Anda di halaman 1dari 16

PENGARUH KONSELING MENGENAI GIZI PRAKONSEPSI TERHADAP

ASUPAN PROTEIN,KALSIUM,ZAT BESI,ASAM FOLAT DAN STATUS


GIZI PADA WANITA USIA SUBUR

D
I
S
U
S
U
N
Oleh:

Nama :Cindy
Nim :1891010
Prodi : Sarjana Kebidanan 3A
Dosen Pembimbing: Nikmah Jalilah Ritonga,SST.M.Tr.Keb

INTSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM


T.A 2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perilaku gizi merupakan faktor yang sangat penting. Seseorang yang berperilaku
sehat jika makanan yang di konsumsi memberikan gizi seimbang. Semakin beragam
bahan makanan yang dikonsumsi, semakin besar asupan gizi. Kesadaran untuk
mengkonsumsi makanan yang sehat inilah yang sampai kini belum dimiliki wanita usia
subur (Dewantari, 2013).
Wanita usia subur sebagai calon ibu merupakan kelompok rawan yang harus
diperhatikan status kesehatannya, terutama status gizinya. Kualitas seorang generasi
penerusakan ditentukan oleh kondisi ibunya sejak sebelum hamil dan selama
kehamilan.Kesehatan prakonsepsi sangat penting diperhatikan termasuk status gizinya,
terutama dalam upaya mempersiapkan kehamilan karena akan berkaitan erat dengan
outcome kehamilan (Paratmanitya, 2012).
Masa pra konsepsi merupakan masa sebelum hamil, wanita prakonsepsi
diasumsikan sebagai wanita dewasa atau wanita usia subur yang siap menjadi seorang
ibu, dimana kebutuhan gizi pada masa ini berbeda dengan masa anak- anak, remaja,
ataupun usia lanjut (Rahman,dkk,2013). Status gizi prakonsepsi akan mempengaruhi
kondisi kehamilan dan kesejahteraan bayi yang akan lebih baik jika penanggulangannya
dilakukan sebelum hamil. Wanita usia 20 – 35 merupakan usia yang paling tepat
dalam mencegah terjadinya masalah gizi terutama kekurangan energi kronik (Cetin,
2009 dalam Hamid, dkk, 2014).
Berdasarkan data Riskesdas (2007), proporsi wanita usia subur berisiko KEK
usia 15-19 tahun yang hamil sebesar 31,3% dan yang tidak hamil sebesar 30,9%. Pada usia
20-24 tahun yang hamil sebesar 23,8% dan yang tidak hamil sebesar 18,2%. Pada usia
25-29 tahun yang hamil sebesar 16,1% dan yang tidak hamil sebesar 13,1%. Pada usia
30-34 tahun yang hamil sebesar 12,7% dan yang tidak hamil sebesar 10,2%.Berdasarkan
data Riskesdas tahun 2013, proporsi wanita usia subur KEK usia 15-19 tahun yang
hamil sebanyak 38,5% dan yang tidak hamil sebanyak 46,6%. Pada usia 20-24 tahun
adalah sebanyak 30,1% yang hamil dan yang tidak hamil sebanyak 30,6%. Pada usia
25 -29 tahun adalah sebanyak 20,9% yang hamil dan 19,3 yang tidak hamil. Pada usia 30-
34 tahun adalah sebanyak 21,4% yang hamil dan 13,6% yang tidak hamil. Hal ini
menunjukkan proposi WUS resiko KEK mengalami kenaikan dari 2007 ke tahun 2013.

