Evaluasi Pengendalian Mutu Dan Perancangan Konsep Haccp Hazard Analysis Critical Control Point Pada Usaha Kecil Menengah Sosis Ikan Bab4
Evaluasi Pengendalian Mutu Dan Perancangan Konsep Haccp Hazard Analysis Critical Control Point Pada Usaha Kecil Menengah Sosis Ikan Bab4
id
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pengendalian Mutu
1. Pengendalian Mutu Sosis Ikan
a. Pengendalian Mutu Bahan Baku
Bahan baku merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam
proses produksi pembuatan makanan. Jika bahan baku yang digunakan
mutunya baik maka diharapkan produk yang dihasilkan juga baik.
Dalam produksi sosis ikan perlu dilakukan pengendalian mutu bahan
baku. Tujuannya untuk menjaga kualitas dan kuantitas sosis ikan yang
dihasilkan sehingga sesuai dengan standar SNI sosis yaitu 01-3820-
1995 dan dapat diterima oleh konsumen. Bahan baku yang digunakan
dalam pembuatan sosis ikan adalah daging ikan atau fillet ikan tenggiri
(Gambar 4.1). Pembelian bahan baku fillet ikan tenggiri melalui
pemesanan kepada supplier.
Hasil pengujian mutu pada fillet ikan di UKM Fania Food dapat
dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil Pengujian Organoleptik Fillet Ikan di UKM Fania Food
Persyaratan
No Jenis Uji Hasil Uji
(BSN 2006)
1 Warna Segar kemerahan dan bersih Segar kemerahan dan bersih
2 Bau Sangat segar Sangat segar
3 Penampakan Terbentuk dari tulang Terbentuk dari tulang
belakang maupun linea belakang maupun linea
lateralis berwarna merah lateralis berwarna merah cerah
cerah tidak terbelah tidak terbelah
4 Tekstur Padat, kompak dan elastis Padat, kompak dan elastis
Sumber : Hasil Analisis Organoleptik
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2. Telur
Fungsi telur (Gambar 4.4) dalam pembuatan sosis ikan adalah
sebagai pembentuk tekstur agar lebih lembut. Untuk membuat sosis
ikan menggunakan telur sebanyak 2 butir telur dalam satu resep
pembuatan sosis ikan. Pembelian telur dilakukan setiap akan
produksi, jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan produksi. Hal
ini dilakukan untuk mencegah kebusukan telur, apabila
persediannya terlalu banyak. Telur dibeli dari toko yang berada di
dekat UKM Fania Food. Pengawasan mutu pada telur dapat dilihat
pada Tabel 4.7.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
3. Garam
Garam Gambar 4.5 yang digunakan dalam pembuatan sosis
ikan adalah garam Refina yaitu garam beriodium. Penggunaan
garam disesuaikan dengan adonan yang akan dibuat. Garam yang
digunakan dalam pembuatan produk sosis adalah jenis garam dapur
(NaCl), garam tidak hanya berfungsi sebagai pembentuk flavor,
namun juga berpengaruh dalam pembentukan karakteristik fisik
dan adonan. Garam mempunyai peran yang cukup menentukan
yaitu memberikan commit to user
kelezatan produk, mempertahankan flavor dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
4. Gula pasir
Gula (Gambar 4.6) yang digunakan dalam pembuatan sosis
ikan adalah gula pasir. Gula ini dibeli di pasar Gedong kuning
Yogyakarata. Pembeliannya setiap kali akan melakukan pembuatan
olahan sosis. Dalam sekali membeli sekitar 2 kg, tergantung
dengan kebutuhan produksi. Gula sangat penting pengaruhnya
terhadap hasil akhir sosis ikan. Dalam kemasan gula pasir belum
tertera label SNI maupun BPOM karena dikemas dengan plastik
biasa. Pengawasan mutu pada gula pasir dapat dilihat pada Tabel
4.11.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
5. Bawang putih
Bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan sosis ikan
di UKM Fania Food adalah bawang putih Gambar 4.7.
