Anda di halaman 1dari 19

UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR PESERTA DIDIK PADA

MATA PELAJARAN PKn DENGAN MODEL PEMBELAJARAN STAD DALAM


PEMBELAJARAN JARAK JAUH KELAS IV
SDN 078484 ORAHILI

LAPORAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS

SANAWARNI ZALUKHU
NIM : 855972005

UPBJJ JAKARTA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TERBUKA
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur atas limpahan berkat dan anugerah-Nya, sehingga saya
dapat menyelesaikan laporan Penelitian ini dengan sebaik-baiknya. Laporan ini berjudul “Upaya
Meningkatkan Motivasi Belajar Peserta Didik Pada Mata Pelajaran Pkn Dengan Model
Pembelajaran STAD Dalam Pembelajaran Jarak Jauh Kelas IV SDN 078484 Orahili”
Penyusunan laporan ini didasarkan pada Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang disusun
dan diajukan sebagai syarat untuk memenuhi tugas II Tutorial Online Mata Kuliah Penelitian
Tindakan Kelas (IDIK4008)
saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan penelitian ini
dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Saya sangat menyadari
bahwa laporan ini jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan. Untuk itu saya mohon maaf
yang sebesar-besarnya dan saya mengharap kritik dan saran demi sempurnanya penelitian ini.
UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR PESERTA DIDIK PADA
MATA PELAJARAN PKn DENGAN MODEL PEMBELAJARAN STAD DALAM
PEMBELAJARAN JARAK JAUH KELAS IV
SDN 078484 ORAHILI

ABSTRAK
Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk meningkatkan: 1) motivasi belajar siswa
dalam pembelajaran PKn; dan 2) hasil belajar siswa dalam pembelajaran PKn materi
Menghargai Keberagaman di Indonesia bagi siswa kelas IV SDN 078484 ORAHILI
tahun pelajaran 2020/2021 melalui penerapan model pembelajaran STAD (Student
Team Achievement Division).

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas. Penelitian dilakukan di SDN 078484
ORAHILI Kecamatan Namohalu Esiwa Kabupaten Nias Utara. Subyek penelitian
adalah siswa kelas IV semester I SDN 078484 ORAHILI Kecamatan Namohalu Esiwa
Kabupaten Nias Utara Tahun pelajaran 2021/2022 yang terdiri dari 16 orang siswa
Obyek dalam penelitian ini adalah pembelajaran PKn Menghargai Keberagaman di
Indonesia melalui penerapan model STAD (Student Team Achievement Division).

Penelitian ini menyimpulkan bahwa: 1) Penerapan model STAD (Student Team


Achievement Division) dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran
PKn. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya aktivitas belajar siswa pada setiap
siklus tindakan yang dilakukan; dan 2) Penerapan model STAD (Student Team
Achievement Division) dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran
PKn materi Menghargai Keberagaman di Indonesia bagi siswa kelas IV SDN 078484
ORAHILI Kecamatan Namohalu Esiwa Kabupaten Nias Utara Tahun Pelajaran
2021/2022 Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar dan
tingkat ketuntasan belajar siswa pada setiap siklus tindakan yang dilakukan.

Kata Kunci: Hasil belajar, aktivitas belajar, pembelajaran PKn, model STAD
(Student
Team Achievement
Division).
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan Kewargenaraan (PKn) sebagai salah satu bidang kajian berdasarkan


Undang-Undang Sistem Pendidikan no 20 tahun 2003 dan program studi yang
berperan dalam pendidikan hukum, politik dan kewarganegaraan. Dahulu
dinamakan PMP (Pendidikan Moral Pancasila) yang dijabarkan dalam P4 dan BP7,
lalu berubah menjadi PPKn sekarang bernama PKn.

Adapun aturan tentang pendidikan nasional dalam Undang-Undang Sisdiknas No.


