KAJIAN PUSTAKA
penelitian mengenai legenda dengan beragam metode, dan teori yang digunakan.
Maka dari itu, untuk menghindari plagiasi pada penelitian ini peneliti melakukan
dengan penelitian mengenai deskriptif naratif, nilai budaya pada legenda yang
oleh peneliti, yakni penelitian Rohmah (2016), Ummah (2018), dan Fikri (2019).
Pertama, Rohmah (2016) dalam tulisannya yang berjudul Legenda Kayangan Api
Bojonegoro Jawa Timur, yang memaparkan struktur naratif, nilai budaya, dan
(2) bagaimana fungsi dalam cerita legenda Kayangan Api, (3) bagaimana nilai
budaya dalam legenda Kayangan Api, (4) bagaimana makna dalam legenda
Kayangan Api, (5) presepsi masyarakat dalam legenda Kayangan Api. Dengan
13
14
temuan struktur naratif yang berupa (1) struktur awal, (2) alur tengah, dan (3)
akhir. Fungsi merujuk sebagai, (1) hiburan, (2) pendidikan, (3) kritik sosial, (4)
peleraian yang menyenangkan dari kenyataan, dan (5) senjata potensial dari
masyarakat. Nilai budaya merujuk pada kategori, (1) nilai kepribadian, dan (2)
nilai kemsyarakatan. Makna simbol ditemukan dalam simbol verbal dan non
verbal. Simbol verbal mengacu pada doa atau mantra, simbol non verbal
mengacu pada,
(1) letak kayangan api, (2) api abadi dan pohon cinta, (3) kegiatan bersih desa, (4)
air blukutuk sebagai obat, dan (5) empat pilar di sekeliling api abadi. Presepsi
Resepsi Masyarakat) yang ditulis oleh Siti Khoiroh Ummah (2018). Penelitian ini
rumusan masalah yang meliputi (1) bagaimana makna cerita legenda Air beranak,
(2) bagaimana nilai budaya pada legenda Air beranak, dan (3) bagaimana resepsi
makna, nilai budaya, dan resepsi masyarakat yang terdapat pada legenda Air
beranak. Hasil dari penelitian ini yaitu (1) simbol verbal: tongkat, kepek, batu
kura, dan simbol nonverbal: kamdowo, (2) nilai budaya: nilai kepercayaan yang
berkaitan erat antara manusia dengan sang pencipta, nilai kemasyarakatan yang
berkaitan erat
15
antara manusia dengan sesamanya, dan nilai yang berhubungan dengan alam
sekitar, dan (3) resepsi masyarakat yang didapat adalah keyakinan yang diyakini
masyarakat mengenai Air beranak yang berupa peninggalan sejarah budaya dan
Struktur Naratif, Nilai Budaya, dan Resepsi Masyarakat. Analisis ini bertujuan
untuk mendeskripsikan sruktur naratif, nilai budaya, dan resepsi masyarakat yang
terdapat dalam legenda sumur Banyu Legi. Metode yang digunakan ialah metode
terhadap cerita. Hasil dari penelitian ini, yaitu (1) struktur naratif meliputi alur,
terem dan fungsi, serta pelaku legenda sumur Banyu Legi, (2) nilai budaya
meliputi: nilai hakikat manusia, nilai hakikat manusia dengan sesamanya, dan
nilai hakikat manusia dengan alam, dan (3) resepsi masyarakat yang didapat
dengan budayanya yang khas sehingga dijadikan sejarah yang harus dilestarikan.
terdahulu, ketiga penelitian terdahulu di atas diperinci dalam tabel di bawah ini.
Tabel 2.1
Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan
dilakukan yaitu sama-sama mengkaji tentang struktur naratif, nilai budaya, dan
resepsi masyarakat dalam sebuah legenda. Selain itu beberapa penelitian di atas
Pulau Jawa khususnya Jawa Timur yang mana mempengaruhi adanya budaya
pada: 1) Alur cerita pada legenda yang diteliti berlatar belakang berbeda dengan
18
penelitian di atas, 2) Kondisi latar tempat terjadinya legenda yang diteliti memiliki
kondisi yang sangat berbeda dengan penelitian di atas, latar tempat yang dijadikan
3) Tokoh dan konflik yang diteliti berbeda dengan beberapa penelitian terdahulu
di atas, tokoh dan konflik dalam legenda yang diteliti dipengaruhi sosok tokoh
yang dianggap sebagai wali. Maka dari itu hasil penilitian ini diharapkan dapat
memunculkan hasanah keilmuan baru dengan kemenarikan objek sastra lisan yang
diteliti tersebut.
kajian teori, metode, pendekatan, atau hasil yang nantinya bisa dijadikan
memfokuskan kajian pada struktur naratif, nilai budaya, dan resepsi masyarakat
Masyrakat).
