Anda di halaman 1dari 3

K3 TEMPAT KERJA

Dasar hukumnya yaitu UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja


 Tempat kerja adalah suatu rungan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana
tenaga kerja bekerja atau adanya keperluan usaha dan terdapat sumber-sumber bahaya .
 Tempat kerja harus memiliki syarat-syarat keselamatan kerja :
 mencegah dan mengurangi kecelakaan;
 mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;
 mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
 memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-
kejadian lain yang berbahaya;
 memberi pertolongan pada kecelakaan;
 memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;
 mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu, kelembaban, debu,
kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran;
 mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik maupun psychis,
peracunan, infeksi dan penularan;
 memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
 menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;
 menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
 memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
 memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya;
 mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang;
 mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;
 mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan dan penyimpanan
barang;
 mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;
 menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya
kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
 Direktur melakukan pelaksanaan umum terhadap UU, sedangkan pengawas dan Ahli K3 bertugas
menjalankan pengawasan langsung terhadap ditaatinya UU dan membantu pelaksanaannya
 Diperlukan sebuah P2K3 dalam melaksanakan tugas dan kewajiban bersama di bidang K3, dalam
rangka melancarkan usaha berproduksi dan susunannya diatur oleh menteri tenaga kerja
 Kecelakaan kerja wajib dilaporkan kepada menteri tenaga kerja
 Baragsiapa memasuki suatu tempat kerja, diwajibkan mentaati semua petunjuk keselamatan dan
memakai APD

UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan


 Memberdayakan dan Mendayagunakan Tenaga Kerja Secara Optimal dan Manusiawi
Penjelasan Pasal 4 huruf a UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah sebagai berikut:
Melalui pemberdayaan dan pendayagunaan ini diharapkan tenaga kerja Indonesia dapat berpartisipasi
secara optimal dalam Pembangunan Nasional, namun dengan tetap menjunjung nilai-nilai
kemanusiaannya.”
 Mewujudkan Pemerataan Kesempatan Kerja dan Penyediaan Tenaga Kerja yang Sesuai
dengan Kebutuhan Pembangunan Nasional dan Daerah
Penjelasan Pasal 4 huruf a UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah :
“Pemerataan kesempatan kerja harus diupayakan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagai satu kesatuan pasar kerja dengan memberikan kesempatan yang sama untuk memperoleh
pekerjaan bagi seluruh tenaga kerja Indonesia sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya. Demikian
pula pemerataan penempatan tenaga kerja perlu diupayakan agar dapat mengisi kebutuhan di seluruh
sektor dan daerah.”
 Memberikan Perlindungan Kepada Tenaga Kerja Dalam Mewujudkan Kesejahteraan dan
Meningkatkan Kesejahteraan Tenaga Kerja dan Keluarganya
Karena bidang ketenagakerjaan dianggap penting dan menyangkut kepentingan umum, maka Pemerintah
mengalihkannya dari hukum privat menjadi hukum publik.
Alasan lain adalah banyaknya masalah ketenagakerjaan yang terjadi baik dalam maupun luar negeri.
Salah satu contoh adalah banyak kasus yang masuk ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI)
menyangkut penggunaan tenaga kerja asing.
Setiap putusan badan peradilan PHI akan menjadi evaluasi untuk kepentingan di bidang ketenagakerjaan.
Ketentuan Perjanjian Kerja dalam Undang Undang Ketenagakerjaan UU No 13 Tahun 2003