20
Tahun 2003 Pasal 1 (dalam Grafika, 2016: 3) yaitu: Pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya.

Jadi di dalam pembelajaran PKn dituntut perubahan karakter peserta didik baik di
dalam kelas maupun di dalam kehidupannya di dalam masyarakat. Permasalahan
yang sering muncul dalam pembelajaran PKn adalah: masih banyak peserta didik
kelas V semester I SDN 078484 ORAHILI Kecamatan Namohalu Esiwa Kabupaten
Nias Utara tahun pelajaran 2021/2022 yang kurang bergairah dan tidak semangat
dalam belajar.

Hal ini ditunjukkan dari sikap sebagian peserta didik, misalnya: peserta didik tidak
sungguh-sungguh mengikuti pelajaran daring yang diberikan, tidak fokus kepada
pelajaran, sibuk sendiri, membuka situs-situs yang lain, tidak mendengarkan ketika
namanya dipanggil, hanya sebentar mengikuti pembelajaran daring lalu keluar dari
kelas online, tidak menjawab dan tidak menyalakan kamera selama pembelajaran
daring. Akhirnya berdampak pada hasil ulangan harian peserta didik yang
rendah.
Disamping itu, suasana belajar juga menjadi kurang menyenangkan dan kurang
hidup, bahkan terasa membosankan. Peserta didik kurang termotivasi dalam
belajar. Masalah ini perlu segera dicarikan penyelesaiannya agar nilai rata-rata
peserta didik dapat meningkat di semester berikutnya.

1.2 Rumusan Masalah


Merujuk pada latar belakang permasalahan tersebut di atas, selanjutnya dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut ini:
1. Apakah penerapan model STAD (Student Team Achievement Division)
dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa dalam pembelajaran PKn?
2. Apakah penerapan model STAD (Student Team Achievement Division) dapat
meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran PKn materi Menghargai
Keberagaman di Indonesia bagi siswa kelas IV SDN 078484 ORAHILI
Kecamatan Namohalu Esiwa Kabupaten Nias Utara tahun pelajaran 2021/2022?

1.3 Tujuan
Berdasarkan perumusan masalah pada bagian sebelumnya, selanjutnya dapat
dikemukakan tujuan dilakukannya penelitian. Adapun tujuan dilakukannya penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dalam pembelajaran PKn melalui
penerapan model STAD (Student Team Achievement Division).
2. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran PKn materi
Menghargai Keberagaman di Indonesia bagi siswa kelas IVSDN 078484 ORAHILI
Kecamatan Namohalu Esiwa Kabupaten Nias Utara tahun pelajaran 2021/2022
melalui penerapan model STAD (Student Team Achievement Division).

1.4 Manfaat
- Bagi peserta didik, penelitian diharapkan dapat meningkatkan motivasi belajar
peserta didik kelas 4 agar dapat memahami pembelajaran PKn dengan lebih
baik
lagi dan juga mendapat hasil yang maksimal dalam penilaian yang diberikan
oleh guru.
- Bagi Guru, penelitian ini dapat berguna untuk menambah wawasan guru yang
mengajar PKn, menambah kreativitas guru dan meningkatkan kemampuan
manajemen kelas yang lebih baik dan terstruktur.
- Bagi sekolah, penelitian ini juga dapat dipergunakan sebagai acuan
pembelajaran kooperatif yang menyenangkan dan tidak membosankan dimana
penelitian ini juga dapat menambah tingkat pencapaian KKM akademik siswa di
setiap kelasnya.

BAB II
KAJIAN TEORI/ PUSTAKA
2.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Devision
(STAD)
Model pembelajaran STAD termasuk model pembelajaran kooperatif. Semua model
pembelajaran kooperatif ditandai dengan adanya struktur tugas, struktur tujuan dan struktur
penghargaan. Dalam proses pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif siswa
didorong untuk bekerja sama pada suatu tugas bersama dan mereka harus
mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru. Tujuan
model pembelajaran kooperaif adalah prestasi belajar akademik siswa meningkat dan
siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya, serta pengembangan
keterampilan sosial.