(1) Sastra, (2) Sastra Lisan, (3) Legenda, (4) Folklor (5) Stuktur Naratif, (6) Nilai
1. Sastra
estetika sebagai wujud kepuasan konsumen ketika menikmati karya sastra dan
itu banyak peneliti yang menganggap bahwa karya sastra yang indah adalah
karya sastra yang bermanfaat bagi seorang konsumen atau membaca seperti yang
Memahami sastra tidak hanya dilakukan secara global juga perlu melihat
elemen terkecil yang ada di dalam sastra. Sastra yang diciptakan dengan
Menurut Ratna (2005:312), hakikat karya sastra adalah rekaan atau yang lebih
sering disebut imajinasi. Imajinasi dalam karya sastra adalah imajinasi yang
dengan gejala sosial zaman yang memiliki sistem untuk dikupas secara lebih
dalam.
20
Ada beberapa definisi sastra, yaitu: Pertama sastra adalah segala sesuatu
yang tertulis atau tercetak. Dengan demikian, maka segala yang tertulis adalah
sastra. Kedua sastra yaitu dipandang sebagai karya imajinatif. Istilah “Sastra
dalam Wellek dan Warren, 2008:14-15). Sastra juga menawarkan dua hal utama
cerita yang menarik , mengajak pembaca untuk ingin tahu dan merasa terikat
cerita, dan kesemuanya itu dikemas dalam bahasa yang juga tidak kalah
diciptakan oleh manusia memalui media bahasa yang dalam garis besarnya
mengacu pada gejala sosial atau proses kehidupan masyarakat dan hadir dalam
masyarakat guna memberikan hiburan serta mengajak pembaca untuk masuk dan
menyelami karya tersebut. Maka dari itu dalam hal ini karya sastra sangatlah
2. Sastra Lisan
Sastra lisan merupakan sastra lama yang berkembang melalui lisan oleh
Sebagai karya sastra yang disampaikan melalui mulut ke mulut maka sastra lisan
tidak lepas dengan sejarah dan kebudayaan. Menurut Hutomo (dalam Sudikan,
kesusastraan warga yang disebarkan dan diturun temurunkan secara lisan. Oleh
karena itu sastra lisan merupakan warisan budaya yang memiliki arti yang sangat
budayanya justru sangat menarik untuk diteliti karena kemurnian kelisanan bisa
dengan perkembangan zaman, banyak sastra lisan yang memudar karena tidak
sewasa ini ikut menggeser sastra lisan yang pernah ada, yang seharusnya dapat
dijaga kelestariannya.
menjadi dua jenis, yaitu sastra lisan primer dan sastra lisan skunder. 1) Sastra
ke mulut, yaitu ekspresi budaya yang disebarkan baik dari segi waktu maupun
ruang melalui mulut. b) Lahir di dalam masyarakat yang masih bercorak desa,
Pengarangnya, dan karena itu milik masyarakat. e) Bercorak puitis, teratur dan
sastra lisan agar tidak cepatberubah. f) tidak mementinkan fakta dan kebenaran,
lebih menekankan pada aspek khayalan atau fantasi yang tidak diterima oleh
teknologi komunikasi telah memberi peluang tumbuhnya sastra lisan baru yang
sejarah sastra, teori sastra, dan kritik sastra. Sejarah sastra lisan mempelajari
asal-usul cerita rakyat (dongen, mite, fabel), migrasi cerita sakyat, perubahan
sastra lisan mempelajari seluk beluk yang terkait dengan ontologi sastra,
epistemologi sastra, dan aksiologi sastra. Di pihak lain, bagi peneliti sastra lisan,
“kritik sastra lisan” mempersoalkan apakah sebuah teks lisan itu bernilai sastra
lewat mulut ke mulut dengan memuat sejarah dan budaya keayaan masyarakat.
