Anda di halaman 1dari 34

ANALISIS BUDAYA LITERASI MEMBACA MAHASISWA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS


TEKNOLOGI SUMBAWA TAHUN 2022

PROPOSAL PENELITIAN

OLEH

JONI FIRDAUS DA SILVA

692011722

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS TEKNOLOGI SUMBAWA

2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..............................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................7
1.3 Tujuan Penelitian.........................................................................................................7
1.4 Manfaat Penelitian.......................................................................................................7
1.4.1 Manfaat Teoretis..................................................................................................8
1.4.2 Manfaat Praktis....................................................................................................8
1.4.3 Manfaat Akademik...............................................................................................8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................9
2.1 Kajian Terdahulu.........................................................................................................9
2.2 Budaya Literasi..........................................................................................................10
2.2.1 Budaya................................................................................................................10
2.2.2 Literasi................................................................................................................12
2.2.3 Membaca............................................................................................................15
2.2.4 Tujuan Membaca................................................................................................18
2.2.5 Membaca Sebagai Suatu Keterampilan.............................................................19
2.2.6 Aspek-aspek Membaca......................................................................................20
2.3 Konsep Dasar Literasi Membaca...............................................................................21
BAB III METODE PENELITIAN...........................................................................................26
3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian................................................................................26
3.2 Informan atau Subyek Penelitian...............................................................................27
3.3 Teknik Analisis Data.................................................................................................28
3.3.1 Teknik Pengumpulan Data.................................................................................28
3.4 Reduksi Data (Data Reduction).................................................................................31
3.5 Penyajian Data (Data Display)..................................................................................32
3.6 Penarikan Simpulan dan Verifikasi...........................................................................32
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................33
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul
“ANALISIS BUDAYA LITERASI MEMBACA MAHASISWA FAKULTAS ILMU
SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS TEKNOLOGI SUMBAWA TAHUN
2022” tepat pada waktunya.

Pada kesempatan ini, penulis hendak menyampaikan terima kasih kepada semua
pihak yang telah memberikan dukungan moril dan materil sehingga proposal penelitian ini
dapat selesai. Ucapan terima kasih ini penulis tunjukkan kepada:

1. Bapak Imam Yuliadi, S.Pd, M.Si., selaku dosen pembimbing yang telah mendidik
dan memberikan bimbingan kepada penulis selama proses penyusunan proposal
skripsi penelitian ini hingga selesai.
2. Bapak Supriadi, S.Pd, M.Ed., selaku dosen Sosiologi yang telah memberikan
motivasi serta membantu penulis dalam menyelesaikan proposal skripsi.
3. Segenap dosen Prodi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Teknologi Sumbawa yang telah memberikan ilmu kepada penulis.
4. Kedua orang tua yang telah mendoakan penulis serta mendidik penulis sehingga
penulis mampu menyelesaikan proposal skripsi.

Meskipun telah berusaha menyelesaikan proposal skripsi ini sebaik mungkin, penulis
menyadari bahwa proposal skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca guna menyempurnakan
segala kekurangan dalam penyusunan proposal skripsi ini.

Akhir kata penulis berharap semoga proposal skripsi penelitian ini berguna bagi para
pembaca dan pihak-pihak lain yang berkepentingan.

Sumbawa, 08 Maret 2022

Joni Firdaus Da Silva


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan di bidang pendidikan Indonesia telah memungkinkan pemberantasan


buta huruf dengan hasil yang sangat baik. Keberhasilan ini berdampak positif terhadap
perubahan nilai-nilai sosial dan sikap serta berkembangnya IPTEK pada taraf kehidupan yang
lebih baik. Pemerintah dalam memberantas buta huruf dalam meluaskan akses pendidikan
belum diikuti dengan keberhasilan dalam menumbuh kembangkan masyarakat yang literat.
Sehingga tingkat budaya literasi membaca masyarakat Indonesia masih tergolong sangat
rendah. Perkembangan teknologi informasi di masa ini juga belum mampu memberikan
dampak yang signifikan terhadap bertumbuhnya budaya literasi membaca masyarakat
Indonesia.

Menurut survei yang dilakukan oleh Badan Organisasi Pendidikan Ilmu Pengetahuan
dan Kebudayaan PBB (UNESCO) tahun 2019, Indonesia menduduki peringkat 60 dari 61
negara di dunia pada level literasi baca. Menanggapi hasil survei ini, Rhenald Kasali Guru
Besar Universitas Indonesia (UI), mengatakan survei yang menyatakan minat baca
masyarakat Indonesia terendah kedua di dunia, masih tergolong angka rata-rata keseluruhan
(Survei UNESCO dilansir dari Laman GenPi.co, 2020). Hal ini menunjukkan bahwa
kemampuan literasi membaca masyarakat Indonesia masih terbilang sangat rendah dan belum
menunjukkan perubahan yang begitu signifikan terhadap budaya literasi. Perkembangan
teknologi juga tidak terlepas dari perubahan-perubahan yang terjadi pada dunia pendidikan
khususnya budaya literasi.

Budaya literasi ini sangatlah penting diterapkan pada lingkungan pendidikan yang
merupakan tempat bertumbuhnya literasi. Lembaga pendidikan sangat erat kaitannya dengan
budaya literasi seperti membaca ataupun menulis. Pada kenyataannya di dunia pendidikan
khususnya di perguruan tinggi masih terdapat persoalan mengenai rendahnya budaya literasi
membaca terhadap mahasiswa. Mahasiswa dengan segala peranannya yang dianggap sebagai
tokoh figur penting yang dapat memberikan kontribusi nyata terhadap kehidupan sosial, serta
sebagai seorang intelektual yang mampu memberikan sumbangsi pemikiran kritisnya
terhadap masyarakat justru sangat bertolak belakang dari marwah seorang mahasiswa.
Perkembangan teknologi dan informasi juga menyebabkan terjadinya pergeseran
perubahan terhadap perilaku dan juga prespektif mahasiswa terhadap budaya literasi.
Terdapat sejumlah mahasiswa yang masih begitu apatis dengan budaya literatur seperti
berdiskusi atau membaca buku. Padahal berdiskusi atau membaca buku merupakan ciri khas
dari seorang mahasiswa yang berintelektual. Akan tetapi, aktivitas yang seperti itu kini telah
memudar seiring berjalannya waktu. Mahasiswa lebih cenderung menghabiskan waktunya
dengan hal-hal yang sifatnya lebih kepada huforia dan cenderung memanfaatkan waktunya
untuk meningkatkan kualitas dirinya dalam bidang akademik.

Membaca merupakan aktivitas yang seharusnya dilakukan oleh seorang mahasiswa


guna memperoleh sebuah informasi atau untuk menambah wawasan pengetahuan. Membaca
juga merupakan proses untuk melatih kecerdasan dalam berpikir kritis, sedangkan diskusi
adalah implementasi daripada hasil membaca itu sendiri. Sayangnya, budaya literasi itu
sendiri masih belum melekat pada diri mahasiswa. Sehingga minat atau ketertarikan
mahasiswa terhadap membaca pun kian meredup. Menurut Hariyati dalam (Hasnadi, 2019),
bahwa kegiatan literasi di kalangan mahasiswa masih tergolong rendah kalau dilihat dari
aktivitas mahasiswa dalam kegiatan akademik dan non akademik, dan belum adanya prestasi
yang ditunjukkan oleh mahasiswa dalam kegiatan-kegiatan literasi.

Di lingkungan Universitas Teknologi Sumbawa telah disediakannya fasilitas yang


memadai untuk menunjang peningkatan minat membaca mahasiswa. Salah satu fasilitas yang
disediakan kampus ialah perpustakaan. Namun demikian, fasilitas yang disediakan terkadang
tidak berbanding lurus dengan minat membaca mahasiswa yang tinggi. Berdasarkan hasil
survei secara umum menunjukkan bahwa minat membaca masyarakat masih terbilang relatif
rendah. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Internasional Education Achievement
(IEA) pada awal tahun 2000, menunjukkan bahwa kualitas membaca anak-anak Indonesia
menduduki urutan ke-29 dari 31 negara di Asia, Afrika, Eropa dan Amerika. Dengan
demikian bahwa angka kualitas sumber daya masyarakat di Indonesia masih sangat rendah
ketimbang di negara lainnya.

Kampus yang merupakan tempat berkumpulnya para akademisi yang dapat menjadi
lentera dalam menumbuhkan budaya literasi baik di lingkungan kampus maupun lingkungan
masyarakat. Mahasiswa sebagai kaum cendikia dan berbudaya seharusnya memiliki budaya
baca yang baik. Ketika budaya membaca baik tentu pengetahuan dan keterampilan dengan
mudah dikuasai. Akan tetapi perihal tersebut belum terjadi sehingga pengetahuan yang
diperoleh mahasiswa masih di dominasi dari pengetahuan yang diberikan oleh dosen. Selain
dari itu proses membaca hanya dilakukan ketika dosen memberikan tugas atau pada saat
ujian. Perihal ini disebabkan mahasiswa yang membaca ketika mendapat perintah dari
dosennya dan bukan atas dasar kesadaran diri.

