1
KATA PENGANTAR
Daftar Isi
Kata Pengantar........................................................................................................ i
Daftar Isi................................................................................................................... ii
2
Bab I : Pendahuluan............................................................................................ 1
Standarpemeriksaan audit............................................................................................
3.1 Kesimpulan............................................................................................. 28
Daftar Pustaka......................................................................................................... 29
BABI
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Profesi audit internal mengalami perkembangan cukup berarti pada awal abad
21, sejak munculnya kasus Enron & Worldcom yang menghebohkan kalangan dunia
usaha. Meskipun reputasi audit internal sempat terpuruk oleh berbagai kasus
kolapsnya beberapa perusahaan tersebut yang melibatkan peran auditor, namun profesi
3
auditor internal ternyata semakin hari semakin dihargai dalam organisasi.Saat ini
profesi auditor internal turut berperan dalam implementasi Good Corporate
Governance (GCG) di perusahaan maupun Good Government Governance (GGG) di
pemerintahan.
Profesi auditor internal sangat dibutuhkan oleh suatu organisasi apapun, baik
perusahaan swasta, BUMN/BUMD, perusahaan multinasional, perusahaan asing,
pemerintahan, lembaga pendidikan dan Organisasi Nir Laba. Dalam melakukan
rekrutmen terhadap tenaga auditor internal untuk suatu organisasi, selain dapat diambil
dari karyawan / staf dari bagian / Divisi lain, juga diperoleh dari pihak luar organisasi,
baik yang telah berpengalaman maupun yang baru lulus dari perguruan tinggi (fresh
graduate). Persaingan untuk memperebutkan posisi auditor internal ternyata lebih
ketat dibandingkan posisi tenaga staf akuntansi (accounting staff) atau auditor untuk
Kantor Akuntan Publik (KAP), sebab auditor internal dapat diperebutkan oleh lulusan
dari berbagai disiplin ilmu serta berbagai pengalaman kerja.
BABII
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN LAPORAN INTERNAL AUDIT
Sebagaihasiladaripekerjaannya, internal audit
harusmembuatlaporankepadamanajemen. Laporantersebutmerupakansuatualat dan
kesempatanbagi internal Audit untukmenarikperhatianmanajemen dan
membukamatamanajemenmengenaimamfaatdari Internal Audit Departementapasaja yang
4
siudah dan dapatdikerjakan IAD, ha, pentingapasajadarimanajemen. Untukitu IAD
harusmenyampaikanlaporanyang :
-obiective
-clear(jelas)
-consise(singkattetapipadat)
-constuctive(membangun)
-timely(tepatwaktu)
5
6
7
8
9
10
2.1. TANGGUNG JAWAB AUDIT
11
KETERAMPILAN AUDIT
12
2.4 Keterampilan Melaksanakan Audit (Skills in Audit Execution)
Berbicara mengenai keterampilan pelaksanaan audit berarti menyinggung
penguasaan berbagai teknik pemerikasaan. Ada banyak teknik yang dapat diterpkan
dalam pemeriksaan. Namun, agar memahami lebih jelas pemakaian setiap teknik ini,
perlu diketahui kerangka umum bagaimana sebuah objek temuan digali hingga
didapat gambaran tentang masalah spesifik mungkin.
Terdapat sejumlah teknik pemeriksaan yang sering diterapkan dalam
mengankat suatu masalah. Secara umum, teknik pemeriksaan berdasarkan metodenya
dapat dibedakan ke dalam 2 kelompok, yaitu:
1. Teknik audit deduktif (deductive audit techniques), yaitu berpangkal pada suatu
objek, indikasi atau informasi awal sebagai titik masuk (entry point), selanjutnya
dikembangkan atau diuraikan menjadi kesimpulan fakta yang lengkap, luas dan saling
berhubungan. Teknik-teknik yang diterapkan dalam melakukan identifikasi hingga
pendalaman dan perluasan fakta tergolong dalam teknik deduktif.
2. Teknik audit induktif (inductive audit techniques), yaitu berbekal dari banyak
informasi, fakta serta bukti pendukung ditinjau dari hubungan sebab akibat,
persamaan, dan perbedaan hingga berulang pada pengambilan kesimpulan. Teknik-
teknik yang tidak efektif pada identifikasi masalah dan hanya digunakan pada
pendalaman serta perluasan hingga didapatkan kesimpulan akhir, dapat dikategorikan
ke dalam teknik induktif.
13
hasil analisis data, fakta-fakta yang ada di tangan auditee maupun setiap data yang
dapat diakses di sekitar organisasi yang diaudit.
Sebagai contoh, peta objek-objek pemeriksaan lingkup bidang keuangan, peta
keterkaitan antarunit kerja dalam supply chain, berbagai titik kritis kelemahan internal
control yang diperoleh dari hasil evaluasi audit periode sebelumnya, rangkaian
skenario utnuk melakukan investigasi dugaan kasus tertentu, dan gambaran para
penerima dana dari tindak “korupsi berjamaah”.
3. Survei (Survey)
Pengumpulan data “lapangan” untuk mendapatkan gambaran tentang fakta
sebuah objek pemeriksaan. Pengumpulan fakta ini biasanya dalam bentuk kuesioner
dengan kriteria dan jumlah responden tertentu. Lazimnya responden adalah
stakeholder eksternal (customer, supplier, client) di mana pelaksanaan survei
sebaiknya tidak ditangani langsung oleh internal audit, tetapi memanfaatkan “tangan”
Departemen Teknis lain yang memiliki hunungan kerja dengan pihak eksternal
tersebut. Survei dilakukan untuk mendapatkan data aktual yang akan dibandingkan
dengan target/standar/ekspektasi yang berlaku.
Sebagai contoh, survei terhadap tingkat kepuasan pelayanan, kompetensi
SDM, kecepatan penanganan keluhan, dan ketersediaan informasi yang dibutuhkan
customer/pelanggan.
4. Inspeksi (Inspection)
Inspeksi diterapkan dengan cara meninjau langsung ke lokasi, mengamati
praktek kerja dan aspek-aspek fisik lainnya, serta umumnya bersifat kunjungsn
mendadak (surprised visitti). Inspeksi sangat efektif untuk merespons
pengaaduan/keluhan dan memberi efek kejut (shock therapy) terhadap praktek
penyimpangan yang kronis. Selain itu, inspeksi juga diandalkan dalam pelaksanaan
compliance audit, yaitu melihat tingkat kepatuhan ketika menjalankan
prosedur/peraturan yang berlaku.
14
Sebagai contoh, inspeksi ke gudang persediaan, opname fisik aset (uang,
barang, dokumen, dan sebagainya), inspeksi terhadap frontliners pelayanan dan
sebagainya.
5. Pemindaian (Scanning)
Pemindaian terkait dengan audit berbasis data. Hal ini bertujuan untuk
mengidentifikasi secara cepat titik-titik dalam sekumpulan data yang dikategorikan
bermasalah sesuai kriteria/lingkup yang ditetapkan. Bila pemetaan memberikan
gambaran lengkap, pemindaian langsung “menjaring” data yang menarik perhatian
untuk dimasukkan ke dalam objek yang akan diperiksa lebih lanjut.
Sebagai contoh, memindai semua data realisasi anggaran yang kritis
(overbudget, realisasi biaya fluktuatif), semua biaya yang totalnya signifikan, saldo-
saldo pada rekening titipan/transitoris yang “menggantung” belum ada penyelesaian.
6. Pengamatan/Observasi (Observation)
Teknik ini identik dengan compliance audit atau audit on site (on the spot),
karena paling diandalkan di sana. Pengamatan dilakukan terhadap perubahan fisik,
prose, kualitas, atau data dengan mengacu pada standar/kriteria tertentu sebagai
referensi. Hal ini bertujuan untuk memastikan adanya penyimpangan dari
standar/peraturan dimaksud. Teknik ini paling klasik dan sangat dominan di kalangan
auditor pemula. Pengamatan merupakan bagian penting dari aktivitas inspeksi, dan
juga dapat diterapkan secara on desk pada proses serta data.
Sebagai contoh, pengamatan terhadap pelaksanaan SOP, pengamatan terhadap
kendala pelaksanaan sistem, dan pengamatan terhadap adanya “technical error”
pada on line system.
15
kalibrasi terhadapa kapasitas terhadap beban maksimum forklift atau handpallet di
gudang sesuai manual peralatan tersebut.
8. Rekonsiliasi (Reconciliation)
Rekonsiliasi dianggap sebagai teknik yang diberlakukan pada data.
Rekonsiliasi adalah pengujian secara cepat terhadap konsistensi antar catatan/data
selama kurun waktu tertentu. Inkonsistensi data yang ditemui akan menjadi indikasi
kuat adanya masalah pada data tertentu.
Sebagai contoh, rekonsiliasi semua dana operasi yang ada di bagian keuangan,
dan rekonsiliasi data penjualan (antara bill/tagihan transaksi, mutasi uang, dan mutasi
barang).
