN SIAP UJIAN PROPOSAL TESIS...................................iii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iv
BAB I...................................................................................................................1
PENDAHULUAN................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Perumusan Masalah...................................................................................7
C. Tujuan Penelitian.......................................................................................8
D. Manfaat Penelitian.....................................................................................9
E. Keaslian Penelitan......................................................................................9
F. Ruang Lingkup........................................................................................10
BAB II................................................................................................................11
TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................11
A. Penyakit Campak.....................................................................................11
B. Karakteristik Responden..........................................................................15
BAB III...............................................................................................................22
Kerangka Teori, Kerangka Konsep Dan Hipotesis............................................22
A. Kerangka Teori........................................................................................22
B. Kerangka Konsep.....................................................................................23
C. Hipotesis..................................................................................................23
BAB IV...........................................................................................................25

METODE PENELITIAN...............................................................................25

A. Jenis Dan Rancangan Penelitian..............................................................25


B. Populasi Dan Sampel Penelitian..............................................................25
C. Prosedur Penelitian (Jika Berupa Systematic Literature Review)...........28
D. Definisi Operasional Variabel Penelitian Dan Skala Pengukuran...........29
E. Alat Dan Cara Penelitian.........................................................................34
F. Teknik Pengolahan Dan Analisis Data....................................................34

iv
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Virus campak berada dalam lendir di hidung dan tenggorokan orang

yang terinfeksi, sehingga penularan biasanya terjadi melalui udara dan

pernapasan (batuk dan bersin). Virus campak ditularkan secara langsung dari

droplet infeksi. Masa penularan penyakit campak sebelum ruam sampai 4 hari

setelah timbul ruam, puncak penularan pada saat gejala awal (fase
1
prodromal), yaitu pada 1-3 hari pertama sakit. Di daerah dengan cakupan

imunisasi campak yang rendah selama beberapa tahun akan terjadi akumulasi
2
kelompok rentan campak sehingga dapat menimbulkan KLB. Apabila

terdapat 5 atau lebih kasus campak dalam waktu 4 minggu secara berturut-
3
turut, terjadi mengelompok dan adanya hubungan epidemiologis.

Penyakit campak dapat dicegah dengan pemberian imunisasi.

Imunisasi campak adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan

kekebalan aktif terhadap penyakit campak. Efek samping mungkin terjadi

demam ringan dan terdapat efek kemerahan/bercak merah pada pipi di bawah

telinga pada hari ke 7-8 setelah penyuntikan, kemungkinan terdapat

pembengkakan pada tempat penyuntikan. Kontraindikasi imunisasi campak

yaitu pada anak dengan penyakit infeksi akut yang disertai demam, gangguan

kekebalan, TBC tanpa pengobatan, kekurangan gizi berat, penyakit keganasan,

serta pada anak dengan kerentanan tinggi terhadap protein telur, kanamisin,
4
dan eritromisin (antibiotik).

1
2

Jumlah kasus campak di seluruh dunia yang dilaporkan telah

meningkat sebesar 79 persen dalam dua bulan pertama tahun 2022

dibandingkan dengan waktu yang sama tahun lalu. Hal tersebut merupakan

peningkatan risiko penyebaran virus yang sangat menular dan penyakit lain

yang dapat dicegah dengan vaksin, peningkatan yang dilaporkan ini adalah

awal dari wabah campak besar secara global. Dari data Word Health

Organization (WHO) 10 Negara tertinggi kasus campak bulan Desember

2022 – Mei 2023 yaitu India 67.592, Yemen 23.680, Pakistan 5.853,

Cameroon 4.926, Nigeria 4.389, Somalia 3.758, Ethiopia 3.125, Indonesia


5
3.104, Democratic Republic of the Congo (DRC) 2.633 dan Turkey 2.076.

Campak merupakan penyakit endemik di Indonesia dan dilaporkan

setiap tahun. Namun, pada tahun 2022 dan 2023, telah terjadi peningkatan

yang signifikan dalam jumlah kasus yang dikonfirmasi, dibandingkan dengan

yang dilaporkan setiap tahun sejak 2018 ada 920 kasus yang dilaporkan pada

tahun 2018, 639 pada tahun 2019, 310 pada tahun 2020, dan 132 pada tahun

2021. Wabah saat ini ditandai dengan kekebalan populasi yang kurang

optimal, termasuk anak-anak tanpa vaksinasi campak. Kegiatan Imunisasi

Tambahan (SIA) dilaksanakan pada tahun 2022 dengan target anak usia <15

tahun di provinsi berisiko tinggi (Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kepulauan

Riau, dan Sumatera Barat), usia 9 – 59 bulan di provinsi Jawa-Bali, dan 9

bulan sampai 12 tahun di provinsi-provinsi yang tersisa, dengan upaya untuk

memperkuat imunisasi rutin dan kegiatan mengejar ketinggalan untuk


6
mengatasi kesenjangan kekebalan populasi.
3

Antara 1 Januari dan 3 April 2023, total 2161 kasus campak (848

dikonfirmasi laboratorium dan 1313 kompatibel secara klinis telah dilaporkan

di 18 dari 38 provinsi di Indonesia, terutama dari provinsi Jawa Barat (796

kasus), Papua Tengah (770 kasus), dan Banten (197 kasus). Pada tahun 2022,

total 4845 kasus campak yang dikonfirmasi laboratorium dan enam kematian

(CFR 0,1%) dilaporkan di 32 dari 38 provinsi. Provinsi yang paling banyak

terkena dampak adalah Aceh (978 kasus), Sumatera Barat (859 kasus), Riau

(500 kasus), dan Jawa Timur (459 kasus). Analisis tren tahunan menunjukkan

jumlah kasus yang dilaporkan setiap tahun pada tahun 2022 dan saat ini pada

tahun 2023 lebih tinggi dari biasanya: ada 920 kasus pada tahun 2018, 639

kasus pada tahun 2019, 310 kasus pada tahun 2020, dan 132 kasus pada tahun
6
2021.
Campak merupakan penyakit endemik di negara berkembang termasuk

Indonesia. Di Indonesia, campak masih menempati urutan ke-5 penyakit yang

menyerang terutama pada bayi dan balita. Pada tahun 2014 di Indonesia ada

12.943 kasus campak. Angka ini lebih tinggi dibandingkan pada tahun 2013

sebanyak 11. 521 kasus. Jumlah kasus meninggal sebanyak 8 kasus yang

terjadi di 5 provinsi yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kepulauan Riau dan

Kalimantan Timur. Incidence rate (IR) campak pada tahun 2014 sebesar 5,13

per 100.000 penduduk. Angka ini meningkat dibandingkan tahun 2013 yang

sebesar 4,64 per 100.000 penduduk. Kasus campak terbesar pada kelompok
7
umur 5-9 tahun dan kelompok umur 1- 4 tahun sebesar 30% dan 27,6%.

