Disusun Oleh :
MAZNAH
PO.71242220018
Dosen Pembimbing :
PAULINE KUSMARYATI, SST, M.Bmd
1. Definisi Prakonsepsi
1
2
fokusnya pada upaya untuk memiliki anak yang sehat dimana dengan
asuhan tersebut dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian pada
ibu dan bayi (WHO, 2014).
Penelitian (Yulizawati, dkk., 2016) mengeluarkan beberapa
rekomendasi untuk meningkatkan pelayanan kesehatan prakonsepsi yaitu:
a. Kunjungan ke tempat pelayanan kesehatan secara teratur (terjadwal)
sehingga berguna bagi tubuh. Zat gizi atau nutrients adalah ikatan kimia
yang diperlukan tubuh untuk menghasilkan energi, membangun dan
memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan. Berkaitan
dengan asupan gizi seseorang, setidaknya kondisi seseorang akibat
mengonsumsi makanan dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu gizi buruk,
baik, dan lebih (Winarsih, 2018).
Berdasarkan informasi di atas, dapat disimpulkan bahwa ilmu gizi
adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang makanan dalam
hubunganya dengan kesehatan optimal. Ilmu gizi juga bisa didefinisikan
sebagai ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang makanan dalam
hubunganya dengan kesehatan optimal (Winarsih, 2018).
Energi dibutuhkan supaya metabolisme tubuh berjalan dengan baik.
Kecukupan yang dianjurkan dibedakan sesuai dengan usia dan
jeniskelamin. Kebutuhan energi pada laki-laki lebih kurang 2600-2750
Kkal,sedangkan pada wanita 2100-2250 Kkal. Energi tersebut paling
banyak diperoleh dari karbohidrat, lemak, dan protein (Dieny, dkk., 2019)
Kebutuhan yang diperlukan pada masa prakonsepsi yaitu:
a. Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber energi utama tubuh. Setiap 1 gram
karbohidrat yang dikonsumsi menghasilkan energi sebesar 4
Kkal.Contoh bahan makanan sumber karbohidrat adalah nasi,
kentang, jagung, singkong, ubi, roti, dan mie. Konsumsi karbohidrat
dianjurkan sebesar 55-70% dari kebutuhan energi sehari.
b. Protein
Kebutuhan protein pada masa prakonsepsi sebesar 10-30%
darikebutuhan energi sehari. Protein berfungsi sebagai zat
pembangun, pengatur, serta perbaikan jaringan dan sel-sel yang rusak.
Fungsi utama protein bukanlah sebagai sumber energi, tetapi protein
dapat menjadi sumber energi dengan menyediakan 4 Kkal per gram.
Kebutuhan protein dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi bahan
makanan sumber protein hewani, seperti ikan, telur, daging, daging
ayam, susu, serta bahan makanan sumber protein nabati, seperti
6
e. Cairan
f. Vitamin A
h. Vitamin E
j. Vitamin C
k. Asam folat
Dieny, D. (2019). Gizi Prakonsepsi. (N. Syamsiah (ed.). Bumi Medika. Doloksaribu, L.
G. dan A. M. S. (2019). Pengaruh Konseling Gizi Prakonsepsi Terhadap
Pengetahuan dan Sikap Wanita Pranikah di Kecamatan Batang Kuis.
Wahana Inovasi, 8(1), 63–73.
Winarsih. (2018). Pengantar Ilmu Gizi Dalam Kebidanan. Pustaka Baru Press.
Wulandari, R. (2018). Manajemen Asuhan Kebidanan Antenatal Pada Ny
“R” dengan Kekurangan Energi Kronis di Puskesmas Jumpandang Baru.
11
12
TINJAUAN TEORI
13
14
kalau kehamilan itu terwujud, kemungkinan fisik yang tidak prima akan
memengaruhi janin. Oleh karena itu ada beberapa hal yang harus dilakukan,
antara lain:
1. Mulai menata pola hidup Selain kondisi tubuh, gaya hidup dan lingkungan
juga memengaruhi keprimaan fisik. Akan lebih baik lagi, bila persiapan
fisik ini dilakukan secara optimal kira-kira 6 bulan menjelang konsepsi.
2. Mencapai berat badan ideal Berat badan sangat besar pengaruhnya pada
kesuburan. Karena berat badan kurang atau berlebihan, keseimbangan
homon dalam tubuh akan ikut-ikutan terganggu. Akibatnya siklus ovulasi
terganggu. Berat badan yang jauh dari ideal juga memicu terjadinya
berbagai gangguan kesehatan.
3. Menjaga pola makan Disiplin membenahi pola makan bukannya tanpa
alasan. Karena, zat-zat gizi akan mengoptimalkan fungsi organ reproduksi,
mempertahankan kondisi kesehatan selama hamil, serta mempersiapkan
cadangan energy bagi tumbuh kembang janin. Caranya sebagai berikut:
1. Mengkonsumsi makanan yang bergizi seimbang. Masukkan
karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan air dalam menu
makanan sehari-hari secara bervariasi dan dalam jumlah yang pas,
sesuai kebutuhan.
2. Hindari zat pengawet atau atau tambahan pada makanan, karena dapat
menyebabkan kecacatan pada janin dan alergi.
3. Perbanyak makan-makanan yang segar dan tidak terlalu lama diolah,
sehingga kandungan zat-zat gizinya tidak hilang.
4. Olahraga secara teratur
Olahraga memang berkhasiat untuk melancarkan aliran darah.
Peredaran nutrisi dan pasokan oksigen ke seluruh organ tubuhpun jadi
efisien, sebab benar-benar bebas hambatan. Jadi, kondisi seperti ini
dibutuhkan untuk pembentukan sperma dan sel telur yang baik.
