Anda di halaman 1dari 120

POLA ADAPTASI DAN INTERAKSI MAHASISWA ASAL

PAPUA DENGAN MAHASISWA DAERAH LAIN


(Studi Pada Mahasiswa Asal Papua Universitas Sumatera Utara)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana


Program Strata 1 (S1) Pada Departemen Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara

Muhammad Yamin
100901032

DEPARTEMEN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015

1
ABSTRAK

Adaptasi dan interaksi merupakan dua sisi yang tidak dapat dipisahkan
satu sama lain. Adaptasi adalah suatu penyesuaian pribadi terhadap lingkungan,
penyesuaian ini dapat berarti mengubah diri pribadi sesuai dengan keadaan
lingkungan, juga dapat berarti mengubah lingkungan sesuai dengan keinginan
pribadi. Interaksi sosial adalah proses timbal balik antara individu dengan individu
ataupun dengan kelompok. Mahasiswa asal Papua Mahasiswa Papua di Medan
adalah salah satu contoh kelompok remaja yang melakukan migrasi dengan alasan
untuk melanjutkan studi ke jenjang perguruan tinggi. Dengan latar belakang
sosial-budaya yang berbeda, mahasiswa Papua tentu saja dituntut untuk dapat
beradaptasi dan berinteraksi dengan masyarakat lokal di Medan yang umumnya
beretnis Batak, Melayu Deli, Jawa, Cina dan suku lainnya
Dalam penelitian ini, tinjauan pustaka yang digunakan adalah pola adaptasi
untuk melihat proses sosial mahasiswa asal Papua. Interaksi sosial yaitu syarat
terjadinya dan bentuk-bentuk interaksi sosial yang digunakan untuk melihat pola
interaksi sosial mahasiswa asal Papua di Universitas Sumatera Utara.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk
menginterpretasikan data secara kualitatif tentang Pola Adaptasi dan Interaksi
Mahasiswa Asal Papua Dengan Mahasiswa Dari Daerah Lain (Studi Pada
Mahasiswa Asal Papua Di Universitas Sumatera Utara). Metode pengumpulan
data penelitian ini adalah menggunakan pedoman wawancara mendalam dan
observasi. Unit analisis penelitian meliputi informan kunci dan informan biasa,
yang meliputi mahasiswa asal Papua dan mahasiswa asal daerah lain yang
berkuliah di Universitas Sumatera Utara. Interpretasi data dilakukan secara
kualitatif dengan perbandingan studi pustaka untuk mendapatkan kesimpulan
penelitian yang akurat sesuai dengan tujuan penelitian.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pola adaptasi dan interaksi
mahasiswa asal papua dan mahasiswa daerah lain bersifat akomodasi toleransi.
Tanggung jawab dan pendampingan senior pada tahun 2012 yang menjadi
mahasiswa asal Papua pertama yang bertanggung jawab terhadap mahasiswa asal
Papua lainnya yaitu pada masa orientasi waktu pertama kali hadir di Universitas
Sumatera Utara. Adaptasi mahasiswa asal Papua mencakup adaptasi ataupun
menyesuaikan diri dengan : alam (cuaca, iklim, makanan, minuman, air, dan
tempat tinggal), lingkungan sosial (bahasa, budaya lokal, orang-orang di sekitar
tempat tinggal maupun lingkungan kampus), dengan mahasiswa daerah lain (baik
di kampus maupun yang tinggal di asrama ataupun yang tinggal diluar), ekonomi
(kondisi sosial ekonomi mahasiswa asal Papua). Interaksi Sosial yang bersifat
langsung dan interaksi sosial bersifat tidak langsung yang dilakukan oleh
mahasiswa asal Papua di Universitas Sumatera Utara.

Kata kunci : adaptasi, interaksi, mahasiswa asal Papua, mahasiswa asal daerah
lain.

2
KATA PENGANTAR

Sepal puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas

rahmat dan karunia-Nya yang telah diberikan sehingga penulis dapat

menyelesaikan perkuliahan dan penulisan skripsi ini. Serta tidak lupa penulis

mengucapkan shalawat beriring salam atas junjungan nabi besar Muhammad

SAW yang tauladannya sangat diharapkan dihari kelak. Penulisan skripsi ini

merupakan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana dari

Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas

Sumatera Utara. Adapun judul dari skripsi ini yaitu : “Pola Adaptasi Dan Interaksi

Mahasiswa Asal Papua Dengan Mahasiswa Daerah Lain (Studi Pada Mahasiswa

Asal Papua Di Universitas Sumatera Utara)”. Penulis menyadari bahwa skripsi ini

masih jauh dari sempurna. Olehkarena itu penulis dengan senang hati menerima

kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan skripsi ini. Penulis

berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembacanya.

Dengan selesainya penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan

terimakasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah membantu

proses penyusunan skripsi ini. Secara khusus penulis mempersembahkan skripsi

ini kepada orangtua yang tercinta Ayahanda dr. H. Yutu Solihat Sp.AN KAKV

dan Ibunda Ike Kamariah, S.E., atas segala doa, dukungan, kasih sayang dan

pengorbanan mereka yang telah mereka berikan kepada penulis sampai saat ini.

Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan FISIP USU.

3
2. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si, selaku Ketua Departemen Sosiologi FISIP

USU.

3. Ibu Dra.Rosmiani,M.A, selaku dosen pembimbing skripsi saya yang telah

banyak memberikan masukan dan waktu untuk membimbing sampai skripsi

ini selesai.

4. Bapak Dr. Sismudjito, M.Si, selaku dosen dan reader skripsi penulis yang

telah banyak memberi masukan dalam penulisan skripsi ini.

5. Seluruh Dosen Sosiologi dan Staf Pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik yang telah memberikan berbagai materi kuliah selama penulis

menjalani perkuliahan.

6. Staf Administrasi di Departemen Sosiologi, dan Pegawai Pendidikan bagian

Departemen Sosiologi, yang selama ini membantu penulis dalam urusan

administrasi di kampus.

7. Kekasih tersayang, Tri Quari Handayani, S.Sos., beserta keluarga yang telah

memberikan semangat, dukungan, doa selama 5 tahun dan membantu penulis

dalam proses penulisan skripsi ini selesai serta berjuang bersama untuk

menjadi orang-orang sukses yang menjadi semangat penulis untuk

menyelesaikan kuliah ini.

8. Sahabat-sahabat tercinta, Winandar Yoga, S.Sos., Atikah Rahman, S.Pd,

Hening Kinasih, S.Sos, Hivo Heradini Lubis, S.Sos, Natalia Sinaga, S.Sos,

Sonya Adelina Hutagalung, S.Sos, Veby Veny Velecya Pane, S.Sos, Johan

Simamora, S.Sos, Wensdy Tindaon, S.Sos, Imam Syafi’i, S.P.,Warren Stifo,

Maykel Rizky atas semua dukungan dan bantuan kalian selama ini, serta

4
kebersamaan kita yang tidak terlupakan. Semoga persahabatan kita tidak

hanya sampai disini.

9. Komunitas Ganbare, Ibu Dra.Linda Elida, M.Si sebagai ketua Pembina, Bang

Reza, Bang Putra, Bang Sharul, Yani, Mbak Yuli dan anggota lain yang tidak

bisa disebutkan satu persatu yang telah memberikan banyak dukungan, ilmu

dan pengalaman dalam berorganisasi.

10. Teman-teman Sosiologi stambuk 2010 yang tidak bisa penulis ucapkan satu

persatu, terimakasih atas dukungan dan kenangan yang telah kita jalani

selama perkuliahan dan semoga hubungan kita semua tetap terus terjalin.

11. Semua Informan yang telah membantu penulis dan telah bersedia meluangkan

waktu untuk menjawab kuesioner yang diberikan oleh penulis.

12. Semua pihak yang turut membantu yang tidak bisa penulis sebutkan satu

persatu.

Atas dukungan berbagai pihak tersebut, penulis ucapkan terimakasih yang

sebesar-besarnya. Penulis berharap skripsi ini dapat berguna bagi berbagai pihak

yang membutuhkan.

Penulis,

MUHAMMAD YAMIN

5
DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAKSI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ......................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................... 8
1.3. Tujuan Penelitian ..................................................... 9
1.4. Manfaat Penelitian ................................................... 9
1.4.1 Manfaat Teoritis .............................................. 9
1.4.2 Manfaat Praktis ............................................... 10
1.5. Definisi Konsep ........................................................ 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pola Adaptasi ............................................................ 12
2.2 Interaksi Sosial ......................................................... 17
2.3 Syarat Terjadinya Interaksi ..................................... 19
2.4 Faktor-faktor Terjadinya Interaksi Sosial …………. 21
2.5 Bentuk-bentuk Interaksi Sosial ……………………. 24
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis penelitian ........................................................ 27
3.2 Lokasi penelitian ..................................................... 27
3.3 Unit Analisis dan Informan ...................................... 27
3.1.1 Unit Analisis ................................................... 27
3.1.2 Informan .......................................................... 28
3.4 Teknik Pengumpulan Data ....................................... 28
3.5 Interprestasi Data ..................................................... 30
3.6 Jadwal Kegiatan ........................................................ 30
3.7 Keterbatasan Penelitian……………………………. 30
BAB IV DESKRIPSI LOKASI DAN PROFIL INFORMAN

6
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ...................................... 32
4.2 Karakteristik Informan ............................................. 38
4.2.1 Karakteristik Informan Berdasarkan Umur …. 39
4.2.2 Karakteristik Informan Berdasarkan
Agama ............................................................. 39
4.2.3 Karakteristik Informan Berdasarkan Lama Tinggal 40
4.2.4 Karakteristik Informan Berdasarkan Fakultas .. 40
4.2.5 Karakteristik Informan Berdasarkan Suku …. . 41
4.3 Profil Informan Mahasiswi dalam Realita Kehidupan Dunia
Gemerlap ………………………………………….. 42
4.3.1 Paskalis Tugomo ……………………………. 42
4.3.2 Uta ………………………………………. ..... 44
4.3.3 Elliyus Pase ………………………………. .... 46
4.3.4 Rince Wenda………………………………… 49
4.3.5 Berlinda Wakerkwa………………………….. 50
4.3.6 Eva Celia Homer………………………….. ... 52
4.3.7 Debora Indriyan…………………………….. . 55
4.3.8 Mukti Amsar………………………………... . 56
4.3.9 Ira Atiqah Zahra…………………………… ... 58
4.3.10 Eko Sunantri ……………………………….. 60
4.4 Latar Belakang Hadirnya Mahasiswa Asal Papua Di
Universitas Sumatera Utara………………………... 61
4.5 Adaptasi Mahasiswa Asal Papua……… .................. 63
4.5.1 Adaptasi Mahasiswa Asal Papua Terhadap Alam 64
4.5.2 Adaptasi Mahasiswa Asal Papua Terhadap
Lingkungan Sosial ..................................................... 67
4.5.3 Adaptasi Mahasiswa Asal Papua Terhadap
Mahasiswa Daerah Lain…………………………. ... 70
4.5.4 Adaptasi Mahasiswa Asal Papua terhadap
Ekonomi .................................................................... 74
4.6 Interaksi Sosial Mahasiswa Asal Papua.…………... 76

7
4.6.1 Interaksi Sosial Mahasiswa Asal Papua
Secara Langsung …………………………………. . 76
4.6.1.1 Interaksi Sosial Mahasiswa Asal Papua dengan
Mahasiswa dari Daerah Lain.……………………… 77
4.6.1.2 Interaksi Sosial Mahasiswa Asal Papua dengan
Masyarakat Sekitar.……………………… ............... 82
4.6.2 Interaksi Sosial Mahasiswa Asal Papua Secara Tidak
Langsung. .................................................................. 85
4.6.2.1 Interaksi Sosial Mahasiswa Asal Papua dengan
Keluarga dan Teman di Papua. ................................. 86
4.7 Interaksi Sebagai Bentuk Proses Adaptasi
Mahasiswa Asal Papua ………………................................. 90
4.8 Pola dan Klasifikasi Informan Sesuai Dengan Adaptasi dan
Interaksi……………………………………………. 93
4.8.1 Pola Adaptasi dan Interaksi Mahasiswa Asal
Papua ……………………………………………… 93
4.8.2 Klasifikasi Informan Sesuai Dengan Adaptasi
dan Interaksi.……………….. ................................... 94
4.9 Tanggapan Mahasiswa Yang Dari Daerah Lain Terhadap
Mahasiswa Asal Papua……………………………………… 99
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan .................................................................... 103
5.2 Saran ………………………………………………. 104
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………….. 105
LAMPIRAN

8
DAFTAR TABEL
Halaman

Tabel 4.1 Karakteristik Informan Berdasarkan Umur …………… 39


Tabel 4.2 Karakteristik Informan Berdasarkan Agama …. ............ 39
Tabel 4.3 Karakteristik Informan Berdasarkan Lama Tinggal … .. 40
Tabel 4.4 Karakteristik Informan Berdasarkan Fakultas …. .......... 40
Tabel 4.5 Karakteristik Informan Berdasarkan Suku …................. 41

9
ABSTRAK

Adaptasi dan interaksi merupakan dua sisi yang tidak dapat dipisahkan
satu sama lain. Adaptasi adalah suatu penyesuaian pribadi terhadap lingkungan,
penyesuaian ini dapat berarti mengubah diri pribadi sesuai dengan keadaan
lingkungan, juga dapat berarti mengubah lingkungan sesuai dengan keinginan
pribadi. Interaksi sosial adalah proses timbal balik antara individu dengan individu
ataupun dengan kelompok. Mahasiswa asal Papua Mahasiswa Papua di Medan
adalah salah satu contoh kelompok remaja yang melakukan migrasi dengan alasan
untuk melanjutkan studi ke jenjang perguruan tinggi. Dengan latar belakang
sosial-budaya yang berbeda, mahasiswa Papua tentu saja dituntut untuk dapat
beradaptasi dan berinteraksi dengan masyarakat lokal di Medan yang umumnya
beretnis Batak, Melayu Deli, Jawa, Cina dan suku lainnya
Dalam penelitian ini, tinjauan pustaka yang digunakan adalah pola adaptasi
untuk melihat proses sosial mahasiswa asal Papua. Interaksi sosial yaitu syarat
terjadinya dan bentuk-bentuk interaksi sosial yang digunakan untuk melihat pola
interaksi sosial mahasiswa asal Papua di Universitas Sumatera Utara.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk
menginterpretasikan data secara kualitatif tentang Pola Adaptasi dan Interaksi
Mahasiswa Asal Papua Dengan Mahasiswa Dari Daerah Lain (Studi Pada
Mahasiswa Asal Papua Di Universitas Sumatera Utara). Metode pengumpulan
data penelitian ini adalah menggunakan pedoman wawancara mendalam dan
observasi. Unit analisis penelitian meliputi informan kunci dan informan biasa,
yang meliputi mahasiswa asal Papua dan mahasiswa asal daerah lain yang
berkuliah di Universitas Sumatera Utara. Interpretasi data dilakukan secara
kualitatif dengan perbandingan studi pustaka untuk mendapatkan kesimpulan
penelitian yang akurat sesuai dengan tujuan penelitian.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pola adaptasi dan interaksi
mahasiswa asal papua dan mahasiswa daerah lain bersifat akomodasi toleransi.
Tanggung jawab dan pendampingan senior pada tahun 2012 yang menjadi
mahasiswa asal Papua pertama yang bertanggung jawab terhadap mahasiswa asal
Papua lainnya yaitu pada masa orientasi waktu pertama kali hadir di Universitas
Sumatera Utara. Adaptasi mahasiswa asal Papua mencakup adaptasi ataupun
menyesuaikan diri dengan : alam (cuaca, iklim, makanan, minuman, air, dan
tempat tinggal), lingkungan sosial (bahasa, budaya lokal, orang-orang di sekitar
tempat tinggal maupun lingkungan kampus), dengan mahasiswa daerah lain (baik
di kampus maupun yang tinggal di asrama ataupun yang tinggal diluar), ekonomi
(kondisi sosial ekonomi mahasiswa asal Papua). Interaksi Sosial yang bersifat
langsung dan interaksi sosial bersifat tidak langsung yang dilakukan oleh
mahasiswa asal Papua di Universitas Sumatera Utara.

Kata kunci : adaptasi, interaksi, mahasiswa asal Papua, mahasiswa asal daerah
lain.

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Manusia pada hakekatnya adalah makhluk yang mampu menciptakan

makna bagi dunianya melalui adaptasi ataupun interaksi. Pola interaksi merupakan

suatu cara, model, dan bentuk-bentuk interaksi yang saling memberikan pengaruh

dan mempengaruhi dengan adanya timbal balik guna mencapai tujuan. Tanpa

adanya interaksi sosial maka tidak akan mungkin ada kehidupan

bersama. Interaksi sosial sebagai peristiwa saling mempengaruhi satu sama lain

ketika dua orang atau lebih hadir bersama, mereka menciptakan suatu hasil satu

sama lain atau berkomunikasi satu sama lain. Jadi dalam kasus interaksi, tindakan

setiap orang bertujuan untuk mempengaruhi individu lain.

Interaksi sosial dapat diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial yang

dinamis. Hubungan sosial yang dimaksud dapat berupa hubungan antara individu

yang satu dengan individu lainnya, antara kelompok yang satu dengan kelompok

lainnya, maupun antara kelompok dengan individu. Dalam interaksi juga terdapat

simbol, di mana simbol diartikan sebagai sesuatu yang nilai atau maknanya

diberikan kepadanya oleh mereka yang menggunakannya. Interaksi sosial

merupakan hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antar

perorangan, antar kelompok manusia dan antar orang dengan kelompok

masyarakat. Interaksi terjadi apabila dua orang atau kelompok saling bertemu

10
dan pertemuan antara individu dengan kelompok dimana komunikasi terjadi

diantara kedua belah pihak (Yulianti, 2003: 191).

Adaptasi dan interaksi merupakan dua sisi yang tidak dapat dipisahkan

satu sama lain. Adaptasi adalah suatu penyesuaian pribadi terhadap lingkungan,

penyesuaian ini dapat berarti mengubah diri pribadi sesuai dengan keadaan

lingkungan, juga dapat berarti mengubah lingkungan sesuai dengan keinginan

pribadi (Gerungan,1991:55). Adaptasi sering dibaurkan dengan penyesuaian. Oleh

karenanya adaptasi tentu merupakan bagian dari rangkaian usaha manusia untuk

menyesuaikan diri atau memberi respons terhadap perubahan lingkungan fisik

maupun sosial yang terjadi secara temporal. Adaptasi dilakukan ketika terjadi

suatu ketidakseimbangan dalam suatu situasi dan kondisi (keadaan atau sistem).

Ketidakseimbangan terjadi akibat interaksi manusia dengan lingkungan, tuntutan

lingkungan yang berlebih atau kebutuhan yang tidak sesuai dengan situasi

lingkungan.

Tuntutan meraih pendidikan berkualitas merupakan salah satu faktor yang

mendorong mahasiswa bermigrasi dari satu daerah ke daerah lain. Tetapi,

migrasi yang terlalu jauh jaraknya serta memiliki atmosfer budaya dan sosial yang

sangat jauh berbeda dengan daerah asal kelahiran akan membuat adaptasi dan

interaksi semakin berkembang. Salah satunya adalah mahasiswa asal Papua yang

berada di Kota Medan.

Papua merupakan sebuah pulau yang terletak di ujung timur Indonesia.

Namun, di pulau ini tidak hanya diisi oleh bagian Negara Republik Indonesia saja,

tetapi ada negara lain yang menjadi satu pulau dengan Papua yaitu Papua Nugini

11
atau East New Guinea yang berada di sebelah timur Papua Indonesia. Provinsi

Papua dulu mencakup seluruh wilayah Papua bagian barat, namun sejak tahun

2003 dibagi menjadi dua provinsi di mana bagian timur tetap memakai nama

Papua sedangkan bagian baratnya memakai nama Papua Barat. Provinsi ini

memiliki berbagai macam suku yang mendiami provinsi tersebut diantaranya

adalah suku asmat, dani, biak, komoro, dan sebagainya.

(http://www.papua.go.id/view-detail-page-254/Sekilas-Papua-.html di akses pada

tanggal 23 Januari 2015 pukul 18.00).

Masyarakat Papua yang mendiami daerah pesisir lebih terbuka terhadap

adanya pengaruh dari luar, sudah sejak lama ujung barat laut Irian dan seluruh

pantai utara penduduknya dipengaruhi oleh penduduk dari Kepulauan Maluku

(Ambon, Ternate, Tidore, Seram, dan Key), maka adalah tidak mengherankan

apabila suku-suku bangsa disepanjang pesisir pantai (Fak-Fak, Sorong,

Manokwari dan Teluk Cenderawasih) lebih terbuka menerima pengaruh dari luar.

Mengenai kebudayaan penduduk atau kultur masyarakatnya, dapat dikatakan

beraneka ragam, beberapa suku mempunyai kebudayaan yang cukup tinggi yaitu

suku-suku di Pantai Selatan Irian yang lebih dikenal sebagai Suku Asmat. Selain

itu dari segi bahasa digolongkan kedalam kelompok bahasa Melanesia dan

diklasifikasikan dalam 31 kelompok bahasa dimana jumlah pemakai bahasa

tersebut sangat bervariasi mulai dari puluhan orang sampai puluhan ribu orang.

Kemudian, jika dilihat dari perkembangan pendidikan di daerah Papua,

pada masa penjajah, pendidikan mendapat jatah yang cukup besar dalam anggaran

pemerintahan Belanda. Akan tetapi pendidikan tidak disesuaikan dengan

12
kebutuhan tenaga kerja disektor perekonomian modern, dan lebih diutamakan

nilai-nilai Belanda dan agama Kristen. Pada akhir tahun 1961 rencana pendidikan

diarahkan kepada usaha peningkatan keterampilan, tetapi lebih diutamakan

pendidikan untuk kemajuan rohani dan kemasyarakatan. Pada tahun 1950-an

pendidikan dasar terus dilakukan oleh kedua misi keagamaan tersebut. Pada tahun

1961 tercatat murid yang berasal dari papua belajar di sekolah menengah pertama,

belajar diluar negeri, serta ada yang masuk sekolah pertanian maupun sekolah

perawat kesehatan. Tahun 2006 mulai terjadi kemunduran pendidikan di daerah

Papua mengingat masa Belanda di Papua buku-bukupengajar hingga prabot selalu

dipenuhi untuk masyarakat Papua.

(http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/197007111994032SITI_NURBA

YANI_K/Karya/Kondisi_sosial_budaya_masyarakat_papua.pdf diakses pada

tanggal 3 Juni 2015 pukul 14.00 WIB)

Dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Papua masih menjadi

provinsi yang tertinggal dengan tingkat kemiskinan yang tinggi dibandingkan

dengan provinsi yang lain. Hal ini disebabkan karena kurangnya fasilitas dan

tenaga pengajar yang memadai. Anak usia 7-12 tahun yang seharusnya duduk di

bangku Sekolah Dasar (SD) tetapi tidak mendapat kesempatan untuk mengeyam

bangku SD. Hal itu dikarenakan terbatasnya ketersediaan gedung sekolah

disejumlah kampung yang tersebar di gunung dan lembah yang belum memiliki

infrastruktur Pendidikan Dasar.

13
(http://www.papuaposnabire.com/index.php/jayapura/594-gubernur-ada-6-

masalah mendasar-pendidikan-di-papua di akses pada tanggal 23 Januari 2015

pukul 15.00).

Pemerintah pusat dan DPR telah mengeluarkan UU Nomor 21/2001

tentang otonomi khusus bagi Papua tujuannya untuk mengejar ketertinggalan

yang pada hakikatnya untuk melakukan percepatan pembangunan bagi Provinsi

Papua dan Papua Barat agar bisa sederajat dengan provinsi lain. Pemerintah

membuat sebuah lembaga yang bernama Unit Percepatan Pembangunan Provinsi

Papua dan Provinsi Papua Barat (UP4B) yang bertujuan untuk mendukung

koordinasi, memfasilitasi, dan mengendalikan pelaksanaan percepatan

pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. UP4B dibentuk dengan

Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2011 dengan masa kerja sampai 2014 yang

berkedudukan di Ibukota Provinsi Papua.

(http://www.up4b.go.id/index.php/component/content/article/15-halaman/37-

tentang diakses pada tanggal 11 Januari 2015 pukul 13.00).