Pada tahun 2019, terdapat 8.819 kasus suspek campak, meningkat jika

dibandingkan tahun 2018. Kasus suspek campak terbanyak terdapat di


4

Provinsi Jawa Tengah (1.562 kasus), DKI Jakarta (1.374 kasus), dan Aceh

(972 kasus). Proporsi kasus campak terbesar pada umur 1-4 tahun (29,3%),
8
sedangkan terendah pada umur 10-14 tahun (11,6%). Pada tahun 2020

penyebaran kasus suspek campak hampir terdapat di seluruh Indonesia, hanya

3 provinsi yang tidak terdapat kasus suspek campak. Pada tahun 2021,

terdapat 2.931 kasus suspek campak, menurun jika dibandingkan tahun 2020

yaitu sebesar 3.434 kasus. Kasus suspek campak terbanyak terdapat di

Provinsi Jawa Tengah (493 kasus), DKI Jakarta (489 kasus), dan Jawa Timur

(366 kasus). Suspek campak pada tahun 2021 tersebar hampir di seluruh

wilayah Indonesia, dengan Incidence Rate (IR) sebesar 0,48 per 100.000

penduduk. Angka tersebut menurun jika dibandingkan tahun 2020 yang

sebesar 1,14 per 100.000 penduduk. Diketahui bahwa tren kasus suspek

campak tahun 2021 cenderung rendah pada awal tahun dan meningkat pada

bulan Oktober, November dan Desember. Jumlah kasus suspek campak

tertinggi pada bulan Desember (695 kasus), sedangkan jumlah terendah

terdapat pada bulan Juli (71 kasus). Penurunan jumlah kasus ini antara lain

disebabkan oleh adanya Pandemi Covid19 yang menyebabkan tenaga

surveilans di semua level fokus pada penanggulangan pandemi Covid-19

sehingga program surveilans lainnya termasuk surveilans PD3I tidak dapat


9
berjalan sesuai standar yang telah ditetapkan.

Kabupaten Batang merupakan salah satu dari daerah di Jawa Tengah

yang pernah kejadian KLB Campak. Dari data pada tahun 2012 terjadi KLB

campak sebanyak 63 kasus dengan presentase 53% Perempuan dan 47% Laki-
5

laki. Sebagian besar kasus campak tersebut adalah anak-anak dengan gejala

deman, batuk, pilek, konjungtivitis dan rash. Tahun 2013 kasus menurun

tercatat 46 kasus campak, tahun 2014 kembali menurun menjadi 41 kasus dan

2015 menjadi 23 kasus. Dari hasil wawancara kepada petugas Surveilans

Dinkes Kabupaten Batang penurunan kasus ini merupakan hasil dari kegiatan

surveilans PD3I yang diperketat, seperti dengan Sistem Kewaspadaan Dini

dan Respon (SKDR) dimana ketika adanya lonjakan kasus akan muncul alert

sehingga petugas kesehatan dapat melakukan tindakan pencegahan agar tidak

terjadinya penularan kasus campak yang lebih banyak. Pada tahun 2016 kasus

kembali naik dratis sebanyak 55 kasus dengan penderita terbanyak diwilayah

Kecamatan Batang. Yang menjadi salah satu faktor munculnya kembali kasus

campak adalah cakupan imunisasi campak yang kurang dari 100 % yaitu

95,66 % dan Bias campak 95,66 %. Sebagian besar penderita yaitu Balita

dengan gejala demam, batuk, pilek, konjungtivitis, disertai rash. Pada tahun

2019 kasus campak confirm di Kabupaten Batang berjumlah 16 sedangkan

pada tahun 2020 mengalami penurunan yaitu 2 kasus dan di tahun 2021 tidak

ditemukan kasus campak confirm. Hal ini dipengaruhi oleh adanya lonjakan

kasus Covid-19 sehingga program kegiatan screening kasus kesehatan


10
berfokus kepada penanganan Covid-19. Pada tahun 2022 kasus campak

mulai muncul kembali pada kasus rawat inap dirumah sakit. Cakupan

imunisasi campak tahun 2022 belum mencapai 100% yaitu sebesar 98,9%, ini

memungkinkan adanya penularan kasus campak dari anak yang belum

tervaksinasi. Cakupan imunisasi yang tinggi merupakan gambaran dari


6

kekebelan individu yang tinggi. Kekebalan individu yang tinggi akan

mengakibatkan pemutusan masa rantai penularan penyakit dari anak ke anak

yang lain atau ke orang dewasa. Cakupan imunisasi yang lebih dari 90% akan

membentuk kekebalan kelompok (Herd Imunity), sehingga dapat menurunkan

kasus campak di Masyarakat. Kondisi tersebut sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Salim.et al., pada tahun 2007 bahwa indikator prediksi KLB
11
campak salah satunya yaitu dapat dilihat dari hasil cakupan imunisasi. Dari

hasil penyelidikan epidemiologi ternyata ditemukan kasus campak dilapangan

yang belum tertangani dan masih berinteraksi dengan teman-teman

dilingkungannya sehingga menyebabkan penularan. Gejala yang dialami

demam, batuk, pilek, dan keluar ruam merah yang kemudian menghitam.

Sebagian besar penderita yaitu balita.

Survei awal yang dilakukan peneliti di Puskesmas Batang 2 kepada 5

orang ibu yang anaknya menderita campak diketahui bahwa 3 orang ibu tidak

mengetahui jadwal immunisasi campak di posyandu dan 2 orang ibu

mengatakan ketakutan dari efek setelah pemberian imunisasi. Hal ini

dikarenakan kurang kesadaran dan pengetahuan ibu tentang campak sehingga

sebagai pemicu munculnya kasus campak. Kasus campak ini masih akan

bertambah yang diantaranya disebabkan adanya akumulasi anak rentan,

ditambah 15% anak yang tidak terbentuk imunitas. Faktor host adalah semua

faktor yang terdapat pada diri manusia yang dapat mempengaruhi timbulnya

serta perjalanan penyakit, seperti umur, jenis kelamin, ras, pekerjaan dan lain-

lain. faktor agent adalah suatu substansi yang keberadaannya mempengaruhi


7

perjalanan suatu penyakit, seperti bakteri, virus, parasit, jamur dan lain-lain.

Faktor environment adalah segala sesuatu yang mengelilingi dan juga kondisi

luar manusia atau hewan yang menyebabkan atau memungkinkan penularan


12
penyakit, seperti aspek biologis, sosial, budaya dan aspek fisik lingkungan.

Berdasarkan hal tersebut di atas, peneliti ingin melakukan penelitian

tentang kejadian campak pada balita di Kabupaten Batang dengan judul

penelitian Faktor Risiko Kejadian Campak Pada Balita (Studi Kasus di

Kabupaten Batang).

B. Perumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dijelaskan bahwa penyakit campak

merupakan salah satu penyakit yang berpotensi untuk menjadi Kejadian Luar

Biasa (KLB) diseluruh wilayah, salah satunya di Provinsi Jawa Tengah.

Kabupaten Batang merupakan salah satu wilayah yang pernah terjadi KLB

Campak pada tahun 2016. Pada tahun 2022 kembali muncul kasus campak dan

menjadi KLB. Kasus yang muncul kebanyakan adalah anak-anak usia 1-10

tahun dengan gejala demam, batuk, pilek, dan keluar rash merah. Berbagai

faktor Host dan Enviroment diduga berpengaruh dalam terhadap kejadian

campak tersebut.

Berdasarkan rumusan masalah diatas, yang menjadi pertanyaan dalam

penelitian ini adalah

1. Faktor Host apa saja yang mempengaruhi kejadian campak pada balita

studi kasus di Kabupaten Batang.

2. Faktor Enviroment apa saja yang mempengaruhi kejadian campak


8

pada balita studi kasus di Kabupaten Batang.

3. Bagaimana karakteristik kejadian campak pada balita studi kasus di

Kabupaten Batang.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui faktor risiko kejadian campak pada balita di Kabupaten

Batang Tahun 2022.

2. Tujuan Khusus

i. Mengidentifikasi karakteristik responden (jenis kelamin, usia,

pendidikan, alamat tinggal).

ii. Menganalisis status imunisasi campak penderita dengan kejadian

campak pada balita di Kabupaten Batang.

iii. Menganalisis usia pemberian imunisasi campak dengan kejadian

campak pada balita di Kabupaten Batang.

iv. Menganalisis status gizi penderita dengan kejadian campak pada

balita di Kabupaten Batang.

v. Menganalisis pengetahuan ibu penderita dengan kejadian campak

pada balita di Kabupaten Batang.

vi. Menganalisis kepadatan hunian dengan kejadian campak pada balita

di Kabupaten Batang.

vii. Menganalisis ketersediaan ventilasi rumah dengan dengan kejadian

campak pada balita di Kabupaten Batang.

viii. Menganalisis akses kepelayanan vaksinasi dengan kejadian campak


9

pada balita di Kabupaten Batang.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pelayan Kesehatan

Kejadian Campak akan berdampak pada Kesehatan Kualitas Masyarakat

sehingga dengan diketahuinya faktor risiko kejadian Campak diharapkan

sebagai masukan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kasus

Campak di Kabupaten Batang.

2. Bagi Masyarakat

Peleitian ini diharapkan menambah pengetahuan tentang penyakit campak

dari segi pencegahan dan penanggulangannya sehingga kejadian kasus

campak dapat dicegah sedini mungkin.

3. Bagi Pengembang Ilmu

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang faktor

risiko pada kejadian kasus campak di Kabupaten Batang dan dapat

menjadi kajian untuk penelitian selanjutnya.

E. Keaslian Penelitan

Pada penelitian ini menggunakan metode penelitian cross sectional yang

bertujuan untuk mengetahui faktor risiko kejadian campak pada balita studi

kasus di Kabupaten Batang. Populasi dalam penelitian ini seluruh penderita

campak di Kabupaten Batang tahun 2022 dengan menggali informasi melalui

wawancara kepada orang tua atau wali penderita.

Pada penelitian lain tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian

campak di Puskesmas Purwosari Kabupaten Kudus yang dilakukan oleh Rina


10

Meilani dan Risna Endah Budiati tahun 2012 dengan pendekatan Case

Control. Populasi penelitian ini sebanyak 17 orang untuk populasi kasus

dengan sampel sebanyak 17 orang masing-masing untuk sampel kasus dan

control yang didasarkan pada kriteria inklusi. Dari hasil penelitian tersebut

didapatkan hasil bahwa adanya faktor-faktor berpengaruh dalam kejadian

campak di Puskesmas Purwosari Kabupaten Kudus adalah faktor umur

pemberian vaksinasi, status imunisasi dan faktor gizi. Perbedaan dengan

penelitian yang akan dilakukan adalah adanya perbedaan tempat penelitian

dan faktor yang akan diteliti seperti faktor lingkungan.

F. Ruang Lingkup

1. Ruang Lingkup Waktu

Penelitian ini rencananya akan dilakukan pada bulan Oktober 2022 –

Oktober 2023

2. Ruang Lingkup Tempat

Penelitian ini mengambil data penderita campak di Kabupaten Batang

3. Ruang lingkup materi

Penelitian ini meneliti adanya faktor risiko kejadian campak pada balita

studi di Kabupaten Batang tahun 2022

4. Ruang Lingkup Sasaran

Faktor risiko kejadian campak pada balita studi kasus di Kabupaten Batang
11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penyakit Campak

1. Pengertian

Campak (measless atau morbilli) adalah infeksi akut yang disebabkan


13,14
oleh virus campak dan sangat menular. Manusia merupakan satu-

satunya hospes alami virus ini. Virus campak termasuk famili

Paramyxovirus genus Morbillivirus yang berukuran diameter 140

milimikron virus morbilli sangat peka terhadap temperatur, tidak tahan

panas dan akan mati pada pH kurang 4,5. Menurut WHO penyakit

campak merupakan penyakit menular dengan gejala bercak kemerahan

berbentuk mokulopopular, selama 3 hari atau lebih yan sebelumnya

didahului panas 38℃ atau lebih, juga disertai salah satu gejala batuk,
15
pilek atau mata merah. Virus campak dikenal hanya mempunyai satu

antigen. Struktur virus ini mirip dengan virus penyebab parotitis

endemika dan parainfluenza. Setelah timbulnya ruam kulit, virus ini dapat

ditemukan pada secret nasopharing, darah, dan air kencing dalam waktu

sekitar 34 jam pada suhu kamar, penyakit ini mudah ditularkan melalui

saluran pernafasan pada saat penderita batuk, bersin atau sekresi dari
16
pernapasan.

2. Patogenesis

Manusia merupakan satu-satunya inang alamiah virus campak, walaupun

11
12

banyak spesies lain termasuk kera, anjing dan tikus, dapat terinfeksi
17
secara percobaan.

Penyakit campak adalah penyakit pada manusia terutama menyerang

anak-anak melalui saluran napas. Masa inkubasi penyakit 10-14 hari,

masa prodormal 2-3 hari dengan gejala batuk, pilek demam dan

konjungtivitis, diikuti ruam makulopapular yang khas pada kulit


13
bersamaan dengan munculnya respon imun.

Virus menyebar lewat udara dan masuk dalam tubuh melalui saluran

napas dan hanya membutuhkan jumlah virus yang sedikit untuk

menginfeksi orang yang rentan terhadap penyakit. Virus bereplikasi pada

saluran napas selanjutnya menyebar ke jaringan limpa disekitarnya.

