Anda di halaman 1dari 6

Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017 Vol. 1 No.

1 2017, Hal. 520-525

PERAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DALAM


MENUMBUHKAN SIKAP BELA NEGARA
Muhammad Ahadi
SD Negeri 060837 Medan, Sumatera Utara
Correspondensi: aditasha0472@gmail.com

Abstrak
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sangat dibutuhkan untuk menumbuhkan sikap bela negara pada siswa.
Dengan melaksanakan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan siswa memahami tentang semangat kebangsaan, sikap
mencintai tanah air, arti penting kesadaran berbangsa dan bernegara, konsep bela negara, serta upaya-upaya bela negara.
Sikap bela negara yang diharapkan, belum sepenuhnya terpatri dalam diri siswa, hal ini dikarenakan oleh rendahnya rasa
cinta siswa terhadap tanah air. Faktor lain menunjukkan bela negara belum sepenuhnya dilaksanakan oleh siswa dalam
praktik dikehidupan sehari-hari. Secara keseluruhan siswa sudah melaksanakan upaya bela negara, baik di sekolah maupun
di rumah. Upaya guru dalam menanamkan sikap bela negara di sekolah telah dilaksanakan secara optimal, hanya masih
perlu aktualisasi secara mendalam dan berkelanjutan.
Kata Kunci: Peran, Pembelajaran, Pendidikan Kewarganegaraan, Bela Negara.

PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan suatu usaha yang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan merupakan suatu
kunci pokok untuk mencapai cita-cita bangsa. Hal ini terbukti dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 butir 1 jelas tertulis bahwa: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Berdasarkan isi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting
dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia yang mampu menjadi penerus dalam pelaksana pengembangan di
segala bidang. Secara umum pendidikan dapat diartikan sebagai usaha proses pembentukan budi-pekerti dan akhlak-iman
manusia secara sistematis, baik aspek ekspresifnya yaitu kegairahan, kesungguhan dan ketekunan, maupun akspek
normatifnya yaitu etika, kesusilaan, dan toleransi. Jadi, pendidikan tidak hanya dalam ranah kognitif saja namun juga
mencakup aspek afektif dan psikomotorik. Dewasa ini pendidikan merupakan salah satu aspek yang paling diutamakan dan
menjadi prioritas pemerintah guna meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan, dengan keyakinan bahwa pendidikan
yang bermutu dapat menunjang pembangunan di segala bidang. Dalam meningkatkan kualitas pendidikan nasional,
pemerintah telah melakukan berbagai upaya diantaranya perkembangan sarana dan prasarana, perubahan sistem
kurikulum ke arah yang lebih baik. Peningkatan mutu pendidikan juga dilakukan melalui peningkatan dan pengembangan
kualitas guru sebagai tenaga pendidik misalnya melalui pelaksanaan program sertifikasi guru.
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu pelajaran yang diterapkan pada peserta didik mulai dari
tingkat Sekolah Dasar hingga ke Perguruan Tinggi. Pendidikan Kewarganegaraan mengandung materi (bahan ajar) yang
berhubungan erat dengan pembentukan sikap dan kepribadian diri seseorang, sebagai seorang siswa yang memiliki budi-
pekerti, etika dan moral yang baik serta cinta terhadap tanah air.
Tujuan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan menurut Depdiknas dalam Aryani (2010: 18) adalah: untuk
mengembangkan kompetensi: berpikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan;
berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab serta bertindak secara cerdas dalam kegiatan masyarakat, berbangsa,
dan bernegara serta anti korupsi; berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-
karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya; berinteraksi dengan bangsa-
bangsa dalam peraturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi.
Dari pendapat di atas menunjukkan bahwa Pendidikan Kewarganegraan merupakan salah satu mata pelajaran yang
sangat penting dan memiliki andil besar, khususnya dalam pembentukan karakter generasi muda atau kepribadian manusia
Indonesia. Untuk mewujudkan tujuan pembelajaran tersebut, Pendidikan Kewarganegaraan merupakan sarana
pembentukan karakter warga negara yang baik. Demikian pula dalam mencapai tujuan, khususnya dalam menumbuhkan
sikap bela negara kepada siswa agar dapat berperan aktif memajukan negara dan mencintai tanah air.
Semakin maju suatu negara maka semakin banyak tantangan yang harus dihadapi oleh negara tersebut. Diarus
globalisasi dan modernisasi dunia suatu negara akan semakin mudah untuk digoyahkan, bukan hanya di negara
berkembang tetapi negara maju juga mendapatkan ancaman tersebut, baik ancaman dari luar maupun ancaman dari dalam
negara itu sendiri. Maka dari itu suatu bangsa harus memiliki rasa nasionalisme yang kuat untuk melindungi dan membela
negaranya dari negara lain yang lebih berwawasan intelektual luas.