Salah satu yang menjadi fokus utama dalam program UP4B yang dibuat

oleh pemerintah adalah Program Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADIK). Program

Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADIK) ini memberikan kesempatan bagi putra/putri

asli Papua lulusan SMA/SMK untuk melanjutkan ke Perguruan Tinggi Negeri

(PTN) di luar Papua. Program ini dimulai sejak 2012 dengan mengirimkan 770

siswa lulusan SMA/SMK ke 32 PTN melalui koordinasi, sinkronisasi dan

fasilitasi UP4B dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud, dan

14
Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri (MRPTNI) serta Pemerintah Provinsi

Papua, Papua Barat, dan Kabupaten/Kota.

(http://www.jurnas.com/news/116771/Affirmative-Action-Jalan-Pintas-

Pendidikan-Papua-2013/1/Sosial-Budaya/Pendidikan diakses pada tanggal 14

Januari 2015 pukul 20.00).

Demikian juga halnya dengan mahasiswa perantau seperti mahasiswa

Universitas Sumatera Utara asal Papua yang diterima melalui program Afirmasi.

Universitas Sumatera Utara mulai menerima mahasiswa Afirmasi sejak tahun

pertama diadakan yaitu tahun 2012. Seluruh mahasiswa Universitas Sumatera

Utara asal Papua tersebut tinggal di asrama putra dan asrama putri serta diberikan

biaya hidup perbulan dan akan kembali ke daerah masing-masing untuk

membangun daerahnya setelah menyelesaikan kuliahnya di Universitas Sumatera

Utara.

Mahasiswa Papua di Medan adalah salah satu contoh kelompok remaja

yang melakukan migrasi dengan alasan untuk melanjutkan studi ke jenjang

perguruan tinggi. Dengan latar belakang sosial-budaya yang berbeda, mahasiswa

Papua tentu saja dituntut untuk dapat beradaptasi dan berinteraksi dengan

masyarakat lokal di Medan yang umumnya beretnis Batak, Melayu Deli, Jawa,

Cina dan suku lainnya Tetapi pada kenyataannya, mereka mengalami kesulitan

dalam beradaptasi dan berinteraksi terkait adanya perbedaan nilai, norma,

kebiasaan, dan etika sosial yang berlaku di masyarakat.

Perbedaan budaya, karakter, adat-istiadat, dialek bahkan lingkungan

menyebabkan mahasiswa Papua mengalami kesulitan besar dalam melakukan

15
adaptasi dan interaksi sosial. Selain itu, kebiasaan perilaku mahasiswa Papua

lainnya adalah berbicara dengan suara keras, suka tertawa lantang, bertemperamen

tinggi sehingga sering menyulut kegaduhan atau perkelahian yang membuat

interaksi menjadi kurang efektif dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan

serta proses belajar yang akan mereka tempuh tidak efektif.

Keberadaan mahasiswa pendatang atau perantau di daerah yang baru akan

menyebabkan suatu perasaan asing bagi para mahasiswa pendatang ketika berada

di lingkungan yang baru. Ketika pertama kali berada di sebuah lingkungan baru,

berbagai macam ketidakpastian (uncertainty) dan kecemasan dialami oleh hampir

semua individu. Ketidakpastian dan kecemasan ini relatif berbeda pula antar

individu ketika melakukan komunikasi yang pada gilirannya akan menyebabkan

munculnya tindakan atau perilaku yang tidak fungsional. Ekspresi perilaku yang

tidak fungsional tersebut antara lain tidak memiliki kepedulian terhadap eksistensi

orang lain, ketidaktulusan dalam berkomunikasi, menghindari komunikasi dan

cenderung menciptakan permusuhan (Turnomo Rahardjo: 2005). Misalnya, salah

satu kecemasan yang dialami bagi mahasiswa Universitas Sumatera Utara asal Papua

ini adalah dalam hal berkomunikasi karena ketika individu masuk dan mengalami

kontak budaya lain. Dalam hal ini mahasiswa asal Papua dan mahasiswa yang

berasal dari daerah lain melakukan proses komunikasi dan terlibat dalam berbagai

kegiatan yang memungkinkan terjadinya interaksi diantara mereka. Karena itu,

sangat wajar ketika individu masuk dalam lingkungan budaya baru mengalami

kesulitan bahkan tekanan mental karena belum terbiasa dengan hal-hal yang ada

di lingkungan baru.

16
Mahasiswa asal Papua yang datang ke Medan sebagai suatu lingkungan

baru mungkin akan menghadapi banyak hal yang berbeda seperti cara berpakaian,

bertingkah laku, cara berbicara, cuaca, makanan, bahasa, orang-orang, sekolah

dan nilai-nilai yang berbeda. Apalagi, budaya tidak hanya meliputi cara

berpakaian maupun bahasa yang digunakan, namun budaya juga meliputi etika,

nilai, konsep keadilan, perilaku, hubungan pria wanita, konsep kebersihan, gaya

belajar, gaya hidup, motivasi bekerja, ketertiban lalulintas, kebiasaan dan

sebagainya (Mulyana dan Rakhmat, 2005: 97). Tetapi dengan semua perbedaan

yang ada, mereka harus tetap bisa beradaptasi dengan lingkungan yang berbeda.

Adaptasi yang dilakukan oleh para mahasiswa asal Papua merupakan aktifitas

yang dilakukan untuk mengarah ke suatu tujuan, yaitu proses sosialisasi untuk

terciptanya harmoni kelompok, sedangkan aktifitas untuk adaptasi merupakan

aktifitas tujuannya.

Bertitik tolak dari latar belakang tersebut maka peneliti tertarik

melakukan penelitian tentang pola adaptasi dan interaksi sosial mahasiswa yang

berasal dari Papua dengan mahasiswa dari daerah lain dengan studi deskriptif

pada mahasiswa asal Papua di Universitas Sumatera Utara Medan.

1.2 Rumusan Masalah

Penelitian ini menetapkan objek penelitiannya meliputi mahasiswa yang

berasal dari Papua dan mahasiswa dari daerah lain yang bermukim di Asrama

Putra Universitas Sumatera Utara Medan. Sesuai dengan latar belakang masalah

yang telah dikemukakan di atas, maka penulis merumuskan masalah penelitian ini

sebagai berikut :

17
1. Bagaimana adaptasi mahasiswa asal Papua dengan mahasiswa daerah lain

di Universitas Sumatera Utara?

2. Bagaimana interaksi sosial mahasiswa asal Papua dengan mahasiswa

daerah lain di Universitas Sumatera Utara?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian adalah untuk mengetahui pola adaptasi dan

interaksi sosial mahasiswa asal Papua dan mahasiswa dari daerah lain. Sedangkan

tujuan khusus penelitian adalah sebagai berikut ;

1. Untuk mengetahui dan menginterpretasikan pola adaptasi mahasiswa asal

Papua dengan mahasiswa daerah lain di Universitas Sumatera Utara

2. Untuk mengetahui dan menginterpretasikan pola interaksi sosial

mahasiswa asal Papua dengan mahasiswa daerah lain di Universitas

Sumatera Utara.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat teoritis

1. Untuk meningkatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan pada umumnya

dan ilmu Sosiologi Perkotaan khususnya terkait dengan pola adaptasi dan

interaksi sosial mahasiswa asal Papua dengan mahasiswa daerah lain.

2. Untuk menambah referensi kajian penelitian yang dapat dijadikan bahan

rujukan untuk penelitian bagi mahasiswa sosiologi selanjutnya, serta dapat

memberikan sumbangan bagi cakrawala pengetahuan.

18
1.4.2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pemerintah,

Universitas Sumatera Utara dan pihak terkait lainnya berupa fakta-fakta di

lapangan dalam meningkatkan daya kekritisan, analisis serta berguna bagi

masyarakat sehingga memperoleh pengetahuan tambahan tentang pola adaptasi

dan interaksi mahasiswa asal Papua dengan mahasiswa daerah lain di Universitas

Sumatera Utara.

1.5 Definisi Konsep

Penulis berharap melalui penelitian ini, ditemukan beberapa pola adaptasi

dan interaksi mahasiswa yang bermukim di tengah lingkungan komunitas

mahasiswa seperti di Universitas Sumatera Utara Medan. Agar penelitian ini

tetap pada fokus penelitian dan tidak menimbulkan penafsiran ganda pada

kemudian hari maka penelitian ini perlu dibuat defenisi konsep. Beberapa konsep

yang digunakan, anatara lain :

1. Mahasiswa berasal dari Papua adalah individu yang berasal dari daerah

Papua dan mengambil peran sebagai salah seorang masyarakat, yang

terdaftar dalam sebuah lembaga pendidikan formal, yakni Perguruan

Tinggi Negeri di Universitas Sumatera Utara.

2. Mahasiswa berasal dari daerah lain adalah individu yang berasal dari

berbagai daerah yang sedang mengikuti program Perguruan Tinggi di

Universitas Sumatera Utara. Dalam penelitian ini mahasiswa yang

19
dimaksud adalah mahasiswa local yang umumnya beretnis Batak, Melayu

Deli, Jawa maupun Cina.

3. Pola adaptasi adalah bentuk atau model adaptasi yang berlangsung antara

mahasiswa Papua dengan mahasiswa yang berasal dari daerah lain di

Universitas Sumatera Utara Medan

4. Pola interaksi adalah adalah bentuk atau model interaksi yang berlangsung

antar mahasiswa Papua dengan mahasiswa yang berasal dari daerah lain

di Universitas Sumatera Utara Medan .

5. Beasiswa Afirmasi Pendidikan Tinggi adalah salah stu program UP4B

yang dibuat oleh pemerintah untuk memberikan kesempatan bagi putra

dan putri yang berasal dari daerah pinggiran salah satunya berasal dari

Papua untuk melanjutkan ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN).

20
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1Pola Adaptasi

Menurut Soekanto (2006), adaptasi adalah proses penyesuaian dari

individu, kelompok maupun unit sosial terhadap norma-norma, proses perubahan,

ataupun suatu kondisi yang diciptakan. Adaptasi antar budaya dalam “Stranger

Adaptation” adalah penyesuaian diri oleh seseorang atau sekelompok orang saat

memasuki budaya yang berbeda (Furnham, 1992). Menurut Soeharto Heerdjan

(1987), “Penyesuaian diri adalah usaha atau perilaku yang tujuannya mengatasi

kesulitan dan hambatan.” Menurut Karta Sapoetra membedakan adaptasi

mempunyai dua arti. Adaptasi yang pertama disebut penyesuaian diri yang

autoplastis (auto artinya sendiri, plastis artinya bentuk), sedangkan pengertian

yang kedua disebut penyesuaian diri yang allopstatis (allo artinya yang lain,

palstis artinya bentuk). Jadi adaptasi ada yang artinya “pasif” yang mana kegiatan

pribadi ditentukan oleh lingkungan, dan ada yang artinya “aktif”, yang mana

pribadi mempengaruhi lingkungan (Karta Sapoetra: 1987).

Pada hakekatnya adaptasi merupakan suatu proses penyesuaian diri setiap

individu untuk memasuki ke dalam suatu kelompok masyarakat sehingga adaptasi

memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh setiap individu di dalam suatu

kelompok untuk tetap melangsungkan kehidupan. Menurut Suparlan (1993),

adapun syarat-syarat dasar tersebut mencakup:

21
1) Syarat dasar alamiah-biologi merupakan manusia harus makan dan minum

untuk menjaga kesetabilan temperatur tubuhnya agar tetap berfungsi dalam

hubungan harmonis secara menyeluruh dengan organ-organ tubuh lainya.

2) Syarat dasar kejiwaan merupakan manusia membutuhkan perasaan tenang

yang jauh dari perasaan takut, keterpencilan gelisah.

3) Syarat dasar sosial merupakan manusia membutuhkan hubungan untuk dapat

melangsungkan keturunan, tidak merasa dikucilkan, dapat belajar mengenai

kebudayaanya, untuk dapat mempertahankan diri dari serangan musuh.

Dalam proses kehidupan manusia, individu tidak dapat begitu saja untuk

melakukan tindakan yang dianggap sesuai dengan dirinya, karena individu

tersebut mempunyai lingkungan diluar dirinya, baik lingkungan fisik maupun

lingkungan sosial karena setiap lingkungan tersebut mempunyai aturan dan

norma-norma yang membatasi tingkah laku individu tersebut. Soerjono Soekanto

(Soekanto, 2000: 10-11) memberikan beberapa batasan pengertian dari adaptasi

sosial, yakni:

1) Proses mengatasi halangan-halangan dari lingkungan.

2) Penyesuaian terhadap norma-norma untuk menyalurkan ketegangan.

3) Proses perubahan untuk menyesuaikan dengan situasi yang berubah.

4) Mengubah agar sesuai dengan kondisi yang diciptakan.

5) Memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas untuk kepentingan lingkungan

dan sistem.

6) Penyesuaian budaya dan aspek lainnya sebagai hasil seleksi alamiah.

22
Dari batasan-batasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa adaptasi

merupakan proses penyesuaian. Menurut Aminuddin (2000), menyebutkan bahwa

penyesuaian dilakukan dengan tujuan-tujuan tertentu di antaranya:

1) Mengatasi halangan-halangan dari lingkungan.

2) Menyalurkan ketegangan sosial.

3) Mempertahankan kelanggengan kelompok atau unit sosial.

4) Bertahan hidup.

Bagi manusia, lingkungan yang paling dekat dan nyata adalah alam fisio-

organik. Baik lokasi fisik geografis sebagai tempat pemukiman yang sedikit

banyaknya mempengaruhi ciri-ciri psikologisnya, maupun kebutuhan biologis

yang harus dipenuhinya, keduanya merupakan lingkungan alam fisio-organik

tempat manusia beradaptasi untuk menjamin kelangsungan hidupnya. Alam fisio

organik disebut juga lingkungan eksternal. Adaptasi dan campur tangan terhadap

lingkungan eksternal merupakan fungsi kultural dan fungsi sosial dalam

mengorganisasikan kemampuan manusia yang disebut teknologi. Keseluruhan

prosedur adaptasi dan campur tangan terhadap lingkungan eksternal, termasuk

keterampilan, keahlian teknik, dan peralatan mulai dari alat primitif sampai

kepada komputer elektronis yang secara bersama-sama memungkinkan

pengendalian aktif dan mengubah objek fisik serta lingkungan biologis untuk

kepentingan pemenuhan kebutuhan hidup manusia. (Alimandan, 1995:56).

Selama adaptasi berlangsung dan keselurahan prosedur adaptasi berusaha

untuk dipenuhi oleh setiap individu serta adanya campur tangan dari lingkungan

eksternal, setiap individu akan mengalami perubahan dalam kehidupan sosialnya

23
karena setiap individu akan menemukan individu lain dengan latar belakang yang

berbeda, dimana mereka mulai melakukan interaksi dan lambat laun perbedaan

yang ada diantara mereka akan menciptakan perubahan-perubahan sosial baru

dalam kehidupannya. Perubahan perubahan tersebut meliputi: perubahan sikap

dan perilaku, pemahaman terhadap toleransi dan toleransi (Walgito: 2010).

Setiap migran atau pesinggah yang menciptakan perubahan-perubahan

sosial baru merupakan salah satu upaya di setiap individu masuk ke dalam suatu

budaya yang tidak dikenal. Menurut Kim (1995) dalam konteks ini, ia

mengembangkan pemikiran tentang sesuatu yang terjadi ketika individu, yang

lahir dan dibesarkan dalam suatu budaya, memasuki budaya lain yang tidak

dikenal. Begitu juga dengan penyesuaian diri mahasiswa-mahasiswa yang berasal

dari daerah lain di lingkungan tempat tinggalnya yang baru. Menurut Winata

(2014), secara konseptual intervensi pekerja social terhadap mahasiswa yakni

penyesuaian diri mahasiswa dengan individu lain dan kelompok didalam kampus

dan lingkungan tempat tinggalnya. Menurut peneliti, mahasiswa yang dapat

menyesuaikan diri dengan individu lain adalah mahasiswa yang mudah bergaul

dan pandai membawa diri dengan lingkungan social yang baru. Penyesuaian diri

terhadap individu antara satu sama lain merupakan indikator keberhasilan

mahasiswa dalam berinteraksi di masyarakat dan lingkungan. Sedangkan secara

operasional, mahasiswa yang sukses beradaptasi terhadap lingkungan kampus

adalah mahasiswa yang mampu menjalankan perannya yakni belajar. Sebagai

penunjang kesuksesan mahasiswa dalam beradaptasi dilingkungan kampus

24
mahasiswa dituntut untuk dapat mengembangkan diri dengan cara aktif kuliah,

mengerjakan tugas, belajar kelompok dan memanfaatkan perpustakaan.

Selanjutnya, menurut Winata (2014) mengatakan ada beberapa faktor

penghambat dan pendukung dalam proses adaptasi bagi mahasiswa pendatang.

Faktor penghambat yang dimaksud adalah :

1) Perbedaan-perbedaan dalam keyakinan inti, nilai-nilai, dan norma-norma

situasional antara di tempat asal dan di tempat baru.

2) Hilangnya gambaran-gambaran budaya asal yang dipegang dan semua citra

dan simbol yang familiar yang menandakan bahwa identitas yang dulu

familiar dari para pendatang baru telah hilang.

3) Rasa ketidakmampuan para pendatang dalam merespons peraturan baru

secara tepat dan efektif.

Sedangkan faktor pendukung yang dimaksud adalah :

1) Rasa tenteram dan meningkatnya harga diri.

2) Fleksibilitas dan keterbukaan kognitif.

3) Kompetensi dalam interaksi sosial dan meningkatnya kepercayaan diri dan

rasa percaya pada orang lain.

Di dalam adaptasi juga terdapat pola-pola dalam menyesuaikan diri dengan

lingkungan. Menurut Suparlan (2002), pola adalah suatu rangkaian unsur-unsur

yang sudah menetap mengenai suatu gejala dan dapat dipakai sebagai contoh

dalam hal menggambarkan atau mendeskripsikan gejala itu sendiri. Dari definisi

tersebut diatas, pola adaptasi dalam penelitian ini adalah sebagai unsur-unsur yang

sudah menetap dalam proses adaptasi yang dapat menggambarkan proses adaptasi

25
dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam interaksi, tingkah laku maupun dari

masing-masing adat- istiadat kebudayaan yang ada. Proses adaptasi berlangsung

dalam suatu perjalanan waktu yang tidak dapat diperhitungkan dengan tepat.

Kurun waktunya bisa cepat, lambat, atau justru berakhir dengan kegagalan.

2.2 Interaksi Sosial

Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis yang

menyangkut hubungan antar orang perorangan, antar kelompok-kelompok

manusia dan antar orang dengan kelompok-kelompok masyarakat. Interaksi

terjadi apabila dua orang atau kelompok saling bertemu dan pertemuan antara

individu dengan kelompok dimana komunikas terjadi diantara kedua belah pihak

(Yulianti, 2003: 91). Seiring dengan pemahaman interaksi sosial yang terus

berkembang maka, Bonner menyebutkan bahwa interaksi sosial adalah suatu

hubungan antara dua orang atau lebih, sehingga kelakuan individu yang satu

mempengaruhi, mengubah, memperbaiki kelakuan orang lain, dan sebaliknya

(Gunawan.2000;31)

Interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial oleh karena itu

tanpa adanya interaksi sosial tidak akan mungkin ada kehidupan bersama.

Interaksi sosial dimaksudkan sebagai pengaruh timbal balik antar individu dengan

golongan didalam usaha mereka untuk memecahkan persoalan yang diharapkan

dan dalam usaha mereka untuk mencapai tujuannya (Ahmadi, 2004: 100).

Salah satu yang melandasi interaksi sosial adalah teori interaksi simbolik

yang dipergunakan di penilitian dalam aplikasikannya. Menurut Blumer

26
(Ritzer:2007), istilah interaksi simbolik menunjuk kepada sifat khas dari interaksi

manusia. Kekhasnya adalah bahwa manusia saling menerjemahkan dan saling

mendefenisikan tindakan dan bukan hanya sekedar reaksi belaka dari tindakan

orang lain. Tanggapan seseorang tidak dibuat secara langsung tetapi didasarkan

atas makna yang diberikan terhadap orang lain tersebut.

Menurut Fahroni (2009), makna-makna tersebut yang diberikan oleh orang

lain tersebut berasal dari cara-cara orang lain bertindak terhadapnya dalam

kaitannya dengan sesuatu. Tindakan-tindakan yang dilakukan akan melahirkan

batasan bagi orang lain. Namun, dalam perkembangan Blumer, mengemukakan

bahwa aktor memilih, memeriksa, berpikir, mengelompokan, dan mengkonformir

makna dalam hubungannya dengan situasi, dimana dia ditempatkan dan diarahkan

tindakannya seperti yang dikatakan Blumer, bahwa sebenarnya interprestasi

seharusnya tidak dianggap sebagai proses pembentukan dimana makna yang

dipakai dan disempurnakan sebagai intruniens bagi pengarahan dan pembentukan

tindakan.

Beranjak dari teori ini, maka tindakan mahasiswa Universitas Sumatera

Utara yang berasal dari Papua dan mahasiswa yang berasal dari daerah lainnya

merupakan suatu proses interaksi yang berada didalamnya tercakup dari simbol-

simbol masing-masing pihak saling menginterprestasikan makna yang

ditangkapnya. Artinya tindakan mereka merupakan hasil dari pemaknaan masing-

masing dari realitas sosial. Dengan demikian proses interaksi antara keduanya

merupakan suatu proses yang saling stimulus, merespon tindakan dan hubungan

sebagai hasil proses interprestasi dari masing-masing mahasiswa tersebut.

27
2.3 Syarat Terjadinya Interaksi Sosial

Terjadinya interaksi sosial, karena adanya saling mengerti tentang maksud

dan tujuan masing-masing pihak dalam suatu hubungan sosial. Menurut Rouceck

dan Warren, interaksi adalah satu masalah pokok karena ia merupakan dasar

segala proses sosial. Interaksi merupakan proses timbal balik, dengan mana satu

kelompok dipengaruhi tingkah laku reaktif pihak lain dan dengan demikian ia

mempengaruhi tingkah laku orang lain melalui Kontak. Kontak ini mungkin

berlangsung melalui organisme, fisik, seperti dalam obrolan, pendengaran,

melakukan gerakan pada beberapa bagian badan, melihat dan lain-lain lagi, atau

secara tidak langsung melalui tulisan, atau dengan cara berhubungan dari jauh

(Abdulsyani.2007;154)

Interaksi sosial dapat terjadi bila antara dua individu atau kelompok

terdapat kontak sosial dan komunikasi. Kontak sosial merupakan tahap pertama

dari terjadinya hubungan sosial Komunikasi merupakan penyampaian suatu

informasi dan pemberian tafsiran dan reaksi terhadap informasi yang

disampaikan. Menurut Soerjono Sukanto (2001), suatu interaksi sosial tidak akan

mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat yaitu: adanya kontak sosial,

dan adanya komunikasi. Syarat terjadinya interaksi sosial terdiri atas kontak sosial

dan komunikasi sosial. Kontak sosial tidak hanya dengan bersentuhan fisik.

1. Kontak Sosial

Kata kontak terdapat dua buah kata yang berasal dari bahasa Latin yaitu

Con atau Cum yang artinya bersama-sama dan tango yang artinya menyentuh

(Soekanto:2001). Sehingga kontak dapat diartikan menyentuh bersama-sama.

28
Namun sebagai gejala sosial, kontak dapat dilakukan tanpa harus dengan

menyentuhnya, seperti berbicara dengan orang lain. Lebih lanjut Soekanto

menyatakan bahwa kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu :

1. Antara individu dengan individu, hubungan timbal balik antara individu dan

individu ditandai antara lain dengan tegur sapa, berjabat tangan, dan

bertengkar.

2. Antara individu dengan kelompok.

3. Antara kelompok satu dengan kelompok yang lain.

Kontak sosial dapat terjadi secara langsung ataupun tidak langsung antara

satu pihak dengan pihak yang lainnya. Kontak sosial tidak langsung adalah kontak

sosial yang menggunakan alat sebagai perantara; misalnya ; melalui telepon, radio,

surat, dan lain-lain. Sedangkan kontak sosial secara langsung, adalah kontak sosial

melalui suatu pertemuan dengan bertatap muka dan berdialoq diantara kedua

belah pihak tersebut. Yang paling penting dalam interaksis sosial tesebut saling

mengerti antara kedua belah pihak; sedangkan kontak badaniah bukan lagi

merupakan syarat utama dalam kontak sosial, oleh karena hubungan demikian

belum tentu terdapat saling pengertian. Kontak sosial tejadi tidak semata-mata

oleh karena adanya aksi belaka, akan tetapi harus memenuhi syarat pokok kontak

sosial, yaitu reaksi (tanggapan) dari pihak lain sebagai lawan kontask sosial

(Ibid;154).