Pembelajaran kooperatif tipe STAD didesain untuk memotivasi siswa-siswa agar kembali
bersemangat dan saling menolong untuk mengembangkan keterampilan yang diajarkan oleh
guru. Pada model ini siswa dikelompokkan dalam tim dengan anggota 4 siswa pada setiap
tim untuk selanjutnya melakukan diskusi. Tim dibentuk secara heterogen menurut tingkat
kinerja, jenis kelamin, dan suku. Dalam kegiatan berdiskusi ini, setiap anggota
kelompok harus menyadari pentingnya pertukaran informasi (subsidi silang). Apabila ada
anggota kelompok yang belum memahami, maka anggota kelompok yang lain berusaha
untuk membantunya
sampai semua anggota kelompok benar-benar menguasai materi yang diajarkan guru.
Dimana hal ini penting dilakukan untuk meningkatkan motivasi keinginan belajar setiap
individu.

Pembelajaran kooperatif tipe STAD, tipe ini dikembangkan pertama kali oleh Robert Slavin
dan teman-temannya di Universitas John Hopkins dan merupakan model pembelajaran
kooperatif paling sederhana. Masing-masing kelompok memiliki kemampuan akademik
yang heterogen, sehingga dalam satu kelompok akan terdapat satu siswa berkemampuan
tinggi, dua orang kemampuan sedang dan satu siswa lagi berkemampuan rendah.

Student Team Achievement Divisions (STAD) adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif
yang paling sederhana. Siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan empat orang
yang merupakan campuran menurut tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan suku. Guru
menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh
anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh siswa diberikan kuis
tentang materi itu dengan catatan, saat kuis mereka tidak boleh saling membantu.

Model pembelajaran koperatif tipe STAD merupakan pendekatan Cooperative Learning


yang menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan
saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal.
Guru yang menggunakan model pembelajaran STAD mengajukan informasi akademik baru
kepada siswa setiap minggu menggunakan presentasi verbal atau teks.

2.2 Landasan Filosofis Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Team
Achievement
Division)

Manusia adalah makhluk sosial yang saling ketergantungan satu sama lain. Antara manusia
yang satu dengan manusia yang lainnya saling membutuhkan. Seperti adanya sistem gotong
royong dimana manusia satu dengan yang lain akan saling membantu untuk mencapai
tujuan bersama. Pada dasarnya manusia dalam hidupnya tidak lepas dari masalah. Ada
kalanya permasalahan yang ditemui merupakan permasalahan yang rumit dan tidak dapat
diselesaikan
sendiri. Apabila mendapatkan masalah yang dirasa sulit untuk dipecahkannya sendiri,
manusia sering kali memerlukan pertolongan dari orang-orang sekitarnya. Pada dasarnya
pemikiran orang banyak lebih baik daripada pemikiran sendiri dalam memecahkan suatu
permasalahan. Manusia perlu menghimpun diri dengan sesamanya untuk menghadapi
permasalahan- permasalahan yang berat baginya. Begitu pula dalam proses pembelajaran.
Siswa kadang kala tidak mampu menyelesaikan permasalahan yang ditemui dalam proses
belajar secara mandiri. Terkadang bantuan baik dari teman maupun guru sangat diperlukan
dalam hal tersebut.

Berdasarkan hal tersebut, dikembangkanlah model pembelajaran kooperatif yang


mengutamakan sistem pembelajaran berkelompok. Dengan belajar berkelompok, siswa
diharapkan mampu secara bersama-sama memecahkan permasalahannya dalam
pembelajaran yang tidak mampu dipecahkan sendiri. Proses pembelajaran yang berlangsung
akan menjadi lebih bermakna dan siswa dapat lebih mengerti dengan materi yang
dibelajarkan.

Di sisi lain, sifat umum manusia adalah selalu ingin lebih unggul dari orang-orang
disekitarnya. Setiap orang selalu ingin menjadi yang terbaik dari yang lainnya. Dalam
hidupnya manusia sering mengalami persaingan-persaingan satu sama lain. Persaingan
tersebut juga terjadi dalam proses pembelajaran. Dimana siswa selalu ingin menjadi yang
terbaik dari siswa lainnya. Namun jika persaingan tersebut dibiarkan begitu saja, maka
cenderung persaingan itu akan mengarah pada persaingan yang tidak sehat dan justru akan
merugikan.

