Paper 27.08.20
Paper 27.08.20
ABSTRAK
Background: Gangguan pertumbuhan pada periode 1000 hari pertama
kehidupan yang dimulai sejak kehamilan sampai anak berusia dua tahun akan
berdampak serius bahkan bersifat permanen. Bayi lahir pendek maupun BBLR
menjadi masalah mengingat dampak yang dapat ditimbulkan. Dampak yang
ditimbulkan tidak hanya terhadap fisik, morbiditas, dan mortalitas saat bayi,
melainkan terhadap risiko berkembangnya penyakit degeneratif serta hambatan
fungsi kognitif yang dapat memengaruhi produktifitas dan kualitas bangsa.
Kalsium merupakan mikronutrien yang penting dibutuhkan selama kehamilan.
Penelitian ini membahas pengaruh kalsium terhadap panjang dan berat lahir
bayi. Subjects and Methods: Penelitian ini merupakan penelitian cross
sectional melibatkan 144 ibu hamil trimester 3 dan bayi yang dilahirkan.
Pemeriksaan kalsium menggunakan kalsium total dari serum darah tali pusat
serta pengukuran panjang dan berat lahir dilakukan terstandar segera setelah
lahir. Result: Rata-rata panjang dan berat lahir adalah normal 48.7 cm dan
3090.4 gram, panjang lahir pendek 31.2 % dan BBLR 8.3%. Rata-rata kadar
kalsium 10 ng/mL dan hipokalsemia 24.3%. Kadar kalsium berpengaruh
bermakna terhadap panjang lahir bayi (p=0,000). Setiap kenaikan 10 ng/mL
kadar kalsium akan menambah panjang lahir sebesar 2,22 cm. Kadar kalsium
berpengaruh bermakna terhadap berat lahir (p=0,000). Setiap peningkatan 10
ng/mL kadar kalsium akan menambah 448 gram berat lahir bayi. Conclusion:
Kadar kalsium darah tali pusat memiliki efek positif tehadap panjang dan berat
lahir bayi sehingga penting bagi ibu hamil untuk meningkatkan asupan kalsium
termasuk zat gizi lain sesuai standar kecukupan gizi ibu hamil untuk mencegah
panjang lahir bayi pendek dan berat lahir bayi rendah.
Kata Kunci: Kalsium, darah tali pusat, panjang lahir, berat lahir
1
1. LATAR BELAKANG
Periode 1000 hari pertama kehidupan yang dimulai sejak
kehamilan sampai anak berusia dua tahun merupakan periode kritis dan
amat penting bagi kehidupan manusia. Bila terjadi gangguan
pertumbuhan pada masa ini akan berdampak serius bahkan bersifat
permanen terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak baik fisik
maupun kecerdasan (Kemenkes RI., 2015). Indikator yang digunakan
untuk menilai outcome kehamilan pada bayi lahir adalah melalui
antropometri kelahiran di antaranya berat dan panjang lahir. Berat dan
panjang lahir berdasarkan usia kehamilan telah diakui sebagai prediktor
paling kuat dalam menilai luaran kehamilan (De-Onis & Branca, 2016;
Dwivedi & Verma, 2015).
Panjang lahir disebut pendek bila kurang dari 48 cm dan berat
lahir rendah (BBLR) bila kurang dari 2500 gram (Kemenkes RI, 2010).
Bayi dengan panjang lahir pendek dan berat lahir rendah berakibat
bukan hanya keterbatasan ukuran fisik melainkan terhadap risiko yang
dapat ditimbulkan pada masa bayi, tahap balita, remaja dan berlanjut
kemasa dewasa. Pada anak yang lahir pendek, dapat mengalami
keterlambatan perkembangan motorik seperti berjalan (Branca &
Ferrari, 2002). Selain itu, selama proses menjadi stunting yang
didefinisikan sebagai nilai tinggi badan (TB) atau panjang badan (PB)
menurut umur (U) kurang dari 2 standar deviasi (SD) dari median
standar pertumbuhan anak (WHO, 2006), dapat terjadi keterbatasan
perkembangan jaringan otak anak, yang memengaruhi fungsi kognitif
sehingga dapat menurunkan performa belajar serta kualitas sumber
daya manusia dan memengaruhi produktifitas pembangunan bangsa
dimasa mendatang (Crookston et al., 2010; Dewey & Begum, 2011). Bayi
BBLR mempunyai peluang meninggal hampir 40 kali lebih tinggi dalam
tahun pertama kehidupan dibandingkan bayi lahir dengan berat badan
normal (El Whitney & Rofles, 2011).
