Kelas : D-IV/3B
MODUL
MODUL
POLITEKNIK KESEHATAN MEDAN
KONSEP
ASUHAN PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN
KEBIDANAN MEDAN
KEBIDANAN
KEGAWATDARURATAN
MATERNAL T.A 2021/2022
PADA KASUS
PENDARAHAN KATA PENGANTAR
POSTPARTUM
PRIMER
Tim Pengajar
Dosen Pengampu :
Konsep Medan, Januari 2022
Julietta
kebidanan
Hutabarat,SST,M.Keb
Penulis
2
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN …………………………………………………………......… 4
Relavansi ...................................................................................................... 4
RANGKUMAN ................................................................................................... 35
EVALUASI FORMATIF...................................................................................... 36
3
PENDAHULUAN
Deskripsi
Deskripsi Deskripsi Singkat,Singkat, Relevansi,
Relevansi, danda
Tujuan, Tujuan Pembelajaran
Deskripsi Singkat, Relevansi,
Tujuan, dan Petujuk Belajar
n Petujuk Ber
Sin
Deksripsi singkat
Relevansi
Materi dalam modul ini berkaitan dengan mata kuliah Asuhan Kebidanan Pada
Kehamilan, Asuhan Kebidanan Pada Persalinan dan Asuhan Kebidanan Pada Nifas.
4
Tujuan Pembelajaran
5
PETUNJUK BELAJAR
Sebelum memulai mempelajari modul pembelajaran ini, dianjurkan agar membaca do’a
terlebih dahulu menurut agama dan kepercayaan masing-masing agar mendapat keberkatan
ilmu.
1. Bacalah uraian dan contoh pada kegiatan belajar secara global. Tujuan untuk
mengetahui pokok-pokok pikiran yang diuraikan dalam kegiatan belajar ini.
2. Setelah anda mengetahui garis besar pokok-pokok pikiran dalam materi uraian
ini,baca sekali lagi secara lebih cermat.Membaca secara cermat bertujuan untuk
mengetahui pokok-pokok pikiran dari setiap sub pokok bahasan
3. Untuk memudahkan anda mencari kembali hal-hal penting seperti prinsip dan
konsep essensial, beri tanda pada konsep dan prinsip penting. Kemudian anda cari
hubungan antara konsep tersebut,sehingga anda memiliki konsep
4. Bila anda merasa belum yakin dalam membaca uraian pada kegiatan belajar
ini,ulangi lagi membaca materi kegiatan belajar sekali lagi
5. Pelajari cara menyelesaikan soal pada contoh-contoh soal yang diberikan pada
kegiatan belajar ini,caranya adalah sebagiai berikut ini :
a. Baca soal yang anda kerjakan
b. Analisis materi dalam soal ini dengan menuliskan apa-apa saja yang diketahui
dalam soal ini
c. Cari permasalahan atau pertanyaan dari soal tersebut
d. Buat kerangka rencana penyelesaian soal tersebut dengan menuliskan konsep
yang diperlukan dan cari hubungan antar konsep tersebut
6
e. Tuliskan hasil jawaban anda pada akhir penyelesaian soal
KEGIATAN BELAJAR
URAIAN MATERI
A. PENDARAHAN POSTPARTUM
1. Definisi
Perdarahan postpartum adalah perdarahan pervaginam 500 cc atau lebih setelah kala III
selesai setelah plasenta lahir. Fase dalam persalinan dimulai dari kala I yaitu serviks membuka
kurang dari 4 cm sampai penurunan kepala dimulai, kemudian kala II dimana serviks sudah
membuka lengkap sampai 10 cm atau kepala janin sudah tampak, kemudian dilanjutkan dengan
kala III persalinan yang dimulai dengan lahirnya bayi dan berakhir dengan pengeluaran
plasenta. Perdarahan postpartum terjadi setelah kala III persalinan selesai (Saifuddin, 2014).
Perdarahan postpartum ada kalanya merupakan perdarahan yang hebat dan menakutkan
sehingga dalam waktu singkat wanita jatuh ke dalam syok, ataupun merupakan perdarahan yang
menetes perlahan-lahan tetapi terus menerus dan ini juga berbahaya karena akhirnya jumlah
perdarahan menjadi banyak yang mengakibatkan wanita menjadi lemas dan juga jatuh dalam
syok (Saifuddin, 2014).
2. Jenis Perdarahan
Perdarahan postpartum dibagi menjadi dua, yaitu perdarahan postpartum primer/dini dan
perdarahan postpartum sekunder/lanjut.
Perdarahan postpartum primer yaitu perdarahan postpartum yang terjadi dalam 24
jam pertama kelahiran. Penyebab utama perdarahan postpartum primer adalah atonia
uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir, dan inversio uteri.
7
Perdarahan postpartum sekunder yaitu perdarahan postpartum yang terjadi setelah 24
jam pertama kelahiran. Perdarahan postpartum sekunder disebabkan oleh infeksi,
penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal (Manuaba, 2014).
3. Etiologi
8
Gelisah,bingung atau kehilangan kesadaran.
Urine yang sedikit(<30cc/jam).
2) Retensio Plasenta
1. Pengertian Retensio Plasenta
9
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau lebih dari
30 menit setelah bayi lahir. Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta disebabkan
oleh gangguan kontraksi uterus. (Mika, 2016). Plasenta tertahan jika tidak dilahirkan dalam 30
menit setelah janin lahir. Plasenta mungkin terlepas tetapi terperangkap oleh serviks, terlepas
sebagian, secara patologis melekat (plasenta akreta, inkreta, percreta). (David,2007 dalam Ai
Yeyeh, 2010). Retensio plasenta adalah plasenta yang tidak terpisah dan menimbulkan
hemorrhage yang tidak tampak, dan juga disadari pada lamanya waktu yang berlalu antara
kelahiran bayi dan keluarnya plasenta yang diharapkan.
