Anda di halaman 1dari 63

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TN.

DENGAN KASUS CAD STEMI DI RUANG INSTALASI GAWAT

DARURAT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AL IHSAN

Disusun untuk memenuhi tugas Profesi Ners

Stase Keperawatan Gawat Darurat

Oleh :

Dhita Nur Ajizah

(402017012)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH BANDUNG

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

2018
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin kami panjatkan kehadirat Allah SWT dan rasa

syukur atas limpahan nikmat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyusun

laporan kasus Asuhan Keperawatan Pada Tn.E Dengan Kasus CAD STEMI Di

Ruang Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Al-Ihsan. Banyak

pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini, karena itu penulis

mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Santy Sanusi, S.Kep.,Ners.,M.Kep selaku koordinator stase Keperawatan

Gawat Darurat yang selalu memberikan semangat dan masukan selama proses

penyusunan laporan ini.

2. Andi Muhammad Jalaludin, S.Kep., Ners sebagai Preseptor lapangan yang

senantiasa menemani, memberikan masukan, arahan, dan motivasi yang tinggi

dalam penyusunan laporan ini sehingga penulis dapat memahami dasar kasus

ini.

3. Seluruh perawat ruangan IGD RS Al Ihsan, yang banyak memberi pengalaman

dan pembelajaran selama penulis praktik di tempat tersebut .

4. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini yang tidak

dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih belum sempurna, dari

isi maupun sistematika penulisannya, maka dari itu penulis sangat mengharapkan

adanya kritik dan saran yang positif untuk kesempurnaan laporan kasus ini.
Bandung, Maret 2018Penyusun

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penyakit kardiovaskuler adalah penyakit yang disebabkan gangguan fungsi

jantung dan pembuluh darah, seperti: Penyakit Jantung Koroner, Penyakit Gagal

jantung atau Payah Jantung, Hipertensi dan Stroke. Pada tahun 2008 diperkirakan

sebanyak 17,3 juta kematian disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler. Lebih dari

3 juta kematian tersebut terjadi sebelum usia 60 tahun dan seharusnya dapat

dicegah. Kematian “dini” yang disebabkan oleh penyakit jantungterjadi berkisar

sebesar 4% di negara berpenghasilan tinggi sampai dengan 42% terjadi di negara

berpenghasilan rendah.

Komplikasi hipertensi menyebabkan sekitar 9,4 kematian di seluruh dunia

setiap tahunnya. Hipertensi menyebabkan setidaknya 45% kematian karena

penyakit jantung dan 51% kematian karena penyakit stroke.Kematian yang

disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler, terutama penyakit jantung koroner dan

stroke diperkirakan akan terus meningkat mencapai 23,3 juta kematian pada

tahun 2030.

Coronary Artery Disease (CAD) merupakan suatu penyakit yang terjadi ketika

arteri yang mensuplai darah untuk jantung mengalami pengerasan

(arterosklerosis) dan penyempitan (Lyandon,2014). Arteri yang mensuplai

miokardium mengelami gangguan, sehingga jantung tidak mampu untuk


memompa sejumlah darah secara efektif untuk memenuhi perfusi darah ke organ

vital dan jaringan perifer secara adekuat. Pada saat oksigenisasi dan perfusi

mengalami gangguan, pasien akan terancam kematian. Kedua jenis penyakit

jantung koroner tersebut melibatkan arteri yang bertugas mensuplai darah,

oksigen dan nutrisi ke otot jantung. Saat aliran yang melewati arteri koronaria

tertutup sebagian atau keseluruhan oleh plak, bisa terjadi iskemia atau infark pada

otot jantung ( Ignatavicius & Workman, 2010).

Pada penduduk berumur 10 tahun keatas, berdasarkan kebiasaan merokok

didapatkan bahwa laki-laki lebih banyak yang merokok setiap hari dibandingkan

dengan perempuan. Berdasarkan aktivitas fisik yang diukur dalam seminggu

terakhir didapatkan bahwa proporsi aktivitas fisik yang dilakukan oleh laki-laki

dan perempuan hampir sama. Berdasarkan konsumsi makanan didapatkan bahwa

laki-laki lebih banyak yang mengonsumsi makanan atau minuman manis

sebanyak 1 kali atau lebih setiap harinya, sedangkan perempuan lebih banyak

yang mengonsumsi makanan berlemak sebanyak 1 kali atau lebih setiap harinya.

Berdasarkan hasil pengambilan data penulis di rekam medik RSUD AL-

Ihsan di dapatkan data pasien dengan diagnosa CAD di instalasi gawat darurat

sebanyak 114 orang dalam 3 bulan terakhir, sedangkan di rawat inap sebanyak

184 orang dalam 3 bulan terakhir, jika di kalkulasikan dalam 3 bulan terakhir

RSUD AL-Ihsan memiliki sebanyak 298 pasien dengan diagnosa CAD.


B. RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah berdasarkan latar belakang tersebut yaitu “Bagaimana Asuhan

Keperawatan Pada Pasien Tn. E dengan Diagnosa Medis Cad Stemi di Ruang

Instalasi Gawat Darurat RSUD AL IHSAN?”

C. TUJUAN PENULISAN

1. Tujuan Umum

Melakukan asuhan keperawatan pada pasien Tn. E dengan kasus Cad Stemi di

Ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD AL IHSAN.

2. Tujuan Khusus

a. Melakukan pengakajian pada pasien Tn. E dengan kasus Cad Stemi di Ruang

IGD RSUD Al Ihsan.

b. Melakukan analisis perumusan keperawatan pada pasien Tn. E Cad Stemi di

Ruang IGD RSUD Al Ihsan.

c. Membuat perencanaan keperawatan pada pasien Tn. E dengan kasus Cad

Stemi di Ruang IGD RSUD Al Ihsan.

d. Melakukan implementasi pada Tn. E dengan kasus Cad Stemi di Ruang IGD

RSUD Al Ihsan.

e. Melakukan evaluasi pada pasien Tn. E dengan kasus Cad Stemi di Ruang

IGD RSUD Al Ihsan.


BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Anatomi Jantung

Jantung adalah organ otot yang berongga dan berukuran sebesar kepalan

tangan. Fungsi utama jantung adalah memompa darah ke pembuluh darah dengan

kontraksi ritmik dan berulang. Jantung normal terdiri dari empat ruang, 2 ruang

jantung atas dinamakan atrium dan 2 ruang jantung di bawahnya dinamakan

ventrikel, yang berfungsi sebagai pompa. Dinding yang memisahkan kedua atrium

dan ventrikel menjadi bagian kanan dan kiri dinamakan septum.