Penggunaan bawang putih disesuaikan dengan jumlah fillet ikan
yang ada. Untuk 1,5 fillet ikan dibutuhkan 25 gr bawang putih,
bawang tersebut dikupas dan dihaluskan kemudian dicampurkan
kedalam adonan. Bawang putih dibeli dari pasar Gedong kuning
Yogyakarta dalam kemasan plastik dan diikat. Penyimpanan
bawang putih disimpan dalam cating. Pengawasan mutu pada
bawang putih dapat dilihat pada Tabel 4.13.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
yang tertutup, kering dan terbebas dari kotoran. Hal ini bertujuan
agar tidak didatangi serangga dan tikus.
6. Bawang merah
Bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan sosis ikan
di UKM Fania Food adalah bawang merah Gambar 4.8.
Penggunaan bawang merah disesuaikan dengan jumlah produksi
yang ada. Bawang merah dibeli dari pasar dalam kemasan plastik
dan diikat. Bawang merah yang digunakan di UKM Fania Food
adalah bawang merah yang berwarna merah dan tidak busuk.
Penyimpanan bawang merah disimpan dalam rak yang terbuka.
Pengawasan mutu pada bawang merah dapat dilihat pada Tabel
4.15.
7. Bahan Penyedap
Penyedap rasa yang digunakan diUKM Fania Food adalah
penyedap rasa Neriplus Gambar 4.9. Fungsi penyedap rasa dalam
pembuatan sosis ikan adalah menimbulkan rasa yang lezat dan
enak. Penggunaan penyedap rasa disesuaikan dengan adonan yang
akan dibuat. Pengawasan mutu pada penyedap rasa dapat dilihat
pada Tabel 4.17.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
8. Wortel
Bahan tambahan sayuran yang digunakan dalam pembuatan
sosis ikan di UKM Fania Food adalah wortel Gambar 4.10.
Penggunaan wortel disesuaikan dengan jumlah fillet ikan yang ada.
Untuk 1,5 fillet ikan dibutuhkan ½ kg wortel, wortel tersebut
dikupas dan dihaluskan kemudian dicampurkan kedalam adonan.
wortel dibeli dari pasar Gedong kuning Yogyakarta. Pembelian
wortel yaitu dilakukan setiap kali akan melakukan proses
pembuatan sosis. Pengawasan mutu pada wortel dapat dilihat pada
Tabel 4.19.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
gr tepung tapioka, 6 butir telur, 12 sendok teh garam, 6 sendok teh gula
pasir, 600 gr bawang merah, 75 gr bawang putih, 1,5 Kg wortel dan daun
bawang secukupnya. Tahapan proses pembuatan sosis ikan dapat dilihat
pada diagram alir (Gambar 4.12).
Proses produksi pembuatan sosis ikan berdasarkan evaluasi
pengendalian mutu yang ada di UKM Fania Food dan konsep
pengendalian mutu untuk perbaikan proses (Tabel 4.23) dapat dijelaskan
sebagai berikut :
a. Persiapan
Bahan yang digunakan untuk pembuatan sosis ikan disiapkan
sesuai dengan kebutuhan untuk formula resepnya yaitu dengan proses
penimbangan masing-masing bahan. Proporsi masing-masing bahan
tersebut akan menghasilkan sifat reologis yang berbeda-beda
tergantung formulanya. Pada tahap ini ada peluang untuk melakukan
kreasi dan inovasi resep. Dan juga mempersiapkan alat-alat yang akan
digunakan dalam pembuatan sosis.