Secara etimologi kata minat bila diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris yaitu interest
yang artinya kesukaan atau ketertarikan pada sesuatu yang di gemarinya. Seseorang yang
gemar terhadap suatu pekerjaan akan melakukannyanya secara mandiri tanpa adanya faktor
dorongan dari orang lain dalam menjalankan aktivitas tersebut. Pekerjaan yang dilakukan
secara mandiri tentunya mengalami kepuasaan atau kebahagiaan tersendiri dalam diri orang
tersebut. Pada dasarnya minat terhadap membaca merupakan derajat kebahagiaan yang tinggi
karena adanya upaya dorongan yang menimbulkan pribadi seseorang untuk melakukan
sesuatu yang berkaitan dengan aktivitas membaca agar memperoleh pengetahuan dan
manfaat untuk dirinya. Kegemaran terhadap membaca menjadi keterampilan dasar penting
yang dimiliki setiap insan. Perihal ini telah disampaikan oleh Slameto dalam (Akbar, 2020),
minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa
ada yang menyuruh.

Menurut Munir & Hidayatullah dalam (Mansyur, 2020), melalui kegiatan membaca
seseorang dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasannya, mengetahui bagaimana
keadaan di sekitarnya, keadaan ekonomi global dan sebagainya. Gemar membaca yang tinggi
akan mempengaruhi minat mahasiswa dalam membaca dikarenakan mampu melatih
kemampuan berfikir, mengasah kemampuan menulis atau membaca, meningkatkan
pemahaman serta mendukung keterampilan public speaking, dan menambah khazanah
wawasan dan pengetahuan. Ini menunjukkan bahwa semakin tinggi minat membaca
mahasiswa justru semakin meningkatnya performa kualitas diri mahasiswa tersebut.

Dalam hal ini, persoalan aktivitas membaca juga disampaikan oleh Prasetyono yang
dikemukakan dalam (Muslimin, 2018), beberapa tujuan dari aktivitas membaca antara lain:
(1) membaca sebagai suatu kesenangan tidak melibatkan proses pemikiran yang rumit, (2)
membaca untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan seperti, membaca buku pelajaran
atau buku ilmiah, (3) membaca untuk melakukan sesuatu pekerjaan atau profesi. Aktivitas
membaca juga dapat dikatakan sebagai kegiatan atau proses penyerapan serta pemahaman
pesan atau informasi di dalam tulisan. Oleh karena itu, aktivitas membaca merupakan
kegiatan yang dapat merangsang otak untuk mencerna dan memahami serta melatih otak
untuk berpikir tajam. Melalui membaca mahasiswa dapat memaknai suatu kejadian dan
melahirkan pemikiran-pemikiran kritis. Semakin gemar mahasiswa terlibat dengan bacaan
maka semakin luas pengetahuan yang dikuasai.

Berdasarkan hasil pengamatan awal yang dilakukan oleh peneliti, maka peneliti
menemukan bahwa masih terdapat rendahnya budaya literasi. Oleh sebab itu, peneliti tertarik
untuk mengkaji dan meneliti permasalahan yang berkaitan dengan budaya literasi. Adapun
penelitian ini berjudul “Analisis Budaya Literasi Membaca Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Poilitik Universitas Teknologi Sumbawa Tahun 2022”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan fokus penelitian yang telah dipaparkan, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini antara lain:
a. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi budaya literasi membaca mahasiswa
FISIP Universitas Teknologi Sumbawa?
b. Bagaimana pengaruh budaya literasi membaca mahasiswa terhadap pemahaman
materi perkuliahan?
c. Bagaimana budaya literasi dalam minat membaca mahasiswa FISIP Universitas
Teknologi Sumbawa?

1.3 Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini adapun tujuan yang ingin dicapai peneliti adalah sebagai berikut:
a. Mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi budaya literasi membaca
mahasiswa FISIP Universitas Teknologi Sumbawa
b. Mendeskripsikan pengaruh budaya literasi membaca mahasiswa terhadap pemahaman
materi perkuliahan
c. Mendeskripsikan budaya literasi dalam minat membaca mahasiswa FISIP Universitas
Teknologi Mahasiswa

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini berisi tentang kontribusi apa yang akan diberikan setelah
selesai melakukan penelitian. Hal ini harus mengacu pada masalah-masalah sesuai dengan
rumusan masalah dalam penelitian ini. Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian
ini adalah sebagai berikut:

1.4.1 Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini secara teoritis nantinya diharapkan mampu memberikan kontribusi
pemikiran serta memberikan manfaat yang signifikan bagi semua pihak, khususnya bagi
pihak-pihak yang berkompeten dengan permasalahan yang diangkat dan memperkaya
wawasan dalam dunia pendidikan, serta perkembangan ilmu pengetahuan, tentang budaya
literasi dalam minat membaca mahasiswa FISIP Universitas Teknologi Sumbawa. Selain itu,
penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi acuan atau referensi tambahan dan perbandingan
bagi penelitian selanjutnya.

1.4.2 Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis dari penelitian ini diantaranya adalah:

a. Bagi Peneliti
1) Penelitian ini memberikan pengalaman dan latihan kepada peneliti dalam penulisan
karya ilmiah secara teoritis dan praktik.
2) Penelitian ini memberikan wawasan pengetahuan peneliti tentang analisis budaya
literasi membaca mahasiswa FISIP Universitas Teknologi Sumbawa dan juga dapat
memberikan manfaat dalam mengembangkan kompetensi peneliti.
3) Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar S1 (Strata Satu) Sarjana Sosiologi.
b. Bagi Masyarakat
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi aktual serta wawasan kepada
masyarakat dan kesadaran masyarakat mengenai budaya literasi membaca mahasiswa
FISIP Universitas Teknologi Sumbawa

1.4.3 Manfaat Akademik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber rujukan tambahan
atau informasi dalam penelitian lanjutan tentang analisis budaya literasi membaca mahasiswa
fakultas ilmu sosial dan politik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Terdahulu

Nama Peneliti Aulia Akbar (2020) Muhamad Sadli & Baiq Arnika Nunuk Hariyati, Syunu
Saadati (2019) Trihantoyo & Moh. Syahidul
Haq
Judul Penelitian Minat Literasi Mahasiswa Analisis Pengembangan Budaya Optimalisasi Budaya Literasi
Literasi Dalam Meningkatkan Mahasiswa Fakultas Ilmu
Minat Membaca Siswa Di Pendidikan Universitas Negeri
Sekolah Dasar Surabaya
Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah Penelitian ini bertujuan untuk Penelitian ini bertujuan untuk
Penelitian untuk mengetahui faktor-faktor mendeskripsikan dan mengetahui aktifitas yang
apa saja yang menjadi menganalisis pengembangan mencerminkan budaya literasi
penghambat kemajuan literasi budaya literasi di Sekolah Dasar di kalangan mahasiswa di
ilmiah mahasiswa serta alternatif Negeri 01 Kauman Kota Malang Fakultas Ilmu Pendidikan
solusi yang ditawarkan untuk Unesa, baik dalam kegiatan
mengatasi hal tersebut akademik maupun
nonakademik, serta strategi
yang dilaksanakan dalam
penumbuhkembangan budaya
literasi di lingkungan Fakultas
Ilmu Pendidikan Unesa.
Metode Penelitian ini menggunakan Penelitian ini menggunakan Penelitian ini dilakukan
Penelitian metode survei dengan metode penelitian kualitatif dengan menggunakan
menyebarkan angket kepada deskriptif dengan pendekatan pendekatan kualitatif dengan
responden. Populasi dan studi kasus. rancangan penelitian studi
kasus. Pengumpulan data
sampel pada penelitian ini
dilakukan dengan
adalah mahasiswa semester menggunakan teknik
III dan V sebanyak 100 orang wawancara, observasi, dan
mahasiswa dokumentasi. Selanjutnya, data
yang terkumpul dianalisis
melalui analisis data model
interaktif dan dilakukan
pengecekan keabsahan data
melalui uji kredibilitas,
dependabilitas, dan
konfirmabilitas.
Hasil Penelitian Penelitian diperoleh data bahwa Hasil penelitian menunjukkan Hasil penelitian menunjukkan
97% menjawab bahwa kegiatan bahwa implikasi pengembangan bahwa kegiatan literasi di
membaca merupakan aktivitas budaya literasi dapat kalangan mahasiswa Fakultas
yang sangat penting. Namun, meningkatkan kegemaran, Ilmu Pendidikan Unesa masih
sebanyak 3% remaja ketertarikan, dan minat membaca tergolong rendah dilihat dari
menghabiskan waktu dengan pada siswa. aktifitas mahasiswa dalam
membaca, 61% menjawab jalan- kegiatan akademik dan
jalan, dan 36% menjawab nonakademik, serta belum
dengan jawaban yang variatif adanya prestasi yang
seperti: menonton TV, ditunjukkan mahasiswa dalam
berkumpul bersama keluarga, event-event literasi. Upaya
berolahraga dll. Dari data yang pembiasaan kegiatan literasi
diperoleh dapat diartikan bahwa telah dilakukan oleh para
mayoritas remaja tidak memilih dosen melalui penugasan yang
menghabiskan waktu senggang diberikan kepada mahasiswa.
dengan membaca. Hal ini Selama ini belum terdapat
dilakukan sebab mereka merasa aturan khusus yang mengatur
membaca buku merupakan tentang literasi di lingkungan
kegiatan yang membosankan FIP. Namun, para pimpinan
dan berat untuk dilakukan. FIP akan terus mengupayakan
optimalisasi budaya literasi
dengan melakukan strategi
penumbuhkembangan budaya
literasi melalui penekanan
terhadap dosen yang dijadikan
sebagai role model
Persamaan Persamaan penelitian ini ialah Persamaan penelitian ini ialah Persamaan penelitian ini ialah
Penelitian sama-sama meneliti tentang sama-sama meneliti tentang sama-sama meneliti tentang
budaya literasi terhadap peserta budaya literasi terhadap peserta budaya literasi terhadap
didik didik peserta didik
Perbedaan Perbedaan penelitian ini ialah Perbedaan penelitian ini ialah Perbedaan penelitian ini
Penelitian rendahnya minat mahasiswa pada pengembangan budaya ialah mengoptimalkan
dalam membaca buku-buku literasi dalam meningkatkan budaya literasi mahasiswa
ilmiah serta minimnya minat membaca siswa di fakultas ilmu Pendidikan
pengetahuan mahasiswa sekolah dasar universitas negeri surabaya
mengenai materi perkuliahan