Batas-batas jantung:

 Kanan : vena cava superior (VCS), atrium kanan, vena cava inferior

(VCI)
 Kiri : ujung ventrikel kiri  Anterior : atrium kanan, ventrikel kanan,

sebagian kecil ventrikel kiri  Posterior : atrium kiri, 4 vena pulmonalis

 Inferior : ventrikel kanan yang terletak hampir horizontal sepanjang

diafragma sampai apeks jantung

 Superior : apendiks atrium kiri

Darah dipompakan melalui semua ruang jantung dengan bantuan keempat

katup yang mencegah agar darah tidak kembali ke belakang dan menjaga agar

darah tersebut mengalir ke tempat yang dituju. Keempat katup ini adalah katup

trikuspid yang terletak di antara atrium kanan dan ventrikel kanan, katup

pulmonal, terletak di antara ventrikel kanan dan arteri pulmonal, katup mitral

yang terletak di antara atrium kiri dan ventrikel kiri dan katup aorta, terletak di

antara ventrikel kiri dan aorta. Katup mitral memiliki 2 daun (leaflet), yaitu leaflet

anterior dan posterior. Katup lainnya memiliki tiga daun (leaflet). Jantung

dipersarafi aferen dan eferen yang keduanya sistem saraf simpatis dan

parasimpatis. Saraf parasimpatis berasal dari saraf vagus melalui preksus jantung.

Serabut post ganglion pendek melewati nodus SA dan AV, serta hanya sedikit

menyebar pada ventrikel.

Saraf simpatis berasal dari trunkus toraksik dan servikal atas, mensuplai

kedua atrium dan ventrikel. Walaupun jantung tidak mempunyai persarafan

somatik, stimulasi aferen vagal dapat mencapai tingkat kesadaran dan dipersepsi

sebagai nyeri. Suplai darah jantung berasal dari arteri koronaria. Arteri koroner

kanan berasal dari sinus aorta anterior, melewati diantara trunkus pulmonalis dan

apendiks atrium kanan, turun ke lekukan A-V kanan sampai mencapai lekukan
interventrikuler posterior. Pada 85% pasien arteri berlanjut sebagai arteri posterior

desenden/ posterior decendens artery (PDA) disebut dominan kanan. Arteri

koroner kiri berasal dari sinus aorta posterior kiri dan terbagi menjadi arteri

anterior desenden kiri/ left anterior descenden (LAD) interventrikuler dan

sirkumfleks. LAD turun di anterior dan inferior ke apeks jantung. Mayoritas darah

vena terdrainase melalui sinus koronarius ke atrium kanan. Sinus koronarius

bermuara ke sinus venosus sistemik pada atrium kanan, secara morfologi

berhubungan dengna atrium kiri, berjalan dalam celah atrioventrikuler.

B. Fisiologi Jantung

Jantung dapat dianggap sebagai 2 bagian pompa yang terpisah terkait

fungsinya sebagai pompa darah. Masing-masing terdiri dari satu atrium-ventrikel

kiri dan kanan. Berdasarkan sirkulasi dari kedua bagian pompa jantung tersebut,

pompa kanan berfungsi untuk sirkulasi paru sedangkan bagian pompa jantung

yang kiri berperan dalam sirkulasi sistemik untuk seluruh tubuh. Kedua jenis

sirkulasi yang dilakukan oleh jantung ini adalah suatu proses yang

berkesinambungan dan berkaitan sangat erat untuk asupan oksigen manusia demi

kelangsungan hidupnya.

Ada 5 pembuluh darah mayor yang mengalirkan darah dari dan ke jantung.

Vena cava inferior dan vena cava superior mengumpulkan darah dari sirkulasi

vena (disebut darah biru) dan mengalirkan darah biru tersebut ke jantung sebelah

kanan. Darah masuk ke atrium kanan, dan melalui katup trikuspid menuju

ventrikel kanan, kemudian ke paru-paru melalui katup pulmonal.


Darah yang biru tersebut melepaskan karbondioksida, mengalami oksigenasi

di paru-paru, selanjutnya darah ini menjadi berwarna merah. Darah merah ini

kemudian menuju atrium kiri melalui keempat vena pulmonalis. Dari atrium kiri,

darah mengalir ke ventrikel kiri melalui katup mitral dan selanjutnya dipompakan

ke aorta.

Tekanan arteri yang dihasilkan dari kontraksi ventrikel kiri, dinamakan

tekanan darah sistolik. Setelah ventrikel kiri berkontraksi maksimal, ventrikel ini

mulai mengalami relaksasi dan darah dari atrium kiri akan mengalir ke ventrikel

ini. Tekanan dalam arteri akan segera turun saat ventrikel terisi darah. Tekanan ini

selanjutnya dinamakan tekanan darah diastolik. Kedua atrium berkontraksi secara

bersamaan, begitu pula dengan kedua ventrikel.

C. Definisi

ST elevation myocardial infarction (STEMI) merupakan salah satu spektrum

sindroma koroner akut yang paling berat. Sindroma koroner akut (SKA)

merupakan satu subset akut dari penyakit jantung koroner (PJK) (Firdaus I, 2012).

SKA merupakan spektrum klinis yang mencakup angina tidak stabil, infark

mikard akut tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) dan infark miokard akut dengan

elevasi segmen ST (STEMI) (Myrtha R, 2011).

STEMI merupakan oklusi total dari arteri koroner yang menyebabkan area

infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang ditandai

dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG. Sedangkan NSTEMI merupakan

oklusi sebagian dari arteri koroner tanpa melibatkan seluruh ketebalan


miokardium, sehingga tidak ada elevasi segmen ST pada EKG (Muttaqin, A.

2009).

Lokasi infark miokard berdasarkan perubahan gambaran EKG :

D. Klasifikasi

Klasifikasi IMA Infark Miokard Akut diklasifikasikan berdasar EKG 12

sandapan menjadi:

1. NSTEMI (Non ST-segmen Elevasi Miokard Infark) Oklusi total dari

arteri koroner yang menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi
seluruh ketebalan miokardium, yang ditandai dengan adanya elevasi

segmen ST pada EKG.

