SKRIPSI
Oleh :
NIM 181610101002
UNIVERSITAS JEMBER
2022
i
PENGARUH EKSTRAK DAUN PEGAGAN (Centella asiatica) TERHADAP
JUMLAH OSTEOBLAS PADA PROSES PENYEMBUHAN LUKA
PENCABUTAN GIGI
SKRIPSI
diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk
menyelesaikan Program Studi Kedokteran Gigi (S1) dan mencapai gelar Sarjana
Kedokteran Gigi
Oleh :
NIM 181610101002
UNIVERSITAS JEMBER
2022
PERSEMBAHAN
i
MOTTO
PERNYATAAN
iii
SKRIPSI
Oleh :
NIM 181610101002
Pembimbing:
v
RINGKASAN
PRAKATA
vii
DAFTAR ISI
3.3.1.Sampel ......................................................................................... 30
3.4.Variabel Penelitian................................................................................. 31
ix
3.7.6.Analisis Data ............................................................................... 40
xi
DAFTAR TABEL
1
Salah satu bahan alam yang kurang dimanfaatkan oleh masyarakat tetapi
mempunyai potensi sebagai tanaman obat adalah Centella asiatica atau terkenal
dengan nama tumbuhan pegagan. Pegagan tumbuh liar dan kurang mendapat
perhatian. Saat ini daun pegagan lebih sering dimanfaatkan sebagai produk
kecantikan. Pegagan memiliki kandungan senyawa kimia seperti flavonoid,
alkanoid, triterpenoid, glikosida, tannin dan saponin (Zahara, E., dkk. 2018).
Flavonoid adalah senyawa hasil metabolisme sekunder yang dimanfaatakan
sebagai obat memiliki kasiat sebagai antioksidan, antibakteri, antiinflamasi, serta
antidiabetes (Alfaridz, 2018). Kandungan Senyawa alkaloid memiliki
kecenderungan untuk berperan dalam proses penguatan fibril kolagen dengan
mencegah kerusakan sel melalui sintesis DNA sehingga pertumbuhan jaringan
baru pada luka menjadi lebih cepat, padat, dan kuat. (Cahyani 2018). Senyawa
triterpenoid berfungsi sebagai antiviral, antiinflamasi, anti bakteri, sebagai
penghambat kolestrol dan sebgai antikanker (Balafif, 2013). Kandungan senyawa
daun pegagan selanjutnya adalah tanin. Fungsi tanin sebagai antimikroba dan
antioksiadan sehingga dapat berpengaruh terhadap proses penyembuhan luka.
Kandungan dari daun pegagan terakhir adalah saponin. Saponin merupakan
senyawa yang dapat berperan sebagai antiinflmasi serta antibakteri sehingga dapat
berperan dalam membantu percepatan penyebuhan luka. (Herani, 2017).
Pada penyembuhan luka pada soket gigi terdapat tahapan/fase terakhir yaitu
proses remodeling tulang. Proses remodeling tulang merupakan tahapan aktivitas
seluler yang terjadi secara siklik yang diperankan oleh sel osteoblas dan osteoklas.
aktivitas yang yang terjadi pada proses remodeling tulang adalah resorpsi tulang
lama oleh osteoklas dan formasi tulang baru oleh osteoblas. Pada keadaaan
normal proses respsorsi dan mineralisasi terjadi secara seimbang sehingga
kepadatan tulang tetep terjaga. Namun dalam keadaan terinflamasi, proses
resorpsi ini berlangsung lebih lama (Sihombing. 2012).
Dari uraian diatas, diperlukan suatu bahan yang mampu memperbaiki proses
resorpsi-aposisi tulang agar penyembuhan luka paska pencabutan gigi berjalan
lebih cepat. Kandungan antioksidan mampu menghambat aktivasi Receptor
Activator of Nuclear factor Kappa-B Ligand (RANKL) oleh Reactive Oxygen
Species (ROS). Hal ini selanjutnya mencegah osteoklastogenesis sehingga
diferensiasi sel osteoblast tetap berlanjut. Sedangkan kandungan antiinflamasinya
bekerja dengan cara menghambat sitokin pro-inflamasi sehingga asam arakidonat
mengalami penurunan. Penurunan asam arakidonat dapat menurunkan apoptosis
sel osteoblas (Kurniawati, dkk. 2020). Penelitian sebelumnya juga menunjukkan
bahwa dengan pemberian ekstrak Centella asiatica pada konsentrasi yang tepat
terjadi peningkatan osifikasi tulang dan penurunan ekspresi RANKL pada badan
larva zebrafish (Primihastuti D, dkk. 2018).
3
1.4.2. Sebagai data acuan untuk penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh
pemberian ekstrak Centella asiatica terhadap penyembuhan luka pencabutan gigi.
1.4.3. Sebagai upaya pemanfaatan bahan alami Centella asiatica dalam
kesehatan gigi dan mulut.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
5
pasien diminta untuk menggigit cotton roll yang diletakkan di atas soket bekas
pencabutan gigi (Sagung A.P.D. 2013).
7
Gambar 2.1 Tiga tahap penyembuhan luka (Gutner, GC. 2007)
9
biasanya terdeteksi pada luka dalam 24 jam sampai dengan 36 jam setelah
terjadi luka. Sel ini membuang jaringan mati dan bakteri dengan fagositosis.
Netrofil mensekresi sitokin pro inflamasi seperti TNF-α, IL-1β, IL-6
juga mengeluarkan protease untuk mendegradasi matriks ekstraseluler yang
tersisa. Neutrofil akan difagositosis oleh makrofag atau mati setelah
melaksanakan fungsi fagositosis. Meskipun neutrofil memiliki peran dalam
mencegah infeksi, keberadaan neutrofil yang persisten pada luka dapat
menyebabkan luka sulit untuk mengalami proses penyembuhan. Hal ini bisa
menyebabkan luka akut berprogresi menjadi luka kronis (Landen, dkk. 2016)
Pada hari ke tiga luka, monosit berdiferensiasi menjadi makrofag
masuk ke dalam luka melalui mediasi monocyte chemoattractant protein 1
(MCP-1). Makrofag sebagai sel yang sangat penting dalam penyembuhan
luka memiliki fungsi fagositosis bakteri dan jaringan matin akan berubah
menjadi makrofag efferositosis (M2) yang mensekresi sitokin anti inflamasi
seperti IL-4, IL-10, IL-13 (Landen, dkk. 2016). Makrofag mensekresi
proteinase untuk mendegradasi matriks ekstraseluler (ECM) dan penting
untuk membuang material asing, merangsang pergerakan sel, dan mengatur
pergantian ECM.
Tabel 2.1 Sitokin yang berperan dalam Fase Inflamasi (Samantha Holoway, 2012)
11
- Fase inflamasi sangat penting dalam proses penyembuhan luka karena
berperan melawan infeksi pada awal terjadinya luka serta memulai fase
proliferasi
Gambar 2.2 Fase inflamasi terjadi segera setelah terjadinya trauma dan bertujuan
untuk hemostasis, membuang jaringan mati dan mencegah infeksi
invasif oleh mikroba pathogen. Tampak sebukan sel-sel radang
berwarna ungu (kanan) (Gutner GC, 2007)
3) Fase Proliferasi
Fase proliferasi ditandai dengan terbentuknya jaringan granulasi di
dalam dasar luka yang tersusun dari jaringan kapiler baru, fibroblast, dan
makrofag dalam susunan struktur pendukung yang longgar (Myers W.T., dkk.