Untuk menyiasati hal itu, agar siswa mampu berprilaku secara umum yaitu saling membantu
antar sesamanya, namun juga tetap bersaing secara sehat sehingga timbul motivasi dalam diri
siswa untuk menjadi yang terbaik dalam proses pembelajaran, maka diciptakanlah model
kooperatif STAD (Student Team Achievement Divisions) yaitu model pembelajaran yang
menekankan pembelajaran berkelompok, namun tidak mengesampingkan persaingan
diantara siswa yang ditandai dengan diadakannya kuis individu sehingga pemahaman siswa
mengenai suatu materi dapat ditingkatkan dengan pembelajaran berkelompok, namun juga
motivasi siswa untuk menjadi yang terbaik tetap tumbuh dalam diri siswa
2.3 Landasan Teoritis Model Pembelajaran Kooperatif STAD (Student Team Achievement
Division)
1.Teori Belajar Sosial dari Vygotsky
Teori Vygotsky lebih menekankan pada aspek sosial dari pembelajaran. Menurut
vygotsky bahwa proses pembelajaran akan terjadi jika anak bekerja atau
menangani tugas-tugas yang belum dipelajari, namun tugas-tugas tersebut
masih berada dalam jangkauan mereka disebut dengan Zone of Proximal
Development, yakni daerah tingkat perkembangan sedikit diatas daerah
perkembangan seseorang saat ini. Vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang
lebih tinggi pada umumnya muncul dalam percakapan dan kerja sama antar
individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu
tersebut (Trianto, 2009). Sehingga pembelajaran yang baik menurut teori dari
belajar sosial ini dapat diterapkan dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif.

2. Teori Perkembangan Kognitif dari Piaget


Perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi
aktif anak dengan lingkungan. Menurut teori ini, ilmu pengetahuan dibangun
dalam diri seorang individu melalui proses interaksi yang berkesinambungan
dengan lingkungan. Piaget yakin bahwa pengalaman fisik dan manipulasi
lingkungan penting bagi terjadinya perubahan perkembangan. Sementara
itu interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya berargumentasi dan
berdiskusi membantu memperjelas pemikiran. Sehingga agar siswa mampu
berinteraksi sosial dengan sesamanya menurut teori kognitif, maka model
pembelajaran kooperatif sangatlah cocok diterapkan.

3. Teori Albert Bandura


Teori belajar sosial diperkenalkan oleh Albert Bandura, ahli psikologis klinis
dari
Lowa University. Teori belajar sosial menyebutkan bahwa belajar akan
menjadi
efektif bila bahan ajar sesuai dengan kebutuhan dan harapan orang tersebut
(siswa) serta ia diberikan kesempatan untuk bertanggung jawab atas belajarnya
sendiri (Tanwey Gerson Ratumanan, 2002). Dalam teori belajar ini baik faktor
internal maupun faktor eksternal sangat diperhatikan. Tingkah laku manusia
menurut teori belajar sosial dipengaruhi oleh timbal balik yang
berkesinambungan antara faktor kognitif, tingkah laku, dan faktor lingkungan.
Teori belajar sosial menekankan interaksi antar prilaku dan lingkungan yang
memusatkan diri pada pola prilaku yang dikembangkan individu untuk
menguasai lingkungan dan bukan pada dorongan nalurian (Atkinson dalam
Tanwey Gerson Ratumanan, 2002).