2. STEMI (ST-segmen Elevasi Miokard Infark) Oklusi parsial dari arteri

koroner akibat trombus dari plak atherosklerosis, tidak disertai adanya

elevasi segmen ST pada EKG.

E. Etiologi

Infark miokard disebabkan oleh oklusi arteri koroner setelah terjadinya

rupture vulnerable atherosclerotic plaque. Pada sebagian besar kasus, terdapat

beberapa faktor presipitasi yang muncul sebelum terjadinya STEMI, antara

lain aktivitas fisik yang berlebihan, stress emosional, dan penyakit dalam

lainnya. Selain itu, terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko

terjadinya IMA pada individu. Faktor-faktor resiko ini dibagi menjadi 2 (dua)

bagian besar, yaitu faktor resiko yang tidak dapat dirubah dan faktor resiko

yang dapat dirubah.

1. Faktor yang tidak dapat dirubah :

a. Usia

Walaupun akumulasi plak atherosclerotic merupakan proses yang

progresif, biasanya tidak akan muncul manifestasi klinis sampai lesi

mencapai ambang kritis dan mulai menimbulkan kerusakan organ pada

usia menengah maupun usia lanjut. Oleh karena itu, pada usia antara 40

dan 60 tahun, insiden infark miokard pada pria meningkat lima kali lipat

(Kumar, et al., 2007).

b. Jenis kelamin
Infark miokard jarag ditemukan pada wanita premenopause kecuali jika

terdapat diabetes, hiperlipidemia, dan hipertensi berat. Setelah menopause,

insiden penyakit yang berhubungan dengan atherosclerosis meningkat

bahkan lebih besar jika dibandingkan dengan pria. Hal ini diperkirakan

merupakan pengaruh dari hormon estrogen (Kumar, et al., 2007).

c. Riwayat keluarga

Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung koroner (saudara,

orang tua yang menderita penyakit ini sebelum usia 50 tahun)

meningkatkan kemungkinan timbulnya IMA.

d. Hiperlipidemia

merupakan peningkatan kolesterol dan/atau trigliserida serum di atas batas

normal. Peningkatan kadar kolesterol di atas 180 mg/dl akan

meningkatkan resiko penyakit arteri koronaria, dan peningkatan resiko ini

akan lebih cepat terjadi bila kadarnya melebihi 240 mg/dl. Peningkatan

kolosterol LDL dihubungkan dengan meningkatnya resiko penyakit arteri

koronaria, sedangkan kadar kolesterol HDL yang tinggi berperan sebagai

faktor pelindung terhadap penyakit ini (Muttaqin, A. 2009).

e. Hipertensi

merupakan faktor risiko mayor dari IMA, baik tekanan darah systole

maupun diastole memiliki peran penting. Hipertensi dapat meningkatkan

risiko ischemic heart disease (IHD) sekitar 3 60% dibandingkan dengan

individu normotensive. Tanpa perawatan, sekitar 50% pasien hipertensi


dapat meninggal karena IHD atau gagal jantung kongestif, dan sepertiga

lainnya dapat meninggal karena stroke (Kumar, et al., 2007).

f. Merokok

merupakan faktor risiko pasti pada pria, dan konsumsi rokok mungkin

merupakan penyebab peningkatan insiden dan keparahan atherosclerosis

pada wanita. Penggunaan rokok dalam jangka waktu yang lama

meningkatkan kematian karena IHD sekitar 200%. Berhenti merokok

dapat menurunkan risiko secara substansial (Kumar, et al., 2007).

g. Diabetes mellitus

menginduksi hiperkolesterolemia dan juga meningkatkan predisposisi

atherosclerosis. Insiden infark miokard dua kali lebih tinggi pada

seseorang yang menderita diabetes daripada tidak. Juga terdapat

peningkatan risiko stroke pada seseorang yang menderita diabetes mellitus

h. Gaya hidup monoton, berperan pada timbulnya penyakit jantung koroner.

i. Stres Psikologik, stres menyebabkan peningkatan katekolamin yang

bersifat aterogenik serta mempercepat terjadinya serangan.

F. Patofisiologi

Lapisan endotel pembuluh darah koroner yang normal akan mengalami

kerusakan karena berbagai faktor resiko, antara lain : faktor hemodinamik

seperti hipertensi, zat vasokonstriktor, mediator (sitokin), rokok, diet

aterogenik, kadar gula darah berlebih, dan oksidasi LDL-C. LDL teroksidasi

menyebabkan kematian sel dan menghasilkan respon inflamasi. Terjadi pula


respon angiotensin II, yang menyebabkan vasokonstriksi atau vasospasme,

dan menyetuskan efek protrombik dengan melibatkan platelet dan faktor

koagulasi. 43 Kerusakan endotel memicu terjadinya reaksi inflamasi,

sehingga terjadi respon protektif dan terbentuk lesi fibrofatty dan fibrous,

plak atherosklerotik. Plak atherosklerotik yang terbentuk dapat menjadi tidak

stabil dan mengalami ruptur dan menyebabkan Sindroma Koroner Akut.43

Infark terjadi jika plak aterosklerotik mengalami fisur, ruptur, atau ulserasi,

sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi

arterikoroner, sehingga pasokan oksigen terhambat.18 Penelitian

menunjukkan plak atherosklerotik cenderung mudah mengalami rupturjika

fibrous cap tipis dan mengandung inti kaya lipid (lipid rich core). Gambaran

patologis klasikpada STEMI terdiri atas fibrin rich red thrombus, yang

dipercaya menjadi dasarsehingga STEMI memberikan respon terhadap terapi

trombolitik Reaksi koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue activator pada sel

endotelyang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi

protombin menjaditrombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi

fibrin. Arteri koroneryang terlibat akan mengalami oklusi oleh trombus yang

terdiri atas agregat trombositdan fibrin. 12,18 Infark miokard akut dengan

elevasi ST (STEMI) terjadi jika aliran darahkoroner menurun secara

mendadak akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotikyang sudah ada

sebelumnya. Penyebab lain infark miokard tanpa aterosklerosis koronaria

antara lain emboli arteri koronaria, kelainan arteri koronaria kongenital,


vasospasme koronaria terisolasi, arteritistraumatis, gangguan hematologik,

dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.