9. Pembuktian/Verifikasi (Verification)
Pemeriksaan terhadap data-data sumber yang berkaitan dengan
transaksi/laporan. Pemeriksaan bertujuan untuk menguji keabsahan, kewajaran,
ketepatan data, bukti transaksi maupun laporan yang tersaji. Pemeriksaan ini dilakukan
dengan cara meneliti setiap aspekyang patut diperiksa, baik dari bentuk (format)
maupun isi (content) datanya.
Verifikasi terhadap transaksi dapat dilakukan sebelum transaksi berjalan
(pretransaction) atau setelah transaksi dijalankan (posttransaction). Mengingat tim
audit tidak terlibat langsung dalam eksekusi rutin terhadap transaksi-transaksi, maka
verifikasi oleh tim audit lebih banyak terkait posttransaction.
Sebagai contoh, verifikasi terhadap bukti transaksi pengeluaran biaya. Dari
aspek bentuk, verifikasi meliputi otentitas bukti yang dikeluarkan penerima uang,
kelengkapan dan keabsahan tanda tangan serah terima, dan kememadaian persyaratan
lainnya (logo, nomor bukti, stempel). Dari aspek ini, verifikasi meliputi kebenaran
penulisan nilai/jumlah dan keterangan transaksi, kecukupan materai, kejelasan
identitas orang, serta lampiran pendukung.
10. Wawancara (Interview)
Teknik ini boleh dibilang cukup sering diandalkan oleh auditor. Hanya dengan
berbekal sedikit bukti awal dan melalui wawancara yang tepat masalah yang ada dapat
diuraikan/disimpulkan secara cepat. Secara umum, ada 2 pendekatan dalam
wawancara, yaitu pendekatan yang lembut (persuasive approach) dan pendekatan
yang tegas (confrontative). Wawancara sangat efektif dalam investigative audit, di
mana dengan bukti yang cukup dapat digali banyak informasi lanjutan dari auditor
terkait. Namun, ingatlah bahwa wawancara tetap harus dituangkan secara tertulis agar
dapat diklasifikasikan sebagai bukti audit. Wawancara yang bersifat
lebih advanced dilakukan dalam bentuk interogasi ketika menyelidiki suatu tindak
kecurangan (fraud), di mana wawancara dilakukan tidak hanya berdasarkan informasi
di tangan, tetapi juga dengan menciptakan suasana psikologis yang
mendorong auditee mengaku. Wawancara seperti ini lebih dikenal sebagai interogasi
(interogation).
16
Sebagai contoh, wawancara terkait proses kerja yang dijalankan selama ini,
wawancara untuk menggali pemahaman auditee terhadap SOP/kebijakan yang relevan
serta wawancara untuk mengetahui sejak kapan penyimpangan berlangsung dan
seberapa luas (siapa saja) yang terlibat.
12. Analisis (Analysis)
Analisis dalam konteks audit lebih diidentikkan dengan data (meskipun bisa
juga dengan sistem, system analysis), entah itu data transaksi, catatan atau laporan,
atau hasil survei atau pengumpulan berbagai data mentah yang masih perlu dikaitkan.
Analisis data bertujuan untuk memberi gambaran mengenai fakta terakhir (current),
dan perubahan data antarwaktu (historical) maupun hal-hal yang bersifat
kemungkinan (probability) atau bersifat peramalan untuk waktu mendatang (forecast).
Analisis yang baik biasanya melibatkan berbagai entitas data dan menerapkan
pembobotan berdasarkan seperangkat kriteria.
Sebagai contoh, analisis penjulan tidak hanya berupa pengelompokkan jenis
barang, periode transaksi, atau lokasi, tetapi juga diukur dari segi produktivitas atau
efisiensi (melibatkan data-data seperti sales/stock
quantity, manpower, cost, customer, supplier, dan sebagainya).
17
14. Pengujian (Testing)
Teknik pengujian (testing) dapat diartikan cukup luas, yaitu bisa berupa
pengujian terhadap fisik, proses kerja, bukti transaksi, dan data-data bisnis maupun
laporan. Tujuan pengujian dapat dikelompokkan ke dalam 2 kategori yaitu kualitas
(sesuai standar/kriteria yang ditetapkan) dan realibilitas/keandalan (sesuai
nilai/manfaat yang diharapkan).