B. Perumusan Masalah
Adakah Pengaruh Konseling mengenai Gizi Prakonsepsi terhadap Asupan
Protein, Kalsium, Zat besi Asam folat dan Status Gizi pada Wanita Usia Subur (WUS) ?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh konseling mengenai gizi prakonsepsi terhadap asupan protein,
kalsium, zat besi asam folat dan status gizi pada wanita usia subur (wus) .
BAB II
PEMBAHASAN
A. Gizi Masa Prakonsepsi
1. Pengertian Gizi
Kata gizi berasal dari kata “gizi” berasal dari bahasa Arab gidza, yang berarti
“makanan” (Almatsier, 2010). Didalam Undang Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang
Pangan menyatakan bahwa gizi adalah zat atau senyawa yang terdapat dalam pangan,
yang terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, serat, air, dan komponen
lain yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia.
Zat Gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya,
yaitu mengasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta meng atur proses
– proses kehidupan (Almatsier, 2010).
2. Masa Prakonsepsi
Masa prakonsepsi merupakan masa sebelum hamil. Perempuan prakonsepsi
diasumsikan sebagai perempuan dewasa atau perempuan usia subur yang siap menjadi
seorang ibu. Kebutuhan gizi pada masa ini berbeda dengan remaja, anak – anak, ataupun
lansia. Prasyarat gizi sempurna pada masa prakonsepsi merupakan kunci kelahiran bayi
normal dan sehat (Susilowati dan Kuspriyanto, 2016).
3. Kebutuhan Gizi pada Masa Prakonsepsi
Gizi prakonsepsi merupakan persiapan untuk melahirkan generasi lebih baik.
Kecukupan gizi pada pasangan terutama pada calon ibu dapat menurunkan risiko bayi lahir
BBLR, prematur, tingkat inflamasi dan infeksi pada bayi, serta dapat memutus mata
rantai masalah kekurangan gizi pada masa kehamilan (Susilowati dan Kuspriyanto, 2016).
Asupan gizi yang cukup dan status gizi yang baik dari ibu penting untuk
perkembangan optimal janin. Diet bervariasi sehat penting sebelum pembuahan dan
selama kehamilan (Susilowati dan Kuspriyanto, 2016).
B. Asupan Gizi pada Masa Prakonsepsi
Zat gizi makro dan zat gizi mikro berperan penting untuk menunjang
kesehatan WUS. Gizi yang mempengaruhi prakonsepsi adalah karbohidrat, lemak,
protein, asam folat, vitamin A, E, dan B12, mineral,zinc, besi, kalsium dan omega 3
(Susilowati dan Kuspriyanto 2016).
1. Protein
Protein mengandung karbon, hidrogen, sulfur, serta fosfor. Protein berperan
penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus. Disistem
pencernaan, protein akan diurai menjadi sejumlah peptida yang strukturnya lebih
sederhana, terdiri atas asam amino, terdiri atas asam amino. Tubuh manusia
memerlukan sembilan asam amino esensial (asam amino yang tidak dapat disintesis sendiri
oleh tubuh) dan sebagian lagi merupakan asam amino non esensial dengan jumlah
keseluruhan sebanyak 20 asam amino (Susilowati dan Kuspriyanto, 2016).
Angka Kecukupan Protein (AKP) orang dewasa menurut hasil – hasil penelitian
keseimbangan nitrogen adalah 0,75 gram/kg berat badan (Almatsier, 2010).
Berdasarkan sumbernya protein dibagi menjadi dua yaitu protein hewani dan
protein nabati. Sumber protein hewani berasal dari telur, susu, daging, unggas, ikan,
dan kerang. Sumber protein nabati berasal dari kacang kedelai dan hasil olahannya
seperti tahu dan tempe, serta kacang – kacangan lainnya (Almatsier, 2010).
Protein memiliki fungsi yang sangat penting dalam tubuh, diantaranya
(Susilowati dan Kuspriyanto, 2016) :
1) Memperbaiki protein jaringan tubuh yang aus terpakai (proses katabolisme).
2) Membangun jaringan baru (anabolisme) terutama pada periode pertumbuhan, seperti
pada bayi dan balita, anak – anak, remaja, dan pada kehamilan.
3) Sebagai sumber energi yang menghasilkan 4 kkal/g.
4) Berperan dalam berbagai metabolisme dalam tubuh sebagai komponen enzim dan
hormon.
5) Mengatur proses osmotik antar/dari berbagai cairan tubuh (salah satu manifestasi
kekurangan protein akan terlihat dalam bentuk/terjadinya oedema).
6) Mengatur keseimbangan asam – basa dalam darah dan jaringan tubuh.
7) Berperan dalam transport zat gizi, misalnya lipoprotein berperan dalam transport
trigleserida, kolesterol, fosfolipida, dan vitamin larut lemak.
8) Membantu pembentukan antibodi yang akan melawan bibit penyakit yang masuk ke
dalam tubuh.
2. Kalsium (Ca)
Kalsium didalam tubuh, sebagian besar terdapat pada jaringan keras seperti
tulang, gigi dan sisanya tersebar dalam bagin tubuh lain. Sumber kalsium yang baik
adalah bahan pangan hewani seperti susu, keju, dan sejenisnya. Kalsium juga terdapat
pada kacang kacangan, roti, ikan, dan sebagainya. Asupan yang cukup untuk remaja dan
dewas a adalah 1000 –1300 mg perhari (Darawati, 2016).
Faktor – faktor yang membantu penyerapan kalsium adalah vitamin D, keasaman
lambung, laktosa, dan kebutuhan akan kalsium. Faktor yang menghambat penyerapan
kalsium dalam tubuh ditemukan dalam bentuk ion kalsium bebas dalam darah dan
hidroksiapatit dalam tulang.(Darawati, 2016). Semakin tinggi kebutuhan dan semakin
rendah persedian kalsium dalam tubuh semakin efesien absorpsi kalsium. Peningkatan
kebutuhan terjadi pada pertumbuhan, kehamilan, menyusui, defesiensi kalsium dan
tingkat aktivitas fisik meningkatkan densitas tulang (Almatsier, 2010).Kalsium juga
dikaitkan dengan kesehatan reproduksi, utamanya pre –eklampsia/eklampsia, berat badan
lahir rendah, serta kelahiran prematur. Kalsium juga meningkatkan pH tubuh, yang
menguntungkan bagi sperma dan telur sudah dibuahi (Dewantari, 2013).Kekurangan dapat
mengakibatkan janin mengambil persediaan kalsium pada tulang ibu yang menyebabkan
ibu menderita kerapuhan tulang atau osteoporosis (Susilowati dan Kuspriyanto, 2016).
3. Zat Besi (Fe)
Zat besi merupakan mikroelemen yang esensial bagi tubuh. Zat ini diperlukan
dalam hemopobosis (pembentukan darah), yaitu dalam sinte sis hemoglobin (Hb). (Paath,
dkk, 2016). Zat besi berperan dalam pengikatan oksigen dan karbondioksida dari paru dan
mengikat CO2dari sel – sel, dikeluarkan melalui paru dengan hemoglobin.(Agria, dkk,
2012). Menurut AKG 2013 angka kecukupan zat besi pada wanita subur adalah sebanyak 26
mg/hari. Penyerapan zat besi terjadi dibagian duodenum usus halus, yang pengaturannya
tergantung kebutuhan tubuh. Setelah diserap oleh usus, Fe diangkut oleh darah dan
didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh dalam keadaan terikat pada protein transferin.
Zat besi tersebut antara lain digunakan untuk sintesis enzim – enzim pernafasan, Fe dalam
plasma darah, produksi hemoglobin dan sel darah merah dalam tulang, didalam hati,
limfa, dan lain – lain. Konsumsi daging, ayam, ikan, dan vitamin C akan meningkatkan
penyerapan zat besi dari makanan nabati sampai 2 -3 kali. Adapun adanya serat pangan,
asam fitat, asam oksalat, minuman berkarbonasi, teh, dan kopi dapat menurunkan
penyerapan zat besi (Darawati, 2016).Zat besi memiliki berbagai fungsi dalam tubuh,
sebagai beri kut (Almatsier, 2010) :
a. Metabolisme energi
Didalam tiap sel, besi bekerja sama dengan rantai protein pengangkut elektron, yang
berperan dalam langkah – langkah akhir metabolisme energi. Protein ini memindahkan
hidrogen dan elektron yang berasal dari zat gizi penghasil energi ke oksigen, sehingga
membentuk air. Sebagian besar besi berada didalam hemoglobin, yaitu molekul protein
mengandung besi dari sel merah dan mioglobin didalam otot. Hemoglobin didalam darah
membawa oksigen dari paru – paru ke seluruh jaringan tubuh dan membawa kembali
karbondioksida dari seluruh sel ke paru –paru untuk dikeluarkan dari tubuh. Sebanyak
kurang lebih 80% besi tubuh berada didalam hemoglobin. Selebihnya terdapat didalam
mioglobin dari protein lai yang mengandung besi.

b. Sistem kekebalan
Besi memegang peranan dalam sistem kekebalan tubuh. Respon kekebalan tubuh
oleh limfosit-T terganggu karena berkurangnya pembentukan sel – sel tersebut, yang
kemungkinan disebabkan oleh berkurangnya sintesis DNA. Berkurangnya sintesis DNA
ini disebabkan oleh gangguan enzim reduktase ribonukleotida yang membutuhkan besi
untuk bekerja secara efektif dalam keadaan tubuh kekurangan besi.
4. Asam Folat (B9)
Asam folat Asam folat sangat berperan pada masa pembuahan dan kehamilan
trimester pertama.Menurut Sandjaja (2010) dalam Kamus Gizimenyatakan asam folat
adalah salah satu bagian dari vitamin B kompleks yang diperlukan untuk replikasi dan
perkembangan sel, metabolisme asam amino, dan sintesis nukleat.Folat terdapat luas
didalam bahan makanan terutama dalam bentuk poliglutamat. Folat terutama terdapat
didalam sayuran hijau, hati, daging, serealia utuh, biji – bijian, kacang – kacangan, dan
jeruk. Karena asam folat mudah rusak pada pemanasan, dianjurkan tiap hari makan buah
dan sayur mentah, atau sayur yang dimasak tidak terlalu matang (Almatsier, 2010).
Kekurangan asam folat terutama menyebabkan metabolisme DNA. Akibatnya
terjadi perubahan dalam morfologi inti sel terutama sel – sel yang sangat cepat
membelah, seperti sel darah merah, sel darah putih serta sel sel pitel lambung dan
usus, vagina dan serviks rahim. Kekurangan folat mengambat pertumbuhan,
menyebabkan anemia dan gangguan darah lainnya (Almatsier, 2010). Wanita dengan
asam folat yang tidak mencukupi berisiko tinggi melahirkan bayi dengan kecatatan
tabung saraf atau neural tube defects. Status asam folat yang tidak adekuat juga
dikaitkan dengan berat badan, prematur, dan retardasi pertumbuhan janin. Angka
kecukupan folat bagi wanita usia subur adalah 400 mcg (NIH, 2016).

C. Status Gizi
1. Pengertian Status Gizi
Status Gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbanagn dalam bentuk variabel
tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa, dkk,
2008).
Status gizi merupakan keadaan tubuh akibat konsumsi makanan atau ukuran
keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi, adanya keseimbangan antara jumlah yang
dibutuhkan oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis seperti perkembangan fisik,
perkembangan, aktivitas atau produktifitas, pemeliharaan kesehatan dan lain – l ain
(Depkes, 2003).
2. Penilaian Status Gizi
Menurut Supariasa (2008), penilaian status gizi dapat dilakukan dengan cara
langsung dan tidak langsung.Penilaian status gizi secara langsung dibagi menjadi empat
yaitu antropometri, biokimia, klinis dan biofisik. Sedangkan penilaian tidak langsung
terdiri dari survey konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.
3. Pengukuran Antropometri
Pengukuran antropometri merupakan pengukuran yang paling sering digunakan
untuk menilai status gizi seseorang. Antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Dari
sudut pandang gizi, antropometri berhubungan dengan berbagai macam pengukuran
dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi
(Supariasa, dkk, 2008).
4. Survey Konsumsi Makanan
Secara umum survey konsumsi makanan dimaksudkan untuk mengetahui
kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada
tingkat kelompok, rumah tangga dan perorangan serta faktor –faktor yang berpengaruh
terhadap konsumsi makanan tersebut. Salah satu metode pengukuran konsumsi makanan
untuk individu adalah metode Food Recall 24 jam. Dalam metode ini, responden
disuruh menceri takan semua yang dimakan dan diminum selama 24 jam yang lalu.
Biasanya dimulai sejak ia bangun pagi kemarin sampai dia istirahat tidur malam
harinya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa minimal 2 kali recall 24 jam tanpa
beturut – turut, dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi lebih optimal. (Supariasa,
dkk, 2008).
Metode recall 24 jam ini mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan,
sebagai berikut (Supariasa, dkk, 2008) :
Kelebihan :
a. Mudah melaksanakannya serta tidak terlalu membebani responden.
b. Biaya relatif murah, karena tidak memerlukan peralatan khusus dan tempat
yang luas untuk wawancara.
c. Cepat, sehingga dapat mencakup banyak responden
d. Dapat memberikan gambaran nyata yang benar – benar dikonsumsi individu
sehingga dapat dihitung intake zat gizi sehari.
Kekurangan :
a. Tidak dapat menggambarkan asupan sehari – hari, bila hanya dilakukan
recall satu hari.
b. Ketepatan sangat bergantung pada daya ingat responden.
c. Responden harus diberi motivasi dan penjelasan tentang tujuan dari
penelitian.
d. Untuk mendapatkan gambaran konsumsi makanan sehari – hari recall jangan
dilakukan pada saat panen, hari pasar, hari akhir pekan, pada saat melakukan
upacara – upacara keagamaan, selamatan dan lain –lain.
5. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Status Gizi
Menurut Supariasa (2008) dalam Penilaian Status Gizi f aktor-faktor yang
mempengaruhi status gizi yaitu :
a. Faktor Langsung
1) Keadaan Infeksi
Infeksi adalah masuknya dan berkembangnya serta bergandanya agent penyakit
menular dalam badan manusia atau binatang termasuk juga bagaimana badan pejamu
bereaksi terhadap agent tadi meskipun hal ini tidak selalu tampak secara nyata.
Menurut Scrimshaw, et.al (1959) seperti yang dikutip oleh Supariasa at al (2008)
menyatakan bahwa ada hubungan yang sangat erat antara infeksi (bakteri, virus, dan
parasit) dengan malnutrisi. Mereka menekankan interaksi yang sinergis antara malnutrisi
dengan penyakit infeksi, dan juga infeksi akan mempengaruhi status gizi dan
mempercepat malnutrisi.
2) Konsumsi Makanan
Pengukuran konsumsi makanan sangat penting untuk mengetahui kenyataan apa
yang dimakan oleh masyarakat dan hal ini dapat berguna untuk mengukur status gizi.
Di amerika serikat survei konsumsi mkanan digunakan sebagai salah satu cara dalam
penentuan status gizi, sedangkan di Indonesia survey konsumsi sering digunakan dalam
penelitian dibidang gizi (Supariasa, dkk, 2008).
Menurut fauzi (2016) dalam Ilmu Gizi menyatakan makanan sebagai suatu zat
yang bergizi yang dikonsumsi, diminum atau dimasukkan ke dalam tubuh dengan
maksud untuk mempertahankan kehidupan, memberi energi, meningkatkan pertumbuhan
dan lain – lain.
3) Pengaruh Budaya
Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam pengaruh budaya antara lain sikap
terhadap makanan, penyebab penyakit, kelahiran anak, dan produksi pangan. Dalam hal
sikap terhadap makanan, masih banyak terdapat pantangan, tahayul, tabu dalam
mesyarakat yang menyebabkan konsumsi makanan menjadi rendah.
b. Faktor Tidak Langsung
1) Pendidikan
Pendidikan merupakan hal utama dalam peningkatan sumber daya manusia.
Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas dan
kuantitas makanan, karena tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan pengetahuan
dan informasi yang dimiliki tentang gizi khususnya konsumsi makanan yang lebih baik.
(Muliawati, 2013).
Namun seseorang dengan pendidikan rendah belum tentu kurang mampu
menyusun makanan yang memenuhi persyaratan gizi dibandingkan dengan orang lain
yang pendidikannya lebih tinggi. Jika orang tersebut rajin mendengarkan atau melihat
informasi mengenai gizi, bukan mustahil pengetahuan gizi nya akan lebih baik (Putri,
2017). Perlu dipertimbangkan bahwa tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah
tidaknya seseorang memahami pengetahuan gizi yang diperoleh. Dalam kepentingan
gizi keluarga, pendidikan amat diperlukan agar seseorang lebih tanggap terhadap
adanya masalah gizi di dalam keluarga dan bisa mengambil tindakan yang cepat
(Muliawati, 2012).
2) Pekerjaan
Pada tingkat pendidikan yang relatif tinggi, pekerja perempuan lebih mampu
memiliki akses terhadap pekerjaan dan pendapatan yang lebih baik karena proses selekse
yang relatif lebih terbuka (Sianturi, 2002 dalamNajoan, 2011). Karakteristik pekerjaan
seseorang dapat mencerminkan pendapatan, status sosial, pendidikan serta masalah
kesehatan. (Timmreck, 2005 dalam Najoan, 2011).
Hasil survey sosial ekonomi, hampir 50 persen perempuan dipedesaan bekerja
sebagai pekerja yang tidak dibayar. Angka dan fakta tersebut menunjukkan, bahwa
perempuan hanya dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pasar demi kepentingan
ekonomi negara. Oleh karena itu perempuan adalah “pintu masuk” menuju perbaikan
kesejahteraan keluarga (Najoan, 2011).
3) Pendapatan
Pendapatan adalah hasil dari suatu pekerjaan yang diberikan berupa material.
Dalam hal ini, pendapatan keluarga sangat menentukan besar kecilnya pemenuhan
kebutuhan hidup sehari – hari dalam keluarga. (Najoan, 2011).
Tingkat pendapatan seseorang untuk memenuhi hidup disesuaikan dengan
penghasilan yang ada. Persiapan finansial bagi pasangan yang menghadapi kehamilan
akan sangat mempengaruhi pendapat ibu tentang kesiapan kehamilan. Persiapan
finansial yang dimiliki untuk mencukupi kebutuhan selama kehamilan berlangsung
sampai masa persalinan dan masa pengasuhan (Oktalia, 2015).

D. Konseling Gizi
Salah satu cara menyadarkan masyarakat akan pentingnya gizi adalah melalui
konseling gizi. Dalam Kamus Gizi (2010), dinyatakan konseling adalah suatu proses
komunikasi dua arah antara konselor dan pasien/klien mengenali dan mengatasi masalah
gizi. Menurut Cornelia, dkk (2013) dalam Konseling Gizi menyatakan konseling adalah
suatu bentuk pendekatan yang digunakan dalam asuhan gizi untuk menolong individu
dan keluarga memperoleh pengertian yang lebih baik tentang dirinya serta
permasalahan yang dihadapi. Secara umum, tujuan konseling adalah membantu klien
dalam upaya mengubah perilaku yang berkaitan dengan gizi, status gizi dan kesehatan
klien menjadi lebih baik (Supariasa, 2012).

1. Keterampilan Konseling untuk Perubahan Perilaku


Menurut Cornelia, dkk dalam Konseling Gizi terdapat beberapa teori tentang
perubahan perilaku, salah satunya model tranteoretikal.Dalam model transteoretikal
terdapat enam tahapan yang harus dilalui, yaitu sebagai berikut.:
a. Prekontemplasi, yaitu pada tahap ini klien belum menyadari adanya masalah. Oleh
karena itu, memerlukan informasi untuk menimbulkan kesadaran akan adanya masalah.
b. Kontemplasi, yaitu sudah timbul kesadaran akan tetapi masih ada keraguan, antara
ingin berubah dan tidak berubah.
c. Preparasi, yaitu kesempatan untuk melangkah maju atau kembali ke tahap
sebelumnya. Klien perlu bantuan dalam menentukan strategi perubahan yang dapat
diterima, dapat dicapai dan layak.
d. Aksi, yaitu, klien mulai menyadari perubahan. Tujuannya adalah dihasilkannya
perubahan perilaku sesuai masalah.
e. Pemeliharaan, yaitu pemeliharaan perubahan perilaku yang telah dicapai dan
mencegah kekambuhan.
f. Relaps, yaitu saat terjadi kekambuhan, proses perubahan harus dimulai dari tahap
pertama kembali.

2. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Konseling


Perubahan perilaku adalah tujuan dari konseling. Terdapat 3 faktor yang
mempengaruhi perubahan perilaku individu maupun kelompok yaitu(Notoatmojo, 2012) :
a. Faktor predisposisi (Predisposing factor)
Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap terhadap kesehatan, tradisi dan
kepercayaan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial
ekonomi, dan sebagainya. Faktor-faktor ini terutama yang positif mempermudah
terjadinya perilaku, maka sering disebut faktor pemudah.
b. Faktor pendukung (Enabling factors)
Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana fasilitas kesehatan serta
fasilitas pelayanan kesehatan. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung terwujudnya
perilaku kesehatan, maka faktor ini disebut faktor pendukung atau pemungkin.
c. Faktor penguat (Reinforcing factors)
Faktor pendorong yaitu faktor yang memperkuat perubahan perilaku seseorang
dikarenakan adanya sikap dan perilaku yang lain seperti sikap suami, orang tua, tokoh
masyarakat atau petugas kesehatan.
3. Media Konseling
Yang dimaksud dengan media/alat bantu adalah alat yang digunakan seseorang
dalam menyampaikan bahan, materi atau pesan kesehatan. Berdasarkan fungsinya,
media dibagi menjadi tiga, yaitu (Notoatmodjo, 2012) :
a. Media Cetak
Media cetak sebagai alat bantu menyampaikan pesan – pesan kesehatan sangan
bervariasi, antara lain sebagai berikut :
1) Booklet, ialah suatu media untuk menyampaikan informasi dala m bentuk buku,
baik berupa tulisan maupun gambar.
2) Leaflet, ialah bentuk penyampaian info rmasi melalui lembaran dilipat, baik dalam
bentuk kalimat maupun gambar atau kombinasi.
3) Flyer, bentuk seperti leaflet, tetapi tidak berlipat.
4) Flip chart (lembar balik), ialah media dalam bentuk buku dimana tiap lembar
(halaman) berisi gambar peragaan dan lembar baliknyaberisi kalimat sebagai pesan
yang berkaitan dengan gambar tersebut.
5) Rubrik atau tulisan – tulisan pada surat kabar atau majalah yang membahassuatu
masalah.
6) Poster, ialah media cetak yang biasanya ditempel ditembok tembok, ditempat umum
atau kendaraan umum.
b. Media Elektronik
Media elektronik sebagai sasaran untuk menyampaikan pesan –pesan berbeda jenisnya,
yaitu :
1) Televisi
2) Radio
3) Video
4) Slide
5) Film strip
c. Media Papan (Billboard)
Papan (billboard) dipasang ditempat – tempat umum yang berisi tentang pesan – pesan
atau informasi.
BAB III
Penutup
KESIMPULAN
Masa pra konsepsi merupakan masa sebelum hamil, wanita prakonsepsi
diasumsikan sebagai wanita dewasa atau wanita usia subur yang siap menjadi seorang
ibu, dimana kebutuhan gizi pada masa ini berbeda dengan masa anak- anak, remaja,
ataupun usia lanjut (Rahman,dkk,2013). Status gizi prakonsepsi akan mempengaruhi
kondisi kehamilan dan kesejahteraan bayi yang akan lebih baik jika penanggulangannya
dilakukan sebelum hamil. Wanita usia 20 – 35 merupakan usia yang paling tepat
dalam mencegah terjadinya masalah gizi terutama kekurangan energi kronik (Cetin,
2009 dalam Hamid, dkk, 2014).
Status gizi merupakan keadaan tubuh akibat konsumsi makanan atau ukuran
keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi, adanya keseimbangan antara jumlah yang
dibutuhkan oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis seperti perkembangan fisik,
perkembangan, aktivitas atau produktifitas, pemeliharaan kesehatan dan lain – l ain
(Depkes, 2003).
DAFTAR PUSTAKA

Agria, Intan,Rury N.S, dan Ircham. 2012. Gizi Reproduksi. Yogyakarta:Fitramaya.


Almatsier, Sunita. 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.
Azzahra, M.F, dan Lailatul M. 2015. Pengaruh Konseling terhadap Pengetahuan dan
Sikap pemberian MP-ASI. Media Gizi Indonesia. niversitas Airlangga. Vol. 10, No.1: 20-
25.
Cornelia, Edith S, Irfanny A, Rita R, Sri I, Triyani K, dan Hera N.2012. Konseling
Gizi. Jakarta:Penebar Plus.

Anda mungkin juga menyukai