Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS

Morbili

PENULIS :

I MADE NGURAH YOGI WISNU PRASTYA

NPM : 21710169

PEMBIMBING :

dr. Deanty Ayu Putri Anggraeni, Sp.A

SMF ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANGIL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA
SURABAYA
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

Morbili
Telah dipresentasikan pada

Hari :

Tanggal :

Oleh:

I Made Ngurah Yogi Wisnu Prastya

Pembimbing :

dr. Deanty Ayu Putri Anggraeni, Sp.A

i
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa telah memberikan


kemudahan kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Laporan Kasus
Ilmu Kesehatan Anak dengan judul “Morbili”.

Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui dan menambah wawasan


mengenai Morbili. Tugas Laporan Kasus ini dapat penulis selesaikan
karena dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis
sampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. dr. Deanty Ayu Putri Anggraeni, Sp.A selaku pembimbing yang


telah memberikan bimbingan, arahan, masukan serta dorongan
dalam menyelesaikan Tugas Laporan Kasus ini.

Pada penulisan Tugas Laporan Kasus ini, penulis sadar masih banyak
terdapat kekurangan serta jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu
penulis mengharapkan segala kritik dan saran dari pembaca demi
menyempurnakan tugas laporan kasus ini.

Bangil, 2 Desember 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN......................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................3
A. Definisi..........................................................................................................3
B. Etiologi..........................................................................................................3
C. Epidemiologi.................................................................................................3
D. Patofisiologi..................................................................................................4
E. Manifestasi klinis..........................................................................................5
F. Pemeriksaan penunjang.................................................................................5
G. Indikasi rawat inap........................................................................................6
H. Penatalaksanaan............................................................................................6
I. Pencegahan....................................................................................................7
J. Diagnosis banding.........................................................................................9
K. Komplikasi..................................................................................................10
L. Prognosis.....................................................................................................11
BAB III LAPORAN KASUS................................................................................12
A. Identitas Pasien...........................................................................................12
B. Anamnesa....................................................................................................12
C. Pemeriksaan Fisik.......................................................................................13
D. Pemeriksaan penunjang...............................................................................16
E. Diagnosis/Problem list................................................................................19
F. Planning......................................................................................................19
G. Follow Up...................................................................................................20
H. Prognosis.....................................................................................................20
BAB IV PEMBAHASAN......................................................................................22
Daftar Pustaka........................................................................................................24

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Campak merupakan penyakit yang sangat mudah menular yang disebabkan

oleh virus dan ditularkan melalui batuk dan bersin. Gejala penyakit campak

adalah demam tinggi, bercak kemerahan pada kulit (rash) disertai dengan batuk

dan/atau pilek dan/atau konjungtivitis akan tetapi sangat berbahaya apabila

disertai dengan komplikasi pneumonia, diare, meningitis dan bahkan dapat

menyebabkan kematian. Penyakit ini sangat berpotensi menjadi wabah apabila

cakupan imunisasi rendah dan kekebalan kelompok/herd immunity tidak

terbentuk.[1]

Pada tahun 1963 belum adanya vaksinasi yang meluas sehingga epidemi

terjadi setiap 2-3 tahun dan menyebabkan 2,6 juta kematian setiap tahun. Pada

tahun 2018 dilaporkan lebih dari 140.000 orang meninggal karena campak

terutama anak-anak di bawah usia 5 tahun, meskipun vaksin sudah tersedia secara

aman dan efektif.[2]

Penyebaran kasus suspek campak hampir terdapat di seluruh provinsi.

Incidence Rate Campak per 100.000 penduduk di Indonesia pada tahun 2011-

2017 menunjukkan kecenderungan penurunan, dari 9,2 menjadi 5,6 per 100.000

penduduk. Namun demikian, Incidence rate cenderung naik dari tahun 2015

sampai dengan 2017, yaitu dari 3,2 menjadi 5,6 per 100.000 penduduk. Pada

tahun 2018 terdapat 8.429 kasus dengan 85 kasus kejadian luar biasa (KLB)

1
suspek campak, jauh lebih rendah dibandingkan tahun 2017 yaitu 15.104 kasus

dengan 349 KLB.[3]

Kematian yang terjadi pada morbilli terkait dengan komplikasi yang terjadi.

