Anda di halaman 1dari 8

PERCOBAAN III

PERKOLASI

Judul PERKOLASI
Hari, tanggal Jum’at, 03 Desember 2021
Tujuan 1) Mahasiswa dapat melakukan penyarian bahan alam
dengan metode Perkolasi
2) Mahasiswa dapat mengetahui cara mengekstraksi
bahan simplisia

I. Dasar Teori
Menurut Guenther dalam Irawan (2010) Perkolasi adalah cara
penyarian dengan mengalirkan penyari melalui bahan yang telah
dibasahi. Perkolasi adalah metoda ekstraksi cara dingin yang
menggunakan pelarut mengalir yang selalu baru. Perkolasi banyak
digunakan untuk ekstraksi metabolit sekunder dari bahan alam,
terutama untuk senyawa yang tidak tahan panas (Agutina, 2013).
Penambahan pelarut dilakukan secara terus menerus, sehingga
proses ekstraksi selalu dilakukan dengan pelarut yang baru. Dengan
demikian diperlukan pola penambahan pelart secara terus menerus,
hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan pola penetesan pelarut
dari bejana terpisah disesuaikan dengan jumlah pelarut yang keluar,
atau dengan penambahan pelarut dalam jumlah besar secara
berkala. Yang perlu diperhatikan jangan sampai bahan kehabisan
pelarut. Proses ekstraksi dilakukan sampai seluruh metabolit
sekunder habis tersari, pengamatan sederhana untuk
mengindikasikannya dengan warna pelarut, dimana bila pelarut
sudah tidak lagi berwarna biasanya metabolit sudah tersari. Namun
untuk memastikan metabolit sudah tersari dengan sempurna
dilakukan dengan menguji tetesan yang keluar dengan KLT atau
spektrofotometer UV. Penggunaan KLT lebih sulit karena harus
disesuaikan fase gerak yang dipakai, untuk itu lebih baik
menggunakan spektrofotometer. Namun apabila menggunakan KLT
indikasi metabolit habis tersari dengan tidak adanya noda/spot pada
plat, sedangkan dengan spektrofotometer ditandain dengan tidak
adanya puncak (Anonim, 1995).
Perkolasi dilakukan dalam wadah berbentuk silindris atau kerucut
(perkolator) yang memiliki jalan masuk dan keluar yang sesuai. Bahan
pengekstraksi yang dialirkan secara kontinyu dari atas, akan mengalir
turun secara lambat melintasi simplisia yang umumnya berupa
serbuk kasar. Melalui penyegaran bahan pelarut secara kontinyu,
akan terjadi proses maserasi bertahap banyak. Jika pada maserasi
sederhana tidak terjadi ekstraksi sempurna dari simplisia oleh karena
akan terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan dalam sel
dengan cairan disekelilingnya, maka pada perkolasi melalui simplisia
bahan pelarut segar perbedaan konsentrasi tadi selalu
dipertahankan. Dengan demikian ekstraksi total secara teoritis
dimungkinkan (praktis jumlah bahan yang dapat diekstraksi mencapai
95%) (Voight, 1995).
Prinsip perkolasi adalah penyarian zat aktif dengan mengalirkan
pelarut melalui serbuk simplisia yang telah terlebih dahulu dibasahi
selama waktu tertentu, kemudian ditempatkan dalam suatu bejana
silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari
dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari
akan melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai mencapai
keadaan jenuh. Gerak ke bawah disebabkan oleh kekuatan gaya
beratnya sendiri dan cairan di atasnya dikurangi dengan daya kapiler
yang cenderung untuk menahan. Kekuatan yang berperan pada
perkolasi antara lain gaya berat, kekentalan, daya larut, tegangan
permukaan, difusi, osmosa, adesi, daya kapiler dan daya geseran
(friksi).
Perkolator memiliki 3 jenis bentuk :
a. Perkolator bentuk corong.
Perkolator jenis ini biasanya digunakan untuk pembuatan
ekstrak atau tingtur dengan kadar rendah.
b. Perkolator bentuk tabung.
Perkolator jenis ini biasanya digunakan untuk pembuatan
ekstrak cair.
c. Perkolator bentuk paruh 
Perkolator bentuk paruh ini biasanya digunakan unutuk
pembuatan ekstrak atau tingtur dengan kadar tinggi.
Pemilihan perkolator tergantung pada jenis serbuk simplisia
yang akan disari. Serbuk kina yang mengandung sejumlah besar zat
aktif yang larut, tidak baik jika diperkolasi dengan alat perkolasi yang
sempit, sebab perkolat akan segera menjadi pekat dan berhenti
mengalir. Pada pembuatan tingtur dan ekstrak cair, jumlah cairan
penyari yang tersedia lebih besar dibandingkan dengan jumlah cairan
penyari yang diperlukan untuk melarutkan zat aktif. Pada keadaan
tersebut, pembuatan sediaan digunakan percolator lebar untuk
mempercepat proses perkolasi. 
Percolator berbentuk tabung biasanya digunakan untuk
pembuatan ekstrak cair, percolator berbentuk paruh biasanya
digunakan untuk pembuatan ekstrak atau tingtur dengan kadar
tinggi, percolator berbentuk corong biasanya digunakan untuk
pembuatan ekstrak atau tingtur dengan kadar rendah. 
Ukuran percolator yang digunakan harus dipilih sesuai dengan
jumlah bahan yang disari. Jumlah bahan yang disari tidak lebih dari
2/3 tinggi percolator. Percolator dibuat dari gelas, baja tahan karat
atau bahan lain yang tidak saling mempengaruhi dengan obat atau
cairan penyari. 
Percolator dilengkapi dengan tutup dari karet atau bahan lain,
yang berfungsi untuk mencegah penguapan. Tutup karet dilengkapi
dengan lubang bertutup yang dapat dibuka atau ditutup dengan
menggesernya. Pada beberapa percolator sering dilengkapi dengan
botol yang berisi cairan penyari yang dihubungkan ke percolator
melalui pipa yang dilengkapi dengan keran. Aliran percolator diatur
oleh keran. Pada bagian bawah, pada leher percolator tepat di atas
keran diberi kapas yang di atur di atas sarangan yang dibuat dari
porselin atau di atas gabus bertoreh yang telah dibalut kertas tapis.
Kapas yang digunakan adalah yang tidak terlalu banyak mengandung
lemak. Untuk menampung perkolat digunakan botol perkolat, yang
bermulut tidak terlalu lebar tetapi mudah dibersihkan.