Sebagai contoh, pengujian terhadap kualitas packaging barang bila ditumpuk
maksimum, pengujian atas perubahan karakteristik fisik isi barang pada batas
kaduluwarsa, pengujian terhadap konsistensi kecepatan kerja untuk
memenuhi deadline, pengujian terhadap kapabilitas verifikasi oleh petugas atas-atas
bukti-bukti transaksi.
18. Peramalan (Forecasting)
Peramalan adalah metode yang identik dengan lingkup risk-based audit, yang
memperkirakan hal-hal baru yang baru akan terbukti tepat tidaknya di waktu
18
mendatang. Permalan di sini didasarkan pada kalkulasi/analisis terhadap sekumpulan
data aktual (actual data group) atau kisaran data (data range) atau kecenderungan
data (data trend) tertentu. Teknik ini bertujuan untuk memperkirakan besarnya
kebutuhan, dampak potensial, tingkat pertumbuhan/penurunan kinerja, kecenderungan
positf/negatif suatu situasi, dan besarnya deviasi antara hasil aktual realisasi terhadap
standar/target di waktu mendatang.
Bentuk-bentuk peramalan dalam konteks audit meliputi meramalkan kapan
tercapai titik puncak (peak point) atau titik balik (turning point) dari suatu kondisi
bisnis, mengukur kerugian keuangan yang terjadi pada periode berikutnya, akibat
penurunan penjualan saat ini, dan menentukan titik pencapaian taraf administrasi serta
pengendalian yang diidamkan berdasarkan kemajuan kinerja built-in control yang
berjalan.
Sebagai contoh, peramalan dalam rangka melihat kualitas buying
power/productivity ratio per pelanggan (atau per transaksi penjualan), dan perkiraan
presentase pencapaian target pada akhir tahun.
19. Pengintaian (Intelligence)
Teknik ini bernuansa paradoks yang relatif jarang diterapkan oleh berbagai
satuan kerja internal audit, namun semakin dituntut oleh elemen audit di tengah
dinamika bisnis yang memiliki varian resiko yang kian rumit. Pengintaian lebih sering
dipakai pada lingkungan bisnis yang banayk terjadi kecurangan. Nmaun, dalam
konsep inetrnal audit yang modern, teknik ini harus mengamati secara diam-diam
permasalahan aktual di sekitar implementasi suatu strategi, kebijakan, atau perubahan
sistemik yang diterapkan oleh perusahaan. Teknik ini dianggap lebih efektif
ketimbang pengawasan secara transparan, mengingat naluri dasar manusia yang
cenderung defensif (tertutup) bila mengetahui gerak geriknya diawasi.
Menjalankan sistem pengintaian yang berkesinambungan (continuous audit
intelligence) berarti membangun jaringan “informasi” bagi internal audit pada
berbagai unit kerja yang dianggap penting dari aspek pengelolaan resiko dan
pengendalian internal. Ini bukan hal yang mudah, karena dibutuhkan tingkat saling
percaya, menjaga kerahasian, serta kedekatan hubungan yang tinggi antara calon
auditor dan informan. Kedewasaan personal, intensitas komunikasi, dan ketekunan
dengan melihat manfaat dalam persfektif jangka panjang merupakan kunci
keberhasilan membangun jaringan audit intelligence.
Sebagai contoh, pengintaian terhadap komitmen di lapangan untuk
menyuseskan perubahan strategi bisnis yang dicanangkan direksi dan pengintaian
terhadap praktek kecurangan dalam rangka “menangkap basah sang oknum” yang
sejauh ini tidak ada alat bukti (fisik+saksi) yang cukup.
19
orang yang patut dicurigai (suspect). Karena itu, teknik ini lebih merupakan kebutuhan
penyelidikan atas suatu tindak kecurangan (fraud) setelah mendapatkan
indikasi/informasi awal yang dapat dipertanggungjawabkan. Akan tetapi, bukti fisik
relatif minim atau tidak ada orang yang bersedia menjadi saksi (misalnya pada kasus
korupsi atau penyuapan). Penyadapan memerlukan tingkat kewenangan yang besar
(izin tertulis dari BoD atau pemilik perusahaan), mengingat dapat dipersiapkan
sebagai pelanggaran etika umum, privasi, bahkan dapat menjadi isu hak asasi manusia
(HAM).
Sebagai catatan, dalam praktek hukum di Indonesia, hasil penyadapan hingga
buku ini ditulis masih menjadi kontroversi, apakah bisa digunakan sebagai alat bukti
pada proses litigasi di pengadilan, mengingatkan metode (pembuktian terbalik” belum
menjadi alat bukti yang sah.