Sekitar 30% komplikasi dengan jumlah yang lebih banyak terjadi pada anak usia

di bawah lima tahun. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain pneumonia,

infeksi telinga, diare dan ensefalitis. Dengan pemberian vaksinasi campak pada

anak dapat mengurangi jumlah kematian. Vaksin campak dianjurkan untuk

diberikan melalui dua dosis karena sekitar 15% anak gagal mendapatkan imunitas

pada dosis pertama.[3]

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Campak merupakan penyakit infeksi akut menular yang disebabkan oleh

virus campak. Referensi campak sudah ditemukan sejak awal abad ke-7.

Penyakit itu dijelaskan oleh dokter Persia Rhazes pada abad ke-10 sebagai

"lebih ditakuti daripada cacar".[4]

B. Etiologi

Organisme penyebab adalah virus campak, anggota famili

Paramyxoviridae dan genus Morbillivirus. Ini adalah virus RNA berselubung,

beruntai tunggal, tidak tersegmentasi, dan negatif. Genom mengkodekan enam

protein struktural dan dua protein non-struktural, V dan C. Protein struktural

tersebut adalah nukleoprotein, fosfoprotein, matriks, fusi, haemagglutinin

(HA), dan protein besar.[5]

C. Epidemiologi

Sebelum pengenalan vaksin campak pada tahun 1963 dan vaksinasi yang

meluas, epidemi besar terjadi kira-kira setiap 2-3 tahun dan campak

menyebabkan sekitar 2,6 juta kematian setiap tahun. Lebih dari 140.000 orang

meninggal akibat campak pada tahun 2018 kebanyakan anak di bawah usia 5

tahun, meskipun vaksin yang aman dan efektif telah tersedia.[2]

3
Incidence Rate Campak per 100.000 penduduk di Indonesia pada tahun

2011-2017 menunjukkan kecenderungan penurunan, dari 9,2 menjadi 5,6 per

100.000 penduduk. Namun demikian, Incidence rate cenderung naik dari tahun

2015 sampai dengan 2017, yaitu dari 3,2 menjadi 5,6 per 100.000 penduduk.[3]

D. Patofisiologi

Virus yang terhirup dari tetesan yang terpapar awalnya menginfeksi

limfosit saluran pernapasan, sel dendritik, dan makrofag alveolar. Kemudian

menyebar ke jaringan limfoid yang berdekatan dan menyebar ke seluruh aliran

darah mengakibatkan viremia dan menyebar ke organ yang jauh. Virus yang

berada di sel dendritik dan limfosit mentransfer dirinya ke sel epitel saluran

pernapasan yang dikeluarkan sebagai droplet selama batuk dan bersin,

menginfeksi orang lain. Peradangan awal menyebabkan gejala coryza,

konjungtivitis, dan batuk. Munculnya demam bertepatan dengan

perkembangan viremia. Ruam kulit terjadi setelah penyebaran dan disebabkan

oleh infiltrat perivaskular dan limfositik.[5]

Selama fase prodromal, virus campak menekan imunitas inang dengan

menekan produksi interferon melalui protein nonstrukturalnya, V dan C.

Replikasi virus yang meningkat kemudian memicu respons imunologi humoral

dan seluler. Respon humoral awal terdiri dari produksi antibodi IgM, yang

terdeteksi 3 sampai 4 hari setelah ruam muncul dan dapat bertahan selama 6

sampai 8 minggu. Selanjutnya, antibodi IgG diproduksi, terutama terhadap

nukleoprotein virus. Respons imun seluler sangat penting untuk pemulihan

seperti yang ditunjukkan oleh peningkatan kadar interferon-gamma plasma

4
yang bergantung Th1 selama fase akut, dan selanjutnya peningkatan kadar

interleukin 4, interleukin 10, dan interleukin 13 yang bergantung Th2.[5]

E. Manifestasi klinis

Gambaran klinis campak dapat dibagi menjadi tiga tahap: prodromal,

erupsi, dan pemulihan dan harus dicurigai pada pasien dengan trias klasik:

batuk, konjungtivitis, dan coryza. Fase primer atau prodromal berlangsung

selama empat sampai enam hari dan ditandai dengan adanya demam tinggi,

malaise, coryza, konjungtivitis, edema palpebral, dan batuk kering. Sebagian

besar kasus menunjukkan bercak Koplik yang khas dari penyakit, terletak di

mukosa bukal setinggi gigi geraham kedua, dan muncul dua hingga tiga hari

sebelum ruam dan menghilang pada hari ketiga. Fase kedua, erupsi, ditandai

dengan munculnya ruam makulopapular, awalnya halus yang kemudian

menjadi konfluen. Ruam dimulai di belakang daun telinga dan sepanjang garis

implantasi rambut, dan meluas ke bawah ke wajah, badan, dan ekstremitas.