Untuk pengendalian mutu pada tahap persiapan ini yaitu
memilih bahan-bahan yang berkualitas atau yang bermutu bagus,
ketika penimbangan, tempat yang digunakan untuk menimbang sudah
harus bersih dari kotoran agar tidak terkontaminasi dengan bahan-
bahan lain. Wadah yang digunakan setelah penimbangan harus wadah
yang bersih dari kotoran dan dari kontaminasi produk lain.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Fillet ikan
Wortel
Penggilingan
Pemotongan
Fillet halus
Penggilingan
Bumbu
Pencampuran adonan
Wortel halus
Tapioka
Adonan
berbumbu
Sosis matang
Pemotongan
Pendinginan
Daun bawang
Pengemasan
Penyimpanan (-18oC)
commit to user
Gambar 4.12 Diagram Alir Proses Pembuatan Sosis Ikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
b. Penggilingan
Penggilingan dilakukan untuk memperoleh daging ikan dengan
ukuran dan kehalusan yang seragam. Ukuran daging ikan yang
dihasilkan tergantung pada ukuran gilingan yang digunakan. Pada
pembuatan sosis ikan diusahakan memperoleh hasil gilingan yang
sehalus mungkin, karena tingkat kehalusan ini sangat mempengaruhi
produk akhir sosis ikan yang dihasilkan. Di UKM Fania Food
penggilingan dilakukan dengan pengulangan 3X. Hasil gilingan ini
selanjutnya ditimbang untuk menentukan formulasi adonan. Cara
penggilingan ikan adalah dengan memasukkan fillet ikan sedikit demi
sedikit ke dalam meet grander dan masuk ke dalam ruang
penggilingan. Kemudian gilingan ikan akan keluar melalui saluran
outlet pada mesin. Hasil gilingan ikan ini ditampung dengan
menggunakan baskom.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
c. Pencampuran adonan
Proses pengadonan (Gambar 4.14) merupakan proses
pencampuran bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan sosis
ikan, seperti : fillet ikan sebanyak 4,5 kg yang sudah dihaluskan dan
air es. Selain itu juga ditambahkan 2250 gr tepung tapioka, 6 butir
telur, 12 sendok teh garam, 6 sendok teh gula pasir, 600 gr bawang
merah, 75 gr bawang putih, 1,5 Kg wortel dan daun bawang
secukupnya. Sebelum ditambahkan dalam adonan, telur dikocok
terlebih dahulu. Setelah itu semua bahan-bahan ini dicampur menjadi
satu sampai homogen dapat tercampur rata. Alat yang digunakan
untuk proses pengadonan di UKM fania Food adalah baskom besar,
sehingga dapat memuat banyak bahan-bahan yang akan diadoni.
Proses pengadonan dicommit to usermasih berlangsung secara manual,
dalam UKM
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
d. Pencetakan Adonan
Setelah adonan jadi kemudian adonan sosis ikan dimasukkan
dalam selongsong dengan menggunakan alat yang disebut stuffer
(Gambar 4.15). Proses ini bertujuan agar sosis yang dihasilkan
memiliki bentuk dan tekstur padat. Proses pengisian ini diusahakan
udara tidak masuk dalam selongsong. Adanya udara dalam selongsong
akan mempengaruhi struktur sosis yang dihasilkan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
e. Pengukusan
Pengukusan dilakukan setelah adonan dimasukkan dalam casing
dan diikat. Pengukusan bertujuan agar adonannya matang sempurna
selain itu juga membantu memperbaiki tekstur sosis ikan menjadi
lebih empuk, dan memberi warna yang lebih menarik. Pengukusan
dilakukan dengan menggunakan panci diatas kompor gas selama 45
menit dengan suhu antara 60 0C-70 0C. Proses pemasakan bertujuan
agar daging sosis menjadi matang, meningkatkan keempukan daging,
meningkatkan kekompakan struktur daging karena terjadi koagulasi
protein dan dehidrasi sebagian untuk memberikan rasa dan aroma
tertentu dan memperpanjang masa simpan produk sosis. Proses
pemasakan sosis adalah dengan memanaskan produk sosis hingga
suhu produk mencapai 60 0C-70 0C suhu ini cukup untuk membunuh
mikroba yang terdapat didalamnya. Proses pengukusan sosis dapat
dilihat pada Gambar 4.16.
f. Pengemasan
Pengemasan dilakukan setelah sosis direbus dan diangin-
anginkan beberapa saat sampai terasa hangat. Di UKM fania Food
pengemasannya dengan menggunakan pengemas vacuum pack.