Sebagai contoh, penyadapan terhadap telepondari 2 pihak dalam hal suap
menyuap untuk melancarkan transaksi secara illegal dan penyadapa terhadap “oknum”
yang selam ini diduga melakukan kolusi dengan pihak klien perusahaan.
Kapabilitas auditor dan bobot temuan audit sangat ditentukan oleh seberapa
efektif dalam melakukan kombinasi berbagaia teknik di atas. Semakin banyak teknik
yang digunakan secara benar, sudah pasti semakin terjamin kinerja dan hasil audit
secara kualitas
20
Umumnya, bukti awal (initial evidence) bisa berupa salah satu dari ketiga
kategori, yaitu bisa hasil penggalian oleh auditor sendiri (verifikasi fisik, analisis data,
interview/intelligence) atau hasil informasi (pengaduanyang diterima oleh auditor.
Karena itu diperlukan pendalaman atas bukti awal tersebut, termasuk dengan mencari
bukti pendukung dari kategori lainnya.
Memperhatikan kondisi tersebut, dalam aktivitas pengumpulan bukti
setidaknya dibutuhkan 3 tahapan, yaitu:
1. Penetapan lingkup bukti-bukti (determining scope of evidence)
2. Pengambilan rentang/kisaran bukti-bukti (taking range of evidence)
3. Pengukuran tingkat signifikansi/materialitas bukti-bukti (measuring
significancy/materiality of evidence)
Ketiga tahap tersebut merupakan metode pengumpulan bukti audit, yang secra
berururutan dapat diasosiasikan seperti “mengupas kulit bawang”, mulai dari lapis
pertama, selanjutanya lapis kedua hingga mendapat inti bawang yang layak digunakan.
Melalui tahapan metode ini, setiap temuan diharapkan bukan sekedar menyentuh
“kulit permukaan” saja, tetapi juga harus sampai pada akar masalah yang sebenarnya.
Lingkup bukti sebenarnya identik dengan lingkup atau bidang audit (scope of
audit) itu sendiri. Jika lingkup audit berbicara mengenai critical area yang harus
dijelajahi (financial, operational, managerial), maka lingkup bukti akan berbicara
tentang fakta/data pendukung seperti apa yang membuat hasil/temuan audit layak
disajikan. Lingkup bukti selalu mengikuti lingkup audit. Dengan kata lain, bukti-bukti
harus sesuai (kontekstual) dengan corak audit yang sedang dijalankan. Sebagai contoh,
sama-sama berbicara mengenai bukti transaksi atau data pengeluaran uang, tetapi
harus dilihat secara berbeda:
1. Dari segi “financial audit” ditinjau lebih kepada keabsahan bukti-bukti transaksi dan
kewajaran nilai transaksi
2. Dari segi “operaional audit”, berbicara tetntang pengendalian anggaran (efisiensi
pengeluaran) serta kememadaian pemenuhan prosedur administrasi/pengendalian
keuangan
21
3. Dari segi “managerial audit”, lebih fokus pada pertimbangan/pertumbuhan arus kas
(cash flow) dan gambaran rasio biaya terhadap pemasukan (financial ratio analysis)
Penetapan lingkup bukti sangat penting dalam suatu aktivitas audit dengan maksud:
1. Sebagai bentuk pertanggungjawaban atas hasil audit, di mana auditor hanya menjamin
telah meninjau berbagai aspek yang termasuk dalam lingkup periode atau bidang yang
diperiksa. Dengan kata lain, apabila di kemudian hari dijumpai penyimpangan di luar
lingkup tersebut, maka itu bukan tanggung jawab auditor
2. Menyesuaikan dengan sumber daya audit yang dimiliki, yaitu waktu yang tersedia,
jumlah SDM, termasuk tingkat kompetensi (keahlian dan pengalaman) auditor
memeriksa suatu lingkup/bidang pekerjaan. Selain itu, juga mendorong tim audit agar
bisa lebih fokus pada penajaman setiap hasil pemeriksaan
3. Menyediakan kondisi bagi pihak auditee agar dapat memberikan dukungan
sepenuhnya terhadap data yang diminta. Sepanjang masih relevan dengan lingkup
audit, auditee wajib memberikan data yang dibutuhkan. Sebaliknya bila di luar
lingkup, auditee tidak harus memenuhi data yang diminta, khususnya data yang
bersifat “confidentia”
4. Memberikan persfektif yang jelas bagi auditee untuk memahami hasil audit. Dengan
lingkup yang jelas, auditee dapat melihat bidang-bidang aktivitasnya yang relatif
lemah atau sumber akar permasalahan dalam lingkup tugasnya.
Lingkup bukti secara sederhana ditetapkan dari 2 persfektif terkait relevansinya, yaitu:
1. Relevan dari segi periode/kurun waktu terjadinya transaksi (time based scope audit)
2. Relevan dari segi topik audit (topical/thermatical based scope audit)
22
untuk mendapat indikasi awal melalui hasil pengamatan langsung, sampai sejauh
mana kemampuan auditee mengelola resiko bisnis serta menjaga tingkat kepatuhan
operasional. Atau dalam persfektif suatu masalah, untuk memperkirakan luas dan
bobot maslah tersebut melalui tingkat penegndalian yang relatif paling sederhana,
yaitu aset secara fisik.
Contoh objek opname pada field audit antara lain bukti transaksi (termasuk
Kas Bon) yang belum diselesaikan oleh pemakai dana, uang tunai di brankas, cek/giro
yang belum terpakai, bilyet asli deposito, stok fisik persediaan, aktive tetap non
bangunan/non fixture, dokumen asli terkait aset (surat tanah dan bangunan, BPKB
kendaraan, dan ssebagainya.
Objek pengamatan pada field audit antara lain pelayanan para frontliner,
kondisi aset bangunan, kebersihan ruang kerja, keamanan lingkungan, efisiensi
pemakaian fasilitas (listrik, kertas, dan alat tulis), dan sebaginya.
Untuk on desk audit, area bukti fisik hanya dioandang sebatas pada current
data/transaction pada online system atau bukti-bukti fisik dari transaksi yang sudah
berlalu (post transaction evidence).
2. Kurun waktu data untuk pengujian substantif
Pengujian substantif bertujuan untuk mendapatkan indikasi awal sebelum
sampai pada kesimpulan menyeluruh tentang tingkat pengelolaan resiko dan
pengendalian operasi sepanjang rentang waktu sesudah audit terakhir. Sebagian kecil
pengujian substantif dilakukan saat uji fisik terhadap transaksi/data/proses “terbaru”.
Namun hal itu dianggap belum mewakili gambaran keseluruhan karena sampel data
yang relatif minim. Karena itu biasanya diambil 3-4 periode (bulan) data terakhir atau
sekitar 30% dari seluruh data sebagai sampel wajib (compulsary sampling) untuk
memverifikasi transaksi data yang sudah terjadi atau telah dibukukan/dilaporkan
(posttransaction verification), Mengapa demikian?
1. Uji petik (sampling) yang baik umumnya mencakup 30% data. Audit lapangan
umumnya dilakukan 1 tahun sekali. Jadi, kurun waktu 3-4 bulan memenuhi syarat
sampel 30% dimaksud
2. Hal ini dimaksudkan agar dapat dilakukan perbandingan/komparasi data secara
memadai (lebih dari 2 kelompok data) serta dapat dtinjau kecenderungan (trend)
terakhir dari suatu masalah.
Jumlah sampel wajib bisa saja lebih dari 3-4 periode, tergantung oada alokasi
waktu yang tersedia dan tingkat kemudahan pengolahan data. Pada area ini,
dilanjutkan agar tidak menyita waktu lebih dari 30% total mandays yang tersedia
untuk mengantisipasi kebutuhan waktu yang lebih panjang saat pendalaman temuan.
Dengan jumlah sampel yang memadai dapat diambil kesimpulan awal
menyangkut indikasi resiko bisnis yang lebih tinggi, seperti:
a. Ada tidaknya tindak kecurangan atau manipulasi bisnis (mark up transaksi, double
book administrasi, window dressing laporan)
b. Ada tidak resiko kerugia keuangan yang signifikan, baik secara langsung maupun
yang bakal terjadi di waktu mendatang (resiko potensial)
23
c. Tingkat kepatuhan dalam menjalankan strategi, ketentuan, prosedur, dan sistem yang
ditetapkan oleh otoritas yang lebih tinggi
d. Tingkat efektivitas dalam mengendalikan bisnis dan keuangan dari pejabat terkait
3. Kurun waktu data untuk uji lanjutan
Area pengujian ini merupakan kelanjutan dari hasil substantive test pada short
term periode sebelumnya. Jadi, kedalaman pemeriksaan pada area ini sangat
bergantung pada hasil substantive test yang dijalankan sebelumnya. Berdasarkan
kesimpulan yang diperoleh dari substantive test, diasumsikan bahwa kelemahan
praktek pengelolaan resiko atau penegndalian operasi yang dijumpai dalam 3 bulan
periode sampel, kemungkinan dijumpai pula pada periode-periode sebelumnya.
Dengan memeriksa mundur ke belakang (traceback) dapat diketahui akar masalah
sekaligus diukur dampak yang ditimbulkannya.
Apabila hasil pengujian substantif tidak mengindikasikan hal yang
membahayakan, tetapi untuk sejumlah alasan kritis atau topik tertentu perlu
kesimpulan dengan sampel data yang diperluas, maka dapat dilakukan pemeriksaan
secara acak (random sampling) pada area ini berdasarkan kriteria tertentu. Beberapa
alasan/topik yang dimaksud adalah :
1. Perubahan data yang mencolok: adanya fluktuasi, lonjakan, atau penurunan angka
data tertentu yang drastis dalam kurun waktu data advanced test
2. Perubahan organisasi: adanya pergantian pejabat pada suatu unit kerja, di mana
perbedaan gaya kepemimpinan mempengaruhi konsistensi, adanya masukan negatif
terhadap pejabat lama, terjadi pergeseran peran unit kerja dan sebagainya
3. Perubahan sistem: adanya migrasi sitem aplikasi IT, perubahan SOP atau
diberlakukannyakebijakan baru dan sebagainya
24
tertentu kompetensi SDM, penataan display barang,
kerapian konter dan lobby di front office
Peninjauan kembali (review) Tindak lanjut auditee terhadap hasil temuan audit
terhadap masalah/data terakhir, efektivitas program promo produk,
tertentu efektivitas reward & punishment terhadap SDM
Pendekatan ini paling sederhana dan banyk diterapkan karena berorientasi pada
aktivitas rutin yang akrab dilakukan oleh auditor. Kelemahannya terletak pada
kemungkinan tidak lengkapnya objek/topik yang tersentuh oleh aktivitas audit terkait.
b. Bussiness Process/Organizational Based, yaitu lingkup bukti pemeriksaan dibuat
berdasarkan SOP, struktur organisasi, kenijakan internal, atau standar kualitas tertentu
sebagai acuan, misalnya:
Pemeriksaan berbasis SOP pembelian: pengumpulan permintaan user, pemilihan dan
evaluasi vendor, penetapan harga serta pembayaran ke vendor
Pemeriksaan terhadap divisi sales & marketing: pembuatan dan sosialisasi
strategi/target, serta pengembangan dan pelaksanaan program promo
Pemeriksaan terkait kebijakan pelayanan pelanggan serta keamanan sistem dan
teknologi
Pemeriksaan dalam rangka penerapan ISO 9000/14000, GMP, HACCP
25
praktek, persfektif Time Based dan Topical Based Scoping biasanya tetap ditetapkan
secara simultan.
Contoh:
Tim audit sebuah perusahaan retail akan melakukan kunjungan regular on site ke suatu
representative office per 15 Desember 2008. Pemeriksaan lapangan terakhir dilakukan
pada Agustus 2007. Jadi dapat ditetapkan cut-of date dan topik permeriksaan sebagai
berikut:
26
marketing, promo, special project tertentu, dsb
5. Assets critical: evaluasi terhadap turnover yang
barang penjualan, perawatan bangunan/fasilitas, dsb
6. Hal kritis lainnya: evaluasi terhadap tingkat
kompetensi SDM, kendala implementasi
SOP/peraturan perusahaan, dan keamanan sistem
komputer serta database.
Advanced Test 1. Perluasan periode data dari substantive audit pada
1 Sept 2007 – 30 Agt “fokus utama”
2008 2. Perluasan periode data dari substantive audit lainnya
(keuangan, transaksi, dan aktivitas critical)
27
ditetapkan mengikuti lingkupnya. Pada pelaksanaannya, lingkup data harus dijalankan
sepenuhnya karena sudah melalui pertimbangan atas berbagai critical control/risk
point yang dihadapi. Sebaiknya kisaran data bisa disesuaikan berdasarkan kombinasi
upaya auditor + tantangan yang dihadapinya.
Meneruskan contoh lingkup data, kisaran data (range of data) dapat ditetapkan
pada berbagai topik/fokus audit berikut:
Audit Cut-Off Topik Pemeiksaan On Site Range of Data (contoh)
Date
Physical Test Verifikasi biaya-biaya yang Semua (100 %) biaya-
1-15 Des ‘08 belum dibukukan dan kas bon biaya non rutin yang
yang belum belum dilaporkan atau
dipertanggungjawabkan bukti-bukti kas bon yang
belum
dipertanggungjawabkan
lebih dari 10 hari.
Separuh (50%) biaya-
biaya rutin yang belum
dilaporkan atau bukti-
bukti kas bon yang
berumur lebih dari 5 hari.
Verifikasi utang yang sudah Semua (100 %) utang
jatuh tempo tetapi belum berumur kurang dari 5 hal
diselesaikan kerja atau utang ke
supplier yang sering
bermasalah dalam hal
pengiriman.
50% utang berumur 5 hari
kerja atau lebih (atau
utang ke vendor penyedia
jasa ekpekdisi.
Substantive Test Verifikasi biaya-biaya berjumlah Semua (100 %) biaya-
1 Sep – 30 Nov ‘08 besar dan overbudget biaya bernilai lebih dari
Rp 10 juta/bulan atau
realisasi biaya yang
kumulatif alami
overbudget lebih dari
20%.
50% biaya-biaya non rutin
atau realisasi biaya bulan
bersangkutan alami
overbudget lebih dari
20%.
Evaluasi terhadap kinerja Semua (100%) vendor
vendor/supplier & delivery yang baru jadi rekanan
28
barang kurang dari 1 tahun atau
vendor tunggal di mana
perusahaan sangat
bergantung padanya.
50% vendor pemasok
barang noninventory atau
vendor jasa ekspekdisi.
29
bon uang, peminjaman barang, dan pergantian
shift penjaga konter.
Lamanya bukti Piutang tak tertagih klien “x” sebesar Rp 2 juta
berlangsung sudah berlangsung 12 bulan, yaitu sejak January
2009.
Tercatat adanya keluhan/komplain dari pelanggan
“A” pada January 2009 yang belum diselesaikan
hingga audit berlangsung (Juni 2009).
Kualitas atau vitalitas Selisih inventory yang dijumpai pada opname,
bukti yaitu Rp 1 juta, merupakan selisih terbesar yang
pernah terjadi selama gudang “X” beroperasi.
Konter penjualan tidak menyediakan daftar harga
(price list) dan katalog produk, di mana media
dimaksud kerap ditanyakan para pelanggan baru.
30
barang berkoli besar.
Ketidakseimbangan rasio jumlah komputer
terhadap jumlah SDM, yaitu 1:2 merupakan salah
satu kendala untuk menekan biaya lembur.
Barang (Material) Jumlah transaksi yang harus dibukukan tidak
kurang dari 500 bukti transaksi per hari, sementara
petugas entry hanya 1 orang dan inilah yang
menjadi pangkal berbagai kesalahan data yang
dijumpai.
Terjadinya keterlambatan penerimaan bahan baku
hingga 10 hari yang menyebabkan terganggunya
target produksi bulan berjalan.
Uang (Money) Karena uang yang diterima dari kantor pusat jauh
di bawah nilai yang diminta cabang, maka
beberapa aktivitas promosi yang penting terabaikan
atau menggunakan pos dana yang tidak sesuai
(seperti uang hasil penjualan).
Beberapa bagian dari gedung kantor dibiarkan
mengalami kerusakan, tanpa upaya perbaikan,
karena tidak disetujuinya proposal renovasi
gedung.
31
32
DAFTAR PUSTAKA :
1. Robert N. Anthony & Vijay Govindarajan , Management Control System, 12th
Edition, McGraw-Hill, Boston, 2007.
2. Abdul Halim, Achmad Tjahjono, Muh. Fakhri Husein, Sistem Pengendalian
Manajemen, UPP AMP YPKN Yogyakarta, Cetakan Kedua 2003
3. Sofyan Syafri H., Sistem Pengawasan Manajemen, Penerbit Quantum, Jakarta,
2001.
4. Arief Suadi, Sistem Pengendalian Manajemen, BPFE, Yogyakarta, 1999.
5. Agus Maulana, Sistem Pengendalian Manajemen, Penerbit ERLANGGA,
Jakarta, 1997
6. Anthony & Govindarajan, management Control System, edisi 11. 2005
SUMBER LAIN :
https://dennyimamazhari.wordpress.com/2013/04/29/13-perilaku-dalam-organisasi-
sistem-pengendalian-manajemen/
https://indraonank.wordpress.com/2011/10/13/sistem-pengendalian-manajemen-
pusat-tanggung-jawab-pusat-pendapatan-dan-beban/
http://twicemoon.blogspot.co.id/2015/10/makalah-sistem-pengendalian-
manajemen.html
33