2. Komunikasi

Menurut Soekanto (2001), pengertian komunikasi difokuskan pada tafsiran

seseorang terhadap kelakuan orang baik berupa pembicaraan, gerak-gerik, badan

29
maupun sikap guna menyampaikan pesan yang diinginkannya. Orang tersebut

kemudian memberi reaksi terhadap perasaan orang lain tersebut. Dengan adanya

komunikasi, maka sikap dan perasaan disatu pihak orang atau sekelompok orang

dapat diketahui dan dipahami oleh pihak orang atau sekelompok lainnya. Hal ini

berarti, apabila suatu hubungan sosial tidak terjadi komunikasi atau saling

mengetahui dan tidak saling memahami maksud masing-masing pihak, maka dalam

keadaan demikian tidak terjadi kontak sosial. Dalam komunikasi sosial masing-

masing orang yang sedang berhubungan; misalnya jabatan tangan dapat ditafsirkan

sebagai kesopanan, persahabatan, kerinduan, sikap kebanggaan dan lain-lain

(Ibid;155).

2.4 Faktor-faktor Terjadinya Interaksi Sosial

Di dalam interaksi sosial terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi

tersebut, yaitu faktor yang menentukan berhasil atau tidaknya interaksi tersebut.

Faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial sebagai berikut :

1. Situasi sosial (The nature of the social situation), memberi bentuk tingkah laku

terhadap individu yang berada dalam situasi tersebut. Misalnya, apabila

berinteraksi dengan individu lain yang sedang dalam keadaan berduka, pola

interaksi yang digunakan jelas harus berbeda dengan pola interaksi yang

dilakukan apabila dalam keadaan yang riang atau gembira, dalam hal ini tampak

pada tingkah laku individu yang harus dapat menyesuaikan diri terhadap situasi

yang sedang dihadapi.

2. Kekuasaan norma-norma kelompok (The norms prevailing in any given social

group), sangat berpengaruh terhadap terjadinya interaksi sosial antar individu.

30
Misalkan, individu yang menaati norma-norma yang ada di dalam setiap

berinteraksi individu tersebut tidak akan pernah membuat suatu kekacauan,

berbeda dengan individu tidak menaati norma-norma yang berlaku, individu

tersebut pasti akan menimbulkan kekacauan dalam kehidupan sosialnya, dan

kekuasaan norma-norma itu berlaku untuk semua individu dalam kehidupan

sosialnya.

3. Their own personality trends, adanya tujuan kepribadian yang dimiliki masing-

masing individu sehingga berpengaruh terhadap perilakunya. Misalkan, di

dalam setiap interaksi individu pasti memiliki tujuan, hal ini dapat dilihat

seorang anak berinteraksi dengan guru memiliki tujuan untuk menuntut ilmu di

dunia sekolah, seorang pedagang sayur dengan ibu-ibu rumah tangga, memiliki

tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dan sebagainya.

4. A person’s transitory tendencies (Setiap individu berinteraksi sesuai dengan

kedudukan dan kondisinya yang bersifat sementara). Pada dasarnya status atau

kedudukan yang dimiliki oleh setiap individu adalah bersifat sementara,

misalnya seorang warga biasa yang berinteraksi dengan ketua RT, maka dalam

hubungan itu terlihat adanya jarak antara seorang yang tidak memiliki

kedudukan yang menghormati orang yang memiliki kedudukan dalam

kelompok sosialnya.

5. Adanya penafsiran situasi (The process of perceiving and interpreting a

situation), di mana setiap situasi mengandung arti bagi setiap individu sehingga

mempengaruhi individu untuk melihat dan menafsirkan situasi tersebut.

Misalnya, apabila ada teman atau rekan yang terlihat murung dan suntuk,

individu lain harus bisa membaca situasi yang sedang dihadapinya, dan tidak

31
seharusnya individu lain itu terlihat bahagia dan ceria dihadapannya,

bagaimanapun individu harus bisa menyesuaikan diri dengan keadaan yang

sedang dihadapi, dan berusaha untuk membantu menafsirkan situasi yang tidak

diharapkan menjadi situasi yang diharapkan (Santoso, 2004 : 12).

Proses interaksi sosial yang terjadi dalam masyarakat bersumber

dari faktor imitasi, sugesti, simpati, identifikasi dan empati (Setiadi: 2011) :

1. Imitasi merupakan suatu tindakan sosial seseorang untuk meniru sikap,

tindakan, atau tingkah laku dan penampilan fisik seseorang.

2. Sugesti merupakan rangsangan, pengaruh, atau stimulus yang diberikan

seseorang kepada orang lain sehingga ia melaksanakan apa yang disugestikan

tanpa berfikir rasional.

3. Simpati merupakan suatu sikap seseorang yang merasa tertarik kepada orang

lain karena penampilan,kebijaksanaan atau pola pikirnya sesuai dengan nilai-

nilai yang dianut oleh orang yang menaruh simpati.

4. Identifikasi merupakan keinginan sama atau identik bahkan serupa dengan

orang lain yang ditiru (idolanya)

5. Empati merupakan proses ikut serta merasakan sesuatu yang dialami oleh

orang lain. Proses empati biasanya ikut serta merasakan penderitaan orang lain.

Jika proses interaksi sosial tidak terjadi secara maksimal akan

menyebabkan terjadinya kehidupan yang terasing. Faktor yang menyebabkan

kehidupan terasing misalnya sengaja dikucilkan dari lingkungannya, mengalami

cacat, pengaruh perbedaan ras dan perbedaan budaya. Demikian ulasan

32
tentang interaksi sosial bahwa inetraksi sosial merupakan syarat dari terjadinya

adaptasi seorang individu dalam masyarakat.

2.5 Bentuk Interaksi Sosial

Hendro Puspito (2003) menyatakan bahwa pada umumnya bentuk dan

pola interaksi sosial ada 2 (dua) jenis yaitu proses sosial yang bersifat

menggabungkan (associative processes) dan proses sosial yang menceraikan

(dissociative process). Proses sosial yang mengarah menggabungkan ditujukan

bagi terwujudnya nilai-nilai yang disebut kebijakan-kebijakan sosial seperti

keadilan sosial, cinta kasih, kerukunan, solidaritas dan dikatakan sebagai proses

positif. Sedangkan proses sosial menceraikan mengarah kepada terciptanya nilai-

nilai negatif atau asosial seperti kebencian, permusuhan, egoisme, kesombongan,

pertentangan, perpecehan dan ini dikatakan proses negative.

Menurut Hendro (2003), ada beberapa bentuk dari proses sosial asosiatif

dan disosiatif. Bentuk-bentuk proses sosial asosiatif adalah:

1. Kerja sama, ialah suatu bentuk proses sosial dimana dua atau lebih perorangan

atau kelompok mengadakan kegiatan bersama guna mencapai tujuan yang

sama. Bentuk ini paling umum terdapat di antara masyarakat untuk mencapai

dan meningkatkan prestasi material maupun non material.

2. Asimilasi, ialah berasal dari kata latin assimilare yang artinya menjadi sama.

Definisi sosiologisnya adalah suatu bentuk proses sosial dimana dua atau lebih

individu atau kelompok saling menerima pola kelakuan masing-masing

sehingga akhirnya menjadi satu kelompok yang terpadu. Mereka memasuki

33
proses baru menuju penciptaan satu pola kebudayaan sebagai landasan tunggal

untuk hidup bersama.

3. Akomodasi, berasal dari kata latin acemodare yang berarti menyesuaikan.

Definisi sosiologisnya adalah suatu bentuk proses sosial yang di dalamnya dua

atau lebih individu atau kelompok berusaha untuk tidak saling mengganggu

dengan cara mencegah, mengurangi atau menghentikan ketegangan yang akan

terjadi atau yang sudah terjadi. Akomodasi ada 2 bentuk yakni toleransi dan

kompromi. Bagi pihak pihak yang terlibat dalam proses ini, bersedia

menanggung derita akibat kelemahan yang dibuat masing masing disebut

toleransi. Bila pihak masing masing mau memberikan konsensi kepada pihak

lain, yang berarti mau melepaskan sebagian tuntutan yang semula

dipertahankan sehingga ketegangan menjadi kendor, disebut kompromi

Bentuk-bentuk disosiatif terdiri dari:

1. Persaingan, adalah bentuk proses sosial dimana satu atau lebih individu atau

kelompok berusaha mencapai tujuan bersama dengan cara yang lebih cepat

dan mutu yang lebih tinggi. Dengan adanya persaingan itu, masyarakat

mengadakan seleksi untuk mencapai kemajuan.

2. Penghalang (oposisi), berasal dari bahasa Latin opponere yang artinya

menempatkan sesuatu atau seseorang dengan maksud permusuhan. Oposisi

adalah proses sosial dimana seseorang atau sekelompok orang berusaha

menghalangi pihak lain mencapai tujuannya.

3. Konflik, berasal dari bahasa latin confligere yang berarti saling memukul.

Konflik berarti suatu proses dimana orang atau kelompok berusaha

34
menyingkirkan pihak lain dengan cara menghancurkan atau membuatnya tidak

berdaya

Bentuk-bentuk interaksi dapat menguntungkan bila berlangsung dalam

perhitungan rasional dan mendatangkan keuntungan bagi yang menjalankannya.

Akan tetapi dapat menjadi merugikan bila kerjasama dan persaingan atau

pertikaian dijalankan berdasarkan emosional dan sentimen yang tidak terkontrol

sehingga hasilnya kerap kali membawa kerugian serta kekecewaan.

Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa interaksi sosial yang

berkesinambungan cenderung membentuk keteraturan. Bila hubungan yang terjadi

sedemikian rupa didasarkan oleh status dan peranannya maka hubungan itu

dinamakan dengan relasi sosial. Hubungan antar jemaat adalah hubungan yang

didasarkan pada status dan peranan semua pihak. Dengan demikian hubungan

antar jemaat harus menggambarkan ciri yang khas dari relasi sosial

35
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan

pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan,

meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi atau berbagai variabel yang

timbul di masyarakat yang menjadi objek penelitian (Bungin, 2001:48). Jenis

penelitian ini juga mendapatkan data sebanyak mungkin sehingga memberikan

gambaran yang jelas dan tepat tentang apa yang menjadi pokok permasalahan

dalam penelitian. Demikian juga halnya dengan penelitian tentang pola adaptasi

dan interaksi antara mahasiswa asal Papua dengan mahasiswa asal daerah lain,

Pendekatan penelitian secara deskriptif bertujuan untuk memperoleh informasi-

informasi mengenai aktifitas dalam membangun sikap diantara mereka.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah di Kampus Universitas Sumatera Utara yang

terletak di Jln Dr. Mansyur, Medan

3.3 Unit dan Analisis dan Informan

3.3.1 Unit Analisis

Unit analisis dalam penelitian ini yang menjadi unit analisisnya adalah

mahasiswa asal Papua dan mahasiswa asal daerah lain yang sedang berkuliah di

Universitas Sumatera Utara.

36
3.3.2. Informan

Informan merupakan subjek yang memahami informasi objek penelitian

sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian (Bungin,

2007 : 76). Adapun teknik pengambilan informan adalah menggunakan teknik

Snowball Sampling. Snowball Sampling merupakan teknik pengambilan sampel

yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian sampel ini disuruh teman-temannya

untuk dijadikan sample (Sugiyono:2013). Alasan peneliti menggunakan teknik

Snowball Sampling untuk mencari informan dikarenakan untuk mempermudah

pengambilan data dari orang-orang yang terpercaya dan mengerti tentang

mahasiswa asal Papua yang kemudian menunjukan orang lain selanjutnya untuk

menjadikan informan berikutnya. Dengan karakteristik informan penelitian

adalah:

1. Mahasiswa asal Papua yang aktif dan sedang menjalani masa studi di

Universitas Sumatera Utara.

2. Mahasiswa asal Papua yang sudah tinggal minimal 1 tahun.

3. Mahasiswa yang berasal dari daerah lain yang sudah tinggal minimal 1

tahun.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan dua sumber data

yaitu :

1). Data primer yaitu informasi yang diperoleh dari informan penelitian di

lokasi penelitian. Untuk mendapatkan data primer dapat dilakukan dengan :

37
a. Observasi yaitu pengamatan oleh peneliti baik secara langsung ataupun

secara tidak langsung. Namun, dalam penelitian ini metode observasi

yang digunakan peneliti adalah metode observasi langsung. Metode

observasi langsung dilakukan melalui pengamatan gejala-gejala yang

tampak pada obyek penelitian pada saat peristiwa sedang berlangsung

(Nawawi, 2006: 67). Observasi ini dilakukan untuk mengamati aktifitas

mahasiswa asal Papua baik dari pola interaksi maupun pola adaptasi

mereka dengan mahasiswa yang berasal dari daerah lain. Oleh karena itu,

data dari metode observasi langsung diharapkan dapat menjadi

penunjang data dari metode wawancara.

b. Wawancara mendalam (indepth interview) adalah sebuah proses

memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya

jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan responden atau

orang yang diwawancari, dengan atau tanpa menggunakan pedoman

wawancara (Bungin, 2005 : 126). Data yang diperoleh dari wawancara

mendalam yaitu berupa pengetahuan informan mengenai pola interaksi

dan pola adaptasi mahasiswa yang berasal dari Papua dengan mahasiswa

yang berasal dari daerah lain.

2). Data sekunder yaitu data yang berkaitan dengan objek penelitian namun

bukan dari penelitian di lapangan. Data sekunder dalam penelitian ini dapat

diperoleh dari studi kepustakaan yakni dengan mencari data dari artikel,

surat kabar, tabloid, buku, internet ataupun sumber lainnya yang berkaitan

dengan permasalahan penelitian yaitu mahasiswa asal Papua.

38
3.5 Interpretasi Data

Data-data yang sudah dikumpulkan akan diinterpretasikan dengan

menggunakan teori dalam kajian pustaka, sampai pada akhirnya akan berbentuk

laporan yang sudah diatur, diurutkan, dikelompokkan ke dalam kategori tertentu

berdasarkan data-data yang diperoleh dari hasil wawancara, selanjutnya akan

dipelajari sehingga menghasilkan kesimpulan yang baik (Hasan: 2002).

3.6 Jadwal Kegiatan

No. Kegiatan Bulan Ke-


1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 Pra Proposal √
2 ACC Judul √
3 Penyusunan Proposal Penelitian √ √ √
4 Seminar Proposal Penelitian √
5 Revisi Proposal Penelitian √
6 Penelitian Ke Lapangan √ √ √
7 Pengumpulan data dan Analisis data √ √ √ √
8 Bimbingan Skripsi √ √ √ √ √
9 Penulisan Laporan Akhir √ √ √ √ √ √
10 Sidang Meja Hijau √

3.7 Keterbatasan Penelitian

Mengingat penelitian ini menyangkut tentang pola adaptasi dan interaksi

mahasiswa asal Papua di Universitas Sumatera Utara, ada beberapa keterbatasan

yang ditemukan dalam penelitian ini antara lain :

1. Mahasiswa asal Papua sebagai informan masih mengalami kesulitan dalam

berinterkasi dengan peneliti.

39
2. Mahasiswa asal Papua sebagai informan masih tertutup untuk

menceritakan secara langsung kehidupan pribadinya dan sedikit sulit untuk

ditemui sehingga menjadi keterbatasan dalam proses wawancara dalam

penelitian ini.

40
BAB IV

TEMUAN DAN INTERPRESTASI DATA

4.1 Deskripsi Umum Lokasi Penelitian.

Sejarah Universitas Sumatera Utara (USU) dimulai dengan berdirinya

Yayasan Universitas Sumatera Utara pada tanggal 4 Juni 1952. Pendirian yayasan

ini dipelopori oleh Gubernur Sumatera Utara untuk memenuhi keinginan

masyarakat Sumatera Utara khususnya dan masyarakat Indonesia umumnya.

Pada zaman pendudukan Jepang, beberapa orang terkemuka di Medan

termasuk Dr. Pirngadi dan Dr. T. Mansoer membuat rancangan perguruan tinggi

Kedokteran. Setelah kemerdekaan Indonesia, pemerintah mengangkat Dr. Mohd.

Djamil di Bukit Tinggi sebagai ketua panitia. Setelah pemulihan kedaulatan akibat

clash pada tahun 1947, Gubernur Abdul Hakim mengambil inisiatif menganjurkan

kepada rakyat di seluruh Sumatera Utara mengumpulkan uang untuk pendirian

sebuah universitas di daerah ini.

Pada tanggal 31 Desember 1951 dibentuk panitia persiapan pendirian

perguruan tinggi yang diketuai oleh Dr. Soemarsono yang anggotanya terdiri dari

Dr. Ahmad Sofian, Ir. Danunagoro dan sekretaris Mr. Djaidin Purba. Sebagai hasil

kerjasama dan bantuan moril dan material dari seluruh masyarakat Sumatera Utara

yang pada waktu itu meliputi juga Daerah Istimewa Aceh, pada tanggal 20

Agustus 1952 berhasil didirikan Fakultas Kedokteran di Jalan Seram dengan dua

puluh tujuh orang mahasiswa diantaranya dua orang wanita. Kemudian disusul

dengan berdirinya Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat (1954), Fakultas

Keguruandan Ilmu Pendidikan (1956),dan Fakultas Pertanian (1956). Pada tanggal

41
20 November 1957, Universitas Sumatera Utara diresmikan oleh Presiden

Republik Indonesia Dr. Ir. Soekarno menjadi universitas negeri yang ketujuh di

Indonesia. Pada tahun 1959, dibuka Fakultas Teknik di Medan dan Fakultas

Ekonomi di Kutaradja (Banda Aceh) yang diresmikan secara meriah oleh Presiden

R.I. kemudian disusul berdirinya Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan

(1960) di Banda Aceh. Sehingga pada waktu itu, Universitas Sumatera Utara

terdiri dari lima fakultas di Medan dan dua fakultas di Banda Aceh. Selanjutnya

menyusul berdirinya Fakultas Kedokteran Gigi (1961), Fakultas Sastra (1965),

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (1965),Fakultas Ilmu-Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik (1982), Sekolah Pascasarjana (1992), Fakultas Kesehatan

Masyarakat (1993), Fakultas Farmasi (2006), dan Fakultas Psikologi (2007), serta

Fakultas Keperawatan (2009). Jumlah program studi yang ditawarkan sebanyak

135, terdiri dari 19 tingkat doktoral, 32 magister, 18 spesialis, 5 profesi, 46 sarjana,

dan 15 diploma. Jumlah mahasiswa terdaftar saat ini lebih dari 33.000 orang, 1000

di antaranya adalah mahasiswa asing.

Berikut Pimpinan Universitas antara lain :

1958-1962 Z. A. Soetan Koemala Pontas, Ketua Presidium

1957-1958 Prof. Dr. Ahmad Sofian, Presidium

1962-1964 Prof. Mr. Mahadi, Ketua Presidium

1964-1965 Ulung Sitepu, Presidium

1965-1966 Drg. Nazir Alwi, Rektor

42
1966(Mei-Nov) Prof. Dr. S. Hadibroto, M.A., Pejabat Rektor

1966-1970 Dr. S. Harnopidjati, Rektor

1970-1978 Harry Suwondo, SH, Rektor

1978 (Mei-Juli) O. K. Harmaini, SE, Ketua Rektorium

1978-1986 Dr. A. P. Parlindungan, SH, Rektor

1986-1994 Prof. M. Jusuf Hanafiah, Rektor

1994-2010 Prof. Chairuddin P. Lubis, D.T.M.&H., Sp.A.(K), Rektor

2010-2015 Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc.(CTM), Sp.A.(K)

Pada tahun 2003, Universitas Sumatera Utara berubah status dari suatu

Perguruan Tinggi Negeri (PTN) menjadi suatu perguruan tinggi Badan Hukum

Milik Negara (BHMN). Perubahan status Universitas Sumatera Utara dari PTN

menjadi BHMN merupakan yang kelima di Indonesia. Sebelumnya telah berubah

status UI, UGM, ITB dan IPB pada tahun 2000. Setelah Universitas Sumatera

Utara disusul perubahan status UPI (2004) dan UNAIR (2006).

Dalam perkembangannya, beberapa fakultas di lingkungan USU telah

menjadi embrio berdirinya tiga perguruan tinggi negeri baru, yaitu Universitas

Syiah Kuala di Banda Aceh, yang embrionya adalah Fakultas Ekonomi dan

Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan Universitas Sumatera Utara di Banda

Aceh. Kemudian disusul berdirinya Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP)

Negeri Medan (1964), yang sekarang berubah menjadi Universitas Negeri Medan

(UNIMED) yang embrionya adalah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

43
Universitas Sumatera Utara. Setelah itu, berdiri Politeknik Negeri Medan (1999)

yang semula adalah Politeknik Universitas Sumatera Utara.

Kampus Universitas Sumatera Utara berlokasi di Padang Bulan, sebuah

area yang hijau dan rindang seluas 120 ha yang terletak di tengah Kota Medan.

Zona akademik seluas 90 ha menampung hampir seluruh kegiatan perkuliahan dan

praktikum mahasiswa. Sistem pembelajaran didukung oleh fasilitas perpustakaan

dan lebih dari 200 laboratorium. Perpustakaan menyediakan berbagai jenis sumber

belajar baik dalam bentuk cetak maupun elektronik. Perpustakaan Universitas

Sumatera Utara merupakan salah satu yang terbaik di Indonesia saat ini. Kampus

Universitas Sumatera Utara Padang Bulan juga didukung oleh infrastruktur

teknologi informasi untuk memfasilitasi akses terhadap berbagai sumber daya

informasi dan pengetahuan untuk mendukung proses pembelajaran dan penelitian

mahasiswa dan tenaga pendidik. Selain itu di dalam kampus juga terdapat

berbagai sarana seperti asrama, arena olah raga, wisma, kafetaria, toko, bank, dan

kantor pos. Wisuda dan berbagai acara akademik lainnya diadakan di Auditorium

dan Gelanggang Mahasiswa. Sebuah rumah sakit pendidikan yang berlokasi

dikampus Padang bulan telah dimulai pembangunannya sejak Agustus 2009.

(http://usu.ac.id/id/article/11/sejarah diakses pada tanggal 3 Oktober 2015 pukul

17.42 WIB).

Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti)

menyerahkan beasiswa bidikmisi dan Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADik) kepada

mahasiswa yang tersebar di tiga perguruan tinggi negeri (PTN) yang ada di

Sumatera Utara atau Medan. Universitas Sumatera Utara mulai menerima

44
mahasiswa Afirmasi sejak tahun pertama diadakan yaitu tahun 2012. Sedangkan

di tahun 2015 perinciannya sebanyak 2.655 mahasiswa penerima berasal dari

Universitas Sumatera Utara (USU), Universitas Negeri Medan (Unimed)

sebanyak 2.922 mahasiswa dan Politeknik Negeri Medan (Polmed) sejumlah 450

orang. Sedangkan untuk beasiwa ADik, diberikan kepada 81 mahasiswa USU dan

13 mahasiswa Unimed. Sedangkan untuk besarannya, mahasiswa penerima

beasiswa bidikmisi akan menerima Rp1 juta dengan perincian Rp600 ribu per

bulan diberikan langsung kepada mahasiswa dan Rp400 ribu per bulan diberikan

kepada perguruan tinggi. Untuk ADik, mahasiwa akan menerima Rp1,4 juta per

bulan dengan perincian Rp1 juta diberikan langsung kepada mahasiswa per bulan

dan Rp400 ribu per bulan kepada perguruan tinggi.

Menteri Riset, Teknologi Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti)

Prof.Mohamad Nasir, PhD.Ak mengatakan, bantuan beasiswa di wilayah Sumut

tersebut merupakan bagian dari alokasi pemerintah untuk anggaran bidik misi

sebesar Rp2,3 triliun dengan rincian bidik misi On Going kepada 177.730

mahasiswa nilai sebesar Rp1,9 triliun dan bidik misi mahasiswa baru bagi 60 ribu

mahasiswa senilai Rp 360 miliar. Sedangkan untuk beasiswa ADik dialokasikan

sebesar Rp40 miliar lebih dengan perincian afirmasi On Going 1.673 mahasiswa

senilai Rp28 miliar dan afirmasi baru kepada 900 mahasiswa senilai Rp12 miliar.