Penggunaan pengemas ini digunakan untuk menekan pertumbuhan
bakteri yang menyebabkan pembusukan pada sosis ikan. Agar sosis
ikan yang dikemas akan lebih berdaya tahan lama dan juga lebih fresh
atau segar. Urutan proses diasumsikan untuk memenuhi ekstraksi
vakum, penyegelan, pencetakan, pendinginan dan aerasi pada udara
permukaan. Sosis akan disortir berdasarkan ukurannya yang sama
dengan tujuan agar dalam satu kemasan didapatkan ukuran sosis yang
seragam. Pada setiap kemasan berisi 5 biji sosis. Proses pengemasan
dapat dilihat pada Gambar 4.17.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
g. Penyimpanan
Setelah dikemas sosis disimpan dalam freezer dengan suhu -40
0
C selama 24 jam, agar daging sosis memiliki tekstur yang lebih padat
dan lebih tahan lama. Proses pembekuan sosis ikan dapat dilihat pada
Gambar 4.18.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
1) Kadar Air
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam
bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar adalah salah satu
karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air
dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa pada bahan
pangan. Menurut Winarno (1997), kadar air dalam bahan pangan
ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut.
Teori lain juga mengatakan bahwa, turunnya kadar air yang ada
dalam suatu bahan akan memberi kemungkinan berkurangnya
kebusukan dari makanan tersebut (Indriati et.al, (1991) dalam
Susianawati (2006)). Sehingga semakin tinggi kadar air pada suatu
produk tingat keawetannya akan semakin rendah.
Dari hasil pengujian didapatkan hasil kadar air sosis ikan
adalah 63%. Hasil pengujian kadar air memenuhi standar SNI, yaitu
maksimal 67%. Sehingga kadar air produk sosis ikan aman dan dapat
diterima. Kadar air suatu bahan dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu penyimpanan, pengolahan dan pengemasan. Apabila
kandungan kadar air terlalu tinggi dapat mempengaruhi karakteristik,
cita rasa dan keawetan pada sosis ikan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2) Kadar Abu
Kandungan abu tergantung pada macam bahan dan cara
pengabuannya. Kadar abu yang dihasilkan ada kaitannya dengan
mineral suatu bahan. Penentuan kadar abu total pada suatu bahan
pangan sangat bermanfaat sebagai parameter nilai gizi bahan pangan
tersebut. Karena adanya kandungan abu yang tidak larut pada proses
pengabuan akan menunjukkan adanya pasir atau kotoran lain yang
masih terkandung pada bahan pangan. Penentuan kadar abu total juga
bermanfaat untuk menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan
(Sudarmadji, 1997). Prinsip dari analisa kadar abu adalah
mengoksidasikan semua zat organik pada suhu tinggi, yaitu sekitar
500 – 600 0C dan kemudian melakukan penimbangan zat yang
tertinggal setelah proses pembakaran tersebut.
Dari hasil analisa, kadar abu pada sosis ikan sebesar 2% dan telah
sesuai dengan standar SNI yaitu maksimal 3%. Kada abu yang tinggi
akan mengurangi kualitas produk yang dihasilkan. Apabila sosis ikan
masih memiliki kadar abu yang tinggi (>3%) maka sosis ikan yang
dihasilkan akan memiliki kandungan bahan asing atau kotoran lain
yang tidak larut dengan konsentrasi tinggi. Kadar abu yang dihasilkan
menggambarkan banyak sedikitnya mineral dari sampel bahan
makanan tersebut.
3) Kadar Protein
Kandungan protein merupakan salah satu kandungan yang harus
terpenuhi untuk mengetahui mutu dari produk yang dihasilkan.
Protein selain berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga
berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Fungsi utama protein
bagi tubuh ialah untuk membentuk jaringan baru dan mempertahankan
jaringan yang telah ada (Winarno, 1997).