2. Plasenta akreta
Plasenta akreta adalah implementasi jonjot korion plasenta hingga mencapai sebagian
lapisan myometrium, perlekatan plasenta sebagian atau total pada dinding uterus. Pada plasenta
akreta vili chorialis menanamkan diri lebih dalam ke dalam dinding rahim dari pada biasa ialah
sampai kebatas atas lapisan otot Rahim. Plasenta akreta ada yang kompleta, yaitu jika seluruh
permukaannya melekat dengan erat pada dinding rahim. Plasenta akreta yang parsialis, yaitu
jika hanya beberapa bagian dari permukaannya lebih erat berhubungan dengan dinding Rahim
dari biasa. Plasenta akreta yang kompleta, inkreta, dan percreta jarang terjadi. Penyebab
plasenta akreta adalah kelainan desidua, misalnya desidua yang terlalu tipis.
3. Plasenta inkreta
10
Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai/melewati
lapisan miometrium.
4. Plasenta perkreta
Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan
myometrium hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
5. Plasenta inkarserata
Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan oleh
kontriksi ostium uteri. (Yeyeh, 2010)
3. Diagnosis Retensio Plasenta
Diagnosa retensio plasenta ditegakkan apabila terdapat kondisi plasenta yang belum
keluar dalam 30 menit setelah bayi lahir. Tanda-tanda pelepasan plasenta merupakan tanda yang
penting untuk membedakan antara diagnosis plasenta trapped dengan plasenta adherens atau
akreta.
1) Anamnesa
Gejala utama pasien retensio plasenta adalah tertahannya plasenta dalam rahim selama
lebih dari 30 menit setelah bayi lahir. Selain itu, beberapa gejala lain seperti demam, perdarahan
hebat, nyeri hebat, duh vagina berbau, dan tampak jaringan pada vagina, juga bisa
ditemukan.Status obstetrik dan ginekologi pasien secara lengkap juga harus ditanyakan.
Penemuan riwayat sectio caesarea akan meningkatkan risiko terjadinya plasenta akreta pada
pasien. Faktor risiko lainnya, seperti riwayat retensio plasenta, abortus, preeklampsia,
penggunaan ergometrin, dan stillbirth juga harus digali. (Lim , 2014)
2) Pemeriksaan Fisik
Perdarahan umumnya terjadi pada pasien retensio plasenta sehingga evaluasi syok harus
dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan vagina dan uterus. Diagnosis plasenta trapped,
adherens, dan akreta juga dapat ditentukan melalui pemeriksaan fisik.
a. Evaluasi Syok
Pasien retensio plasenta sering kali memiliki perdarahan hebat sehingga status
hemodinamik pasien harus diperhatikan terlebih dahulu. Tanda-tanda syok hipovolemik, seperti
takikardia, hipotensi, penurunan urine output, akral dingin, dan penurunan kesadaran harus
dipantau.
b. Pemeriksaan Vagina dan Uterus
11
Apabila bayi sudah lahir dan plasenta belum dilahirkan setelah lebih dari 30 menit, maka
diagnosis retensio plasenta dapat ditegakkan. Pada pasien retensio plasenta akan ditemukan
plasenta yang masih berada di dalam uterus dengan sebagian korda umbilikus pada orifisium
serviks.
Membedakan plasenta trapped dengan plasenta adherens dan akreta adalah melalui
terdapatnya tanda-tanda pelepasan plasenta. Pada saat klinisi melakukan traksi tali pusat
terkendali awasi tanda-tanda pelepasan plasenta dari dinding uterus, yaitu:
1. Korda umbilikal yang memanjang
2. Semburan darah mendadak dan singkat
3. Perubahan tinggi dan dan bentuk uterus dari diskoid menjadi globular
4. Meningginya tinggi fundus uterus
5. Kontraksi fundus
Apabila terdapat tanda-tanda lepasnya plasenta dan plasenta teraba pada ujung orifisium
serviks, akan tetapi plasenta tidak dapat dikeluarkan, maka diagnosis plasenta trapped dapat
ditegakkan. (Lim, 2014). Plasenta akreta dan adherens umumnya tidak memiliki tanda-tanda
pelepasan plasenta. Diagnosis plasenta akreta dan adherens dapat dibedakan hanya dengan
tindakan manual plasenta. Apabila seluruh plasenta dan desidua dapat dilepaskan dengan bersih
dari dinding uterus, maka diagnosis plasenta adherens dapat ditegakkan. Pada plasenta akreta,
umumnya sudah terjadi invasi ke miometrium, sehingga plasenta akan sulit dilepaskan dari
dinding uterus melalui tindakan manual plasenta.
3) Diagnosis Banding
Diagnosis retensio plasenta umumnya mudah ditegakkan dan sangat mudah dibedakan
dengan perdarahan postpartum lainnya. Akan tetapi, atonia uteri terkadang dapat sulit
dibedakan atau dapat terjadi bersamaan dengan retensio plasenta.Atonia uterus merupakan
keadaan di mana uterus gagal berkontraksi setelah lahirnya bayi. Tanda dan gejala yang dapat
ditemukan adalah perdarahan hebat, nyeri abdomen, dan gangguan hemodinamik. Tanda dan
gejala atonia uterus dapat juga ditemukan pada pasien retensio plasenta. Hal ini dikarenakan
atonia uterus dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya retensio plasenta. Yang
membedakan antara atonia uterus atau retensio plasenta adalah tidak adanya kontraksi uterus
dengan plasenta yang sudah berhasil dilahirkan. (Greenbaum, 2017)
12
plasenta. Terapi medis lain, seperti prostaglandin, asam traneksamat, nitrogliserin, dan oxytocin
juga dapat diberikan.