2007). Selain pembentukan jaringan granulasi dengan kolagennya serta
deposisi protein jaringan ikat dan angiogenesis, epitelisasi juga merupakan
langkah utama dalam penyembuhan luka. Fase kedua ini akan berlangsung
hingga 146-215 hari setelah cedera (Broughton II G., dkk. 2006; Ueno C.,
dkk. 2006).
Angiogenesis ditandai dengan migrasi sel endotel dan pembentukan
kapiler (Broughton II G., dkk. 2006). Angiogenesis merupakan respons alami
penyembuhan untuk menggantikan mikrosirkulasi yang terluka dan
melibatkan pergerakan sel endotel sebagai respons terhadap tiga gelombang
faktor pertumbuhan yaitu PDGF, TGF-β, insulin-like growth factor selama
fase inflamasi; faktor pertumbuhan fibroblast (FGF) yang dilepaskan dari
tempat pengikatan normal pada jaringan ikat sebagai gelombang kedua; dan
vaskular endotelial growth factor (VEGF) yang dihasilkan oleh makrofag.
Angiogenesis berkembang secara proporsional dengan perfusi darah dan
tekanan parsial arteri oksigen. Pembuluh darah baru tumbuh ke dalam matriks
kolagen yang dibentuk oleh fibroblast (Ueno C., dkk. 2006)..
PDGF dan epidermal growth factor (EGF) yang berasal dari trombosit
dan makrofag merupakan sinyal utama bagi fibroblas. Fibroblas bermigrasi
ke lokasi luka dari jaringan sekitarnya, mulai mensintesis kolagen dan
berproliferasi. Menanggapi adanya sinyal PDGF, fibroblast mensintesis
matriks sementara yang terdiri dari kolagen tipe-III, glikosaminoglikan, dan
fibronektin yang menyediakan platform untuk migrasi keratinosit (Broughton
II G., dkk. 2006; Gurtner G.C. 2007) Jenis fibroblas lainnya adalah “wound
fibroblast” yang sudah berada di lokasi luka. Jenis fibroblas ini akan berubah
menjadi miofibroblas yang berperan untuk kontraksi luka (Broughton II G.,
dkk. 2006). Myofibroblast tidak lain adalah fibroblas dengan mikrofilamen
aktin intraseluler yang mampu menghasilkan gaya dan kontraksi matriks.
Myofibroblast berkontraksi pada luka melalui interaksi integrin spesifik
dengan matriks kolagen. Secara klinis Kontraksi luka merupakan respon
alami tubuh untuk melokalisasi dan memperkecil area tersebut sehingga
terlindung dari segala dampak negatif luka (Gurtner G.C. 2007).
Sebenarnya epitelisasi mulai terjadi segera setelah dilukai dan
distimulasi oleh sitokin inflamasi. IL-1 dan TGF-α mengatur ekspresi gen
keratinosit growth factor (KGF) dalam fibroblast. Fibroblast kemudian akan
mensintesis dan mengeluarkan KGF-1, KGF-2 (paling penting pada
manusia), dan IL-6 yang merangsang keratinosit tetangga untuk bermigrasi di
area luka, berproliferasi dan berdiferensiasi di epidermis (Broughton II G.,
dkk. 2006).
Fase proliferasi (gambar. 3) berlangsung mulai hari ke-3 hingga 14
paska trauma, ditandai dengan pergantian matriks provisional yang
didominasi oleh platelet dan makrofag secara bertahap digantikan oleh
migrasi sel fibroblast dan deposisi sintesis matriks ekstraselular (T Velnar,
2009). Pada level makroskopis ditandai dengan adanya jaringan granulasi
yang kaya akan jaringan pembuluh darah baru, fibroblas, dan makrofag,
13
granulosit, sel endotel dan kolagen yang membentuk matriks ekstraseluler
dan neovaskular yang mengisi celah luka dan memberikan scaffold adhesi,
migrasi, pertumbuhan dan diferesiasi sel (Landen, dkk. 2016)(Gutner GC,
2007). Tujuan fase proliferasi ini adalah untuk membentuk keseimbangan
antara pembentukan jaringan parut dan regenerasi jaringan.
Terdapat tiga proses utama dalam fase proliferasi, antara lain:
1. Neoangiogenesis
Angiogenesis merupakan pertumbuhan pembuluh darah baru
yang terjadi secara alami di dalam tubuh, baik dalam kondisi sehat
maupun patologi (sakit). Kata angiogenesis sendiri berasal dari kata
angio yang berarti pembuluh darah dan genesis yang berarti
pembentukan.
Gambar 2.3 Fase proliferasi: jaringan granulasi mengisi kavitas luka dan
keratinosit bermigrasi untuk menutup luka (Gutner GC, 2007)
15
skar di kulit. Makrofag memproduksi growth factor seperti PDGF, FGF
dan TGF-β yang menginduksi fibroblas untuk berproliferasi, migrasi, dan
membentuk matriks ekstraselular (Gurtner GC, 2007). Dengan bantuan
matrix metalloproteinase (MMP-12), fibroblas mencerna matriks fibrin
dan menggantikannya dengan glycosaminoglycan (GAG). Dengan
berjalannya waktu, matriks ekstraselular ini akan digantikan oleh kolagen
tipe III yang juga diproduksi oleh fibroblas. Kolagen ini tersusun atas
33% glisin, 25% hidroksiprolin, dan selebihnya berupa air, glukosa, dan
galaktosa. Hidroksiprolin berasal dari residu prolin yang mengalami
proses hidroksilasi oleh enzim prolyl hydroxylase dengan bantuan
vitamin C. Hidroksiprolin hanya didapatkan pada kolagen, sehingga
dapat dipakai sebagai tolok ukur banyaknya kolagen dengan mengalikan
hasilnya dengan 7,8. Selanjutnya kolagen tipe III akan digantikan oleh
kolagen tipe I pada fase maturasi. Faktor proangiogenik yang diproduksi
makrofag seperti vascular endothelial growth factor (VEGF), fibroblas
growth factor (FGF)-2, angiopoietin-1, dan thrombospondin akan
menstimulasi sel endotel membentuk neovaskular melalui proses
angiogenesis.
3. Re-epitelisasi
Secara simultan, sel-sel basal pada epitelium bergerak dari daerah
tepi luka menuju daerah luka dan menutupi daerah luka. (T Velnar,
2009). Pada tepi luka, lapisan single layer sel keratinosit akan
berproliferasi kemudian bermigrasi dari membran basal ke permukaan
luka. Ketika bermigrasi, keratinosit akan menjadi pipih dan panjang dan
juga membentuk tonjolan sitoplasma yang panjang. Mereka akan
berikatan dengan kolagen tipe I dan bermigrasi menggunakan reseptor
spesifik integrin. Kolagenase yang dikeluarkan keratinosit akan
mendisosiasi sel dari matriks dermis dan membantu pergerakan dari
matriks awal. Sel keratinosit yang telah bermigrasi dan berdiferensiasi
menjadi sel epitel ini akan bermigrasi di atas matriks provisional menuju
ke tengah luka, bila sel-sel epitel ini telah bertemu di tengah luka,
migrasi sel akan berhenti dan pembentukan membran basalis dimulai (T
Velnar, 2009).
4) Fase Maturasi (Remodeling)
Fase maturasi (gambar 4) ini berlangsung mulai hari ke-21 hingga
sekitar 1 tahun yang bertujuan untuk memaksimalkan kekuatan dan integritas
struktural jaringan baru pengisi luka, pertumbuhan epitel dan pembentukan
jaringan parut (T Velnar, 2009). Segera setelah kavitas luka terisi oleh
jaringan granulasi dan proses reepitelialisasi usai, fase ini pun segera dimulai.