4. Teori John Dewey dan Herbert Thelan


Menurut Dewey (Arends, 1997), kelas seharusnya merupakan cermin dari
masyarakat luas dan berfungsi sebagai laboratorium belajar dalam kehidupan
nyata. Dewey menegaskan bahwa guru perlu menciptakan sistem sosial yang
bercirikan demokrasi dan proses ilmiah dalam lingkungan belajar peserta didik
dalarn kelas. Tanggung jawab utama guru adalah memotivasi peserta didik
untuk belajar secara kooperatif dan memikirkan masalah-masalah sosial yang
penting setiap hari. Bersamaan dalam aktivitasnya rnemecahkan masalah di
kelompoknya, peserta didik belajar prinsip-prinsip demokrasi melalui interaksi
dengan peserta didik lain.
Beberapa tahun setelah Dewey, Thelan (dalam Arends, 1997) berpendapat
bahwa kelas haruslah merupakan laboratorium atau miniatur demokrasi yang
bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial dan masalah antar pribadi.Thelan
tertarik dengan dinamika kelompok dan rnengernbangkan bentuk yang lebih
rinci dan terstruktur dari penyelidikan kelompok, dan mempersiapkan dasar
konseptual untuk pengembangan pembelajaran kooperatif (Arends, 1997).

5. Teori Gordon Allport


Aliport (Arends, 1997) berpandangan bahwa hukum saja tidaklah cukup untuk
mengurangi kecurigaan dan meningkatkan penerimaan secara baik antar
kelompok.Pandangan Allport dikenal dengan "The Nature of Prejudice".
Untuk
mengurangi kecurigaan dan meningkatkan penerimaan satu sama lain adalah
dengan jalan mengumpulkan mereka (antar suku atau ras) dalam satu lokasi,
kontak langsung dan bekerjasama antar mereka. Shlomo Sharan dan koleganya
menyimpulkan adanya tiga kondisi dasar untuk memformulasikan pandangan
Allport untuk mengurangi kecurigaan antar kelompok dan meningkatkan
penerimaan antar mereka. Tiga kondisi tersebut adalah: 1) kontak langsung
antar suku atau ras; 2) dalam seting tertentu, mereka bekerjasama dan
berperan aktif dalam kelompok; 3) dalam seting tersebut, mereka secara resmi
menyetujui adanya kerjasama (Arends, 1997).

6. Teori Kurt Lewin


Kurt Lewin yang lahir pada tahun 1890 di Polandia ini dapat dipandang sebagai
Bapak Psikologi Sosial.Lewin sangat tertarik pada masalah-masalah pergerakan
yang dinamis dalam kelompok (group dynamics movement), terutama tentang
resolusi konflik sosial yang terjadi di antara para peserta didik. Dalam suatu
kelompok, ada duakernungkinan yang dapat terjadi, yaitu: mendorong
penerimaan sosial (promotesocial acceptance) atau meningkatkan
jarak/ketegangan sosial (increase social distance). Pandangan-pandangan
Lewin tentang dinamika kelompok ini kemudian dikembangkan oleh para peserta
didikpeserta didiknya. D. Johnson, E. Aronson, R. Schmuck dan L. Sherman
adalah generasi ke-tiga dari Lewin (peserta didik dari peserta didik Lewin) yang
turut mengembangkan pandangan-pandangan Lewin tersebut di atas.

Para penerus Lewin mencari cara bagaimana memfasilitasi integrasi dan


memajukan hubungan antar manusia, mendorong demokrasi dan mengurangi
timbulnya konflik. Dari sini muncul berbagai strategi pembelajaran
kooperatif.Para penerus Lewin (terutama generasi kedua dan ketiga Lewin)
mengembangkan berbagai teknik pembelajaran kooperatif yang
menggabungkan pandangan teoripsikologi sosial dari Lewin dan psikologi
kognitif.
Banyak hasil penelitian Lewin yang mengetengahkan pentingnya partisipasi aktif
dalam kelompok untuk mempelajari ketrampilan baru, mengembangkan
sikap
baru, dan memperoleh pengetahuan.Hasil penelitiannya juga menunjukkan
betapa produktifnya kelompok bila anggota-anggotanya berinteraksi dan
kemudian saling merefleksikan pengalaman-pengalamannya.