Fase ketiga atau pemulihan terjadi setelah tiga sampai empat hari ketika ruam

mulai menghilang, dalam urutan yang sama dengan kemunculannya,

meninggalkan bintik-bintik coklat dan menghasilkan pengelupasan kulit.

Demam menghilang dua sampai tiga hari setelah ruam dimulai.[6]

F. Pemeriksaan penunjang

1. Darah Lengkap

Pada pemeriksaan darah lengkap dapat dijumpai leukopenia dan

trombositopenia. Jika terjadi infeksi sekunder dapat ditemukan

leukositosis.[7]

5
2. Serologi

Uji serologis dengan pengukuran imunoglobulin G (IgG)

dan imunoglobulin M (IgM) spesifik. Antibodi IgM spesifik campak pada

infeksi primer, yang merupakan konfirmasi penyakit, terdeteksi sejak hari

ketiga setelah munculnya ruam dan tetap positif selama 30 hingga 60 hari.

Untuk evaluasi IgG, terdapat peningkatan antibodi lebih dari empat kali

lipat antara fase akut dan fase pemulihan penyakit.[6]

G. Indikasi rawat inap

1. Hiperpireksia (suhu>39.0- 0C);

2. Dehidrasi;

3. Kejang;

4. Asupan oral sulit;

5. Adanya komplikasi.[8]

H. Penatalaksanaan

Pengobatan bersifat suportif, terdiri dari pemberian cairan yang cukup,

suplemen nutrisi, antibiotik diberikan apabila terjadi infeksi sekunder,

antikonvulsi apabila terjadi kejang, dan pemberian vitamin A.[8]

Vitamin A harus diberikan pada kasus akut. Vitamin A dosis oral harus

diberikan segera setelah diagnosis dan diulang keesokan harinya, 50.000 IU

pada bayi < 6 bulan, 100.000 IU untuk bayi usia 6-11 bulan dan 200.000 IU

untuk anak 12 bulan. Jika anak memiliki tanda-tanda oftalmik klinis defisiensi

6
vitamin A seperti: bintik bitot, berikan dosis ketiga dalam waktu 4-6 minggu

kemudian.[8]

Bila terdapat komplikasi ensefalopati: kloramfenikol dosis 75

mg/kgbb/hari dan ampisilin 100 mg/kgbb/hari selama 7-10 hari; kortikosteroid:

deksametason 1 mg/kgbb/hari sebagai dosis awal dilanjutkan 0,5 g/kgbb/hari

dibagi dalam 3 dosis sampai kesadaran membaik (bila pemberian lebih dari 5

hari dilakukan tappering off); kebutuhan jumlah cairan dikurangi ¾ kebutuhan

serta koreksi terhadap gangguan elektrolit. Bronkopneumonia : kloramfenikol

75 mg/kgbb/hari dan ampisilin 100 mg/kgbb/hari selama 7-10 hari ; oksigen 2

liter/menit.[8]

I. Pencegahan

1. Immunisasi

Vaksin Measles Rubella (MR) adalah vaksin hidup yang dilemahkan

(live attenuated) berupa serbuk kering dengan pelarut. Kemasan vaksin

adalah 10 dosis per vial. Setiap dosis vaksin MR mengandung 1000

CCID50 virus campak dan 1000 CCID50 virus rubella. Dengan pemberian

imunisasi campak dan rubella dapat melindungi anak dari kecacatan dan

kematian akibat pneumonia, diare, kerusakan otak, ketulian, kebutaan dan

penyakit jantung bawaan.[1]

Vaksin MR diberikan secara subkutan dengan dosis 0,5 ml. Vaksin

hanya boleh dilarutkan dengan pelarut yang disediakan dari produsen yang

sama. Vaksin yang telah dilarutkan harus segera digunakan paling lambat

sampai 6 jam setelah dilarutkan. Pada tutup vial vaksin terdapat indikator

7
paparan suhu panas berupa Vaccine Vial Monitor (VVM). Vaksin yang

boleh digunakan hanyala vaksi dengan kondisi VVM A atau B.[1]

Pada umur 9 bulan berikan vaksin MR. Bila sampai umur 12 bulan

belum mendapat vaksin MR, dapat diberikan MMR. Umur 18 bulan berikan

MR atau MMR. Umur 5 – 7 tahun berikan MR (dalam program BIAS kelas

1) atau MMR.[11]

Kontraindikasi:

a. Individu yang sedang dalam terapi kortikosteroid, imunosupresan dan

radioterapi;

b. Wanita hamil;

c. Leukemia, anemia berat dan kelainan darah lainnya;

d. Kelainan fungsi ginjal berat;

e. Decompensatio cordis;

f. Setelah pemberian gamma globulin atau transfusi darah;

g. Riwayat alergi terhadap komponen vaksin (neomicyn).

Pemberian imunisasi ditunda pada keadaan sebagai berikut:

a. Demam,

b. Batuk pilek,

c. Diare.[1]

2. Immunoglobulin

Imunoglobulin normal dibuat dari kumpulan plasma yang berasal dari

donor darah dan mengandung antibodi terhadap campak dan virus lain yang

lazim di populasi. Ada dua jenis preparat yang tersedia, yaitu untuk

8
penggunaan intramuskular atau subkutan (human normal immunoglobulin,

HNIG) dan untuk penggunaan intravena (immunoglobulin intravena, IVIG).


[8]

a. Untuk bayi usia 0 hingga 5 bulan, dianjurkan agar mereka menerima

imunoglobulin dalam waktu 6 hari setelah paparan.

b. Untuk bayi berusia 6 hingga 11 bulan, disarankan agar mereka

menerima vaksinasi campak dalam waktu 72 jam setelah terpapar atau

imunoglobulin dalam waktu 6 hari setelah terpapar.

c. Untuk anak-anak berusia lebih dari 12 bulan, yang tidak divaksinasi,

disarankan agar mereka menerima vaksinasi campak dalam waktu 72 jam

setelah paparan. Jika pajanan terjadi lebih dari 72 jam, tetapi dalam

waktu 6 hari, pasien harus menerima imunoglobulin jika mereka belum

menerima setidaknya satu dosis vaksin campak.[4]

J. Diagnosis banding

1. Rubella (Campak Jerman)

Tanda-tanda khas rubella adalah limfadenopati retroaurikular, serviks

posterior, dan oksipital posterior disertai dengan ruam eritematosa,

makulopapular, dan diskrit. Ruam dimulai di wajah dan menyebar ke tubuh,

berlangsung selama 3 hari, dan kurang menonjol dibandingkan campak.

Bintik-bintik berwarna mawar pada langit-langit, yang dikenal sebagai

bintik-bintik Forchheimer, mungkin muncul sebelum ruam. Manifestasi lain

dari rubella termasuk faringitis ringan, konjungtivitis, anoreksia, sakit

kepala, malaise, dan demam ringan. Parestesia dan tendinitis dapat terjadi.[8]

9
2. Roseola Infantum

Roseola ditandai dengan demam tinggi (seringkali >40°C) dengan

serangan tiba-tiba yang berlangsung selama 3-5 hari. Ruam makulopapular

berwarna mawar muncul bertepatan dengan penurunan suhu, meskipun

mungkin muncul lebih awal. Ruam biasanya berlangsung 1-3 hari tetapi

dapat memudar dengan cepat dan tidak ada pada semua bayi dengan infeksi

HHV-6. Gejala pernapasan bagian atas, hidung tersumbat, membran timpani

eritematosa, dan batuk dapat terjadi. Roseola dikaitkan dengan sekitar

sepertiga dari kejang demam. Roseola yang disebabkan oleh HHV-6 dan

HHV-7 secara klinis tidak dapat dibedakan, meskipun roseola terkait HHV-

6 biasanya terjadi pada bayi yang lebih muda.[8]

3. Eritema infektiosum

Eritema infectiosum dimanifestasikan oleh ruam, demam ringan atau tanpa

demam, dan kadang-kadang faringitis dan konjungtivitis ringan. Ruam

muncul dalam tiga tahap. Tahap awal biasanya berupa ruam "slapped

cheek" dengan pucat di sekitar mulut. Ruam eritematosa simetris,

makulopapular, truncal muncul 1-4 hari kemudian, kemudian memudar saat

pembersihan sentral terjadi, memberikan ruam retikulat berenda khas yang

berlangsung 2-40 hari (rata-rata: 11 hari).[8]

K. Komplikasi

Infeksi telinga dan diare adalah komplikasi campak yang paling umum.