Selanjutnya Kemenristekdikti juga mengalokasikan Beasiswa Peningkatan

Prestasi Akademik (PPA) bagi mahasiswa program S1, D IV dan D III dengan

ketentuan Indeks Prestasi (IP) minimal 3,00. Anggaran beasiswa PPA itu

sebesarRp 508 miliar untuk 121 ribu mahasiswa dengan besarnya beasiswa Rp 4,2

45
juta per tahun/mahasiswa (http://usu.ac.id/id/kanal/1098/rp-61-m-beasiswa-

bidikmisi-adik-disalurkan-ke-6121-mahasiswa diakses pada tanggal 3 Oktober

2015 Pukul 14.30 WIB)

Berikut adalah rekapitulasi data mahasiswa baru Universitas Sumatera

Utara asal Papua yang mendaftar program AFIRMASI DIKTI mulai tahun 2012

s/d 2014 :

NO Fakultas Program Studi Tahun JLH

2012 2013 2014

1 Kedokteran Pendidikan Dokter 2 1 0 3

2 Kesehatan Ilmu Kes.Masyarakat 2 1 6 9

Masyarakat

3 Keperawatan Ilmu Keperawatan 0 2 3 5

4 Kedokteran Gigi Pendidkan Dokter Gigi 0 2 0 2

5 Farmasi Ilmu Farmasi 0 2 0 2

6 Ilmu Budaya 1. Sastra Indonesia 2 0 0 2

7 Ekonomi dan Bisnis 1. Akuntansi 2 1 1 4

2. Managemen 1 0 2 3

8 Pertanian 1. Agroteknologi 5 0 0 5

2. Agribisnis 1 1 0 2

3. Peternakan 2 0 0 2

4. Ilmu Teknologi Pangan 0 0 1 1

5. Kehutanan 0 0 1 1

9 Teknik 1. Teknik Sipil 1 1 1 3

46
2. Teknik Elektro 0 0 1 1

3. Teknik Mesin 0 0 1 1

Total 18 11 17 46

Sumber : Biro Pusat Akademik USU (Keadaan 14 Oktober 2014)

Seluruh mahasiswa Universitas Sumatera Utara asal Papua tersebut tinggal

di asrama putra dan asrama putri serta diberikan biaya hidup perbulan dan akan

kembali ke daerah masing-masing setelah semua proses kuliah selesai. Ketika

pertama kali mahasiswa asal Papua tersebut hadir dan sampai di asrama

Universitas Sumatera Utara Medan, mereka disambut seperti biasa dengan acara

penyambutan. Acara ini berisi tentang perkenanlan mengenai kampus, keadaan

dan kondisi sosial saat mereka tinggal disini. Hal ini mencakup untuk menguji

kebersaam para mahasiswa asal Papua dan ketka akan bergabung dengan

mahasiswa asal lainnya yang sama-sama berkuliah di Universitas Sumatera Utara.

4.2 Karakteristik Informan

Informan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam penelitian ini,

yang merupakan salah satu kunci bagi peneliti untuk memperoleh informasi yang

diperlukan dalam penelitian. Karakteristik informan ini digunakan sebagai

penentuan informan dalam penelitian yaitu berdasarakan agama, suku, lama

tinggal, dan fakultas selama informan berkuliah di Universitas Sumatera Utara.

Untuk lebih jelasnya maka peneliti akan mendeskripsikan karakteristik informan

sebagai berikut:

47
4.2.1 Karakteristik Berdasarkan Umur

Tabel 4.1

Karakteristik Informan Berdasarkan Umur

No Kategori Umur Jumlah (n) Persentase (%)

1 20-22 tahun 8 80

2 > 22 tahun 2 20

Total 10 100

Sumber : Hasil penelitian 2015 (data diolah)

Berdasarkan Tabel 4.1 memperlihatkan bahwa dari informan penelitian, 8

orang (80%) berumur antara 20-22 tahun dan 2 orang (20%) berumur di atas

tahun, sehingga mayoritas informan berumur antara 20-22 tahun.

4.2.2 Karakeristik Berdasarkan Agama

Tabel 4.2

Karakteristik Informan Berdasarkan Agama

No Agama Frekuensi (n) Persentase (%)

1 Kristen 6 60

2 Islam 4 40

Total 10 100

Sumber : Hasil penelitian 2015 (data diolah)


Berdasarkan pada tabel 4.2 dari informan penelitian 6 orang (60%)

beragama Kristen dan 4 orang (40%) beragama Islam. Dengan demikian,

mayoritas informan adalah beragama Kristen (60%).

48
4.2.3 Karakteristik Berdasarkan Lama Tinggal

Tabel 4.3

Karakteristik Informan Berdasarkan Lama Tinggal

No Lama Tinggal Jumlah (n) Persentase (%)

1 1 Tahun 1 10

2 ≤ 1 Tahun 9 90

Total 10 100.0

Sumber : Hasil penelitian 2015 (data diolah)

Berdasarkan Tabel 4.3 memperlihatkan bahwa dari informan penelitian 1

orang (10%) yang tinggal selama 1 tahun, 9 orang (90%) yang sudah tinggal

selama ≤ 1 tahun . Dengan demikian mayoritas informan adalah 9 orang (90%)

yang sudah tinggal selama ≤ 1 tahun .

4.2.4 Karakteristik Berdasarkan Fakultas

Tabel 4.4

Karakteristik Informan Berdasarkan Fakultas

No Fakultas Jumlah (n) Persentase (%)

1 Kesehatan Masyarakat 2 20

2 Pertanian 3 30

3 Teknik 1 10

4 Ekonomi 1 10

5 Ilmu Budaya 2 20

6 Farmasi 1 10

Total 10 100
Sumber : Hasil penelitian 2015 (data diolah)

49
Berdasarkan Tabel 4.4 memperlihatkan bahwa informan penelitian 2 orang

(20%) yang berkuliah di Fakultas Kesehatan Masyarakat, 3 orang (30%) yang

berkuliah di Fakultas Pertanian, 1 orang (10%) yang berkuliah di Fakultas Teknik ,

1 orang (10%) yang berkuliah di Fakultas Ekonomi, 2 orang (20%) yang

berkuliah di Fakultas Ilmu Budaya, 1 orang (%) yang berkuliah di Fakultas

Farmasi. Dengan demikian mayoritas informan adalah 3 orang (30%) yang

berkuliah di Fakultas Pertanian.

4.2.5 Karakteristik Berdasarkan Suku

Tabel 4.5

Karakteristik Informan Berdasarkan Suku

No Suku Frekuensi (n) Persentase (%)

1. Rarutu 1 10

2. Ekari 1 10

3. Lanny 2 20

4. Nayak 1 10

5. Maibrat 1 10

6. Batak 2 20

7. Jawa 2 20

Total 10 100

Sumber : Hasil penelitian 2015 (data diolah)

Berdasarkan pada tabel 4.5 dari informan penelitian ada 1 orang (10%)

suku Rarutu, 1 orang (10%) suku Ekari, 2 orang (20%) suku Lanny, 1 orang

(10%) suku Nayak, 1 orang (10%) suku Maibrat, 2 orang (20%) suku Batak, dan 2

50
orang (20%) suku Jawa. Dengan demikian, mayoritas informan adalah suku

Lanny (20%), Batak (20%) dan Jawa(20%).

4.3 Profil Informan Mahasiswa Asal Papua Dan Mahasiswa Asal Daerah

Lain.

4.3.1 Paskalis Tugomo

Paskalis Tugomo adalah salah satu mahasiswa yang berasal dari Papua

yang berkuliah di Universitas Sumatera Utara, Fakultas Teknik, Departemen

Teknik Elektro. Ia telah berumur dua puluh satu tahun yang lahir di Ekago Papua

Bagian Timika. Ia bersuku Ekari. Ia telah tinggal di Medan sudah satu tahun.

Salah satu alasan Paskalis untuk berkuliah di USU adalah agar bisa

berkuliah di luar daerah Papua walaupun jauh dengan orangtua. Sebelumnya

Paskalis sudah mengetahui sedikit tentang USU dari saudara ia yang sedang

bertugas di Medan sehingga ia memilih berkuliah di USU di pilihan kedua ketika

ujian seleksi penerimaan mahasiswa ke perguruan tinggi yang diselenggarakan

oleh pemerintah Papua. Perasaan pertama kali yang dirasakan Paskalis ketika

sampai di USU adalah senang karena bisa berkuliah jauh dari daerah sendiri.

Pertama kali Paskalis datang ke Medan bersama dengan teman-teman yang

berasal dari Papua yang juga akan berkuliah di USU. Setibanya mereka datang ke

Medan, mereka mengikuti pengarahan-pengarahan yang dibuat oleh USU itu

sendiri untuk mengenal lebih dekat lingkungan yang berada disini dan mereka

bertempat tinggal di asrama putra USU. Hal inilah yang menyebabkan Paskalis

berkenalan dengan senior-senior satu daerah yang sama-sama berkuliah di USU.

51
Awalnya rutinitas yang dilakukan oleh Paskalis ketika berada di sini

adalah berkeliling di lingkungan asrama seperti berjalan-jalan dan membeli makan

di sekitaran USU, pergi ke kampus serta berkenalan dengan mahasiswa daerah

lain. Selain itu Paskalis juga sering berbicara dan sudah mendapatkan teman

mahasiswa yang berasal dari daerah lain. Paskalis juga sering mengikuti kegiatan-

kegiatan organisasi yang diadakan oleh pihak kampus seperti mengikuti organisasi

Ikatan Mahasiswa asal Papua, Ikatan Mahasiswa Teknik Elektro, bermain futsal

dengan mahasiswa yang berasal dari daerah lain serta mengikuti organisasi

keagamaan. Paskalis juga sudah diperkenalkan budaya di sini oleh teman

kampusnya dan mempelajari bahasa daerah lain seperti bahasa Batak. Selain itu

Paskalis juga sudah pernah berkunjung ke daerah asal teman kampusnya yaitu

Sibolga. Itulah cara dia untuk bisa beradaptasi dan berinteraksi dengan mahasiswa

yang berasal dari daerah lain.

Paskalis mengakui bahwa ia merasa betah untuk tinggal disini. Ia lebih

menyukai bergaul dengan mahasiswa lain walaupun kesulitan yang di hadapi oleh

Paskalis adalah cara berbicara dan budaya yang sangat berbeda. Menurut Paskalis

penerimaan masyarakat sekitar adalah baik dan ramah walaupun terkadang

mahasiswa yang berasal dari daerah lain merasa asing melihat kami. Hal inilah

yang membuat mereka merasa dikucilkan dari kelompok mereka. Tetapi dibalik

itu semua, ketika sudah menjalin pertemanan sebenarnya mereka mau membantu

Paskalis untuk memperkenalkan lingkungan sekitar. Selain itu, dari segi makanan,

tempat tinggal dan cuaca walaupun sangat berbeda jauh dengan daerah asal tetapi

52
Paskalis masih bisa beradaptasinya dan menyukainya. Hal inilah yang disukai dan

tidak disukai oleh Paskalis selama tinggal disini.

Mengenai interaksi keluarga yang dilakukan oleh Paskalis adalah Paskalis

sering berkomunikasi dengan keluarga terutama dengan orangtua minimal

seminggu sekali. Orangtua Paskalis biasanya pergi ke kota daerah mereka hanya

untuk bisa berkomunikasi dengan Paskalis minimal satu minggu sekali. Karena

jaringan selular baru masuk sekitar satu tahun yang lalu ujar Paskalis. Biasanya

ketika waktu liburan tiba, Paskalis pulang ke kampungnya yang di lakukan selama

2 tahun sekali. Hal ini dikarenakan membutuhkan waktu yang lama dan biaya

transportasi yang sangat mahal harganya.

4.3.2 UTA

Uta yang memiliki nama Dwi R.P. Weriu adalah salah satu mahasiswa

yang berasal dari Papua yang berkuliah di Universitas Sumatera Utara, Fakultas

Pertanian, Departemen Agrobisnis. Ia lahir di Kaimana dan telah berumur dua

puluh satu tahun. Ia bersuku Rarutu yang merupakan bagian Papua Barat. Ia telah

tinggal di Medan sudah dua tahun lamanya.

Salah satu alasan Uta lulus dari USU dikarenakan hasil pilihan ketiga dari

ujian seleksi beasiswa penerimaan mahasiswa ke perguruan tinggi yang di

selenggarakan oleh pemerintah Papua. Sebelumnya Uta memang tidak

mengetahui tentang USU walaupun ada saudara ia yang telah tinggal lama di

Medan. Walaupun kuliah jauh dari orangtua tetapi Uta sangat senang bisa

53
berkuliah di daerah lain karena menurut Uta akan banyak dapat pengalaman kalau

kita tinggal jauh dari daerah kita sendiri.

Pertama kali Uta datang ke Medan bersama dengan teman-teman yang

lulus ujian seleksi untuk berkuliah di USU serta bersama dengan pendamping

perwakilan dari provinsi. Uta mengatakan bahwa ketika kami semua telah sampai

disini, pada saat itu kami diberikan motivasi dan pengenalan tentang USU baik

dari fakultas masing-masing maupun di lingkungan sekitarnya dan kami

bertempat tinggal di asrama putra milik USU. Hal inilah yang menyebabkan Uta

dapat berkenalan dengan senior-senior baik dari satu daerah maupun senior-senior

yang berasal dari daerah lain di fakultas.

Mula-mula rutinitas awal yang di lakukan oleh Uta adalah masih

berkeliling wilayah lingkungan asrama dan kampus. Uta berusaha untuk berbaur

dan bersosialisasi dengan orang-orang yang ada baik di lingkungan kampus

maupun di asrama. Uta juga mengikuti dan aktif sebagai anggota dengan kegiatan-

kegiatan organisasi yang di adakan oleh pihak kampus seperti mengikuti Ikatan

Mahasiswa Asal Papua dan IMASEP. Pada saat ini Uta juga sudah mendapatkan

teman dekat yang berasal dari suku Melayu. Uta juga sudah diperkenalkan sedikit

tentang budaya Melayu oleh teman dekatnya. Itulah cara dia untuk dapat

menyesuaikan diri dan berinteraksi dengan mahasiswa yang berasal dari daerah

lain.

Uta mengakui bahwa ia betah untuk tinggal disini. Penerimaan masyarakat

selama ini yang di rasakan oleh Uta adalah baik, selalu mau berbaur dengan orang

yang berasal dari daerah lain serta mau membantu teman yang sedang kesulitan,

54
seperti pengalaman Uta yang pernah diberi pinjaman uang oleh teman dekatnya

Uta. Walaupun Uta terkadang di jahili dengan teman-teman kampus ia yang

berasal dari daerah lain, tetapi Uta tetap tidak peduli dan merasa kalau tidak ada

kesulitan ketika bersosialisasi dengan teman-teman kampus yang berasal dari

daerah lain disini. Selain itu jika dilihat dari segi makanan, Uta memulai untuk

menyukai makanan yang berasal dari daerah ini karena menurut Uta selera dan

rasa makanan di sini hampir sama dengan makanan disana yaitu sama-sama

mempunyai selera pedas. Sedangkan dari segi cuaca, Uta bisa beradaptasi dengan

cuaca di daerah ini karena menurut Uta cuaca di daerah asal dia lebih panas

dibandingkan dengan cuaca di sini. Tetapi menurut Uta, ia kurang puas dengan

sarana dan prasarana yang di sediakan selama berkuliah di USU. Hal inilah yang

disukai dan tidak disukai oleh Uta selama tinggal di daerah ini.

Mengenai interaksi dengan keluarga, walaupun sudah dua tahun Uta tidak

pulang ke kampungnya, menurut Uta tidak ada halangan untuk sering

berkomunikasi melalui telepon dengan orangtuanya. Uta juga mengatakan bahwa

kalau ada keluarga ia yang tinggal di Medan dan sesekali ia berkunjung ke tempat

saudaranya tersebut walaupun terkadang hanya seminggu sekali.

4.3.3 Elliyus Pase

Elliyus Pase adalah salah satu mahasiswa yang berasal dari Papua yang

berkuliah di Universitas Sumatera Utara, Fakultas Pertanian, Departemen

Peternakan. Elliyus lahir di Wamena dan telah berumur dua puluh satu tahun.

Elliyus sudah tinggal di Medan selama tiga tahun. Ia bersuku nayak.

55
Salah satu alasan Elliyus berkuliah di USU agar bisa berkuliah di luar

daerah Papua walaupun jauh dari orangtua. Elliyus mengatakan kalau kami anak-

anak Papua memang sengaja dikirim keluar daerah untuk berkuliah dari

pemerintah dengan tujuan mengembangkan potensi daerah kami ketika kami

kembali nanti. Ia memilih USU pada pilihan ke tiga ketika ujian seleksi

penerimaan beasiswa mahasiswa ke perguruan tinggi. Perasaan Elliyus pertama

kali sangat senang karena bisa berkuliah jauh dari daerah sendiri.

Pertama kali Elliyus datang ke Medan bersama dengan teman-teman yang

berasal dari Papua yang berkuliah di USU. Mereka melakukan pengarahan tentang

pengenalan daerah dan lingkungan sekitar yang dibuat dari USU melalui

perwakilan dari pemerintahan Papua dan mereka bertempat tinggal di Asrama

Putra USU. Hal inilah Elliyus banyak dapat berkenalan dengan teman-teman yang

berasal dari Papua yang sudah berkuliah lebih dahulu maupun teman-teman yang

berasal dari daerah lain yang sama-sama tinggal di Asrama Putra.

Rutinitas awal yang dilakukan oleh Elliyus adalah berkeliling di

lingkungan asrama dan kampus seperti pergi bersama dengan teman-teman yang

satu daerah untuk berkeliling di lingkungan asrama, pergi ke kampus dan

mengikuti kegiatan awal yang diadakan di kampus, serta bermain futsal dengan

teman-teman satu asrama. Menurut Elliyus, semua kondisi lingkungan yang

berada disini sangatlah asing baginya. Elliyus terkadang masih kurang percaya

diri untuk berteman dengan teman-teman yang berasal dari daerah lainnya

sehingga terkadang Elliyus masih mau menutup diri tetapi Elliyus tetap berusaha

untuk berbaur dan bersosialisasi dengan orang-orang yang ada baik di lingkungan

56
kampus maupun di asrama. Elliyus juga sudah mengikuti kegitan-kegiatan aktif

yang di adakan oleh kampus seperti sebagai anggota acara seminar yang

diselenggarakan oleh kampus, dan aktif mengikuti organisasi-organisasi.

Pada awalnya Elliyus merasa bahwa orang-orang yang berada disini terlalu

asing melihat kami sehingga terkadang diejekin dengan mereka. Tetapi dengan

begitu Elliyus tetap saja bergabung dan berbaur dengan mahasiswa yang berasal

dari daerah lain. Elliyus mengakui sangatla sulit untuk bisa berbaur dengan orang-

orang disekitar. Dari segi bahasa dan cara bergaul yang sangat berbeda tetapi

Elliyus ingin belajar untuk memahaminya. Elliyus betah untuk tinggal disini>

Menurut Elliyus walaupun awalnya mereka sangatla asing dengan kedatangan

kami tetapi lama kelamaan mereka juga sudah mulai terbuka dengan kami, bahkan

mahasiswa yang berasal dari daerah lain baik dan mau membantu ketika mau kita

kesulitan dalm mengatasi masalah. Selain itu, jika dilihat dari segi cuaca, tempat

tinggal, dan makanan yang sangat jauh berbeda tetapi Elliyus masih bisa untuk

menyesuaikannya. Inilah caranya untuk dapat beradaptasi dan berinteraksi dengan

mahasiswa yang berasal dari daerah lain.

Mengenai interaksi keluarga, Elliyus sering berkomunikasi terutama

dengan orangtua hampir setiap hari. Hanya waktu liburan tiba, Elliyus pulang ke

kampungnya. Hal ini dikarenakan membutuhkan waktu yang lama dan biaya

transportasi yang sangat mahal harganya.

57
4.3.4 Rince Wenda

Rince Wenda adalah salah satu mahasiswi yang berasal dari dari Papua

yang berkuliah di Universitas Sumatera Utara, Fakultas Ilmu Kesehatan

Masyarakat. Ia lahir di Tembagapura dan telah berumur dua puluh satu tahun. Ia

bersuku Lanny. Sudah tiga tahun ia tinggal di Medan untuk berkuliah.

Alasan Rince untuk memilih berkuliah di USU ini adalah karena rasa ingin

tahu dia tentang USU dan mencoba untuk berkuliah di wilayah Sumatera.

Sebelumnya Rince sudah mencari banyak informasi tentang USU dari internet

maupun dari teman-teman perantauan yang dahulunya tinggal di Medan sehingga

ia memilih kuliah di USU pada pilihan ketiga di saat seleksi program beasiswa

penerimaan mahasiswa baru yang diadakan oleh pemerintah pusat Papua.

Walaupun merasakan perasaan senang tetapi Rince juga takut dan sedih berpisah

dengan orangtua ketika pertama kali sampai di USU.

Setibanya Rince sampai di USU, Rince dan bersama dengan teman-teman

sedaerahnya yang ikut juga berkuliah di USU mengikuti pengarahan-pengarahan

tentang memperkenalkan masyarakat dan lingkungan disini bersama dengan

perwakilan dari pemerintah Papua dan bertempat tinggal di asrama putri USU. Hal

inilah yang menyebabkan Rince mulai bertemu dan berkenalan dengan senior-

senior yang berasal dari Papua maupun yang berasal dari daerah lain.

Awalnya rutinitas yang di lakukan Rince hanya sekitaran asrama dan

kampus dengan mengikuti kegiatan-kegiatan yang di adakan baik dari kampus

seperti mengikuti acara keagamaan maupun dari pihak ikatan mahasiswa dari

Papua itu sendiri. Dengan begitu Rince dapat berteman dengan teman-teman baru

58
yang berasal dari daerah lain. Hal inilah cara Rince untuk dapat beradaptasi

dengan lingkungan sekitar selama berkuliah di USU.

Rince mengakui bahwa ia betah untuk tinggal disini walaupun pada

awalnya ia merasa takut dan tidak percaya diri untuk menghadapi orang-orang

disekitarnya karena Rince merasa takut kalau masyarakat tidak menerimanya

tetapi setelah beberapa lama Rince tinggal di daerah ini, penerimaan masyarakat

sekitar yang dirasakan oleh Rince adalah terbuka, baik dan ramah terhadap

kelompok kami. Rince mengatakan walaupun cara bergaul kami yang beridentik

dengan kasar serta cara berbicara dan bahasa kami yang sulit dimengerti tetapi

Rince tetap berusaha untuk aktif dan belajar menggunakan bahasa Indonesia yang

benar agar bisa berbaur dengan teman-teman yang berasal dari daerah lain. Selain

itu, dari segi makanan, tempat tinggal dan cuaca walaupun sangat berbeda jauh

dengan daerah asal tetapi Rince masih bisa beradaptasinya dan menyukainya.

Mengenai interaksi keluarga, Rince sering berkomunikasi terutama dengan

orangtua hampir setiap hari. Hanya waktu liburan tiba, Rince pulang ke

kampungnya. Hal ini dikarenakan membutuhkan waktu yang lama dan biaya

transportasi yang sangat mahal harganya.

4.3.5 Berlinda Wakerkwa

Berlinda Wakerkwa adalah salah satu mahasiswa yang berasal dari Papua

yang berkuliah di Universitas Sumatera Utara, Fakultas Ilmu Kesehatan

Masyarakat. Ia lahir di Wamena dan telah berumur dua puluh tahun . ia bersuku

Lanny dan telah tinggal di Medan sekitar tiga tahun untuk berkuliah di USU.

59
Salah satu alasan Berlinda berkuliah di USU adalah dari hasil ujian seleksi

beasiswa Afirmasi yang diselenggarakan oleh pemerintahan Papua. Sebelumnya

Berlinda mengetahui tentang USU dari orang tuanya. Perasaan pertama kali yang

dirasakan oleh Berlinda ketika sampai di USU bingung dan sedih karena Berlinda

harus berpisah jauh dan lama dengan orangtuanya demi mengikuti kegiatan

perkuliahan. Berlinda juga tidak berkeinginan untuk kuliah disini. Pada awalnya

Berlinda ingin sekali berkuliah di Jakarta.

Mula-mula rutinitas awal yang di lakukan oleh Berlinda adalah masih

berkeliling wilayah lingkungan asrama dan kampus. Walaupun Berlinda belum

mengetahui kondisi masyarakat disini tetapi Berlinda berusaha untuk berbaur dan

bersosialisasi dengan orang-orang yang ada baik di lingkungan kampus maupun di

asrama. Berlinda juga mengikuti dan aktif sebagai anggota dengan kegiatan-

kegiatan organisasi yang di adakan oleh pihak kampus. Tidak jarang juga Berlinda

terkadang pergi berjalan-jalan dengan mahasiswa yang berasal dari daerah lain

seperti pergi ke Berastagi baik secara pribadi maupun bersama dengan kumpulan

organisasi. Berlinda juga berusaha untuk belajar dengan budaya dari daerah lain

oleh teman-teman kampusnya seperti bahasa Batak begitu juga dengan sebaliknya,

Berlinda juga mengajarkan budayanya ke teman-temannya seperti dari tarian-

tarian daerah, dan sebagainya. Berlinda juga mengatakan bahwa ia telah

mendapatkan teman dekat yang berasal dari daerah lain yaitu dari Aceh.