Menurut Slavin (dalam Tanwey Gerson Ratumanan, 2002), STAD terdiri dari lima
komponen utama sebagai berikut:

a. Presentasi Kelas
Materi yang akan dibelajarkan, sebelumnya dijelaskan oleh guru dengan
metode presentasi. Presentasi yang dilakukan ini berbentuk pengajaran secara
langsung atau diskusi yang dipimpin oleh guru. Guru memberikan rangsangan-
rangsangan ataupun permasalahan sehingga siswa diharapkan mampu mengonstruksi
suatu pemahaman terhadap suatu topik yang akan dibahas.

b. Kelompok
Kelompok dibentuk terdiri dari empat atau lima siswa dengan memperhatikan
perbedaan kemampuan, jenis kelamin ras atau etnis. Dalam kelompok, siswa
berdiskusi lebih lanjut dengan anggota kelompoknya masing-masing terkait dengan
materi yang diberikan terkait dengan mendiskusikan masalah membandingkan
jawaban, dan mengoreksi miskonsepsi jika ada anggota kelompok yang membuat
kesalahan. Setiap anggota kelompok diharapkan berpartisipasi aktif dalam
pembelajaran untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi kuis yang akan
dilaksanakan setelah sesi pembelajaran dalam kelompok usai.

c. Kuis (tes)
Setelah usai penyajian materi yang dilakukan oleh guru dan setelah selesainya
pembelajaran dalam kelompok, siswa diberikan tes individual untuk mengukur
pemahaman masing-masing siswa terhadap materi yang telah dibahas. Siswa tidak
diperkenankan bekerja sama dan saling membantu pada kuis ini.
d. Skor Peningkatan Individual
Setiap siswa dapat memberikan kontribusi skor terhadap kelompoknya masing-
masing dalam sistem skor, sehingga siswa harus bekerja keras. Siswa memberikan
kontribusi skor pada kelompoknya dengan skor yang diperoleh dari hasil kuis yang
mereka dapatkan dibandingkan dengan skor dasar mereka yang telah ditentukan
sebelumnya. Dengan demikian diharapkan siswa memahami pentingnya sebuah kerja
keras dan melakukan yang terbaik untuk memperoleh hasil yang diinginkan.

e. Penghargaan Kelompok
Kelompok dengan kriteria terbaik yang didasarkan pada perolehan skor yang mereka
dapat akan mendapatkan penghargaan dari guru.

2.4 Hipotesis Tindakan


Hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Penerapan model STAD dapat meningkatkan motivasi belajar siswa dalam
pembelajaran PKn.
2. Penerapan model STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam
pembelajaran PKn materi Menghargai Keberagaman di Indonesia bagi siswa
kelas IV semester I SDN 078484 ORAHILI Kecamatan Namohalu Esiwa
Kabupaten Nias Utara.
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Uraian Tiap Siklus

Langkah-langkah penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam siklus 1


adalah sebagai berikut.
1. Persiapan dan Penyampaian Materi
Guru menyiapkan materi sebelum memasukin kelas dan menyampaikan materi
pembelajaran dengan metode presentasi sebagai awalnya dan dilanjutkan dengan
metode penemuan terbimbing mengenai konsep Keberagaman di Indonesia.

2. Pre Test
Guru memberikan tes awal setelah menyampaikan materi pembelajaran mengenai
Keberagaman di Indonesia untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal. Penerapan
pembelajaran kooperatif tipe STAD tidak diharuskan melakukan kuis awal terlebih
dahulu karena melihat situasi dan kondisi kelas tersebut. Namun, alangkah baiknya
jika memberikan kuis awal terlebih dahulu untuk melihat perkembangan siswa.

3. Membentuk Kelompok
Guru menginsformasikan pengelompokan siswa yang telah ditentukan dimana setiap
kelompok terdiri dari 4 sampai dengan 5 siswa yang kemampuan akademiknya te
rdiri dari siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah.