Bagian penting dalam ketenagakerjaan yang banyak mendapat sorotan adalah hubungan kerja antara
pekerja dengan pengusaha.
Hubungan kerja ini termasuk sebagai Perjanjian.
Sesuai dengan Pasal 1313 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan
dengan satu orang atau lebih dan  mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya.
Dalam Pasal 1320 KUH Perdata terdapat syarat-syarat terjadinya suatu perjanjian yang sah adalah:
Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
 Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
 Suatu pokok persoalan tertentu
 Suatu sebab yang tidak dilarang
 Hubungan kerja
Dari ketentuan pasal tersebut terlihat jelas bahwa perjanjian kerja yang dilakukan antara pekerja/buruh
dengan pengusaha semuanya tergantung kesepakatan kedua belah pihak.
Namun dengan batasan-batasan yang disebutkan dalam UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
perjanjian kerja yang dilakukan harus menunjukkan adanya kejelasan atas pekerjaan antara pekerja/buruh
dengan pengusaha.
Sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam perjanjian yang telah disepakati dan ketentuan yang
tercantum dalam UU No. 13 Tahun 2003 maka terdapat unsur dari hubungan kerja yaitu :
 Adanya unsur service (pelayanan)
 Adanya unsur time (waktu)
 Adanya unsur pay (upah)
Masyarakat pada umumnya tahu bahwa tidak boleh adanya pemberlakuan tidak adil (diskriminasi) antara
sesama pekerja atau antara pekerja dengan pengusaha.
Hal itu disebutkan dalam Pasal 5 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang isinya berbicara
mengenai hak tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh
pekerjaan. Kemudian Pasal 6 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juga menyebutkan bahwa
setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha.
Penerapan pasal tersebut salah satunya adalah dengan urusan absensi. Absensi yang kelihatan sepele
sungguh akan menajadi masalah besar bila tak dikelola dengan maksimal. Jika absensi masih dilakukan
secara manual, faktor human error sangat besar yang tentu karyawan akan merasa dirugikan. Oleh karena
itu. perlu penerapan aplikasi absensi pegawai online agar meminimalisir potensi human error tersebut.

Permen No. 08/Men/2010 tentang Alat Pelindung Diri


Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No.8/MEN/VII/2010, alat
pelindung diri (APD) atau personal protective equipment didefinisikan sebagai alat yang mempunyai
kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari
potensi bahaya di tempat kerja. Menurut permenaker no.8 tahun 2010 bahwa setiap pengusaha wajib
menyediakan alat pelindung diri (APD) bagi pekerja/buruh di tempat kerja. Kewajiban-kewajiban lain
yang berhubungan dengan APD yang harus dipenuhi menurut peraturan menteri ini antara lain:
1. Alat pelindung diri yang digunakan harus sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) atau standar
yang berlaku.
2. APD yang dimaksud meliputi pelindung kepala, pelindung mata dan muka, pelindung telinga,
pelindung pernapasan beserta perlengkapannya, pelindung tangan, pelindung kaki, pakaian
pelindung, alat pelindung jatuh perorangan dan atau pelampung.
3. Di dalam Pasal 4 disebutkan 18 jenis tempat kerja di mana APD wajib digunakan.
4. Pengusaha wajib mengumumkan secara tertulis dan memasang rambu-rambu mengenai
kewajiban penggunaan APD di tempat kerja.
5. Pengusaha diwajibkan melakukan manajemen APD di tempat kerja, yang meliputi identifikasi
kebutuhan dan syarat APD, pemilihan APD yang sesuai, pelatihan, dan lain-lain.
6. APD harus segera diganti apabila rusak, tidak dapat berfungsi dengan baik atau telah habis masa
pakainya (lifespan).
7. APD yang telah rusak dan mengandung bahan berbahaya harus dimusnahkan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kewajiban setiap perusahaan yang berkaitan dengan alat pelindung diri seperti tersebut dalam
permenaker no.8 tahun 2010 ini harus dipenuhi. Karena hal ini menyangkut legal compliance status dari
perusahaan. Selain itu, bagi perusahaan yang sudah menjalankan atau menerapkan sistem manajemen
K3 atau OHSAS 18001, maka sudah seharusnya peraturan ini masuk dalam daftar legal yang
teridentifikasi

1. K3 Konstruksi Bangunan
Dasar hukum mengenai K3 Kontruksi Bangunan tertulis di :
1. UU No. 18/1999 tentang Jasa Konstruksi
 jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan
jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan pekerjaan
konstruksi; 

2. Peraturan No. 01/MEN/1980 tentang K3 Konstruksi
3. Permenaker No. 05/MEN/2018 tentang Lingkungan Kerja
4. Instruksi Menaker No. 01/1992 tentang Pemeriksaan, Keberadaan Unit Organisasi K3
5. SKB Menaker dan Men PU ke-174/1986 dan No. 104/KPTS/1986 tentang K3 pada tempat kegiatan
konstruksi beserta pedoman pelaksanaan K3 pada tempat kegiatan konstruksi
6. Surat Dirjen Binawas No. 147/BW/KK/IV/1997 tentang wajib Lapor Pekerjaan Proyek Konstruksi
7. Permenaker No. 01/MEN/1980 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada Konstruksi Bangunan
8. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER 01/MEN/1980 Pasal 10 orang yang tidak
berkepentingan, dilarang memasuki tempat kerja.

Anda mungkin juga menyukai