Berlinda mengakui bahwa ada rasa kurang percaya diri dengan cara

bertingkah laku dan berbicara yang sangat berbeda. Pada awalnya Berlinda

mengakui kalau Berlinda tidak menyukai, tidak terlalu percaya dengan orang

60
yang berada disini dan terkesan terlalu ramai dengan lingkungan disini dan sering

diejekin dengan orang disekitar tetapi Berlinda tetap untuk berusaha bisa berbaur

dengan mereka dan lama kelamaan penerimaan masyarakat sekitar bisa terbuka

dengan masuknya kami yang berasal dari ujung timur bagian Indonesia. Itulah

cara dia untuk dapat berinteraksi dan beradaptasi dengan mahasiswa dari daerah

lain. Selain dari segi pertemanan, dari segi makanan, tempat tinggal dan cuaca

walaupun sangat jauh berbeda dengan daerah asal tetapi Berlinda masih bisa

untuk beradaptasi dan menyukainya. Berlinda mengakui bahwa selama tinggal

disini ia telah betah untuk tin ggal di sini.

Mengenai interaksi keluarga, Berlinda sering berkomunikasi terutama

dengan orangtua hampir setiap hari. Hanya waktu liburan tiba, Berlinda pulang ke

kampungnya. Hal ini dikarenakan membutuhkan waktu yang lama dan biaya

transportasi yang sangat mahal harganya.

4.3.6 Eva Celia Homer

Eva Celia Homer adalah salah satu mahasiswi yang berasal dari Papua

yang sedang berkuliah di Universitas Sumatera Utara. Eva berkuliah di

Universiats Sumatera Utara, Fakultas Ekonomi, Departeman Ekonomi

Managemen. Ia telah berumur dua puluh dua tahun di Monokwari. Ia bersuku

Maibrat yang merupakan Papua bagian barat. Ia telah lama tinggal di Medan

kurang lebih tiga tahun.

Salah satu alasan Eva berkuliah di USU adalah karena dari hasil ujian

Beasiswa Afirmasi yang di selenggarakan oleh pemerintahan Papua. Sebelumnya

61
Eva tidak ada keinginan untuk berkuliah di USU, karena menurut Eva untuk

berkuliah disini terlalu jauh. Eva belum mengetahui tentang USU karena pada

awalnya keinginan Eva adalah bisa diterima kuliah di ITB Bandung pada saat

hasil ujian Beasiswa Afirmasi tersebut keluar. Perasaan Eva pertama kali ketika

sampai di USU sangat bingung. Eva sama sekali tidak mengetahui sama sekali

tentang bagaimana kondisi berkuliah di Sumatera. Eva juga sangat sedih harus

berpisah dengan orangtua untuk berkuliah disini.

Pertama kali Eva datang ke Medan bersama dengan teman-teman yang

berasal dari Papua yang juga akan berkuliah di USU. Ketika mereka datang

kemari, mereka mengikuti pengarahan-pengarahan yang dibuat oleh USU dan

dengan perwakilan dari daerah masing-masing itu sendiri untuk memperkenalkan

lebih dekat lingkungan yang berada disini dan mereka bertempat tinggal di asrama

putrid USU.

Rutinitas awal yang dilakukan oleh Eva adalah hanya sekitar lingkungan

kampus dengan mengikuti kegiatan-kegiatan kampus yaitu ospek. Eva mengakui

kalau pada mulanya Eva sangat malas untuk bisa mengenal dengan lingkungan

sekitar tetapi karena faktor keadaan yang memaksa, perlahan-lahan Eva mau

berbaur dengan lingkungan kampus sehingga Eva mengakui bahwa sangatlah sulit

untuk bisa berbaur dengan lingkungan disini. Dapat dilihat dari segi cara dan

bahasa yang digunakan yang terkadang masih asing didengar dan cara bergaul

mereka yang terkesan lebih mementingkan diri sendiri tetapi walaupun begitu,

penerimaan masyarakat sekitar masih terbuka dengan adanya kami yang sedang

berkuliah disini.

62
Eva juga sudah mendapatkan teman-teman mahasiswi lainnya yang berasal

dari daerah lainnya. Eva juga sudah pernah berkunjung ke daerah asal teman-

teman kampusnya hanya sekedar rekreasi. Mereka sudah sedikit-sedikit

memperkenalkan budaya mereka masing-masing. Eva juga mulai mengikuti

kegiatan organisasi baik yang berasal dari kampus, ikatan mahasiswa asal Papua

maupun dari keagamaan, dan aktif sebagai anggota. Itulah cara Eva dapat untuk

beradaptasi dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar yang sebelumnya sangat

asing sekali bagi Eva.

Eva juga sudah betah untuk tinggal di daerah ini. Hal yang sangat disukai

oleh Eva disini adalah orang-orang disini sangatlah pekerja keras, kemudian Eva

sangat menyukai dari kondisi cuaca, tempat tinggal walaupun yang sangat jauh

berbeda, dan makanan yang mempunyai harga yang relative lebih murah

dibandingkan di daerah asal. Tetapi hal yang tidak disukai oleh Eva di lingkungan

disini adalah terkadang kami masih saja ada yang mengejek tentang kondisi fisik

kami, kemudian sebagian masih ada yang menilai kami kalau kami kasar, selalu

tertutup, tidak mau berbaur dengan orang lain. Padahal tidak menutup

kemungkinan kalau kami selalu terbuka dengan teman-teman yang berasal dari

daerah lain.

Mengenai interaksi keluarga, Eva sering berkomunikasi terutama dengan

orangtua hampir setiap hari. Hanya waktu liburan tiba, Eva pulang ke

kampungnya. Hal ini dikarenakan membutuhkan waktu yang lama dan biaya

transportasi yang sangat mahal harganya.

63
4.3.7 Debora Indriyan

Debora adalah salah satu mahasiswa yang berasal dari daerah lain yaitu

berasal dari Pematang Siantar. Pada saat sekarang ini ia sedang berkuliah di

Universitas Sumatera Utara, Fakultas Ilmu Budaya, Departemen Sastra Inggris. Ia

telah berumur dua puluh tiga tahun. Ia bersuku Batak Toba. Ia telah tinggal di

Medan untuk berkuliah di USU kurang lebih sekitar tiga tahun.

Debora merupakan salah satu mahasiswa yang berasal dari daerah lain

yang ikut tinggal di Asrama Putri USU. Menurut Debora, banyak sekali

mahasiswa yang berasal dari Papua yang tinggal disini. Debora juga salah satu

mahasiswi yang mempunyai teman yang berasal dari Papua. Debora sering

berinteraksi dan bergaul dengan mereka. Mereka sudah menjalani pertemanan

kurang lebih sekitar 1 tahun.

Menurut Debora dengan adanya keberadaan mereka disini sebenarnya

tidak ada yang mengganggu. Debora sangat senang mendapatkan teman yang

berasal dari Papus. Menurut Debora semakin menambah pengetahuan dan

mengenal teman-teman yang berasal dari daerah yang berbeda. Mereka datang

kesini tujuannya untuk belajar. Mereka juga aktif dan berbaur dengan lingkungan

sekitar seperti mengikuti kegiatan-kegiatan dalam organisasi-organisasi yang ada

di USU seperti organisasi keagamaan maupun organisasi dari ikatan mahasiswa

mereka itu sendiri. Menurut Debora cara mereka bergaul dengan lingkungan

sekitar sudah mengikuti nilai-nilai yang ada disini tetapi yang Debora lihat sendiri,

pada awalnya mereka lebih cenderung tertutup, takut dan tidak ramah untuk bisa

bergabung dan bergaul dengan mahasiswa yang berasal dari daerah lain malah

64
terkadang lebih ramah teman-teman yang berasal dari daerah lain yang harus

menyapa duluan untuk bisa bergaul dengan mereka. Mereka mempunyai

kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan di Asrama Putri ini seperti mempunyai

kebiasaan untuk menonton bersama dalam satu kamar khusus untuk mahasiswi

Papua dan menurut dari berita dari mahasiswa lainnya kalau mereka terkadang

sering bertelanjang bulat yang katanya melakukan salah satu dari adat mereka.

Debora sudah cukup lama bergaul dengan mereka. Menurut Debora

terkadang mereka masih mengikuti kebiasaan-kebiasaan yang berasal dari adat

mereka sendiri. Mereka juga mau mengajarkan budaya-budaya mereka sendiri

seperti dari segi bahasa, tarian, dan sebagainya. Walaupun terkadang dari segi cara

mereka berbicara kasar dan sulit dimengerti tetapi sebenarnya mereka mau dan

terbuka untuk bergaul dengan mahasiswa yang berasal dari daerah lain.

4.3.8 Mukti Amsar

Mukti Amsar adalah salah satu mahasiswa yang berasal dari daerah lain

yaitu berasal dari Kisaran. Pada saat sekarang ini ia sedang berkuliah di

Universitas Sumatera Utara, Fakultas Pertanian, Departeman Agribisnis. Ia telah

berumur dua puluh tiga tahun. Ia bersuku Batak Toba. Ia telah tinggal di Medan

untuk berkuliah di USU kurang lebih sekitar lima tahun.

Ia memiliki teman mahasiswa yang berasal dari Papua yang bernama UTA

yang menjadi junior di Fakultas Pertanian. Mereka sudah berteman layaknya

senior dan junior di jurusan Agribisnis selama kurang lebih 2 tahun. Interaksi

mereka terjalin ketika mengerjakan tugas-tugas kuliah, kuliah bersama, tugas

65
kelompok dan kegiatan kuliah lainnya. Mereka kebanyakn sering bertemu di

kampus.

Dirinya melakukan tidak melakukan kesulitan ketika berinteraksi dengan

mahasiswa asal Papua yang dikarenakan kebetulan mahasiswa asal Papua tersebut

dapat berbahasa Indonesia dengan baik. Jadi ketika mereka berinteraksi tetap

menggunakan bahasa Indonesia sehari-hari di lingkungan kampus. Dirinya

menggambarkan bahwa mahasiswa asal Papua tersebut sama dengan mahasiswa

asal daerah lain, kulit sama hitam, gigi sama putih, kemungkinan karena masih

ada mahasiswa asal lainnya yang belum bisa berbahasa Indonesia dengan baik jadi

yang menyebabkan dirinya jarang berinteraksi dengan mahasiswa asal Papua

lainnya. Salah satunya adalah keterbatasan di interaksi.

Sebenarnya dirinya tidak terlalu suka banyak teman, tetapi ingin belajar

dan berbagi pengalaman dengan mahasiswa yang berasal dari daerah lain, baik

dari Papua bahkan sampai luar negeri karena bisa saja dirinya yang mengajarkan

bahasa Indonesia kepada mereka mahasiswa asal Papua untuk belajar berbahsa

Indonesia karena diperkuliahan yang digunakan adalah bahasa Indonesia bukan

bahasa local jadi semua mahasiswa dari asal manapun harus bisa berbahasa

nasional yaitu bahasa Indonesia. Hal ini yang menyebabkan dirinya mau berteman

dengan mahasiswa asal Papua apalagi untuk cerita atau bahasan tentang pertanian.

Di Papua lahan pertanian terbuka lebar jadi masih asri sehingga dapat berbagi

cerita mereka dengan dirinya tentang Papua yang memiliki keindahan alam yang

masih terjamin dan terjaga. Jadi kemungkinan dirinya lebih sering membahas

masalah pertanian dengan mahasiswa asal Papua tersebut.

66
4.3.9 Ira

Ira adalah salah satu mahasiswi yang berasal dari daerah lain yaitu berasal

dari Kota Medan. Pada saat sekarang ini ia sedang berkuliah di Fakultas Ilmu

Budaya Departemen Sastra Inggris. Ia telah berumur dua puluh dua tahun. Ia

bersuku Jawa. Ia telah tinggal di Medan untuk berkuliah di USU kurang lebih

sekitar tiga tahun.

Ia memiliki teman mahasiswa yang berasal dari Papua yang bernama

Belinda. Mereka bertemu pada saat acara pertukaran mahasiswa USU di Fakultas

Ilmu Budaya. Mereka berkenal dan saling berinteraksi. Dirinya menggambarkan

mahasiswa yang berasal dari Papua sebagian ada yang lancar dalam berbahasa

Indonesia dan ada juga yang masih belum. Hal ini disebabkan karena dirinya

jurusan sastra Inggris maka mahasiswa asal Papua ini mau belajar bahasa Inggris

tetapi untuk itu, dirinya memastikan bahwa mahasiswa asal Papua tersebut bisa

berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Dirinya tertarik untuk mengajarkan

dan memperkenalkan bahasa Inggris tersebut karena bahasa Inggris adalah bahasa

internasional semua kalangan mahasiswa yang berasal dari daerah manapun

setidaknya harus bisa dan tau berbahasa Inggris. Tidak nutup kemungkinan

mahasiswa yang berasal dari papua tersebut.

Dirinya juga merasa nyaman berteman dan berkenalan dengan mahasiswa

asal Papua bersama dengan teman lainnya sering untuk main ke asrama putri yang

menjadi tempat tinggal para mahasiswa asal Papua. Hal yang menarik bagi dirinya

adalah bagaimana bisa bersatu dengan teman asal Papua dan yang lain dengan

berinteraksi menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris ketika saling

67
bertemu baik di kampus maupun di luar kampus. Kenyamanan itu terjalin karena

dirinya sangat senang mempunyai banyak teman dan mendapatkan pengalaman

dengan mahasiswa asal Papua tersebut yang sedang berkuliah di USU yang sama

dengan dirinya walaupun dirinya dengan mereka tidak satu jurusan.

Selain di kampus, karena sesama perempuan jadi sering bertemu diluar

urusan kampus dan kuliah misalnya untuk pergi makan dan jalan bersama di sore

hari di lingkungan USU. Dirinya sangat senang karena sedikit banyaknya

diperkenalkan budaya suku asal Papua dan menjadi tambahan pengetahuan bagi

dirinya tentang keragaman local Indonesia. namun demikian dirinya juga

mempunyai teman di luar yang berasal dari daerah lainnya lagi jadi pertemanan

dirinya tidak hanya dengan mahasiswa asal Papua tetapi juga mahasiswa dari

daerah lain. Kemudian mereka juga saling bertemu an berkumpul, berbagi

pengalaman, dan belajar bersama-sama. Ini dilakukan pada sore hari setelah

selesai waktu kuliah hanya untuk menghilangkan penat dan rekreasi bersama

walau hanya di dalam lingkungan kampus USU. Dirinya menginginkan untuk bisa

tidak hanya memiliki teman hanya satu saja. Dirinya bisa berteman dengan

siapapun baik dengan menggunakan bahasa Indonesia ataupun bahasa Inggris.

Yang tidak menutup kemungkinan untuk dirinya diajarkan bahasa local Papua

dengan mereka, misalnya untuk mengutarakan interaksi sehari-hari. Maka dari itu

dirinya juga ingin belajar dengan mahasiswa asal Papua tersebut.

68
4.3.10 Eko Sunantri

Eko Sunantri adalah salah satu mahasiswa yang berasal dari daerah lain

yaitu berasal dari Perdagangan. Pada saat sekarang ini ia sedang berkuliah di

Universitas Sumatera Utara, Fakultas Farmasi. Ia telah berumur dua puluh dua

tahun. Ia bersuku Jawa. Ia telah tinggal di Medan untuk berkuliah di USU kurang

lebih sekitar empat tahun.

Eko juga memiliki teman mahasiswa yang berasal dari Papua satu jurusan

dan junior dirinya di Fakultas Farmasi. Dirinya dengan mereka bertemu ketika ada

urusan kuliah,semisal di Farmasi itu ada praktik di laboratorium. Dalam hal

interaksi dirinya menggunakan bahasa Indonesia dengan mahasiswa asal Papua

teserbut walau awalnya,mahasiswa asal papua tersebut tidak terlalu lanvar berbaha

Indonesia. Dirinya senang memiliki teman yang berasal dari daerah lain apalagi

Papua yang jauh disana,dan untuk belajar Ilmu Farmasi di USU ini. Hal ini yang

membuat ketertarikan dirinya untuk mau berteman dan berkenalan dengan

mahasiswa asal Papua tersebut. Tidak ada kesulitan yang berarti walau harus

mengajarkan dan memberitahukan tentang hal-hal yang berkaitan dengan Farmasi

harus perlahan,mungkin istilah-istilah Farmasi banyak yang menggunakan istilah

asing dan medis. Jadi harus lancar bahasa Indonesia terlebih dahulu. Mereka mau

belajar dengan dirinya,dan terkadang saling bertukar pikiran dan berharap mereka

bisa menjalin hubungan pertemanan dengan baik. Karena sejatinya,bahwa

menurut dirinya sama tidak ada yang membedakan hanya perkara asal dari

manaya. Mau dari Papua mau dari daerah lain kalau mau belajar,dirinya juga

mamu mengajarkannya dengan baik. Baik mahasiswa asal Papua dan mahasiswa

69
asal lainnya. Yang terkadang juga mereka belaja dan berkumpul bersama,tidak

hanya sebatas membahas masalah perkuliahan dan hal lain sebagainya.

4.4 Latar Belakang Hadirnya Mahasiswa Asal Papua Di USU.

Mahasiswa asal Papua hadir di Universitas Sumatera Utara melalui

program pemerintah yang disebut dengan Beasiswa Afirmasi. Hal ini merupakan

salah satu proses untuk pemerataan sosial masyarakat dalam dunia pendidikan dan

perkembangan daerah Papua. Universitas Sumatera Utara mulai menerima

mahasiswa Afirmasi sejak tahun pertama diadakan yaitu tahun 2012 dengan

jumlah mahasiswa 18 orang sebagai angkatan I, 2013 sebagai angkatan kedua

berjumlah 11 orang, sedangkan 2014 untuk angkatan III berjumlah 17 orang yang

tersebar di 9 Fakultas yaitu Fakultas Kedokteran, Fakultas Kesehatan Masyarakat,

Fakultas Keperawatan, Fakultas Kedokteran Gigi, Fakultas Farmasi, Fakultas

Ilmu Budaya, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Fakultas Pertanian, dan Teknologi

Universitas Sumatera Utara. Seluruh mahasiswa asal Papua tinggal di Asrama

Putra untuk mahasiswa asal Papua yang berjenis kelamin laki-laki, dan asrama

putri untuk mahasiswa asal Papua yang berjenis kelamin perempuan. Mereka juga

diberikan biaya hidup per bulannya. Hal ini seperti yang diutarakan informan yang

bernama Eva:

“…kami sebulan kira-kira sampeklah dua juta kaka. Itu ada yang
berasal dari pemerintah pusat ka, dari provinsi, dan dari
pemerintah kabupaten. Belum lagi dari orangtua sendiri. Jadi
kurang lebih ya..segitula kaka…”

70
Berdasarkan hasil wawancara di atas, bahwa semua mahasiswa asal Papua

yang mendapatkan beasiswa Afirmasi dan sedang berkuliah di luar daerah Papua

mendapatkan biaya hidup yang diberikan oleh pemerintah baik dari pemerintah

pusat, pemerintah provinsi maupun dari pemerintah kabupaten.

Selajutnya, setelah selesai kuliah mereka ini diharapkan untuk kembali ke

Papua membangun daerah asal mereka sesuai dengan disiplin ilmu mereka

masing-masing seperti hal yang diutarakan saudara Uta :

“…aku kuliah pertanian cuma untuk bisa membangun pertanian


dan mengelolanya dengan baik di Papua sana ka. Jadi ilmu yang
kudapatkan disini tidak kusia-siakan disana pas waktu balik ke
kampung nanti…”

Berdasarkan hasil wawancara di atas, bahwa salah satu tujuan mahasiswa

asal Papua tersebut berkuliah di luar daerah Papua hanya untuk kembali dan

membangun potensi daerahnya masing-masing sesuai dengan ilmu yang mereka

dapatkan dan terapkan di daerah mereka nantinya. Banyak hal yang menjadi

harapan mahasiswa asal Papua yang berkuliah di Universitas Sumatera Utara.

Salah satunya adalah menjadi sumber daya manusia yang mampu bersaing untuk

membangun daerah asalnya ataupun bersaing dengan mahasiswa dari daerah

lainnya. Tujuannya untuk selain sumber daya manusia yang mampu bersaing

namun juga bisa berkompetisi secara professional, tidak memandang dari daerah

mana mahasiswa itu berasal. Maka dari itu keberhasilan dalam beradaptasi dan

berinteraksi yang akan menjadi patokan dimana mahasiswa asal Papua tersebut

tinggal dan menempuh pendidikan. Sebagai salah satu contoh mahasiswa asal

Papua yang kuliah di Universitas Sumatera Utara.

71
4.5 Adaptasi Mahasiswa Asal Papua.

Mahasiswa asal Papua yang datang ke Medan sebagai suatu lingkungan

baru mungkin akan menghadapi banyak hal yang berbeda seperti cara berpakaian,

bertingkah laku, cara berbicara, cuaca, makanan, bahasa, orang-orang, sekolah

dan nilai-nilai yang berbeda. Apalagi, budaya tidak hanya meliputi cara

berpakaian maupun bahasa yang digunakan, namun budaya juga meliputi etika,

nilai, konsep keadilan, perilaku, hubungan pria wanita, konsep kebersihan, gaya

belajar, gaya hidup, motivasi bekerja, ketertiban lalulintas, kebiasaan dan

sebagainya (Mulyana dan Rakhmat, 2005: 97).

Menurut Winata (2014), mahasiswa yang dapat menyesuaikan diri dengan

individu lain adalah mahasiswa yang mudah bergaul dan pandai membawa diri

dengan lingkungan social yang baru. Penyesuaian diri terhadap individu antara

satu sama lain merupakan indikator keberhasilan mahasiswa dalam berinteraksi di

masyarakat dan lingkungan. Sedangkan secara operasional, mahasiswa yang

sukses beradaptasi terhadap lingkungan kampus adalah mahasiswa yang mampu

menjalankan perannya yakni belajar. Sebagai penunjang kesuksesan mahasiswa

dalam beradaptasi dilingkungan kampus mahasiswa dituntut untuk dapat

mengembangkan diri dengan cara aktif kuliah, mengerjakan tugas, belajar

kelompok dan memanfaatkan perpustakaan.

Adaptasi mahasiswa Asal Papua disini digambarkan dengan cara mereka

dapat menyesuaikan diri dengan cuaca, iklim, makanan, minuman, air, sarana

prasarana, bahasa dan budaya local, lingkungan sosial, tempat tinggal, orang-

orang disekitar dan orang-orang dari daerah lainnya dan ekonominya. Tetapi

72
dengan semua perbedaan yang ada, mereka harus tetap bisa beradaptasi dengan

lingkungan yang berbeda. Adaptasi yang dilakukan oleh para mahasiswa asal

Papua merupakan aktifitas yang dilakukan untuk mengarah ke suatu tujuan, yaitu

proses sosialisasi untuk terciptanya harmoni kelompok, sedangkan aktifitas untuk

adaptasi merupakan aktifitas tujuannya.

4.5.1 Adaptasi Mahasiswa Asal Papua terhadap Alam (cuaca, iklim,

makanan, minuman, air, sarana dan prasarana)

Adapun penyesuaian adaptasi mahasiswa asal Papua terhadap alam

merupakan hal pertama yang terjadi ketika mereka pertama kali sampai di kota

Medan khususnya di Universitas Sumatera Utara (Asrama Putra dan Putri).

Mereka ada yang buta sama sekali mengenai tentang wilayah Medan. Mereka

hanya mengetahui kalau tempat itu adalah sangat jauh dari mereka tinggal. Hal ini

tergambarkan dari lamanya perjalanan dan rasa capek secara fisik dan tentunya

keadaan alam Papua dan Sumatera jelas berbeda.

Hal ini seperti yang diutarakan informan Berlinda,yaitu :

“…iya kaka, ketika sudah sampai disini kaka, Medan ini sungguh
panas kaka. Tidak seperti disana dingin karena saya tinggal di
bawah kaki gunung Jayawijaya yang atasnya ada saljunya kaka,
jadi dingin terlalu daripada disini…”

Berdasarkan hasil wawancara salah satu informan diatas adalah jarak yang

mereka tempuh untuk belajar ke wilayah ini sangatlah jauh. Hal ini dapat dilihat

dari jarak rata-rata yang ditempuh untuk ke daerah ini memerlukan waktu seharian

penuh. Dengan jarak yang terlalu jauh tentunya kondisi keadaan alam sangat jauh

73
berbeda dengan daerah asalnya. Hal inilah yang menyebabkan mahasiswa asal

Papua harus dapat menyesuaikan diri mereka selama belajar di Universitas

Sumatera Utara.