II. Alat dan Bahan


a. Alat
1) Timbangan
2) Perkolator
3) Beaker Glass
4) Gelas Ukur
5) Batang Pengaduk
6) Corong Kaca
7) Kain Flanel
8) Botol Kaca
b. Bahan
1) Kopi
2) Teh
3) Coklat
4) Cairan Penyari (Alkohol 70 %)

III. Cara kerja


1) Menimbang simplisia 10 gram.
2) Masukan simplisia ke dalam Beaker Glass
3) Tambahkan alkohol sebanyak 50 bagian, aduk selama 30
menit.
4) Pindahkan campuran kedalam Perkolator
5) Tutup rapat Perkolator, diamkan selama 24 jam
6) Setelah 24 jam tampung fitrat kedalam botol kaca, kemudian
tambahkan cairan penyari baru kedalam Perkolator
sebanyak fitrat yang didapat, diamkan kembali selama 24
jam.
7) Setelah 24 jam tampung kembali fitrat yang didapat kedalam
botol kaca.
8) Hasil perkolasi kemudian diuapkan sampai dengan 1/3
bagian.
9) Selanjutnya dilakukan identifikasi senyawa
VI. Hasil Pengamatan

Hasil Filtrat : 110 ml


Eluen : Kloroform : Etanol 70% = 99 : 1
Senyawa : Golongan xanthi (cafein)

Data Pengamatan Organoleptis


Sampel Konsistensi Warna Bau
Ekstrak
Kuning Khas
perkolasi Cairan – pekat
kecoklatan aromatik
daun teh

DATA PENGAMATAN KLT

Eluen : Kloroform – Etanol 70%


Banding : 99 ml : 1 ml
Metode : Kromatografi Lapis Tipis

Jarak Noda
RF= × 100 %=HRF
Jarak Komponen

HRF = RF × 100 %
Dik : Jarak Noda = 3,5 cm
Jarak Komponen = 6,5 cm
Hasil :
3 , 5 cm
RF 1= ×100 %=0,53=53 %
6,5 cm