4.Diskusi Kelompok
Guru membagikan bahan diskusi kelompok – berupa materi pada G-Slide pada setiap
kelompok untuk dikerjakan setiap anggota kelompok tentang materi pembelajaran yang
sudah diberikan guru untuk didiskusikan bersama-sama, dan saling bantu-membantu antar
anggota lain dalam kelompoknya, sedangkan guru memotivasi, memfasilitasi kerja siswa,
membantu siswa yang mengalami kesulitan, dan mengamati kerjasama tiap anggota dalam
kelompok belajar. Selanjutnya setelah semua siswa selesai mengerjakan G-Slide nya
masing-masing, perwakilan kelompok atau salah satu siswa ditunjuk untuk
mempresentasikan hasil diskusi kelompok dan guru bertindak sebagai fasilitator.
5.Tes/Kuis Individu Kedua
Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual.
6. Evaluasi
Guru melakukan evalusi dengan memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman,
mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah
dibelajarkan
7. Penghargaan
Guru memberikan penghargaan kepada kelompok melalui nilai penghargaan
berdasarkan perolehan nilai peningkatan individual dari nilai dasar ke nilai
berikutnya setelah mereka melalui kegiatan kelompok.

Langkah-langkah penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam siklus II


adalah sebagai berikut:
1. Persiapan dan Penyampaian Materi
Guru mengulangi materi sebelumnya dan menambahkan informasi tambahan tentang
materi Keberagaman di Indonesia

2. Mengevaluasi pencapaian Kelompok


Guru mengevaluasi kerja sama yang terjadi dalam setiap kelompok. Semua peserta
didik diharapkan untuk berpasipasi aktif dalam memberikan jawaban dan
menerangkan secara bergantian agar setiap peserta didik mendapat kesempatan yang
sama dalam membahas persoalan dalam materi yang diberikan

3.Diskusi Kelompok
Guru membagikan bahan diskusi kelompok – berupa materi pada G-Slide pada setiap
kelompok untuk dikerjakan setiap anggota kelompok tentang materi pembelajaran
yang sudah diberikan guru untuk didiskusikan bersama-sama, dan saling bantu-
membantu antar anggota lain dalam kelompoknya, sedangkan guru memotivasi,
memfasilitasi kerja siswa, membantu siswa yang mengalami kesulitan, dan mengamati
kerjasama tiap anggota dalam kelompok belajar. Selanjutnya setelah semua siswa
selesai mengerjakan G-Slide nya masing-masing, perwakilan kelompok atau salah
satu siswa ditunjuk untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok dan guru
bertindak sebagai fasilitator

4.Tes/Kuis Individu Kedua


Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual.
5. Evaluasi
Guru melakukan evalusi dengan memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman,
mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah
dibelajarkan.
6. Penghargaan
Guru memberikan penghargaan kepada kelompok melalui nilai penghargaan berdasarkan
perolehan nilai peningkatan individual dari nilai dasar ke nilai berikutnya setelah mereka
melalui kegiatan kelompok.
7. Post Test
Guru memberikan post test kepada setiap siswa secara individual.

4.2 Pembahasan

Kajian ini menunjukkan bahwa: Berdasarkan hasil penelitian secara keseluruhan


peningkatan motivasi belajar peserta didik sangat signifikan yakni sudah mencapai
85% ke atas. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan sebanyak dua siklus. Siklus 2
dilaksanakan sebagai penyempurna siklus 1. Pembelajaran menggunakan metode STAD ini
diikuti oleh 16 peserta didik terbagi dalam 4 kelompok Setiap kelompok asal terdiri dari 4
peserta didik yakni sebagai kelompok ahli pokok bahasan.

Kondisi awal motivasi belajar peserta didik dalam satu kelas sebelum dilakukan penelitian
memiliki motivasi belajar klasikal sebanyak 40% peserta didik yang sudah muncul motivasi
belajarnya atau dengan kategori baik. Setelah dilakukan penelitian tindakan pada siklus 1
yakni dengan hasil observasi, diketahui hasil analisis terjadi peningkatan motivasi belajar
peserta didik menjadi 75%
yang sudah muncul dengan kategori baik dan kategori cukup. Karena hasil penelitian pada
siklus 1 belum mencapai indikator yang ditentukan, maka peneliti melanjutkan penelitian
pada siklus 2.