1. Penanganan awal
Pada penanganan retensio plasenta harus dibedakan antara pasien dengan perdarahan
hebat dan tanpa perdarahan hebat. Pada pasien perdarahan hebat atau dengan gangguan
hemodinamik harus dilakukan stabilisasi hemodinamik secara cepat. Resusitasi cairan harus
dilakukan dengan cepat pada pasien dengan hemodinamik tidak stabil. Dua jalur intravena
dengan kateter intravena ukuran besar (16 gauge) dapat dipasang pada penanganan awal.
Apabila diperlukan, transfusi darah dapat dilakukan. (Ayadi, 2016)
3. Intervensi farmakologis
Beberapa intervensi farmakologis, seperti oxytocin, carboprost, tromethamine, asam
traneksamat, dan nitrogliserin.
a. Injeksi Oxytocin Vena Intraumbilikal
Penggunaan injeksi oxytocin vena intraumbilikal dalam manajemen kala III persalinan
dan retensio plasenta telah ditemukan memiliki efikasi yang bermakna. Penggunaan injeksi
oxytocin vena intra-umbilikal akan menyebabkan kontraksi retroplasenta, sehingga dapat
memudahkan terjadinya separasi plasenta.
Selain itu, penggunaan oxytocin juga dapat mengurangi perdarahan pada pasien. Injeksi
umumnya dilakukan menggunakan selang nasogastrik bayi ukuran 10 yang dipasang pada vena
umbilikus 5 cm sebelum insersi korda umbilikus pada plasenta. Dosis oxytocin yang dapat
digunakan beragam, dari 10 IU sampai 100 IU, dengan dosis yang lebih tinggi lebih disarankan.
Interval injeksi oxytocin vena intraumbilikal dengan tindakan manual plasenta adalah sekitar
15–45 menit. (Weeks, Berghella dan Barss, 2016)
b. Oxytocin Intravena
Penggunaan oxytocin intravena dapat diberikan pada pasien retensio plasenta, terutama
dengan perdarahan hebat atau atonia uterus. Penggunaan oxytocin diharapkan akan membantu
13
separasi plasenta, meningkatkan kontraksi uterus, dan menurunkan perdarahan. Oxytocin dapat
diberikan dengan dosis 10-30 IU dalam 500 mL cairan salin normal untuk mencegah atonia
uterus. (Weeks, Berghella dan Barss, 2016)
c. Carboprost Tromethamine
Carboprost tromethamine merupakan prostaglandin analog F2-á dengan efek uterotonik
poten dan durasi aksi yang lebih panjang. Obat diberikan pada pasien retensio plasenta dengan
perdarahan hebat yang tidak membaik dengan terapi oxytocin. Injeksi carboprost tromethamine
dapat diberikan intraumbilikal dengan dosis 0,5 mg yang disuspensi dalam 20 mL cairan salin
normal. (Weeks, Berghella dan Barss, 2016)
d. Asam Traneksamat
Asam traneksamat merupakan agen antifibrinolitik yang dapat digunakan pada pasien
retensio plasenta dengan perdarahan berat yang tidak membaik dengan oxytocin. Pemberian
asam traneksamat memiliki efek untuk mengurangi perdarahan dan stabilisasi bekuan darah
dengan mencegah pemecahan dari bekuan menjadi produk degradasi fibrin. Dosis asam
traneksamat yang dapat diberikan adalah 1 gram injeksi intravena. (Weeks, Berghella dan
Barss, 2016)
e. Nitrogliserin
Nitrogliserin (gliseril trinitrat) umumnya digunakan pada pasien retensio uterus yang
memiliki kontraksi serviks atau segmen uterus bawah yang berlebihan dan menyebabkan
sulitnya ekspulsi plasenta. Pemberian nitrogliserin dapat menginduksi relaksasi otot polos
miometrium dan serviks sehingga mempermudah pengeluaran plasenta.Nitrogliserin dapat
diberikan dengan dosis dua spray (400 mikrogram per spray) di bawah lidah. Selain itu,
pemberian secara injeksi intravena dapat juga diberikan dengan dosis 50 mikrogram dan
maksimum dosis kumulatif 200 mikrogram.Tablet sublingual juga dapat diberikan dengan dosis
0,6–1 mg. Efek relaksasi uterus akan terjadi 1 menit setelah obat diberikan dan akan bertahan
selama 1-2 menit. (Weeks, Berghella dan Barss, 2016)
4. Manual plasenta
Tindakan manual plasenta merupakan terapi definitif pasien retensio plasenta. Tindakan
ini merupakan tindakan yang menyebabkan rasa nyeri, sehingga anestesi umumnya diperlukan.
Anestesi regional, seperti anestesi spinal, lebih disarankan dibandingkan anestesi umum karena
meminimalisir risiko kegagalan intubasi. Akan tetapi, apabila pasien memiliki hemodinamik
tidak stabil dan perdarahan hebat, maka anestesi umum lebih disarankan.
Tindakan manual plasenta dapat meningkatkan risiko endometritis. Oleh karena itu,
antibiotik profilaksis spektrum luas sebaiknya diberikan. Antibiotik spektrum luas yang
14
direkomendasikan adalah ampicillin dan clindamycin dosis tunggal. Apabila pembukaan serviks
terlalu kecil untuk tangan klinisi, maka pemberian nitrogliserin dapat diberikan. (Weeks,
Berghella dan Barss, 2016)
Tindakan manual plasenta dilakukan apabila traksi tali pusat terkendali dan terapi
farmakologis gagal melahirkan plasenta. Tindakan ini dilakukan dengan tangan klinisi
menelusuri korda umbilikus untuk mengidentifikasi letak dan ujung plasenta dengan uterus.
Pelepasan plasenta dilakukan dengan menggunakan jari-jari tangan dengan gerak sisi ke sisi.
Tangan lainnya sebaiknya diletakkan pada fundus uterus untuk mencegah terjadinya perforasi
uterus. Tindakan kuretase setelah manual plasenta tidak rutin dilakukan karena risiko terjadi
perforasi uterus dan sindroma Asherman.
