Anda di halaman 1dari 4

1.

Sejarah keselamatan kerja di Negara Indonesia (k3) di mulai setelah Belanda hadir ke Indonesia
pada era ke-17. Saat itu, permasalahan keselamatan kerja di lokasi Indonesia mulai terasa untuk
melindungi modal yang ditanam untuk industri. Saat jumlah ketel uap yang dipakai industri Indonesia
sekitar 120 ketel uap, hingga munculah undang-undang tentang kerja ketel uap di tahun 1853.Pada
tahun 1898, jumlah ketel uap yang dipakai industri kerja makin bertambah jadi 2.277 ketel uap. Tahun
1890 lalu dikeluarkan ketentuan mengenai pemasangan serta penggunaan jaringan listrik di lokasi
Indonesia. Menyusul pada tahun 1907, dikeluarkan ketentuan mengenai pengangkutan obat, senjata,
petasan, peluru serta beberapa bahan yang bisa meledak serta berdampak pada keselamatan
kerja.Veiligheids Reglement serta pengaturan khusus menjadi pelengkap ketentuan pengerjaannya
dikeluarkan pada tahun 1905. Lalu direvisi pada tahun 1910 di mana pengawasan undang-undang
kerja dikerjakan oleh Veiligheids Toezich. Sedang pada tahun 1912 muncul pelarang pada pemakaian
fosfor putih.Undang-undang pengawasan kerja yang berisi kesehatan serta keselamatan kerja atau K3
dikeluarkan tahun 1916. Pada tahun 1927 lahir undang-undang masalah serta di tahun 1930
pemerintah Hindia Belanda membuat revisi undang-undang ketel uap.Riwayat keselamatan kerja di
Negara Indonesia (k3) di mulai setelah Belanda hadir ke Indonesia pada era ke-17.Saat terjadi perang
dunia ke II, sedikit catatan riwayat tentang keselamatan dan kesehatan industri kerja, karena waktu itu
masih dalam situasi perang hingga banyak industri yang berhenti beroprasi. Semenjak zaman
kemerdekaan, riwayat keselamatan kerja berkembang sama dengan dinamika bangsa Indonesia.
Beberapa waktu setelah Proklamasi, undang-undang kerja serta undang-undang kecelakaan
(khususnya tersangkut permasalahan kompensasi) mulai dibuat. Di tahun 1957 didirikanlah Instansi
Kesehatan serta Keselamatan Kerja. Sedang di tahun 1970, undang-undang no I mengenai
keselamatan kerja dibuat. Undang-undang ini sendiri dibuat jadi alternatif Veiligheids Reglement
tahun 1920. Sejarah selanjutnya pada tahun 1969, berdirilah ikatan Higiene Perusahaan, Kesehatan
serta keselamatan kerja, serta di tahun 1969 dibuat laboratorium keselamatan kerja. Di tahun 1957,
diselenggarakan seminar nasional Higiene Perusahaan serta Keselamatan Kerja K3 dengan topik
penerapan Keselamatan Kerja Untuk Pembangunan. Persisnya di bulan Februari 1990, Fakultas
Kedokteran Unissula yang bekerja bersama dengan Rumah Sakit Sultan Agung Semarang
mengadakan symposium gangguan pendengaran karena kerja yang di buka oleh Menteri Tenaga
Kerja Republik Indonesia yang saat itu dijabat oleh Cosmas Batubara.
UNDANG-UNDANG KESELAMATAN KERJA

 Undang-undang No. 1 Tahun 1951 tentang Kerja


Di dalam UU No.1 tahun 1951 tentang Kerja, mengatur tentang jam kerja, cuti
tahunan, cuti hamil, cuti haid bagi pekerja wanita, peraturan tentang kerja anak-anak, orang
muda, dan wanita, persyaratan tempat kerja, dan lain-lain. Dalam Pasal 16 ayat 1 UU No. 1
Tahun 1951 yang menetapkan, bahwa “Majikan harus mengadakan tempat kerja dan
perumahan yang memenuhi syarat-syarat kebersihan dan Kesehatan”.
 Undang-undang No. 2 Tahun 1952 tentang Kecelakaan Kerja
Undang-undang No. 2 tahun 1952 tentang Kecelakaan Kerja, Undang-Undang
Konpensasi Pekerja (Workmen Compensation Law) Undang-undang ini menentukan
penggantian kerugian kepada buruh yang mendapat kecelakaan atau penyakit akibat kerja.
 Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
Undang-undang Keselamatan Kerja diundangkan pada tahun 1970 dan menggantikan
Veilligheids Reglement pada Tahun 1910 (Stb. No. 406).