Pada fase ini terjadi kontraksi dari luka dan remodeling kolagen. Kontraksi
luka terjadi akibat aktivitas fibroblas yang berdiferensiasi akibat pengaruh
sitokin TGF-β menjadi myofibroblas, yakni fibroblas yang mengandung
komponen mikrofilamen aktin intraselular. Myofibroblast akan
mengekspresikan α-SMA (α-Smooth Muscle Action) yang akan membuat luka
berkontraksi. Matriks intraselular akan mengalami maturasi dan asam
hyaluronat dan fibronektin akan di degradasi (T Velnar, 2009).
Sekitar 80% kolagen pada kulit adalah kolagen tipe I dan 20%
kolagen tipe III yang memungkinkan terjadinya tensile strength pada kulit.
Diameter serat kolagen akan meningkat dan kolagen tipe III pada fase ini
secara gradual digantikan oleh kolagen tipe Idengan bantuan matrix
metalloproteinase (MMP) yang disekresi oleh fibroblas, makrofag & sel
endotel (Gurtner GC, 2007; T Velnar, 2009). Sedangkan pada jaringan
granulasi mengekspresikan kolagen tipe 3 sebanyak 40% (T Velnar, 2009).
Pada fase ini terjadi keseimbangan antara proses sintesis dan
degradasi kolagen serta matriks ekstraseluler. Kolagen yang berlebihan
didegradasi oleh enzim kolagenasedan kemudian diserap. Sisanya akan
mengerut sesuai tegangan yang ada.Hasil akhir dari fase ini berupa jaringan
parut yang pucat, tipis, lemas, dan mudah digerakkan dari dasarnya.
Setidaknya terdapat tiga prasyarat kondisi lokal agar proses penyembuhan
luka dapat berlangsung dengan normal, yaitu semua jaringan di area luka dan
sekitarnya harus vital, tidak terdapat benda asing, tidak disertai kontaminasi
eksesif atau infeksi (Prasetyono T, 2009).
17
Gambar 2.4 Fase maturasi yang terjadi mulai hari ke-21 sampai sekitar 1 tahun
(Gurtner, 2007)
19
dkk. 2002) merekrut prekursor osteoklas untuk resorpsi tulang (Karsenty and
Wagner, 2002; Janssens, dkk. 2005).
Lalani (2002), mengamati karakteristik spasial dan temporal faktor
pertumbuhan TGF-β1, VEGF, PDGF, FGF-2 dan BMP-2 pada penyembuhan
paska pencabutan gigi kelinci dan menyatakan distribusi dan intensitas ekspresi
TGF- β1 meningkat 48 jam sampai hari ke-4, hari ke-7 terjadi penurunan ekspresi,
pada hari ke-14 terjadi peningkatan ekspresi dan ekspresi mencapai puncaknya,
pada hari ke-28 terjadi penurunan ekspresi TGF- β1.
Gambar 2.5 Perbedaan antara garis diferensiasi osteoklas dan osteoblas. Garis
diferensiasi hematopoietik (atas) bertanggungjawab dalam
pembentukan osteoklas, sedangkan osteoblas terbentuk melalui garis
21
diferensiasi mesensimal (bawah). Keduanya dimediasi oleh sejumlah
sitokin dan hormon yang berbeda (Iknes, S., dkk. 2012).
23
manusia (Nowwarote N., dkk. 2013; Karapanagioti E., dkk. 2016; Song
J., dkk. 2012)
C. Asam Asiatik
Asam asiatik berperan sebagai agen antiseptik dan berpotensi
sebagai anti jamur, senyawa ini juga dapat melindungi tubuh dari efek
radikal bebas, senyawa ini umumnya digunakan untuk menyembuhkan
luka. Membantu dalam generasi neuroglia, mempromosikan
penyembuhan luka, meningkatkan cornifikasi kutikula, merangsang
granulasi, menginduksi perubahan ekspresi gen, meningkatkan
pembelajaran dan sifat memori, aktivitas antinosiseptif, aktivitas anti-
inflamasi, menghambat aktivitas asetilkolinesterase, aktivitas anti-
apoptosis (Temrangsee P., dkk. 2011; Yasurin P., dkk. 2016).
2.6. Ekstraksi
Ekstraksi ialah proses pengambilan komponen atau bahan aktif dari suatu
bahan menggunakan pelarut tertentu. Ekstraksi dilakukan melalui beberapa
metode, yaitu maserasi, perkolasi, refluks, sokletasi dan ultrasound - assisted
solvent extraction.
A. Metode Maserasi
Maserasi merupakan metode ekstraksi dingin yaitu ekstraksi yang tidak
dilakukan pada suhu tinggi. Metode ini dilakukan dengan memasukkan serbuk
tanaman dan pelarut yang sesuai ke dalam wadah inert yang tertutup rapat pada
suhu kamar dengan sekali-sekali dilakukan pengadukan atau dapat juga
dilakukan pengadukan secara sinambung (maserasi kinetik). Pada umumnya
perendaman dilakukan selama 24 jam, kemudian pelarut diganti dengan pelarut
baru (Mukhriani. 2014).
Proses ekstraksi dihentikan ketika tercapai kesetimbangan antara
konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan konsentrasi dalam sel tanaman.
Mekanisme kerja metode ini yaitu pelarut akan mengalir kedalam sel tumbuhan
yang menyebabkan perbedaan tekanan di dalam sel dan di luar dinding sel,
dinding dan membran sel akan lisis sehingga metabolit pada sitoplasma terlarut.
Setelah proses ekstraksi, pelarut dipisahkan dari sampel dengan penyaringan.
Metode ini efektif untuk senyawa yang tidak tahan panas atau mudah
terdegradasi karena panas, peralatan yang digunakan relatif sederhana, dan
murah. Namun metode ini juga memiliki beberapa kelemahan yaitu memerlukan
waktu yang cukup lama, pelarut yang dibutuhkan dalam jumlah banyak, dan
adanya kemungkinan senyawa tertentu tidak dapat diekstrak karena kelarutan
yang rendah pada suhu ruang (Susanty,S., dan F. Bachmid. 2016; Mukhriani.
2014).
B. Metode Perkolasi
Perkolasi merupakan metode ekstraksi yang dilakukan pada suhu ruang
dengan pelarut yang selalu baru hingga pelarut tidak lagi berwarna yang artinya
sudah tidak ada lagi senyawa yang terlarut. Pada metode ini tidak diperlukan lagi
proses penyaringan bahan padatan dengan ekstraknya karena sudah terdapat
sekat berpori pada bagian bawah perkolator (Mukhriani. 2014).
Kelemahan penggunaan metode ini yaitu jumlah pelarut yang dibutuhkan
cukup banyak dan memerlukan waktu yang cukup lama, tidak meratanya kontak
antara padatan dengan pelarut karena aliran bahan pelarut tidak menyebar dan
bila sampel dalam perkolator tidak homogen maka pelarut tidak menjangkau
seluruh area (Hasanah, dkk. 2015; Mukhriani. 2014).
C. Metode Refluks
Ekstraksi refluks merupakan metode ekstraksi yang dilakukan
meningkatkan temperatur pelarut hingga titik didihnya. Metode ini dilakukan
dalam jumlah pelarut yang konstan namun terdapat pendinginan balik. Pada
umumnya dilakukan tiga sampai lima kali pengulangan dari hasil ekstraksi
yang pertama. Metode ini efektif untuk sampel atau bahan yang tahan
terhadap panas langsung (Mukhriani. 2014).