Ukuran lahir yang rendah dapat digunakan sebagai penanda
beberapa gangguan patologis dan peningkatan risiko penyakit
degeneratif (De-Onis & Branca, 2016; UNICEF, 2012). Semakin rendah
2
panjang dan berat lahir semakin tinggi risiko untuk menderita penyakit
jantung koroner, hipertensi, diabetes, stroke (Barker et al., 2002; P. D.
Gluckman, Hanson, & Buklijas, 2010). Oleh karena itu penting untuk
menjadi perhatian mengingat dampak yang ditimbulkan terhadap
kualitas status kesehatan serta kelangsungan hidup yang dapat
berdimensi luas pada tatanan individu, keluarga dan intergenerasi
(Lamid, 2015).
Faktor yang diduga dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan
janin menurut Kliegman adalah faktor genetik, faktor lingkungan intra
uterin, dan ekstra uterin (W. E. Nelson, 2000). Faktor lingkungan dan
gizi dapat mengubah pola ekspresi gen dalam memengaruhi
pertumbuhan janin (Pereira & Sole, 2015). Pendek merupakan gangguan
pertumbuhan linier sebagai manifestasi kekurangan gizi kronis akibat
asupan gizi makro dan mikro yang tidak cukup dan berlangsung lama
(Branca & Ferrari, 2002; Gibson, 2005).
Kalsium merupakan mikro nutrien yang paling berlimpah di
dalam tubuh dan berperan penting untuk banyak proses terutama dalam
pembentukan tulang, disamping mikronutrien lain yaitu fosfat dan
magnesium. Kalsium dibutuhkan sebagai bahan utama pembentuk
struktur dan kerangka tulang serta pembentukan deposit tulang (Doi et
al., 2011; Thebald, 2001). Kalsium juga diperlukan untuk mengatur
cairan intraseluler di sebagian besar jaringan tubuh, berperan dalam
kontraksi otot, neurotransmitter dan membantu sirkulasi darah serta
produksi enzim dan hormon (World Health Organization, 2013).
Kalsium sebagian besar (± 99%) tersimpan dalam tulang dan gigi,
sisanya 1% berada di darah, cairan ektraseluler dan di dalam sel seluruh
tubuh pada cairan ektra seluler (Mahan & Stump, 2008). Dalam keadaan
normal, kalsium pada tulang dan darah berada dalam keadaan seimbang.
Keseimbangan kalsium diatur terutama oleh sistem hormonal yaitu
vitamin D, hormon paratiroid, glukokortikoid, hormon tiroid, dan
hormon estrogen serta progesteron. Pada saat kalsium dalam darah
kurang akan digunakan cadangan kalsium dari tulang. Oleh karena itu
bila kondisi ini berlanjut dan tanpa diimbangi asupan kalsium yang
3
memadai, akibatnya ibu hamil berisiko hipertensi dan pre eklampsi
kehamilan serta terjadi osteomalasia dan gangguan pada mineralisasi
tulang ibu yang menyebabkan osteoporosis (Kumar & Cotran, 2007).
Selama kehamilan, kalsium serum ditransportasi aktif melalui plasenta
dan tali pusat dari ibu ke janin. Kekurangan kalsium pada janin dapat
berujung pada terbatasnya ukuran tulang dan terjadi rakhitis pada bayi
(Thebald, 2001).
Kebutuhan kalsium berdasarkan angka kecukupan gizi (AKG)
untuk wanita usia 19-29 adalah 1300 mg dan usia 30-49 tahun sebesar
1200 mg. Pada wanita hamil setiap hari membutuhkan tambahan sebesar
200 mg (Kemenkes RI, 2014b). Sumber utama yang dapat digunakan
untuk memenuhi kebutuhan kalsium hanyalah dari makanan dan
suplemen. Jenis bahan makanan tinggi kalsium yaitu 72% berasal dari
susu, keju, yoghurt dan produk susu, sisanya dalam bentuk makanan
lain yaitu unggas, ikan, telur serta sayuran berwarna hijau (IOM, 2011).