Hasil analisis protein sosis ikan sebesar 25,34% dan pada SNI
commit
syarat mutunya minimal 13%to sehingga
user protein pada sosis ikan ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
4) Kadar Lemak
Sukar untuk mendefinisikan golongan senyawa yang disebut
lipid. Definisi dini terutama didasarkan pada apakah senyawa larut
dalam pelarut organik seperti eter, benzena atau kloroform dan tidak
larut dalam air (DeMan, 1971).
Hasil analis lemak sosis ikan sebesar 6,7% dan pada SNI syarat
mutunya maksimal 25% sehingga lemak pada sosis ikan sudah
memenuhi syarat. Tingginya kadar lemak pada suatu bahan pangan
mempunyai kecenderungan yang lebih besar untuk terjadinya
kerusakan. Kerusakan lemak terutama timbulnya bau dan rasa tengik
yang disebabkan oleh otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh
dalam lemak. Otooksidasi yaitu rekasi-reaksi kimia yang
menyebabkan ransiditas oksidatif lemak dan menghasilkan aldehida,
asam-asam lemak bebas dan keton yang selanjutnya menyebabkan
bau. Terjadinya otooksidasi lemak tergantung pada ada tidaknya
oksigen dan kontak sosis ikan dengan oksigen. Hasil oksidasi lemak
juga dapat menurunkan nilai gizi karena kerusakan vitamin terutama
karoten dan tokoferol serta asam lemak esensial dalam lemak.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2. Analisis Bahaya
Analisa bahaya amat penting untuk dilakukan terhadap bahan baku,
komposisi, setiap tahapan proses produk, penyimpanan produk dan
distribusi, hingga tahap penggunaan oleh konsumen. Tujuan analisis
commit tobahaya-bahaya
bahaya adalah untuk mengenali user apa saja yang mungkin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Tabel 4.26 Analisa Bahaya Pada Bahan Baku Pembuatan sosis ikan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
jamur
1. Penggilingan Fisik : debu - Sanitasi alat F:T F:T F:T - Menggunakan alat
dan pekerja setelah benar-benar
bersih
- Pemeriksaan alat
sebelum digunakan
Biologi:
bakteri jenis B:R B:R B:R
Psikotropik
sekitar dan pengemas bahan itu sendiri. Penanganan untuk bahaya fisik
adalah dengan melakukan sortasi dan pengecekan secara teliti. Bahaya
ini memang tidak mempunyai potensi untuk mematikan tetapi akan
menurunkan mutu dari produk akhir. Tingkat keparahannya sedang,
tetapi potensi keberadaannya tinngi dan penting untuk dikendalikan.
Bahaya kimia yang mungkin terjadi pada proses pembuatan sosis
ikan adalah proses yang kontak langsung dengan air, seperti proses
pengadonan. Karena air berpotensi besar mengandung kaporit. Hal ini
dapat menurunkan kualitas produk dan membahayakan kesehatan bagi
yang mengkonsumsinya. Peluang dan tingkat keparahannya tinggi dan
penting untuk dikendalikan. Untuk mencegah hal ini, sebaiknya air
yang digunakan dalam proses pembuatan sosis ikan adalah air yang
telah mengalami water treatment, dengan cara penyaringan atau filtrasi.
Bahaya biologi yang mungkin terdapat pada proses produksi adalah
E. Coli, Coliform, Staphylococcus, semut dan serangga. Cemaran ini
berasal dari lingkungan luar dan kebersihan pekerja. Lingakungan yang
tidak bersih mengakibatkan tercemarnya bakteri E. Coli dan Coliform.
Menurut Widaningrum dan Winarti, (2007), keberadaan E. coli dan
bakteri lain yang di analisis berasal dari air yang mungin tidak bersih.
Sumber utama kontaminasi makanan oleh Staphylococcus aureus
adalah dari manusia. Bahaya biologi ini dapat mempengaruhi mutu dan
kesehatan manusia. Potensi keberadaan dan keparahannya dalam level
tinggi, jadi penting untuk dikendalikan.