Apabila masih terdapat sisa plasenta setelah dilakukan manual plasenta, maka klinisi
dapat melakukan manual plasenta kembali secara perlahan untuk melepaskan sisa plasenta.
Apabila sisa plasenta menyebabkan perdarahan hebat pada pasien, maka tindakan kuretase
dapat dilakukan untuk melepaskan sisa plasenta dari dinding uterus. (Weeks, Berghella dan
Barss, 2016)
5. Ekstraksi Instrumen
Apabila tindakan manual plasenta tidak berhasil, maka penggunaan forseps kepala besar,
seperti forseps Bierer dan forseps cincin, dapat dilakukan. Tindakan dapat dilakukan dengan
cara forseps menggenggam dan melepaskan plasenta dari dinding uterus. USG dapat
dimanfaatkan untuk membantu saat melakukan tindakan ini.(Weeks, Berghella dan Barss, 2016)
6. Histerektomi
Histerektomi merupakan tindakan lini akhir yang dapat dilakukan pada pasien retensio
uterus. Tindakan histerektomi ini dilakukan pada plasenta pasien yang tidak dapat dilahirkan
dengan manual plasenta maupun ekstraksi instrument. (Lim, 2014)
15
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga
pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan menjadi
luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala
janin melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar dari sir kumferensia
suboksipitobregmatika atau anak dilahirkan dengan pembedahan vaginal.
16
terakhir dan suatu simpul persegi, sementara dasar yang lebih besar. Robekan sulkus
biasanya merupakan laserasi yang dalam dan sering kali memerlukan dua lapis jahitan
putus-putus, dalam jahitan dalam putus- putus. Untuk memudahkan akses guna
menempatkan jahitan ini, Anda mungkin ingin memperbaiki mukosa vagina dengan satu
atau dua jahitan ke dalam bagian dasar robekan bilateral untuk penyatuan jaringan,
kemudian diletakkan di dalam jahitan- putus-putus- dalam Anda, dan kemudian kembali
untuk menyelesaikan perbaikan mukosa vagina.
b) Penjahitan Laserasi Derajat Tiga
Langkah pertama dalam memperbaiki laserasi derajat tiga adalah dengan
mengidentifikasinya. hal ini dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a) Pengamatan untuk melihat ujung-ujung robekan sfingter ani eksterna pada luka terbuka.
ketika ujung-ujung yang robek mengalami retraksi, ujung-ujungnya terlihat dengan, atau
ditemukan dalam bentuk cekungan kecil ke dalam, dinding lateral pada bagian bawah
aspek perineum luka dekat permukaan. serabut-serabut otot sfingter jelas berbeda dari
fasia yang mengelilingi, terlihat kasar dan berserabut.
b) Menilai keutuhan sfingter ani dengan melakukan palpasi di dalam luka tersebut dengan
cara kenakan sarung tangan yang lain melapisi sarung tangan yang telah anda pasang
pada tangan anda yang melakukan pemeriksaan dan masukkan satu jari ke dalam rektum
wanita tersebut, kemudian melakukan palpasi sfingter antara jari anda didalam rektum
dan ibu jari anda diluar rektum atau meraba ketiadaannya di sisi anterior area laserasi
perineum tersebut.
c) Minta wanita untuk mengecangkan sfingter rektumnya jika ia mampu. Anda dapat
mengamati konstriksi sfingter dan juga merasakannya dekat sekitar jari Anda yang
melakukan palpasi rektum bahwa sfingter utuh. Untuk wanita yang sebelumnya
mendapat anestesi spinal atau berada di bawah pengaruh blok pubendus, tidak
memungkinkan untuk mengencangkan sfingter.
d) langkah terakhir adalah ketika anda memegang setiap ujung robekan dengan klem allis
dan menarik robekan-robekan tersebut ke arah mendekat satu sama lain, robekan-
robekan tersebut saling menyentuh dengan menyeberangi klem allis sehingga terlihat
jaringan perineum tertarik di kedua sisi.
e) Sfingter ani eksterna yang mengalami laserasi diperbaiki oleh jahitan- jahitan dalam
terpurus-putus dengan mendekatkan ujung-ujung robekan yang ditangkap oleh klem
allis. Pelibatan lapisan fasial anterior dan posterior akan menguatkan perbaikan tersebut.
Menjahit dengan benang catgut kromik 3-0 didalam apeks inferior ekstensi kulit yang
17
mengalami laserasi dan melakukan beberapa jahitan subkutikular, kemudian meletakkan
benang ini disamping sampai ujung.
18
b) Jika terdapat tanda-tanda infeksi, buka dan buat drain luka. Angkat jahitan yang
terinfeksi dan lakukan debridement luka.
c) Jika infeksi ringan, antibiotik tidak diperlukan
d) Jika infeksi berat tetapi tidak mencapai jaringan dalam, berikan kombinasi antibiotik
ampisislin 500 mg per oral empat kali sehari selama lima hari ditambah metronidazo
400 mg per oral tiga kali sehari selama lima hari.
e) Jika infeksi dalam, mencapai otot, dan menyebabkan nekrosis (fasitis nekrotik), berikan
kombinasi antibiotik sampai jaringan nekrotik dibuang dan ibu tidak demam selama 48
jam dengan diberikan penisilin G 2 juta unit melalui IV setiap enam jam ditambah
gentamisin 5 mg / kg berat badan melalui IV setiap 24 jam, ditambah metronidazol 500
mg melalui IV setiap delapan jam. Setelah ibu tidak demam selama 48 jam diberikan
ampisilin 500mg per oral empat kali sehari selama lima hari ditambah metronidazol 400
mg per oral tiga kali sehari selama lima hari.
