Anda di halaman 1dari 2

Muhammad Raihan

1906308665
Filsafat Hukum Paralel
Review Pertemuan 1

‘‘The Nature of Jurisprudence’’

Dalam mempelajari filsafat hukum, pembahasan awalnya dimulai dengan nature of


jurisprudence. Dikatakan bahwa filsafat hukum merupakan terjemahan dari kata jurisprudence
yang merupakan kata dari bahasa latihan dengan tulisan iurisprudens, iuris memiliki arti adil
dan prudens yang berarti praktis hidup yang adil dan benar. Terdapat salah satu adagium yang
berbunyi quot homines, tot sentetiae, berarti bahwa setiap ahli hukum itu tidak hanya memiliki
gagasan mengenai materi dan batas yang tepat mengenai jurisprudence, melainkan
pendekatannya diatur oleh kesetiaan, orang di masyarakatnya, dan ideologinya itu sendiri. Jadi,
dapat dikatakan bahwa jurisprudence adalah salah satu cabang ilmu yang mempelajari tentang
bagaimana pemahaman dasar mengenai hukum, dimana pemahaman tersebut dipengaruhi oleh
ideologi. Sikap keras kepala dan pragmatis para common lawyer dan tidak adanya tradisi
filosofis terkait pendidikan atau praktik hukum dalam common law system menyebabkan
timbulnya skeptisisme baik itu hakim, praktisi, akademisi, dan bahkan sampai mahasiswa
hukum itu sendiri. Hal ini diperkuat dengan sebuah fakta yang menyatakan bahwa sebelumnya
belum terlalu diperhatikan dan diakui, hanya dari sisi praktiknya saja dan baru mulai
memantapkan dibeberapa universitas yang ada di Inggris.

Adapun pada civil law system, pendidikan hukum berguna bagi para mereka yang
berprofesi di bidang hukum dengan pendekatan dalam pendidikan hukum itu lebih bersifat
rasional dan filosofis. Sebelumnya telah dikatakan oleh Prof. Otto Khn-Freund bahwa disiplin
akademis diperlukan untuk mampu mengembangkan kemampuan mahasiswa dalam berpikir
kritis dan adaya perhatian terhadap konsep otoritas dalam pendidikan hukum di Inggris telah
menyebabkan pragmatisme serta menghambat pemikiran kritis dari para mahasiswanya.
Sebenarnya dalam pendidikan hukum perlu mengajarkan law and its context, social, political,
historical and theoritical. Jurisprudence turut melibatkan pertanyaan-pertanyaan teoritis
umum akan asal usul dari hukum maupun sistem hukum, hubungan hukum dari keadilan,
moralitas, dan mengenai social nature of law. Tak hanya itu, nyatanya juga masih ada
pertanyaan seputar hal yang melibatkan pemahaman dan penggunaan dari teori filosofis dan
sosiologis serta menemukan pengaplikasiannya dalam hukum. Dengan mempelajari serta
mengetahahui jurisprudence bermanfaat bagi para mahasiswa untuk terus mengembangkan
pemahaman yang dimilikinya secara terkait sifat alami dan cara kerja hukum.
Muhammad Raihan
1906308665
Filsafat Hukum Paralel
Memasuki abad ke-19 mulai tampak perkembangan yang terjadi dalam bidang ilmu
pengetahuan yang saling memengaruhi satu sama lainnya, salah satunya ilmu sosial dan ilmu
hukum yang juga mulai menyusul dalam menemukan kebenaran empiris. Menilik ke dalam
pandangan John Stuart Mill, yaitu a system of logic pada tahun 1843 yang menyatakan bahwa
terdapat unsur ilmiah terhadap studi sosial dan kerap dikenal dengan naturalistic social science
Dirinya mengatakan bahwa ada suatu hukum yang mengatur mengenai manusia dalam
masyarakat dan ilmu pengetahuan fisik. Terdapat bantahan bahwa natural science itu sifatnya
pasti, empiris, dan absolut oleh seorang ilmuwan, alasannya karena bahwa tidak selamanya
suatu kejadian dapat diprediksi dan dijelaskan oleh science itu sendiri. Lebih lanjut apabila
ilmu sosial dapat menerapkan metode empiri di dalamnya, menurut Stuart Mill masih ada
kemungkinan. Hal yang menyebabkan sdemikian adalah dengan mencoba melihat akibat dan
sebab yang nampak seperti pada ilmu sosial yang berhubungan sebab dan akibat dalam ilmu
alam. Adapun dirinya kembali menyatakan bahwa tidak selamanya hal itu dapat memiliki
kesamaan dalam persentase yang besar, melainkan tetap saja masih sulit untuk bisa
menerapkannya.

Sejauh ini masih banyak yang mengabaikan akan konsep hukum mengenai hukum
sebagai studi pola faktal perilaku, adanya norma yang berlaku di masyarakat sebagai patokan
atau pedoman bagi masyarakat guna mengetahui apa yang hak dan mana yang batil dengan
sanksi sebagai suatu konsekuensi atau bentuk pertanggungjawaban dari suatu tindakan yang
melanggar norma. Jadi, dapat dikatakan bahwa norma sebagai suatu keharusan dalam
melakukan suatu sikap tindak tertentu yang dikenal dengan sebutan sollen (ought) menurut
Immanuel Kant serta pertanyaan-pernyataan yang ada tersebut seharusnya mengimplikasikan
pernyataan lainnya baik itu dari sebuah peristiwa harus dilakukan karena telah ada,
sebelumnya, dan peristiwa tertentu. Terlepas dari itu, terdapat pasangan dari ought yang
dikenal dengan sollen (is). Singkatnya sein cara berpikir empiris bahwa proposisi dalam hukum
itu sebagai suatu keharusan dan bukan pernyataan tentang fakta.

Anda mungkin juga menyukai