CCP dapat diperoleh dari analisis bahaya yang telah dilakukan dengan
menggunakan pohon keputusan (CCP Decision Tree). Penetapan CCP
bahan baku dapat dilihat pada Tabel 4.28 sedangkan penetapan CCP
proses produksi pada Tabel 4.29.
Biologi kutu
Kimia -
Biologi -
4 Bawang putih Fisik debu, kerikil, pasir, kulit bawang Ya Ya Bukan
putih CCP
Biologi -
5 Gula pasir Fisik kerikil, dan debu Ya Ya Bukan
CCP
Kimia -
commit to user
kaporit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Kimia -
Biologi -
8 Telur Fisik debu, cangkang telur, kotoran ayam Ya Ya Bukan
dan jerami CCP
Kimia -
Biologi Salmonella
Kimia -
Biologi -
Biologi -
Kimia -
Biologi Mikroba
2 Pengadonan Fisik plastik, cangkang Ya Tidak Ya Ya Bukan CCP
telur, dan kerikil
Kimia -
Biologi Staphylococcus,
E. Coli, Coliform
3 Pencetakan Fisik Kotoran dari Ya Tidak Tidak - Bukan CCP
debu
Kimia -
Biologi Staphylococcus,
E. Coli, Coliform
4 Pengukusan Fisik - Ya Ya - - CCP
Kimia -
Biologi Staphylococcus,
E. Coli, Coliform
5 Pengemasan Fisik Debu Ya Tidak Ya Tidak CCP
Kimia -
Biologi Staphylococcus,
semut dan
serangga
Kimia -
Biologi Staphylococcus,
Salmonella
commit to user
Tabel 4.30 Rencana HACCP Pembuatan Sosis ikan
Cara
No Tahapan CCP Parameter CCP Batas Kritis Nilai Target Prosedur Pemantauan Tindakan Koreksi
Pengendalian
1 Fillet ikan Pengendalian - Fillet ikan - Terdapat bahaya - Bahan baku tidak - Pemantauan bahan baku 1. Memastikan kondisi
kondisi suhu ketika masih segar, kontaminasi dari alat terkontaminasi fillet ikan penyimpanan (suhu
penyimpanan tidak busuk dan yang digunakan cemaran dari - Pemantauan kondisi dan waktu
bahan baku tidak ketikan pemfilletan lingkungan selama penyimpanan disesuaikan dengan
terkontaminasi - Terdapat mikroba - Bahan baku tidak (suhu dan waktu) daya simpan bahan
patogen pada bahan terkontaminasi - Pemantauan dilakukan baku)
baku cemaran dari oleh pihak QC 2. Memastikan bahan
lingkungan - Pemantauan ketika baku masih segar,
bahan baku fillet ikan bebas dari mikroba
datang dan cemaran dari
- Pemantauan dilakukan lingkungan
diruang penerimaan
bahan baku
- Pemantauan dilakukan
secara visual atau
sensoris
2 Pengukusan Pengendalian - Adonan - Adonan kurang - Adonan matang - Pemantauan kondisi 1. Memastikan kondisi
kondisi selama matang dengan matang sempurna selama pengukusan pengukusan (suhu dan
proses pengukusan sempurna - Ada beberapa bagian - Tidak ada bagian yang (suhu dan waktu) waktu disesuaikan
Suhu 60-70 oC, - Produk bebas yang kurang matang belum matang - Pemantauan dilakukan dengan kematangan
selama 45 menit dari - Produk terkontaminasi - Produk tidak oleh pihak QC produk)
kontaminasi terkontaminasi - Pemantauan terhadap
cemaran dari jalannya proses
lingkungan pengukuaan, sebaiknya
saat pengukusantidak
dalam keadaan terbuka
agar produk tidak
terkontaminasi.