G. Manifestasi klinis

Gambaran klinis infark miokard umumnya berupa nyeri dada substernum

yang terasa berat, menekan, seperti diremas-remas dan terkadang dijalarkan ke

leher, rahang, epigastrium, bahu, atau lengan kiri, atau hanya rasa tidak enak di

dada. IMA sering didahului oleh serangan angina pektoris pada sekitar 50%

pasien. Namun, nyeri pada IMA biasanya berlangsung beberapa jam sampai hari,

jarang ada hubungannya dengan aktivitas fisik dan biasanya tidak banyak

berkurang dengan pemberian nitrogliserin, nadi biasanya cepat dan lemah, pasien

juga sering mengalami diaforesis. Pada sebagian kecil pasien (20% sampai 30%)

IMA tidak menimbulkan nyeri dada. Silent AMI ini terutama terjadi pada pasien

dengan diabetes mellitus dan hipertensi serta pada pasien berusia lanjut (Robbins

SL, Cotran RS, Kumar V, 2007; Sudoyo AW dkk, 2010).

H. Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebagai bagian dalam tatalaksana

pasien STEMI tetapi tidak boleh menghambat implementasi terapi reperfusi.

Pemeriksaan petanda kerusakan jantung yang dianjurkan adalah creatinin kinase

(CK) MB dan cardiac specific troponin (cTn) T atau cTn I, yang dilakukan secara

serial. cTn digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai

kerusakan otot skeletal karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan
CKMB (Sudoyo AW dkk, 2010). Terapi reperfusi diberikan segera mungkin pada

pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA serta tidak tergantung pada

pemeriksaan biomarker. Peningkatan nilai enzim diatas dua kali nilai batas atas

normal menunjukkan adanya nekrosis jantung (Sudoyo AW dkk, 2010).

1. CKMB meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak

dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung,

miokarditis, dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB.

2. cTn : ada dua jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam

bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T

masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari sedangkan cTn I setelah 5- 10 hari.

3. Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu mioglobin, creatinine kinase (CK),

Lactic dehydrogenase (LDH). Reaksi non spesifik terhadap injuri miokard

adalah leukositosis polimorfonuklear yang dapat terjadi dalam beberapa jam

setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari. Leukosit dapat mencapai

12.000-15.000/ul (Sudoyo AW dkk, 2010).

4. Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua pasien dengan

nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI, dalam waktu 10 menit sejak

kedatangan di IGD sebagai landasan dalam menentukan keputusan terapi

reperfusi. Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi

pasien tetap simptomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serian

dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara

kontinyu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi

segmen ST. EKG sisi kanan harus diambil pada pasien dengan STEMI
inferior, untuk mendeteksi kemungkinan infark ventrikel kanan (Sudoyo AW

dkk, 2010).

I. Komplikasi

1. Disfungsi ventrikel

Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan bentuk, ukuran, dan

ketebalan baik pada segmen yang infark maupun non infark. Proses ini dinamakan

remodeling ventricular. Secara akut, hal ini terjadi karena ekspansi infark, disrupsi

sel-sel miokardial yang normal, dan kehilangan jaringan pada zona nekrotik.

Pembesaran yang terjadi berhubungan dengan ukuran dan lokasi infark.

2. Gagal pemompaan (pump failure)

Merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasaan

nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan

mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya. Tanda klinis yang

sering dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop.

Pada pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti paru.

3. Aritmia

Insiden aritmia setelah STEMI meningkat pada pasien setelah gejala awal.

Mekanisme yang berperan dalam aritmia karena infark meliputi

ketidakseimbangan sistem saraf otonom, ketidakseimbangan elektrolit, iskemia,

dan konduksi yang lambat pada zona iskemik.

4. Gagal jantung kongestif


Hal ini terjadi karena kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium.

Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri menimbulkan kongesti vena

pulmonalis, sedangkan disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan

mengakibatkan kongesti vena sistemik.

5. Syok kardiogenik

Diakibatkan oleh disfungsi ventrikel kiri sesudah mengalami infark yang

massif, biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri. Timbul lingkaran setan

akibat perubahan hemodinamik progresif hebat yang ireversibel dengan

manifestasi seperti penurunan perfusi perifer, penurunan perfusi koroner,

peningkatan kongesti paru-paru, hipotensi, asidosis metabolic, dan hipoksemia

yang selanjutnya makin menekan fungsi miokardium.

6. Edema paru akut

Edema paru adalah timbunan cairan abnormal dalam paru, baik di rongga

interstisial maupun dalam alveoli. Edema paru merupakan tanda adanya kongesti

paru tingkat lanjut, di mana cairan mengalami kebocoran melalui dinding kapiler,

merembes keluar, dan menimbulkan dispnea yang sangat berat. Kongesti paru

terjadi jika dasar vascular paru menerima darah yang berlebihan dari ventrikel

kanan yang tidak mampu diakomodasi dan diambil oleh jantung kiri. Oleh karena

adanya timbunan cairan, paru menjadi kaku dan tidak dapat mengembang serta

udara tidak dapat masuk, akibatnya terjadi hipoksia berat.

7. Disfungsi otot papilaris

Disfungsi iskemik atau ruptur nekrotik otot papilaris akan mengganggu

fungsi katup mitralis, sehingga memungkinkan eversi daun katup ke dalam atrium
selama sistolik. Inkompetensi katup mengakibatkan aliran retrograde dari

ventrikel kiri ke dalam atrium kiri dengan dua akibat yaitu pengurangan aliran ke

aorta dan peningkatan kongesti pada atrium kiri dan vena pulmonalis.

8. Defek septum ventrikel

Nekrosis septum interventrikular dapat menyebabkan rupture dinding septum

sehingga terjadi defek septum ventrikel.

9. Rupture jantung

Rupture dinding ventrikel yang bebas dapat terjadi pada awal perjalanan

infark selama fase pembuangan jaringan nekrotik sebelum pembentukan parut.

Dinding nekrotik yang tipis pecah, sehingga terjadi peradarahan massif ke dalam

kantong pericardium yang relative tidak elastic dapat berkembang. Kantong

pericardium yang terisi oleh darah menekan jantung, sehingga menimbulkan

tamponade jantung. Tamponade jantung ini akan mengurangi aliran balik vena

dan curah jantung.

10. Aneurisma ventrikel

Aneurisma ini biasanya terjadi pada permukaan anterior atau apeks jantung.

Aneurisma ventrikel akan mengembang bagaikan balon pada setiap sistolik dan

teregang secara pasif oleh sebagian curah sekuncup.