2.2 Budaya Literasi

2.2.1 Budaya

Menurut Koentjaraningrat kata “kebudayaan” berasal dari (Bahasa Sansekerta)


buddhayah yang merupakan bentuk jamak kata “buddhi” yang berarti budi atau akal.
Kebudayaan diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal. Adapun
istilah culture yang merupakan istilah bahasa asing yang sama artinya dengan kebudayaan
berasal dari kata Latin colere. Artinya mengolah atau mengerjakan, yaitu mengolah tanah
atau bertani. Dari asal arti tersebut, yaitu colere kemudian culture, diartikan sebagai segala
daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam (Soerjono & Budi, 2017).

Ada sarjana lain yang mengupas kata budaya sebagai suatu perkembangan dari kata
majemuk budi-daya, yang berarti “daya dan budi”. Karena itu mereka membedakan “budaya”
dan “kebudayaan”. Demikianlah “budaya adalah daya dan budi” yang berupa cipta, karsa,
dan rasa. Sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa, dan rasa itu. Dalam istilah
antropologi budaya perbedaan itu ditiadakan. Kata budaya di sini hanya dipakai sebagai suatu
singkatan saja dari kebudayaan dengan arti yang sama (Koentjaraningrat, 2015).

Dengan kata lain, kebudayaan mencakup semuanya yang didapatkan atau dipelajari
oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang
dipelajari dari pola-pola perilaku yang normatif. Artinya, mencakup segala cara-cara atau
pola-pola berpikir, merasakan, dan bertindak. Seorang sosiolog mau tidak mau harus
menaruh perhatian juga pada hal tersebut. Akan tetapi dia terutama akan menaruh perhatian
pada perilaku sosial, yaitu pola-pola perilaku yang membentuk struktur sosial masyarakat.
Jelas bahwa perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh peralatan yang dihasilkannya serta
ilmu pengetahuan yang dimilikinya atau didapatkannya. Namun, seorang sosiolog lebih
menaruh perhatian pada perilaku sosial. (Soerjono & Budi, 2017).

Menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi dalam (Soerjono & Budi, 2017),
merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Karya
masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah
(material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya agar
kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan masyarakat.

Rasa yang meliputi jiwa manusia mewujudkan segala kaidah-kaidah dan nilai-nilai
sosial yang perlu untuk mengatur masalah-masalah kemasyarakatan dalam arti yang luas. Di
dalamanya termasuk misalnya saja agama, ideologi, kebatinan, kesenian, dan semua unsur
yang merupakan hasil ekspresi jiwa manusia yang hidup sebagai anggota masyarakat.
Selanjutnya, cipta merupakan kemampuan mental, kemampuan berpikir orang-orang yang
hidup bermasyarakat, dan yang antara lain menghasilkan filsafat serta ilmu pengetahuan
(Soerjono & Budi, 2017).

Cipta merupakan, baik yang berwujud teori murni, maupun yang telah disusun untuk
langsung diamalkan dalam kehidupan masyarakat. Rasa dan cinta dinamakan pula
kebudayaan rohaniah (spiritual atau immaterial culture). Semua karya, rasa, dan cipta
dikuasai oleh karsa orang-orang yang menentukan kegunaannya agar sesuai dengan
kepentingan Sebagian besar atau dengan seluruh masyarakat. Pendapat tersebut dapat saja
dipergunakan sebagai pegangan. Namun demikian, apabila dianalisis lebih lanjut, manusia
sebenarnya mempunyai segi materiil dan segi spirituil di dalam kehidupannya. Segi materiil
mengandung karya, yaitu kemampuan manusia untuk menghasilkan benda-benda maupun
lain-lainnya yang berwujud benda. Segi spiritual manusia mengandung cipta yang
menghasilkan ilmu pengetahuan, karsa yang menghasilkan kaidah kepercayaan, kesusilaan,
kesopanan, dan hukum, serta rasa yang menghasilkan keindahan. Manusia berusaha
mendapatkan ilmu pengetahuan melalui logika, menyerasikan perilaku terhadap kaidah-
kaidah melalui etika, dan mendapatkan keindahan melalui estetika. Hal itu semuanya
merupakan kebudayaan yang juga dapat dipergunakan sebagai patokan analisis (Soerjono &
Budi, 2017).

2.2.2 Literasi

Secara tradisional, literasi dipandang sebagai kemampuan membaca dan menulis.


Orang yang dapat dikatakan literat dalam pandangan ini adalah orang mampu membaca dan
menulis atau bebas buta huruf. Pengertian literasi selanjutnya berkembang menjadi
kemampuan membaca, menulis, berbicara, dan menyimak (Yunus et al., 2018). Sejalan
dengan pengertian di atas, Badan Kemendikbud menjelaskan dalam (Hasnadi, 2019), bahwa
literasi merupakan kemampuan seseorang dalam mengakses, memahami, dan menggunakan
sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas, seperti membaca, melihat, menyimak,
menulis dan berbicara.

Ada berbagai macam literasi, yaitu; literasi komputer (computer literacy), literasi
media (media literacy), literasi ekonomi (economy literacy), literasi teknologi (technology
literacy), literasi moral (moral literacy) dan literasi informasi (information literacy). Literat
adalah orang yang mampu menguasai keterampilan membaca dan menulis (Hasnadi, 2019).
Pada masa perkembangan awal, literasi didefinisikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan bahasa dan gambar dalam bentuk yang kaya dan beragam untuk membaca,
menulis, mendengarkan, berbicara, melihat, meyajikan, dan berpikir kritis tentang ide-ide.
Hal ini memungkinkan kita untuk berbagi informasi, berinteraksi dengan orang lain, dan
untuk membuat makna (Yunus et al., 2018).

Literasi merupakan proses yang kompleks yang melibatkan pembangunan


pengetahuan sebelumnya, budaya, dan pengalaman untuk mengembangkan pengetahuan baru
dan pemahaman yang lebih dalam. Literasi berfungsi untuk menghubungkan individu dan
masyarakat, serta merupakan alat penting bagi individu untuk tumbuh dan berpartisipasi aktif
dalam masyarakat yang demokratis (Yunus et al., 2018).
Perkembangan kedua konsepsi literasi dicirikan oleh sejumlah pandangan yang
menyatakan bahwa literasi berkaitan erat dengan situasi dan praktik sosial. Pandangan ini
mendefenisikan literasi sebagai praktik sosial dan budaya ketimbang dipandang sebagai
prestasi kognitif yang bebas konteks. Literasi lebih lanjut dipandang sebagai keyakinan
budaya dan habitualnya. Pandangan ini lahir berdasarkan sudut pandang para ahli yang
menafsirkan dan menghubungkan literasi dengan konteks dunia. Perubahan ini memainkan
peran penting dalam proses pengembangan kemampuan literasi siswa dan pendekatan yang
digunakan siswa untuk mempelajari berbagai bidang akademik (Yunus et al., 2018).

Dalam generasi ketiga, pengertian literasi diperluas oleh semakin berkembang


pesatnya teknologi informasi dan multimedia. Literasi dalam konteks ini telah diperluas ke
dalam beberapa jenis elemen literasi, seperti visual, auditori, dan spasial daripada kata-kata
yang tertulis. Menurut Mills dalam (Yunus et al., 2018) menyatakan bahwa kita telah
mengalami pergeseran sejarah budaya teks cetak yang lebih luas, menuju satu titik di mana
modus visual lebih menonjol atas bantuan teknologi baru.

Terhadap hal ini, Bosman dalam (Yunus et al., 2018) memberikan sebuah contoh
yakni bahwa Ensiklopedia Britannica yang telah dikenal dalam bentuk cetakan selama 244
tahun, kini telah berubah menjadi sebuah kamus versi online berbantuan komponen
multimedia. Padahal di sisi lain, membaca dan menulis di internet dan melalui multimedia
modalitas (hypertext) membutuhkan cara yang berbeda ketika berinteraksi dengan teks.
Ketika membaca multimedia, pembaca bergerak dari kebiasaan membaca secara sempit,
linear, dan hanya berorientasi pada teks cetak, menuju konteks multidimensi dan interaktif
(Yunus et al., 2018).