Berolahraga secara rutin bisa pula memperbaiki mood karena
meningkatnya produksi hormon endoprin. Tubuh juga jadi sehat dan
bugar. Kalau ini yang terjadi, proses kehamilan, persalinan, serta
kembalinya bentuk tubuh ke keadaan semula jadi lebih mudah. Yang
cocok dilakukan yaitu, olahraga joging, jalan kaki, berenang, bersepeda
dan senam.
15
2. Dana yang wajib ada Inilah beberapa dana yang wajib disiapkan sebagai
calon orang tua, yaitu:
a. Saat hamil Yaitu biaya memeriksakan kehamilan, pemeriksaan
penunjang (laboratorium, USG, dan sebagainya), serta mengatasi
penyakit (bila ada).
b. Saat bersalin Meliputi biaya melahirkan (secara normal atau operasi
caesar), “menginap” di rumah sakit pilihan, obatobatan, serta biaya
penolong persalinan.
c. Setelah bayi lahir Prioritas keuangan keluarga jadi berubah dan perlu
memperhitungkan masa depan anak.
d. Persiapan Pengetahuan
Dalam merencanakan kehamilan yang sehat dan aman, maka setiap
pasangan suami istri harus mengetahui hal-hal yang berpengaruh dalam
perencanaan kehamilan atau dalam kehamilan. Diantaranya:
1. Masa subur Masa subur adalah masa dimana tersedia sel telur yang siap
untuk dibuahi. Masa subur berkaitan erat dengan menstruasi dan siklus
menstruasi. Adanya hasrat antara suami dan istri adalah sesuatu yang wajar,
penyaluran hasrat tersebut akan memulai hasil yang baik jika pertemuan
antara suami dan istri diatur waktunya.
2. Kecenderungan memilih jenis kelamin anak Setiap pasangan yang menikah
pastilah mendambakan anak di tengah kehidupan keluarganya. Bagi yang
telah mempunyai anak berjenis kelamin tertentu, pastilah menginginkan
anak dengan jenis kelamin yang belum mereka miliki, sehingga lengkap
yaitu laki-laki dan perempuan (Nurul, 2013).
e. Kesiapan aspek usia
Pada usia dibawah 20 atau diatas 35 tahun merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi perencanaan kehamilan, karena pada usia tersebut apabila
terjadi kehamilan maka akan beresiko mengalami tekanan darah tinggi, kejang-
kejang, perdarahan bahkan kematian pada ibu atau bayinya, dan beresiko
terkena kanker serviks.
OBESITAS
1. Definisi
Obesitas merupakan suatu keadaan yang menunjukan ketidakseimbangan
antara tinggi badan dan berat badan akibat jaringan lemak yang berlebihan dari
dalam tubuh sehingga terjadi berat badan yang berlebih atau obesitas (Pellonperä et
al., 2018). Kelebihan berat badan atau obesitas, umunya dialami pada wanita hamil
di usia berapapun. Namun, obesitas akan meningkat setelah usia 35 tahun (Freitag,
2014). Kenaikan berat badan normal saat kehamilan berkisaran 12-16 kg, jika
kenaikan yang terjadi lebih dari itu berati ibu beresiko mengalami kegemukan atau
obesitas. Ibu hamil yang obesitas akan membawa resiko penyakit yang lain seperti
hipertensi dalam kehamilan, diabetes gastasional dan preeklamsia (Yao, 2014).
Ibu hamil yang obesitas juga lebih banyak disarankan untuk menjalani
persalinan dengan operasi caesar. Alasannya adalah kegemukan akan membuat ibu
sulit bersalin secara alami dan berisiko komplikasi jika tetap melahirkan secara
alami tak hanya itu, bayipun akan ikut terpengaruh oleh berat badan ibu yang
berlebihan (Freitag, 2014).
Penentuan obesitas menggunakan LILA (Lingkar Lengan Atas) lebih sering
digunakan dibandingkan dengan metode lain seperti pengukuran lingkar pinggang,
penghitungan rasio waist-to-hip circumferrencia, termasuk juga dengan
menggunakan alat- 10 alat seperti USG (Ultrasonografi), CT-scan (Computed
Tomography Scanning) dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) (Davies et al,
2010).
Manusia memiliki kemampuan untuk menyimpan cadangan energi yang
sangat penting apabila diperlukan secara mendadak untuk mempertahankan hidup.
Lemak disimpan sebagai cadangan energi dijaringan adipose dalam bentuk
trigliserida (lemak dalam aliran darah) dan jika dibutuhkan akan dilepaskan dalam
bentuk asam lemak bebas dan digunakan diseluruh tubuh yang memerlukan
sehingga menusia dapat bertahan pada keadaan kelaparan dalam waktu tertentu,
disisi lain adanya cadangan lemak yang berlebihan akan memberikan dampak yang
buruk bagi kesehatan (Davies et al., 2010).
17
18
2. Epidemiologi
Ibu hamil dengan obesitas mencapai 28% dari keseluruhan kehamilan dengan
8% dikatagorikan sebagai “Extremely obese” dan jumlah penderita mengalami
peningkatan setiap tahunnya. Keadaan ini menunjukan suatu kondisi yang sangat
serius mengingat komplikasi yang ditimbulkan baik terhadap ibu yang dapat
ditimbulkan pada kehidupan selanjutnya serta secara ekonomi akan membutuhkan
biaya yang lebih banyak (Gunatilake, 2011).
Pada tahun 2018 di Indonesia data menunjukan bahwa prevelensi obesitas
pada penduduk usia > 18 tahun sebesar 21,8 %. Data obesitas tiap provinsi
digambarkan pada grafik dibawah ini : 11 Gambar 2.1 Prevelensi status gizi
obesitas penduduk dewasa. Sumber : (Riskesdas, 2018). Obesitas pada perempuan
usia > 18 tahun di indonesia pada tahun 2018 sebesar 21,8%, meningkat 4,3% dari
tahun 2007 (10,5%) dan 7% dari tahun 2013 (14,8%) dimana prevelensi terendah
di nusa tenggara timur 10,3% dan prevelensi tertinggi di sulawesi utara 30,2%
(Riskesdas, 2018).
3. Penyebab obesitas pada ibu hamil
Obesitas dapat disebabkan oleh peningkatan masukan energi, penurunan
dalam mengeluarkan energi atau kombinasi keduanya. Obesitas pada ibu hamil
disebabkan oleh banyak faktor antara lain usia ibu saat hamil, paritas, riwayat
keluarga, pendidikan, status sosial ekonimi dan faktor pola makan. Faktor yang
menyebabkan obesitas pada ibu hamil (Gunatilake, 2011) :
a. Riwayat keluarga
Keturunan adalah salah satu penyebab komponen terbesar yang bisa memicu
obesitas. Hal ini dikarenakan pada saat ibu hamil maka unsur sel lemak yang ada
didalam tubuh yang berjumlah besar dan melebihi batas normal secara otomatis
akan diturunkan pada keluarga. Selain itu riwayat keluarga seperti gaya hidup dan
kebiasaan mengkonsumsi makanan tertentu dapat mendorong terjadinya obesitas.
Penelitian menunjukan bahwa rata-rata riwayat keluarga memberikan pengaruh
sebesar 33% terhadap berat badan. Ibu hamil dengan keturunan obesitas tersebut
juga biasanya membutuhkan waktu lebih lama untuk merasa kenyang (Jeffrey,
2013).
b. Pola makan
Ibu yang sedang hamil membutuhkan banyak sekali makan yang
mengandung nutrisi. Namun, bukan berati ibu hamil boleh memakan apa saja,
19
beberapa harus harus diperhatikan seperti pola makan secara teratur saat
kehamilan, menjaga nutrisi agar seimbang selama kehamilan. Ibu hamil dengan
obesitas akan makan jika ia merasa ingin makan, bukan karena kebutuhan
akibat lapar. Asupan energi yang berlebih dengan kandungan lemak dan
karbohidrat yang tinggi secara terus menerus tanpa di imbangin dengan
aktivitas fisik yang tepat dapat menyebabkan ibu hamil obesitas. Pola makan
abnormal yang dapat menjadi penyebab ibu hamil obesitas yaitu makanan
dalam jumlah sangat banyak tanpa memperhatikan pola makan yang benar
(Irene, 2009).
c. Aktivitas fisik
Pada dasarnya tingkat pengeluran kalori tubuh dipengaruhi oleh 2 faktor
yaitu aktivitas olahraga secara umum dan angka metabolisme basal atau tingkat
energi yang dipertahankan untuk memelihara fungsi minimal tubuh. Ibu hamil
dengan olahraga yang teratur maka pengeluaran kalori tubuhnya juga teratur,
sehingga tanpa adanya kelebihan kalori yang apabila tersimpan dalam tubuh
akan menyebabkan obesitas. Kurang aktivitas fisik kemungkinan merupakan
salah satu penyebab utama dari meningkatnya angka kejadian obesitas pada ibu
hamil. Ibu hamil yang tidak aktif memerlukan lebih sedikit kalori, jika ibu
hamil sering mengkonsumsi makanan kaya lemak dan tidak melakukan
aktivitas fisik yang seimbang selama kehamilan akan mengalami obesitas saat
kehamilan (Irene, 2009).
Berat badan yang berlebihan dapat meningkatkan resiko terserang
penyakit tidak menular diantaranya (Guyton, 2014) :
1. Penyakit kardiovaskular (terutama penyakit jantung dan stroke), yang
merupakan penyebab utama kematian di dunia pada tahun 2012.
2. Diabetes millitus.
3. Kelainan muskuloskeleteal (sendi, otot, saraf dan tulang belakang).
4. Kanker (payudara dan kolon).
4. Patofisiologi
Obesitas terjadi akibat ketidakseimbangan masukan dan keluaran kalori dari
tubuh serta penurunan aktivitas fisik (sedentary life style) yang menyebabkan
penumpukan lemak yang melebihi batas normal. Penelitian yang dilakukan bahwa
mengontrol nafsu makan dan tingkat kekenyangan sesorang diatur oleh mekanisme
saraf dan humoral yang dipengaruhi oleh pola makan, genetik, lingkungan dan
20
preeklamsia pada ibu hamil. Sebagian besar wanita yang mengalami obesitas
dua sampai tiga kali lebih mungkin untuk mengalami preeklamsia
dibandingkan wanita dengan berat badan normal (Puspitasari, Setyabudi,
2013).
c. Diabetes gastasional
Diabetes gastasional merupakan jenis diebetes yang hanya terjadi saat
seseorang wanita hamil. Penyakit ini timbul ketika kadar glukosa tinggi dan
meningkatkan resiko ibu mengalami preeklamsia. Jika wanita memiliki berat
badan berlebihan atau mengalami obesitas sebelum kehamilan, maka resiko
terjadinya diebetes gestasional akan meningkat drastis (Roberts et al., 2011).
d. Operasi caesar
Operasi caesar merupakan proses persalinan dengan melalui pembedahan
dimana irisan dilakukan di perut ibu dan rahim untuk mengeluarkan bayi.
Memiliki berat badan berlebihan atau obesitas akan membuat persalinan
normal menjadi lebih sulit atau bahkan tidak dapat dilakukan. Operasi caesar
sebagai satu-satunya pilihan bersalin. Sebab ibu hamil dengan berat badan 95
kg akan sulit bersalin secara normal dan banyak komplikasi yang akan terjadi
(Guyton, 2014).
Komplikasi yang terjadi pada bayi dari ibu yang mengalami obesitas :
1. Kelainan kongenital
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam struktur bayi yang
timbul sejak awal kelahiran atau kelainan bawaan. Beberapa penelitian
menunjukan peningkatan risiko kelainan kongenital sehubungan dengan
obesitas pada ibu. Kelainan tersebut antara lain Defek Tabung Saraf
(DTS), defek jantung, abnormalitas saluran cerna, dan kelainan kongenital
lainnya pada sistem saraf pusat (Stotland, 2014). Terjadinya kelainan
kongenital tersebut belum sepenuhnnya dipahami patofisiologi,
diperkirakan sehubung dengan kadar hiperglekemia yang memicu radikal
bebas sehingga agen vasokontriktor seperti tromboksan meningkat
dibandingkan dengan agen vasodilator seperti proktasiklin yang menurun
akibat aliran darah terganggu termasuk disini adalah berkurangnya asupan
nutrisi (Stotland et al., 2014).
23
masa lemak lebih banyak dibandingkan dengan bayi lahir dari ibu dengan
berat badan normal (Philippe, et all, 2013).
Penting untuk diperhatikan bahwa bayi yang terlahir dari ibu obesitas
2 kali beresiko untuk menjadi obesitas pada usia 24 bulan dan anak-anak
dengan berat badan yang lebih dari normal cendrung untuk mengalami
berat badan lebih pada usia 12 tahun (Desai et al., 2014). Pada penelitian
di Amerika Serikat mengungkapkan bahwa tiap peningkatan 1 kg berat
badan bayi baru lahir meingkatkan cendrung sebesar 5% untuk terjadinya
obesitas pada saat remaja. Selain itu juga dari penelitian tersebut
menyatakan bahwa bayi yang lahir dengan berat badan lebih sangat
dipengaruhi oleh status berat badan ibu saat sebelum kehamil maupun
selama kehamilan (Paliy et al., 2014).
7. Pencegahan obesitas pada ibu hamil
a. Pengaturan nutrisi dan pola makan
Pengaturan nutrisi dan pola makan pada individu dengan obesitas tidak sekedar
menurunkan berat badan, namun juga mempertahankan berat badan agar tetap
stabil dan mencegah peningkatan kembalinya berat badan yang telah
didapatkan. Kurangi makan yang berlemak, terutama lemak jenuh karena lemak
jenuh akan mempermudahkan terjadinya gumpalan lemak yang menempel pada
dinding pembuluh darah. Konsumsilah sedikit lemak (30% dari jumlah
keseluruhan kalori yang dikonsumsi) dan kurangin konsumsi karbohidrat yang
berlebihan agar berat badan dalam batas normal (Sulistiyoningsih, 2011).
b. Perbanyak aktivitas
Olahraga dan aktivitas fisik memberikan manfaat yang sangat besar dalam
penatalaksanaan overweight dan obesitas. Olahraga akan memberikan
serangkaian perubahan baik fisik maupun psikologis yang sangat bermanfaat
dalam mengendalikan berat badan. Olahraga diperlukan untuk membakar kalori
dan membuang lemak (Miyata, 2010).
c. Modifikasi pola hidup dan perilaku
Perubahan pola hidup dan perilaku diperlukan untuk mengatur atau
memodifikasi pola makan dan aktivitas fisik pada individu dengan overweight
dan obesitas. Hindarilah atau upaya untuk menurunkan kadar kolestrol darah
dan tekanan darah dengan menjaga pola makan. Memodifikasi kebiasaan dalam
gaya hidup jangan hanya mengendalikan nasihat personal semata tetapi harus
25
Gambar 2.1
Mind Mapping Obesitas
26
1. Pengertian
d. Kontrasepsi Suntikan DMPA yaitu suntikan kontrasepsi diberikan setiap 3
bulan sekali (Purwoastuti, 2015: 203).
d. Kontrasepsi Suntikan DMPA yaitu KB suntik yang berisi hormon progesteron
saja. Jenis kontrasepsi ini sangat efektif, aman dan dapat dipakai oleh semua
wanita usia reproduksi. Kontrasepsi ini juga cocok untuk ibu menyusui karena
tidak menekan produksi ASI. Akan tetapi kembalinya kesuburan cukup lama
yaitu rata-rata 4 bulan (Yuhedi, LT dan Kurniawati, T, 2015:80).
d. Kontrasepsi Suntikan DMPA mengandung 150 mg Depo Medroksiprogesteron
Asetat yang diberikan setiap 3 bulan dengan cara disuntik intramuscular (di
daerah bokong) (Koesno, 2016:MK-43).)
2. Patofisiologi Suntikan DMPA Membuat Tidak Subur
a. Mencegah ovulasi.
b. Mengentalkan lender serviks sehingga menurunkan kemampuan penetrasi
sperma.
c. Menjadikan selaput lender rahim tipis dan atrofi.
d. Menghambat transfortasi gamet oleh tuba (Koesno, 2016: MK-43).
3. Indikasi dan Kontra-indikasi Suntikan DMPA
a. Indikasi
1. Usia reproduksi, yaitu wanita dengan keadaan organ reproduksi yang
berfungsi dengan baik antara umur 20-45 tahun.
2. Nulipara (belum pernah melahirkan janin yang mampu hidup di luar
rahim)dan yang telah memiliki anak.
3. Menghendaki kontrasepsi jangka panjang dan yang memiliki efektifitas
tinggi.
4. Menyusui dan membutuhkan kontrasepsi yang sesuai.
5. Setelah melahirkan dan tidak menyusui.
6. Setelah abortus atau keguguran.
7. Telah banyak anak, tetapi belum menghendaki tubektomi.
27
Gambar 2.2
Mind Mapping DMPA
31
DAFTAR PUSTAKA
Anon, 2017. Proceeding of the National Academy of Sciencees [Diakses 11 Januari 2021].
Profil kesehatan indonesia. (2018). Provil Kesehatan Indonesia 2018 (Vol. 1227, Issue July).
https://doi.org/10.1002/qj
Rini, S. dan F. Kumala. 2016. Panduan Asuhan Nifas dan Evidence Based Pratice.
Yogyakarta : Deepublish
Suherni, & Widyastuti, Y. (2015). Pengaruh Kelas Pranikah Terhadap Tingkat Pengetahuan
Tentang Perencanaan Kehamilan Pada Calon Pengantin Perempuan Di Ic{Bupaten
Sleman, Tahun 2014. Semlnar Kesehatan IllowuJudkan Yogyakarta Sebagal Kota
Lnduetrl Rlset, 231–239.
TINJAUAN TEORI
I. Infertilitas
A. Pengertian Infertilitas
Menurut World Health Organization (WHO), infertilitas adalah gangguan
sistem reproduksi yang menyebabkan kegagalan untuk mencapai kehamilan klinis
setelah 12 bulan atau lebih berhubungan intim secara teratur tanpa menggunakan
kontrasepsi (Munir, 2019). Infertilitas merupakan ketidakmampuan pasangan suami
istri untuk mempunyai keturunan dimana wanita belum mengalami kehamilan
setelah berhubungan intim 2-3 kali dalam seminggu tanpa menggunakan alat
kontrasepsi selama 1 tahun. Pada perempuan berumur kurang dari 34 tahun yang
tidak hamil setelah 12 bulan setelah melakukan hubungan intim secara rutin (1-3 kali
seminggu) dan tidak menggunakan kontrasepsi. Pada perempuan berumur lebih dari
35 tahun yang tidak hamil setelah 6 bulan setelah melakukan hubungan intim secara
rutin (1-3 kali seminggu) dan tidak menggunakan kontrasepsi (Fatmawati, 2019).
Infertilitas merupakan kegagalan pasangan suami istri untuk bisa hamil
setelah melakukan hubungan seksual, tanpa kontrasepsi, selama satu tahun.
Ketidaksuburan (infertil) merupakan suatu kondisi dimana pasangan suami istri
belum mampu mempunyai anak meskipun sudah melakukan hubungan intim
sebanyak 2-3 kali seminggu selama satu tahun tanpa memakai alat kontrasepsi
apapun (Dewi A, 2015).
Berdasarkan pengertian infertilitas dari berbagai ahli di atas dapat
disimpulkan infertilitas adalah kegagalan pasangan suami istri untuk mencapai
kehamilan setelah melakukan hubungan seksual tanpa kontrasepsi selama satu tahun.
B. Jenis Infertilitas
Menurut pembagiannya, infertilitas dapat diklasifikasikan sebagai
infertilitas primer dan infertilitas sekunder.
1. Infertilitas Primer
Infertilitas primer ialah kegagalan suatu pasangan untuk mendapatkan
kehamilan sekurang-kurangnya dalam 12 bulan berhubungan seksual secara
teratur tanpa kontrasepsi. Infertilitas primer merupakan suatu kondisi dimana
33
C. Etiologi Infertilitas
1. Etiologi Infertilitas Pada wanita
Penyebab infertilitas pada wanita sebagai berikut:
1) Hormonal
Gangguan glandula pituitaria, thyroidea, adrenalis atau ovarium yang
menyebabkan kegagalan ovulasi, kegagalan endometrium uterus untuk
berproliferasi sekresi, sekresi vagina dan cervix yang tidak menguntungkan
bagi sperma, kegagalan gerakan (motilitas) tuba falopii yang menghalangi
spermatozoa mencapai uterus.
Infertilitas yang disebabkan oleh gangguan ovulasi dapat diklasifikasikan
berdasarkan siklus haid, yaitu amenore primer atau sekunder. Namun tidak
semua pasien infertilitas dengan gangguan ovulasi memiliki gejala klinis
amenorea, beberapa diantaranya menunjukkan gejala oligomenorea.
2) Obstruksi Tuba falopii dan pelvis
Tuba falopii yang tersumbat merupakan sepertiga dari penyebab
infertilitas. Sumbatan tersebut dapat disebabkan oleh kelainan kongenital,
penyakit radang pelvis yang umum contohnya apendisitis dan peritonitis, dan
infeksi tractus genitalis (Chlamidia, Gonorrhoea, TBC) maupun endometriosis.
Gejala yang sering ditemukan pada pasien dengan endometriosis adalah nyeri
panggul, infertilitas dan ditemukan pembesaran pada adneksa. Dari studi yang
telah dilakukan, endometriosis terdapat pada 25%-50% perempuan, dan 30%
sampai 50% mengalami infertilitas. Hipotesis yang menjelaskan endometriosis
dapat menyebabkan infertilitas atau penurunan fekunditas masih belum jelas,
namun ada beberapa mekanisme pada endometriosis seperti terjadinya
perlekatan dan distrorsi anatomi panggul yang dapat mengakibatkan penurunan
tingkat kesuburan. Perlekatan pelvis pada endometriosis dapat mengganggu
34
Tabel 2.1
Bahan dan Efek terhadap Kesuburan Laki-laki
38
Tabel 2.2
Bahan dan Efek Terhadap Kesuburan Perempuan
Jumlah sisa folikel ovarium terus menurun dengan bertambahnya usia, semakin
cepat setelah usia 38 tahun dan folikel menjadi kurang peka terhadap stimulasi
gonadotropin sehingga terjadi penurunan kesuburan wanita dengan
meningkatnya usia.
4. Berat Badan
Badan yang terlalu kurus atau badan yang terlalu gemuk dapat
mempengaruhi infertilitas. Tindakan menurunkan berat badan pada perempuan
yang memiliki IMT >29 dan mengalami anovulasi akan meningkatkan peluang
untuk hamil. Upaya meningkatkan berat badan pada perempuan yang memiliki
IMT <19 serta mengalami gangguan haid akan meningkatkan kesempatan
terjadinya pembuahan (HIFERI dkk, 2013).
Hasil penelitian Najakhatus dan Windhum (2016) menunjukkan bahwa
obesitas pada wanita memiliki risiko 78% lebih besar mengalami infertilitas
dibandingkan dengan wanita yang tidak obesitas. Penelitian Juwarnis (2009),
juga menyebutkan bahwa obesitas mempunyai hubungan dengan kejadian
infertilitas. Pasangan usia subur yang mengalami obesitas mempunyai peluang
13,6 kali untuk mengalami infertilitas dibanding pasangan yang tidak obesitas.
Hasina (2011) menyebutkan jika seorang memiliki berat badan yang
berlebih (over weight) atau memiliki lemak tubuh 10-15% dari persentase
lemak tubuh normal atau mengalami obesitas, maka seseorang tersebut
kemungkinan besar akan menderita gangguan keseimbangan hormon dan
pertumbuhan folikel di ovarium meningkat yang disebut Polycistic Ovarium
Syndrome (PCOS). Pada wanita yang memiliki persentase lemak tubuh tinggi
terjadi peningkatan produksi androstenedion yang merupakan androgen yang
berfungsi sebagai prekusor hormon reproduksi. Androgen digunakan untuk
memproduksi estrogen di dalam tubuh dengan bantuan enzim aromatase.
Proses aromatisasi androgen menjadi estrogen ini terjadi di sel-sel granulosa
dan jaringan lemak. Semakin banyak persentase jaringan lemak tubuh, semakin
banyak pula estrogen yang terbentuk yang kemudian dapat mengganggu
keseimbangan hormon di dalam tubuh sehingga menyebabkan gangguan
menstruasi. Gangguan siklus menstruasi tersebut diakibatkan karena adanya
gangguan umpan balik dengan kadar estrogen yang selalu tinggi sehingga kadar
Follicle Stimulating Hormone (FSH) tidak mencapai puncak. Pertumbuhan
folikel terhenti sehingga tidak terjadi ovulasi. Keadaan ini berdampak pada
40
5. Stres
Stress pada wanita dapat mempengaruhi komunikasi antara otak, hipofisis,
dan ovarium. Stres memicu pengeluaran hormon kortisol yang mempengaruhi
pengaturan hormon reproduksi dan mempengaruhi maturisasi pematangan sel
telur pada ovarium. Saat stress terjadi perubahan suatu neurokimia di dalam
tubuh yang dapat mengubah maturasi dan pengelepasan sel telur. Contohnya, di
saat wanita dalam keadaan stress, spasme dapat terjadi pada tuba falopi dan
uterus, dimana hal itu dapat mempengaruhi pergerakan dan implantasi pada sel
telur yang sudah matang.
6. Infeksi Organ Reproduksi
Rongga perut pada wanita diperantarai organ reproduksi wanita yang
langsung berhubungan dengan dunia luar. Infeksi rongga perut jarang terjadi
disebabkan karena sifat baktericide dari vagina yang mempunyai pH rendah
dan lendir yang kental pada canalis cervikalis yang menghalangi masuknya
kuman. Infeksi organ reproduksi sering terjadi di negara tropis karena hygine
kurang, perawatan persalinan dan abortus belum sempurna. Infeksi organ
reproduksi dapat menurunkan fertilitas, mempengaruhi keadaan umum dan
kehidupan sex Infeksi apabila terjadi pada vagina akan menyebabkan kadar
keasamaan dalam vagina meningkat, sehingga menyebabkan sperma mati
sebelum sempat membuahi sel telur (Kauffman, 2010).
41
E. PEMERIKSAAN INFERTILITAS
1. Pemeriksaan pada Perempuan
a. Anamnesis
Anamnesis dilakukan terhadap pasien dengan menanyakan identitas
pasangan suami istri meliputi umur, pekerjaan, lama menikah dan evaluasi
dari pasien wanita mengenai ketidakteraturan siklus haid, dismenorea,
infeksi organ reproduksi yang pernah dialami, riwayat adanya bedah pelvis,
riwayat sanggama, frekuensi sanggama, dispareunia, riwayat komplikasi
pascapartum, abortus, kehamilan ektopik, kehamilan terakhir, konstrasepsi
yang pernah digunakan, pemeriksaan infertilitas dan pengobatan
sebelumnya, riwayat penyakit sistematik (tuberkulosis, diabetes melitus,
tiroid), pengobatan radiasi, sitostatika, alkoholisme (Tono dkk, 2012).
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk mendiagnosis infertil adalah:
1) Vital Sign Pemeriksaan vital sign yang terdiri dari tekanan darah, nadi,
respiratory rate, suhu badan.
2) Penghitungan BMI Penghitungan indeks massa tubuh (body mass index
(BMI)) dihitung dari tinggi dan berat badan (kg/m2), kisaran normal
BMI adalah 20-25 kg/m2. Wanita dengan tampilan overweight atau
obesitas mengalami kelainan berupa resistensi insulin atau bahkan
42
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada laki-laki penting untuk mengidentifikasi adanya
penyakit tertentu yang berhubungan dengan infertilitas. Penampilan umum
harus diperhatikan, meliputi tanda-tanda kekurangan rambut pada tubuh
atau ginekomastia yang menunjukkan adanya defisiensi androgen. Tinggi
badan, berat badan, IMT, dan tekanan darah harus diketahui.
44
Table 4
Analisis sperma menurut WHO (2013)
45
F. Penatalaksanaan Infertilitas
Penanganan infertilitas pada prinsipnya didasarkan atas 2 hal yaitu Mengatasi faktor
penyebab / etiologi dan meningkatkan peluang untuk hamil.
1) Gangguan Ovulasi
Tindakan untuk mengatasi faktor penyebab infertilitas salah satunya adalah
dengan melakukan induksi ovulasi (pada kasus anovulasi), reanastomosis tuba
(oklusi tuba fallopii) dan pemberian obat-obatan secara terbatas pada kasus faktor
sperma. Apabila induksi ovulasi tidak berhasil, metoda dikembangkan untuk
46
A. Toksoplasmosis
1. Pengertian
47
secara berulang. Dikatakan prosedur ini relatif aman bila mulai dilakukan
pada umur kehamilan 19 minggu dan seterusnya.
Diagnosis toksoplasmosis congenital ditegakkan berdasarkan hasil
pemeriksaan yang menunjukkan adanya IgM janin spesifik
(antitoksoplasma) dari darah janin.
Menurut Fadlun (2013), hasil dan tindak lanjut dari pemeriksaan
serologi antara lain:
a. IgG (-), IgM (-): belum pernah terinfeksi, oleh karena itu belum kebal
terhadap tokso. Harus dipantau setiap trimester sampai akhir kehamilan.
Lakukan tindakan preventif dengan menjadi sumnber infeksi/penularan.
b. IgG (-), IgM (+) : infeksi sedang terjadi, masih ditahap awal sehingga
IgG belum terbentuk. Lakukan pemeriksaan ulang 2-3 minggu
kemudian, apakah IgG menjadi (+), jika hasilnya tetap (-) berrati IgM
tidak spesifik dan ibu tidak terinfeksi. Lakukan pemntauan kehamilan
dan tindakan preventif dengan menjauhi sumber infeksi/penularan.
c. Ig g (+), IgM (-) : infeksi sudah pernah terjadi sebelumnya dan sudah
memiliki kekebalan terhadap tokso yang nantinya melalui plasenta
dapat diberikan pada janin sehingga janin terlindungi.
d. IgG (+), IgM (+) : ada dua kemungkinan yaitu infeksi primer (pertama
kali dalam selang waktu yang tidak lama) atau infeksi lama dengan sisa
IgM. Dipastikan dengan melakukan pemeriksaan IgG Avidity dan
dengan melihat ada tidaknya kenaikan titer IgG.
5. Komplikasi
Risiko yang terjadi pada bayi adalah kelainan pada syaraf mata dan
infeksi mata yang berat, kelainan sistemik pucat, kuning, demam, pembesaran
atau pendarahan hati dan limfa, anencephalus, hydrocephalus, pertumbuhan
janin terhambat, keterlambatan perkembangan psikomotor dalam bentuk
reardasi mental dan gangguan bicara, kelainan congenital dan kematian.
Komplikasi yang terjadi pada kehamilan dari infeksi toksoplasmosis ini adalah
abortus, kelahiran premature, kematian janin, partus prematurus, kematian
neonatal, kelainan congenital pada bayi (Sofian,2011).
6. Prognosis
Toksoplasma akut untuk pasien imunokompeten mempunyai
prognosis yang baik. Toksoplasmosis akut pada janin dan bayi dapat
50
8. Penanganan Khusus
Menurut Saifuddin (2009), penanganan khusus toksoplasmosis antara
lain:
a. Konseling yang berkaitan dengan infeksi toksoplasma, risiko terhadap
fungsi reproduksi dan hasil konsepsi.
b. Dapat dilakukan pengobatan secara rawat jalan
c. Selama kehamilan ibu diterapi spiramisin atau setelah kehamilan 14 minggu
ibu diberi terapi dengan pirimethamin dan sulfonamide. Gabungan dari obat
pirimetamin dan sulfonamide atau antibiotika spiramisian dapat
menanggulangi infeksi dan menghambat kelanjutan proses anomaly
congenital (tergantung tahapnya)
d. Evaluasi kondisi antigen dan titerimunoglobulin anti toksoplasma
e. Upayakan persalinan pervaginam dan apabila terjadi disproporsi kepal
panggul yang disebabkan oleh didrosefalus, lakukan kajian USG ketebalan
korteks untuk pilihan penyelesaian persalinan.
9. Pengobatan
Terapi selama hamil dapat menurunkan infeksi 60%. Sebenarnya
pengobatan toksoplasmosis yang tepat belum diketahui (Sofian,2011).
Adapaun terapi diberikan terhadap tiga kelompok penderita berikut:
a. Kehamilan dengan infeksi akut
1) Spiramisin.
Pada orang dewasa diberikan 2-4 g/hari per oral dibagi dalam 4 dosis
untuk 3 minggu, diulang setelah 2 minggu sampai kehamilan aterm.
2) Piretamin dan Sulfadiazin
Kombinasi piemitamin, sulfadiazine dan asam folinik sebagai
penggunaan simultan diberikan selama 21 hari. Sulfadiazine 50-100
mg/kg/hari/oral dibagi 2 dosis serta asam folinik 2x5 mg injeksi
intramuscular tiap minggu selama pemakaian piremitamin.
b. Toksoplasma congenital
Sulfadiazin dengan dosis 50-100 mg/kg/hari dan piremitamin 0,5-1 mg/kg
diberikan setiap 2-4 hari selama 20 hari. Disertakan juga injeksi
intramuscular asam folinik 5 mg setiap 2-4 hari untuk mengatasi efek toksik
piremitamin terhadap multiple sel. Pengobatana dihentikan ketika anak
berumur 1 tahun karena diharapkan imunitas selulernya telah memadai
52
B. Rubella
1. Pengertian
Rubella (campak Jerman) adalah infeksi virus yang menyebabkan
infeksi kronik intrauterine, mengganggu pertumbuhan dan perkembangan
janin. Rubella disebabkan virus plemorfis yang mengandung RNA (Fadlun dan
Feryanto, 2013). Virus penyebab rubella atau campak jerman ini bekerja
dengan aktif khususnya selama masa hamil (Varney, 2006). Infeksi rubella
atau dikenal sebagai German measles menyerupai campak, hanya saja
bercaknya sedikit lebih kasar (Saifuddin, 2010). Virus ini ditularkan melalui
droplet dari ibu hamil kepada janin (Fadlun dan Feryanto, 2013).
2. Tanda dan Gejala
Menurut Fadlun (2013) dan Varney (2006), tanda dan gejala pada
penyakit rubella adalah sebagai berikut:
a. Demam ringan, pusing, mata merah
b. Sakit tenggorokan
c. Ruam kulit setelah demam turun
d. Kelenjar limfe membengkak
e. Persendian bengkak dan nyeri pada beberapa kasus
f. Fotofobia
g. Abortus spontan
h. Radang arthritis atau ensefalitis
i. Pada ibu hamil kadang tanpa gejala
j. Durasinya 3 sampai 5 hari
3. Diagnosis
53
hasiltetap IgG (-), IgM(-) berarti belum pernah terinfeksi. Oleh karena
itu, hindari sumber infeksi dan lakukan vaksinasi jika kehamilan
belum terjadi. Semnetara itu, jika IgG(-) dan IgM (+) berarti igM
tidak spesifik dan belum pernah terinfeksi. Oleh karena itu lakukan
tindakan preventif dan vaksinasi jika kehamilanbelum terjadi.
6. Pencegahan penularan
Cara paling efektif untuk mencegah penularan virus rubella adalah
dengan pemberian imunisasi (MMR). Imunisasi MMR dapat diberikan kepada
bayi usia 1 tahun, remaja usia 11-12 tahun, wanita usia subur.
7. Pengobatan
Tidak ada obat spesifik untuk mengobati infeksi virus rubella. Obat
yang diberikan biasanya bersifat untuk meringankan gejala yang timbul. Bayi
yang lahir dengan sindrom congenital, biasanya harus ditangani secara
seksama oleh para ahli. Biasanya infeksi rubella congenital dipastikan dengan
pemeriksaan serologi segera setelah bayi lahir yaitu dengan terdeteksinya IgM
rubella pada darah bayi.
C. Cytomegalo Virus (CMV)
1. Pengertian
Cytomegalo virus adalah virus DNA yang merupakan anggota
keluarga herpes virus sehingga menimbulkan kemampuan latensi. Virus ini
merupakan penyebab infeksi perinatal tersering. Bukti infeksi pada janin
ditemukan 0,5 sampai 2% dari semua neonates (fadlun dan Feryanto, 2013).
2. Gejala
Ibu yang terinfeksiCMV biasanya tidak menunjukkan gejala yang
nyata karena biasanya CMV dating pergi tanpa gejala.
3. Cara penularan
Virus ditularkan melalui cara-cara berikut ini:
a. Secara horizontal melalui percikan ludah, air liur (saliva) dan urine.
b. Secara vertical dari ibu ke janin bayi
c. Sebagai penyakit menular seksual
4. Diagnosis
a. Prenatal
Efek infeksi pada janin dideteksi dengan USG, CT scan atau MRI. Dapat
dijumpai mikrosefalus, ventrikulomegali atau klasifikasi serebrum.
55
aviditas. Jika IgM (+) dan IgG aviditas rendah berarti infeksi primer
perlu pemeriksaan lebih lanjut apakah jann terinfeksi atau tidak.
b. IgG (+) : sudah pernah terinfeksi di masa lalu karena itu sudah kebal
terhadap CMV. Tidak diperlukan pemeriksaan lanjut kecuali pada
kehamilan berikut untuk melihat jumlah liter IgG, apakah masih
mencukupi atau tidak (fadlun dan Feryanto,2013).
7. Pencegahan
Kesehatan perlu dijaga dengan baik pada situasi yang berisiko tinggi.
Misalnya, tersedianya unit rawat intensif neonatal, pusat rawat berobat jalan
dan unit dialysis. Transfuse ibu dengan darah positif CMV harus dihindari
(Fadlun dan feryanto, 2013).
8. Terapi dan pengobatan
Pada umumnya terapi diberikan untuk mengobati infeksi CMV yang
serius seperti retinitis, esofagitis pada penderita AIDS serta tindakanprofilaksis
untuk mencegah infeksi CMV setelah transplantasi organ. Obat yang digunakan
saat ini adalah Ganciclovir, foscarnet, Cidofivir dan Valacidovir tetapi saat ini
belum dilakukan evaluasi di samping obat tersebut dapat menimbulkan
intoksikasi resistensi. Pengembangan vaksin perlu dilakukan guna mencegah
morbiditas dan mortalitas akibat infeksi congenital (Sarwono, 2013).
D. Herpes Simplex
1. Pengertian
Herpes simplex yang disebut juga herpes genitalis adalah infeksi akut
yang disebabkan oleh virus herpes homunis tipe I dan II yang menyerang
daerah mukokutan, seperti adanya vesikel berkelompok di atas dasar kulit yang
sembab dan eritema pada daerah mukokutan (Fadlun dan Feryanto, 2013).
Disebut sebagai herpes genitalis karena infeksi homunis ini terjadi pada traktus
genitalia bagian bawah.
2. Gejala Klinis
a. Gejala primer biasanya timbul dalam 3-7 hari setelah paparan
b. Infeksi asimtomatik : parestesia yang ringan dan rasa panas di daerah
perineum dapat terjadi sebelum lesi kelihatan
c. Jika mukosa vesika urinaria terinfeksi, maka urinisasi sangat nyeri sampai
terjadi retensi urine
57
DAFTAR PUSTAKA
Fadlun dan Feryanto, Achmad, 2013. Asuhan Kebidanan Patologi, Jakarta: Salemba
Medika
59
Saifuddin AB, dkk, 2009, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Saifuddin AB, dkk, 2010. Ilmu Kebidanan, Ed: 4, Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Sofian A, 2011. Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi,
Jakarta:EGC
Varney, Helen, 2006, Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Volume; 1 Ed: 4. Jakarta: EGC
Wildan, Moh. Dan Hidayat, A. 2011, Dokumentasi Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika
Yulaikah, Siti dan Dwi, Maryaning, 2009. Gambaran Pengetahuan Ibu Hamil Tentang
Toxoplasmosis Rubella Cytomegalovirus Herpes (TORCH) di Puskesmas Simo Boyolali
Tahun 2009. Jurnal Penelitian.