Cerita lisan sering disebut sebagai cerita rakyat yang tidak dikenal siapa
23
pengarangnya, dan memiliki wilayah kajian sejarah sastra, teori sastra, dan kritik
sastra.
3. Legenda
yang belum begitu lampau, dan bertempat di dunia seperti yang kita kenal
namun juga dipandang sebagai “sejarah” kolektif, namun hal itu juga sering
Maka dari itu, legenda terkesan dengan kenyataan yang telah terjadi pada
masa lampau yang keadaanya hampir mirip dengan keadaan sekarang. Legenda
juga bukan semata-mata cerita hiburan, namun lebih dari itu dituturkan untuk
mendidik manusia serta membekali mereka terhadap ancaman bahaya yang ada
ciri-ciri yang mirip dengan mite yang dianggap benar-benar terjadi, tetapi tidak
dianggap suci. Berbeda dengan mite, legenda ditokohi oleh manusia walaupun
seperti apa yang kita kenal kini karena terjadinya belum terlalu lampau (Bascom
sama halnya dengan mitos, legenda juga termasuk bagian dari cerita rakyat.
24
menampilkan cerita yang menarik dengan tokoh-tokoh yang hebat yang berada
kebenaran sejarah.
Dari paparan di atas legenda adalah suatu cerita yang terjadi di masa
sifatnya yang sekuler atau kedunawian dan sangat berhubungan dengan sejarah,
elemen yang berbeda tetapi legenda pasti berhubungan dengan sejarah akan
tetapi sejarah belum tentu berhubungan dengan legenda dan keduanya rata-rata
bagian penting dalam sastra lisan sebagai cerita rakyat. Begitu banyak cerita
disamakan dengan mitos, sebetulnya keduanya tersebut memiliki ciri yang sama
tetapi ada unsur yang membedakan bahwa mitos biasanya menampilkan tokoh-
sejarahnya.
4. Folklor
melalui sastra lisan semakin menguatkan bahwa keduanya adalah bagian yang
legenda sastra lisan juga memiliki bagian lain yakni folklor. Folklor yang
merupakan bagian dari cerita rakyat, dan bagian dari sastra lisan yang pernah
hidup menjadi milik masyarakat, diwariskan secara lisan dan turun temurun
2015:17) menyatakan, folk adalah sinonim dengan kolektif. Yang juga memiliki
ciri-ciri pengenal fisik atau kebudayaan yang sama, serta memiliki kesadaran
dengan lore adalah tradisi folk, yaitu sebagian kebudayaannya, yang diwariskan
secara turun-temurun secara lisan atau melalui contoh yang disertai dengan
menggolongkan folklore dalam 3 tipe yaitu (1) folklor lisan, (2) folklor sebagian
lisan , dan (3) folklor bukan lisan. Folklor lisan adalah folklore yang bentuknya
kelompok besar ini antara lain, (a) bahasa rakyat (folk speech) seperti logat,
teka-
26
teki, (d) puisi rakyat seperti pantun, gurindam, dan syair, (e) cerita prosa rakyat
unsur lisan dan bukan lisan. Folklor ini dikenal juga sebagai fakta sosial. Yang
praktek (kebiasaan) dan diwariskan melalui media tutur kata, (b) permainan
rakyat, disebarkan melalui tradisi lisan dan banyak disebarkan tanpa bantuan
orang dewasa. Contoh: congkak, teplak, galasin, bekel, main tali,dsb (c) teater
rakyat,
(d) tari rakyat, (e) pesta rakyat, dan (f) upacara adat yang berkembang di
Folklor bukan lisan adalah folklor yang bentuknya bukan lisan, walaupun
cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Bentuk folklore ini terbagi dua sub
perhiasan tubuh adat, makanan dan minuman rakyat, dan obat-obatan tradisional.