Catatan : fasitis nekrotik memerlukan debridement bedah yang luas. Lakukan penutupan
primer lambat dalam dua sampai empat minggu bergantung pada penyembuhan infeksi
f) Inkontinensia fekal dapat terjadi akibat transeksi sfingter lengkap. Banyak ibu mampu
mempertahankan kontrol defekasi dengan menggunakan otot perinium yang lain. Jika
inkotinensia tetap terjadi, pembedahan rekonstruksi harus dilakukan pada tiga bulan atau
lebih setelah pelahiran
g) Fistula rektovagina memerlukan pembedahan rekonstruksi pada tiga bulan atau lebih
setelah lahir.
19
Jika pedarahan terus menerus menyebabkan keadaan pasien berangsur- angsur semakin
jelek dan perubahan tandavital
(sistole <90 mmHg, nadi >100x/menit).
Pada pemeriksaan dalam terdapat pembekuan dan masih dapat diraba sisa
placenta/membrannya.
20
menitatau terbentuknya bekuan darah yang lunak yang mudah hancur menunjukan
adanya kemungkinan koagulopati.
5) Inversio Uteri
1. Pengertian Inversio Uteri
Inversio uteri adalah bagian atas uterus memasuki cavum uteri, sehingga fundus uteri
sebelah dalam menonjol ke dalam cavum uteri.
Pada inversio uteri menahun, yang di temukan beberapa lama setelah persalinan,
sebaiknya di tunggu berakhirnya involusi kemudian di lakukan pembedahan pervaginam
Menurut dr. Ida Bagus GdeManuaba, SpOG) Inversio uteri merupakan keadaan dimana fundus
uteri masuk ke dalam kavum uteri, dapat secara mendadak atau perlahan. Kejadian ini biasanya
disebabkan pada saat melakukan persalinan plasenta secara Crede, dengan otot rahim belum
berkontraksi dengan baik. Inversio uterim emberikan rasa sakit yang dapat menimbulkan
keadaan syok.
21
Tanda dan gejala yang kadang – kadang ada :
a) Syok neurogenik
b) Pucat dan limbung
4. Faktor Predisposisi
Faktor yang mempengaruhi perdarahan post partum adalah :
a. Usia
Wanita yang melahirkan anak pada usia lebih dari 35 tahun merupakan faktor predisposisi
terjadinya perdarahan post partum yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Hal ini
dikarenakan pada usia diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami
penurunan dibandingkan fungsi reproduksi normal (Saifuddin, 2014).
b. Paritas
Salah satu penyebab perdarahan postpartum adalah multiparitas. Paritas menunjukan jumlah
kehamilan terdahulu yang telah mencapai batas viabilitas dan telah dilahirkan. Primipara adalah
seorang yang telah pernah melahirkan satu kali satu janin atau lebih yang telah mencapai batas
viabilitas, oleh karena itu berakhirnya setiap kehamilan melewati tahap abortus memberikan
23
paritas pada ibu. Seorang multipara adalah seorang wanita yang telah menyelesaikan dua atau
lebih kehamilan hingga viabilitas.
Hal yang menentukan paritas adalah jumlah kehamilan yang mencapai viabilitas, bukan
jumlah janin yang dilahirkan. Paritas tidak lebih besar jika wanita yang 23 bersangkutan
melahirkan satu janin, janin kembar, atau janin kembar lima, juga tidak lebih rendah jika
janinnya lahir mati. Uterus yang telah melahirkan banyak anak, cenderung bekerja tidak efisien
dalam semua kala persalinan (Saifuddin, 2014).
c. Anemia dalam kehamilan
Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan nilai hemoglobin dibawah
nilai normal, dikatakan anemia jika kadar hemoglobin kurang dari 11g/dL. Kekurangan
hemoglobin dalam darah dapat menyebabkan komplikasi lebih serius bagi ibu baik dalam
kehamilan, persalinan, dannifas. Oksigen yang kurang pada uterus akan menyebabkan otot-otot
uterus tidak berkontraksi dengan adekuat sehingga dapat timbul atonia uteri yang
mengakibatkan perdarahan post partum (Manuaba, 2014).
d. Riwayat persalinan
Riwayat persalinan dimasa lampau sangat berhubungan dengan hasil kehamilan dan
persalinan berikutnya. Bila riwayat persalinan yang lalu buruk petugas harus waspada terhadap
terjadinya komplikasi dalam persalinan yang akan berlangsung. Riwayat persalinan buruk ini
dapat berupa abortus, kematian janin, eklampsi dan preeklampsi, sectio caesarea, persalinan
sulit atau lama, janin besar, infeksi dan pernah mengalami perdarahan antepartum dan
postpartum.
e. Bayi makrosomia
Bayi besar adalah bayi lahir yang beratnya lebih dari 4000 gram. Menurut kepustakaan bayi
yang besar baru dapat menimbulkan dystosia kalau beratnya melebihi 4500 gram. Kesukaran
yang ditimbulkan dalam persalinan adalah karena besarnya kepala atau besarnya bahu.Karena
regangan dinding rahim oleh anak yang sangat besar dapat menimbulkan inertia dan
kemungkinan perdarahan postpartum lebih besar.
f. Kehamilan ganda
Kehamilan ganda dapat menyebabkan uterus terlalu meregang, dengan overdistensi tersebut
dapat menyebabkan uterus atonik atau perdarahan yang berasal dari letak plasenta akibat
ketidak mampuan uterus berkontraksi dengan baik.