D. Metode Sokletasi
Sokletasi merupakan metode ekstraksi menggunakan alat soxhlet
dengan pelarut yang selalu baru. Soxhet memiliki kondensor (pendingin
balik) sehingga pelarut yang digunakan konstan. Pada metode ini, pelarut
dipanaskan hingga uapnya naik lalu didinginkan oleh kondensor, selanjutnya
uap yang telah terdinginkan melarutkan padatan yang ada di bawahnya.
25
Kelebihan metode ini adalah memerlukan pelarut yang lebih sedikit dan
pengambilan senyawa lebih efektif. Kelemahan dari metode ini adalah
senyawa yang tidak tahan panas dapat terdegradasi karena ekstrak yang
diperoleh terus-menerus dipanaskan (Mukhriani. 2014; Leba. 2017).
E. Metode Ultrasound – Assisted Solvent Extraction
Metode ini merupakan modifikasi metode maserasi menggunakan
bantuan ultrasound yaitu sinyal dengan frekuensi tinggi (20 kHz). Sampel
atau padatan ditempatkan dalam wadah ultrasonic dan ultrasound untuk
memberikan tekanan mekanik pada sel hingga sel sampel mengalami
keruksakan. Kerusakan sel mengakibatkan peningkatan kelarutan senyawa
dalam pelarut sehingga diperoleh hasil ekstraksi (Mukhriani. 2014).
2.7. Kerangka Konsep Penelitian
Keterangan :
: Menyebabkan
: Menghambat
27
2.8. Penjelasan Kerangka Konsep Penelitian
Pencabutan gigi menyebabkan trauma baik pada jaringan lunak maupun
jaringan keras pada soket gigi. Apabila terjadi kerusakan, tubuh akan
menghasilkan respon berupa proses penyembuhan luka yang diawali fase
inflamasi, diikuti fase proliferasi kemudian fase maturasi, namun pada sebagian
orang terdapat kondisi-kondisi tertentu yang menjadi faktor resiko timbulnya
komplikasi. Apabila terjadi komplikasi, proses penyembuhan menjadi terganggu
dikarenakan inflamasi terjadi secara terus-menerus. Komponen inflamasi dapat
menyebabkan terjadinya stress oksidatif akibat pembentukan Reactive Oxygen
Species (ROS). Stres oksidatif memicu peningkatan produksi sitokin pro-
inflamasi yang akan mengaktivasi Receptor Activator of Nuclear factor Kappa-B
Ligand (RANKL) sehingga menyebabkan peningkatan osteoklastogenesis yang
selanjutnya menghambat diferensiasi osteoblast. Ekstrak daun pegagan (Centella
Asiatica) memiliki kandungan bahan aktif berupa saponin dan triterpenoid yang
meliputi: asiaticosida, madekasosida, asiatic asid dan cetellosid. Saponin dan
triterpenoid berperan sebagai antioksidan eksogen bagi tubuh sehingga mampu
menghambat aktivasi RANKL oleh ROS, hal ini selanjutnya mampu
menyebabkan peningkatan jumlah sel osteoblas pada proses penyembuhan luka
pencabutan gigi.
2.9. Hipotesis
Pemberian ekstrak daun pegagan (Centella asiatica) meningkatkan jumlah
osteoblas pada soket alveolar paska pencabutan gigi tikus wistar.
BAB 3. METODE PENELITIAN
K(C-7) - O C-7
K(T-7) T (1-6 hari) O T-7
Random allocation K(C-14) - O C-14
dari sampel K(T-14) T (1-13 hari) O T-14
K(C-28) - O C-28
K(T-28) T (1-27 hari) O T-28
Keterangan: C = kontrol; T = perlakuan; O = observasi/pengamatan
29
2.7. Sampel Penelitian
2.7.1. Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah tikus putih (Rattus norvegicus) strain
wistar berjenis kelamin jantan. Pemilihan sampel penelitian menggunakan metode
simple random sampling. Kriteria pemilihan sampel terbagi menjadi kriteria
inklusi dan eksklusi.
Kriteria inklusi:
a. Tikus putih (Rattus norvegicus) strain wistar
b. Jenis kelamin jantan
c. Berat badan 200-250 gram
d. Usia 2-3 bulan
e. Keadaan umum baik
Kriteria eksklusi:
a. Tikus yang memiliki kelainan fisik
b. Tikus yang mati selama penelitian
Keterangan:
n = besar sampel minimum
Z = nilai Z pada tingkat kesalahan tertentu (α); jika α = 0,05 maka nilai Z =
1,96 (2-tailed) dan Z = 1,64 (1-tailed)
σ = standard deviasi penelitian sejenis
α = kesalahan yang masih ditoleransi
Pada rumus besar sampel minimal nilai σ atau standar deviasi penelitian
sejenis adalah 1,96 (Wuri, 2016). Sehingga diperoleh hasil perhitungan besar
sampel minimal 4 ekor tikus. Sampel terbagi dalam 6 kelompok yaitu 3 kelompok
kontrol dan 3 kelompok perlakuan, sehingga keseluruhan sampel yang dibutuhkan
sebanyak 24 ekor tikus.
31
2.9.3. Prosedur Pencabutan Gigi
Prosedur pencabutan gigi tikus pada penelitian ini adalah prosedur
pencabutan menggunakan metode sederhana. Gigi molar satu kiri rahang bawah
tikus dikeluarkan dari soketnya. Sebelum memulai pencabutan, tikus dianastesi
general di sekitar paha menggunakan ketamin dosis 0,04-0,08 ml/200 gr BB tikus.
Pencabutan gigi dilaksanakan setelah bahan anastesi bekerja. Pencabutan gigi
dilakukan dengan menghilangkan perlekatan gigi pada gingiva menggunakan
eskavator terlebih dahulu, kemudian gigi diungkit dari soketnya dengan bantuan
eskavator kecil dan sonde setengah lingkaran, kemudian dilihat adanya
kegoyangan gigi menggunakan pinset. Setelah kegoyangan gigi maksimal, gigi
dikeluarkan dari soket menggunakan arteri clamp. Setelah gigi dapat dikeluarkan
dari soket, dilakukan irigasi pada soket dengan aquadest steril.
33
2.11. Prosedur Penelitian
2.11.1. Persiapan Hewan Coba
Sebelum dilakukan penelitian, dilakukan pemilihan tikus putih wistar
jantan sebanyak 24 ekor. Tikus diadaptasikan selama 7 hari dalam kandang dan
diberi makan standar serta minum. Berat badan tikus dipantau, hal ini bertujuan
untuk memperoleh keseragaman pada hewan coba sebelum dilakukan penelitian.
Duration of action atau lama kerja ketamine pada tikus yaitu 15-25 menit pada
pemberian secara intramuscular (Yunani, dkk. 2015), sehingga diperlukan
penambahan xylazine untuk memperpanjang duaration of action dari obat
anastesi.
35
Kelompok K(C-7) :Pemberian larutan saline (NaCl 0,9%) sebanyak
2ml satu kali sehari secara intragastrik dengan
bantuan sonde lambung pada hari ke-1 sampai hari
ke-6. Selanjutnya, pada hari ke-7 dilakukan
euthanasia menggunakan eter untuk pengambilan
rahang bawah, kemudian dilanjutkan pembuatan
sediaan jaringan.
37
Dehidrasi merupakan penarikan air dari dalam jaringan yang telah
dimasukkan embedding cassette dengan menggunakan konsentrasi
rendah ke tinggi, tujuannya adalah untuk mengubah fase air menjadi
minyak. Dehidrasi dilakukan secara bertahap dimulai dengan alkohol
70% selama 15 menit, 80% selama 1 jam, 95% selama 2 jam, dan 100%
selama 3 jam.
b. Clearing
Proses clearing merupakan tahapan penjernihan jaringan dari bahan
alkohol maupun dehidran lain dalam jaringan agar digantikan oleh
molekul paraffin. Clearing dilakukan dengan menggunakan bahan xylol
sebanyak 3 kali pada tabung yang berbeda yaitu: selama 1 jam pada
tabung pertama dan 2 jam pada tabung kedua dan ketiga.
c. Impregnasi
Impregnasi merupakan proses infiltrasi bahan embedding yaitu paraffin
cair bersuhu 56-60 derajat celcius kedalam jaringan sebanyak 3 kali
masing-masing selama 2 jam.
d. Embedding
Proses penanaman jaringan kedalam suatu bahan embedding yaitu
paraffin. Tahap embedding yaitu:
1. Mempersiapkan alat cetak blok paraffin (base mould) yang diolesi
gliserin agar mempermudah pemisahan alat cetak dengan blok
paraffin.
2. Paraffin cair dituang ke dalam base mould, lalu jaringan dimasukkan
dengan bantuan pinset sehingga didapatkan penampang jaringan
dengan arah potong koronal.
3. Blok paraffin dilepas dari base mould
e. Penyayatan
Penyayatan dilakukan mengguakan mikrotom. Sebelum menyayat
jaringan, alat yang perlu disiapkan antara lain object glass yang diolesi
meyer egg alumin. Tahap penyayatan antara lain:
1. Membersihkan pisau mikrotom menggunakan kasa atau kertas saring
yang dibasahi xylol dengan arah tegak lurus.
2. Mengatur ketebalan sayatan yaitu 5µm.
3. Mengambil sayatan yang diperoleh menggunakan kuas lalu
diletakkan diatas waterbath pada temperatur tetap 56-58 derajat
celcius hingga sayatan mekar. Sayatan yang diambil adalah sayatan
yang terbaik.
4. Mengambil sayatan yang sudah mekar dengan object glass yang
diolesi meyer egg albumin, kemudian dikeringkan dengan suhu 30-
35 derajat celcius minimal selama 12 jam.
(Syafriadi, dkk. 2007)
f. Pewarnaan Preparat Jaringan
Pewarnaan dilakukan menggunakan Haematoksilin-Eosin. Tahapan
pewarnaannya sebagai berikut:
1. Preparat dimasukkan ke dalam xylol 2-3 menit lalu diulangi dengan
memasukkan kembali ke wadah yang berbeda selama 2-3 menit.
2. Dilakukan rehidrasi dengan larutan alkohol absolut sebanyak 2 kali
dan alkohol 95% 2 kali pada wadah yang berbeda masing-masing 2-
3 menit.
3. Preparat dibilas dengan air mengalir untuk menghilangkan kelebihan
alkohol 10-15 menit
4. Preparat diwarnai dengan Mayer’s Haematoksilin selama 10 menit
kemudian dibilas air mengalir 20 menit
5. Preparat direndam eosin selama 15 detik sampai 2 menit
6. Dilakukan dehidrasi kembali pada konsentrasi 95% dan absolute
sebanyak 2 kali masing-masing 2-3 menit pada wadah yang berbeda
7. Preparat dimasukkan ke dalam xylol masing-masing selama 3 menit
sebanyak 3 kali menggunakan wadah yang berbeda
8. Melakukan mounting dengan cairan entellan kemudian ditutup deck
glass
(Masruri, 2019)
39
3.7.5. Pengamatan dan Perhitungan Jumlah Sel Osteoblas
Pengamatan dilakukan pada pembesaran 400x menggunakan mikroskop
binokuler. Sel osteoblas dihitung oleh 3 orang pengamat menggunakan metode
double blind. Dalam setiap preparat, pengamat menghitung jumlah sel osteoblas
pada 3 lapang pandang yaitu sepertiga koronal, sepertiga tengah dan sepertiga
apikal kemudian hasil perhitungan jumlah sel osteoblas ditabulasi dan diambil
rata-ratanya. Data disajikan dalam bentuk tabel.
41
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 4.1 Rerata jumlah sel osteoblas pada kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan
Mean ± SD
No. Kelompok
Hari ke-7 Hari ke-14 Hari ke-28
Gambar 4.1 Diagram rata-rata jumlah sel osteoblas pada kelompok kontrol dan
kelompok perlakuan
4.2 Analisis Data
Data hasil penelitian terlebih dahulu diuji menggunakan uji normalitas
untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak dan uji homogenitas
untuk mengetahui apakah data homogen atau tidak. Uji normalitas yang
digunakan adalah uji Shapiro-Wilk Test dan didapatkan hasil nilai P>0,05 yang
artinya data yang diperoleh terdistribusi normal. Uji homogenitas yang digunakan
yaitu uji Levene Test. Hasil uji homogenitas didapatkan nilai signifikan yaitu
0,332 (P>0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ragam dari semua kelompok
adalah homogen.
Berdasarkan hasil uji nornalitas dan uji homogenitas yang telah dilakukan,
maka uji beda yang digunakan adalah uji statistik parametrik yaitu uji One-way
Anova. Berdasarkan hasil uji One-way Anova diperoleh P=0,000 (P<0,05) dalam
hal ini terdapat perbedaan bermakna antara kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan terhadap jumlah osteoblas.
43
Levene Test 0,332
Tabel 4.3 Nilai signifikansi uji beda LSD terhadap rata-rata jumlah osteoblas
antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan pada masing-
masing kelompok hari
Kelompok K(C-7) K(C-14) K(C-28)
K(T-7) *0,033 - -
K(T-14) - *0,034 -
K(T-28) - - 0,113
Berdasarkan hasil uji LSD pada uji beda rata-rata jumlah osteoblas antara
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan pada masing-masing hari yang
tercantum dalam tabel 4.3 yaitu kelompok kontrol hari ke-7 dengan kelompok
perlakuan hari ke-7, kelompok kontrol hari ke-14 dengan kelompok perlakuan
hari ke-14 menunjukkan nilai signifikansi p<0,05 yang artinya terdapat perbedaan
bermakna antara kelompok kontrol hari ke-7 dengan kelompok perlakuan hari ke-
7, kelompok kontrol hari ke-14 dengan kelompok perlakuan hari ke-14.
Sedangkan pada kelompok kontrol hari ke-28 dengan kelompok perlakuan hari
ke-28 nilai signifikansi p>0,05 yang artinya tidak terdapat perbedaan yang
bermakna.
Berdasarkan hasil uji LSD pada uji beda terhadap rata-rata jumlah
osteoblas antar kelompok kontrol, didapatkan hasil signifikansi 0,000 (p<0,05)
antara kelompok kontrol hari ke-7 dengan kelompok kontrol hari ke-14, kelompok
kontrol hari ke-7 dengan kelompok kontrol hari ke-28, kelompok kontrol hari ke-
14 dengan kelompok kontrol hari ke-28 yang artinya terdapat perbedaan yang
signifikan pada rata-rata jumlah osteoblas antar kelompok kontrol. Hasil uji dapat
dilihat pada tabel 4.4 berikut.
Tabel 4.4 Nilai signifikansi uji beda LSD terhadap rata-rata jumlah osteoblas
antar kelompok kontrol
Kelompok K(C-7) K(C-14) K(C-28)
K(C-7) - *0,000 *0,000
K(C-14) - - *0,000
K(C-28) - - -
Berdasarkan hasil uji LSD pada uji beda terhadap rata-rata jumlah
osteoblas antar kelompok perlakuan, didapatkan hasil signifikansi 0,000 (p<0,05)
antara kelompok perlakuan hari ke-7 dengan kelompok perlakuan hari ke-14,
kelompok perlakuan hari ke-7 dengan kelompok perlakuan hari ke-28, kelompok
perlakuan hari ke-14 dengan kelompok perlakuan hari ke-28 yang artinya terdapat
perbedaan yang signifikan pada rata-rata jumlah osteoblas antar kelompok
perlakuan. Hasil uji dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut.
Tabel 4.5 Nilai signifikansi uji beda LSD terhadap rata-rata jumlah osteoblas
antar kelompok perlakuan
Kelompok K(T-7) K(T-14) K(T-28)
K(T-7) - *0,000 *0,000
K(T-14) - - *0,000
K(T-28) - - -
Keterangan:
45
K(C-14) : Kelompok kontrol hari ke-14
4.3 Pembahasan
47
triterpenoid dan saponin pada ekstrak daun pegagan berfungsi sebagai
antiinflamasi dengan menurunkan aktivitas mediator pro inflamasi seperti TNF-α,
IL-1β, IL-6. Sedangkan kandungan flavonoid dan tanin berfungsi sebagai
antioksidan.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat
disimpulkan bahwa pemberian ekstrak daun pegagan (Centella asiatica)
mampu meningkatkan jumlah osteoblas pada soket alveolar paska
pencabutan gigi tikus wistar.
5.2 Saran
49
DAFTAR PUSTAKA
51
Hapsari dan Kunti. 2014. Efektivitas Salep Ekstrak Etanol Daun Kamboja
(Plumeria accuminata Ait) terhadap Penyembuhan Luka Gingiva Melalui
Pengamatan Sel PMN (Polimorfonuklear). Skripsi. Yogyakarta: Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.
Haryono, R.S., Suharjono, dan S. Hidayati. 2014. Lama Pembekuan Darah
Menggunakan Spongostan dan Alvogyl pada Pasien Post Odontectomy Gigi
Molar Tiga Bawah di Rumah Sakit. Jurnal Gigi dan Mulut Vol. 1, No. 2,
ISSN : 2338-963X
Hasanah, M., F. Tasriyanti, dan D. Darwis. 2015. Aktivitas Antioksidan Ekstrak
Etanol Daun Benalu Sawo (Helixanthere sp.) Hasil Ekstraksi Soxhletasi dan
Perkolasi. Prosiding SnaPP. 1(1): 189-194.
Hidayati, A. N., C. Suryawati, dan A. Sriatmi. 2014. Analisis Hubungan
Karakteristik Pasien Dengan Kepuasan Pelayanan Rawat Jalan Semarang
Eye Center (SEC) Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang. Jurnal
Kesehatan Masyarakat (e-Journal), Volume 2, Nomor 1
Hupp JR, Ellis E, Tucker MR. Contemporary oral and maxillofacial surgery. 6th
ed. Missouri: Elsevier, 2014: 44-7, 91-2
Iknes, S., W. Sunny dan J.R.K. Sonny. 2012. Peran Estrogen pada Remodeling
Tulang. Jurnal Biomedik. 4(3): S18-28
Janqueira, L.C., J. Corneiro. 2007. Histologi Dasar Edisi 10. EGC: Jakarta.
Janssens K, Dijke P, Janssens S, & Hul W. 2005. Transforming Growth Factor-β1
to the Bone. Endocrine Reviews, 26:743-774
Januwati, M., S. Sudiatso, dan S.W. Andriani. 2002. Pengaruh dosis pupuk
kandang dan tingkat populasi terhadap pertumbuhan dan produksi pegagan
(Centella asiatica (L.) Urban) di bawah tegakan kelapa (Cocos nucifera L.).
Jurnal Bahan Alam Indonesia 1(2): 49-57.
Kalangi, S.J.R., 2011, Peran Integrin pada Angiogenesis Penyembuhan Luka,
Cermin Dunia Kedokteran, 38(3): 177-181.
Karapanagioti E., and A. Assimopoulou. 2016. Naturally occurring wound healing
agents: An evidence-based review. Curr Med Chem, vol. 23, no. 20, pp.
3285–3321
Karsenty G & Wagner EF. 2002. Reaching a genetic and molecular understanding
of skeletal development. Dev Cell, 2, 389–406
Kasagi S & Chen W. 2013. Review TGF-beta1 on Osteoimmunology and The
Bone Component Cells. Cell & Bioscience 1-7
Kaya, G., G. Yapici., Z. Savas., dan M. Gungormus. 2011. Comparison of
Alvogyl, SaliCept Patch, and Low-Level Laser Therapy in the Management
of Alveolar Osteitis. American Association of Oral and Maxillofacial
Surgeons. 6(9): 1574-1576
Kristiani, N. N., Kusumah, E. D., dan Lailani, P. K. 2009. Analisis Fitokimia dan
Penampilan Polapita Protein Tanaman Pegagan (Centella asiatica) Hasil
Konsentrasi In Vitro. Bul. Littro, vol. 20, hh.11-20
Kurniawati, Atik., Wahyukundari, Melok Aris., Astuti, Syafira Dwi. 2020. Potensi
ekstrak daun ungu dalam menurunkan jumlah sel osteoklas tikus yang
diinduksi Porphyromonas gingivalis. Cakradonya Dental Journal. 12 (2) :
75-82
Kusumawati, D. 2004. Bersahabat dengan Hewan Coba. Yogyakarta: Gajah
Mada University Press.
Lalani ZS. 2002. Characterization of healing tissue in a tooth extraction socket in
a rabbit model. Texas Medical Center. Dissertations.
Lande, R., B.J. Kepel, dan K.V. Siagian. 2015. Gambaran Faktor Risiko dan
Komplikasi Pencabutan Gigi di Rsgm PSPDG-FK UNSRAT. Jurnal e-GiGi
(eG), Volume 3, Nomor 2, Hal: 467-481
Landen, N. X., Li, D., & Ståhle, M. (2016). Transition from inflammation to
proliferation: a critical step during wound healing. Cellular and Molecular
Life Sci., 73(20), p.3861–3885. https://doi.org/10.1007/s00018-016-2268-0
Lasmadiwati, E.M.M Herminati, dan Y.H. Indriani. 2004. Pegagan Meningkatkan
Daya Ingat, Membuat Awet Muda, Menurunkan Gejala Stres dan
Meningkatkan Stamina. Seri Agrisehat. Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta.
II + 69 hlm.
Leba, M. A. U. 2017. Buku Ajar Ekstraksi dan Real Kromatografi. Yogyakarta:
Penerbit Deepublish.
Luu H, Kraut D, Graves D, Gerstenfled L. 2008. Diabetes interferes with the bone
formation by affecting the expression of transcription factors that regulate
the osteoblasts differentiation. Endocrinology.144:352-64
MacKay N & Miller A. 2003. Nutritional Support for Wound Healing. Alternative
Medicine Review, 8(4), 359-372
Maeda S, Dean DD, Gomez R, Schwartz Z & Boyan BD. 2002. The First Stage of
Transforming Growth Factor Beta1 Activation is Release of The Large
Latent Complex from The Extracellular Matrix of Growth Plate
Chondrocytes by Matrix Vesicle Stromelysin-1 (MMP-3). Calcif Tissue Int,
70(1), 54–65
53
Masruri, Ahmad. 2019. Potensi Bubuk Kulit Kopi Arabika (Coffea arabica L.)
Berpotensi Meningkatkan Jumlah Sel Fibroblas Pasca Pencabutan Gigi
pada Tikus Wistar Jantan. Fakultas Kedokteran Gigi. Universitas Jember
Mohamed MAH, Younis WH, Yaseen NY. 2013. The effect of autologous bone
marrow-derived stem cells with estimation of molecular events on tooth
socket healing in diabetic rabbits (Immunohistochemical study). J Bagh
College Dentistry Vol. 25(Special Issue 1), June
Mukhriani. 2014. Ekstraksi, pemisahan senyawa, dan identifikasi senyawa aktif.
Jurnal Kesehatan. 7(2): 361-7.
Musyarofah, N. 2006. Respons tanaman pegagan (Centella asiatica L. Urban)
terhadap pemberian pupuk alami di bawah naungan. Skripsi. Departemen
Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian IPB, Bogor.
Myers W.T., M. Leong, L.G. Phillips. 2007. Optimizing the patient for surgical
treatment of the wound. Clin Plast Surg. 34(4): 607-20.
Nignsih, J.R., T. Haniastuti, dan J. Handajani. 2019. Re-epitelisasi Luka Soket Pasca
Pencabutan Gigi Setelah Pemberian Gel Getah Pisang Raja (Musa
sapientum L) Kajian Histologis pada Marmut (Cavia cobaya). JIKG (Jurnal
Ilmu Kedokteran Gigi) Vol. 2 No. 1
Nignsih, J.R., T. Haniastuti,dan J. Handajani. 2019. Re-Epitelisasi Luka Soket
Pasca Pencabutan Gigi Setelah Pemberian Gel Getah Pisang Raja (Musa
Sapientum L) Kajian Histologis Pada Marmut (Cavia Cobaya). JIKG
(Jurnal Ilmu Kedokteran Gigi) Vol. 2 No. 1
Noor, M.M. dan N.M. Ali. 2004. Kesan in vivo ekstrak daun Centella asiatica ke
atas histologi [testis] dan kualiti sperma mencit. Sains Malaysiana 33(2): 97-
103.
Notoatmodjo, S. 2007. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka
Cipta
Nowwarote N., T. Osathanon, P. Jitjaturunt, S. Manopattanasoontorn, and P.
Pavasant. 2013. Asiaticoside induces type I collagen synthesis and
osteogenic differentiation in human periodontal ligament cells. Phyther.
Res. vol. 27, no. 3, pp. 457–462
Prasetyono, T.O.H. 2009. General concept of wound healing, revisited. Med J
Indones, Vol.18, No. 3, July- September
Pratiknya A.W. 2003. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan
Kesehatan. Ed. 1, Cetakan 5. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Primihastuti D, Ali MM & Kalsum U. Pengaruh Ekstrak Etanol Pegagan (Centella
asiatica) Terhadap Ossifikasi Tulang dan Osteoklastogenesis pada Model
Stunting Larva Zebrafish Model Stunting. 2018. Jurnal AcTion: Aceh
Nutrition Journal Vol. 3 No. 2
Ramadhan, S.N., R. Rayit, dan Ematrisy. 2015. Uji antibakteri ekstrak daun
pegagan terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Salmonella typhi
dengan metode Bioautografi. Jurnal Kesehatan Andalas 4(1): 203-206.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Kementerian kesehatan Republik Indonesia.
2018. Available from:
http://www.depkes.go.id/resources/download/infoterkini/materi_rakorpop_2
018/hasil %20riskesdas%202018.pdf
Sagung A.P.D. 2013. Dental Extraction Technique using Difficulty. Jurnal
Kesehatan Gigi. 1(2):115-119
Samson, M., D.C. Button, A. Chaouachi, dan D.G. Behm. 2012. Effects of
dynamic and Static Stretching within General Activity Specific warmup
protocols. Jurnal of Sports science and medicine. Volume 11(2): 279–285.
Shetty V & Bertolami C. 2004. Wound healing In Peterson L Principles of oral
and maxillofacial surgery. Ontario: BC Decker
Sihombing, I., Wangko, S., & Kalangi, S. J. (2012). Peran estrogen pada
remodeling tulang. Jurnal Biomedik: JBM, 4(3).
Sihombing, Marice, dkk. 2011. Perubahan Nilai Hematologi, Biokimia Darah,
Bobot Organ dan Bobot Badan Tikus Putih pada Umur Berbeda. Jurnal
Veteriner Vol. 12 No. 1: 58-64. ISSN : 1411 – 8327
Sihombing, W., M. Akmal, S. Wahyuni, I. Nasution, Rinidar, dan Hamdan. 2015.
Efek Ekstrak Daun Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) Terhadap
Perkembangan Sel Spermatid Tikus (Rattus norvegicus). Jurnal Medika
Veterinaria, Vol. 9 No. 1
Song J., dkk. 2012. Madecassoside suppresses migration of fibroblasts from
keloids: involvement of p38 kinase and P13K signaling pathways. Burns,
vol. 38, pp. 677–684
Sudarsono, P., Gunawa, dan D. Wahyono. 2002. Hasil penelitian sifat-sifat
pegagan. Pusat Studi Obat Tradisional Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Susanty,S., dan F. Bachmid. 2016. Perbandingan Metode Ekstraksi Maserasi dan
Refluks terhadap Kadar Fenolik dari Ekstrak Tongkol Jagung (Zea mays l.).
Jurnal Konversi. 5(2):87-93.
55
Sutardi. 2008. Kajian waktu panen dan pemupukan fosfor terhadap pertumbuhan
dan produksi asiatikosida tanaman pegagan (Centella asiatica L. Urban) di
dataran tinggi. Tesis. Program Studi Agronomi, Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor.
Sutardi. 2016. Kandungan Bahan Aktif Tanaman Pegagan dan Khasiatnya Untuk
Meningkatkan Sistem Imun Tubuh. Jurnal Litbang Pertanian Vol. 35 No.
Hal. 121-130
Syafriadi M., B. Kusumawardani, D. Setyorini, dan R. Joelianto. 2007. Petunjuk
Praktikum Patologi Anatomi: Degenerasi dan Rahang. Tidak Diterbitkan.
Buku Petunjuk Praktikum. Jember: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Jember.
Tang, W., Eisenbrand, G. 1992. Chinese Drugs Of Plant Origin. Berlin:
SpringerVerlag. p.1011-14
Temrangsee P., S. Kondo, and A. Itharat. 2011. Antibacterial activity of extracts
from five medicinal plants and their formula against bacteria that cause
chronic wound infection. J. Med. Assoc. Thail., vol. 94, pp. 166–170
Tjitrosoepomo, G. 2000. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Ueno C., T.K. Hunt, H.W. Hopf. 2006. Using physiology to improve surgical
wound outcomes. Plast Reconstr Surg. 117 (Suppl): 59S-71S.
Van Steenis C, G, G, J. 2006. Flora. PT Pradnya paramita: Jakarta.
Velnar T, Balley T, Smrkolj V. The wound healing process: An overview of the
cellular and molecular mechanisms. The Journal of International Medical
Research 2009; 37: 1528-42.
Werner S, G. R. (2003). Regulation of wound healing by growth factor and
cytokines. Physiol Rev 83, 835-870.