Sedangkan yang termasuk bukan material antara lain: gerak isyarat tradisional,
5. Struktur Naratif
27
hal ini, hubungan antar unsur tersebut dapat berupa hubungan dramatik, logika
maupun waktu. Jadi dalam struktur itu ada satuan unsur pembentuk dan
karya dan sebagai pondasi karya tersebut itu merupakan sebuah struktur.
globalnya struktur naratif merupakan bagian yang terbentuk dalam narasi sebuah
Teori struktur naratif yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori
struktur naratif yang dikembangkan oleh Maranda. Konsep yang digunakan oleh
menggunakan satuan unsur yang bernama terem (term) dan fungsi (fungtion),
mengkaji saling pengaruh antara struktur bawah dan struktur atas dalam jaringan
Penafsiran psikososial yaitu menafsirkan diri dari objek penelitin itu sendiri baik
masyarakatan dan kesejarahan. Selain itu, terem dapat berupa dramatis personae,
pelaku magis, gejala alam. Semua itu merupakan segala subjek yang dapat
berbuat atau melakukan peran tertentu dalan cerita. Terem-terem ini satu sama
lain saling bertentangan. Semua terem ini dapat dikategorikan sebagai peran
tunggal dan peran ganda (Sudikan, 2015:36). Terem pertama (TP) terdapat
dalam unsur peran tunggal dalam awal cerita sebelum pemecahan suatu krisis.
Terem kedua (TK) yang juga disebut sebagai “mediator” dapat dijumpai pada
unsur peran ganda dalam situasi sebelum suatu krisis terselesaikan. Hal tersebut
TK
TP
Krisis
seperti apa yang diekspresikan dalam terem yang memberinya wujud nyata.
Simpulannya terem itu berubah-ubah, sedangkan fungsi itu tetap. Berikut adalah
skemanya:
A A
29
Terem : B B
-1
Fx (a):fy(b)::fx(b):fa (y)
Penjelasan :
adalah fungsi yang bertentangan dengan fungsi pertama, pertama kekhasan pada
secara pilihan diberi kekhasan oleh kedua fungsitersebut, karena itu dapat
menjadi mediator pertentangan dua anggota pertama, rumus itu menunjukan titik
rumus itu dapat juga diuraikan sebagai berikut : tiga anggota pertama yaitu fx(a),
fx (b) terakhir, yaitu fa-1, yang merupakan hasil atau keadaan sebagai akhir dari
terem, karena (a) yang menjadi terem itu sekali waktu terbalik menjadi tanda
fungsi terbalik menjadi fungsi a-1 dan y yang merupakan tanda fungsi berubah
menjadi (y), yaitu sebuah terem yang merupakan hasil akhir dari proses itu.
sehingga hasil akhir itu bukan hanya pemulangan yang siklus kepada titik
berangkat setelah
30
berbeda dengan keadaan awal, bukan saja dalam hal meniadakannya tetapi
karena keadaan akhir itu lebih besar daripada peniadaan itu. Dengan kata lain
jika pelaku
(a) diberi kekhasan dengan fungsi negative fx (sehingga menjadi penjahat), dan
pelaku (b) itu dapat berperan sebaliknya yaitu berfungsi negatif, yang prosesnya
menuju kemenangan yang lebih lengkap, yaitu proses dari keruntuhan terem (a)
dan menegakan nilai yang positif (y)struktur, sehingga hasil akhir itu bukan
hanya pemulangan yang siklus kepada titik berangkat setelah kekuatan pertama
keadaan awal, bukan saja dalam hal meniadakannya tetapi karena keadaan akhir
itu lebih besar daripada peniadaan itu. Dengan kata lain jika pelaku (a) diberi
kekhasan dengan fungsi negative fx (sehingga menjadi penjahat), dan pelaku (b)
itu dapat berperan sebaliknya yaitu berfungsi negative, yang prosesnya menuju
kemenangan yang lebih lengkap, yaitu proses dari keruntuhan terem (a) dan
menegakan nilai yang positif (y) pada hasil akhir dan terem.(y) itu diberi
kekhasan oleh sebuah fungsi kebalikan dari terem pertama. Jadi apabila dua
mendalam antara dua terem (a) dan (b) sehingga terjadi konflik, maka akan
-1
((fx (b))*(fx(a)) fa (y)
struktur alur yang ada adalam cerita, untuk menuliskan urutan terem dan fungsi
31
dalam penelitian ini mula-mula ditulis terem dan fungsi, jadi (fx (b)) dan (fx(a)),
6. Nilai Budaya
jamak dari buddhi yang berarti “akal. Dengan demikian kebudayaan dapat
kebudayaan tidak dibedakan. Kata “budaya” di sini hanya dipakai sebagai suatu
singkatan saja dari “kebudayaan” dengan arti yang sama. Kata culture
merupakan kata asing yang sama artinya dengan “kebudayaan”. Berasal dari
kata colere yang berarti “mengolah, mengerjakan” terutama mengolah tanah atau
bertani. Dari arti ini berkembang arti culture sebagai “segala daya upaya serta
indah (seperti candi, tari-tarian, seni rupa, seni suara, kesusastraan, dan filsafat)
saja. Sedangkan dalam ilmu antropologi jauh lebih luas sifat dan ruang
gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang
“kebudayaan” ada pula istilah peradaban. Istilah tersebut biasa dipakai untuk
menyebut bagian dan unsur dari kebudayaan yang halus, maju dan indah.