V. Pembahasan
Pada praktikum kali ini kami menggunakan metode ekstraksi
dengan perkolasi. Penyarian dengan metode perkolasi adalah
penyarian dengan dengan cara mengalirkan cairan penyari melalui
simplisia yang telah terlebih dahulu dibasahi. Simplisia ditempatkan
disuatu bejana silinder yang dibawahnya diberi sekat berpori. Cairan
penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui simplisia tersebut, cairan
penyari ini akan melarutkan sel-sel yang dilaluinya hingga mencapai
keadaan jenuh. Praktikum dilakukan dengan cara menimbang
simplisia simplisia sebanyak 10 gram. Pada praktikum kali ini
digunakan penyari etanol 70 % sebanyak 100 mL.
Selanjutnya praktikan membasahi simplisia dengan larutan
penyari, pada praktikum ini digunakan 50 mL penyari untuk
membasahi serbuk simplisia. Simplisia yang telah dibasahi kemudian
dimasukkan ke dalam bejana tertutup dan didiamkan
sekurangkurangnya selama 3 jam dan diberi larutan penyari etanol
70% sebanyak 200 ml. Pembasahan dan pendiaman ini bertujuan
agar sel-sel simplisia mengembang sempurna sehingga cairan penyari
akan mudah menembus sel. Setelah 3 jam massa dipindahkan sedikit
demi sedikit ke dalam percolator tabung yang sebelumnya telah
dilapisi kertas saring yang telah dibasahi oleh etanol. Ini berujuan
untuk menjaga kecepatan aliran cairan penyari, jika kertas saring
dibasahi dengan air maka air yang bersifat polar akan mempercepat
aliran cairan. Simplisia dimasukkan sedikit demi sedikit sambil
sesekali ditekan hati-hati, ini juga bertujuan untuk mengatur aliran
dari cairan penyari. Setelah simplisia dimasukkan semuanya
kemudian dimasukkan cairan penyari kedalam percolator melalui
dinding percolator agar cairan penyari rata mengenai serbuk simplisia
dan supaya tidak terbentuk lubang ditengah-tengah serbuk simplisia.
Kemudian celah yang ada pada percolator diolesi dengan vaseline
ini bertujuan agar cairan penyari tidak keluar atau merembes dari
celah tersebut dan untuk menghindari kebocoran pada kran. Setelah
semuanya dimasukkan percolator ditutup dan dibiarkan selama 24
jam. Kemudian cairan dibiarkan menetes dengan kecepatan 1 mL per
menit. Kemudian cairan penyari ditambahkan berulang-ulang
sehingga selalu ada selapis cairan penyari diatas simplisia. Hasil filtrat
diperoleh sebanyak 110 ml, Setelah itu hasil dari perkolasi dipisahkan
dari cairan penyari dan diuapkan diatas waterbath hingga diperoleh
ekstrak kental. Setelah diperoleh ekstrak kental maka dapat
diidentifikasi senyawa metabolit sekunder dari golongan xanthi yaitu
cafein dengan menggunakan metode kromatografi lapis tipis (KLT).
Fase diam yang digunakan adalah silika gel GF 254 yang bersifat
polar dan berfosforesensi pada UV 254 nm. G pada GF 254 berarti
Gypsum, yang berfungsi sebagai pengikat, meningkatkan gaya kohesi
antar partikel fase diam dan gaya adhesi antara permukaan fase diam
dengan lempeng aluminium tempat melekatnya fase diam.
Sedangkan F pada F 254 berarti fosforesensi, menunjukkan adanya
indikator fosforesensi anorganik sehingga pada panjang gelombang
254 nm fase diam ini akan berfosforesensi. Fase gerak yang
digunakan pada praktikum pemisahan senyawa xanthi adalah
kloroform dan etanol 70% dengan perbandingan 99 : 1, plat fase
diam harusnya diaktifkan terlebih dahulu dengan cara dipanaskan
menggunakan oven pada suhu 110-120 C selama 30 menit, proses ini
bertujuan untuk mengurangi kandungan air pada fase diam yang
disebabkan oleh proses penyimpanan. Hasil KLT dilihat dengan nilai
RF sampel perkolasi daun teh sebesar 0,53% lebih besar
dibandingkan dengan cafein murni dengan RF sebesar 0,40% dapat
disimpulkan bahwa, metode ekstraksi perkolasi daun teh dapat
menarik senyawa golongan xanthi yaitu cafein.

VI. Kesimpulan
1. Esktraksi dengan metode perkolasi dengan sampel daun teh,
mampu menarik senyawa metabolit sekunder golongan
xanthi (Cafein).
2. Nilai RF dari hasil KLT sebesar 0,53%

DAFTAR PUSTAKA
Agoes, G.,2007. Teknologi Bahan Alam. Penerbit ITB  : Bandung.
Anonim, 1995. Materi Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta : Depkes RI.
Depkes RI, 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta.
Dirjen pom. 1986. Sediaan Galenik. Jilid II. Jakarta : Departemen RI.

Anda mungkin juga menyukai