5. Tinjauan Kasus
Asuhan kebidanan pada Ny. L dengan retensio plasenta di ruang bersalin RSUD Deli
Serdang
24
Tanggal 10 Desember 2020
Hari/Tanggal MRS : 19 Desember 2020
Hari/Tanggal Pengkajian : 19 Desember 2020
Waktu Pengkajian : 19.00 WIB
Tempat Pengkajian : Ruang VK RSUD Deli Serdang
Nama Pengkaji : Kelompok 6
KALA I
A. DATA SUBJEKTIF ( S )
1. Identitas
Nama Istri : Ny. L Nama Suami : Tn. N
Umur : 25 tahun Umur : 27 tahun
Suku : Batak Suku : Karo
Agama : Kristen Agama : Kristen
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : PNS
Pendidikan : D4 Pendidikan : S1
Alamat : Lubuk Pakam
2. Keluhan Utama
Ibu hamil mengeluh sakit pinggang menjalar ke perut bagian bawah
5. Riwayat Menstruasi
a. HPHT : 12 Maret 2020
25
b. HTP : 20 Desember 2020
c. Siklus : ± 28 hari
d. Lama : 6-7 hari
e. Jumlah : 2-3 kali ganti pembalut/hari
6. Riwayat Obstetri
No Kehamilan Persalinan Anak Nifas
Suami UK Peny Plg Jns Temp Peny J BB/PB H M Lktsi Peny
K
1. HAMIL
INI
8. Riwayat Ginekologi
Ibu tidak memiliki riwayat penyakit seperti, vaginitis, mioma uteri, kista ovarium ataupun
penyakit lainnya yang dapat memperberat atau diperberat oleh persalinannya.
9. Riwayat Kontrasepsi
26
Personal Hygiene Ibu mandi 2 kali sehari, ganti baju 2 kali Ibu mandi 1 kali sehari, ganti
sehari, mengganti celana dalam 2 kali 1 kali sehari, ibu tidak
sehari menggunakan celana dalam
Seksualitas 1 kali seminggu Tidak ada
B. DATA OBYEKTIF ( O )
1. Pemeriksaan Umum
a. Keadaan umum : Baik
b. Kesadaran : Composmentis
c. Antropometri
TB : 155 cm
BB sebelum hamil : 58 kg
BB selama hamil : 70 kg
Kenaikan BB selama hamil : 12 kg
Lila : 29 cm
d. Tanda-tanda vital
1) Tekanan darah : 110/70 mmHg
2) Nadi : 88x/menit
3) Suhu : 37,3ºC
4) Respirasi : 20x/menit
2. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
Inspeksi : Bersih, tidak ada lesi, rambut hitam, tidak ada ketombe
Palpasi : Tidak ada benjolan, lesi ( - )
b. Wajah
27
Inspeksi : Tidak ada kelainan, tidak ada kloasma gravidarum
Palpasi : Tidak ada oedema
c. Mata
Inspeksi : Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterus
d. Mulut dan gigi
Inspeksi : Mulut tidak pucat dan lembab, bersih, gigi tidak berlubang, karies tidak ada
e. Leher
Palpasi : Tidak ada pembesaran kelenjar lympe, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, dan tidak
ada bendungan vena jugularis
f. Payudara
Inspeksi : Bentuk simetris, puting susu menonjol, areola hiperpegmentasi ( + )
Palpasi : Pengeluaran kolostrum ( +/+ ), tidak ada pembesaran kelenjar lympe, tidak ada nyeri
tekan, tidak ada retraksi atau dimpling
g. Abdomen
Inspeksi : Tidak ada bekas luka operasi, pembesaran sesuai dengan usia kehamilan, linea nigra
dan striae
Palpasi
Leopold I : 4 jari diatas pusat ( TFU = 30 cm ), teraba bokong ( bulat dan lunak, kurang
melenting ) pada fundus.
Leopold II : Pada perut bagian kanan ibu teraba keras panjang, memapan ( punggung kanan )
dan pada perut kiri ibu teraba bagian kecil janin ( ekstermitas )
Leopold III : Presentasi kepala ( keras, bulat, melenting ), kepala sudah masuk PAP
Leopold IV : Kepala masuk PAP 4/5 bagian
Kontraksi : 3 kali dalam 10 menit dan lamanya 35 detik
TBJ : ( TFU-11 ) x 155 gram = ( 30-11 ) x 155 gram = 2945 gram
DJJ : 145x/menit
h. Ektermitas
1) Atas
Inspeksi : tidak ada oedem
Palpasi : CRT < 2 detik
Perkusi : refleks bisep dan trisep ( + )
2) Bawah
Inspeksi : tidak ada oedem
Palpasi : Tidak ada varises, tidak ada oedema pada metakarsa, tulang tibia, dan maleolus
Perkusi : Refleks patella +/+
28
i. Genetalia
1) Inspeksi : Ada pengeluaran lendir bercampur darah, tidak ada luka parut pada perineum,
tidak ada varises pada labia mayora, ada pengeluaran air ketuban warna jernih
2) Palpasi : Tidak ada pembesaran pada kelenjar skene dan kelenjar bartholini
3) Pemeriksaan dalam tanggal 10 Desember 2020 pukul 19.00 WIB oleh bidan, VT Ø 4cm, eff
50 %, ket ( - ) jernih, teraba kepala, denominator belum jelas, penurunan kepala H1, tidak teraba
bagian kecil janin atau tali pusat.
3. Pemeriksaan Penunjang
Tanggal : 19 Desember 2020
Pukul : 19.30 WIB
Hb : 13,2 gr
HbsAg : Negatif (-)
Gol. Darah : O
C. ANALISA ( A )
G1P0A0H0, umur kehamilan 38-39 minggu, tunggal, hidup, intrauterin, presentasi kepala,
keadaan umum ibu dan janin baik dengan inpartu kala I fase aktif disertai letak sungsang dan
riwayat keluar air.
D. PENATALAKSANAAN ( P )
Tanggal/ Jam Penatalaksanaan Paraf
19 Desember 2020 Mengobservasi kala I
20. 05 KU : baik
Kesadaran : Composmentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 88x/menit
Suhu : 37,3ºC
Respirasi : 20x/menit
VT Ø 4cm, DJJ : 145x/menit, His 4x10’=40-45”
29
20.20 kemih.