- Pemantauan dilakukan
88
diruang pemasakan
- Pemantauan dilakukan
secara visual/ sensoris
3. Pengemasan - Pengendalian - Kondisi - Kondisi lingkungan - Kondisi lingkungan - Pemantuan kondisi 1. Memastikan kondisi
kondisi pengemasan pengemasan kotor pengemasan bersih, lingkungan saat proses produk saat akan
pengemasan dan jenis - Kemasan tidak utuh terhindar dari pengemasan dikemas sudah
- Pengendalian kemasan yang dan tidak bersih, kontaminasi (terpisah - Pemantauan dilakukan dingin.
kondisi digunakan sealler bocor dengan ruang produksi) oleh pihak QC 2. Menggunakan
pengemas yang - kondisi produk - Sosis ikan yang akan - Kemasan (utuh, tidak - Pemantauan ketika pengemas vacuum
digunakan sosis ikan saat dikemas sudah berlubang, bersih), produk sosis ikan akan pack.
- Pengendalian akan dikemas terkontaminasi tidak ada kontaminasi dikemas 3. Memastikan kemasan
kondisi sosis - Sosis ikan tidak pada produk - Pemantauan dilakukan dapat menutup rapat
ikan yang akan terkemas dengan rapat - Pengemasan sosis ikan diruang pengemasan produk dengan
dikemas dilakukan saat produk - Pemantauan dilakukan sempurna tidak ada
dingin dengan kondisi dengan visual kebocoran sealler
terkemas sempurna - Pemantauan kondisi 4. Kondisi lingkungan
(tertutup rapat). kemasan dan sosis ikan tempat penyimpanan
sesuai dengan nilai produk setelah
target dikemas dipastikan
bebas cemaran.
4. Penyimpanan - Pengendalian - Produk bebas - Suhu ruang - Kondisi tempat - Pemantauan kondisi 1. Memastikan kondisi
kondisi selama dari cemaran penyimpanan tidak penyimpanan bersih, selama penyimpanan penyimpanan (suhu)
penyimpanan dan stabil terhindar dari cemaran (suhu) disesuaikan dengan
Suhu -18 oC kontaminasi - Sosis ikan yang dan kontaminasi - Pemantauan dilakukan suhu penyimpanan
- Pengendalian disimpan sudah oleh pihak QC sosis ikan
kondisi terkontaminasi - Pemantauan ketikan 2. Memastikan produk
penyimpanan produk sosis ikan akan terbebas dari cemaran
dilakukan penyimpanan mikroba
- Pemantauan dilakukan
di ruang penyimpanan
- Pemantauan dilakukan
secara visual
perpustakaan.uns.ac.id 90
digilib.uns.ac.id
Dari hasil ulasan pada Tabel 4.30, proses pembuatan sosis ikan
yang dianggap CCP adalah pengovenan dan pengemasan. Untuk
penjabarannya dijelaskan sebagai berikut :
1. Fillet ikan
Titik kritis pertama yaitu penerimaan bahan baku berupa fillet ikan
beku. Batas kritis fisik yang dikendalikan pada CCP ini yaitu suhu.
Persyaratan suhu fillet ikan beku yang diterima yaitu -18oC. Mikroba
patogen yang mungkin terdapat pada fillet ikan diantaranya Clostridium
Perfringens, Salmonella sp., Aeromonas, Pseudomonas dan Escherichia
coli. Apabila UKM Fania Food menerima Fillet ikan seperti diatas
maka akan membawa dampak buruk bagi proses berikutnya dan produk
akhir. UKM Fania Food melakukan pemeriksaan secara visual/ sensoris
yang dilakukan oleh pihak QC. Seharusnya UKM fania Food
melakukan pemeriksaan kuantitatif dan kualitatif. Pengujian kuantitatif
dengan organoleptik fillet ikan dan seharusnya agar lebih terjamin yaitu
dengan mengambil sampel bahan baku fillet ikan segar secara acak
untuk dilakukan uji mikroorganisme, fisika dan kimia di laboratorium
secara berkala setiap tiga (3) bulan sekali bagi merk fillet ikan yang
pernah diterima. Dari hasil ini diharapkan nilai Clostridium Perfringens
dan Salmonella sp. adalah negatif. Pengujian kuantitatif dan
organoleptik fillet ikan merk baru dapat dilakukan dengan mengambil 5
kemasan sampel untuk dianalisis. Apabila pada saat pemeriksaan
ditemukan adanya penyimpangan kualitas dan atau tidak dipenuhinya
persyaratan yang ditentukan maka fillet ikan seharusnya ditolak dan
bisa dikembalikan setelah adanya pemberitahuan.