Pneumonia interstitial (campak) dapat terjadi, atau pneumonia dapat terjadi

akibat infeksi bakteri sekunder dengan Streptococcus pneumoniae,

10
Staphylococcus aureus, atau grup A streptococcus. Pada orang dengan

gangguan imunitas seluler dapat terjadi pneumonia sel raksasa (Hecht), yang

biasanya berakibat fatal.[8]

Encephalomyelitis terjadi pada 1-2 per 1.000 kasus dan biasanya terjadi

2-5 hari setelah timbulnya ruam. Ensefalitis dini mungkin disebabkan oleh

infeksi virus langsung pada jaringan otak, sedangkan ensefalitis onset lambat

adalah demielinasi. Subacute sclerosing panencephalitis (SSPE) adalah

komplikasi neurologis akhir dari infeksi campak lambat yang ditandai dengan

kemunduran perilaku dan intelektual yang progresif dan akhirnya kematian. Ini

terjadi pada sekitar 1 dari setiap 1 juta kasus campak, rata-rata 8-10 tahun

setelah campak. Tidak ada pengobatan yang efektif.[8]

L. Prognosis

Sebagian besar pasien sembuh dari penyakit ini tanpa morbiditas yang

signifikan. Namun, di negara-negara berkembang, anak-anak yang kekurangan

gizi, imunokompromais, dan wanita hamil memiliki tingkat kematian kasus

yang dilaporkan setinggi 12%. Ini dikaitkan dengan komplikasi campak,

termasuk gagal napas dan ensefalitis.[6]

11
BAB III

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : An. S

Umur : 1 tahun 11 bulan 17 hari

Agama : Islam

Alamat : Pasuruan

No RM : 464261

Tanggal masuk (IGD) : 05-11-2022

B. Anamnesa

Keluhan Utama : Demam

RPS : Seorang anak diantar ibunya ke IGD RSUD Bangil

karena demam sejak 3 hari smrs, ibu pasien mengatakan demam tidak

meningkat pada malam atau pagi hari. Pada badan pasien terdapat bercak-

bercak merah. Menurut ibunya bercak-bercak merah pertama muncul pada

leher belakang pasien kemudian meluas ke daerah wajah, lalu dada dan

punggung hingga kemaluan. Selain itu ibu pasien juga mengatakan pasien

batuk dan pilek sejak 3 hari smrs. Ibu pasien juga mengatakan BAB cair

disertai ampas darah (-) lendir (-) sejak pagi hari ini, BAB hari ini 2x. Tidak

ada keluhan BAK. Ibu pasien mengatakan anaknya belum mendapat imunisasi

12
apapun. Kejang (-). Mual (-) muntah (-), ibu mengatakan tidak ada keluhan

makan dan minum.

RPD : Belum pernah mengalami kondisi seperti ini

sebelumnya

RPo : Sudah berobat ke dokter umum dan diberikan

antibiotik

RPK : Keluarga tidak ada yang menderita penyakit sama

Riwayat immunisasi : Tidak lengkap

C. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Cukup

Kesadaran : Compos Mentis

GCS : E4 V5 M6

Antropometri

Tanda-tanda vital

Tekanan Darah :-

Respiration Rate : 38x/menit

Nadi : 111x/menit

Suhu : 38˚C

SpO2 : 98% Room Air

13
Status generalis

Kepala & Leher

Wajah : Eritema makulopapular

A/I/C/D : -/-/-/-

Mata : Edema palpebral +/+

Injeksi Konjungtiva +/+

Mata cowong -/-

Mulut : Koplik spot (+)

Pembesaran KGB :-

Torak

Inspeksi : Bentuk dan pergerakan dada simetris kanan dan

kiri, retraksi, jejas (-), eritema makulopapular

Palpasi : Fremitus raba simetris kanan dan kiri

Ictus cordis tidak terlihat dan tidak teraba

Perkusi : Sonor Sonor

Sonor Sonor

Sonor Sonor
14
Auskustasi :

Cor : S1 S2 tunggal, m (-), g(-)

Pulmo : Ves Ves Ronki - -

Ves Ves - -

Ves Ves - -

- - Wheezing

- -

- -

Abdomen

Inspeksi : Flat, jejas (-), eritema makulopapular

Auskultasi : Bising usus (+) meningkat

Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) regio umbilikalis, turgor

kulit normal

Perkusi : Timpani

Genitalia dan Anus : Eritema makulopapular

15
Ekstremitas

Atas : Akral hangat +/+, Edem -/-, CRT < 2 detik

Bawah : Akral hangat +/+, Edem -/-, CRT < 2 detik

Status lokalis

Regio auricular, facialis, thorakalis dan genitalia tampak eritema

makulopapular berbatas tegas tepi ireguler, jumlah multipel tersebar

generalisata.