Mengobservasi kala I
20.30 KU : baik, Kesadaran : Composmentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 88x/menit
Suhu : 36 ºC
21.15 Respirasi : 20x/menit
VT Ø 4cm, DJJ : 147x/menit, His 5x10’=50-55”
Memimpin ibu mengejan dengan baik; ibu
mengerti dan mengikuti instruksi yang diberikan.
21.20
KALA II
A. DATA SUBYEKTIF ( S )
1. Ibu mengeluh sakit perut semakin sering dan kuat
2. Ibu mengatakan ingin BAB dan ingin mengedan
B. DATA OBYEKTIF ( O )
1. Pemeriksaan Umum
Kesadaran : Composmentis
2. Tanda vital : TD 110/80 mmHg, N 86x/menit, S 37ºC, R 24x/menit
3. His 4x dalam 10 menit lamanya 55 detik
4. DJJ ( + ), frekuensi 144x/menit
5. Tanda-tanda kala II adanya rasa dorongan untuk meneran, adanya tekanan anus, terlihatnya
perineum menonjol, dan vulva atau vagina membuka.
6. VT Ø 10cm, eff 100% ketuban (-), teraba kepala, denominator kepala, penurunan kepala di
HIII, tidak teraba bagian kecil janin/ tali pusat.
C. ANALISA ( A )
Diagnosa : G1P0000, uk 38-39 minggu, kala II janin tunggal, hidup
Masalah : Tidak Ada
Diagnosa Potensial : Tidak Ada
Masalah Potensial : Tidak Ada
30
Kebutuhan Segera : Tidak Ada
D. PENATALAKSANAAN ( P )
Tanggal/ Jam Penatalaksanaan Paraf
19 Desember 2020 Melakukan pertolongan persalinan
21.25 sesuai 60 langkah APN;
Tanggal : 19 Desember 2020
Jam : 22.25
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Cacat : (-)
A/s : 8/9
KALA III
A. DATA SUBYEKTIF ( S )
1. Ibu mengatakan perutnya mules
2. Ibu mengatakan senang dengan kelahiran bayinya
3. Ibu merasa cemas ari-ari belum lahir
B. DATA OBYEKTIF ( O )
1. Ibu sudah disuntikkan oksitosin 10 IU 2 kali yaitu pertama setelah bayi lahir dan kedua
setelah 15 menit bayi lahir
2. Tinggi fundus sepusat
3. Tali pusat tampak di vulva
4. Kandung kemih kosong
5. Plasenta belum lahir
C. ANALISA ( A )
Diagnosa : G1P0000 Kala III dengan retensio plasenta
Masalah : Ibu mulai cemas
Diagnosa potensial : Syok, perdarahan
Masalah Potensial : Anemia
Kebutuhan Segera : pemasangan infus RL 20 tts/menit, kosongkan kandung kemih, kolaborasi
dengan Sp.OG
D. PENATALAKSANAAN ( P)
31
Tanggal/ Jam Penatalaksanaan Paraf
19 Desember 2020 Menjelaskan keadaan ibu dan hasil pemeriksaan ;
22.00 ibu mengetahui keadaannya juga tindakan yang
dilakukan untuk mengatasi retensio plasenta
22.05 Memberikan support dan dukungan pada ibu; rasa
cemas ibu berkurang
22.10 Berikan infus RL 20 tts/menit; telah terpasang
Membantu proses kelahiran plasenta sesuai
22.20 prosedur manual plasenta; Plasenta telah lahir
lengkap.
KALA IV
A. DATA SUBYEKTIF ( S )
1.Ibu mengatakan perutnya mules
B. DATA OBYEKTIF ( O )
1. TFU 2 jari dibawah pusat
2. Kontraksi uterus baik
3. TD : 100/70 mmHg, N : 80x/menit, S : 36,6ºC, RR : 22x/menit
4. Kandung kemih kosong
5. Jumlah perdarahan ± 200cc
C. ANALISA ( A )
Kala IV
D. PENATALAKSANAAN ( P)
Tanggal : 19 Desember 2020 Pukul : 23.35 WIB
Tanggal/ Jam Penatalaksanaan Paraf
19 Desember 2020 Mengobservasi TTV, untuk mencegah syok;
22.30 keadaan umum ibu baik dengan TD : 100/70
mmHg, N : 80x/menit, S : 36,6ºC, RR : 22x/menit
22.35 Menjelaskan kepada ibu tentang penyebab
ketidaknyamanannya; mules yang dialami adalah
hal yang fisiologis, dimana rahim berkontraksi
untuk kembali ke bentuk semula seperti sebelum
32
hamil. Ibu sudah mengerti tentang
ketidaknyamanan yang dialaminya.