http://semnastafis.unimed.ac.id ISSN: 2598-3237 (media cetak)


ISSN: 2598-2796 (media online)
520
Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017 Vol. 1 No. 1 2017, Hal. 520-525

Penanaman sikap bela negara ini harus dilakukan dari tingkat pendidikan dasar melalui mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan, hal ini dilakukan agar siswa memahami akan pentingnya sikap bela negara dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara. Bela negara yang dapat dilakukan tidak hanya dengan memikul senjata namun untuk para siswa bela
negara dapat dilakukan dengan cara belajar tekun, menjagakan keamanan di lingkungan masyarakat ataupun lingkungan
sekolah dari ancaman yang dapat membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara, tidak membuang sampah
sembarangan, menghormati bendera merah putih dan lagu kebangsaan, serta menolak campur tangan pihak asing
terhadap kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sejalan dengan hal di atas kewajiban membela negara telah diatur dalam UUD 1945 dan Undang-undang nomor 3
tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Dalam UUD 1945 pasal 30 ayat (1) ditegaskan bahwa “tiap-tiap warga negara
berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara”. Sedangkan konsep bela negara diatur dalam
UUD 1945 pasal 27 ayat (3) bahwa “setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”.
Dari isi pasal tersebut dapat dipahami bahwa keikutsertaan warga negara dalam pertahanan dan keamanan negara
merupakan suatu hak dan kewajiban, yang berdasarkan atas kesadaran dan kesediaan berbakti pada negara dan
kesediaan berkorban membela negara. Keikutsertaan warga negara dalam usaha bela negara dapat diselenggarakan salah
satunya melalui Pendidikan Kewarganegaraan di sekolah.
Akan tetapi, dalam pelaksanaan penanaman sikap bela negara melalui mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan mengalami banyak hambatan atau kendala. Hal ini terlihat dari sikap siswa yang tidak dilandasi oleh
kecintaan pada tanah air Indonesia, masih banyak siswa yang lalai akan kewajibannya sebagai pelajar sekaligus sebagai
warga negara, sikap yang diharapkan belum sepenuhnya terpatri dalam diri para siswa. Tentu saja hal ini sudah menjadi
tanggung jawab para pengajar untuk menanamkan sikap bela negara dan sikap luhur pancasila.
Fakta yang terjadi, masih banyak siswa yang belum memahami konsep bela negara, banyak siswa yang
beranggapan bahwa bela negara hanya menjadi tugas Tentara Nasional Indonesia. Padahal di dalam UUD telah dijelaskan
bahwa bela negara menjadi hak dan kewajiban setiap warga negara. Selain itu sikap para siswa belum sepenuhnya
mencerminkan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila, karena masih ada siswa yang tidak tertib dalam melaksanakan
upacara bendera, sebagian siswa juga ada yang tidak hafal lagu nasional negara Indonesia, masih ada siswa yang
terlambat setiapharinya serta tidak mengenakan atribut sekolah seperti yang sudah ditentukan.

PEMBAHASAN
Pengertian Peran
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2000: 667) menyatakan bahwa “peranan berasal dari kata peran yang
berarti sebagai perangkat tingkat yang diharapkan dimiliki oleh orang berkedudukan di masyarakat, kemudian peranan
adalah tugas utama yang harus dilaksanakan”. Peran adalah suatu kebutuhan manusia sebab tanpa ada peran berarti
manusia tidak melaksanakan aktivitas hidup atau suatu konsep perilaku seseorang atau sekelompok untuk merangkai
peraturan-peraturan yang dilakukkan dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara. Sejalan dengan hal itu
Soekanto (2009: 212) menyatakan bahwa “peran merupakan aspek dinamis dari suatu kedudukan. Apabila seseorang telah
melaksankan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka orang tersebut telah menjalankan perannya”.
Berdasarkan pendapat di atas dapat dimaknai bahwa peran merupakan hak dan kewajiban yang telah dilakukan
oleh suatu anggota masyarakat sesuai dengan kedudukan dan statusnya dalam masyarakat. Tentu saja dalam
melaksanakan peran ini juga dilandaskan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat tersebut.
Menurut Ahmadi (2003: 115) “peran adalah suatu komplek manusia terhadap cara individu harus berbuat apa dan
bersikap dalam situasi tertentu berdasarkan status dan fungsi sosialnya”. Dari pendapat di atas dapat didefinisikan bahwa
peran merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengendalikan sesuatu dalam kehidupannya untuk dapat
hidup secara layak demi kehidupan yang dijalankanya.
Jhonson (2002: 22) juga menyatakan bahwa “peran merupakan kemampuan seseorang dalam mengorganisir
perilaku dalam suatu sistem keseluruhan yang merupakan unsur yang sangat penting dimiliki seseorang untuk dapat
hidup secara layak dalam kehidupan pribadi maupun kelompok/masyarakat”.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa peran adalah kemampuan yang dimiliki
seseorang untuk mengendalikan sesuatu dalam kehidupan bermasyarakat serta melakukan hak dan kewajiban sebagai
warga negara sesuai dengan kedudukannya.

Pengertian Pembelajaran
Belajar adalah suatu proses perubahan yang relatif tetap sebagai hasil dari pengalaman. Belajar merupakan suatu
kegiatan atau upaya perubahan perilaku individu dari kapasitas perilaku yang lama untuk berperilaku sesuai dengan tingkat
kemampuan atau potensi yang baru. Belajar juga merupakan proses menciptakan nilai tambahan kognitif, afektif, dan
psikomotorik bagi siswa.
Pembelajaran adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru secara terprogram dalam disain intruksional yang
menciptakan proses interaksi antara sesama peserta didik, guru dengan peserta didik dan dengan sumber belajar.
Pembelajaran bertujuan untuk menciptakan perubahan secara terus-menerus dalam perilaku dan pemikiran siswa pada
suatu lingkungan belajar.

http://semnastafis.unimed.ac.id ISSN: 2598-3237 (media cetak)


ISSN: 2598-2796 (media online)
521
Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017 Vol. 1 No. 1 2017, Hal. 520-525

Menurut Dewi Salma (2008: 19) “pembelajaran diartikan sebagai kegiatan Belajar Mengajar konvensional dimana
guru dan peserta didik langsung berinteraksi”. Dari pendapat ini dapat dimaknai bahwa pembelajaran hanya kegiatan
mentransfer ilmu secara langsung dengan tatap muka dan adanya interaksi antara pengajar dan peserta didik.
Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 20 menyatakan
bahwa “pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar”.
Menurut Dimyanti dan Mudjiono (2011: 62) “pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain
intruksional, untuk membuat belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar”.
Pembelajaran merupakan bagian yang sangat penting dari keberadaan suatu lembaga pendidikan atau sekolah,
dimana proses ini menjadi media transfer dari berbagai misi sekolah yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa melalui
pendidikan yang diberikan kepada peserta didik.
Sejalan dengan hal itu Nazarudin (2007: 162) “pembelajaran dapat diartikan sebagai seperangkat acara peristiwa
eksternal yang dirancang untuk mendukung proses belajar yang bersifat internal. Pembelajaran adalah suatu peristiwa yang
sengaja dirancang dalam rangka membantu proses belajar”.
Dari pendapat di atas dapat dimaknai bahwa pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang sengaja dirancang
untuk mempermudah suatu proses belajar dengan harapan setelah melakukan pembelajaran dapat membangun krestifitas
siswa sesuai dengan pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses yang di
dalamnya terjadi interaksi antara pengajar, siswa dan bahan ajar yang terjadi di lingkungan belajar, yang mengakibatkan
adanya perubahan tingkah laku yang memberikan suatu pengalaman pada siswa baik yang bersifat kognitif, afektif ataupun
psikomotorik.

Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan


Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu sarana ataupun sebagai instrumen untuk membentuk karakter
ataupun kepribadian seorang anak yang mampu berpikir kritis dan analisis, cerdas dan terampil, bersikap demokrasi yang
berani memberi pendapat serta mau menerima dan menghargai pendapat orang lain dan berjiwa yang berlandaskan
Pancasila dan UUD 1945.
Menurut Zamroni dalam Azra (2008: 7) bahwa: Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang
bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan bertindak demokratis, melalui aktivitas menanamkan
kesadaran kepada generasi baru bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan yang paling menjamim hak-hak warga
masyarakat.
Dari pernyataan di atas dapat dipahami bahwa Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu ilmu
pendidikan yang mengajarkan tentang demokrasi yang bertujuan agar warga negara mendapatkan hak-haknya sebagai
warga negara salah satu contoh demokrasi dalam kehidupan sehari-hari yaitu hak untuk menyampaikan pendapat,
meskipun terlihat mudah namun hal ini sangat bermanafaat bagi setiap warga negara. Pendidikan Kewarganegaraan
merupakan salah satu sarana untuk membina peserta didik, membentuk karakter ataupun kepribadian seorang anak yang
terampil serta berani memberi pendapat secara kritis dan analisis, dan mau menerima maupun menghargai pendapat orang
lain yang sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945 sebagai pedoman hidup secara demokratis.
Dalam hal ini Pendidikan Kewarganegaraan menjadi pondasi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan
kemampuan dasar yang dimiliki siswa dalam melaksanakan kehidupan sehari-hari baik hubungan antar warganegara
maupun warganegara dengan negara. Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan
Kewarganegaraan merupakan salah satu mata pelajaran pembentuk moral pada peserta didik yang mencintai tanah air dan
dapat melaksanakan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

Misi Pendidikan Kewarganegaraan


Melalui pendidikan kewarganegaraan, warga negara diharapkan mampu memahami, menganalisa, dan menjawab
masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat, bangsa dan negara secara berkesinambungan demi mewujudkan cita-
cita dan tujuan yang telah digariskan dalam Pembukaan UUD 1945.
Menurut Benyamin dan Sapriya (2005: 321) Pendidikan Kewarganegaraan memiliki misi sebagai berikut :
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan politik, yang berarti program pendidikan ini memberikan pengetahuan,
sikap dan keterampilan kepada siswa agar mereka mampu hidup sebagai warga yang memiliki tingkat kesadaran politik,
dan kemampuan berpartisipasi politik yang tinggi; Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan hukum, program
pendidikan ini diharapkan siswa diarahkan untuk membina siswa sebagai warga negara yang memiliki kesadaran hukum
yang tinggi, yang menyadari akan hak dan kewajibannya; Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan nilai, program
pendidikan ini diharapkan tertanam dan tertransformasikan nilai, moral dan norma; Dari misi Pendidikan Kewarganegaan di
atas dapat dimaknai bahwa mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sangat luas tidak hanya mencakup pendidikan
karakter saja namun juga mencakup pendidikan politik dan hukum yang sangat berkaitan dengan suatu negara.

Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan

http://semnastafis.unimed.ac.id ISSN: 2598-3237 (media cetak)


ISSN: 2598-2796 (media online)
522
Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017 Vol. 1 No. 1 2017, Hal. 520-525

Tujuan utama Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara,
sikap serta perilaku yang cinta tanah air dan bersendikan kebudayaan bangsa, wawasan nusantara serta ketahanan
nasional dari para calon-calon penerus bangsa yang sedang mengkaji dan akan menguasai ilmu pengetahuan dan
teknologi serta seni.
Tujuan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan menurut Depdiknas dalam Aryani (2010: 18) adalah : Untuk
mengembangkan kompetensi: berpikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan;
berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab serta bertindak secara cerdas dalam kegiatan masyarakat, berbangsa,
dan bernegara serta anti korupsi; berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-
karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya; berinteraksi dengan bangsa-
bangsa dalam peraturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi.
Dari pendapat di atas menunjukkan bahwa Pendidikan Kewarganegraan merupakan salah satu mata pelajaran yang
sangat penting dan memiliki andil besar, khususnya dalam pembentukan karakter generasi muda atau kepribadian manusia
Indonesia. Untuk mewujudkan tujuan pembelajaran tersebut, Pendidikan Kewarganegaraan merupakan sarana
pembentukan karakter warga negara yang baik. Demikian pula dalam mencapai tujuan, khususnya dalam menumbuhkan
sikap bela negara kepada siswa agar dapat berperan aktif memajukan negara dan mencintai tanah air.
Sejalan dengan hal itu Kaelan (2013: 3) juga menyatakan Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai berikut:
Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran benegara, serta membentuk
sikap yang cinta tanah air yang bersendikan kebudayaan filsafat bangsa pancasila. Sebagai suatu perbandingan,
diberbagai negara juga dikembangkan materi pendidikan umum sebagai pembekalan nilai-nilai yang mendasari sikap dan
perilaku warga negaranya.
Berdasarkan tujuan tersebut, diharapkan siswa tidak hanya mampu memahami pengetahuan tentang etika dan
moral berkala, tetapi yang terpenting adalah agar siswa dapat dan mampu melakukan dalam pergaulan dalam kehidupan
sehari-hari. Dengan kata lain Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan memberikan pengertian tentang hak dan kewajiban
warga negara yang mampu memposisikan dirinya di era globalisasi ini.

Pengertian Bela Negara


Bela negara biasanya selalu dikaitkan dengan militer atau militerisme, seolah-olah kewajiban dan tanggung jawab
untuk membela negara hanya terletak pada Tentara Nasional Indonesia. Padahal berdasarkan pasal 27 dan 30 UUD 1945,
masalah bela negara dan pertahanan negara adalah hak dan kewajiban setiap warga Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Menurut Kamus Maya Wikipedia dalam Winarno (2015: 181), “bela negara adalah sebuah konsep yang disusun
oleh perangkat perundangan dan petinggi suatu negara tentang patriotisme seseorang, suatu kelompok atau seluruh
komponen dari suatu negara dalam kepentingan mempertahankan eksistensi negara tersebut”.
Dalam Subagyo (2015: 59) terdapat pengertian bela negara menurut para ahli, diantaranya: bela negara adalah
suatu pemikiran, perilaku dan tindakan yang dilakukan oleh setiap warga negara untuk membela bangsa dan negaranya;
sikap warga negara yang berupaya mempertahankan negara ketika menghadapi berbagai ancaman yang mengganggu
kepentingan negaranya; bela negara merupakan wujud nyata dari nasionalisme, patriotisme dan cinta tanah air yang
tercermin dalam setiap warga negara sehingga mutlak dimiliki oleh warga negara agar negaranya menjadi kuat.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa bela negara merupakan sebuah kehaarusan bagi setiap
warga negara. Artinya, membela negara merupakan kewajiban yang harus dimiliki oleh setiap warga negara. Membela
negara harus lebih diutamakan dibandingkan membela diri sendiri.
Dalam konteks Indonesia, bela negara adalah sikap, perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945 dalam menjalin kelangsungan hidup
bangsa dan negara yang utuh.
Winarno (2006: 148-149) menyatakan bahwa: Bela negara adalah upaya setiap warga negara untuk
mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap ancaman, baik dari luar maupun dalam negeri. Konsep
bela negara dapat diuraikan secara fisik maupun nonfisik. Secara fisik yaitu dengan cara “memanggul bendil” menghadapi
serangan agresi musuh. Sedangkan bela negara secara nonfisik dapat didefenisikan sebagai “segala upaya untuk
mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan cara meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara,
menanamkan kecintaan terhadap tanah air serta berperan aktif dalam memajukan bangsa dan negara”.
Dari pendapat di atas dapat dipahami bahwa konsep bela negara dapat dilihat dalam arti sempit yaitu secara fisik
dan arti luas yaitu secara non fisik. Bela negara dalam arti sempit yakni merangkul senjata dalam menghadapi musuh
(secara militer) yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia. Sedangkan bela negara secara nonfisik dapat dilakukan
oleh warga negara biasa melalui Pendidikan Kewarganegaraan dan pengabdian sesuai dengan profesi.
Sejalan dengan hal di atas Sutarman (2011: 78) menyatakan bahwa: Pembelaan negara atau bela negara adalah
tekad, sikap, dan tindakan warga negara yang teratur, menyeluruh, terpadu, berkelanjutan yang dilandasi oleh kecintaan
pada tanah air, kesadaran berbangsa dab berbegara Indonesia, keyakinan akan kesaktian pancasila sebagai ideologi
negara, dan kerelaan berkorban guna meniadakan setiap ancaman baik dari luar maupun dari dalam negeri yang

http://semnastafis.unimed.ac.id ISSN: 2598-3237 (media cetak)


ISSN: 2598-2796 (media online)
523
Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017 Vol. 1 No. 1 2017, Hal. 520-525

membahayakan kedaulatan dan kemerdekaan negara, kesatuan dan persatuan bangsa, keutuhan wilayah dan yurudiksi
nasional, serta nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
Dari pendapat di atas dapat dimaknai bahwa pembelaan terhadap negara berarti suatu kepaduan tekad, sikap dan
perilaku yang didasari kesadaran dan kecintaan terhadap tanah air Indonesia, warga negara merupakan faktor pendukung
dalam keamanan dan pertahanan negara yang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan amanat dalam UUD
untuk ikut berpartisipasi dalam usaha pembelaan terhadap negara.

SIMPULAN
Peran pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam menumbuhkan sikap bela negara pada siswa maka dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan berperan dalam menumbuhkan sikap bela negara pada
siswa. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sangat dibutuhkan untuk menumbuhkan sikap bela negara pada siswa.
Dengan melaksanakan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan siswa memahami tentang semangat kebangsaan,
sikap mencintai tanah air, dan arti penting kesadaran berbangsa dan bernegara, konsep bela negara serta upaya-upaya
bela negara. Faktor lain menunjukkan bela Negara belum sepenuhnya dilaksanakan oleh siswa dalam praktik di kehidupan
sehari-hari. secara keseluruhan, siswa sudah melaksanakan upaya bela negara, baik di sekolah maupun di rumah. Dalam
hal ini upaya guru dalam menanamkan sikap bela negara di sekolah telah dilaksanakan secara optimal, hanya masih perlu
aktualisasi secara mendalam dan berkelanjutan.

REFERENSI
Ahmadi, Abu. 2003. Ilmu Pendidikan. Rineka Cipta. Jakarta.
Aryani, I. K., & Susatim, M. (2010). Pendidikan Kewarganegaraan Berbasis Nilai. Bogor: Ghalia Indah.
Azra, Azyumardi. (2003). Demokrasi, HAM, Masyarakat Madani. Jakarta: Prenada Media.
Borg, Walter R. & Gall, Meredith D. 1983. Educational Research. New York: Longman
Damanik, F.H.S. (2014). Hakikat Pancasila dalam Membentuk Karakter Kebangsaan melalui Organisasi Siswa Intra
Sekolah. Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial, 6 (2): 49-60.
Damanik, M Ridha S dan Deny S. (2016), Pengembangan Penilaian Autentik Berbasis Karakter pada Ranah Keterampilan
di Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Medan, Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial, 8 (2) (2016): 88-94
Dharma, S. dan Rosnah Siregar (2014). Internalisasi Karakter melalui Model Project Citizen pada Pembelajaran Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan, Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial 6 (2) (2014): 132-137
Emzul, Fajri. (2003). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Bandung: Sinar Abadi.
Jhonson. (2002). Ilmu Politik Suatu Pengantar. Jakarta: Djambatan.
Kaelan. (2013). Negara Kebangsaan Pancasila; Kultural, Historis, Filosofis, Yuridis dan Aktualisasinya. Yogyakarta:
Paradigma.
Lickona, T. 1997. Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility, New York: Simon &
Schuster, Inc
Maftuh, B dan Sapriya. (2005). Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Melalui Pemetaan Konsep. Jurnal Civicus 1,
(5), 319-321.
Muclas Samani dan Hariyanto. 2011. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remajarosda Karya
Mulyasa. 2011. Manajemen Pendidikan karakter. Jakarta: Bumi Aksara
Muslich, Masnur. 2011. Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional. Jakarta: Bumi Aksara.
Nasution, A.R., (2016), Urgensi Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Pendidikan Karakter Bangsa Indonesia melalui
Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani, Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial, 8 (2) (2016): 201-212
Nazarudin. (2007). Manajemen Pembelajaran. Yogyakarta : Teras.
Rumapea, M.E.M. (2015). Urgensi Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi, Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial, 7 (1)
(2015): 49-59.
Setiawan, D. (2014). Pendidikan Kewarganegaraan Berbasis Karakter melalui Penerapan Pendekatan Pembelajaran Aktif,
Kreatif, Efektif dan Menyenangkan, Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial, 6 (2): 61-72.
Setiawan, Deny. 2014. Pendidikan Karakter Dalam Persfektif Kewarganegaraan. Medan Larispa Indonesia
Soekanto, S., 2009:212-213, Peranan Sosiologi Suatu Pengantar, Edisi Baru,Rajawali Pers, Jakarta.
Subagyo, Agus. (2015). Bela Negara (Peluang dan Tantangan di Era Globalisasi). Yogyakarta: Graha Ilmu.
Subagyo, Agus. Bela Negara atau Negara Dibela: Mengapa Negara Perlu Dibela?. Jurnal Jipolis FISIP UNJANI. Vol. V, No.
14, Tahun 2006.
Suharyanto, A., (2013). Peranan Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Membina Sikap Toleransi Antar Siswa, Jurnal Ilmu
Pemerintahan dan Sosial Politik, 2 (1): 192-203
Sutarman. Persepsi dan pengertian pembelaan Negara berdasarkan UUD 1945 (amandemen). Jurnal Magistra No.75
Th.IXIXIII.
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

http://semnastafis.unimed.ac.id ISSN: 2598-3237 (media cetak)


ISSN: 2598-2796 (media online)
524
Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017 Vol. 1 No. 1 2017, Hal. 520-525

Winarno. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: PT Bumi Aksara


Winataputra, U.S dan Budimansyah D. (2007). Civic Education (Konteks, Landasan, Bahan Ajar, dan Kultur Kelas.
Bandung: UPI Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan
Dewi Salma Prawiradilaga. 2009. Prinsip Desain Pembelajaran. Jakarta: Prenada Media Group.

http://semnastafis.unimed.ac.id ISSN: 2598-3237 (media cetak)


ISSN: 2598-2796 (media online)
525

Anda mungkin juga menyukai