Dalam generasi keempat, Freire menjelaskan bahwa literasi telah dipandang sebagai
konstruksi sosial dan tidak pernah netral. Teks-teks yang siswa baca telah diposisikan. Ini
berarti bahwa teks yang ditulis seorang penulis telah dibentuk berdasarkan posisi mereka (di
mana mereka berada dan di mana mereka berdiri, serta bagaimana posisi ini memungkinkan
mereka untuk melihat dan tidak melihat). Posisi seorang penulis meliputi banyak aspek,
seperti keyakinan mereka, nilai-nilai, sikap, posisi sosial (misalnya, usia, ras, kelas, dan
etnis), serta pengalaman (misalnya, Pendidikan, Bahasa, dan perjalanan). Karena posisi
penulis mungkin berbeda dari posisi pembaca, sangat penting bagi siswa untuk
mengembangkan kemampuan literasi kritis (Yunus et al., 2018).
Sejalan dengan itu, menurut Martello literasi kritis merupakan kemampuan untuk
mengkritik teks berdasarkan sudut pandang yang berbeda, untuk menentang status qou, dan
untuk mempertanyakan otoritas yang telah banyak diakui. Literasi kritis dianggap sebagai
kemampuan yang sama pentingnya dengan kemampuan untuk memecahkan kode teks.
Sejalan dengan kemudahan akses informasi, kemampuan siswa untuk mengkritik teks
memilih peran yang sangat penting, dan literasi kritis ini harus menjadi bagian dari setiap
jalur literasi siswa (Yunus et al., 2018).

Istilah literasi dalam generasi kelima dikenal pula dengan istilah multiliterasi. Istilah
multiliterasi mengandung pengertian sebagai keterampilan menggunakan beragam cara untuk
menyatakan dan memahami ide-ide dan informasi, dengan menggunakan bentuk-bentuk teks
konvensional maupun teks inovatif, simbol, dan multimedia. Dalam pandangan multiliterasi,
siswa perlu menjadi ahli dalam memahami dan menggunakan berbagai bentuk teks, media,
dan sistem symbol untuk memaksimalkan potensi belajar mereka, mengikuti perubahan
teknologi, dan secara aktif berpartisipasi dalam komunitas global. Dengan demikian,
pembelajaran literasi ditujukan untuk mengembangkan keterampilan siswa dalam literasi
kritis, literasi visual, literasi media, literasi teknologi, literasi lintas kurikulum, serta literasi
dalam bahasa lain (Yunus et al., 2018).

Konsep multiliterasi sebagaimana di atas, sejalan dengan konsep Eisner yang


menyatakan bahwa multiliterasi merupakan kemampuan membaca, menulis puisi, membagi,
melukis, menari, menulis novel, ataupun kemampuan berkontak dengan berbagai media yang
memerlukan literasi. Dengan demikian, Eisner berpendapat bahwa literasi dapat dipandang
sebagai cara untuk menemukan dan membuat makna dari berbagai bentuk representasi yang
ada di sekitar kita (Yunus et al., 2018).

Pandangan Eisner di atas, senada dengan pandangan C. Luke yang menyatakan bahwa
multiliterasi merupakan kemampuan memandang pengetahuan secara integratif, tematik,
multimodal, dan interdisipliner. Berdasarkan sudut pandang ini, upaya membangun makna
dapat dilakukan terhadap berbagai bentuk media komunikasi. Segala media yang dapat
didekatkan dengan literasi dianggap menyimpan makna, sehingga pengetahuan akan semakin
berkembang jika makna-makna dari berbagai symbol representative tersebut dapat digali dan
ditemukan (Yunus et al., 2018).
2.2.3 Membaca

Membaca merupakan aktivitas yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh


informasi maupun untuk menambah wawasan. Aktivitas membaca dapat dilakukan oleh siapa
saja, baik itu anak-anak, dewasa, maupun lansia. Hal ini disebabkan karena kegiatan
membaca tidak ada batasan usia. Membaca juga merupakan bagian dari aktivitas berbahasa
yang berkaitan dengan kemampuan reseptif. Hal ini karena kemampuan membaca dilakukan
melalui proses menerima dan memahami sebuah informasi dari teks yang dibaca (Hakim,
2021).

Membaca merupakan kegiatan yang seharusnya patut untuk ditingkatkan dalam diri
manusia. Menurut Ghazali dalam (Muslimin, 2018) mengemukakan bahwa, membaca adalah
proses pemecahan sandi terhadap simbol-simbol tertulis, karena diawali dengan memahami
segmen-segmen terkecil (huruf, suku kata, kata) dalam teks dan kemudian dibangun agar
mencakup unit-unit yang lebih besar. Membaca juga merupakan keterampilan yang paling
utama yang harus dipelajari oleh peserta didik. Hal ini dapat dipahami sebab keberhasilan
peserta didik dalam belajar ditentukan oleh kemampuannya dalam membaca. Melalui
membaca pula seseorang dapat berkomunikasi dengan tulisan tanpa harus berhadapan
langsung dengan penulisnya.

Menurut Ma’mur dalam (Neng et al., 2016), membaca merupakan kegiatan rutin yang
tidak dapat dipisahkan dari gaya kehidupan manusia modern, terlebih lagi dalam dunia
Pendidikan. Membaca adalah proses interaktif yang berlangsung antara pembaca dan teks,
sehingga pembaca menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan strategi untuk menentukan
apa makna yang terkandung di dalam teks.

Sedangkan menurut Byrne (Neng et al., 2016) dalam jurnalnya yang berjudul
“Modules for the Professional Preparation of Teaching Assistants in Foreign Language”
tahun 1998 menjelaskan bahwa pengetahuan membaca meliputi:

1. Kompetensi linguistik: kemampuan untuk mengenali unsur-unsur sistem tulisan;


pengetahuan kosakata; pengetahuan tentang bagaimana kata-kata menjadi kalimat
terstruktur.
2. Kompetensi wacana: pengetahuan tentang membuat wacana dan bagaimana teks saling
berhubungan satu sama lain.
3. Kompetensi sosiolinguistik: pengetahuan tentang berbagai jenis teks dan struktur untuk
mengetahui perbedaan antara teks dan struktur tersebut.
4. Kompetensi strategi: kemampuan untuk menggunakan strategi top-down, serta
pengetahuan tentang bahasa (strategi bottom-up).

Jadi, tujuan membaca adalah untuk menentukan pengetahuan yang spesifik,


keterampilan, dan strategi yang perlu untuk dipahami oleh pembaca. Hasil bacaan adalah
ketika pembaca tahu keterampilan dan strategi yang tepat untuk jenis teks, dan memahami
bagaimana menerapkannya untuk mencapai tujuan membaca (Neng et al., 2016).

Menurut Rivers & Temperley dalam (Neng et al., 2016) menyatakan bahwa ada tujuh
tujuan utama membaca:

a. Untuk memperoleh informasi dengan maksud karena kita ingin tahu tentang beberapa
topik.
b. Untuk mendapatkan petunjuk tentang cara melakukan beberapa pekerjaan dalam
kehidupan sehari-hari (misalnya, mengetahui bagaimana sebuah alat bekerja)
c. Untuk bertindak dalam bermain, bermain game, melakukan teka-teki
d. Untuk tetap berhubungan dengan teman-teman melalui korespondensi atau untuk
memahami surat bisnis
e. Untuk mengetahui kapan atau di mana sesuatu akan terjadi atau apa yang tersedia
f. Untuk mengetahui apa yang terjadi atau telah terjadi (seperti yang dilaporkan dalam
surat kabar, majalah, laporan)
g. Untuk hobi atau kesenangan.

Pandangan di atas sejalan dengan Morrison dalam (Neng et al., 2016), bahwa
membaca juga dapat diartikan sebagai proses belajar untuk mengucapkan kata. Spesialis di
bidang Pendidikan, percaya bahwa membaca melibatkan lebih dari proses keterampilan lain
dan berpikir. Kegiatan membaca dapat dilakukan dari sejak kecil, mengenalkan gambar dan
teks dalam buku serta membacakannya pada seorang anak dapat merangsang kemampuan
berkomunikasi mereka.

Menurut Nunan dalam (Neng et al., 2016), membaca memiliki pendekatan top-down
dan bottom-up. Dalam pendekatan bottom-up pembaca melihat bacaan sebagai proses
decoding atau symbol yang ditulis setara. Sedangkan dalam pendekataan top-down bahwa
belajar membaca tentunya harus melibatkan proses yang sama misalnya, pembaca yang fasih
dapat mengenali kata-kata berdasarkan sudut pandangnya. Davis dengan jurnalnya
“Introducing Reading” dalam (Neng et al., 2016) menetapkan ada empat jenis membaca
yaitu:

1. Membaca reseptif, yang merupakan cepat, membaca otomatis yang kita lakukan
Ketika kita membaca narasi
2. Membaca reflektif, di mana kita berhenti sejenak dan merenungkan apa yang telah
kita baca
3. Skimming, di mana kita membaca cepat untuk membangun secara umum apa yang
terkandung dalam teks
4. Scanning, atau mencari informasi tertentu.