Hasil penelitian yang dilakukan pada wanita berusia 16-50 tahun di
beberapa negara menunjukkan rata-rata asupan kalsium masih rendah,
antara lain di USA 626 mg/hari, Bangladesh 180 mg/hari, Malaysia 386
mg/hari, Indonesia 270 mg/hari (Peterlik & Cross, 2005). Jika
dibandingkan standar AKG yang berlaku pada masing-masing negara,
angka ini masih jauh lebih rendah.
Penelitian yang mengkaji pengaruh kadar kalsium bayi lahir
terhadap panjang dan berat lahir tidak banyak bahkan belum pernah
dilakukan kajian di Indonesia. Dengan demikian penelitian ini bertujuan
untuk menunjukkan pentingnya kajian lebih lanjut pengaruh kadar
kalsium terhadap panjang dan berat lahir bayi di Indonesia, sebagai
upaya alternatif pencegahan dan mengurangi prevalensi terjadinya balita
pendek dan BBLR yang dapat berimplikasi luas terhadap masalah
kesehatan lainnya. Hipotesis pada penelitian ini adalah kadar kalsium
darah tali pusat berpengaruh terhadap panjang dan berat lahir bayi
setelah dikontrol oleh variabel karakteristik ibu dan ayah bayi.
4
2. SUBJECTS AND METHODS
2.1Ethical clearence
Penelitian ini telah mendapat persetujuan dari Komite Etik Penelitian
Kesehatan dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
nomor: 483/UN2.F10/PPM.00.02/2017 tanggal 25 agustus 2017.
2.2 Informed Consent
Seluruh responden yang terlibat pada penelitian ini diberikan penjelasan
tentang penelitian yang dilakukan sebelum mendapat persetujuan dari
responden, agar responden dapat mengetahui maksud dan tujuan
penelitian, prosedur, keuntungan dan risiko selama proses penelitian
berlangsung.
2.3 Populasi study
Semua ibu hamil yang melakukan pemeriksaan antenatal di fasilitas
kesehatan wilayah kerja Kota Bengkulu (16 Puskesmas, 30 Bidan Praktek
Mandiri (BPM), 6 Rumah Sakit Tipe D & C) dan bayi yang dilahirkannya.
2.4 Kriteria ekslusi
Kehamilan kembar, janin lahir mati, dan bayi yang mengalami cacat fisik
atau keadaan yang dapat memengaruhi cara dan hasil pengukuran
panjang dan berat lahir bayi.
2.5 Tahap skrinning
Tahap skrining merupakan tahap awal penelitian untuk pemilihan
responden penelitian. Skrining dilakukan oleh tim enumerator terlatih
dengan mendatangi Bidan Puskesmas, Bidan Praktek Mandiri dan Bidan
KIA Rumah Sakit yang ada di Kota Bengkulu dengan kriteria insklusi
adalah usia kehamilan ibu ≥ 32 minggu dan tidak menderita penyakit
kronis.
2.6 Tahap kehamilan
Tahap pengumpulan data yang dilakukan oleh 4 tim enumerator dengan
masing-masing tim terdiri dari 1 orang tenaga gizi dan 1 orang analis
kesehatan.
5
2.6.1 Data karakteristik ibu
Wawancara dilakukan untuk mengetahui nama, umur, paritas,
pendidikan, pekerjaan, kebiasaan merokok ayah/ anggota keluarga.
6
biasa dikonsumsi subjek penelitian selama hamil di Kota Bengkulu.
Terdapat 3 komponen dalam kuesioner yakni jenis makanan,
satuan ukuran rumah tangga dan frekuensi makan
2.6.5 Data aktifitas fisik
Data aktifitas fisik diperoleh melalui wawancara dengan
menggunakan kuesioner Global Physical Activity Questionnaire
(GPAQ) (WHO, 2000) dan sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa
Indonesia. Data yang dikumpulkan adalah kegiatan fisik yang
biasanya dilakukan dalam tujuh hari terakhir.
2.6.6 Pemeriksaan kadar haemoglobin darah ibu
Darah yang digunakan adalah darah kapiler ibu yang diambil dari
ujung jari manis. Metode pemeriksaan menggunakan cyanmet
hemoglobin dan diukur dengan Homecue. Pemeriksaan Hb
dilakukan oleh petugas laborotorium.
2.7 Tahap persalinan
Data ini dikumpulkan oleh tim enumerator (2 orang bidan) dan
bekerjasama dengan bidan yang menangani kelahiran. Segera setelah
bayi lahir dan dilakukan tata laksana kelahiran, tali pusat di klem dan
dilakukan pemotongan oleh Bidan penolong persalinan. Selanjutnya
enumerator melakukan desinfeksi dan pengambilan darah vena pada tali
pusat dengan spuit sebanyak 2-4 ml. Setelah darah diambil, spuit
kemudian ditutup rapat dan diberi label identitas responden (nama,
tanggal dan jam, jenis kelamin) kemudian dimasukkan ke dalam cool
box yang telah disiapkan dan segera dibawa ke laboratorium untuk
dilakukan pemisahan serum dengan sentrifuge kecepatan 2000 g
selama 15 menit. Dilanjutkan dengan pemeriksaan kadar kalsium serum
menggunakan pemeriksaan elektrolit otomatis.
Pengukuran antropometri bayi, dilakukan setelah tata laksana bayi
lahir. Pengukuran dilakukan oleh enumerator bidan dibantu oleh bidan
penolong dalam 1 jam pertama kelahiran. Untuk panjang dan berat
badan bayi diukur dengan alat ukur (Seca® tipe 231/231 corp, Hamburg
Jerman), dengan ketelitian pada pengukuran panjang badan adalah 0,1
cm dan berat badan dalam bentuk digital dengan ketelitian 0,01 gram.
7
Posisi bayi saat diukur tidur terlentang dan dilakukan dua kali
pengulangan.
2 RESULTS
3.1 Kadar kalsium, panjang, dan berat lahir bayi
Hasil analisis secara statistik disajikan dalam mean ± standar deviasi
(SD) diketahui kadar serum kalsium tali pusat pada studi ini adalah 10 ±
1,8 ng/mL dengan hipokalsemia mencapai 24,3%. Asupan kalsium yang
dikonsumsi oleh ibu hamil adalah 949,3 mg/hari dengan rata-rata
tingkat kecukupan asupan kalsium adalah sebesar 74,8 ± 15,5% data
tersaji pada tabel 1. Panjang lahir bayi pada studi ini adalah 48,7 cm ± 1,8
cm dengan proporsi bayi lahir pendek (< 48 cm) sebesar 31,2% dan berat
lahir bayi adalah 3090,6 gram ± 396,9 gram dengan proporsi BBLR 8,3%
data tersaji pada tabel 1.
3.2 Pengaruh kadar kalsium terhadap panjang dan berat lahir bayi
Hasil analisis secara statistik menunjukkan adanya hubungan positif
antara kadar kalsium dengan panjang dan berat lahir bayi yang berarti
semakin tinggi kadar kalsium maka akan semakin panjang dan berat
lahir bayi setelah dikontrol oleh variabel konfonding: tinggi badan ibu,
kadar haemoglobin, dan kecukupan asupan energi ibu. Setiap
peningkatan 1 ng/mL kadar kalsium akan menambah panjang lahir 2,2
cm dan setiap peningkatan peningkatan 10 ng/mL kadar kalsium akan
menambah 448,5 gram berat lahir bayi data tersaji pada tabel 2 dan 3.
8
3 DISCUSSION
Rata-rata panjang lahir bayi hasil studi ini 48,7 cm ± 1,8 cm. Sejalan
dengan rata-rata panjang lahir secara nasional yaitu 48,6 cm. Angka lahir
pendek pada studi ini lebih tinggi dimana bayi lahir pendek (< 48 cm) adalah
sebesar 31,2% dibandingkan dengan proporsi bayi lahir pendek di Provinsi
Bengkulu sebesar 11,8%, data nasional Riskesdas tahun 2013 yaitu, 20,2%,
dan data Riskesdas 2018, yaitu 22,7% (Kementerian Kesehatan RI, 2018;
WHO, 2013).
Rata-rata berat lahir bayi pada studi ini adalah 3090,6 gram dengan
proporsi BBLR 8,3%. Angka ini menunjukkan BBLR yang tinggi jika
dibandingkan dengan data Profil Kesehatan Provinsi Bengkulu tahun 2017
dimana kejadian BBLR lebih rendah yaitu 2% di Provinsi Bengkulu dan 1,5%
di Kota Bengkulu serta berdasarkan data Riskesdas 2018 dimana proporsi
BBLR adalah sebesar 6,2% (Dinkes Kota Bengkulu, 2018; Kementerian
Kesehatan RI, 2018).
Studi ini juga menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara kadar
kalsium dengan panjang lahir dan berat lahir dimana diketahui setiap
peningkatan 1 ng/mL kadar kalsium akan menambah panjang lahir 2,2 cm
dan peningkatan 10 ng/mL kadar kalsium akan menambah 448,5 gram berat
lahir bayi. Hasil studi ini konsisten dengan beberapa studi yang ada. Studi
yang dilakukan pada 225 ibu hamil dan bayinya, menunjukkan kadar kalsium
berpengaruh terhadap panjang lahir dan berat lahir bayi setelah dikontrol
tinggi ibu, IMT pra hamil, jenis kelamin bayi, status soial ekonomi, umur ibu
dan musim. Setiap kenaikan 1 mg/L kadar kalsium akan meningkatkan 0,011
cm panjang lahir bayi dan Setiap kenaikan kenaikan 1 mg/L kadar kalsium
akan meningkatkan 1,6 gram berat lahir bayi (Doi et al., 2011). Penelitian
lainnya juga diketahui kadar kalsium berkorelasi dengan panjang lahir (r =
0,324) (Ayfer et al., 2016). Demikian juga hasil studi prosfektif pada 900 ibu
melahirkan dan bayinya di Algeria yang melaporkan ada hubungan signifikan
rata-rata berat lahir berdasarkan status kalsium. Pada bayi hipokalsemia
lebih banyak yang lahir dengan BBLR dibandingkan kelompok kalsium
normal (Benali & Demmouche, 2014). Studi di Turki, membuktikan ada
hubungan level kalsium dengan berat lahir (r = 0.307) (Ayfer et al., 2016).
9
Proporsi hipokalsemia darah tali pusat pada studi ini juga cukup tinggi,
yaitu 24,3% mengingat fungsi penting kalsium bagi janin maupun bayi lahir.
Faktor penyebab hipokalsemia pada janin dan bayi lahir yaitu ibu dengan
DM, hipotiroid, konsumsi obat-obatan tertentu selama hamil, bayi prematur,
asfiksia, dan kekurangan vitamin D (Jain et al., 2010). Kalsium memainkan
peran penting dalam menentukan panjang dan berat lahir (Cole et al., 2006).
Selama hamil, kebutuhan janin terhadap kalsium diperoleh melalui suplai
kalsium dari ibu. Jumlah terbesar terutama selama trimester ketiga.
Keseimbangan jumlah kalsium ibu bergantung pada kecukupan asupan
sumber kalsium dari makanan. Asupan kalsium yang rendah mengakibatkan
simpanan kalsium pada tulang ibu terbatas, bila berlangsung terus dapat
mengakibatkan kadar kalsium dalam darah tali pusat rendah (Deepika, S, R,
& Vijayaraghavan, 2015). Bila simpanan kalsium pada tulang ibu terbatas
dan tidak diimbangi dengan konsumsi kalsium yang memadai maka transfer
kalsium ke janin juga berkurang yang mengakibatkan hipokalsemia. Selain
dampak pada ibu, dalam kurun waktu tertentu dapat menyebabkan
osteomalaise dan osteoporosis.
Rata-rata asupan kalsium yang dikonsumsi oleh ibu hamil diketahui
adalah sebesar 949,3 mg/hari dan rata-rata tingkat kecukupan asupan
kalsium adalah sebesar 74,8 ± 15,5%, angka ini masih jauh lebih rendah dari
anjuran AKG dan 70,1% ibu hamil memiliki tingkat kecukupan kalsium
kurang dari standar. Sumber utama kalsium (72%) berasal dari makanan
produk susu keju, yoghurt. Sisanya, dari sumber makanan lain (unggas,
ikan, telur, ikan teri, udang, daging sapi serta sayuran hijau), kacang-
kacangan, dan buah-buahan (Institute of Medicine, 2011). Susu sebagai
produk yang paling populer di kalangan masyarakat, merupakan salah satu
bahan makanan yang mampu mencukupi kebutuhan kalsium. Satu gelas susu
memiliki kandungan kalsium sebanyak 270 mg, sehingga diharapkan dengan
mengkonsumsi susu secara rutin 2 kali sehari, kebutuhan minimal kalsium
ibu hamil dapat tercukupi. Sayangnya, banyak ibu hamil tidak minum susu
karena berbagai alasan. Disamping harga yang mahal dan pengetahuan
terhadap komposisi serta manfaat susu terbatas (Damayanti & Rimbawan,
2016). Demikian juga dengan produk olahan susu seperti keju dan yoghurt,
10
bukan jenis makanan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia
terutama masyarakat Bengkulu.
REFRENCES
Ayfer, Colak, Omur, Yildiz, Burak, Toprak (2016). Correlation between calcium
and phosphorus in cord blood and birth size in term infants. Minerva
Pediatrica, 68(3), 182–188
Barker, D., Eriksson, J., Forsen, T., & Omsond, C. (2002). Fetal origins of adult
disease. International Journal of Epidemiology, 31(6), 1235–1239.
https://doi.org/10.1016/j.cppeds.2011.01.001
Cole, T. J., Bennett, J., Prentice, A., Laskey, M. A., Jarjou, L. M., Goldberg, G.
R., & Sawo, Y. (2006). Randomized, placebo-controlled, calcium
supplementation study in pregnant Gambian women: effects on breast-milk
calcium concentrations and infant birth weight, growth, and bone mineral
accretion in the first year of life. The American Journal of Clinical
Nutrition, 83(3), 657–666. https://doi.org/10.1093/ajcn.83.3.657
Crookston, B. T., Penny, M. E., Alder, S. C., Dickerson, T. T., Merrill, R. M.,
Porucznik, C. A., & Dearden, K. A. (2010). Children who recover from early
stunting and children who are not stunted demonstrate similar levels of
cognition. The Journal of Nutrition, 140(11), 1996–2001.
https://doi.org/10.3945/jn.109.118927
Damayanti R ; Rimbawan. (2016). Pengetahuan, persepsi, dan sikap ibu hamil
terhadap klaim gizi kaitannya dengan keputusan pembelian produk susu
ibu hamil (. Gizi Pangan, 11(1), 1–8
11
birth weight. IOSR Journal of Nursing and Health Science, 4(5), 20–23.
https://doi.org/10.9790/1959-04522023
De-Onis, M., & Branca, F. (2016). Childhood stunting: A global perspective.
Maternal and Child Nutrition, 12, 12–26.
https://doi.org/10.1111/mcn.12231
Dinas Kesehatan Kota Bengkulu. (2018). Profil Dinas Kesehatan Kota Bengkulu
Tahun 2017. Dinas Kesehatan Kota Bengkulu, 1–53
Doi, M., Rekha, R. S., Ahmed, S., Okada, M., Roy, A. K., Raqib, R., … Ekstro, E.
(2011). Association between calcium in cord blood and newborn size in
Bangladesh. British Journal of Nutrition, 106(2011), 1398–1407.
https://doi.org/10.1017/S0007114511001747
Dwivedi, D., & Verma, A. (2015). Maternal and fetal factors affecting birth
lenght of healthy newborn babies: an observational study. Indian Journal
Child Health, 123(7), 838–842. https://doi.org/10.3760/cma.j.issn.0366-
6999.2010.07.014
Institute of Medicine. (2011). Dietary reference intakes for calcium and vitamin
D. The National Acadamies Press: Washington DC, 1–4
Jain, A., Agarwal, R., Sankar, M. J., Deorari, A., & Paul, V. K. (2010).
Hypocalcemia in the newborn. Indian Journal of Pediatrics, 77(10), 1123–
1128. https://doi.org/10.1007/s12098-010-0176-0
Kemenkes RI. (2010). Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak.
Jakarta: Kemenkes RI
12
Kemenkes RI & WHO. (2013). Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas
kesehatan dasar dan rujukan (Pertama). Jakarta: Kemenkes RI
Peterlik, M., & Cross, H. S. (2005). Vitamin D and calcium deficits predispose
for multiple chronic diseases. European Journal of Clinical Investigation.,
35(5), 290–304. https://doi.org/10.1111/j.1365-2362.2005.01487.x
Thebald. (2001). Dietary calcium and women’s health. Clinical Calcium, 11,
157–162. https://doi.org/10.1111/j.1467-3010.2005.00514.x
Whitney, E., & Rofles, S. (2011). Understanding Nutrition (12th Inter). USA:
13
Wadsworth
TABLES
14
Tabel 3. Pengaruh Kalsium terhadap Berat Lahir
15