UU Keselamatan Kerja yang berlaku di Indonesia sekarang adalah UU Keselamatan


Kerja (UUKK) No. 1 tahun 1970. Undang-undang ini merupakan undang-undang pokok yang
memuat aturan-aturan dasar atau ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan kerja di
segala macam tempat kerja yang berada di wilayah kekuasaan hukum NKRI. Dasar hukum
UU No. 1 tahun 1970 adalah :
 UUD 1945 Pasal 27 (2) menyatakan bahwa: “Tiap-tiap warganegara berhak atas pekerjaan
dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Ini berarti setiap warga negara berhak hidup
layak dengan pekerjaan yang upahnya cukup dan tidak menimbulkan kecelakaan/penyakit.
 UU No. 14 tahun 1969 menyebutkan bahwa tenaga kerja merupakan modal utama serta
pelaksana dari pembangunan.
DASAR HUKUM DARI UNDANG-UNDANG TERSEBUT

 Ruang Lingkup K3 Pertambangan : Wilayah KP/KK/PKP2B/SIPD Tahap


Eksplorasi/Eksploitasi/Kontruksi & Produksi/Pengolahan/Pemurnian/Sarana Penunjang
 UU No. 11 Tahun 1967 (bab 10 pengawasan pertambangan)
 UU No. 01 Tahun 1970
 UU No. 23 Tahun 1992
 PP No. 19 Tahun 1973
 Kepmen Naker No. 245/MEN/1990
 Kepmen Naker No. 463/MEN/1993
 Kepmen Naker No. 05/MEN/1996
 Kepmen  PE. No.2555 K/26/MPE/1994
 Kepmen  PE  No. 555 K/26/MPE/1995
 Kepmen  Kesehatan No. 260/MEN/KES/1998
 Kepmen ESDM  No. 1453 K/29/MEM/2000

2. Safety Talk (disebut juga safety morning talk atau toolbox meeting) adalah pertemuan yang
dilakukan rutin antara supervisor dengan para pekerja atau karyawan untuk membicarakan hal-hal
mengenai K3, entah tentang isu terbaru, regulasi, prosedur kerja, alat pelindung diri, potensi bahaya
dan sebagainya.
Bentuk safety talk bisa berupa short brief terhadap apa yang telah diberikan kepada karyawan.
Mengingatkan kembali atas apa yang harus dilakukan.
Kesehatan dan keselamatan kerja(K3) adalah suatu kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan
aman baik itu bagi pekerjanya, perusahaan maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik
atau tempat kerja tersebut.
Kesehatan dan keselamatan kerja (K3), terkesan rancu apabila disebut keselamatan dan
kesehatan kerja) adalah bidang yang terkait dengan kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan
manusia yang bekerja di sebuah institusi maupun lokasi proyek. Tujuan K3 adalah untuk memelihara
kesehatan dan keselamatan lingkungan kerja.[1] K3 juga melindungi rekan kerja, keluarga pekerja,
konsumen, dan orang lain yang juga mungkin terpengaruh kondisi lingkungan kerja.
K3 cukup penting bagi moral, legalitas, dan finansial. Semua organisasi memiliki kewajiban
untuk memastikan bahwa pekerja dan orang lain yang terlibat tetap berada dalam kondisi aman
sepanjang waktu.[2] Praktik K3 meliputi pencegahan, pemberian sanksi, dan kompensasi, juga
penyembuhan luka dan perawatan untuk pekerja dan menyediakan perawatan kesehatan dan cuti sakit.
K3 terkait dengan ilmu kesehatan kerja, teknik keselamatan, teknik industri, kimia, fisika kesehatan,
psikologi organisasi dan industri, ergonomika, dan psikologi kesehatan kerja.
Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak direncanakan atau tidak diduga dan tidak
diinginkan dan dapat menimpa siapa saja, kapan saja, dimana saja yang mempunyai sifat merugikan
terhadap manusia, material, machine dan methode.
3. Kriteria Kecelakaan Tambang (Kepmen no 555/1995)
Memenuhi 5 unsur :
 Benar-benar terjadi
 Mengakibatkan cidera pekerja tambang atau orang yang diberi izin oleh Kepala Teknik
Tambang (KTT)
 Terjadi akibat kegiatan usaha pertambangan
 Terjadi pada jam kerja pekerja tambang yang mendapat cidera atau setiap saat orang yang
diberi izin
 Terjadi di dalam wilayah kegiatan usaha pertambangan dan atau wilayah proyek
4. Penyebab langsung kecelakaan dibagi 2 yaitu :

 Perbuatan yang tidak aman(unsafe act)


Perbuatan yang tidak aman adalah segala kegiatan yang dilakukan seseorang yang
mana akan meningkatkan risiko atau kemungkinan orang tersebut mendapatkan kecelakaan.
Contoh dari unsafe act seperti :
1. Tidak mengenakan APD
2. Tidak Mengikuti prosedur kerja
3. Tidak mengikuti peraturan K3
4. Bekerja sambil bergurau
 Kondisi tidak aman(unsafe condition)
Kondisi tidak aman adalah adalah situasi atau keadaan yang tidak langsung
disebabkan oleh tindakan atau ketidaksengajaan dari satu atau lebih karyawan pada suatu
lokasi yang dapat menyebabkan celaka atau cedera jika kondisi tersebut tidak diperbaiki.
Berikut beberapa kondisi tidak aman yang berpotensi menimbulkan insiden kecelakaan.
Contoh dari unsafe condition seperti :
1. Jalan berlubang
2. Lantai kerja licin
3. Lampu Penerangan kurang
4. Peralatan kerja yang rusak
5. Berikut ini adalah 10 buah perubahan yang dipercaya diperlukan untuk merubah prilaku
pekerja untuk mencapai budaya keselamatan kerja yang terbaik:
1. Dari peraturan menjadi tanggung jawab perusahaan
2. Dari orientasi kecelakaan menjadi orientasi keselamatan
3. Dari fokus hasil akhir menjadi fokus perilaku kerja
4. Dari kontrol “top down” menjadi pemberdayaan pekerja
5. Dari keberhasilan individu menjadi keberhasilan tim
6. Dari pendekatan “piecemeal” menjadi pendekatan sistimatik
7. Dari pencarian kesalahan menjadi pengumpulan fakta
8. Dari usaha re-aktif menjadi usaha proaktif
9. Dari perbaikan sementara menjadi perbaikan berkesinambungan
10. Dari skala prioritas menjadi nilai utama pekerjaan
6. Secara hierarki ada dua macam penyebab kecelakaan kerja yaitu (Dainur,1992) :
1. Penyebab Langsung adalah sebab-sebab yang secara langsung mengakibatkan terjadinya sebuah
kecelakaan. Penyebab Langsung biasanya dibedakan ke dalam dua kriteria, yaitu :
a. Tindakan tidak aman, contoh tindakan tidak aman adalah mengoperasikan alat tanpa izin,
mengoperasikan alat di atas batas kecepatan maksimum, menggunakan alat yang tidak lengkap.
b. Kondisi tidak aman, contoh kondisi tidak aman adalah alat atau perkakas yang rusak, rambu-rambu
tidak lengkap, kurangnya lampu penerangan, temperatur yang terlalu rendah atau terlalu tinggi.
2. Penyebab Dasar, adalah hal-hal yang mengakibatkan atau mendorong Penyebab Langsung.
Penyebab Dasar dibedakan dalam tiga kategori, yaitu:
a. Faktor personal, adalah faktor-faktor di dalam diri pekerja atau korban yang mendorong dirinya
untuk melakukan tindakan tidak aman.
b. Faktor Pekerjaan, contoh faktor pekerjaan adalah kepemimpinan yang kurang, peralatan dan
material kurang, standar kerja kurang.
c. Kurang kendali (Lack of Control), kurang kendali dapat diterjemahkan sebagai kegagalan
manajemen dalam memenuhi dan menegakan standar yang ada di dalam Perusahaan. Contohnya
adalah pelatihan yang kurang, tidak terjadwalnya inspeksi terencana, atau analisa kecelakaan yang
salah.

7. K3 harus diterapkan di semua perusahaan terutama yang bergerak di bidang industri. Biasanya di
perusahaan industri risiko kecelakaan kerjanya lebih besar karena berhubungan dengan banyak mesin
dan alat berat. Dalam UU No. 1 Tahun 1970 tertulis bahwa tujuan dari K3 adalah mencegah
terjadinya kecelakaan maupun sakit karena aktivitas kerja dan memakai setiap sumber produksi
dengan aman serta efisien. Kesehatan dan Keselamatan Kerja di perusahaan harus diterapkan agar
karyawan dapat bekerja dengan aman, nyaman, serta dalam kondisi sehat. Selain itu, bila K3 benar-
benar diterapkan dengan maksimal akan mengurangi kerugian fisik dan finansial bagi perusahaan dan
karyawan. Penerapan K3 juga menjadi tolak ukur atau acuan dalam membuat SOP (Standard
Operating Procedures) agar perusahaan dapat mengidentifikasi dan mengevaluasi bagian proses mana
yang perlu diperbaiki untuk menghindari kecelakaan kerja. Para karyawan industri juga harus diberi
APD (Alat Pelindung Diri) yang berfungsi melindungi diri dari sebagian atau seluruh potensi bahaya
di tempat kerja. Apa saja bentuk APD yang sesuai dengan standar K3? Di antaranya adalah helm,
sabuk pengaman (safety belt), sepatu boot, sepatu pengaman (safety shoes), masker, penyumbat
telinga (ear plug), penutup telinga (ear muff), kacamata pengaman (safety glass), sarung tangan,
pelindung wajah, pelampung, dan sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai