Anda di halaman 1dari 6

PEMANFAATAN LIMBAH BUAH DAN SERAT KELAPA

SEBAGAI PUPUK ORGANIK CAIR

Nama : Dyta Putri Bahari


NIM : Z1B021064
Rombongan : II
Kelompok :1
Asisten : Nilam Sari

LAPORAN PRAKTIKUM BIOFARMING

KEMENTRIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2022
Setiap hari manusia selalu melakukan aktivitas untuk menunjang kehidupannya. Salah
satu aktivitas yang tidak pernah lepas dilakukan adalah berbelanja. Aktivitas belanja tentunya
selalu meninggalkan sisa yang dianggap sudah tidak berguna sehingga diperlakukan sebagai
barang buangan atau yang sering disebut dengan sampah. Diperkirakan setiap orang mampu
menghasilkan sampah organik sekitar setengah kilogram per hari. Jika jumlah penduduk
Indonesia sebanyak 220 juta jiwa, produksi sampah organik setiap harinya dapat mencapai
sekitar 110.000 ton atau 40.150.000 ton per tahun. Bisa dibayangkan jika sampah sebanyak
itu tidak diolah, tentu akan menimbulkan banyak masalah, terutama pencemaran lingkungan
Salah satu sampah yang sering dijumpai yaitu sampah organik seperti sisa sayur-sayuran,
buah-buahan, dan sebagainya. Sampah organik dari buah, jika tidak segera ditangani maka
sampah akan membusuk dan menimbulkan banyak dampak negatif bagi lingkungan Maka
dari itu, untuk mencegah timbulnya permasalahan tersebut, perlu dilakukan pengolahan
sampah menjadi suatu zat yang berguna, salah satunya yaitu membuat pupuk organik cair
dari limbah sampah. Melalui pembuatan pupuk organik cair melalui limbah organik selain
untuk mengatasi pencemaran lingkungan juga diharapkan mampu meningkatkan
produktivitas pertanian, hal ini karena negara kita sebagian besar penduduknya bermata
pencaharian sebagai petani dan sering kali harga pupuk mengalami kenaikan dan sulit
didapatkan. Maka dari itu, pemanfaatan limbah organik berupa buah untuk dijadikan pupuk
organik cair merupakan salah satu solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut
(Kusumadewi et al.,2019:92).
Cara pembuatan pupuk organik cair dari limbah buah dan serat kelapa terbilang
sederhana dan mudah karena alat dan bahan yang diperlukan mudah didapatkan. Alat dan
bahan yang diperlukan dalam pembuatan pupuk organik cair yaitu alat pertama ada drum
fermentasi yang berfungsi sebagai tempat pupuk organic cair tersebut difermentasi, ada slang
saringan, jerigen 10 liter, kain saring meteran, corong, ember, blender, timbangan, kantong
plastic, botol sampel, dan kertas label. Selain alat tentunya dalam pembuatan pupuk organik
cair juga memerlukan bahan yang harus disiapkan seperti limbah buah busuk, limbah sabut
kelapa, air kelapa, Trichoderma Sp., gula merah, dan activator JB-3. Setelah alat dan bahan
disiapkan langkah selanjutnya yaitu melakukan pembuatan pupuk organik cair. Proses
pertama dalam pembuatan POC yaitu mencincang masing-masing limbah buah busuk dan
limbah sabut kelapa dengan ukuran 0,5 sampai 1 cm sebanyak 1,5 kg. selanjutnya
menambahkan air kelapa sebanyak 1,5 liter dan jangan lupa untuk menambahkan
Trichoderma Sp. sebanyak 6 sendok. Lalu menacampurkan 1 kg gula merah dan JB-3
sebanyak 100 ml. Kemudian menambahkan air hingga volume air mencapai 1,5 liter. Setelah
tercampur merata, maka merendam atau memfermentasi selama 3-4 hari, dan melakukan
analisis pupuk setelah 3-4 hari.
Setelah pembuatan POC maka perlu dilakukan analisis menguji kandungan
makronutrien dalam POC lalu membandingkan dengan syarat mutu pupuk organik cair
dengan Peraturan Kementerian Pertanian 2019. Dalam pembuatan POC yang telah dilakukan,
percobaan dilakukan pengulangan sebanyak 4 kali. Hasil analisa terhadap kadar C-organik
yaitu pada ulangan pertama dengan aktivator JB-3 kadar C-Organik POC sebesar 5,17%,
pada ulangan ke-2 sebesar 4,79%, Ulangan ke-3 sebesar 3,67%, dan pada ulangan ke-4
sebesar 6,22% sehingga rerata C-Organik dengan aktivator JB-3 adalah sebesar 4,96%
sedangkan dengan aktivator Trichoderma sp. ulangan ke-1 kadar C-Organik sebesar 5,60%,
ulangan ke-2 3,45%, ulangan ke-3 4,56%, dan ulangan ke-4 sebesar 3,60% sehingga rerata
kadar C-Organik dengan aktivator Trichoderma sp. yaitu 4,30%.
Jika dibandingkan dengan syarat mutu pupuk organik cair menurut Peraturan
Kementerian 2019, kadar C-Organik yang telah dibuat dengan aktivator JB-3 dengan rerata
sebesar 4,96% belum memenuhi syarat mutu yang disyaratkan untuk pupuk organik cair
sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian No 216 Tahun 2019 tentang baku mutu pupuk
organik cair dengan standart mutu C Organik yaitu minimal 10%, begitupula dengan
pembuatan POC dengan aktivator Trichoderma sp. yaitu memiliki rerata 4,30%, sehingga
tidak memenuhi baku mutu yang disyaratkan yaitu seharusnya standar C-organik minimum
10%. Namun, berdasarkan aktivator JB-3 dan Trichoderma sp. yang memiliki kandungan C-
Organik paling tinggi yaitu dengan perlakukan JB-3, sehingga POC yang paling efektif yaitu
dengan JB-3. Tinggi rendahnya kadar C-Organik dalam pupuk organik cair dipengaruhi oleh
kandungan karbohidrat yang terdapat pada bahan pembuatan POC sehingga semakin banyak
karbohidrat pada bahan maka semakin banyak kandungan C-Organik.
Tabel 1. Syarat Mutu POC menurut Peraturan Kementerian Pertanian 2019

Sumber: Keputusan Menteri Pertanian Nomor 261/KPTS/SR.310/M/4/2019

Pupuk organik cair (POC) merupakan pupuk dalam bentuk larutan yang
berasal dari pembusukan bahan-bahan organik seperti berasal dari sisa tanaman, sisa
makanan, sisa buah-buahan, sisa-sisa sayuran, dan manusia. POC memiliki kandungan unsur
hara yang lebih dari satu unsur. POC mampu menyediakan unsur hara secara cepat sehingga
tidak terjadi defisiensi unsur hara. POC memiliki sifat dan karakteristik yang sesuai dengan
tanah sehingga tanah dan tanaman mampu menyerap nutrisi lebih mudah, selain itu POC
dengan sifatnya yang cair mampu merangsang pertumbuhan tanaman dengan baik karena
secara efektif mampu meningkatkan kapasitas pertukaran kation yang ada di dalam tanah
(Kusumadewi et al.,2019:93). Pupuk organik cair dibuat dari limbah organik (limbah buah
dan sabut kelapa) melalui proses fermentasi. Pada saat fermentasi diperlukan aktivator untuk
memercepat proses fermentasi. Aktivator yang mampu memercepat proses fermentasi, salah
satunya adalah JB-3. JB-3 dalam beberapa penelitian menyatakan bahwa mampu
meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanam. Selain JB-3 juga terdapat Trichoderma Sp. yang
mampu menjadi aktivator. Trichoderma merupakan organisme pengurai, agen hayati, dan
sebagai stimulator pertumbuhan serta berperan sebagai penghambat pertumbuhan mikroba
penyebab penyakit bagi tanaman dan berperan penting dalam pengolahan lahan tanpa bakar
(Juwaningsih et al.,2019:1021).
Terdapat beberapa faktor yang mampu memengaruhi kualitas pupuk organik cair yang
pertama adalah nilai C/N bahan. Nilai C/N bahan merupakan hasil perbandingan antara
karbon dengan nitrogen. Nilai C/N tanah yaitu 10-12, apabila suatu bahan organik memiliki
kandungan C/N yang sama atau mendekati nilai C/N tanah, maka bahan tersebut dapat
digunakan atau dapat diserap oleh tanaman. Ketika semakin rendah nilai C/N bahan, waktu
yang dibutuhkan untuk pembuatan pupuk organik semakin cepat. Selanjutnya dipengaruhi
oleh ukuran bahan, dimana bahan yang berukuran lebih kecil maka proses fermentasi POC
akan semakin cepat karena semakin luas bahan yang tersentuh oleh mikroorganisme. Selain
itu, dipengaruhi oleh komposisi bahan dimana komposisi bahan dari beberapa macam bahan
organik akan lebih baik dan cepat. Faktor selanjutnya adalah jumlah mikroorganisme,
dimana semakin banyak atau bertambahnya mikroorganisme maka pembuatan pupuk akan
semakin cepat. Kemudian dipengaruhi juga oleh kelembaban dimana akan mikroorganisme
dalam pembuatan pupuk akan bekerja optimum pada kelembaban 40-60% sehingga perlu
dijaga kelembabannya. Selanjutnya dipengaruhi oleh suhu, dimana bila suhu terlalu tinggi
maka mikroorganisme dapat mati sedangkan suhu yang terlalu rendah maka mikroorganisme
tidak mampu bekerja atau masih dalam keadaan dorman (inaktif). Suhu yang optimum untuk
POC yaitu sekitar 30-50℃. Kemudian dipengaruhi oleh pH, jika bahan yang dikomposkan
terlalu asam maka dapat dinaikkan dengan cara menambahkan kapur sedangkan terlalu basa
maka dapat diturunkan dengan bahan yang bereaksi asam seperti urea dan kotoran hewan.
Faktor terakhir yaitu adanya warna dan bau, POC yang baik yaitu memiliki warna kuning
kecoklatan dengan bau yang seperti adonan tape karena merupakan hasil fermentasi (Nur et
al.,2018:45-46).
Pupuk organik cair tentunya memiliki sebuah kelebihan dan kekurangan. Kelebihan
dari POC yaitu POC merupakan pupuk yang ramah lingkungan karena terbuat dari sampah
organik yaitu seperti limbah sayur dan buah, dianggap ramah lingkungan karena POC
dianggap mampu mengurangi sampah di lingkungan serta hemat biaya. Selain itu, POC
mampu secara cepat mengatasi defisiensi hara dan mampu menyediakan hara secara cepat.
Dibandingkan dengan pupuk cair dari bahan anorganik, pupuk organik cair umumnya tidak
merusak tanah dan tanaman walaupun digunakan sesering mungkin. Selain itu, POC
memiliki bahan pengikat, sehingga larutan pupuk yang diberikan ke permukaan tanah bisa
digunakan tanaman secara langsung. Selain itu, POC juga mampu membantu pelapukan
bahan mineral dan menjadi sumber bahan makanan bagi mikroorganisme tanah. Selanjutnya
untuk kekurangan dari POC yaitu mikroorganisme di dalamnya cepat sekali berkurang dan
mati, memiliki tingkat kontaminasi yang tinggi, menghasilkan bau dan gas yang busuk,
sifatnya tidak tahan lama, dan hasil yang digunakan dalam pembuatan tidak langsung
diproduksi secara masal (Nur et al.,2018:45-46).
Berdasarkan uraian diatas dan percobaan pembuatan pupuk organik cair dengan
limbah buah dan sabut kelapa dapat disimpulkan bahwa limbah buah dan serat kelapa dapat
dimanfaatkan sebagai pembuatan pupuk organik cair yang memiliki banyak manfaat seperti
mampu mengurangi sampah sehingga dapat mengatasi pencemaran lingkungan akibat
sampah serta mampu meningkatkan produktivitas pertanian, karena POC secara cepat
mengatasi defisiensi hara dan mampu menyediakan hara secara cepat bagi tanaman. Selain
itu berdasarkan analisis syarat mutu POC yang telah dibuat baik dengan aktivator JB-3 dan
Trichoderma belum memenuhi syarat mutu yang disyaratkan untuk pupuk organik cair sesuai
dengan Peraturan Menteri Pertanian No 216 Tahun 2019 tentang baku mutu pupuk organik
cair dengan standart mutu C Organik yaitu minimal 10%.
DAFTAR PUSTAKA
Juwaningsih, H. A. E., Lussy, D. N. and Pandjaitan, B. T. C. (2019) ‘Uji Kimiawi Dan
Biologi Pupuk Organik Cair Plus’, Partner, 24(2), pp. 1020–1032.
Kusumadewi, M. A., Suyanto, A. and Suwerda, B. (2019) ‘Kandungan Nitrogen , Phosphor ,
Kalium , dan pH Pupuk Organik Cair dari Sampah Buah Pasar Berdasarkan Variasi Waktu’,
Jurnal Kesehatan Lingkungan, 11(2), pp. 92–99.
Nur, T., Noor, A. R. and Elma, M. (2018) ‘Pembuatan Pupuk Organik Cair Menggunakan
Biokatalisator Biosca dan EM4’, Konversi, 5(2), p. 5.

Anda mungkin juga menyukai