Wiantari, N.P.N., P.I. Anggraeni, S.A. Handoko. 2018. Gambaran Perawatan
Pencabutan Gigi dan Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Kesehatan
Gigi dan Mulut di Wilayah Kerja Puskesmas Mengwi II. Bali Dental
Journal, Volume 2, Nomor 2: 100-104
Winarto, W.R. dan M. Surbakti. 2003. Khasiat dan Manfaat Pegagan. Agromedia
Pustaka, Jakarta.
Wray, David; Stenhouse, David; Lee, David. 2003. Textbook of General and Oral
Surgery. London: Chuchill Livingstone.
Wuri, S.M. 2016. “Efektivitas Ekstrak Etanol Daun Bayam Merah sebagai
Hepatoprotektor terhadap Kadar ALP Serum Mencit yang Diinduksi
Isoniazid”. Skripsi. Jember. Universitas Jember.
Yasurin P., M. Sriariyanun, and T. Phusantisampan. 2016. Review:
Bioavailability Activity of Centella asitica. KMUTNB Int J Appl Sci
Technol, vol. 9, no. 1, pp. 1–9
Yunani, R., E. H. Mudji, dan D. Apritya. 2015. Perbedaan Efektivitas
Anestetikum Antara Zoletil-Acepromacin dan Ketamin-Acepromacin Pada
Tikus Putih (Rattus Norvegicus). Jurnal Kajian Veteriner. 3(2): 113-119.
Zahara, E., E. Nuraenah, T. Yuliyani, Darwitri, H. Khotimah, U. Kalsum, I. W. A.
Wiyasa, N. Ramli, A. H. Al-Rahmad, dan M. M. Ali. 2018. Ekstrak Ethanol
Pegagan (Centella Asiatica) Meningkatkan Osifikasi Tulang dan Panjang
Badan Larva Zebrafish (Danio Rerio) Model Stunting Usia 9 Hari Pasca
Fertilisasi. Jurnal AcTion: Aceh Nutrition Journal (3)2: 95-102
Zhao GQ. 2003. Consequences of knocking out BMP signaling in the mouse.
Genesis. 35:43–56.
Robbinson Trevor. 1995. „”The Basic Of Higher Plants 6th Edition”. Disadur
Padmawinata, K. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung : ITB.
Sheweita, Khoskhal SAKI. Calcium metabolism and oxidative stress in bone
fractures: Role of antioxidants. Current Drug Metabolism. 2007; 8: 519-25.
57
Lampiran A. Perhitungan Besar Sampel
Besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah berdasarkan
rumus sebagai berikut (Daniel, 2005)
Keterangan:
n = besar sampel minimum
Z = nilai Z pada tingkat kesalahan tertentu (α); jika α = 0,05 maka
nilai Z = 1,96 (2-tailed) dan Z = 1,64 (1-tailed)
σ = standard deviasi penelitian sejenis
α = kesalahan yang masih ditoleransi
Pada penelitian ini nilai 𝜎 diasumsikan sama dengan nilai d (𝜎 = d), hal ini
dikarenakan bahwa nilai 𝜎2 jarang sekali diketahui. Maka hasil perhitungan besar
sampel adalah sebagai berikut:
n = (1,96)2 . 𝜎2
𝑑2
n = (1,96)2
n = 3,84 = 4
Jadi, jumlah sampel minimum yang harus digunakan adalah 4 sampel untuk
masing-masing kelompok. Penelitian ini menggunakan 24 ekor tikus sebagai
sampel, yang terbagi ke dalam 2 kelompok yang masing-masing terdiri dari 12
ekor tikus.
59
Lampiran D. Surat Identifikasi Tanaman
Lampiran E. Kode Etik
61
Lampiran F. Alat dan Bahan
Lampiran F.1. Alat
Kertas saring
Timbangan Erlenmeyer
Blender
Maserator Oven
Disposable syringe
Embedding
Kandang tikus Wadah jaringan Base mould
cassete
paraffin
63
Waterbath
Slide warmer
Rak pengecatan
Formalin 10%
Ketamin
Asam formiat Paraffin Gliserin
10%
Alkohol
Maayer’s Eosin
Haematoxilin- Xylol
haematoksilin
Eosin
Minyak Emersi
65
Lampiran H. Gambaran Histologi
Kontrol hari ke-7
67
Lampiran I. Hasil Perhitungan Sel Osteoblast
1
Lampiran J. Analisis Data
Tests of Normality
KELOMP Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
OK Statistic df Sig. Statistic df Sig.
RATA-RATA K(C-7) .182 4 . .974 4 .864
JUMLAH K(T-7) .227 4 . .944 4 .676
K(C-14) .185 4 . .972 4 .855
K(T-14) .312 4 . .806 4 .113
K(C-28) .315 4 . .852 4 .234
K(T-28) .281 4 . .904 4 .450
a. Lilliefors Significance Correction
ANOVA
RATA-RATA JUMLAH
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 535.870 5 107.174 55.363 .000
Within Groups 34.845 18 1.936
Total 570.716 23
Multiple Comparisons
Dependent Variable: RATA-RATA JUMLAH
LSD
(I) (J) 95% Confidence Interval
KELOM KELOM Mean Difference
POK POK (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
K(C-7) K(T-7) -2.27500* .98383 .033 -4.3420 -.2080
K(C-14) -4.66250* .98383 .000 -6.7295 -2.5955
K(T-14) -6.91750* .98383 .000 -8.9845 -4.8505
K(C-28) -11.55500* .98383 .000 -13.6220 -9.4880
K(T-28) -13.19250* .98383 .000 -15.2595 -11.1255
K(T-7) K(C-7) 2.27500* .98383 .033 .2080 4.3420
K(C-14) -2.38750* .98383 .026 -4.4545 -.3205
K(T-14) -4.64250* .98383 .000 -6.7095 -2.5755
K(C-28) -9.28000* .98383 .000 -11.3470 -7.2130
K(T-28) -10.91750* .98383 .000 -12.9845 -8.8505
K(C-14) K(C-7) 4.66250* .98383 .000 2.5955 6.7295
K(T-7) 2.38750* .98383 .026 .3205 4.4545
K(T-14) -2.25500* .98383 .034 -4.3220 -.1880
K(C-28) -6.89250* .98383 .000 -8.9595 -4.8255
K(T-28) -8.53000* .98383 .000 -10.5970 -6.4630
K(T-14) K(C-7) 6.91750* .98383 .000 4.8505 8.9845
K(T-7) 4.64250* .98383 .000 2.5755 6.7095
K(C-14) 2.25500* .98383 .034 .1880 4.3220
K(C-28) -4.63750* .98383 .000 -6.7045 -2.5705
K(T-28) -6.27500* .98383 .000 -8.3420 -4.2080
K(C-28) K(C-7) 11.55500* .98383 .000 9.4880 13.6220
K(T-7) 9.28000* .98383 .000 7.2130 11.3470
K(C-14) 6.89250* .98383 .000 4.8255 8.9595
K(T-14) 4.63750* .98383 .000 2.5705 6.7045
K(T-28) -1.63750 .98383 .113 -3.7045 .4295
K(T-28) K(C-7) 13.19250* .98383 .000 11.1255 15.2595
K(T-7) 10.91750* .98383 .000 8.8505 12.9845
K(C-14) 8.53000* .98383 .000 6.4630 10.5970
K(T-14) 6.27500* .98383 .000 4.2080 8.3420
K(C-28) 1.63750 .98383 .113 -.4295 3.7045
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.