Membaca dapat membantu seseorang menjadi sadar tentang perbedaan teks dan
strategi yang mereka gunakan untuk membuat makna ketika mereka membaca, memiliki rasa
kontrol atas proses berpikir mereka sendiri, dan untuk menjadi pembaca kritis. Dalam hal ini
mahasiswa sebagai subjek harus terlebih dahulu mampu memahami apa yang dikatakan
dalam teks sebelum mereka dapat memproses informasi ke tingkat yang lebih tinggi. Untuk
membuat mahasiswa memahami dalam membaca, area isi bacaan harus diajarkan di kedua
keterampilan dan proses yang diperlukan untuk belajar dari teks.

Selain itu, Anderson & Nunan dalam (Neng et al., 2016) menyebutkan bahwa ada tiga
jenis utama dari teks sekolah dengan pendekatan yang berbeda dari bagian pembaca:

1. Informasi-terfokus, umumnya menyajikan informasi yang diselenggarakan di sub


kategori logis dan menggunakan pola teoritis sebab akibat
2. Konsep-terfokus, yang biasa digunakan dalam teks ilmu
3. Proses berfokus teks, umumnya ditemukan dalam teks matematika. Jadi, isi teks
berbeda karena setiap tubuh pengetahuan memiliki kerangka sendiri.

Hal ini mengasumsikan bahwa peserta didik khususnya mahasiswa harus mampu
belajar dari berbagai teks. Membaca adalah strategi untuk membantu peserta didik untuk
berkembang menjadi pembaca mandiri yang strategis dapat menulis untuk memperoleh
pengetahuan baru dalam mata kuliah mereka. Sebenarnya, itu menjadi tantangan bagi dosen
untuk membantu mahasiswa mengembangkan strategi mereka dalam membaca dan
berinteraksi dengan teks, karena sebagian besar peserta didik tidak memiliki latar belakang
pengetahuan untuk memahami informasi yang disajikan.
Tujuan membaca adalah untuk belajar hal yang relevan dengan latar belakang
pengetahuan. Mahasiswa mempunyai tujuan berbeda, karena itu dosen perlu memastikan
bahwa mereka memiliki tujuan yang jelas untuk membaca sebelum melibatkannya dalam
kegiatan membaca untuk fokus pada proses membaca. Tujuan utama ini adalah dapat
tercapainya program membaca di perguruan tinggi khususnya di kalangan mahasiswa supaya
mereka bagus dalam kemampuan akademik sehingga membantu mereka dalam
mengembangkan pribadi melalui budaya baca tulis.

Selain itu, tujuan dari membaca adalah untuk mengembangkan literasi konten.
Menurut Anderson & Nunan dalam (Neng et al., 2016) mengatakan bahwa literasi sebagai
kemampuan untuk menggunakan membaca dan menulis untuk akuisisi konten baru dalam
disiplin ilmu tertentu. Hal ini akan terjadi jika peserta didik dapat memahami isi informasi
dari apa yang mereka baca. Untuk memudahkan literasi, para guru dapat mentransfernya di
kehidupan nyata, sehingga peserta didik dapat melihat nilai apa yang mereka pelajari di
sekolah dan menerapkannya di luar sekolah. Miller dalam (Neng et al., 2016), literasi
berkembang dalam berbagai konteks yang bervariasi. Itulah sebabnya bahwa membaca dan
menulis sangat erat kaitannya.

2.2.4 Tujuan Membaca

Tujuan utama dalam membaca adalah untuk mencari serta memperoleh informasi,
mencakup isi, memahami makna bacaan. Makna, arti (meaning) erat sekali berhubungan
dengan maksud tujuan, atau intensif kita dalam membaca. Berikut ini, Broughton dalam
(Taringan, Guntur, 2015) mengemukakan beberapa hal yang penting:

a. Membaca untuk menemukan atau mengetahui penemuan-penemuan yang telah


dilakukan oleh tokoh; apa-apa yang telah dibuat oleh tokoh; apa yang telah tejadi
pada tokoh khusus, atau untuk memecahkan masalah-masalah yang dibuat oleh tokoh.
Membaca seperti ini disebut membaca untuk memperoleh perincian-perincian atau
fakta-fakta (reading for details or facts).
b. Membaca untuk mengetahui mengapa hal itu merupakan topik yang baik dan
menarik, masalah yang terdapat dalam cerita, apa-apa yang dipelajari atau yang
dialami tokoh, dan merangkumkan hal-hal yang dilakukan oleh tokoh untuk mencapai
tujuannya. Membaca seperti ini disebut membaca untuk memperoleh ide-ide utama
(reading for main ideas).
c. Membaca untuk menemukan atau mengetahui apa yang terjadi pada setiap bagian
cerita, apa yang terjadi mula-mula pertama, kedua, dan ketiga/seterusnya – setiap
tahap dibuat untuk memecahkan suatu masalah, adegan-adegan dan kejadian, kejadian
buat dramatisasi. Ini disebut membaca untuk mengetahui urutan atau susunan,
organisasi cerita (reading for sequence or organization).
d. Membaca untuk menemukan serta mengetahui mengapa para tokoh merasakan seperti
cara mereka itu, apa yang hendak diperlihatkan oleh pengarang kepada para pembaca,
mengapa para tokoh berubah, kualitas-kualitas yang dimiliki para tokoh yang
membuat mereka berhasil atau gagal. Ini disebut membaca untuk menyimpulkan,
membaca inferensi (reading for inference).
e. Membaca untuk menemukan serta mengetahui apa-apa yang tidak biasa, tidak wajar
mengenai seseorang tokoh, apa yang lucu dalam cerita, atau apakah cerita itu benar
atau tidak benar. Ini disebut membaca untuk mengelompokkan, membaca untuk
mengklasifikasikan (reading to classify).
f. Membaca untuk menemukan apakah tokoh berhasil atau hidup dengan ukuran-ukuran
tertentu, apakah kita ingin berbuat seperti yang diperbuat oleh tokoh, atau bekerja
seperti cara tokoh bekerja dalam cerita itu. Ini disebut membaca menilai, membaca
mengevaluasi (reading to evaluate).
g. Membaca untuk menemukan bagaimana caranya tokoh berubah, bagaimana hidupnya
berbeda dari kehidupan yang kita kenal, bagaimana dua cerita mempunyai persamaan,
dan bagaimana tokoh menyerupai pembaca. Ini disebut membaca untuk
memperbandingkan atau mempertentangkan (reading to compare or contrast).

2.2.5 Membaca Sebagai Suatu Keterampilan

Menurut Broughton dalam (Taringan, Guntur, 2015) Setiap guru Bahasa haruslah
menyadari serta memahami benar bahwa membaca adalah suatu keterampilan yang
kompleks, yang rumit, yang mencakup atau melibatkan serangkaian keterampilan-
keterampilan yang lebih kecil. Dengan perkataan lain, keterampilan membaca mencakup tiga
komponen, yaitu:

a. Pengenalan terhadap aksara serta tanda-tanda baca


b. Korelasi aksara beserta tanda-tanda baca dengan unsur-unsur linguistic yang formal
c. Hubungan lebih lanjut dari A dan B dengan makna atau meaning.
Keterampilan A merupakan suatu kemampuan untuk mengenal bentuk-bentuk yang
disesuaikan dengan mode yang berupa gambar, gambar di atas suatu lembaran, lengkungan-
lengkungan, garis-garis, dan titik-titik dalam hubungan-hubungan berpola yang teratur rapi.

Keterampilan B merupakan suatu kemampuan untuk menghubungkan tanda-tanda


hitam di atas kertas – yaitu gambar-gambar berpola tersebut – dengan Bahasa. Adalah tidak
mungkin belajar membaca tanpa kemampuan belajar memperoleh serta memahami Bahasa.
Hubungan-hubungan itu jelas sekali terlihat terjadi antara unsur-unsur dari pola-pola tersebut
di atas kertas dan unsur-unsur Bahasa yang formal. Sesuai dengan hakikat unsur-unsur
linguistik yang formal tersebut, pada hakikatnya sifat keterampilan itu akan selalu mengalami
perubahan-perubahan pula. Unsur-unsur itu dapat merupakan kelompok bunyi kompleks
yang dapat disebut sebagai kata, frase, kalimat, paragraph, bab, atau buku. Unsur itu dapat
pula berupa unsur yang paling dasar, yaitu bunyi-bunyi tunggal yang disebut fonem.

Keterampilan ketiga atau C yang mencakup keseluruhan keterampilan membaca, pada


hakikatnya merupakan keterampilan intelektual; ini merupakan kemampuan atau abilitas
untuk menghubungkan tanda-tanda hitam di atas kertas melalui unsur-unsur Bahasa yang
formal, yaitu kata-kata sebagai bunyi, dengan makna yang dilambangkan oleh kata-kata
tersebut.