Selain itu, dalam hal makanan dan minuman sangat jauh berbeda dengan

di Papua. Terdapat beranekaragam pilihan untuk ingin makan, minum dengan rasa

yang berbeda dengan harga yang sangat terjangkau pula. Untuk makanan sendiri,

mahasiswa asal Papua tidak terlalu terkejut dengan adanya perbedaan cita rasa

dari makanan yang ada disini. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Paskalis :

“…saya suka pedas kaka, jadi saya tidak terlalu kaget dengan rasa
masakan yang ada disini kaka. Hanya disini banyak yang mau
pilih-pilih dimakan misalnya rending dan sambal…”

Berdasarkan hasil wawancara di atas bahwa mahasiswa asal Papua

tersebut dapat menyesuaikan dengan cita rasa makanan yang berada di daerah ini.

Rasa pedas menjadi ciri khas dan hal yang sama disini dengan yang ada di Papua,

hanya beda di jenis makanan, masakan dan harganya saja.

Kemudian dari segi pengairan di Medan dengan yang ada di Papua

sangatlah berbeda. Hal ini sesuai dengan yang diutarakan oleh Berlinda :

“…biasanya kan kaka, air dikampung kami lebih banyak memakai


air dari pegunungan kaka, mungkin karena kampung kami di
daerah pegunungan ya kaka..tapi ya setau kami kebanyak
manfaatkan air dari alam sih kaka. Makanya air disana dingin
bersih dan lancar aja kaka…”

Berdasarkan hasil wawancara di atas bahwa dari segi pengairan bahwa

perbeedaan disana masih banyak menggunakan pengairan secara tradisional yaitu

74
memanfaatkan air dari gunung sedangkan di sini terutama di asrama yang menjadi

tempat tinggal mereka menggunakan PAM atau air sumur bor.

Mengenai sarana dan prasarana di Medan lebih ramai dibandingkan di

Papua dalam artian memang sama-sama memiliki pendatang dari luar kota yang

menjadikan Kota Medan adalah kota metropolitan dan sebagai contoh terdapatnya

sarana-sarana hiburan yang tersedia baik indoor maupun outdoor. Hal ini seperti

yang diungkapkan oleh Rince :

“…sarana dan prasarana yang ada di Medan cukupla lengkap


kaka bagi kami. Sangat jauh beda dengan yang ada di Papua kaka.
Berbagai hiburan ada. Kemudian mau kemana-mana dan mau
ngapa-ngapai semuanya serba ada. Tinggal kita milih aja
kaka.contohnya selain tempat hiburan seperti mall, disini banyak
tempat fotokopy, warnet, banyak yang jual pulsa, itu semuakan
dapat mempermudah kita dalam mengurusi urusan kampus kaka.
Itu juga yang membuat saya tidak kesusahan disini…”

Berdasarkan wawancara informan diatas bahwa banyaknya sarana dan

prasarana yang terdapat di kota Medan ini dapat membantu khususnya bagi

mahasiswa asal Papua dalam mempermudah setiap aktifitasnya. Selain itu,

banyaknya terdapat hiburan yang telah disediakan untuk memanjakan setiap

masyarakat yang berada di Kota Medan juga menjadi faktor penarik banyaknya

mahasiswa asal dari daerah lain khususnya asal Papua untuk menempuh

pendidikan di Universitas Sumatera Utara Kota Medan walaupun di Papua itu

sendiri masih ada universitas negeri tetapi mereka lebih memilih untuk keluar dan

akhirnya memilih atau sampai di Universitas Sumatera Uta

75
4.5.2 Adaptasi Mahasiswa Asal Papua terhadap Lingkungan Sosial (Bahasa,

Budaya Lokal, Orang-orang disekitar dan Tempat Tinggal).

Penyesuaian mahasiswa asal Papua terhadap lingkungan sosialnya dapat

dilihat dari proses pertama kali hadir atau sampai di Universitas Sumatera Utara

seperti bahasa dimana di Kota Medan terdapat banyaknya berbagai bahasa local

atau daerah seperti bahasa Batak, Bahasa Melayu, Bahasa Jawa, Bahasa Cina,

Bahasa Gaul Medan dan bahasa-bahasa lainnya. Hal ini seperti yang disampaikan

oleh Paskalis :

“…dulu pertama kali saya sangat susah untuk bisa berbicara


dengan menggunakan bahasa Indonesia dengan lancar karena
pengaruh logat daerah aku kaka. Jadi sering kali teman-teman aku
yang berasal dari daerah lain kurang mengerti akan perbincangan
aku kaka…”

Berdasarkan hasil wawancara di atas bahwa mahasiswa yang berasal dari

Papua tersebut mengakui sangatlah sulit untuk bisa beradaptasi dari segi bahasa

dibandingkan dengan mahasiswa-mahasiswa dari daerah lainnya. Hal ini

dipengaruhi oleh logat dari bahasa daerah mereka sendiri. Tetapi dengan begitu

mahasiswa asal Papua terus mencoba terus belajar dan beradapatsi dengan bahasa

yang digunakan di daerah ini karena bahasa menjadi patokan utama seseorang

individu untuk dapat beradaptasi ditempat tinggalnya demikian juga untuk proses

interaksinya.

Dalam hal ini mereka juga harus bisa beradaptasi dengan budaya local

yang ada disini misalnya saja disana masih ada yang tidak mengenakan pakaian

baik perempuan maupun laki-laki karena sifatnya yang masih tradisional. Disini

76
semua orang sudah memakai pakaian baik perempuan maupun laki-laki, diluar

maupun didalam rumah, baik ketika menjalankan aktifitas ataupun rutinitas.

Selain itu terdapat bercampurnya budaya seperti akulturasi dan asimilasi

yang terjadi disini, bisa saja mahasiswa asal Papua berteman kemudian

mempelajari dan mengetahui budaya dari mahasiswa yang berasal dari daerah lain.

Sebagai contoh, jika dilihat dari segi budaya pertanian baik dilihat dari cara

menanam, memanen, dan hasil pertaniannya. Misalnya mahasiswa asal Papua

yang kuliah di jurusan pertanian yang akan mengelola hasil pertanian dengan baik

setelah dia belajar dan kuliah di jurusan pertanian USU. Hal ini seperti yang

diungkapkan oleh Uta salah satu informan yang berasal dari pertanian:

“…berbicara untuk mengelola pertanian, biasanya kan kaka


disana masih banyak menggunakan alat0alat tradisional berbeda
dengan yang disini yang menggunakan alat modern. Kalaupun ada
alat-alat modern disana masih sedikit disana jumlahnya. Jadi
rencana dan harapannya saya bisa memodernkan alat-alat
produksi pertanian disana dengan ilmu yang didapat disini…”

Hal ini ditambahkan oleh informan Rince jurusan Kesehatan Masyarakat :

“…kami sebagai perempuan disana kaka biasanya kalau tidak


sekolah ataupun pulang sekolah biasanya kami pergi ke lading.
Kami sudah biasa begitu ka.. mau perempuan mau laki-laki yang
penting kami ke ladang. Mungkin beda dengan orang yang ada
disini, pulang sekolah bisa jalan-jalan ke kota bersama dengan
teman-teman…”

77
Berdasarkan hasil wawancara di atas menunjukan bahwa budaya lokal

antara di Papua dengan budaya daerah sini jelas berbeda. Perbedaan itu hanya

sebagai bentuk keragaman budaya Indonesia dan di dalam penelitian ini hanya

sebagai pendukung dalam proses sosial adaptasi mahasiswa asal Papua tersebut.

Mengenai tempat tinggal dan orang-orang di sekitar, mereka harus mampu

menyesuaikan diri karena hal tersebut untuk waktu jangka yang lama. Mereka

harus tinggal di asrama (putra ataupun putri) dengan orang-orang di sekitaran

tempat tinggal yang baik berasal dari Papua ataupun dari daerah lainnya. Sebagai

contoh, mereka harus saling mengenal setidaknya identitas mahasiswa asal daerah

lain yaitu nama, asal orang tersebut, dan identitas lainnya. Hal ini untuk

kepentingan keberlangsungan hidup selama tinggal di tempat tersebut seperti yang

diutarakan salah satu informan UTA yang mengatakan bahwa :

“…ya, namanya disini kami pendatang, pastinya perlu banyak


untuk kenal orang disini. Kan, gak mungkin kami gak punya teman.
Tidakpun teman kuliah hanya sekedar berkenalan pun bisa agar
tidak dilihat sebagai orang yang sombong. Sebenarnya tidak kami
saja yang berkenalan duluan begitu juga dengan orang lain yang
mau berkenalan dengan kami…”

Berdasarkan hasil wawancara di atas, mahasiswa asal Papua harus bisa

membiasakan diri dengan tempat tinggal asrama baik putra maupun putri,

mematuhi peraturan, menjaga ketertiban dan fasilitas yang diberikan selama

tinggal. Harus memiliki sikap ramah tamah agar tidak terkesan sombong dan

sendiri, begitu juga sebaliknya dengan mahasiswa yang berasal dari daerah lain.

Hal ini menjadi patokan agar kesan pertama ketika berkenalan dengan orang lain

78
yang bukan berasal dari Papua merupakan penerimaan sosial yang baik. Sebagai

contoh mahasiswa asal Papua setidaknya harus bisa berkenalan dengan mahasiswa

atau orang dari daerah lain agar proses adaptasi dan penyesuaian dirinya terhadap

lingkungan sosialnya baik. Setidaknya orang lain tersebut paling tidak bisa

menggambarkan atau menjelaskan kepada mahasiswa asal Papua mengenai

keadaan dan kondisi sosial di Universitas Sumatera Utara.

4.5.3 Pola Adaptasi Mahasiswa Asal Papua terhadap Mahasiswa dari Daerah

Lain.

Adapun yang menjadi dasar utama dalam adaptasi mahasiswa asal Papua

dengan mahasiswa yang berasal dari daerah lain yaitu proses penyesuaian diri

mahasiswa asal Papua dengan bahasa, tingkah laku dan gaya hidup mahasiswa

dari daerah lain. Bila mana bahasa adalah alat utama seorang individu sebelum

dan sesudah ketika menginginkan untuk beradaptasi dan berinteraksi dengan

mahasiswa dari daerah lainnya.

Kemudian solusi yang diberikan adalah dengan adanya pendampingan dari

senior mahasiswa asal Papua yang terlebih dahulu sudah berada disini. Misalnya

menceritakan tentang keberadaan dan keadaan sosial orang-orang yang berada

disini beserta keanekaragamannya. Selanjutnya, mereka yang datang kesini tidak

sendirian, namun mereka datang bersama-sama dengan mahasiswa asal Papua

lainnya yang juga berkuliah di Universitas Sumatera Utara melalui program

beasiswa Afirmasi yang dibuat oleh pemerintahan daerah sebagai salah satu

program memajukan daerahnya. Pemerintah tersebut bertanggung jawab

79
membawa mereka dari sana sampai disini serta memberikan hak dan kewajiban

mereka selama mereka disini. Selain itu, selama mahasiswa asal Papua berada

disini, mereka harus mengikuti segala jenis kegiatan dan program yang diadakan

oleh penyelenggara seperti kegiatan penyambutan mahasiswa baru yang berasal

dari Papua yang dibuat baik dari pihak kampus ataupun organisasi mahasiswa asal

Papua tersebut.

Adapun kegiatannya tidak hanya sekedar penyambutan tetapi orientasi

yang menunjukan tentang kehidupan sosial disini misalnya sebagai contoh,

perkenalan satu sama lain, saling mengenal, dan menghadapi kehidupan sosial

ekonomi disini. Hal tersebut menjadi patokan agar mereka mahasiswa asal Papua

bisa menjalani proses adaptasi atau penyesuaian diri dari lingkungan yang berada

di Papua dengan yang berada disini. Kegiatan-kegiatan tersebut masih relatif

dilakukan dengan hal-hal yang berkaitan dengan pembentukan dan motivasi diri

karena berkaitan dengan selama pembelajaran tentang proses yang akan mereka

jalani disini yaitu berkuliah di Universitas Sumatera Utara. Seperti yang di

ungkapkan oleh salah satu informan Eva :

“…namanya kami baru datang, masih buta disini. Wajar para


kaka-kaka yang sudah disini menceritakan kepada kami
bagaimana orang-orang disini kaka…”

Berdasarkan hasil wawancara di atas melihat bahwa betapa pentingnya

penyesuian diri tersebut karena hal ini terkait dengan berperilaku dan bertingkah

laku ke depannya selama mereka berada disini. Selanjutnya tingkah laku dapat

80
memperlihatkan nilai dan norma yang terdapat di tempat tinggal yang sekarang

yaitu di asrama. Penyesuaian tingkah laku tersebut seperti:

1. Membiasakan diri untuk mematuhi peraturan yang terdapat di asrama.

2. Menjaga kebersihan, keamanan dan ketertiban di dalam asrama.

3. Menjalin hubungan baik terhadap sesame penghuni asrama.

Dari ketiga hal diatas merupakan salah satu contoh bagaimana mahasiswa

asal Papua untuk dapat beradaptasi dengan mahasiswa dari daerah lain dengan

tingkah laku yang baik pula. Dengan demikian bilamana tingkah laku yang baik

akan menciptakan image yang baik pula yang diciptakan oleh mahasiswa asal

Papua agar terciptanya harmonisasi sosial dengan mahasiswa yang berasal dari

daerah lain. Hal ini diutarakan oleh Debora yaitu mahasiswa yang berasal dari

Pematang Siantar :

“…pertama kali ketemu dengan anak-anak Papua, mereka ramah


sih..Cuma sebagian ada yang bahasa Indonesia nya lancar dan
ada yang nggak. Jadi akupun pertama-tama agak takut siy.. tapi
pandai-pandai la kita becakapsama orang itu. Baik-baik kok
orangnya kalau sudah kenal. Intinya Cuma perkara becakap
saja…”

Hal ini di tambahkan oleh Eva, informan mahasiswa asal Papua :

“…kami kaka memang diakui masih ada yang susah pakai bahasa
Indonesia, kebanyakan masih banyak yang pakai logat Papua.
Apalagi kalau jumpa sama kawan sesama dari Papua. Jadi
kebanyakan make bahasa daerah…”

81
Berdasarkan wawancara diatas menggambarkan bawasannya betapa

pentingnya menjaga sikap baik tingkah laku dan perilaku sehari-hari dalam

bersosialisasi satu dengan yang lain. Selain itu, banyak kesempatan untuk bertemu

dengan orang lain, melakukan hal-hal yang menjadi kebutuhan dalam proses

adaptasi dan interaksi selama mereka bertemu dan melakukan proses interaksi

tersebut.

Berbicara mengenai gaya hidup jelas berbeda terhadap orang yang berada

disini dengan orang yang berada di Papua. Sama seperti halnya dengan adaptasi

bahasa, intonasi bisa sama kerasnya tetapi logat, makna dan arti jauh berbeda.

Maka dari itu mahasiswa asal Papua tersebut harus mampu menyesuaikan dirinya.

Hal tersebut berkaitan dengan hal yang mengenai gaya hidup yaitu proses

penyesuaian diri mahasiswa asal Papua dengan kondisi atau keadaan gaya hidup

di daerah ini seperti yang diutarakan oleh Berlinda :

“…kami terbiasa disana matahari terlihat itu ketika jam 11 siang


kaka, karena masih terselimuti oleh kabut gunung, jadi kami mulai
beraktifitas jam 11 siang setelah adanya matahari. Belum lagi
yang memang masih tinggal di balik pegunungan yang kadang
sinar matahari tidak sampai…”

Menurut penuturan diatas, setelah sampai di Medan mereka harus

menyesuaikan diri dengan keadaan seperti keramaian, kegaduhan, aktifitas di pagi

hari dan kebiasaan-kebiasaan lainnya. Apalagi di asrama harus bangun pagi untuk

bersiap-siap menjalani aktifitas di kampus dan membereskan kamar di asrama

masing-masing. Hal ini terkait dengan peraturan-peraturan yang berlaku di

Universitas Sumatera Utara dan di asrama.

82
Kemudian jika dilihat dari segi pakaian yang digunakan oleh mahasiswa

asal Papua masih sama atau sesuai dengan mahasiswa pada umunya. Namun hal

ini sangat berbeda halnya dimana jika dilihat dari asalnya. Di Papua juga masih

terdapat beberapa sekelompok orang yang masih tidak menggunakan pakaian.

Beda halnya dengan orang yang berada disini, semuanya memakai pakaian

lengkap dan menutupi badannya. Tolak ukur gaya hidup juga dapat dilihat dari

keseharian aktifitas dan rutinitas mahasiswa asal Papua dan mahasiswa dari

daerah lain. Ada yang terbiasa mengikuti kegiatan seperti main futsal, kegiatan

agama, dan kegiatan kampus atau kegiatan bersama lainnya. Meskipun demikian

mereka harus terbiasa dengan hal tersebut yang sangat berbeda di tempat mereka

berasal, yang terkadang hanya menghabiskan waktu untuk melakukan aktifitas

pertanian. Tetapi tidak menutup kemungkinan juga hal disini juga bisa mereka

melakukan disana namun pasti hanya sesama mereka orang Papua. Kalau di sini

mereka berbaur dengan satu sama lain dan mereka menyesuaikan dirinya sesuai

dengan kondisi dan keadaan di Universitas Sumatera Utara.

4.5.4 Adaptasi Mahasiswa Asal Papua terhadap Ekonomi.

Mengenai adaptasi ekonomi yang kita ketahui bahwasannya mahasiswa

asal Papua yang hadir di Universitas Sumatera Utara dikarenakan adanya

beasiswa Afirmasi dari pemerintah Papua. Hal ini yang nota bene semua

keperluan dan kebutuhan hidup para mahasiswa asal Papua dipenuhi oleh

Pemerintah. Kemudian, mereka memanfaatkannya dengan sebaiknya, ada yang

bergantung dari uang saku dari pemerintah dan ada juga yang mendapat tambahan

83
atau kiriman dari orang tua di Papua. Secara tidak langsung mereka harus juga

pandai memanajemen keuangan mereka selama mereka tinggal disini. Kaitannya

dengan penghematan sesuai dengan kebutuhan sehari-harinya. Hal yang menjadi

patokan adaptasi ekonomi adalah kebiasaan mereka saat mengelola keuangan

secara pribadi sebelum atau setelah berada di Universitas Sumatera Utara ini. Dari

pada itu, kesemuanya menjadi tanggung jawab pribadi masing-masing karena

keperluan hidup sehari-hari mereka sendiri yang tahu jadi sedikit banyaknya

merekalah yang memanajemen keuangan sesuai dengan kebutuhan hidupnya

selama tinggal di asrama dan kuliah di Universitas Sumatera Utara. Hal ini

diutarakan oleh Uta sebagai berikut :

“…kami disini memang semuanya ditanggung oleh pemerintah


kaka, tapi ya pandai-pandai kamilah kaka untuk mencukupi biaya
disini, lagian kami jauh dari orangtua, sebagian tidak ada
keluarga disini…”

Berdasarkan hasil wawancara diatas menunjukan bahwa semua proses

sosial ekonomi mahasiswa asal Papua sepenuhnya menjadi tanggungjawab

pemerintah melalui program beasiswa ini. Daripada itu, mereka harus bisa

mengelola semua jenis proses sosial ekonomi yang berkaitan dengan jual beli,

simpan pinjam dan pengelolaan keuangan yang lebih bersifat mandiri apalagi

mereka jauh dari orang tua ataupun saudara sehingga tidak menutup kemungkinan

mereka sendiri yang harus belajar untuk mengelola keuangan dan segala jenis

kebutuhan yang berkaitan dengan uang harus baik.

84
4.6 Interaksi Sosial Mahasiswa Asal Papua.

Interaksi dalam penelitian ini merupakan salah satu hal yang erat kaitannya

dengan adaptasi. Interaksi sosial mahasiswa asal Papua adalah proses timbal balik

untuk terjalinnya hubungan sosial antara mahasiswa asal Papua dengan

mahasiswa asal daerah lain. Hal ini dapat menciptakan sebuah interaksi sosial

yang bersifat langsung dan tidak langsung.

Adapun salah satu yang melandasi interaksi sosial adalah teori

interaksionis simbolik seperti yang dinyatakan oleh Blummer (2007), istilah

interaksionis simbolik menunjuk kepada sifat khas dari interaksi manusia

khususnya adalah bahwa manusia atau individu saling menerjemahkan dan saling

mendefenisikan tindakan dan bukan hanya sekedar reaksi belaka dari tindakan

orang lain. Tanggapan seseorang tidak dibuat secara langsung ataupun tidak

langsung tetapi didasarkan atas makna yang diberikan terhadap orang lain tersebut.

Dengan demikian, sinkronisasi interaksi sosial tidak dapat dipisahkan dengan

proses sosial lainnya seperti dalam penelitian ini yaitu interaksi sosial dengan

adaptasi yang terjadi atau dilakukan oleh mahasiswa asal Papua di Universitas

Sumatera Utara.

4.6.1 Interaksi Sosial Mahasiswa Asal Papua Secara Langsung.

Dalam penelitian ini, interaksi keduanya baik langsung maupun tidak

langsung dapat menjadikan proses harmonisasi sosial dan hubungan-hubungan

sosial yang dijalani mahasiswa asal Papua selama tinggal di asrama dan berkuliah

85
di Universitas Sumatera Utara. Daripada itu, proses interaksi sosial secara

langsung seperti yang diutarakan oleh informan yang bernama Elliyus :

“…hal utama ketika kami sampai kaka adalah untuk kita tau
bagaimana bisa berinteraksi dengan orang disini yah.., tentunya
dengan menggunakan bahasa Indonesia walaupun sebagian dari
kami masih ada yang logat dari Papua masih kental…”

Berdasarkan wawancara diatas dapat dilihat bawasannya, ketika

mahasiswa asal Papua hadir disini mereka melakukan proses interaksi secara tidak

disadari. Hal ini berlaku dan terjadi pada semua mahasiswa asal Papua. Intinya

seperti berbicara, menanyakan sesuatu hal, saling berkenalan dan bentuk proses

interaksi lainnya.

4.6.1.1 Interaksi Sosial Mahasiswa Asal Papua dengan Mahasiswa dari

Daerah Lain.

Interaksi Sosial mahasiswa asal Papua dengan mahasiswa asal daerah lain

bersifat langsung. Hal ini terjadi dikarenakan prosesnya melalui hubungan kontak

langsung atau saling berinteraksi sekaligus tatap muka dan secara verbal. Dalam

hal ini interaksi sosial mahasiswa asal Papua menggunakan dan melalui proses

yaitu adanya kontak sosial dan adanya komunikasi. Ini merupakan salah satu

syarat terjadinya interaksi sosial yang menurut Soerjono Soekamto yang

menyatakan bahwa suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak

memenuhi apabila tidak memenuhi dua syarat tersebut.

86
Mahasiswa asal Papua melakukan interaksi sosial secara langsung dengan

mahasiswa dari daerah lain melalui proses tatap muka dan berdialog diantara

kehidupan sehari-hari baik di lingkungan kampus maupun tempat tinggal di

asrama. Kegiatan ini terus berlangsung selama mereka saling bertemu dalam

kehidupan sehari-harinya. Banyak hal yang mendasari setiap proses interaksi

mahasiswa asal Papua dengan mahasiswa dari daerah lain. Misalnya dalam

keperluan atau dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti berinteraksi untuk

berbicara mengenai urusan kampus, urusan kepentingan organisasi, dan aktifitas

sehari-hari baik di kampus maupun di asrama.

Dengan demikian kontak sosial secara langsungpun terjalin selama mereka

saling berinteraksi satu sama lain. Sebagai contoh, ketika mahasiswa asal Papua

ingin atau ada keperluan untuk beberapa hal keperluan di kampus setidaknya ia

akan berinteraksi dengan teman kampus yang dari daerah lain karena mahasiswa

asal Papua tidak harus selamanya satu jurusan sehingga ia harus beinteraksi

dengan mahasiswa dari daerah lain. Hal ini seperti yang diutarakan oleh Eva :

“…kami kaka sering bertanya sama kawan yang lain yang satu
jurusan tapi tidak dari Papua. cuma untuk menanyakan urusan
kampus, dan tugas kuliah lainnya karena kami kan yang dari
Papua ini gak semua satu jurusan kaka…”

Berdasarkan hasil wawancara diatas bahwa menunjukan bahwa mahasiswa

asal Papua memang harus berinteraksi untuk mendapatkan informasi seperti

informasi yang menyangkut dengan urusan perkuliahan, organisasi dan

sebagainya. Proses interaksi tersebut memang dilakukan setiap hari ketika

87
mahasiswa asal Papua bertemu dengan orang lain baik di saat sedang

diperkuliahan, asrama ataupun disaat berada di lingkungan luar.

