Adegan 1
Padi pandan wangi, adalah jati diri Cianjur yang mampu membawa wangi Cianjur.
Para petani adalah pejuang sejati dan R.A Prawatasari, pahlawan para petani.
Pada abad 17, rakyat Cianjur sedang dalam penindasan penjajah, tetapi para pemimpin mereka tidak
berdaya. Bahkan, seolah berpihak pada kaum penjajah maka terlahirlah satir dengan lagu “Ayang-
Ayang Gung.”
Adegan 2
Dalam suasan keprihatinan rakyat saat itu, terdengarlah suara takbir dan teriakan lantang dari sosok
Prawatasari yang siap berperang dengan kaum penjajah demi terlepasnya rakyat dari belenggu tanam
paksa Rodi kompeni.
Adegan 3
Semangat prawatasari terus menggelora mampu menepis ketakutan oleh kejamnya butiran peluru dan
popor senapan serdadu scovio.
Kemudiang membangun kekuatan dengan mendirikan pesantren disepanjang daerah jampang Cianjur
Selatan dan menghimpun pasukan. Adapun yang dijadikan pasukan yaitu para santri binaanya.
Ternyata, juga mendapatkan dukungan dari R.A Tanujiwa, Tanujiwa sengaja mendaftar menjadi
pasukan kompeni agar dapat membantu perjuangan prawatasari sebagai mata-mata. Sehingga pasukan
santri prawatasari sering lolos dari sergapan pasukan kompeni, dan mendapat julukan “Pasukan
Siluman.”
Adegan 4
Bantuan dari Tanujiwa akhirnya terhenti karena diketahui oleh Belanda, Tanujiwa pun ditangkap dan
dibuang sementara pasukan santri banyak yang tertangkap dan gugur. Tapi Prawatasari tetap berjuang
sehingga pihak penjajah mengumumkan sayembara berhadiah untuk menangkap prawatasari, hidup
atau mati.
Adegan 5
Sultan Cirebon bersimpati pada perjuangan Prawatasari kemudian menerima Prawatasari dengan
pasukan santrinya yang masih tersisa 7 orang.
Setelah berada di keraton kaCirebonan, ki sultan menyarankan untuk kembali ke tatar Cianjur, tapi
Prawatasari menolak hengkang dari keraton Cirebon menuju daerah Bagelen. Setibanya di Bagelen,
Prawatasari dijebak kemudian dikepung dari semua penjuru. Sungguh perang yang tak seimbang.
Akhirnya R.A Prawatasari pun gugur.