2.2.6 Aspek-aspek Membaca

Telah diutarakan oleh Broughton dalam (Taringan, Guntur, 2015) di muka bahwa
membaca merupakan suatu keterampilan yang kompleks yang melibatkan serangkaian
keterampilan yang lebih kecil lainnya. Sebagai garis besarnya, terdapat dua aspek penting
dalam membaca, yaitu:

a. Keterampilan yang bersifat mekanis (mechanical skills) yang dapat dianggap


berada pada urutan yang lebih rendah (lower order). Aspek ini mencakup:
1. pengenalan bentuk huruf;
2. pengenalan unsur-unsur linguistik (fonem/grafem, kata, frase, pola klausa,
kalimat, dan lain-lain);
3. pengenalan hubungan/korespondensi pola ejaan dan bunyi (kemampuan
menyuarakan bahan tertulis atau “to bark at print”);
4. kecepatan membaca ke taraf lambat.
b. Keterampilan yang bersifat pemahaman (comprehension skills) yang dapat
dianggap berada pada urutan yang lebih tinggi (higher order). Aspek ini
mencakup:
1. memahami pengertian sederhana (leksikal, gramatikal, retorikal);
2. memahami signifikansi atau makna (antara lain maksud dan tujuan pengarang,
relevansi/keadaan kebudayaan, dan reaksi pembaca);
3. evaluasi atau penilaian (isi, bentuk);
4. kecepatan membaca yang fleksibel, yang mudah disesuaikan dengan keadaan.

Untuk mencapai tujuan yang terkandung dalam keterampilan mekanis (mechanical


skills) tersebut, aktivitas yang paling sesuai adalah membaca nyaring, membaca bersuara
(atau reading aloud; oral reading). Untuk keterampilan pemahaman (comprehension skills),
yang paling tepat adalah dengan membaca dalam hati (silent reading), yang dapat pula dibagi
atas:

a. membaca ekstensif (extensive reading);


b. membaca intensif (intensive reading);

Selanjutnya, membaca ekstensif ini mencakup pula:

1. membaca survey (survey reading);


2. membaca sekilas (skimming);
3. membaca dangkal (superficial reading);

sedangkan, membaca intensif dapat pula dibagi atas:

1. membaca telaah isi (content study reading), yang mencakup pula:


a. membaca teliti (close reading)
b. membaca pemahaman (comprehensive reading)
c. membaca kritis (critical reading)
d. membaca ide (reading for ideas)
2. membaca telaah Bahasa (language study reading), yang mencakup pula:
a. membaca Bahasa asing (foreign language reading)
b. membaca sastra (literary reading).

2.3 Konsep Dasar Literasi Membaca


Dalam konsep literasi, membaca ditafsirkan sebagai usaha memahami, menggunakan,
merefleksi, dan melibatkan diri dalam berbagai jenis teks untuk mencapai suatu tujuan.
Dalam hal ini, membaca bertujuan mengembangkan pengetahuan dan potensi seseorang, serta
untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Berdasarkan defenisi ini, membaca diartikan sebagai
kegiatan membangun makna, menggunakan informasi dari bacaan secara langsung dalam
kehidupan, dan mengaitkan informasi dari teks dengan pengalaman pembaca. Dalam
pengertian ini, kegiatan membaca membutuhkan kemampuan menganalisis dan menyintesis
informasi, sehingga pemahaman yang dihasilkan memiliki struktur makna yang kompleks
(Yunus et al., 2018).

Lebih lanjut, upaya menganalisis dan menyintesis informasi hanya dapat dilakukan
jika seorang pembaca terlibat langsung dengan teks, atau termotivasi untuk membaca teks
tersebut. Teks yang dibaca juga dapat sangat beragam baik dari segi isi, bentuk, jenis,
maupun media yang digunakan. Bertemali dengan konsep ini, tes standar yang digunakan
PISA memiliki tingkat kesulitan lebih tinggi bagi siswa Indonesia, dibandingkan dengan tes
standar yang biasa diujikan guru di sekolah.

Pengertian literasi membaca juga mengandung makna mendalam tersendiri. Frasa


dalam rangka mencapai tujuan mengindikasikan bahwa membaca tidak terlepas dari tujuan
apa yang diharapkan untuk dicapai oleh pembacanya. Dengan kata lain, membaca harus
dilakukan dengan berdasar pada tujuan membaca tertentu. Membaca juga harus dimanfaatkan
untuk mengembangkan pengetahuan dan potensi pembaca sehingga orang tersebut mampu
berpartisipasi dalam masyarakat. Partisipasi ini didasarkan atas teks yang berhasil dipahami
secara utuh. Oleh sebab itu, tes standar PISA senantiasa melibatkan aspek sosial sebagai
salah satu bagian pengukuran kemampuan membaca.

Atas dasar makna literasi membaca ini, penilaian membaca yang dilakukan PISA
senantiasa dikemas dalam sebuah tes standar dengan memperhatikan tiga hal berikut.

1. Jenis teks yang digunakan. Dalam hal ini, jenis teks yang digunakan sangat beragam
baik dari segi media, format, jenis, maupun lingkungannya.
2. Aspek pemahaman. Dalam hal ini, aspek pemahaman yang diuji pun beragam dari
tataran sederhana hingga kompleks, yakni (a) mengakses dan mengambil informasi
dari teks; (b) mengintegrasikan dan menafsirkan apa yang dibaca; (c) merefleksi dan
mengevaluasi teks, serta menghubungkannya dengan pengalaman pembaca.
3. Aspek situasi sosial. Dalam hal ini, aspek situasi sosial menuntut pembaca memahami
tujuan penulis menulis teks. Beberapa aspek situasi yang digunakan dalam tes standar
PISA adalah personal, masyarakat umum, Pendidikan, dan dunia kerja.

Berdasarkan ketiga komponen tes standar PISA di atas, aspek pemahaman yang
terkandung dalam instrument penilaian PISA perlu mendapatkan perhatian khusus. Tes PISA
senantiasa membutuhkan kemampuan testi dalam hal mengakses dan mengambil informasi
dari teks. Kemampuan ini berhubungan dengan keterampilan testi dalam mencari, memilih,
dan, mengumpulkan informasi khusus secara cepat dan tepat dari sebuah teks. Kemampuan
ini tidak selalu mudah, terutama jika dihubungkan dengan jenis teks yang digunakan, karena
setiap teks memiliki srtuktur yang berbeda-beda (Yunus et al., 2018).

Selanjutnya, kemampuan yang dibutuhkan adalah kemampuan mengintegrasikan dan


menafsirkan apa yang dibaca. Kemampuan ini menuntut testi untuk memahami benar
hubungan bagian-bagian teks terutama dalam hal pola pengembangan teks, serta mampu
mengambil inferensi dari pola hubungan teks tersebut. Kemampuan menafsirkan menuntut
testi mampu membuat penafsiran teks atas dasar sesuatu yang berada di luar teks, sehingga
testi akan menemukan asumsi dan implikasi yang terkandung dalam teks. Hal ini tentu saja
membutuhkan kemampuan berpikir tingkat tinggi.

Terakhir, kemampuan yang dibutuhkan dan lebih kompleks adalah kemampuan


pemahaman, yakni merefleksi dan mengevaluasi teks, serta menghubungkannya dengan
pengalaman pembaca. Kemampuan ini akan menuntut testi terampil dalam menghubungkan
informasi dari teks dengan pengalamannya. Pada akhirnya, pembaca mampu menilai
kebenaran pengetahuan atau pesan tertentu yang terkandung di dalam teks tersebut.

Berdasarkan struktur tes yang dikembangkan PISA di atas, dapat disimpulkan bahwa
soal-soal membaca dalam studi PISA lebih banyak mengukur kemampuan bernalar,
pemecahan masalah, beragumentasi, dan berkomunikasi daripada soal-soal yang mengukur
kemampuan teknis baku yang berkaitan dengan ingatan dan pemahaman semata. Lebih
lanjut, soal-soal PISA juga mengukur tingkatan kemampuan siswa dari mengetahui fakta,
prosedur, atau konsep hingga menggunakannya untuk memecahkan masalah yang sederhana
maupun masalah yang memerlukan penalaran tinggi. Bertemali dengan kondisi ini, sangat
wajar jika rata-rata siswa Indonesia memiliki kemampuan membaca yang rendah.

Sejalan dengan pandangan PISA terhadap membaca, kemampuan literasi membaca


lebih berkenaan dengan konsep membaca cermat. Membaca cermat pada awal
kemunculannya dikatakan sebagai teknis analisis teks. Sejalan dengan konsepsi ini, membaca
cermat lebih banyak menekankan upaya memahami bagaimana penulis menyajikan ide-
idenya, memperhatikan pilihan kata yang dilakukan penulis, dan memahami pesan yang
dikonversikan dalam fitur-fitur penting yang terdapat dalam wacana. Dalam teks yang
bersifat informatif dan argumentatif, pembaca juga perlu menguji pernyataan penulis dan
bukti yang digunakan penulis untuk memperkuat pernyataannya.

Pandangan Sisson dan Sisson dalam (Yunus et al., 2018) menyatakan bahwa
membaca cermat adalah proses membaca yang dilakukan secara berulang terhadap teks yang
bersifat kompleks. Hal ini bertujuan untuk mencapai tiga tahap pemahaman, yakni
pemahaman literal, pemahaman inferensial, dan pemahaman evaluatif. Guna mencapai ketiga
level pemahaman ini, proses membaca dilakukan berdasarkan 10 kerangka kerja membaca
cermat yang meliputi aktivitas mengidentifikasi teks, menetapkan tujuan membaca, memilih
model membaca, mengakses teks, menyelesaikan siklus membaca kesatu dan menyajikan
pertanyaan, mendiskusikan isi teks, menyelesaikan siklus membaca kedua menyajikan tugas,
mendiskusikan isi teks.