11. Tromboembolisme

Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel menjadi kasar

yang merupakan predisposisi pembentukan thrombus. Pecahan thrombus mural

intrakardium dapat terlepas dan terjadi embolisasi sistemik.


12. Perikarditis

Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang langsung berkontak

dan menjadi kasar, sehingga merangsang permukaan pericardium dan

menimbulkan reaksi peradangan.

13. Gangguan Hemodinamik

Gagal pemompaan merupakan penyebab utama kematian di RS pada STEMI.

Perluasan iskemia nekrosis mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal

pompa dan mortalitas baik pada awal (10 hari infak) dan sesudahnya. Tanda klinis

yang sering dijumpai adalah ronki basah di paru-paru dan bunyi jantung S3 dan

S4 gallop pada pemeriksaan rontgen sering dijumpai kongesti paru.

J. Penatalaksanaan kegawatdaruratan

Tujuan utama tatalaksana IMA adalah mendiagnosis secara cepat,

menghilangkan nyeri dada, menilai dan mengimplementasikan strategi reperfusi

yang mungkin dilakukan, memberi antitrombotik dan anti platelet, memberi obat

penunjang. Terdapat beberapa pedoman (guideline) dalam tatalaksana IMA

dengan elevasi ST yaitu dari ACC/AHA tahun 2009 dan ESC tahun 2008, tetapi

perlu disesuaikan dengan kondisi sarana/fasilitas di masing-masing tempat dan

kemampuan ahli yang ada (Sudoyo AW dkk, 2010; Fauci et al, 2010).

1. Oksigen : suplemen oksigen harus diberikan ada pasien dengan saturasi

oksigen

2. Nitrogliserin : Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan

dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit.
 Morfin : sangat efektif dalam mengurangi nyeri dada dan merupakan

analgesik pilihan dalam tatalaksana STEMI. Morfin dapat diberikan 7

dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai

dosis total 20 mg.

 Aspirin : merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI

dan efektif pada spektrum sindroma koroner akut. Inhibisi cepat

siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2

dicapai dengan absorpsi aspirin bukal dengan dosis 160-325 mg di ruang

emergensi. Selanjutnya diberikan peroral dengan dosis 75-162 mg.

 Penyekat Beta : Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada,

pemberian penyekat beta intravena dapat efektif. Regimen yang biasa

diberikan adalah metoprolol 5 mg tiap 2-5 menit sampai total 3 dosis,

dengan syarat frekuensi jantung > 60 kali permenit, tekanan darah sistolik >

100 mmHg, interval PR < 0,24 detik dan ronki tidak lebih dari 10 cm dari

diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan

metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam, dan

dilanjutkan dengan 100 mg tiap 12 jam (Sudoyo AW dkk, 2010).


K. Algoritma penatalaksanaan

L. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

1. Aktifitas

Kelemahan umum

 Tidak mampu melakukan aktifitas hidup Ditandai dengan:

 Tekanan darah berkisar antara 124/91 mmhg- 137/97 mmhg

 Denyut nadi berkisar antara 100 - 112 x/menit

 Pernapasan sekitar 16-20 x/menit


 Terjadi perubahan sesuai dengan aktifitasnya dan rasa nyeri yang timbul

sekali-sekali waktu batuk.

2. Sirkulasi

Riwayat adanya Infark Miokard Akut, tiga atau lebih penyakit arteri

koronaria, kelainan katub jantung, hipertensi. Ditandai dengan :

 Tekanan darah yang tidak stabil, irama jantung teratur

 Disritmia / perubahan EKG

 Bunyi jantung abnormal : S3 / S4 murmur

 Sianosis pada membran mukosa/kulit

 Dingin dan kulit lembab

 Edema / JVD

 Penurunan denyut nadi perifer

 Perubahan status mental

3. Status Ego

 Merasa tak berdaya / pasrah

 Marah / ketakutan

 Ketakuatan akan kematian, menjalami operasi, dan komplikasi yang

timbul

 Takut akan perubahan gaya hidup atau fungsi peran

Ditadai dengan :

 Kelemahan yang sangat

 Imsomania
 Ketegangan

 Menghindari kontak mata

 Menangis

 Perubahan tekanan darah dan pola napas

4. Makan/minum

 Perubahan berat badan

 Hilangnya nafsu makan

 Nyeri abdomen, nausea/muntah

 Perubahan frekwensi miksi/meningkat. Ditandai dengan :

 Menurunnya BB

 Kulit kering, turgor kulit menurun

 Hipotensi postural

 Bising usus menurun

 Edem (umum, lokal)

5. Sensoris

 Sering pusing

 Vertigo. Ditandai dengan :

 Perubahan orientasi atau kadang berbicara tidak relefan

 Mudah marah, tersinggung, apatis.

6. Nyeri / kenyamanan

 Nyeri dada/ angina

 Nyeri post operasi


 Ketidaknyamanan karena adanya luka oprasi. Ditandai dengan :

 Post operatif

 Wajah tapak kesakitan

 Perilakau tidak tenang

 Membatasi gerakan

 Gelisah

 Kelemahan

 Perubahan tekanan darah, nadi, dan pernapasan

7. Pernapasan

 Napas cepat dan pendek

 Post operatif

 Ketidakmampuan untuk batuk dan napas dalam

Ditandai dengan :

 Post operatif

 Penurunan pengembangan rongga dada

 Sesak napas (normal karena torakotomi)

 Tanpa suara napas (atelektasis)

 Kecemasan

 Perubahan pada ABGs / pulse axymetri

8. Rasa Aman

 Periode infeksi perbaikan katub

Ditandai dengan :
 Post operati : peradarahan dari daerah dada atau berasal dari insisi

daerah donor.

9. Penyuluhan

 Faktor resiko seperti diabetes militus, penyakit jantung, hipertensi,

stroke

 Penggunaan obat-obat kardivaskuler yang bervariasi,

Memperbaiki kegagalan/kekurangan

9. Diagnosa keperawatan

Resiko tinggi penurunan kardiak output :

Faktor resiko:

 Penurunan kontraktilitas miokardium sekunder akibat pembedahan dinding

ventrikel, MI, respon pengobatan.

 Penurunan preload (hipovolemia)

 Penurunan dalan konduksi elektrikal (dysritmia)

 Gangguan rasa nyaman: nyeri (akut) sehubungan dengan sternotomi (insisi

mediastinum) dan atau insisi pada daerah donor.