Bertambahnya virus dalam kelenjar limpa mengakibatkan terjadinya

viremia primer dan menyebar keberbagai jaringan dan organ limfoid

termasuk kulit, ginjal, saluran cerna dan hati. Setelah terjadi amplifikasi

virus pada kelenjar limpa regional, maka terjadi viremia dimana virus

menyebar melalui darah dan menginfeksi organ-organ didalam tubuh. Sel

pertama yang diinfeksi dalam darah adalah monosit, sel-sel leukosit selain

monosit dapat juga diinfeksi secara in vitro dan mungkin juga secara in

vivo yang juga dapat membantu untuk menyebarkan infeksi. Organ

limfoid (timus,lien, dan kelenjar limpa) dan jaringan limfoid (apendek

dan tonsil) yang terdapat diseluruh tubuh merupakan lokasi utama

replikasi virus. Ruam kulit yang muncul diseluruh tubuh disebabkan oleh

respon sel T terhadap virus campak yang menginfeksi sel didalam


13

pembuluh kapiler, karena gejala ini tidak muncul pada anak-anak yang
16
menderita immunodefisiensi sel T.

Fase infeksi campak dibagi menjadi 4 stadium, yaitu stadium inkubasi,


18
prodromal, exanthema, dan penyembuhan.

a. Fase Inkubasi

Periode inkubasi campak diawali dengan masuknya virus lewat

saluran napas atau konjungtiva. Lokasi infeksi utama campak adalah

makrofag alveolus atau sel dendritik. Sekitar 2 sampai 3 hari setelah

virus bereplikasi di paru-paru, virus kemudian tersebar ke jaringan

limfonodi regional, lalu ke pembuluh darah. Keadaan ini dikenal

dengan viremia primer. Periode inkubasi ini, pasien seringkali

asimtomatik atau tanpa gejala, namun dapat pula ditemukan adanya

demam, gejala saluran napas seperti batuk, dan ruam.

b. Fase Prodromal

Durasi gejala prodromal adalah 2 sampai 3 hari. Pada fase prodromal,

muncul berbagai gejala klinis khas infeksi campak, seperti demam,

batuk, coryza, dan konjungtivitis. Sel-sel imun yang telah terinfeksi,

yaitu sel B, CD4+, sel T memori CD8+, dan monosit, kemudian

masuk ke sirkulasi dan menyebarkan virus ke organ-organ limfoid

maupun non-limfoid. Organ limfoid adalah lien, timus dan limfonodi,

sedangkan organ non-limfoid meliputi kulit, konjungtiva, ginjal, paru-

paru, dan hepar. Pada organ-organ limfoid dan non-limfoid ini, virus

akan bereplikasi di sel endothelial, epitel, limfosit, dan makrofag. Fase


14

ini dikenal dengan viremia sekunder yang terjadi sekitar 5 sampai 7

hari setelah paparan. Respon imun memegang peranan penting dalam

fase replikasi dan fase laten infeksi campak. Respon imun bawaan

atau innate untuk menginduksi produksi interferon (IFN) terhambat

oleh virus campak, sehingga virus dapat bereplikasi dan menyebar

pada fase laten selama 10 sampai 14 hari.

c. Fase Exanthema

Fase exanthema ini terjadi setelah gejala prodromal muncul dan

dikarakterisasi dengan munculnya ruam makulopapular khas yang

menyebar dari wajah dan badan menuju ekstremitas. Munculnya rash

merupakan manifestasi respon imun seluler adaptif spesifik virus

campak yang bersamaan dengan clearance virus. Ruam ini muncul

dari muka atau belakang telinga, lalu menyebar secara sefalokaudal ke

leher, dada, abdomen, lalu ke ekstremitas. Pada saat awal muncul,

ruam ini dapat hilang bila ditekan. Pada fase ini, demam, faringitis,

dan konjungtivitis dapat tetap muncul. Selain itu, gejala klinis lain

yang dapat muncul pada fase ini adalah petechiae, limfadenopati dan

splenomegali. Setelah 3 sampai 4 hari, ruam akan menjadi gelap

kemudian akan kulit akan mengelupas. Ruam akan hilang nantinya

sesuai urutan dari bagian tubuh awal munculnya ruam.

d. Fase Penyembuhan

Pada fase penyembuhan ini terjadi clearance RNA dan terbentuk

imunitas terhadap virus campak. Clearance RNA virus dari darah dan
15

jaringan lebih lambat, yaitu beberapa minggu hingga bulan setelah

rash membaik. Imunitas yang terbentuk pada infeksi campak biasanya

bertahan sangat lama sampai seumur hidup dan hanya sedikit orang

yang mengalami reinfeksi.

B. Karakteristik responden

1. Jenis Kelamin

Jenis kelamin adalah rentang waktu seseorang yang dimulai sejak

dia dilahirkan hingga dia berulang tahun. Jika seseorang itu

mempunyai umur yang cukup maka akan mempunyai pola pemikiran

dan pengalaman yang matang pula. Umur akan sangat berpengaruh

terhadap daya tangkap sehingga pengetahuan yang diperolehnya akan


19
semakin baik.

2. Usia

Usia merupakan kurun waktu sejak adanya seseorang dan dapat

diukur menggunakan satuan waktu dipandang dari segi kronologis,

individu normal dapat dilihat derajat perkembangan anatomis dan


20
fisiologis sama.

3. Pendidikan

Pendidikan berarti suatu bimbingan yang diberikan oleh seseorang

terhadap perkembangan orang lain menuju kearah suatu cita-cita

tertentu. Pengetahuan itu sendiri adalah kemampuan seseorang untuk


21
mengingat fakta, simbol, prosedur, teknik, dan teori.

4. Tempat tinggal
16

Menurut Departemen Pendidikan Nasional Jarak adalah ruang sela

(panjang atau jauh) antara dua benda atau tempat yaitu jarak antara

rumah dengan tempat imunisasi. Jangkauan pelayanan imunisasi dapat

ditingkatkan dengan bantuan pendekatan maupun pemantauan melalui

kegiatan posyandu

Menurut Nasrul Effendy (1997:269) letak posyandu sebaiknya

berada di tempat yang mudah didatangi oleh masyarakat, ditentukan

sendiri, lokal, dapat dilaksanakan di rumah penduduk, balai rakyat, pos

RT atau RW. Hal ini agar jarak posyandu tidak terlalu jauh sehingga
22
tidak menyulitkan masyarakat untuk mengimunisasikan anaknya.

5. Status imunisasi

Pengertian kelengkapan status imunisasi adalah jika balita telah

mendapatkan imunisasi BCG 1x, HB < 7 hari 1x, DPT – HB 3x, Polio

4x dan campak 1x dibuktikan dengan catatan KMS/Kartu Kesehatan.


23
Dengan demikian status imunisasi pada balita dibagi 2 yaitu :

- Imunisasi Lengkap

Apabila diberikan imunisasi sesuai usia balita dan sesuai petunjuk

imunisasi dasar balita.