Mengenai proses interaksi yang pada awalnya harus dengan melihat lawan

interaksinya. Hal ini berkaitan dengan karakteristik lawan interaksi yaitu :

1. Bentuk tubuh untuk memperlihatkan objek lawan interaksi. Dalam hal ini

mahasiswa asal Papua yang melakukan interaksi dengan mahasiswa dari

daerah lain yang sebelum melakukan atau terjadinya interaksi pastinya fisik

seperti bentuk tubuh yang terlihat. Mahasiswa asal Papua cenderung berfisik

dengan bentuk tubuh yang tidak terlalu tinggi, kekar, berambut keriting atau

bergelombang dan ciri fisik mahasiswa asal Papua pada umumnya.

2. Warna kulit merupakan penggambaran ciri khas asal daerah atau kesukuan

bilamana mahasiswa asal Papua yang identik berkulit hitam. Hal itu sangat

berbeda dengan mahasiswa dari daerah lain yang kecenderungannya berkulit

bersawo matang.

3. Bahasa merupakan penggambaran pokok utama dalam proses interaksi. Pada

umumnya identik dengan bahasa lokal atau logat yang mereka miliki yaitu

bahasa daerah Papua yang beranekaragam logat sesuai dengan suku dan

wilayah tempat tinggal daerah mereka.

Kemudian setelah kontak sosial dilakukan berikutnya yaitu komunikasi.

Komunikasi menjadi hal yang utama dalam berinteraksi mahasiswa asal Papua

baik dengan mahasiswa dari daerah lain ataupun masyarakat sekitar. Komunikasi

dilakukan dengan cara langsung ataupun tidak langsung. Proses tersebut

ditentukan dari keperluan dalam mencari informasi. Ada yang berkomunikasi

88
sekaligus beinteraksi secara langsung misalnya berinteraksi dan berkomunikasi

untuk menanyakan masalah kuliah. Komunikasi dilakukan dengan cara :

1. Melihat pembicaraan.

2. Melihat gerak-gerik.

3. Melihat bahasa tubuh.

4. Melihat dengan menggunakan alat bantu komunikasi.

Sebagai contoh, proses pertama kali mahasiswa asal Papua berkenalan

dengan peneliti. Kami saling berjabat tangan, bersapa, dan berkenalan sebagai

bentuk interaksi sosial pertama kali. Interaksi sosial berlangsung dengan cara :

1. Mahasiswa asal Papua dengan mahasiswa asal Papua.

2. Mahasiswa asal Papua dengan mahasiswa dari daerah lain.

3. Mahasiswa asal Papua dengan masyarakat atau kelompok lainnya.

4. Kelompok asal Papua dengan kelompok mahasiswa asal lainnya.

Hal ini diutarakan oleh salah satu informan yang bernama Uta :

“…ada beberapa banyak kegiatan yang saya ikuti dan


mengingikan untuk ketemu banyak orang jadi kan kaka paling
tidak saya harus bisa berkomunikasi dengan baik. Tidak hanya
sesama kami dari Papua saja tetapi orang-orang lain diluar sana
yang mengikuti kegiatan yang sama dengan saya…”

Berdasarkan hasil wawancara diatas, bawasannya kontak sosial dan

komunikasi tersebut menjadi hal yang mendasar untuk sebuah proses interaksi

pada mahasiswa asal Papua. Dalam hal ini, mereka harus terus menyesuaikan

setiap kali berinteraksi dengan banyak orang. Adapun proses interaksi sosial

89
anatara kalangan mahasiswa asal Papua dengan mahasiswa dari daerah lain dalam

hal :

1. Berinteraksi dalam proses perkuliahan.

2. Berinteraksi dalam hal menanyakan kondisi sosial dan keadaan di Universitas

Sumatera Utara.

3. Berinteraksi dalam hal menanyakan kondisi sosial dan keadaan di asrama.

Dari semua hal tersebut, semua di alami oleh setiap mahasiswa asal daerah

Papua ketika pertama kali hadir di Universitas Sumatera Utara dan untuk

mengetahui informasi tentang keadaan dan kondisi sosial di Universitas Sumatera

Utara dan di asrama kepada mahasiswa dari daerah lain yang satu jurusan ataupun

beda jurusan. Hal ini disampaikan oleh Berlinda bahwasannya :

“…kita kan kaka juga bisa bekawan dengan beda jurusan dan
tidak harus berasal dari Papua juga. Semakin banyak teman disini
kan kaka semakin senang kaka walaupun terkadang masih juga
ada kawan kami yang itu-itu saja…”

Berdasarkan hasil wawancara di atas bawasannya informasi yang di dapat

dari interaksi merupakan suatu kesatuan saat terjadinya proses keberhasilan

interaksi tersebut. Sejauh ini mereka belum atau tidak mengalami kesulitan dalam

berinteraksi dengan mahasiswa yang berasal dari daerah lain. Namun demikian,

kesulitan-kesuliatan yang dialami oleh mahasiswa asal Papua pada saat

berinteraksi pertama kali dahulu masih bisa dianggap wajar dan memang dengan

menggunakan bahasa Indonesia sebagai cara untuk proses interaksi sosial yang

paling mudah dan menjadi syarat yang utama. Hal ini dikarenakan kita tinggal di

Indonesia, mereka yang berasal jauh dari Papua adalah juga orang Indonesia.

90
Adapun kesemuanya disatukan dalam proses interaksi baik kontak sosial

dan komunikasi pertama yaitu berbicara dengan menggunkan bahasa Indonesia,

berjabat tangan, bertegur sapa, dan berkenalan. Proses tersebutla yang menjadi

awal untuk berinteraksi dan kemudian menjadi beradaptasi atau menyesuaikan diri

dan menjalin hubungan-hubungan sosial yang baik untuk menciptakan

harmonisasi sosial di tempat tinggal atau asrama dan di kampus Universitas

Sumatera Utara.

Selama ini, belum ada dan tidak diharapkan terjadinya kesulitan-kesulitan

yang hanya disebabkan oleh kegagalan berinteraksi. Dikarenakan selama

mahasiswa asal Papua tersebut tinggal dan mereka juga bisa menyesuaikan diri

sehingga sampai sekarang mereka dapat tetap tinggal disini. Mereka datang jauh

disana untuk belajar memperoleh pendidikan yang diharapkan bisa dibawa

kembali pulang oleh mereka dan sejauh manapun itu mereka harus tetap bisa

menyesuaikan diri dalam hal dan keadaan apapun untuk tetap bertahan hidup dan

tinggal disini. Kebijakan dan peraturan menjadi pelengkap dan sempurnya proses

adaptasi dan interaksi mahasiswa asal Papua.

4.6.1.2 Interaksi Sosial Mahasiswa Asal Papua dengan Masyarakat Sekitar.

Adapun proses sosial ini yaitu ketika mahasiswa asal Papua bertemu

langsung masyarakat di sekitar. Interaksinya terjadi ketika mereka saling bertemu,

tatap muka dan saling bertegur sapa untuk melakukan aktifitas memenuhi

kebutuhan sehari-harinya. Proses interaksinya mencakup sebagai berikut :

91
1. Berinteraksi ketika mereka melakukan proses tawar menawar di pasar

( dengan pedagang di pasar) .

2. Berinteraksi ketika mereka melakukan pembelian di warung untuk berbelanja

dimanapun (dengan penjual di warung, rumah makan, ataupun toko).

3. Berinteraksi ketika mereka melakukan proses bepergian (dengan supir becak,

supir angkot dan orang lain).

4. Berinteraksi ketika mereka melakukan menanyakan suatu tempat atau alamat

kepada orang lain yang ada disekitarnya.

Hal tersebut diatas menjadikannya berbagai kesempatan untuk berinteraksi

dengan orang lain atau dengan masyarakat disekitar yang memang bukan berasal

dari Papua juga. Kemudian banyak hal juga yang dilakukan ketika mereka

bertemu dengan masyarakat. Sebagai contoh ketika pertama kali mereka

mendapatkan perlakuan yang kurang baik seperti dikarenakan kesulitan untuk

berbicara dengan menggunkan bahasa Indonesia yang pada akhirnya diledekin.

Karena masyarakat lain menanggap mereka adalah orang yang asing. Hal ini

diutarakan oleh Berlinda sebagai salah satu informan :

“…dulu pertama kali datang kemari kan kaka sering diejekin sama
tukang becak yang di depan itu. Kadang mereka ketawa-tawa
sendiri ketika kami lewat didepannya. Awalnya sihh takut lama
kelamaan jadi saling tegur sapa juga dengan beberapa tukang
becak yang sedang nongkrong di depan…”

Berdasarkan hasil wawancara di atas bawasannya kemampuan mereka

berinteraksi yang menjadi patokan dalam proses interaksi selanjutnya yaitu

dengan masyarakat sekitar. Sebenarnya kesulitan di dalam interaksi dengan

92
mahasiswa dari daerah lain hanya terjadi pada sebagian mahasiswi asal Papua

karena kalau dari pihak mahasiswa itu sendiri terkadang biasa saja menanggapi

hal tersebut. Hal ini disebabkan mahasiswi lebih sedikit takut dan sensitive

daripada mahasiswa asal Papua ketika melihat orang lain yang belum dikenalnya.

Kemudian ditambahkan oleh Paskalis :

“…terkadang memang kayak gitu kaka kalau kami sering diejekin.


Apalagi dari kalau yang dari perempuannya malah semakin
banyak untuk diejekin, tapi semuanya masih dalam hal yang wajar
dan belum mengancam bagi kami. Toh..kami kan disini baik-baik,
mau belajar dan bersekolah…”

Berdasarkan hasil wawancara di atas, adapun semua proses interaksi

tersebut tergantung dengan kemampuan dan kelihayan individu mahasiswa asal

Papua masing-masing. Ada yang bisa membawa diri, langsung akrab, bersikap

terbuka, dan mereka bisa melaluinya dengan baik sampai sekarang ini. Selain itu

memang ada juga yang masih tertutup dengan orang lain yang belum dikenal dan

itu masih pada hal yang wajar dan belum bersifat merugikan dan tindakan yang

kurang berkenan. Mereka hadir disini untuk belajar atau mencari pendidikan

sehingga mereka memang harus terbiasa oleh hal-hal yang biasanya dilakukan

oleh masyarakat sekitar.

Hal ini tergambarkan ketika kita baru mengenal apalagi melihat orang baru

sehingga kita menganggapnya asing. Berbeda halnya ketika berbicara peradapan

yang memang jelas berbeda semuanya satu sama lain khusunya antara Sumatera

dan Papua serta daerah lainnya di Indonesia. Tanpa terkecuali tidak menutup

kemungkinan untuk orang asing yang memang bukan berasal dari orang Indonesia

93
karena kesempatan untuk bertemu dengan siapapun diluar sana adalah kesempatan

semua orang. Biasa saja mahasiswa asal Papua tersebut bertemu dan berkenalan

dengan orang asing yang bukan dari Indonesia.

Namun demikian dalam penelitian ini adalah proses interaksinya dan

adaptasinya masyarakat asal Papua dengan daerah lain yang berkuliah di

Universitas Sumatera Utara. Hal ini dikarenakan Universitas Sumatera Utara

adalah tempat atau perguruan tinggi yang memang terdapat berbagai mahasiswa

dari manapun, kalangan apapun, daerah manapun dan lain sebagainya.

4.6.2 Interaksi Sosial Mahasiswa Asal Papua Secara Tidak Langsung.

Adapun setelah melakukan interaksi sosial dengan kontak dan komunikasi

langsung kemudian setelah itu mahasiswa asal Papua juga melakukan interaksi

dengan kontak dan komunikasi tidak langsung yaitu menggunakan alat bantu

komunikasi. Namun, tetap juga melakukan proses interaksi tersebut.

Hal yang mengenai interaksi sosial tidak langsung sangat erat kaitannya

dengan interaksi sosial secara langsung. Komunikasi yang terjadi dilakukan bisa

saja secara bersamaan ataupun mewakili salah satu interaksi. Kemudian yang

mencakup perbedaannya terletak pada alat komunikasi yang digunakan. Hal itu

karena, alat tersebut merupakan salah satu syarat untuk mewakili proses terjadinya

interaksi sosial yang dilakukan oleh mahasiswa asal Papua dengan mahasiswa dari

daerah lain baik langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan alat

komunikasi baik berupa telepon genggam atau alat dan media lainnya.

94
4.6.2.1 Interaksi Sosial Mahasiswa Asal Papua dengan Keluarga dan Sesama

Teman Asal Papua.

Alat bantu komunikasi seperti telepon gengam menjadi salah satu wadah

atau media untuk terjalinya komunikasi jarak jauh. Dikatakan demikian karena

setiap mahasiswa asal papua memiliki telepon gengam untuk tetap berkomunikasi

dengan orang-orang yang berada di Papua sana. Alat bantu komunikasi tersebut

digunakan oleh mahasiswa asal Papua untuk :

1. Dapat menghubungi keluarga mereka yang berada di Papua.

2. Dapat menghubungi teman-teman mereka yang berada di Papua.

3. Untuk aktifitas mereka melalui media sosial yang berada di aplikasi telepon

gengamnya.

Dengan demikian walaupun jauh, proses interaksi mereka tetap terjalin tidak

terbatas oleh waktu dan jarak . akan tetapi masih ada beberapa mahasiswa asal

Papua yang tinggal dan sangat jauh dari pelayanan telekomunikasi jarak jauh.

Sehingga memerlukan waktu dan kesempatan untuk saling berinteraksi melalui

telepon genggam. Hal itu dikarenakan belum adanya jaringan telekomunikasi

yang mencapai daerah-daerah terpencil di Papua sehingga mengakibatkan sulitnya

berkomunikasi dan memerlukan waktu yang tepat untuk saling menghubungi

keluarga ataupun teman ataupun kerabat disana. Keadaan ini juga dialami oleh

mahasiswa asal Papua yang memang masih sangat jauh tinggal di pedalaman.

Mereka harus memerlukan waktu yang tepat jika ingin menghubungi keluarga di

Papua. Hal ini disampaikan oleh Paskalis yang daerah tempat tinggalnya baru

masuk jaringan komunikasi sekitar tahun 2013 sebagai berikut :

95
“…ditempat kami kaka baru tahun 2013 masukla tower itu ke
kampung kami. Baru bisalah kami berteleponan. Kalau tidak
biasanya orangtua saya kaka pergi ke kota hanya untuk bisa
menghubungi saya disini. Sedih sekali terkadang kaka yang aku
rasakan, tapi mau gimana lagi namanya juga sekolah jauh dari
orangtua. Kita sukuri aja apa adanya…”

Berdasarkan hasil wawancara di atas banyak hal yang terjadi ketika

berinteraksi dengan menggunakan alat bantu komunikasi seperti telepon gengam

karena telepon genggam menggunakan jaringan layanan seluler yang semakin

sampai saat ini sudah masuk hingga ke pelosok negeri. Selain itu, faktor jarak

yang jauh juga mengakibatkan mereka melakukan interaksi pada interval waktu

seminggu ataupun bahkan sebulan sekali. Dikarenakan waktu dan kesempatan

untuk berkomunikasi dan melakukan interaksi jarak jauh dengan keluarga.

Sebagian besar dari mereka tidak memiliki sanak saudara ataupun keluarga disini.

Jadi, semua keluarga mereka adanya disana. Rasa rindu dan ingin bertemu

menjadi hal yang wajar karena terpisahkan oleh jarak tersebut. Hal ini tidak

menjadikan mereka merasa bersedih secara berlarut karena memang keinginan

mereka untuk bersekolah dan meraih pendidikan jauh di Universitas Sumatera

Utara.

Dengan demikian, tidak hanya dengan keluarga tetapi teman-teman

mereka yang ada disana juga mereka tinggalkan. Dengan kata lain, berpisah untuk

sementara waktu selama mereka bersekolah atau menempuh pendidikan di

Universitas Sumatera Utara. Hanya dengan telepon gengam yang menjadi salah

96
satu alat utama mereka dalam berinteraksi dengan keluarga ataupun teman di

Papua sana.

Semua proses tersebut mereka alami selama mereka tinggal disini dan

sejauh ini juga belum menjadi kesulitan yang berarti bagi mereka. Hal tersebut

yang terpenting adalah mereka disini untuk belajar dan menjadi harapan orang

tuanya di kampungnya. Jarak ke Papua memang bukan jarak yang begitu dekat.

Apalagi proses perjalanan mereka dari rumah sampai kesini telah mereka jalani

hingga akhirnya mereka sampailah di Universitas Sumatera Utara ini. Banyak cara

dan hal dilakukan, selain berkomunikasi untuk berinteraksi dengan keluarga dan

teman disana. Sebagian dari mereka juga ada yang menyimpan foto atau barang

kesayangan, sehingga walaupun jauh jarak mereka namun tetap masih saling

mengingat keluarga yang jauh di sana. Hal ini disampaikan oleh, saudara Uta yang

kebetulan memiliki keluarga disini :

“…kebetulah disini saya memiliki dan punya keluargfa,jadi masih


bisa sering main ketempat saudara disini. Tapi namanya kangen
orang tua juga kak kalau udah lama gak ketemu. Paling kita biisa
teleponan dan dari sosial media untuk ketemu temanteman yang
ada disana. Yah resikolah tapiu namanya juga kita disni sekolah
dan belajar jadi itu masih hal yang wajar dan gak jadi masalah.
Orang tua dan teman dikampung sana pun mengerti…”

Berdasarkan hasil wawancara di atas, perbedaan waktu antara Indonesia

barat dan timur juga menjadi keterbatasan ketika mereka akan menghubungi untuk

sekedar memberikan kabar dengan keluarga yang berada di Papua. Perbedaan

waktu 2 jam kurang lebih, sehingga mereka disini juga harus pandai

97
memanajemen waktu ketika mau menghubungi keluarga dan teman yang berada

di Papua sana. Interaksi mereka dibantu dengan alat bantu komunikasi seperti

telepon genggam, dan aplikasi media sosial. Hal tersebut memudahkan mereka

juga untuk mengetahui kabar dan keadaan orang-orang di Papua sana.

Interaksi sosial tidak langsung seperti ini menjadi salah satu hal yang

mereka hadapi selama mereka berkuliah dan tinggal disini. Namun seiring

berjalannya waktu dan kecanggihan teknologi, mereka juga mengalami kemajuan

yang dahulunya hanya bisa berkomunikasi sebulan sekali, sekarang bisa seminggu

sekali, tiga hari sekali dan bahkan ada yang setiap hari menghubungin keluarga

disana. Hal ini terutama dialami oleh mahasiswi asal Papua yang mungkin belum

terbiasa untuk berpisah jarak jauh dengan keluarga. Beda hal dengan mahasiswa

sebagai laki-laki yang sudah terbiasa untuk hidup jauh dengan keluarganya.

Demikianlah, selama mereka disini mereka akan melakukan proses

interaksi sosial secara tidak langsung dengan cara seperti itu. Akan tetapi,

komunikasi dan kontak sosial dalam interaksi tidak langsung juga bisa dilakukan

dalam kehidupan sehari-hari, hanya untuk sekedar menghubungi teman kuliah,

teman sesama mahasiswa Papua dan keperluan komunikasi lainnya yang juga

menggunakan telepon gengam mereka sesuai dengan kebutuhan dan keperluannya

masing-masing. Hal ini ditambahkan oleh Berlinda,:

“…disini kan kaka aku pakai handphone bukan hanya untuk


menghubungi teman-temn atau keluarga aja disana, dengan
teman-teman disini kalau aku mau hubungi ya aku pake handphone
juga kaka.. sebagaimana kita punya handphone la kaka. Sering
juga kan aku buka-buka facebook dari handphone untuk tau
gimana kawan-kawan aku disana kaka…”

98
Berdasarkan penuturan diatas bawasannya setiap berlangsungnya interaksi

sosial baik secara langsung maupun tidak langsung, sudah menjadi aktifitas dan

rutinitas mahasiswa asal Papua dan juga melengkapi proses adaptasinya selama

mereka berada di sini. Lingkungan sosial yang mengambil peran dalam proses

adaptasi dan interaksi sosialnya menjadikan mereka untuk bisa bertahan hidup dan

tinggal bersama-sama dengan mahasiswa dari daerah lain yang juga sedang

berkuliah di Universitas Sumatera Utara. Banyak hal yang memberikan mereka

pelajaran untuk pentingnya menghargai sesama bangsa Indonesia. Apalagi ketika

berbicara mengenai pendidikan, mereka jauh dari Papua sana hadir di Universitas

Sumatera Utara untuk satu nama yaitu pendidikan yang diharapkan lebih layak

darimana mereka tinggal sebelumnya. Dengan demikian semua proses sosial

tersebut bisa menciptakan harmonisasi sosial seperti mereka untuk bisa memiliki

teman dekat yang berasal dari daerah lain.

4.7 Interaksi Sebagai Bentuk Proses Adaptasi Mahasiswa Asal Papua.

Interaksi merupakan salah satu kunci untuk berlangsungnya suatu bentuk

proses adaptasi di dalam kehidupan sosial. Manusia saling menerjemahkan setiap

tindakan orang lain. Menurut Fahroni (2009), makna-makna tersebut yang

diberikan oleh orang lain tersebut berasal dari cara-cara orang lain bertindak

terhadapnya dalam kaitannya dengan sesuatu. Tindakan-tindakan yang dilakukan

akan melahirkan batasan bagi orang lain.

Begitu juga dengan hal tindakan mahasiswa USU yang berasal dari Papua

dan mahasiswa yang berasal dari daerah lainnya merupakan suatu proses interaksi

99
yang berada didalamnya tercakup dari simbol-simbol masing-masing pihak saling

menginterprestasikan makna yang ditangkapnya. Artinya tindakan mereka

merupakan hasil dari pemaknaan masing-masing dari realitas sosial. Dengan

demikian proses interaksi antara keduanya merupakan suatu proses yang saling

stimulus, merespon tindakan dan hubungan sebagai hasil proses interprestasi dari

masing-masing mahasiswa tersebut.

Mahasiswa Papua di Medan adalah salah satu contoh kelompok remaja

yang melakukan migrasi dengan alasan untuk melanjutkan studi ke jenjang

perguruan tinggi. Dengan latar belakang sosial-budaya yang berbeda, mahasiswa

Papua tentu saja dituntut untuk dapat beradaptasi dan berinteraksi dengan

masyarakat lokal di Medan. Dalam penelitian ini, pola adaptasi dan interaksi

sosial yang terjadi pada kalangan mahasiswa asal Papua dengan mahasiswa dari

mahasiswa dari daerah lain yaitu bersifat Akomodasi toleransi dimana proses

sosial yang terjadi pada mahasiswa asal Papua dengan daerah lain berusaha untuk

tidak saling menganggu dengan mencegah, mengurangi, atau menghentikan

ketegangan yang akan terjadi atau yang sudah terjadi dalam arti toleransi antar

sesame suku bangsa Indonesia. Mahasiswa asal Papua adalah bagian dari

Indonesia begitu juga mahasiswa asal dari daerah lain yang berkuliah di USU.

Proses sosial dalam interaksi dan adaptasi menciptakan akomodasi

toleransi terjadi dikarenakan penerimaan sosial masyarakat dan mahasiswa dari

daerah lain terhadap mahasiswa asal Papua itu adalah baik. Hal ini terlihat dari

mereka untuk tetap bertahan dan berkuliah selama kurang lebih tiga tahun

lamanya di Universitas Sumatera Utara. Semua hal yang berkaitan dengan

100
perlakuan yang kurang menyenangkan sudah mereka lalui selama mereka tinggal

sampai saat ini.

Kehidupan sosial mereka yang dilengkapi dengan adaptasi dan interaksi

yang membuat mereka hidup nyaman serta penghargaan berupa toleransi dari

masyarakat dan mahasiswa dari daerah lainnya. Hal ini seperti yang diungkapkan

oleh Elliyus, sebagai salah satu informan :

“…selama kami disini bisa dibilang sudah betah tinggal disini.