 Miokardial iskemia (MI akut angina)

 Peradangan pada jaringa atau edem

 Trauma saraf pada intraoperatif

 Kecemasan, gelisahm, mudah tersinggung

 Gangguan perilaku

 Peningkatan denyut nadi


Perubahan peran sehubungan dengan :

 Krisis situasi / proses penyembuhan

 Ketidakpastian akan masa depan

Ditandai dengan :

 Kemunduran/perubahan kemampuan fisik untuk mengembalikan peran

 Perubahan peran yang sesuai / biasanya atau tanggung jawab

 Perubahan dalam diri / persepsi lain terhadap perannya

Resiko tinggi tidak efektifnya jalan napas sehubungan dengan:

 Ventilasi yang tidak adekuat (nyeri/kelemahan otot)

 Penurunan kapasitas pengangkutan oksigen (kehilangan darah)

 Penurunan pengembangan paru (Atelektasis / pnemotorak / hematotorak).

Aktual kerusakan/integritas kulit sehubungan dengan insisi pembedahan dan

lokasi jahitan luka.

Ditandai dengan :

 Luka / koyaknya permukaan kulit

Kurang pengetahuan tentang keadaan dan pemeliharaan post operasi sehubungan

dengan kurang terbuka, mis interprestasi informasi, kurang daya ingat.

Ditandai dengan :

 Bertanya / meminta informasi

 Mengungkapkan tentang masalahnya

 Adanya kesalahpaham persepsi

 Tidak adekuat mengikuti instruksi


10. Intervensi

a. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap oklusi

arteri koroner

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam nyeri

berkurang

Kriteria hasil:

 Nyeri dada hilang/terkontrol

 Mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi

 Klien tampak rileks,mudah bergerak

Intervensi:

1) Kaji keluhan pasien mengenai nyeri dada, meliputi : lokasi, radiasi, durasi

dan faktor yang mempengaruhinya.

Rasional: Data tersebut membantu menentukan penyebab dan efek nyeri

dada serta merupakan garis dasar untuk membandingkan gejala pasca

terapi.

2) Berikan istirahat fisik dengan punggung ditinggikan atau dalam kursi

kardiak.

Rasional: Untuk mengurangi rasa tidak nyaman serta dispnea dan istirahat

fisik juga dapat mengurangi konsumsi oksigen jantung.

3) Kaji ulang riwayat angina sebelumnya, nyeri menyerupai angina

Rasional: Untuk membandingkan nyeri yang ada dari pola sebelumnya,

sesuai dengan identifikasi komplikasi seperti meluasnya infark, emboli

paru, atau pericarditis.


4) Anjurkan pasien untuk melaporkan nyeri dengan segera

Rasional : Untuk memberi intervensi secara tepat sehingga mengurangi

kerusakan jaringan otot jantung yang lebih lanjut.

5) Berikan lingkungan yang tenang, aktivitas perlahan, dan tindakan nyaman

Rasional: Menurunkan rangsang eksternal

6) Bantu melakukan teknik relaksasi (napas dalam/perlahan, perilaku

distraksi, visualisasi, bimbingan imajinasi

Rasional: Membantu dalam menurunkan persepsi/respon nyeri

7) Periksa tanda vital sebelum dan sesudah obat narkotik

Rasional: Hipotensi /depresi pernapasan dapat terjadi sebagai akibat

pemberian narkotik. Dimana keadaan ini dapat meningkatkan kerusakan

miokardia pada adanya kegagalan ventrikel

8) Kolaborasi dengan tim medis pemberian: Antiangina (NTG)

Rasional: Untuk mengontrol nyeri dengan efek vasodilatasi koroner, yang

meningkatkan aliran darah koroner dan perfusi miokardia

9) Kolaborasi pemberian Penyekat β (atenolol)

Rasional: Untuk mengontrol nyeri melalui efek hambatan rangsang

simpatis, sehingga menurunkan fungsi jantung, TD sistolik dan kebutuhan

oksigen miokard

10) Preparat analgesik (Morfin Sulfat)

Rasional: Untuk menurunkan nyeri hebat, memberikan sedasi dan

mengurangi kerja miokard

11) Pemberian oksigen bersamaan dengan analgesik


Rasional: Untuk memulihkan otot jantung dan untuk memastikan peredaan

maksimum nyeri (inhalasi oksigen menurunkan nyeri yang berkaitan

dengan rendahnya tingkat oksigen yang bersirkulasi).

b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi, irama,

konduksi elektri, penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik,

otot infark, kerusakan struktural

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam curah

jantung adekuat

Kriteria Hasil:

 TD, curah jantung dalam batas normal

 Haluaran urine adekuat

 Tidak ada disritmia

 Penurunan dispnea, angina

 Peningkatan toleransi terhadap aktivitas

Intervensi :

1) Pantau tanda vital: frekuensi jantung, TD, nadi

Rasional: Untuk mengetahui adanya perubahan TD,nadi secara dini

sehingga memudahkan dalam melakukan intervensi karena TD dapat

meningkatkan rangsangan simpatis, kemudian turun bila curah jantung

dipengaruhi.

2) Evaluasi adanya bunyi jantung S3,S4


Rasional: Untuk megetahui adanya komplikasi pada GJK gagal mitral

untuk S3, sedangkan S4 karena iskemia miokardia, kekakuan ventrikel,

dan hipertensi pulmonal /sistemik

3) Auskultasi bunyi napas

Rasional: Untuk mengetahui adanya kongesti paru akibat penurunan

fungsi miokard

4) Berikan makanan porsi makan kecil dan mudah dikunyah, batasi asupan

kafein,kopi, coklat, cola

Rasional: Untuk menghindari kerja miokardia, bradikardi,peningkatan

frekuensi jantung

5) Kolaborasi: Berikan oksigen sesuai indikasi

Rasional: Untuk memenuhi kebutuhan miokard, menurunkan iskemia dan

disritmia lanjut

6) Pertahankan cairan IV

Rasional: Jalur yang paten untuk pemberian obat darurat pada

disritmia/nyeri dada

7) Kaji ulang seri EKG

Rasional: memberikan informasi sehubungan dengan kemajuan atau

perbaikan infark, fungsi ventrikel, keseimbangan elektrolit, dan efek terapi

Obat.