Setelah dilakukannya tindakan siklus 2, motivasi belajar peserta didik mengalami


peningkatan secara signifikan. Yakni perbandingan dari siklus 1 dengan hasil pencapaian
75% dengan rincian 50% dengan hasil kategori baik dan 25% dengan kategori sedang,
sedangkan hasil penelitian siklus 2 yakni 90% mengalami peningkatan motivasi belajar
dengan kategori baik. Hal ini membuktikan bahwa peningkatan motivasi belajar hasilnya
melebihi indikator ketercapaian yang sudah ditentukan yakni 85%. Maka penelitian ini
dihentikan pada siklus 2.

BAB IV KESIMPULAN DAN


SARAN

5.1 Simpulan
Belajar kooperatif (cooperatif learning) mengandung pengertian sebagai suatu pembelajaran
yang menggunakan grup kecil dimana siswa bekerjasama belajar satu sama lain, berdiskusi
dan saling berbagi ilmu pengetahuan, saling berkomunikasi, saling membantu untuk

memahami materi pelajaran. Model pembelajaran STAD termasuk model pembelajaran


kooperatif. Kemudian untuk sintaks nya ada 7 langkah yang harus menjadi pedoman guru
dalam proses pembelajaran yang menggunakan tipe STAD. Model pembelajaran kooperatif
tipe STAD merupakan model pembelajaran yang menggunakan sistem berkelompok yang
bersifat umum, sehingga dapat digunakan untuk bidang studi dan semua tingkatan baik di
jenjang sekolah dasar maupun sekolah menengah, serta merupakan model yang paling
sederhana dan mudah dilaksanakan.

5.2 Saran Tindak Lanjut Penelitian


Model pembelajaran kooperatif jika diterapkan sesuai dengan situasi ideal dan dilakukan
dengan baik dan benar sesuai dengan langkah-langkah yang ada, dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran siswa. Dengan meningkatnya kualitas pembelajaran siswa maka hasil belajar
siswa pun meningkatkan. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD ini dapat diterapkan
pada mata pelajaran apapun dan dapat disesuaikan dengan kurikulum yang sedang berlaku.
Kelebihan tipe STAD diharapkan dapat menutupi kekurangan tipe STAD itu sendiri.

Walaupun perencanaan pembelajaran kooperatif tipe STAD sudah dilakukan dengan baik,
namun kadang kala dalam prakteknya sering terjadi hal-hal di luar perencanaan dan sering
kali tidak berjalan mulus sesuai rencana. Upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir
hal-hal yang tidak diinginkan dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah dengan
sebisa mungkin mengatasi kekurangan-kekurangannya. Kekurangan-kekurangan yang ada
pada pembelajaran kooperatif masih dapat diatasi atau diminimalkan.
Penggunaan waktu yang lebih lama dapat diatasi dengan menggunakan waktu secara efektif dan
efisien. Sedangkan pembentukan kelompok dan penataan ruang kelas sesuai kelompok yang ada
dapat dilakukan sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Dengan demikian, dalam kegiatan
pembelajaran tidak ada waktu yang terbuang untuk pembentukan kelompok dan penataan ruang
kelas. Pembelajaran kooperatif memang memerlukan kemampuan khusus guru, namun hal ini
dapat diatasi dengan melakukan latihan terlebih dahulu. Sedangkan kekurangan-kekurangan yang
terakhir dapat diatasi dengan memberikan pengertian kepada siswa bahwa manusia tidak dapat
hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, siswa merasa perlu bekerja sama dan
berlatih bekerja sama dalam belajar secara kooperatif.

DAFTAR PUSTAKA
https://www.tripven.com/model-pembelajaran-stad/
http://modelpembelajarankooperatif.blogspot.com/2012/08/student -team-
achievement-division-stad_3721.html
https://model pembelajaran1.wordpress.com/2016/02/20/model-pembelajaran- stad/
https://mochamadkhoiri.wordpress.com/2011/ 08/09/sistematika-proposal-ptk/

https://id.wikipedia.org/wiki/Pemelajaran_kooperatif

Anda mungkin juga menyukai