D. Pemeriksaan penunjang

1. Darah Lengkap

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Eritrosit (RBC) 4,609   3,7 - 5,3


Hemoglobin L 10,33 g/dL 10,5 - 13,5
(HGB)
Hematokrit (HCT) 33,4 % 33 - 49
MCV L 72,73 fL 70 - 86
MCH 22,42 pg 23 - 31
MCHC 30,98 % 30 - 36
RDW L 17,18 % 11,5 - 16
Neutrofil % H 65,2 % 15 - 35
Limfosit % L 27,3 % 45 - 76
Basofil % 0,05 % 0-1

16
Monosit % H 6,97 % 3-6
Leukosit (WBC) 10,09 3 4,5 – 11
x10 µL
Neutrofil 6,6 3 1,0 – 8,0
x10 µL
Basofil 0,5 3 0 – 0,17
x10 µL
Monosit 0,70 3 0,18 – 1,02
x10 µL
Limfosit H 2,75 3 3-13
x10 µL
MPV 5,954 fL 6,90 – 10,6

2. Urinalisis

Pemeriksaan Hasil Satuan

Urine lengkap  

Glukosa Negatif mg/dL

Bilirubin Negatif

Keton Trace mg/dL

Berat Jenis 1010

Darah Negatif

pH 6,5

Protein Negatif mg/L

Urobilinogen Negatif mg/dL

Nitrit Negatif

Leukosit Negatif

3. Gula darah sewaktu

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

17
Gula darah sewaktu 101 mg/dL <200

4. Ronsen torak

Keterangan :

Sinus phrenicocostalis kanan kiri tampak tajam

Tulang-tulang tampak baik

Cor : besar dan bentuk normal

Pulmo : Tidak tampak infiltrate/nodul

Kesan

Saat ini foto thorak tidak tampak kelainan

18
E. Diagnosis/Problem list

Morbili
Diare Akut tanpa Dehidrasi

F. Planning

Terapi : Tirah baring

Diet anak 800 kkal

Kompres basah

IVFD D5 ¼ NS 800 ml/24 jam

Inj Viccilin SX 4x250 mg iv

Inj Parasetamol 100mg prn

Lacto B 1x1 sachet po

Tab Zinc 1x1 po

Tab Simucyl 3x1/4 po

Elocon (Mometasone furoate) salep 2x1 ue

19
G. Follow Up

Tanggal S O A P
07/11/2022 Demam (+), KU : Cukup Morbili IVFD D5 ¼ NS
batuk (+), pilek GCS 456 Diare akut 800ml/24jam
(-), ruam TD : - tanpa Constantia 3x1 tetes
kemerahan S : 39,5˚C dehidrasi Inj Parasetamol 100mg prn
dibadan (+), diare N : 108x/menit Lacto B 1x1 sachet po
(+), mata SPO2 : 99% RA Tab Zinc 1x1 po
kemerahan (+), RR : 34x/menit Tab Simucyl 3x1/4 po
putih pada lidah Salep Elocon 2x1 ue

08/11/2022 Demam (-), batuk KU : Cukup Morbili IVFD D5 ¼ NS


(+) jarang, pilek GCS 456 Diare akut 800ml/24jam
(-), ruam TD : - tanpa Constantia 3x1 tetes
kemerahan S : 37,4˚C dehidrasi Inj Parasetamol 100mg prn
dibadan (+) N : 110x/menit Lacto B 1x1 sachet po
bertambah SPO2 : 98% RA Tab Zinc 1x1 po
sampai lengan RR : 36x/menit Tab Simucyl 3x1/4 po
atas dan paha, Salep Elocon 2x1 ue
diare (-), mata
kemerahan
(-),putih pada
lidah
09/11/2022 Demam (-), batuk KU : Lemah Morbili IVFD D5 ¼ NS
(-), pilek (-), GCS 456 Diare akut 800ml/24jam
ruam kemerahan TD : 99/57 tanpa Constantia 3x1 tetes
dibadan (+), mmgHg dehidrasi Inj Parasetamol 100mg prn
ruam pada daerah S : 36˚C Lacto B 1x1 sachet po
leher wajah dan N : 110x/menit Tab Zinc 1x1 po
dada menghitam, SPO2 : 99% Tab Simucyl 3x1/4 po
diare (-), mata Simple Mask Salep Elocon 2x1 ue
kemerahan (-), RR : 22x/menit
putih pada lidah