8) Pantau laboratorium (enzim jantung, GDA, elektrolit)

Rasional: Untuk mengetahui perbaikan/perluasan infark adanya hipoksia,

hipokalemia/hiperkalsemia
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran

darah, misalnya vasikonstriksi, hipovolemia, dan pembentukan tromboemboli

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam perfusi

jaringan efektif

Kirteria Hasil:

 Kulit hangat dan kering

 Nadi perifer kuat

 Tanda vital dalam batas normal

 Kesadran compos mentis

 Keseimbangan pemasukan dan pengeluaran

 Tidak edema dan nyeri

Intervensi:

1) Observasi adanya perubahan tingkat kesadaran secara tiba-tiba

Rasional: Untuk mengetahui adanya penurunan curah jantung

2) Observasi adanya pucat, sianosis, kulit dingin/lembab dan raba kekuatan

nadi perifer

Rasional: Vasokontriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan curah

jantung

3) Observasi adanya tanda Homan, eritema, edema

Rasional: Untuk mengetahui adanya trombosis vena dalam

4) Anjurkan klien untuk latihan kaki aktif/pasif

Rasional: Menurunkan stasis vena, meningkatkan aliran balik vena dan

menurunkan risiko tromboflebitis


5) Pantau pemasukan dan perubahan keluaran urine

Rasional: Penurunan/mual terus menerus dapat megakibatkan penurunan

volume sirkulasi, yang berdampak negatif pada perfusi dan fungsi organ

6) Pantau laboratorium, kreatinin, elektrolit

Rasional: Indikator dari perfusi atau fungsi organ

7) Beri obat sesuai indikasi

 Heparin: Untuk menurunkan resiko tromboflebitis atau pembentukan

trombus mural

 Cimetidine untuk menetralkan asam lambung dan iritasi gaster

d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai

oksigen miokard dengan kebutuhan, adanya iskemia/nekrotik jaringan

miokard, efek obat depresan jantung

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam klien

menunjukkan peningkatan aktivitas secara bertahap

Kriteria Hasil:

 Klien dapat melakukan peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur

dengan frekuensi jantung/irama jantung dan TD dalam batas normal

 Kulit teraba hangat, merah muda dan kering

Intervensi :

1) Pantau frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD sebelum, selama, dan

sesudah beraktivitas sesuai indikasi


Rasional: Untuk menentukan tingkat aktivitas klien yang tidak

memberatkan curah jantung

2) Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas pada dasar nyeri/respon

hemodinamik, berikan aktivitas senggang yang tidak berat

Rasional: Menurunkan kerja miokard, sehingga menurunkan risiko

komplikasi

3) Anjurkan pasien untuk tidak mengejan saat defekasi

Rasional: Dengan mengejan dapat mengakibatkan manuver valsava

sehingga terjadi bradikardi, menurunnya curah jantung, takikardi dan

peningkatan TD

4) Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat akyivitas

Rasional: Aktivitas yang maju memberikan kontrol jantung, meningkatkan

regangan dan mencegah aktivitas berlebihan

5) Observasi gejala yang menunjukkan tidak toleran terhadap aktivitas

Rasional: Palpitasi, nadi tidak teratur, adanya nyeri dada atau dyspnea

dapat mengindikasikan kebutuhan perubahan program oalahraga atau diet

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. E DENGAN DIAGNOSA

MEDIS CAD STEMI

A. IDENTITAS

Nama Inisial pasien : Tn. E

Umur : 51 Tahun

Diagnosa Medis : CAD STEMI (ANTEROLATERAL)


Tanggal Masuk : 24 Maret 2018

Jam Pemeriksaan : 15.0 4

No Medrek : 00-635045

B. PENGKAJIAN

Keluhan Utama :

Klien mengeluh nyeri dada sebelah kiri disertai sesak

Riwayat penyakit :

3 hari sebelum masuk rumah sakit, klien mengatakan nyeri dada sebelah kiri. Pada

tanggal 24 maret 2018 klien dibawa oleh keluarga ke IGD RSUD Al-Ihsan untuk

mendapatkan pengobatan dan pertolongan pertama, pada saat dikaji klien

mengeluh nyeri yang bermula dari tangan kiri terasa panas menjalar sampai ke

dada sebelah kiri. nyeri dirasakan seperti terbakar, nyeri dirasakan hilang timbul,

skala nyeri 5, menggunakan Numeric Rating Scale dengan rentang 0-10. Nyeri

dirasakan berat dan sangat mengganggu ketika beraktifitas, dan berkurang jika

klien istirahat. Klien juga mengeluh sesak napas, klien tampak terengah-engah

dan menahan rasa nyeri, tampak keluar keringat dingin dan akral teraba dingin.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Klien biasa merokok dengan kebiasaan mengkonsumsi yaitu 1 sampai 2 bungkus

perhari. Klien tidak memiliki riwayat penyakit seperti hipertensi.

Tingkat kesadaran : Compos mentis

GCS : 15 (E4, V5, M6)

TTV : TD 123/98 mmHg, N: 120x/menit,


RR: 40x/menit, S: 36,7 C

TB :160 BB: 55 kg BMI: 21,4

C. PENGKAJIAN ABCDE

Pengkajian Hasil

A : Airway Terdapat rochi

B : Breathing Frekuensi nafas tidak normal yaitu 40x/menit,

irama teratur, ada suara nafas tambahan yaitu

ronchi.

C : Circulation Konjungtiva tidak anemis, kulit klien tampak

sedikit pucat, CRT 3 detik, tidak ada perdarahan,

turgor kulit sedikit menurun, akral dingin,

terdapat pengeluaran keringat dingin.