22.45 Memeriksa kelengkapan plasenta; plasenta lahir
lengkap
22.48 Memeriksa robekan jalan lahir; terdapat robekan
jalan lahir derajat 3
22.50 Melakukan heacting jelujur dengan anastesi local;
telah dilakukan
23.20 Melakukan masase kedua selama 15 detik atau 15
kali sekaligus mengajarkan ibu cara melakukan
masase; ibu dapat mempraktekkan
23.22 Membersihkan seluruh badan ibu hingga bersih;
ibu merasa nyaman
24.00 Melakukan pemantauan Kala IV;
TD : 110/70
Nadi : 80x/menit
T : 36,7ºC
TFU : 2 jari bawah pusat
His baik, kandung kemih kosong, perdarahan
±200cc
24.15 Melakukan pemantauan Kala IV;
TD : 110/70
Nadi : 80x/menit
TFU : 2 jari bawah pusat
His baik, kandung kemih kosong, perdarahan
±150cc
24.30 Melakukan pemantauan Kala IV;
TD : 110/70
Nadi : 80x/menit
TFU : 2 jari bawah pusat
His baik, kandung kemih kosong, perdarahan
±150cc
24.45 Melakukan pemantauan Kala IV;
TD : 110/70
Nadi : 80x/menit
33
TFU : 2 jari bawah pusat
His baik, kandung kemih kosong, perdarahan
±100cc
01.00 Melakukan pemantauan Kala IV;
TD : 120/80
Nadi : 82x/menit
T : 36,5ºC
TFU : 2 jari bawah pusat
His baik, kandung kemih kosong, perdarahan
±90cc
01.30 Melakukan pemantauan Kala IV;
TD : 120/80
Nadi : 82x/menit
TFU : 2 jari bawah pusat
His baik, kandung kemih kosong, perdarahan
±70cc
02.00 Ibu dipindahkan ke ruang nifas; telah dilakukan
02.15 Pendokumentasian; melengkapi partograf.
34
RANGKUMAN
1. Perdarahan postpartum adalah perdarahan pervaginam 500 cc atau lebih setelah kala III
selesai setelah plasenta lahir). Fase dalam persalinan dimulai dari kala I yaitu serviks
membuka kurang dari 4 cm sampai penurunan kepala dimulai, kemudian kala II dimana
serviks sudah membuka lengkap sampai 10 cm atau kepala janin sudah tampak, kemudian
dilanjutkan dengan kala III persalinan yang dimulai dengan lahirnya bayi dan berakhir
dengan pengeluaran plasenta. Perdarahan postpartum terjadi setelah kala III persalinan selesai
(Saifuddin, 2014).
2. Perdarahan postpartum dibagi menjadi dua, yaitu perdarahan postpartum primer/dini dan
perdarahan postpartum sekunder/lanjut.
Perdarahan postpartum primer yaitu perdarahan postpartum yang terjadi dalam 24
jam pertama kelahiran. Penyebab utama perdarahan postpartum primer adalah atonia
uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir, dan inversio uteri.
Perdarahan postpartum sekunder yaitu perdarahan postpartum yang terjadi setelah
24 jam pertama kelahiran. Perdarahan postpartum sekunder disebabkan oleh infeksi,
penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal (Manuaba,
2014).
35
36
4. Sesuai data diatas, Ny. B mengalami….
a. Atonia uteri
b. Ruptura uteri
c. Involusio uteri
d. Inversio uteri
e. Plasenta previa
5. Untuk penanganan segera yang harus dilakukan dalam mengatasi perdarahan Ny. B
adalah….
a. KBI
b. KBE
c. Histerektomi
d. Tampon uterus
e. Pemberian prostaglandin
6. Ibu A melahirkan anak kedua di RS. Setelah 30 menit, bayi ternyata plasenta belum
lahir dan tidak menunjukkan adanya tanda-tanda plasenta akan lepas. Diagnosa yang
dapat ditegakkan adalah...
a. Solusio plasenta
b. Retensio plasenta
c. Plasenta previa
d. Prolapses tali pusat
e. Atonia uteri
7. Pasien G1P0A0 rujukan dari bidan, datang dengan perdarahan post partum. 1 jam
plasenta tidak lahir kemudian di rujuk ke RS. Apa tindakan yang paling tepat ?
a. Kompresi bimanual
b. Injeksi oksitosin
c. RPS
d. Penarikan tali pusar
e. Manual plasenta
8. Wanita P2A1 post partum dengan BBL 3900 gram, kala III berlangsung selama 15
menit dan plasenta utuh. Kontraksi uterus baik, fundus uteri 2 jari dibawah pusat.
Didapatkan perdarahan pervaginam. Apa yang harus dilakukan ?
a. Eksplorasi uterus untuk mencari sisa plasenta
b. Kompresi bimanual
37
c. Eksplorasi robekan serviks, vagina, dan vulva
d. Manual plasenta untuk mencari sisa plasenta
e. Beri misoprostol
9. Seorang perempuan usia 28 tahun, melahirkan 8 jam yang lalu di PMB, mengeluh
mules dan mengeluarkan darah pervaginam sedikit, ASI belum keluar, merasa cemas
dengan keadaannya. Hasil pemeriksaan: TTV dalam batas normal, tidak ditemukan
kelainan pada payudara.
Apakah diagnosa yang tepat untuk kasus tersebut ?
a. Ibu post partum normal
b. Ibu post partum dengan depresi
c. Ibu post partum dengan sub involusio
d. Ibu post partum dengan bendungan ASI
e. Ibu post partum dengan psikosis
10. Seorang perempuan dengan usia 37 tahun melahirkan anak ke-6, 4 jam yang lalu di
BPM, mengeluh pusing lemas, 30 menit setelah plasenta lahir lengkap kontraksi
uterus lemah. Hasil pemeriksaan TD 90/60 mmhg, nadi 110x/l, perdarahan 500cc.
Apakah diagnosa yang tepat pada kasus di tas ?
a. Atonia uteri
b. Robekan pada perineum
c. Rupture uteri
d. Sub involution plasenta
e. His lemah
38
KUNCI JAWABAN
1. A
2. B
3. C
4. A
5. A
6. B
7. E
8. C
9. A
10. A
39
DAFTAR PUSTAKA
1. Fk, K., & Andalas, U. (2017). Latar Belakang, Prodi S1 Kebidanan FK Universitas
Andalas. 1–6.
2. Ii, B. A. B. (2019). TINJAUAN PUSTAKA A . Perdarahan Postpartum 1 . Pengertian
Perdarahan Postpartum Postpartum yang Mempengaruhi Perdarahan.
3. Kedokteran, F., & Indonesia, U. (2018). Perdarahan post partum. 10–34.
4. Meidya, A. (2017). MODUL PRAKTIKUM ASUHAN KEBIDANAN
KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.
5. Samenel, H. M. (2019). ASUHAN KEPERAWATAN PADA NnD.W.B DENGAN
PERDARAHAN POST PARTUM DI RUANGAN FLAMBOYAN RSUD. PROF. DR.
W. Z. JOHANNES KUPANG. April, 33–35
40