32
pengetahuan, seni bangunan, seni rupa, dan system kenegaraan dari masyarakat
yang terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian
besar warga masyarakat dalam hal-hal yang mereka anggap amat mulia. Sistem
nilai yang ada dalam suatu masyarakat dijadikan orientasi dan rujukan dalam
pedoman serta prinsip- prinsip umum dalam bertindak dan bertingkah laku.
sangat kuat dan bahkan bersifat emosional. Oleh sebab itu, nilai dapat dilihat
kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai, norma dan
sebagainya. Wujud ini berada pada alam pikiran dari warga masyarakat atau
kebudayaan
33
(Koentjaraningrat, 2015:150).
manusia, yaitu (1) masalah hakikat hidup manusia, 2) hakikat karya hidup
sesamanya. Secara gampangnya lima hal di atas merujuk kepada tiga poin inti
(manusia dengan tuhan atau dengan dirinya sendiri), kedua adalah hakikat hidup
manusia dengan alam sekitarnya, dan ketiga adalah hakikat manusia dengan
sesama manusia.
meliputi segala manifistasi dari kehidupan manusia yang berbudi luhur dan yang
bersifat rohani seperti, agama, kesenia, filsafat ilmu pengetahuan, tata Negara
setiap orang dan setiap kelompok orang dimana manusia hidup begitu saja
bahwa nilai-nilai budaya adalah nilai yang mengandung resepsi tentang riwayat
manusia yang diperoleh dari hasil cipta, karsa, dan rasa manusia di dunia. Hasil
cipta dan karsa dalam kenyataannya dapat berupa corak pemikiran, ungkapan
perasaan dan tingkah laku dari hasil kelakuan masyarakat tertentu. Manusia dan
melindungi diri dari alam, mengatur antara manusia dan sebagai wadah dari
Tiga poin inti yang terdapat dalam kebudayaan: pertama adalah hakikat
hidup manusia (manusia dengan tuhan atau dengan dirinya sendiri), kedua
adalah hakikat hidup manusia dengan alam sekitarnya, dan ketiga adalah hakikat
manusia dengan sesama manusia. Secara garis besar budaya adalah pendorong
lisan karena titik nilai dalam kebudayaan apabila sudah membudaya didalam diri
seseorang, maka nilai itu akan dijadikan sebagai pedoman atau petunjuk di
dalam bertingkahlaku.
7. Resepsi Masyarakat
35
banyak menunjukkan kepedulian terhadap karya sastra yang telat diciptakan, dan
menjadi dua bentuk yaitu: 1) resepsi sastra singkronik, dan 2) resepsi sastra
diakronik. Bentuk resepsi sastra singkronik yaitu cara penelitian terhadap karya
disimpulkan bahwa nilai sebuah karya sastra dapat terlihat pada suatu kurun
Sedangkan resepsi
36
penafsiran, penafsiran yaitu bersifat teoritis dan sistematis. Oleh karena itu
Studi resepsi sastra sangat tepat untuk sastra Indonesia sebab Indonesia
memiliki khazanah sastra, khususnya sastra lama yang sangat beragam. Sebagai
ahli dalam bidang sastra lama, nilai katya sastra dengan demikian terkadang
dalam penemuan antara masa lampau karya sastra dengan kekinian masing-
karya sastra legenda sumur Leng Songo di masyarakat sekitar legenda tersebut.
Tanggapan atau bentuk penilaian tersebut dari seorang pembaca atau masyarakat
terhadap suatu karya sastra lisan dalam hal ini adalah legenda sumur Leng
Songo.