Beberapa mikroba patogen yang biasa mencemari fillet ikan adalah
E. coli, Salmonella, Pseudomonas, Aeromonas dan Staphylococcus sp.
Kandungan mikroba pada fillet ikan dapat berasal dari tempat hidupnya,
kondisi perairan, alat pemfilletan yang digunakan yang tidak higienis
dan lingkungan dilakukannya pemfilletan. Oleh karena itu, sanitasi atau
commit to maupun
kebersihan lingkungan perikanan user tempat pemfilletan ikan perlu
perpustakaan.uns.ac.id 91
digilib.uns.ac.id
2. Pengukusan
Dari penentuan CCP berdasarkan decision tree, proses
pengukusan ini dianggap CCP. Dalam pengukusan juga perlu
diperhatikan suhu dan lama pengukusan. Apabila suhu terlalu rendah
maka sosis ikan tidak matang dengan sempurna tetapi apabila terlau
tinggi maka sosis akan menjadi lembek. Sehingga sangat diperlukan
pemantauan suhu pada saat proses pengukusan. Proses pengukusan
dianggap sebagai CCP karena proses ini bertujuan untuk membersihkan
atau mengurangi kontaminasi sampai batas aman. Karena pada tahapan
berikutnya tidak ada tahapan proses untuk mengurangi adanya cemaran
yang terdapat pada sosis ikan sehingga diharapkan proses pengukusan
dapat meminimalkan bahaya. Sehingga proses pengukusan harus
dilakukan dengan benar yaitu suhu yang digunakan ketika pengukusan
haruslah mencapai 60-70 oC selama 45 menit karena suhu ini cukup
untuk membunuh mikroba yang terdapat didalamnya sehingga produk
yang dihasilkan aman untuk konsumen. Pada proses pengukusan
pemantauan suhu dan waktu ketika pengkusan sangatlah penting karena
mempengaruhi produk akhir yang dihasilkan.
3. Pengemasan
Pengemasan bertujuan untuk mengurangi dan menghilangkan
kontaminasi sampai batas aman. Identifikasi bahaya yang mungkin
timbul pada proses ini adalah fisik (debu), dan biologi (Staphylococcus
aureus, semut dan serangga). Dari penentuan CCP yang berdasarkan
decision tree, proses commit to user CCP karena apabila terjadi
ini dianggap
perpustakaan.uns.ac.id 92
digilib.uns.ac.id
4. Penyimpanan
Penyimpanan merupakan tahapan akhir dari proses pembuatan
sosis ikan. Penyimpanan bertujuan untuk melindungi produk dari
kontaminasi luar dan mencegah terjadinya penurunan mutu sebelum
dipasarkan. Penyimpanan merupakan salah satu hal yang penting dan
harus diperhatikan dalam rangkaian pengolahan makanan. Beberapa hal
yang harus diperhatikan dalam ruang penyimpanan adalah suhu,
kelembaban dan aliran udara (Ashbrook, 1995).
Pendinginan dilakukan pada suhu -18 0C selama 24 jam. Suhu
dan waktu yang digunakan harus diperhatikan, karena apabila suhu
tidak sesuai dengan syarat yang ditentukan, misalnya lebih dari 0 oC
dapat mengaktifkan kembali spora bakteri yang inaktif seperti
Salmonella, sehingga tahap ini dianggap titik kritis.
commit to user