- Imunisasi Tidak Lengkap

Apabila pemberian imunisasi tidak sesuai petunjuk dasar atau ada

salah satu imunisasi yang belum diberikan.

6. Status gizi.

a. Definisi Status Gizi


17

Status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh keseimbangan

antara asupan zat gizi dari makanan dengan kebutuhan zat gizi yang

diperlukan untuk metabolisme tubuh. Status gizi seseorang tergantung

dari asupan zat gizi dan kebutuhannya, jika antara asupan gizi dengan

kebutuhan tubuhnya seimbang, maka akan menghasilkan status gizi


24
yang baik.

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan

dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi dapat pula diartikan sebagai

tanda fisik yang diakibatkan oleh karena adanya keseimbangan antara

pemasukan dan pengeluaran gizi melalui variabel-variabel tertentu yaitu

indikator status gizi. Definisi lain menyebutkan bahwa status gizi

adalah suatu keadaan fisik seseorang yang ditentukkan dengan salah


25
satu atau kombinasi dari ukuran-ukuran gizi tertentu.

Permasalahan status gizi menurut antropometri diklasifikasikan ke

dalam underweight (BB/U < -2 SD), stunting (TB/U < -2 SD), dan

wasting (BB/TB < -2 SD) (Permenkes No. 2 Tahun 2020). Wanita

hamil dan menyusui serta anak balita adalah kelompok rawan gizi.

Perkembangan dan pertumbuhan anak balita sangat pesat, sehingga

dibutuhkan zat gizi yang memadai agar perkembangannya optimal.

Demikian pula dengan ibu hamil yang membutuhkan zat gizi untuk

perkembangan dan pertumbuhan janinnya. Karena itu balita dan ibu

hamil termasuk golongan masyarakat yang mudah mengalami


26
gangguan atau kekurangan zat gizi.
18

7. Pengetahuan Ibu

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil

tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata,

hidung, telinga, kulit dan sebagainya). Pada waktu penginderaan

sampai mengahsilkan pengetahuan sangat dipengaruhi oleh intensitas

perhatian dan persepsi terhadap objek. Pengetahuan sebagian besar

dipengaruhi oleh penginderaan pendengaran (telinga), dan

penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang terhadap objek

mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda.Sebagian

besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting


27
untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) .

Tingkatan pengetahuan di dalam domain kognitif mempunyai 6

tingkatan, yakni :

a. Tahu (know)

Mengingat (recall) terhadap suatu yang spesifik dari rangsangan

yang telah diterima.

b. Comprehension (Memahami)

Kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang

diketahui dan dapat menginterpretasikan dengan benar.

c. Aplikasi (Application)

Kemampuan untuk menggunakan yang telah dipelajari pada


19

situasi atau kondisi real (sebenarnya).

d. Analisis (Analysis)

Kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam

komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut,

dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis (Synthesis)

Kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian di

dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, atau kemampuan

untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian

terhadap suatu obyek, berdasarkan criteria ditentukan sendiri

atau menggunakan criteria yang telah ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan

wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang

ingin diukur dari subyek penelitian atau responden.Tingkat

pengetahuan ibu merupakan salah satu faktor risiko yang

mempengaruhi terhadap kejadian penyakit campak, hal ini

dinyatakan oleh Romi Ronaldo (2014) dalam penelitiannya tentang

Analisis Spasial Faktor Risiko Kejadian Penyakit Campak Pada

Anak di Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2014, bahwa Ibu yang

mempunyai pengetahuan rendah akan berisiko 23 kali terhadap

kejadian penyakit campak dibandingkan dengan ibu yang


20

mempunyai pendidikan tinggi dengan OR = 23.00 (95 %CI : 3.106 –


28
170.315)

8. Kepadatan Hunian

Hasil penelitian Nyoman (2012) didapatkan hasil Hasil

pengujian statistik Chi Square kepadatan hunian rumah terhadap

kejadian campak diperoleh hasil p = 0,000 < α = 0,05. Hal ini

menyatakan bahwa ada pengaruh kepadatan hunian rumah terhadap

kejadian campak di wilayah Puskesmas Tejakula I. Hasil pengujian

statistik juga menyatakan Odds Ratio (OR) adalah 41,250

(Convidence Interval 95% = 4,663 – 364,906) yang berarti rumah

dengan kategori padat mempunyai risiko anak akan terkena campak

41,250 kali lebih banyak dibandingkan dengan rumah kategori tidak

padat penghuni. Penularan penyakit campak dapat terjadi sangat

cepat melalui perantara udara atau droplet yang terhisap lewat

hidung atau mulut. Penularan dapat terjadi pada hari pertama hingga

kedua setelah timbulnya bercak. Seseorang dengan daya tahan tubuh

yang lemah akan lebih mudah terkena penyakit campak setelah

kontak dengan penderita campak. Kondisi rumah yang ditempati

oleh banyak penghuni

9. Ventilasi rumah

Ventilasi rumah berpengaruh terhadap kejadian campak

anak usia sekolah dasar pada peristiwa KLB di Kabupaten

Pesawaran. Hasil Odds Ratio diketahui bahwa siswa tinggal di


21

rumah dengan ventilasi kurang memiliki peluang 1,279 kali untuk

terkena campak. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Abdul

Razak, yang menunjukkan bahwa ventilasi rumah kurang baik

mempuyai risiko menimbulkan kejadian campak 11,0 kali .


29
dibandingkan dengan rumah dengan ventilasi yang cukup
22

BAB III

Kerangka Teori, Kerangka Konsep dan Hipotesis

A. Kerangka Teori

Status Vaksinasi Tingkat


Campak Anak Sikap
Pengetahuan Ibu

Umur Ibu Kontak Erat


Campak
Tingkat Pendidikan Kepadatan Ketersediaan
Hunia Ventilasi
Cakupan Paramyxovirus
Status Penyakit Imunisasi Desa Kejadian KLB Campak
Lingkungan
Campak Anak Campak Campak
Peran Petugas
Puskesmas
Cakupan BIAN
Campak

Gambar 3.1 Kerangka Teori Faktor Risiko Terjadinya Campak Pada Balita
23

B. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori didapatkan variabel yang diduga

mempunyai hubungan kuat dengan kejadian campak yang dapat digambarkan

dalam diagram di bawah ini :

Variabel Bebas Variabel Terikat

Agent
 Paramyxovirus

Host
 Umur Penderita
 Jenis Kelamin Penderita
 Status Imunisasi Campak Kejadian Campak
 Usia Pemberian Imunisasi Pada Balita
Campak
 Status Gizi Penderita
 Pengetahuan Ibu

Hunian
n Ventilasi Rumah
ayanan Imunisasi

Gambar 3.2 Kerangka Konsep Faktor-faktor yang berhubungan dengan


Kejadian Campak

C. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut:

1. Status imunisasi campak menjadi faktor risiko kejadian campak pada

balita studi kasus kejadian campak di Kabupaten Batang tahun 2022.