Konsep membaca cermat juga dikemukakan oleh Benjamin dan Hugelmeyer dalam
(Yunus et al., 2018), mereka menyatakan bahwa membaca cermat adalah kegiatan membaca
teks pendek yang sifatnya kompleks dan dilakukan untuk menemukan sebuah bukti yang
terdapat dalam sebuah teks. Bukti-bukti yang terkandung dalam teks dapat saja disajikan
secara langsung maupun secara implikatif, sehingga jawaban yang dihasilkan dapat bersifat
sangat beragam.

Membaca cermat merupakan aktivitas membaca untuk beroleh pemahaman yang


mendalam atas sebuah teks, secara lebih tegas juga dikemukakan oleh Frey dan Fisher dalam
(Yunus et al., 2018), mendefenisikan membaca cermat sebagai kegiatan praktis sistematis
dalam menganalisis teks untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam. Berdasarkan
defenisi ini, kegiatan membaca ini tidak sekedar menuntut pembaca menemukan pemahaman
literal, namun lebih jauh menuntut pembaca beroleh pemahaman yang bersifat inferensial dan
evaluatif. Pemahaman yang demikian hanya dapat diperoleh melalui kegiatan membaca
secara berulang.

Berpijak pada perkembangan konsep membaca di atas, membaca cermat merupakan


kegiatan membaca yang menaungi kedua konsep membaca, baik membaca dalam pandangan
respons pembaca, maupun membaca dalam pandangan sosial konstruktivis atau dapat
dikatakan memiliki relevansi yang erat dengan konsep membaca cermat terkini. Dengan
demikian, membaca cermat dapat didefinisikan sebagai aktivitas membaca yang dilakukan
melalui pendayagunaan skemata yang telah dimiliki, serta memadukannya dengan aktivitas
analisis kritis terhadap sebuah teks untuk beroleh pemahaman literal, inferensial, dan kritis
evaluatif, sekaligus mengembangkan daya kreatif produktif pembaca melalui pemanfaatan
berbagai media representatif. Lebih lanjut, membaca cermat dapat diterapkan pada teks yang
bersifat multigenre, multikonteks, multimodal, multimedia, dan multibudaya untuk
meningkatkan kemampuan pembaca dalam berbagai bidang kompetensi (multikompetensi)
(Yunus et al., 2018).

2.4 Kerangka Teori

Budaya Literasi Membaca

Faktor Mempengaruhi Budaya Literasi Minat Budaya Literasi


Budaya Literasi Terhadap Pemahaman Membaca
Materi Perkuliahan

1. Minat Membaca 1. Tugas Kuliah 1. Internal


2. Rasa Ingin Tahu 2. Upaya Pemahaman 2. Eksternal
3. Lingkungan Teori

Analisis Budaya Literasi Membaca


Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Teknologi Sumbawa
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian

Metode penelitian menggambarkan tentang pendekatan, tipe, jenis suatu penelitian.


Pendekatan merupakan melihat titik tolak atau mengukur, menggali sesuatu. Adapun
pendekatan yang digunakan di dalam penelitian ini ialah pendekatan kualitatif. Penelitian
kualitatif sebagai pendekatan penelitian dalam ilmu-ilmu sosial dan pendidikan merupakan
salah satu pendekatan yang umum digunakan dalam penelitian ilmiah. (Iskandar, 2009:186)

Pendekatan kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif


baik berupa tulisan maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dalam
penelitian kualitatif instrumen dan teknik pengumpulan data yang biasa digunakan yaitu
wawancara, observasi, dan dokumentasi. Dalam penelitian kualitatif instrumennya adalah
orang atau human instrument, yaitu peneliti itu sendiri, metode kualitatif digunakan untuk
mendapatkan data yang mendalam. (Sugiyono, 2017:8)

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang berpegang kepada paradigma naturalistik


atau fenomenologi. Ini karena penelitian kualitatif senantiasa dilakukan dalam setting
alamiah terhadap suatu fenomena. Selain itu, penelitian kualitatif juga sebenarnya
menggunakan beberapa teknik pengumpulan data untuk menggambarkan suatu fenomena.
Oleh sebab itu, penelitian kualitatif juga berpedoman kepada paradigma (pluralistik)
maknanya lebih banyak menggunakan teknik pengumpulan data yang digunakan, lebih baik
hasil penelitian, karena dapat memberikan rangkaian bukti yang diperlukan untuk
meningkatkan kesahihan internal (internal validity) dan kesahihan eksternal (eksternal
validity) data yang dikumpulkan. (Iskandar, 2009:188)

Proses mengumpulkan informasi atau data penelitian yang dilakukan oleh seorang
peneliti dengan menggunakan pendekatan kualitatif sebenarnya senantiasa membina
rangkaian cerita, yang dapat memberi gambaran tentang sebab dan akibat, tentang hubungan
antara persoalan-persoalan atau kasus-kasus dalam fenomena yang diteliti, tentang tema dan
kategori jalan cerita yang dituangkan oleh subjek penelitian. Sementara penelitian kualitatif
tidak menggunakan statistik, data hasil penelitian diperoleh secara langsung, misalnya
observasi partisipan, wawancara mendalam, dan studi dokumen sehingga peneliti mendapat
jawaban apa adanya dari responden.

Jenis penelitian yang digunakan di dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif
yang bersifat fenomenologi, yang berorientasi untuk memahami, menggali dan menafsirkan
arti dari peristiwa-peristiwa, fenomena-fenomena dan hubungan dengan orang-orang yang
biasa dalam situasi tertentu. Ini biasa disebut dengan penelitian kualitatif dengan
menggunakan pengamatan terhadap fenomena-fenomena atau gejala-gejala sosial yang
alamiah, digunakan sebagai sumber data, pendekatan ini berdasarkan kenyataan lapangan
(empiris). Penelitian kualitatif percaya bahwa di mana peran peneliti adalah sebagai
instrumen kunci dalam mengumpulkan data, dan menafsirkan data.

Data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka.
Hal itu disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif. Selain itu, semua yang
dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti. Dengan
demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran
penyajian laporan tersebut. Data tersebut mungkin berasal dari naskah wawancara, catatan
lapangan, foto, dokumen pribadi, catatan atau memo, dan dokumen resmi lainnya. (Lexy J
Moleong, 2018:11)

Penelitian ini adalah upaya untuk mengetahui tentang budaya literasi membaca
mahasiswa fakultas ilmu sosial dan ilmu politik di perguruan tinggi universitas teknologi
sumbawa. Dalam penelitian ini yang akan diamati adalah mahasiswa terhadap minat
membaca

3.2 Informan atau Subyek Penelitian

Subjek penelitian disini adalah narasumber, atau partisipan, informan yakni yang
mewakili dirinya sendiri yang dapat memberikan informasi terkait data yang akan dicari.
Dengan demikian informan yang dipilih dalam penelitian ini yaitu orang-orang yang
dianggap bersangkutan dan memahami tentang tujuan yang dimaksud oleh peneliti. Yang
menjadi informan dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Teknologi Sumbawa yang terdiri dari mahasiswa Program Studi Ilmu
Pemerintahan berjumlah dua informan, Program Studi Ilmu Komunikasi berjumlah dua
informan serta Program Studi Sosiologi berjumlah dua informan. Jadi jumlah informan yang
peneliti anggap mampu menjawab dari persoalan pada penelitian ini berjumlah enam
informan.

3.3 Teknik Analisis Data

Menurut Bogdan analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis
data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga
dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis data
dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya ke dalam unit-unit, melakukan
sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan
membuat simpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain (Hardani et al., 2020).

Berdasarkan hal tersebut di atas dapat dikemukakan di sini bahwa, analisis data
adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil
wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke
dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam
pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat simpulan sehingga
mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain (Hardani et al., 2020).

Analisis data kualitatif adalah bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data
yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan menjadi hipotesis. Berdasarkan hipotesis yang
dirumuskan berdasarkan data tersebut, selanjutnya dicarikan data lagi secara berulang-ulang
sehingga selanjutnya dapat disimpulkan apakah hipotesis tersebut diterima atau ditolak
berdasarkan data yang terkumpul. Bila berdasarkan data yang dapat dikumpulkan secara
berulang-ulang dengan teknik triangulasi, ternyata hipotesis diterima, maka hipotesis tersebut
berkembang menjadi teori (Hardani et al., 2020).

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik analisis data interaktif yang
dikembangkan oleh Miles dan Huberman. Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan
secara interaktif dan berlangsung secara tuntas, sehingga datanya tidak jenuh.