Tidak ada masalah yang berarti. Semua kan tergantung
individunya masing-masing, karena niat kami kesini hanya untuk
belajar…”

Berdasarkan penuturan di atas, menjadikan semua proses sosial yang

terjadi dapat dikatakan mudah, jika individu di setiap kalangan mahasiswa asal

Papua bersifat terbuka dan juga memiliki rasa toleransi dengan masyarakat dan

mahasiswa asal dari daerah lainnya pula.

Adaptasi dan interaksi tidak dapat dipisahkan dalam suatu proses sosial.

Dalam hal ini, mahasiswa asal Papua dengan mahasiswa dari daerah lain harus

saling bertoleransi untuk menciptakan hubungan-hubungan sosial yang baik

apalagi mereka satu lingkup di Universitas Sumatera Utara. Ada peraturan dan

kebijakan yang harus mereka patuhi selama mereka tinggal dan berkuliah di

Universitas Sumatera Utara. Tujuan mereka sama yaitu belajar dan menempuh

pendidikan tinggi sesuai dengan disiplin ilmu mereka masing-masing yang ada di

Universitas Sumatera Utara. Harapannya mereka juga bisa membawa ilmunya

kembali untuk membangun daerah masing-masing.

101
4.8 Pola dan Klasifikasi Informan Sesuai Dengan Adaptasi dan Interaksi.

Adapun pola dan klasifikasi informan berdasarkan adaptasi dan interaksi

sosialnya untuk melihat informan tersebut bisa beradaptasi dan berinteraksi

dengan mahasiswa asal dari daerah lain di Universitas Sumatera Utara. Empat hal

utama untuk melihat adaptasi dan interaksi sosial mahasiswa asal Papua dengan

mahasiwa dari daerah lainnya yaitu, alam,lingkungan sosial,mahasiswa daerah

lain dan ekonomi sebagai berikut :

4.8.1 Pola Adaptasi dan Interaksi Mahasiswa Asal Papua.

Adaptasi Pendampingan Adaptasi meliputi :


Mahasiswa yang dilakukan 1. Adaptasi terhadap alam
Asal Papua oleh Pemerintah (cuaca, iklim, makanan,
Hadir Di Program Beasiswa minuman, air, sarana,
USU dan Organisasi dan prasana).
Ikatan Mahasiswa 2. Adaptasi dengan
Asal Papua lingkungan Sosial
(bahasa, budaya lokal,
Orang-orang disekitar,
dan tempat tinggal)
Mahasiswa 3. Adaptasi dengan
Pola interaksi dan
mahasiswa asal daerah
Asal Papua adaptasi mahasiswa asal lain.
Hadir Di Papua adalah akomodasi 4. Adaptasi dengan
USU toleransi Ekonomi.

Interaksi Interaksi Sosial meliputi :


Sosial 1. Interaksi sosial secara langsung dengan
Mahasiswa mahasiswa dari daerah lain dan masyarakat sekitar.
Asal Papua 2. Interaksi Sosial secara tidak langsung dengan
Hadir Di keluarga dan teman yang berada di Papua
USU khususnya dengan menggunkan alat komunikasi.

Berdasarkan diagram di atas, penjelasannya adalah sebagai berikut;

sikronisasi interaksi sosial dan adaptasi yang terjadi terlihat dari mahasiswa asal

102
Papua yang melakukan adaptasi sekaligus berinteraksi. Hal ini dapat ditunjukan

seperti :

1. Mahasiswa asal Papua hadir pertama kali dan didampingin dari pihak

pemerintah Papua yang bertanggung jawab maka terjadilah adaptasi sekaligus

interaksi dengan sesama mereka secara langsung.

2. Mahasiswa asal Papua dapat beradaptasi dengan lingkungan alam dan

sosialnya. Hal ini terjadi pada masing-masing individu mahasiswa asal Papua,

seperti makan, minum, mandi, berbelanja, berdiskusi, belajar dan rutinitas atau

aktifitas setiap harinya.

3. Mahasiswa asal Papua dapat berinteraksi dengan semua orang yang mereka

temui. Tidak hanya mahasiswa asal daerah lain tetapi semua orang yang

mereka temui baik yang ada kaitannya dengan kehidupan perkuliahan ataupun

kehidupan sehari-harinya.

Dengan demikian semua proses sosial interaksi dan adaptasi mahasiswa

asal Papua memang harus terjadi dikarenakan mereka tinggal dan hidup bersama,

saling berdampingan satu sama lain yang sama-sama melakukan interaksi dan

adaptasi baik di lingkungan asrama maupun di lingkungan Universitas Sumatera

Utara.

4.8.2 Klasifikasi Informan Sesuai Dengan Adaptasi dan Interaksi.

NO INFORMAN MAHASISWA ADAPTASI DAN INTERAKSI BERADAPTASI TIDAK

ASAL PAPUA BERADAPTASI

1 Paskalis Tugomo Alam, Lingkungan Sosial, Dapat Masih belum

Mahasiswa Daerah Lain, beradaptasi terlalu lancar

103
Ekonomi dengan berbahasa

keempatnya Indonesia

2 Dwi R.P Weriu Alam, Lingkungan Sosial, Dapat -

Mahasiswa Daerah Lain, beradaptasi

Ekonomi dengan

keempatnya

3 Elliyus Pase Alam, Lingkungan Sosial, Dapat -

Mahasiswa Daerah Lain, beradaptasi

Ekonomi dengan

keempatnya

4 Rince Wenda Alam, Lingkungan Sosial, Dapat -

Mahasiswa Daerah Lain, beradaptasi

Ekonomi dengan

keempatnya

5 Berlinda Wakerkwa Alam, Lingkungan Sosial, Dapat Belum betah,

Mahasiswa Daerah Lain, beradaptasi masih belum

Ekonomi dengan percaya dengan

keempatnya orang lain yang

belum dikenal

termasuk

teman dari

daerah lainnya.

6 Eva Celia Homer Alam, Lingkungan Sosial, Dapat Belum bisa

104
Mahasiswa Daerah Lain, beradaptasi bersosialiasi

Ekonomi dengan dengan baik

keempatnya dengan

mahasisqwa

yang lainnya

INFORMAN MAHASISWA ADAPTASI DAN INTERAKSI BERADAPTASI TIDAK

ASAL DAERAH LAIN BERADAPTASI

1 Debora Alam, Lingkungan Sosial, Dapat -

Mahasiswa Daerah Lain, beradaptasi

Ekonomi dengan

keempatnya

2 Mukti Amsar Alam, Lingkungan Sosial, Dapat Hanya sebatas

Mahasiswa Daerah Lain, beradaptasi antara senior

Ekonomi dengan dan junior

keempatnya dikampus

3 Eko Sunantri Alam, Lingkungan Sosial, Dapat Hanya sebatas

Mahasiswa Daerah Lain, beradaptasi antara senior

Ekonomi dengan dan junior

keempatnya dikampus

4 Ira Atiqah Zahra Alam, Lingkungan Sosial, Dapat -

Mahasiswa Daerah Lain, beradaptasi

Ekonomi dengan

keempatnya

105
Dapat terlihat bahwa diantara mahasiswa dan mahasiswi baik asal Papua

maupun dari daerah lain mampu beriteraksi dan beradaptasi sesuai dengan

kemampuan dirinya masing-masing. Hal tersebut mengakibatkan dan

menunjukkan mereka bisa untuk bertahan hidup selama tinggal dan berkuliah di

Universitas Sumatera Utara. Dengan demikian mereka juga berharap untuk bisa

membawa ilmu mereka selala kuliah disini ke Papua,dan ke daerahnya masing-

masih. Banyak hal menjadi pelajaran mulai dari pertama mahasiswa asal Papua

sampai disini,sampai saat ini tahun 2015 yang rata-rata kurang lebih 3 tahun

berada disini untuk mendapatkan pendidikan sesuai dengan disiplin ilmunya

masing-masing.

Mahasiswa asal Papua dan dari daerah lainya,juga saling menjalin

hubungan sosial karena mereka yakin bahwa mereka saling membutuhkan satu

sama lain.walau terkedang masih ada yang sengaja membeda-bedakan diantara

mereka. Tujuan mereka juga sama ingin belajar bersama,karena dari adaptasi dan

interaksi sebagai proses sosial yang berhasil mereka lakukan,jadi mereka bisa

bertahan sampai saat ini. Terlepas dari itu semua akomodasi toleransilah yang

tercipta dari semua proses sosial adaptasi dan interaksi sosial pada mahasiswa asal

Papua dengan mahasiswa dari daerah lain begitu juga sebaliknya yang sedang

berkuliah di Universitas Sumatera Utara. Dalam hal ini, tidak terbatas di kampus

USU,karena mahasiswa asal Papua yang tinggal di asrama juga terdapat

mahasiswa dari daerah lain. Jadi semua prosesnya bisa terjadi dimana saja,baik

dikampus, ditempat tinggal dan dimana saja. Hal ini dijelaskan oleh

Debora,mahasiswa asal daerah lain yang tinggal asrama Putri :

106
“…saya dari Siantar dan saya tinggal di asrama Putri,dan tinggal
bertemu dengan mahasiswa asal Papau dan daerah lain. Kami
disini sama-sama slaing toleransi saja bang. Kan semua juga udah
tahu kita tujuannya untuk kuliah,jadi pandai-pandailah. Dan
sejauh ini semuanya baik-baik saja,selama kami juga baik disini
bang,dan memang semua orang disini baik-baik kok bang…”

Berdasarkan hasil wawancara diatas bawasannya semua proses sosial

adaptasi dan intearksi sosial mahasiswa asal Papaua dengan daerah lain,memang

dialami setiap mahasiswa dan mahasiswinya,baik waktu pertama dulu sampai

sekarang ini. Ada yang betah dan tidak betah dan itu semua merupakan pilihan.

Mereka memilih untuk kuliah jauh dari keluarga namun demi tujuan untuk

pencapaian yantu pendidikan yang lebih baik lagi. Mereka berkuliah dengan

pilihan jurusan atau disiplin ilmu yang mereka inginkan, meskipun mahasiswa

asal Papua tersebut, pemerintahnnya yang menentukan akan tetapi mereka juga

ikut senang. Dan dapat dikatakan bahwa sejauh dan selama ini semuanya berjalan

dengan baik-baik saja.

Kemampuan dan keahlian mereka terus terasah ketika mereka berinteraksi

dan beradaptasi satu sama lain. Walaupun berkelompok ataupun tidak

berkelompok, mereka tetap satu tujuan untuk kuliah di Universitas Sumatera

Utara, baik mahasiswa yang berasal dari Papua dan mahasiwa dari daerah lain

menjadi orang yang berguna bagi nusa dan bangsa terutama bagi daerah masing-

masing dimana mereka berasal. Mau dari Papua, Jawa, Batak dan daerah lainnya

yang juga ingin melakukan pemerataan kesejahteraan dan kemajuan daerah

masing-masing bersama.

107
4.9 Tanggapan Mahasiswa Yang Dari Daerah Lain Terhadap Mahasiswa

Asal Papua

Adapun tanggapan ini hanya untuk melihat mahasiswa asal Papua yang

melakukan interaksi dan adaptasi baik dengan mahasiswa daerah lain,dengan

alamnya dan dengan lingkungan sosial serta ekonominya. Tanggapan tersebut

juga menggambarkan proses untuk kedepannya tentang mahasiswa asal Papua,

yang diharapkan hendaknya untuk tidak terjadi kesalahpahaman dan stereotype

antara satu sama lain diantara sesama mahasiswa. Dengan demikian tanggapan ini

hanyalah presepsi dan menambah data penelitian dari yang diambil dari

mahasiswa dari daerah lain yang memiliki atau pernah berinteraksi dengan

mahasiswa asal Papua. Tanggapannya adalah sebagai berikut :

1. Debora ( mahasiswa asal daerah lain yaitu Pematang Siantar, yang bertempat

tinggal di asrama putri dengan mahasiswa asal Papua) :

“…satu hal tentang orang Papua menurut saya mereka


memiliki keunikan tersendiri. Mereka jauh dari timur, punya rasa
dank has yang berbeda kita yang disini. Itu yang membuat tertarik
paling tidak untuk berteman ataupun hanya berkenalan apalagi
kami sama-sama tinggal disini…”

2. Mukti Amsar (mahasiswa asal Kisaran yang memiliki teman junior di Fakultas

Pertanian jurusan Agribisnis yang berasal dari Papua).

“…kalau ku tengok biasa saja. Toh kita sudah tau sama-sama


berasal dari Indonesia, berarti hal yang bagus dong kalau kita
punya kawan yang tidak itu-itu saja. Apalagi kalau kita bisa tidak
hanya berteman tapi menjalin kerja sama yang baik dalam
perkuliahan yang tidak sebatas antara senior dan junior saja…”

108
3. Ira Atiqah Zahra (mahasiswa asal Medan yang memiliki teman asal Papua

yang bertemu pada saat acara di USU).

“…berkenalan dengan semua orang itu hal yang mudah apalagi


semenjak saya berkuliah disini. Apalagi USU sering mengadakan
acara yang bisa meepertemukan semua mahasiswa asal manapun
berkumpul bersama. Disitulah kesempatan kita saling mengenal
satu sama lain. Mau dari sabang sampai marauke kita adalah
bangsa Indonesia. Bukan karena hitamnya lantas kita menjauhinya,
banyak juga yang berkulit hitam tapi tidak dari Papua…”

4. Eko Sunantri (mahasiswa asal Pedagangan yang memiliki teman junior di

fakultas Farmasi asal Papua).

“…dengan tidak mengurangi rasa hormat aku, banyak hal yang


orang lakukan untuk mempunyai banyak teman dan bergaul mau
itu bekawan sama orang Papua maupun sama orang lain. Dimata
Tuhan kita samanya tidak ada yang membedakan kulit ini dan kulit
itu. Hanya saja karena kita sama tau bawasannya kita yang
membuat jarak itu terjadi. kita tau kan kalau Papua itu jauh dari
Medan ini jadi mungkin hal itu yang terkadang membuat kita tidak
terlalu dekat dengan mereka. Mungkin itu saja…”

Dari semua tanggapan di atas, dapat dikatakan bahwa jaraklah yang

membuat perbedaan itu terjadi. Jarak sosial diantara satu mahasiswa asal daerah

lain dengan daerah lainnya yang mengakibatkan adanya presepsi yang

menghadirkan jarak yang sesungguhnya. Hal inipun menjadi perhatian tambahan

mengenai stereotype tanpa sengaja yang tercipta karena adanya jarak sosial

tersebut. Namun demikian semua masih dalam yang wajar dan belum memiliki

109
resiko yang mengakibatkan perpecahan ataupun konflik. Buktinya mereka juga

sampai saat ini mampu dan dapat tinggal bersamaan dengan kata lain melalui

proses sosial adaptasi dan interaksi sosial mahasiswa asal Papua dengan daerah

lain di asrama dan di Universitas Sumatera Utara. Hal ini di jelaskan oleh Debora

sebagai berikut :

“…yang aku lihat kak, orang-orang itu yang sering bersama-sama


sesama mereka. Jarang terkadang mau ngumpul sama kami. Maka
dari itu kadang kamilah yang mencoba mendekati orang itu. Ya
itulah kak yang pada akhirnya biasa saja dan enak juga di anggap
teman kan bisa menjadi pengalaman…”

Berdasarkan hasil wawancara di atas bahwasannya, pengalaman

merupakan suatu pelajaran untuk setiap proses sosial yang dialami oleh

mahasiswa yang berasal dari Papua. Banyaknya pengalaman yang dapat

memberikan kesempatan pada setiap mahasiswa untuk dapat menjalankan semua

aktifitas dan rutinitas yang menjadi pedomana betapa pentingnya menjalin

hubungan sosial pertemanan yang baik terhadap semua mahasiswa selama belajar

di Universitas Sumatera Utara.

Harapannya adalah menciptakan harmonisasi sosial di kalangan

mahasiswa baik mahasiswa yang berasal dari Papua ataupun mahasiswa yang

berasal dari daerah lain. Adaptasi dan interaksi hanyalah proses yang menentukan

untuk bisa menjalani semua proses sosial selama mahasiswa asal Papua dan

daerah lain bertempat tinggal di asrama dan berkuliah di Universitas Sumatera

Utara.

110
Kemudian mereka dapat hidup bersama dengan menjalani hubungan sosial

pertemanan tersebut dengan baik. Tidak ada harapan yang terjadi dengan begitu

saja karena banyak hal yang dapat mewujudkannya termaksud berhasilnya

adaptasi dan interaksi sosial mahasiswa asal Papua dengan daerah lain di

Universitas Sumatera Utara yaitu bersifat akomodasi toleransi. Dengan demikian,

semua hal tersebut mahasiswa asal Papua dengan mahasiswa dari daerah lainlah

yang dapat mewujudkannya. Dengan keberhasilan semua proses sosial adaptasi

dan interaksi sosial selama mereka berada di Universitas Sumatera Utara.

111
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Pola adaptasi dan interaksi mahasiswa asal papua dan mahasiswa daerh lain

bersifat akomodasi toleransi yang merupakan penyesuaian diri mahasiswa asal

Papua terhadap semua bentuk konsekuensi dalam kehidupan sosial mahasiswa

asal Papua di Universitas Sumatera Utara.

2. Tanggung jawab dan pendampingan senior pada tahun 2012 yang menjadi

mahasiswa asal Papua pertama yang bertanggung jawab terhadap mahasiswa

asal Papua lainnya yaitu pada masa orientasi waktu pertama kali hadir di

Universitas Sumatera Utara.

3. Adaptasi mahasiswa asal Papua mencakup adaptasi ataupun menyesuaikan diri

dengan : alam (cuaca, iklim, makanan, minuman, air, dan tempat tinggal),

lingkungan sosial (bahasa, budaya lokal, orang-orang di sekitar tempat tinggal

maupun lingkungan kampus), dengan mahasiswa daerah lain (baik di kampus

maupun yang tinggal di asrama ataupun yang tinggal diluar), ekonomi

(kondisi sosial ekonomi mahasiswa asal Papua).

4. Interaksi sosial yang bersifat tidak langsung dan langsung.

5. Interaksi Sosial yang bersifat langsung dilakukan dengan mahasiswa dari

daerah lain dan masyarakat/orang-orang di sekitar tempat tinggal ataupun

Universitas Sumatera Utara.

112
6. Interaksi sosial yang bersifat tidak langsung menggunakan alat bantu

komunikasi untuk berinteraksi melalui telepon gengam kepada orangtua dan

teman-teman yang berada di Papua.

7. Interaksi sosial tidak langsung juga dilakukan kepada sesame mahasiswa yang

kuliah di Universitas Sumatera Utara dengan menggunakan telepon gengam

dan aplikasi sosial media yang mereka miliki masing-masing selama mereka

tinggal di asrama dan kuliah di Universitas Sumatera Utara sampai saat ini.

5.2 Saran

1. Diharapkan bahwa setiap mahasiswa asal Papua tetap menjadi hubungan yang

baik tanpa hal yang membatasi apapun termaksud yang tidak berkenan di hati.

2. Seandainya jika ada hal yang tidak berkenan dengan hal-hal yang terjadi pada

kalangan mahasiswa asal Papua hendaknya dibicarakan dengan baik tanpa ada

unsur menimbulkan konflik sedikitpun.

3. Hendaknya demikian dengan mahasiswa asal daerah lain yang harus juga

menjaga hubungan baik dengan kalangan mahasiswa asal Papua tanpa adanya

sekat atau jarak sosial yang memang sengaja dibuat sehingga terjadinya

perbedaan.

4. Semua mahasiswa baik asal Papua ataupun daerah lain tetap dalam hubungan

sosial pertemanan selama mereka tempat tinggal dan berkuliah di Universitas

Sumatera Utara.

113
5. Hendaknya dan diharapkan agar sering untuk mengadakan acara yang sifatnya

untuk menjalin pertemanan dan terciptanya kehangatan dalam setipa proses

sosial baik adaptasi maupun interaksi sosial.

114
DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin, T. 2000. Reorientasi Manajemen Pendidikan Islam di Era Indonesia


Baru. Yogyakarta : UII Prees.

Abu Ahmadi & Supriyono Widodo. (2004). Psikologi Belajar. Jakarta: PT Rineka
Cipta.

Bungin, Burhan (2001) Metodologi Penelitian Kualitatif Dan Kuantitatif.


Yogyakarta:Gajah Mada Press.

Bungin, Burhan, (2005). Metodologi Penelitian Kuantitatif Komunikasi, Ekonomi,


dan Kebijakan Publik serta Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya, Edisi Pertama, Cetakan
Pertama, Prenada Media, Jakarta.

Bungin, Burhan. (2007). Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan


Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media.

Fahroni. (2009). Interaksi Sosial Mahasiswa Asing. Universitas Islam Negeri


Sunan Kalijaga. Yogyakarta.

Gerungan. (1991). Psikologi Sosial. Bandung: Eresco.

Hasan, M. Iqbal, (2002).Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan


Aplikasinya, Ghalia Indonesia: Bogor.

Heerdjan, Soerharto, ( 1987), Apa Itu Kesehatan Jiwa?, Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.

Hendro Puspito, (2003), Sosiologi Agama, edisi keempat volume dua,


Yogyakarta: Kanisius

115
Kartasapoetra, (1987), Teknologi Konservasi Tanah Dan Air, Jakarta: Gahlia
Indonesia

Meteray, Bernarda. (2012). Nasionalisme Ganda Orang Papua. Kompas: Jakarta.

Mulyana, Deddy dan Jalaluddin Rakhmat. (2005). Komunikasi Antar Budaya.


Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Nawawi, Hadari dan Hadari, Martini. (2006). Instrumen Penelitian Bidang Sosial.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Rahardjo,Turnomo,( 2005). Menghargai Perbedaan Cultural. Yogyakarta. Pustaka


Pelajar.

Ritzer, George. (2007). Sosiologi: Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda.


Diterjemahkan oleh Tim Penerjemah. Jakarta: Rajawali Grafindo Persada.

Santoso, Slamet, 2004, Dinamika Kelompok, Jakarta: Bumi Aksara

Setiadi,Elly M. dan Kolip Usman, (2011), Pengantar Sosiologi: pemahaman fakta


dan gejala permasalahan sosial: teori, aplikasi, dan
pemecahannya. (Jakarta : Kencana Prenada Media Grup.

Soekanto Soerjono. (2001). Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo


Persada.

Soekanto, Soerjono. (2000). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo


Persada.

116
Soekanto, Soerjono. (2006). Sosiologi Suatu Pengantar, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta

Sugiono (2013), Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif


dan R&D, Bandung: ALFABETA

Suparlan (2002), dalam Syaiful. A (2002), “Seminar Strategi Pembangunan Kota


dalam Kepemerintahan yang Baik”, Jakarta.

Walgito, B. (2010). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: ANDI

Winata, Andi. (2014). Adaptasi Sosial Mahasiswa Rantau Dalam Mencapai


Prestasi Akademik (Studi Pola Mahasiswa Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial
Angkatan 2008 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Bengkulu Di
Kelurahan Kandang Limun Kota Bengkulu). Universitas Bengkulu. Bengkulu

Yayuk Yulianti. (2003). Sosiologi Pedesaan. Yogyakarta: Lappera Pustaka Utama.

http://www.papua.go.id/view-detail-page-254/Sekilas-Papua-.html di akses pada


tanggal 23 Januari 2015 pukul 18.00

http://www.papuaposnabire.com/index.php/jayapura/594-gubernur-ada-6-masalah
mendasar-pendidikan-di-papua di akses pada tanggal 23 Januari 2015 pukul 15.00.

http://www.up4b.go.id/index.php/component/content/article/15-halaman/37-
tentang diakses pada tanggal 11 Januari 2015 pukul 13.00.

http://www.jurnas.com/news/116771/Affirmative-Action-Jalan-Pintas-
Pendidikan-Papua-2013/1/Sosial-Budaya/Pendidikan diakses pada tanggal 14
Januari 2015 pukul 20.00

117
http://usu.ac.id/id/article/11/sejarah diakses pada tanggal 3 Oktober 2015 pukul
17.42 WIB.

http://usu.ac.id/id/kanal/1098/rp-61-m-beasiswa-bidikmisi-adik-disalurkan-ke-
6121-mahasiswa diakses pada tanggal 3 Oktober 2015 Pukul 14.30 WIB

118
LAMPIRAN FOTO DAN DOKUMENTASI PENELITIAN

1. FOTO DENGAN INFORMAN UTA,PASKALIS DI FAKULTAS


PERTANIAN USU DAN FOTO BERSAMA BEBERAPA PENGHUNI
ASRAMA PUTERI MAHASISWA ASAL PAPUA

2. FOTO BERSAMA INFORMAN SAAT WAWANCARA DI ASRAMA


PUTERA DAN PUTERI USU.

119

Anda mungkin juga menyukai