24

2. Usia pemberian imunisasi campak menjadi faktor risiko kejadian

campak pada balita studi kasus kejadian campak di Kabupaten Batang

tahun 2022.

3. Status gizi penderita menjadi faktor risiko kejadian campak pada balita

studi kasus kejadian campak di Kabupaten Batang tahun 2022.

4. Pengetahuan ibu menjadi faktor risiko kejadian campak pada balita

studi kasus kejadian campak di Kabupaten Batang tahun 2022.

5. Kepadatan hunian menjadi faktor risiko kejadian campak pada balita

studi kasus kejadian campak di Kabupaten Batang tahun 2022.

6. Ketersediaan ventilasi rumah menjadi faktor risiko kejadian campak

pada balita studi kasus kejadian campak di Kabupaten Batang tahun

2022.

7. Akses ke pelayanan imunisasi menjadi faktor risiko kejadian campak

pada balita studi kasus kejadian campak di Kabupaten Batang tahun

2022.
25

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan rancangan penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode

Case Control, yaitu semua variabel dalam penelitian diukur dan

dikumpulkan dalam waktu bersamaan. Prinsip analisis yang digunakan

dalam studi analisis membandingkan risiko terkena penyakit antara

kelompok terpapar dan tidak terpapar faktor penelitian. Variabel yang

akan diamati terdiri variabel bebas dan variabel terikat. Variabel terikat

pada penelitian ini adalah kejadian campak pada Balita. Sedangkan

variabel bebasnya adalah agent yaitu Paramyxovirus, Host yang terdiri

dari umur, jenis kelamin, status imunisasi campak, umur pemberian

vaksinasi campak, status gizi, pengetahuan ibu, dan Enviroment terdiri dari

kepadatan hunian, ketersediaan ventilasi rumah, serta akses ke pelayanan

imunisasi campak.

B. Populasi dan sampel penelitian

1. Populasi Target

Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang

terkena campak tahun 2022 di wilayah Kabupaten Batang (kasus) dan balita

tetangga penderita bukan penderita campak sebagai kontrol .

2. Populasi Studi

a. Populasi Kasus
26

Semua balita yang dinyatakan positif campak pada tahun 2022

berdasarkan data penderita campak Dinas Kesehatan Kabupaten


25
Batang.

b. Populasi Kontrol

Semua Balita yang tidak pernah dinyatakan positif campak yang

bertempat tinggal disekitar populasi kasus.

3. Sampel

Pada penelitian ini ditetapkan kriteria inklusi dan eksklusi dalam

pengambilan sampel kasus dan kontrol sebagai berikut :

a. Kriteria inklusi kelompok kasus

i. Balita berusia 0 Bulan – 5 Tahun yang sakit campak tercatat

dalam laporan penderita campak Dinas Kesehatan Kabupaten

Batang Tahun 2022.

ii. Bertempat tinggal tetap di Kabupaten Batang.

iii. Ibu (responden) bersedia untuk diwawancara.

b. Kriteria Inklusi Kontrol

i. Balita berusia 0 Bulan – 5 Tahun yang tidak sakit campak.

ii. Bertempat tinggal tetap disekitar rumah penderita campak pada

kelompok kasus.

iii. Ibu (responden) bersedia untuk diwawancara.

c. Kriteria Eksklusi

i. Responden pindah domisili diluar wilayah Kabupaten Batang

pada saat penelitian berlangsung


27

ii. Ibu (responden) tidak bersedia untuk diwawancara

d. Besar Sampel

Besaran sampel pada penelitian ini dihitung dengan menggunakan

rumus Lemeshow dan mengambil OR serta P2 dari penelitian

sebelumnya.

𝑛 = {𝑍1−𝑎/2 √2𝑃(1 − 𝑃) + 𝑍1−𝛽√𝑃1 (1 − 𝑃1 ) + 𝑃2 (1 − 𝑃2 )} 2


(𝑃1 − 𝑃2 ) 2
Keterangan :

n = Besar sampel minimum

𝑍1−𝑎/2 = confidence level (pada CI 95%, 𝑎=0,05) = 1,96

𝑍1−𝛽 = Nilai distribusi normal baku 0,84 (𝛽 = 80%)

P1 = Proporsi pada kelompok kasus

P2 = Proporsi pada kelompok kontrol

P = Rata-rata proporsi paparan pada kelompok kasus dan kontrol

OR = Odds Ratio berdasarkan penelitian terdahulu

Nilai Odd Ratio (OR) dari berbagai faktor risiko berdasarkan

penelitian sebelumnya sebagai berikut :

No Determinan OR P2 P1 n

1 3,55 0,23 0,51 36


Status Imunisasi Campak

2 Usia Pemberian Imunisasi 0,00 0,38 1,00 8


Campak
3 0,36 0,23 0,10 147
Status Gizi Penderita

4 4,55 0,26 0,62 25


Pengetahuan Ibu

5 41,25 0,04 0,65 3


Kepadatan Hunian

6 2,15 0,52 0,70 120


Ketersediaan Ventilasi
7 Akses ke Pelayanan 7,01 0,21 0,65 14
28

Imunisasi

Dari penghitungan besar sampel dari penelitian sebelumnya, maka

sampel minimal yang paling tinggi adalah variabel status gizi pada

penderita, sampel yang didapat sebesar 147 sampel. Jumlah kasus

terdapat 51 kasus dengan perbandingan kasus dan kontrol 1: 2, sehingga

sampel seluruhnya berjumlah 153 sampel, sampel kasus 51 orang dan

sampel kontrol 54 orang.

C. Prosedur penelitian (Jika berupa Systematic Literature Review)

1. Tahap persiapan

a. Konsultasi dengan pembimbing akademik, pembimbing penelitian dan

pembimbing lapangan.

b. Studi kepustakaan sebagai tahap pembuatan acuan penelitian dan

refrensi.

c. Konsultasi dan diskusi dengan kepala puskesmas dan pemegang

program dinas kesehatan kabupaten batang.

d. Mengajukan ijin penelitian.

e. Mengidentifikasi dan membuat racangan pengambilan sampel kasus.

2. Tahap pelaksanaan

a. Melakukan pengumpulan data primer

b. Melakukan pengumpulan data sekunder

c. Melakukan tahap pengolahan data

d. Penyusunan laporan hasil


29

e. Proses konsultasi pembimbing


30

D. Definisi operasional variabel penelitian dan skala pengukuran

No Variabel Definisi Operasional Instrumen Cara Pengumpulan Data Skala


1 Kejadian Campak Penderita campak pada anak usia sampai dengan Dokumen Wawancara Nominal
kurang sehari sebelum ulang tahun kelima yang laporan
ditemukan diwilayah Kabupaten Batang tercatat campak
dalam C1 Campak. Penyakit infeksi menular Dinkes
melalui saluran nafas yang disebabkan oleh virus Batang
campak. Gejala yang muncul batuk, pilek, demam,
konjungtivitis dan keluar rash.

Skor yang diberikan :


1. Campak
2. Tidak Campak
2 Status Imuniasi Pemberian Imunisasi Campak sesuai dengan Kuesioner, Wawancara Nominal
Campak peraturan yang berlaku yang tercatat pada register KMS/Laporan
Petugas Kesehatan. Imunisasi

Skor yang diberikan :


1. Diimunisasi
2. Tidak imunisasi
3 Status Gizi Ukuran gizi anak yang dilihat dari ukuran Berat Badan Kuesioner Wawancara Nominal
(BB) dibagi Usia (U) dan selanjutnya dikonversikan ke dan KMS
dalam bentuk nilai standar.

Skor yang diberikan :


1. Baik, jika Zscore -2 SD sampai dengan 2 SD
2. Kurang, jika Zscore -3 SD sampai dengan <-2 SD
31

No Variabel Definisi Operasional Instrumen Cara Pengumpulan Data Skala


4 Umur Rentang kehidupan responden yang dihitung sejak Kuesioner Wawancara Rasio
dilahirkan sampai dengan ulang tahun terakhir
dengan cara menghitung selisih antara tahun
kelahiran responden dengan tahun pada saat
penelitian.

Kategori:
1. ≤ 2 Tahun
2. > 2 Tahun
5 Jenis Kelamin Karakteristik Biologis yang dilihat dari penampilan Kuesioner Wawancara Nominal
luar.

Skor yang diberikan :


1. Laki-laki
2. Perempuan
6 Ketersediaan Tempat daur ulang udara yang berfungsi sebagai Kuesioner Wawancara Nominal
Ventilasi Rumah tempat masuk dan keluarnya udara.
Dikelompokkan menjadi : 1. Memenuhi syarat
(MS), jika ventilasi dengan luas > 10% dari luas
lantai 2. Tidak memenuhi syarat (TMS), jika
ventilasi dengan luas < 10% dari luas lantai.

Skor yang diberikan :


1. Memenuhi Syarat
2. Tidak Memenuhi Syarat
7 Kepadatan Hunian Jumlah penghuni dalam satu rumah. Kuesioner Wawancara Nominal
32

No Variabel Definisi Operasional Instrumen Cara Pengumpulan Data Skala


Dikelompokkan menjadi : 1. Memenuhi Syarat
(MS), jika ruangan ≥ 8m per orang 2. Tidak
Memenuhi Syarat (TMS), jika ruangan < 8 m per
orang.

Skor yang diberikan :


1. Memenuhi Syarat
2. Tidak Memenuhi Syarat
8 Cakupan Imunisasi Desa/kelurahan dimana 80% dari jumlah Kuesioner Wawancara Nominal
Campak bayi/balita yang ada di desa tersebut sudah
mendapat imunisasi campak dalam waktu satu
tahun.

Skor yang diberikan :


1. Memenuhi Cakupan
2. Tidak Memenuhi Cakupan
9 Akses Kepelayanan Jarak dalam satuan kilometer yang diperkirakan Kuesioner Wawancara Nominal
Imunisasi oleh pewawancara sesuai tempat tinggal responden
dengan pelayanan untuk mendapatkan obat
Imunisasi Campak. Menggunakan kendaraan jarak
tempuh penduduk dikatakan dekat apabila kurang
dari atau sama dengan 2 km dan dikatakan jauh
apabila lebih dari 2 km.
Selain itu pernyataan responden tentang fasilitas
kendaraan umum, kendaraan pribadi, serta jumlah
fasyankes yang memadahi dalam menunjang
Imunisasi Campak.
33

No Variabel Definisi Operasional Instrumen Cara Pengumpulan Data Skala


Skor yang diberikan :
1. Mudah
2. Sulit
34

E. Alat dan cara penelitian

1. Instrumen Wawancara

a. Kuesioner

b. Alat Tulis

2. Instrumen Observasi

a. Lembar Observasi

b. Alat Tulis

F. Teknik pengolahan dan analisis data

1. Pengolahan Data

a. Editing

Meneliti kelengkapan, kejelasan, dan kosistensidata dari hasil

wawancara dan observasi pada sampel (Campak). Termasuk

didalamnya melakukan cross check apabila ada data yang dianggap

tidak valid.

b. Coding

Memberikan kode disetiap jawaban responden untuk memudahkan

pengolahan dan analisis data. Coding dilakukan dengan

mengklarifikasi jawaban dengan memberi kode angka, sebelum

dimasukan dalam program komputer.

c. Memasukan Data (Entry Data)

Memasukan hasil coding data variabel campak, Status imunisasi,

status gizi, pengetahuan ibu, kepadatan penduduk, ketersedian ventilitasi

rumah, petugas fasyankes, cakupan imunisasi dan capaian bian dalam


35

template pengolahan data yang telah dibuat dilaptop.

d. Pembuatan Tabel (Tabulating)

Data yang telah dientry kemudian dikelompokan berdasarkan

variabel yang akan diteliti yaitu campak, Status imunisasi, status gizi,

pengetahuan ibu, kepadatan penduduk, ketersedian ventilitasi rumah,

petugas fasyankes, cakupan imunisasi dan capaian bian.

2. Analisis Data

Analisis data yang dilakukan pada setiap variabel dalam penelitian ini

adalah analisis univariant dan bivariat. Analisis univariant dilakukan untuk

menggambarkan dan mengetahui pola distribusi dari masing-masing

variabel. Variabel tersebut deslripsikan menggunakan tabel distribusi

frekuensi dengan menampilkan nilai maksimal, minimal, median, dan rerata

(mean). Selain itu digunakan teknik deskriptif kuantitatif yaitu

mendeskripsikan gambaran yang melatarbelakangi campak ditinjau dari

Status imunisasi, status gizi, pengetahuan ibu, kepadatan penduduk,

ketersedian ventilitasi rumah, petugas fasyankes, cakupan imunisasi dan

capaian bian. Dalam mendiskripsikan hasil penelitian, peneliti

mengklarifikasikan kebeberapa kategori :

1. Satu responden penelitian

2. Sebagian kecil responden penelitian (<50% responden penelitian)

3. Sebagian besar responden penelitian (≥50% responden penelitian)

4. Semua responden penelitian


36

Lampiran 1. Formulir Informed Consent

FORMULIR INFORMED CONSENT


(Pernyataan Bersedia Menjadi Responden Penelitian)

Dengan ini saya :


Nama :
Umur :
Alamat : RT: RW Kelurahan/Desa:
Telepon :

Menyatakan bersedia mengikuti penelitian berjudul :

Faktor Risiko Kejadian Campak Pada Balita


(Studi Kasus di Kabupaten Batang Tahun 2022)

Dengan ketentuan apabila ada hal-hal yang tidak berkenan pada saya, maka saya
berhak mengajukan pengunduran diri dari kegiatan ini.

Batang, 2023

Peneliti Responden

(Khairunnisa) ( )
37

Lampiran 2. Kuesioner Penelitian

KUESIONER PENELITIAN
Faktor Risiko Kejadian Campak Pada Balita
(Studi Kasus di Kabupaten Batang Tahun 2022)

A. Data Khusus
1. Tanggal Wawancara :
2. Pewawancara :
3. Kategori Responden
1. Kasus
2. Kontrol
B. Data Ibu
1. Nama :
2. Alamat :
3. Umur :
4. Pekerjaan :
5. Tingkat Pendidikan :
1. Tidak Sekolah
2. Tidak Tamat SD
3. Tamat SD
4. Tidak Tamat SMP
5. Tamat SMP
6. Tidak Tamat SMA
7. Tamat SMA
8. Perguruan Tinggi
C. DATA BALITA
1. Nama Balita :
2. Umur / Tanggal Lahir :
3. Jenis Kelamin :
4. Berat Badan :
38

5. Tinggi badan :
6. Status Gizi Balita (lihat pada buku KMS)
a. Kurang
b. Baik
7. Riwayat Imunisasi Campak
a. Tidak Imunisasi
b. Imunisasi
8. Usia Pemberian Imunisasi Campak
a. ≤ 2 Tahun
b. > 2 Tahun
9. Riwayat penyakit campak
a. Tidak Pernah
b. Pernah
10. Riwayat kontak dengan penderita campak pada tahun 2022
a. Tidak Kontak
b. Kontak
D. DATA LINGKUNGAN
1. Kepadatan Hunian
Luas lantai rumah : Orang
Jumlah penghuni rumah : M2
a. < 8 m2 / org
b. ≥ 8 m2 / org
2. Luas Ventilasi
a. < 10 % luas lantai
b. ≥ 10 % luas lantai
39

G. Jadwal dan dana penelitian

JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN

Bulan (Tahun2023)
NO
Kegiatan Oktober November Desember Januari Februari Maret April

1 2 1 1 1 1 1 2 3 4 2 3 4 2 3 4 2 3 4 2 3 4 3 4 1 2 3 4
1 Pengajuan Judul
2 Penyusunan Proposal
3 Seminar Proposal
4 Perbaikan Proposal
5 Pelaksanaan Penelitian
Analisa data & Penyusunan
6
Hasil
7 Ujian Skripsi
8 Perbaikan Hasil Tesis
9 Pengumpulan Tesis
40

DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. children in Singapore. Infection, Disease & Health. 2014


2. Chin, J. K. N. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Infomedika. 2007
3. RI, K. K. Buku Pedoman Penyidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa
Penyakit Mennular dan Keracunan Pangan (pedoman Epidemiologi Penyakit).
K.K.K.R.Indonesia. 2011.
4. Maryunani, A. Ilmu Kesehatan Anak. CV Trans Info Media. 2010.
5. CDC. Global Measles Outbreaks. https://www.cdc.gov/globalhealth/measles/
data/global-measles-outbreaks.html. 2023
6. World Health Organization. Disease Outbreak News; Measles – Indonesia.
https://www.who.int/emergencies/disease-outbreak-news/item/2023-D. 2023
7. Kemenkes, R. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015. Kemenkes RI. 2016
8. Yahmal, P. N., Dokter, P., Kedokteran, F. & Lampung, U. FAKTOR-FAKTOR
YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN CAMPAK.
http://jurnalmedikahutama.com.
9. Kemenkes, RI. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta. 2021
10. Dinkes Provinsi Jateng. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Dinkes Provinsi
Jateng, 2021.
11. Ningtyas, D. W. & Wibowo, A. Pengaruh Kualitas Vaksin Campak Terhadap
Kejadian Campak di Kabupaten Pasuruan.
12. Irwan. Epidemiologi Penyakit Menular. CV Absolute Media. 2017
13. Soedarto. Penyakit Menular Di Indonesia. vol. 1.CV Sagung Seto. 2009
14. M, J. C. Manual Pemberantasan Penyakit Menular.CV Infomedika. 2000
15. Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2016. 2017
16. Setiawan. Penyakit Campak. vol. 1 CV Sagung Seto.2008
17. DKK, S. Obstetri Patologi edisi Kedua. EGC. 2008
18. Gans H & Maldonado YA. Measles: Clinical manifestations, diagnosis, treatment,
and prevention. 2022
19. P. Ariani. Aplikasi Metodologi Penelitian Kebidanan Kesehatan Reproduksi. Nuha
Medika. 2014
20. Nuswantari. Kamus Kedokteran Dorland,(edisi 25). in vol. 25. EGC. 1998
21. Soewarno, H. Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen. Cv Haji
Masagung. 1992
41

22. Irmayanti. Hubungan Karakteristik Ibu Hamil dan Pemeriksaan Kehamilan dengan
Komplikasi Persalinan di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Medan. 2011
23. Jenderal Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, D. R.
PEDOMAN PRAKTIS MANAJEMEN PROGRAM IMUNISASI DI PUSKESMAS.
2021
24. T, P. H, dkk. Bahan Ajar Gizi Penilaian Status Gizi. Pusat Pendidikan Sumber Daya
Manusia Kesehatan Kemenkes RI. 2017
25. SS, A. Status gizi anak usia sekolah (7-12 tahun) dan hubungannya dengan tingkat
asupan kalsium harian di Yayasan Kampung Kids Pejaten Jakarta Selatan Tahun
2009. Universitas Indonesia. 2011
26. Pollitt, E. Developmental sequel from early nutritional deficiencies: conclusive and
probability judgements. J Nutr 130, 350S-353S. 2000
27. Merlinta. Hubungan Pengetahuan Tentang Vaksin MR (Measles Rubella) Dan
Pendidikan Bayi Terhadap Minat Keikutsertaan Vaksinasi MR Di Puskesmas
Kartasura. Unviersitas Muhammadiyah Surakarta. 2018
28. Rofiasari, Y. S. Universitas P, Kencana B. Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi
Booster DPT Dan Campak Mother’s Knowledge About DPT Booster And Campak
Immunization. J Ilm Kebidanan. ;7(1):31-4. 2020
29. Ardhiansyah, F., Rahardjani, K. B., Suwondo, A., Setiawati, M. & Kartini, A. Faktor
Risiko Campak Anak Sekolah Dasar pada Kejadian Luar Biasa di Kabupaten
Pesawaran, Provinsi Lampung. Jurnal Epidemiologi Kesehatan Komunitas 4, 64–72.
2019

Anda mungkin juga menyukai