Adapun beberapa langkah analisis data yang dilakukan adalah sebagai berikut:

3.3.1 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian,
karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik
pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data
yang ditetapkan. Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber,
dan berbagai cara (Hardani et al., 2020).
Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada natural setting (kondisi
yang alamiah), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada
observasi berperan serta (participan observation), wawancara mendalam (in depth interview),
dan dokumentasi. Bila dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data, maka teknik
pengumpulan data dapat dilakukan dengan wawancara (interview) pengamatan (observation),
interview dan dokumentasi (Hardani et al., 2020).

a. Teknik Wawancara

Wawancara ialah tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung atau
percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu
pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee)
yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Hardani et al., 2020).
Sementara Nazir dalam (Hardani et al., 2020) memberikan pengertian wawancara adalah
proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap
muka antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan
menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara). Walaupun wawancara
adalah proses percakapan yang berbentuk tanya jawab dengan tatap muka, wawancara adalah
suatu proses pengumpulan data untuk suatu penelitian.

b. Teknik Observasi

Observasi merupakan proses yang kompleks, yang tersusun dari proses biologis dan
psikologis. Dalam menggunakan teknik observasi yang terpenting ialah mengandalkan
pengamatan dan ingatan si peneliti (Hardani et al., 2020).

Menurut Sukmadinata dalam (Hardani et al., 2020) menyatakan bahwa observasi


(observation) atau pengamatan merupakan suatu teknik atau cara mengumpulkan data dengan
jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung.
Sedangkan Riyanto dalam (Hardani et al., 2020) menyatakan bahwa observasi
merupakan metode pengumpulan data yang menggunakan pengamatan terhadap obyek
penelitian. Observasi dapat dilaksanakan secara langsung maupun tidak langsung.

Dari ketiga pendapat di atas penulis dapat menarik simpulan bahwa observasi adalah
suatu teknik atau cara mengumpulkan data yang sistematis terhadap obyek penelitian baik
secara langsung maupun tidak langsung (Hardani et al., 2020).

c. Teknik Dokumentasi

Dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang artinya barang-barang tertulis. Metode
dokumentasi berarti cara mengumpulkan data dengan mencatat data-data yang sudah ada.
Metode ini lebih mudah dibandingkan dengan metode pengumpulan data yang lain (Hardani
et al., 2020).

Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi ialah pengambilan data yang


diperoleh melalui dokumen-dokumen. Data-data yang dikumpulkan dengan teknik
dokumentasi cenderung merupakan data sekunder, sedangkan data-data yang dikumpulkan
dengan teknik observasi dan wawancara cenderung merupakan data primer atau data yang
langsung didapat dari pihak pertama (Hardani et al., 2020).

Menurut Sugiyono dalam (Hardani et al., 2020) dokumen merupakan catatan peristiwa
yag sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari
seseorang. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan
wawancara dalam penelitian kualitatif.

Dalam menggunakan metode dokumentasi ini, biasanya peneliti membuat instrumen


dokumentasi yang berisi instansi variabel-variabel yang akan didokumentasikan dengan
menggunakan check list untuk mencatat variabel yang sudah ditentukan tadi dan nantinya tinggal
membubuhkan tanda cek di tempat yang sesuai (Hardani et al., 2020).

3.4 Validasi Data

Uji keabsahan data dalam penelitian sering ditekankan pada uji validitas dan
reliabilitas. Validitas merupakan derajat ketepatan antara data yang terjadi pada obyek
penelitian dengan data yang dapat dilaporkan oleh peneliti. Dengan demikian data yang valid
adalah data yang tidak berbeda antara data yang dilaporkan oleh peneliti dengan data yang
sesungguhnya terjadi pada obyek penelitian. Dalam penelitian kualitatif, temuan atau data
dapat dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti denga
napa yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti (Hardani et al., 2020).

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang harus pula memenuhi persyaratan sebagai
suatu disciplined inquiry. Kriteria yang digunakan penelitian kualitatif adalah bahwa hasil
penelitian yang dilakukan harus memenuhi empat kriteria, yaitu: (1) credibility, (2)
transfermability, (3) dependability, dan (4) confirmability. Keempat kriteria itu memenuhi
empat standar disciplined inquiry yaitu: truth value, applicability, consistency, dan neutrality.

3.5 Reduksi Data (Data Reduction)

Menurut Patilima dalam (Hardani et al., 2020) reduksi data diartikan sebagai proses
pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data
yang muncul dari catatan-catatan lapangan. Reduksi data berlangsung secara terus menerus
selama pengumpulan data berlangsung. Pada saat pengumpulan data berlangsung, terjadilah
tahapan reduksi selanjutnya membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat
gugus-gugus, dan membuat catatan kaki.

Reduksi data merupakan bagian dari analisis yang menajamkan, menggolongkan,


mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian
rupa hingga simpulan-simpulan akhirnya dapat ditarik dan diverifikasi. Dengan reduksi data,
data dapat disederhanakan dan ditransformasikan dalam aneka macam cara melalui seleksi
ketat. Melalui ringkasan atau uraian singkat, menggolongkannya dalam satu pola yang lebih
luas, dan sebagainya (Hardani et al., 2020).

Menurut Riyanto dalam (Hardani et al., 2020) menyatakan bahwa reduksi data (data
reduction) artinya, data harus dirampingkan, dipilih mana yang penting, disederhanakan, dan
diabstraksikan. Dengan begitu dalam reduksi ini ada proses living in dan living out.
Maksudnya, data yang terpilih adalah living in dan data yang terbuang (tidak terpakai) adalah
living out.

Reduksi data merupakan proses berpikir sensitif yang memerlukan kecerdasan dan
keluasan dan kedalaman wawasan yang tinggi. Bagi peneliti yang masih baru, dalam
melakukan reduksi data dapat mendiskusikan pada teman atau orang lain yang dipandang
ahli. Melalui diskusi itu, maka wawasan peneliti akan berkembang, sehingga dapat mereduksi
data-data yang memiliki nilai temuan dan pengembangan teori yang signifikan (Hardani et
al., 2020).

3.6 Penyajian Data (Data Display)

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data.


Penyajian yang dimaksud Miles dan Huberman, sekumpulan informasi tersusun yang
memberi kemungkinan adanya penarikan simpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian
yang paling sering digunakan pada data kualitatif pada masa yang lalu adalah bentuk teks
naratif.
Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan. dalam bentuk uraian
singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowcard dan sejenisnya. Dengan mendisplaykan
data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja
selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut. (Hardani et al., 2020).

3.7 Penarikan Simpulan dan Verifikasi

Langkah ketiga dari analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman adalah
penarikan simpulan dan verifikasi. Simpulan awal yang dikemukakan masih bersifat
sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung
pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila simpulan yang dikemukakan pada
tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke
lapangan mengumpulkan data, maka simpulan yang dikemukakan merupakan simpulan yang
kredibel (Hardani et al., 2020).
Dengan demikian simpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab
rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena seperti yang
telah dikemukakan bahwa masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih
bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti berada di lapangan (Hardani et al.,
2020).
Simpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya
belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang
sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat
berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori (Hardani et al., 2020).
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.2 Visi dan Misi Kampus
4.1.3 Tujuan Kampus
4.1.4 Tata Tertib Kampus
4.1.5 Keadaan Mahasiswa
4.1.5 Karakteristik Informan

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, A. (2020). Minat Literasi Mahasiswa. Naturalistic: Jurnal Kajian Penelitian Dan
Pendidikan Dan Pembelajaran, 4(19), 593–596.

Hakim, M. N. (2021). STUDI TINGKAT LITERASI MEMBACA MAHASISWA


SELAMA. Jurnal Penelitian Bahasa Dan Sastra Indonesia, 6(1), 77–87.

Hardani, Auliya, H. N., Andriani, H., Fardani, A. R., Ustiawaty, J., Utami, F. E., Sukmana, J.
D., & Istiqomah, R. R. (2020). Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif (H. Abadi
(ed.); Cetakan I, Issue Maret). Pustaka Ilmu.

Hasnadi. (2019). Membangun Budaya Literasi Informasi pada Perguruan Tinggi. Jurnal
Semdi Unaya, 610–620.

Koentjaraningrat. (2015). Pengantar Ilmu Antropologi (Edisi Revi). Rineka Cipta.

Mansyur, U. (2020). Potret Pengembangan Budaya Literasi Universitas Muslim Indonesia.


Jurnal Literasi, 4(2), 149–156.

Muslimin. (2018). Penumbuhan Budaya Literasi Melalui Peningkatan Minat Baca


Masyarakat Desa. Cakrawala Pendidikan, 1, 107–118.

Neng, G., Dede, R., & Anugrah, I. (2016). BUDAYA LITERASI (Model Pengembangan
Budaya Baca Tulis Berbasis Kecerdasan Majemuk Melalui Tutor Sebaya) (1st ed.).
DEEPUBLISH. www.penerbitdeepublish.com

Soerjono, S., & Budi, S. (2017). Sosiologi Suatu Pengantar (Edisi Revi). Rajawali Pers.

Survei UNESCO dilansir dari Laman GenPi.co. (2020). Ha! Minat Baca Indonesia Terendah
Kedua di Dunia, Kok Bisa? https://www.genpi.co/2020/01/21/amp/berita/33356/ha-
minat-baca-indonesia-terendah-kedua-di-dunia-kok-bisa

Taringan, Guntur, H. (2015). Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa (Revisi). CV


Angkasa. www.angkasagroup.co.id

Yunus, A., Tita, M., & Hana, Y. (2018). PEMBELAJARAN LITERASI : Strategi
Meningkatkan Kemampuan Literasi Matematika, Sains, Membaca, dan Menulis (S. I. N.
Yanita (ed.); Cetakan 2). Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai