Perbankasi Dalam Islam
Perbankasi Dalam Islam
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Ekonomi syariah semakin memasyarakat di Indonesia. Salah satu sektor
ekonomi yang juga berkembang berdasarkan sistem syariah adalah industry
asuransi. Seiring dioperasikannya perbankan syariah, timbul pula keinginan untuk
mendirikan asuransi berdasarkan syariah. Di samping sebagai mitra operasional
perbankan syariah, juga untuk memenuhi kebutuhan ummat Islam di Indonesia
yang ingin terhindar dari sistem asuransi konvensional yang bersifat maisir
(gambling, peruntung-untungan), gharar (ketidakjelasan, uncertainty,
ketidakpastian,) dan riba (bunga). Asuransi syariah atau asuransi Islam
menerapkan kebersamaan dalam menanggung resiko yang diakibatkan oleh
musibah atau risk sharing (berbagi resiko), berbeda dengan asuransi konvensional
yang menerapkan risk transfer (transfer resiko). Para peserta asuransi syariah
diharapkan mempunyai kesepakatan untuk saling bertanggung jawab, bekerja
sama, saling melindungi, dan berbagi kesusahan antara satu sama lain. (Jurnal:
Manajemen Syariah Dalam Praktek Pengupahan Karyawan Perusahaan Syariah,
oleh: Arijulmanan)
Setiap orang akan senantiasa berhadapan dengan kemungkinan terjadinya
malapetaka dan bencana yang membawa kerugian dalam hidupnya. Sebagai
seorang muslim, kita yakini bahwa rangkaian peristiwa tersebut bisa jadi berupa
cobaan, teguran maupun azab yang datangnya dari Allah. Dalam tataran tersebut,
semuanya berada dalam bingkai jargon agama qadha dan qadar Allah yang
berlaku bagi semua mahluk-Nya. Manusia dituntut untuk menghadapi peristiwa-
peristiwa itu dengan segala upaya, ikhtiyar dan do’a agar apa yang menderanya
dapat diminimalisir dampak yang diakibatkannya. Risiko di masa mendatang
dapat berupa sakit, kecelakaan, bahkan kematian. Dalam dunia bisnis, risiko yang
dihadapi dapat berupa kerugian akibat kebakaran, kerusakan atau kehilangan
maupun risiko-risiko lainnya. Oleh karena itu, setiap resiko harus ditanggulangi
sehingga tidak menimbulkan kerugian yang lebih besar.
1
Untuk mengurangi risiko yang tidak kita inginkan dimasa yang akan
datang, orang kemudian membutuhkan suatu model untuk dapat menanggung
berbagai kerugian yang akan ditanggung. Salah satu cara menghadapi
kemungkinan terjadinya bencana atau malapetaka tersebut ialah dengan
menyimpan atau menabung uang. Dalam hal ini, perusahaan yang mau dan
sanggup menanggung setiap resiko yang akan dihadapi oleh nasabahnya adalah
perusahaan asuransi.
Sistem atau akad yang dijalankan pada perusahaan asuransi ternyata tidak
sejalan dengan prinsip dasar yang ada dalam ajaran Islam, maka untuk memenuhi
tujuan yang sama, dengan tetap berjalan pada ajaran pokok Islam, ditemukan satu
formulasi sistem tersendiri, yang selanjutnya dikenal dengan nama asuransi
takâful. Sistem ini didasarkan pada konsep tolong menolong dalam kebaikan dan
ketakwaan (ta’âwanu alâ al-birri wa al-taqwâ). Berbeda dengan konsep dasar
asuransi non-Islam atau konvensional yang mendasarkan akad sistemnya pada
sistem jual beli (sistem tabâdulî). (Jurnal: Asuransi Dalam Persfektif Hukum
Islam, oleh: Muh. Fadhail Rahman)
2
III. Tujuan
a. Untuk mengetahui Pengertian dan Fungsi Perbankan
b. Untuk mengetahui Perbandingan Bank Konvensional dan Bank Syariah
c. Untuk memahami Riba, Bunga dalam Islam
d. Untuk mengetahui Ketentuan Deposito, Obligasi, dan Kredit dalam Islam
e. Untuk mengetahui Pengertian Asuransi
f. Untuk memahami Pengertian Asuransi Konvensional dan Asuransi
Syariah
g. Untuk mengetahui Perbedaan Asuransi Konvensional dan Asuransi
Syariah
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
b. Operasional: Pada bank syari’ah, dana masyarakat merupakan titipan dan
investasi baru akan mendapatkan hasil jika diusahakan terlebih dahulu,
sedangkan pada bank konvensional, dana masyarakat merupakan
simpanan yang harus dibayar bunganya pada saat jatuh tempo. Pada sisi
penyaluran, bank syariah menyalurkan dananya pada sektor usaha yang
halal dan menguntungkan, sedangkan pada bank konvensional, aspek halal
tidak menjadi pertimbangan utama.
c. Sosial: Pada bank syari’ah aspek sosial dinyatakan secra eksplisit dan
tegas yang tertuang dalam visi dan misi perusahaan, sedangkan pada bank
konvensional tidak tersirat secara tegas.
d. Organisasi: Bank syari’ah harus memiliki DPS, Sementara itu bank
konvensional tidak memiliki Dewan Pengawas Syari’ah
Meskipun terdapat perbedaan antara Bank syariah dan bank konvensional,
namun dalam beberapa hal memiliki persamaan terutama dalam sisi teknis
penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi computer yang digunakan,
persyaratan umum pembiayaan seperti KTP, NPWP, proposal, laporan keuangan,
dan sebagainya. (Bank Syari’ah, Erlangga, Hal 09-11)
5
Bisnis dan Usaha Melakukan investasi yang Investasi yang halal
yang halal saja, hubungan dengan dan haram,
Dibiayai nasabah dalam bentuk hubungan dengan
hubungan kemitraan, nasabah dalam
berdasarkan prinsip bagi bentuk hubungan
hasil, jual beli, atau sewa, kreditor-kreditor
beorientasi pada keuntungan, memakai perangkat
kemakmuran dan bunga
kebahagiaan dunia akhirat
6
Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli,
dimana bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau
mengakat nasabah sebagai agen bank melakukan pembelian barang atas nama
bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga
sejumlah harga beli ditambah keuntungan (margin)
4. Prinsip sewa (Al-Ijarah)
Prinsip ini secara garis besar terbagi kepada dua jenis: (1) Ijarah, sewa
murni, seperti halnya penyewaan traktor dan alat-alat produk lainnya (operating
lease). Dalam teknis perbankan, bank dapat membeli dahulu equipment yang
dibutuhkan nasabah kemudian menyewakan dalam waktu dan hanya yang telah
disepakati kepada nasabah. (2) Bai al takjiri atau ijarah al muntahiya bit tamlik
merupakan penggabungan sewa dan beli, dimana sipenyewa mempyunyai hak
untuk memiliki barang pada akhir masa sewa (finansial lease)
5. Prinsip jasa (Al-Ajr walumullah)
Prinsip ini meliputi seluruh layanan non-pembiayaan yang diberikan bank.
Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini antara lain bank garansi, kliring,
inkaso, jasa transfer, dll. Secara syari’ah prinsip ini didasarkan pada konsep Al-Ajr
walumullah (Manajemen Dana Bank Syari’ah, Raja Grafindo Persada, Hal 27-
28)
Perkembangan bank syari’ah ditanah air, dimulai pada tahun 1992 melalui
pendirian PT Bank Muamalat Indonesia TBK. (PT BMI) atau 4 tahun setelah
deregulasi pakto 88 perkembangan perbankan syari’ah berjalan lebih lambat
dibandingkan dengan bank kovensional. Hingga kini, jumlah bank syari’ah di
Indonesia dapat diterangkan dalam tabel:
Keterangan 2009 2010 2011 2012 2013
Jumlah bank
Bank umum syari’ah 6 11 11 11 11
(BUS)
Unit usaha syari’ah 25 23 24 24 23
(UUS)
Bank pembiayaan 139 150 155 158 160
7
rakyat syari’ah
Artinya: “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah
pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang
kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan
8
Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan
(pahalanya).”
Secara garis besar riba dikelompokan menjadi dua bagian masing-masing
adalah riba utang piutang dan riba jual beli. Kelompok pertama terbagi lagi
menjadi riba qardh dan riba jahiliyyah. Adapun kelompok kedua adalah riba jual
beli yaitu riba fadhl dan riba nasi’ah.
Riba qardh yaitu suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang
disyaratkan terhadap orang yang berhutang
Riba jahiliyyah adalah utang dibayar lebih dari pokoknya karena
sipeminjam tidak mampu mebayar utangnya pada waktu yang ditetapkan
Riba fadhl yaitu pertukuran antara barang sejenis dengan kadar atau
takaran berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam
jenis barang ribawi
Riba nasi’ah yaitu penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang
ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Muncul
karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang
diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian.
Riba merupakan pendapatan yang didapat secara tidak adil, para
pengambil riba menggunakan uangnya untuk memerintahkan orang lain agar
berusaha dan mengembalikannya, misalnya dua puluh lima persen lebih tinggi
dari yang dipinjamkannya.
Untuk itulah islam menjauhi sistem bunga dalam sistem perbankan konvensional
yang merupakan bagian dari praktik riba, dengan memberikan solusi yaitu bagi
hasil bagi pemilik dana.
9
Besarnya presentase berdasarkan pada Berdasarkan rasio bagi hasil
jumlah uang (modal) yang berdasarkan pada jumlah keuntungan
dipinjamkan yang diperoleh
Pembayaran bunga tetap seperti yang Bagi hasil bergantung pada
dijanjikan tanpa pertimbangan apakah keuntungan proyek yang dijalankan.
proyek yang dijalankan oleh pihak Bila usaha merugi, kerugian akan
nasabah untung atau rugi ditanggung bersama oleh kedua
belah pihak
Jumlah pembayaran bunga tidak Jumlah pembagian laba meningkat
meningkat sekalipun jumlah sesuai dengan peningkatan jumlah
keuntungan berlipat atau keadaan pendapatan
ekomoni sedang”booming”
Eksistensi bunga diragukan (kalau Tidak ada yang meragukan
tidak dikecam) oleh semua agama, keabsahan bagi hasil
termasuk islam
10
b. Ketentuan Obligasi
Obligasi berdasarkan definisinya adalah suatu surat berharga jangka
panjang yang bersifat utang yang dikeluarkan oleh emiten kepada pemegang
obligasi dengan kewajiban membayar bunga pada periode tertentu dan melunasi
pokok pada saat jatuh tempo.
Dalam ajaran islam kegiatan/usaha bisnis diketegorikan kegiatan tijarah. Obligasi
dalam kaca mata konvensional tidak dapat dilepaskan dari sistem riba/bunga.
Batasan-batasan obligasi yang diperbolehkan dalam syari’ah islam yaitu:
1. Obligasi tidak dibenarkan menurut syari’ah yaitu obligasi yang bersifat
utang dengan kewajiban membayar berdasarkan bunga.
2. Obligasi yang dibenarkan menurut syari’ah yaitu obligasi yang
berdasarkan prinsip-prinsip syari’ah
Akad-akad yang dapat digunakan dalam penerbitan obligasi syari’ah, antara lain:
1. Mudharabah
2. Murabahah
3. Salam
4. Istishna
5. Ijarah
11
Terdapat beberapa perjanjian yang dikenal dalam sistem manajemen
operasional perbankan syari’ah yang berkaitan dengan kartu kredit yaitu:
1. Al-‘ariyah (perjanjian kredit)
2. Al-wakalah (perjanjian pemberian kuasa)
3. Al-kafalah (perjanjian penanggungan)
Ada ketentuan dan batasan dalam penggunaan kartu kredit:
1. Tidak boleh menimbulkan riba
2. Tidak digunakan untuk transaksi objek yang haram atau maksiat
3. Tidak mendorong israf (penggeluaran yang berlebihan antara lain dengan
cara menetapkan pagu)
4. Tidak mengakibatkan hutang yang tidak pernah lunas (ghalabah al-dayn)
5. Pemegang kartu utama harus memiliki kemampuan finansial untuk
melunasi pada waktunya (Studi Islam 2, Ratu Jaya, Hal 104-116)
12
A. Pengertian Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah
Asuransi syariah adalah suatu pengaturan pengelolaan risiko yang
memenuhi ketentuan syariah, tolong-menolong secara mutual yang melibatkan
peserta dan operator.
Istilah lain yang sering digunakan untuk asuransi syariah adalah takaful.
Takaful dalam pengertian muamalah ialah sering memikul risiko diantara sesame
orang sehingga antara satu dengan yang lain menjadi penanggung atas risiko yang
lainnya, semuanya dilakukan atas dasar menolong dalam kebaikan dengan cara
masing-masing mengeluarkkan dana tabarru’, sumbangan, derma yang
ditunjukkan untuk menanggung risiko.
Konsep Asuransi Islam berasarkan konsep takaful yang merupakan
perpaduan rasa tanggung jawab dan persaudaraan antara peserta. Untuk itu harus
ada suatu persetujuan dari para peserta takaful untuk memberikan sumbangan
keuangan sebagai derma (tabarru’) karena Allah semata dengan niat membantu
sesame peserta yang tertimpa musibah. Adapun prinsip-prinsip asuransi Islam
adalah:
1. Saling bertanggung jawab
2. Saling bekerja sama untuk bantu membantu
3. Saling melindungi dari segala kesusahan.
Ketentuan-ketentuan dalam Islam yang berkaitan dengan asuransi adalah
tidak boleh mengandung unsur gharar (penipuan), maysir (perjudian), dan riba.
Unsur gharar dalam asuransi konvesional terletak pada bentuk akadnya, yaitu
akad tabadduli atau akad pertukaran. Syarat akad tabadduli adalah harus jelas
besar pembayaran premi yang harus dibayar oleh peserta dan besar uang
pertanggungan yang akan diterima oleh peserta. Hal ini menjadi tidak jelas,
karena tidak dapat ditentukan jumlah premi yang harus dibayarkan secara tepat
karena jumlah premi amat tergantung pada takdir. Solusi yang dilakukan dalam
menghindari sifat gharar ini dalah dengan mengganti sifat tabadduli dengan akad
takaffuli atau akad tabarru.
Unsur maysir yang terkandung dala asuransi konvensional pada saat
peserta mengundurkan diri dari kepersertaan, ia tidak akan menerima kembali
yang telah dibayarkan, kecuali sebagian kecil saja. Akibatnya peserta mengalami
13
kerugian, sedangkan perusahaan mendapatkan keuntungan. Pada asuransi syariah,
hal ini tidak terjadi, karena rekening peserta beserta hasil investasinya akan
dikembalikan kepada peserta, kecuali dana yang ada pada rekening tabarru.
Unsur riba dieliminir dengan konsep mudharabah dalam
menginvestasikan dana peserta. Kemudianhasilnya akan dibagikan kepada peserta
dan pengelola (perusahaan asuransi) sesuai dengan nisbah yang telah disepakati di
awal akad.
Pada awalnya asuransi konvensial dibenarkan beroperasi untuk orang
Islam, tetapi pada umumnya apa saja bentuk kontrak yang dibuat dalam asuransi
konvensional tidaklah berdasarkan syariah, yang hal tersebut dilarang dalam Islam
karena terdapatnya perbedaan antara asuransi konvensional dengan asuransi
syariah.
14
8. Asuransi konvensional Dewan Pengawas Syariah tidak ada
sehngga dalam praktiknya bertentangan dengan kaidah-kaidah
syara’.
b. Asuransi Syariah
1. Dalam asuransi syariah bersih dari unsur maysir (judi), gharar
(unsur ketidakpastian), dan riba. Asuransi syariah mengandung
prinsip mudharabah, prinsip tolong-menolong dan saling
menjamin antara para peserta asuransi yang satu dengan peserta
yang lain.
2. Asuransi syariah investasi dilakukan dengan hal-hal yang diizinkan
syara’ seperti sector riil dengan proyek-proyek mudharabah atau
pada pengusaha yang sudah kuat.
3. Asuransi syariah antara pengurus dan pemilik melakukan kontrak
mudharabah, pengurus sepenuhnya menjadi pelaksana dan tidak
mendapatkan gaji dari perusahaan.
4. Asuransi syariah biaya agen ditanggung oleh perusahaan.
5. Asuransi syariah uang premi nasabah yang berbentuk tabungan
diakui sebagai utang, pendapatan dan sebagai cadangan.
6. Asuransi syariah setiap investasi keuntungannya dibagi dua antara
perusahaan dan nasabah dengan prinsip yang adil.
7. Asuransi syariah dasar hukumnya bersumber dari syariat Islam
atau hukum Allah seperti Al-Quran dan Sunnah Rasul/Nabi.
8. Asuransi syariah ada dewan pengawas syariah yang berfungsi
mengawasi perusahaan asuransi syariah.
9. Asuransi syariah menggunakan konsep akuntansi cash basis yang
mengakui apa yang telah ada sedangkan asuransi konvensional
menggunkan sistem accrual basis yang mengakui asset, biaya,
kewajiban yang sebenarnya belum ada.
10. Asuransi syariah dibebani kewajiban membayar zakat dari
keuntungan yang di peeroleh sedangkan asuransi konvensional
tidak.
15
11. Asuransi syariah menggunakan sistem sharing of risk di mana
terjadi proses saling menanggung antara satu peserta dengan
peserta lainnya (ta’awun), sedangkan pada asuransi konvensional
yang dilakukan adalah transfer of risk, di mana terjadi pengalihan
risiko dari tertanggung (klien) kepada penanggung (perusahaan).
(Studi Islam 2, Ratu Jaya, Hal 116-123)
16
BAB III
PENUTUP
I. Kesimpulan
Bank syari’ah merupakan bank yang beroperasi dengan tidak
mengandalkan pada bunga yang produknya dikembangkan berlandaskan Al-
Qur’an dan Hadits. Sedangkan Bank konvensional sendiri adalah bank yang
system operasinya diterapkan atas dasar kemampuan menghimpun dana
masyarakat melalui pelayanan dan sistem bunga yang menarik. Bank Syariah
melakukan investasi yang halal saja, hubungan dengan nasabah dalam bentuk
hubungan kemitraan, berdasarkan prinsip bagi hasil, jual beli, atau sewa,
beorientasi pada keuntungan, kemakmuran dan kebahagiaan dunia akhirat.
Sedangkan, Bank Konvensional investasi yang halal dan haram, hubungan dengan
nasabah dalam bentuk hubungan kreditor-kreditor memakai perangkat bunga.
17
II. Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
Mahmud Yunus Daulay, Nadirah Naimi. 2014. Studi Islam 2. Medan: Ratu Jaya
Amir Machmud, Rukmana. 2010. Bank Syariah. Ciracas, Jakarta: Erlangga
Umam, Khotibul. 2016. Perbankan Syariah. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Hasan, Ali. 1996. Zakat, Pajak Asuransi, dan Lembaga Keungan. Jakarta: Raja
Grafindo Persada
Muhamad. 2014. Manajemen Dana Bank Syariah. Jakarta: Raja Grafindo Persada
https://media.neliti.com/media/publications/56493-ID-asuransi-dalam-perspektif-
hukum-islam.pdf
http://jurnal.stailhidayahbogor.ac.id/index.php/am/article/view108
19