H. Prognosis

Ad vitam : Bonam

Ad fungsionam : Dubia ad bonam

Ad sanationam : Dubia ad bonam

20
21
BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien didiagnosa morbilli berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik,

dari hasil anamnesa didapatkan demam, batuk, pilek, konjungtivitis, dan ruam

kemerahan yang timbul dari belakang telinga meluas ke wajah, badan, dan

kemaluan. Dari pemeriksaan fisik didapatkan suhu 38˚C, kolpik spot, dan ruam

eritema makulopapular berbatas tegas tepi ireguler.

Selain itu pada pasien ini juga didiagnosis diare akut tanpa dehidrasi dari

anamnesa dan pemeriksaan fisik. Dari hasil anamnesa didapatkan BAB cair

dengan ampas 4 kali dalam 1 hari. Dari pemeriksaan fisik didapatkan suara bising

usus yang meningkat dan nyeri abdomen daerah umbilikalis. Selain itu tidak

didapatkan mata cowong dan turgor kulit yang normal.

Pada pemeriksaan penunjang darah lengkap dan urin lengkap tidak

didapatkan hasil yang bermakna. Pada pemeriksaan ronsen thorak juga tidak

didapatkan adanya kelainan yang menyingkirkan komplikasi pneumonia pada

pasien ini. Pada pasien ini tidak belum dilakukan pemeriksaan IgM spesifik

campak karena ruam timbul dibawah 3 hari yang akan menghasilkan hasil negatif

palsu.

Terapi yang diberikan pada berupa tirah baring dan infus D5 ¼ NS selama

24 jam. Kompres basah dan injeksi parasetamol 100mg berfungsi untuk

menurunkan demam. Injeksi Viccilin SX (ampicillin+sulbactam). Lacto B 1

22
sachet/hari dan Zinc 1 tablet/hari ber fungsi untuk mengurangi diare pada pasien

ini. Symucil ¼ tab 3 kali/hari berfungsi sebagai mukolitik atau pengencer dahak.

Pemberian salep elocon 2 kali/hari bertujuan untuk mengurangi ruam kemerahan

pada pasien.

Prognosis pada pasien ini baik, karena pasien sudah memasuki fase

penyembuhan yang ditunjuan dari penurunan demam dan ruam kemerahan yang

berubah menjadi kehitaman. Selain itu pada pasien ini tidak didapatkan

komplikasi pneumonia.

23
Daftar Pustaka

1. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Petunjuk Teknis Kampanye

Imunisasi Measles Rubela (MR)

2. World Health Organization. 2019. Measles.

3. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. SItuasi Campak dan

Rubella di Indonesia

4. Gastanaduy P., dkk. 2021. Measles. Central for Disease Control And

Prevention. https://www.cdc.gov/vaccines/pubs/pinkbook/meas.html

5. Kondamudi NP, Waymack JR. Measles. [Updated 2022 Aug 14]. In:

StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-.

Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK448068/

6. Krawiec C, Hinson JW. 2022. Rubeola (Measles). In: StatPearls [Internet].

Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK557716/

7. Marcdante KJ, Kliegman R, Schuh AM. 2019. Nelson Essentials of Pediatrics

/ [edited by] Karen Marcdante, Robert M. Kliegman, Abigail M. Schuh. Eight

Edition. Elsevier; 2019

8. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2009. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan

Dokter Anak IndonesiaYahmal, P N. Faktor-Faktor Yang Berhubungan

Dengan Kejadian Campak. Jurnal Medika Hutama. Vol 03 No 01, Oktober

2021

9. UK Health Security Agency. 2019. Measles: the green book, chapter 21

24
10. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2020. Jadwal Imunisasi Anak Umur 0-18

tahun

25

Anda mungkin juga menyukai