D : Disability Reflek cahaya (+)


ROM : 4/4/4/4
Kesadaran composmentis
E: 4 M:6 V:5
Klien tampak sedikit cemas

E : Exposure Tidak terdapat jejas ataupun luka lebam


Nyeri uluhati (+)
Status fungsional : bantuan penuh
Resiko jatuh : YA
Hambatan edukasi : tidak

D. Data Penunjang
Tanggal Pemeriksaan : 24-03-2018

Jam : 15.34

Kesan :

Sinus Rhythm : suatu irama arus listrik jantung yang ditemukan pada orang
normal dimana terdapat gelombang P yang diikuti oleh gelombang QRS dan tiap
gelombang QRS didahului gelombang P. Pada gambaran EKG Tn. E terlihat jelas
dimana gelombang P selalu di ikuti dengan adanya gelombang QRS

ST Elevasi Anterolateral :

suatu gambaran jantung yang mengggambarkan adanya sumbatan di pembuluh


darah koroner tertentu yang tersumbat total sehingga aliran darah benar benar
berhenti. Pada gambaran EKG Tn. E terdapat ST Elevasi di anterolateral dimana
adanya gambaran ST Elevasi di V1-V2, V3-V4

Hear rate : 100x/menit hasil dari perhitungan

300 ÷ 3 = 100
Dengan keterangan :

1 kotak besar : 300

Gelombang R (gelombang R bertemu gelombang R): 3

*syarat : - khusus untuk gambaran EKG dengan gambaran regueler

- gelombang R harus jelas

1) Hasil Laboratorium

Tanggal Pemeriksaan : 24-03-2018

No Jenis Hasil Nilai Satuan Interpretasi


Pemeriksaan Rujukan
Darah rutin
1. Hemoglobin 14,5 13.0-18.0 g/dl Normal
2. Leukosit 23.000 4.000- Sel/uL Meningkat
10.000
3. Hematokrit 41,3 40-54 % Normal
4. Trombosit 229000 150.000- Sel/uL Normal
440.000
5 Eritrosit 4,36 4,5-6,5 Juta/uL Normal
Fungsi Hati
6 SGOT 449 5-40 u/L Meningkat
7 SGPT 137 5-41 u/L Meningkat
Fungsi Ginjal
8 Ureum 48 15-40 Mg/dL Meningkat
9. Kreatinin 0,82 0,5-1,5 Mg/dL Menurun
Kimia Klinik
10. Natrium 133 134-145 Mmol/L Menurun
11. Kalium 3,5 3,6-5,6 Mmol/L Menurun
12. Kalsium 1,20 1,15-1,35 Mmol/L Normal
Imunoserology
13. Troponin I H> MRR Ng/L -
40000
14. HBsAg Negatif Negatif - Normal
Kimia Klinik
15. Bilirubin Total 3,31 < 1,5 Mg/dL Meningkat
16. Bilirubin Direk 1,85 0,05-0,3 Mg/dL Meningkat

Hasil Thorax Foto Tanggal 25-03-2018

Kesan :

- Kardiomegali Ringan

- Corakan bronkhus yang lebih flaring di parakardial kiri →

bronkopneumonia kiri ?

E. Terapi Obat

No Nama obat Dosis Rute Spesifikasi obat


1 CPG 2 tablet Oral Pengertian :
(clopidogrel)/ 1tab = Obat yang digunakan untuk mengurangi
brilinta mg risiko penyakit jantung dan stroke pada
orang-orang yang berisiko tinggi,
termasuk pasien yang memiliki riwayat
infark miokard dan gejala lain dari
sindrom koroner akut, stroke, dan
orang-orang yang menderita penyakit
arteri perifer.
Indikasi :
1. pencegahan kejadian
atherothrombotic pada pasien yang
menderita infark miokard (dari beberapa
hari sampai kurang dari 35 hari), stroke
iskemik (dari 7 hari sampai kurang dari
6 bulan) atau penyakit arteri perifer
lainnya.
2. Digunakan juga untuk pasien yang
menderita sindrom koroner akut
misalnya Non-ST segment elevation
acute coronary syndrome (unstable
angina atau non-Q-wave myocardinal
infarction), dikombinasikan dengan
acetylsalicylic acid (ASA/aspirin).

3. ST segment elevation acute


myocardinal infarction, dikombinasikan
dengan acetylsalicylic acid (ASA,
aspirin) pada pasien yang dirawat secara
medis yang memenuhi syarat untuk
terapi trombolitik.

Kontra indikasi :
1. Jangan menggunakan obat ini untuk
pasien yang memiliki riwayat alergi
obat Clopidogrel.

2. Kontraindikasi untuk pasien yang


menderita perdarahan patologis aktif
(misalnya tukak peptik atau perdarahan
intrakranial).

3. Pasien dengan kerusakan hati parah.

4. CPG Tablet (Clopidogrel) sebaiknya


tidak digunakan untuk ibu menyusui
Golangan : thienopyridine
Jenis obat : obat antiplatelet
2 Aspilet (Asam 2 tablet Oral (kunyah) Pengertian :
asetilsalisilat) 1 tab = Asam asetilsalisilat akan bekerja pada
80 mg tubuh dengan cara menghambat
aktivitas enzim siklo-oksigenase
melalui proses asetilasi yang bersifat
ireversibel (tidak dapat kembali seperti
semula). Dengan kerja penghambatan
tersebut asam asetilsalisilat dapat
mencegah proses pembentukan
tromboksan A2 sehingga terjadi
pecegahan terhadap penimbunan
platelet dan pencegahan terhadap proses
pembekuan darah.
Indikasi :
pencegahan dan pengobatan berbagai
keadaan trombosis atau agregasi platelet
(pembekuan darah) yang terjadi pada
tubuh terutama pada saat mengalami
serangan jantung atau pada penyakit
jantung dan pasca stroke.

Kontra indikasi :
penderita yang diketahui mempunyai
riwayat alergi atau hipersensitif
terhadap aspilet dan komponen Asam
Asetilsalisilat obat penderita yang
diketahui mempunyai riwayat penyakit
asma penderita yang diketahui
mempunyai riwayat tukak lambung atau
penyakit maag penderita yang diketahui
mempunyai riwayat atau sering
mengalami perdarahan di bawah kulit
penderita yang diketahui mempunyai
penyakit kelainan pembekuan darah
terutama hemofilia dan trombositopenia
penderita yang diketahui sedang
mendapat pengobatan dengan terapi
meggunakan antikoagulan.
Golangan :
Nonsteroidal anti-inflammatory
drug (NSAID) yang bekerja dengan cara
menghambat kerja enzim
siklooksigenase (COX).
Jenis obat :
antitrombolitik
3 Cedocard 5 mg Oral (dibawah Pengertian :
lidah,sublingual) Cedocard digunakan untuk mencegah
atau mengobati nyeri dada (angina).
Obat ini mengandung Isosorbide
Dinitrat yang merupakan vasodilator
dan bekerja dengan merelaksasi
pembuluh darah ke jantung, sehingga
suplai darah dan oksigen ke jantung
meningkat. Obat ini merupakan tablet
sublingual (dihisap dibawah lidah)
Indikasi :
a.Angina pektoris
b. Profilaksis serangan angina pada
penyakit jantung koroner kronis
c. Angina setelah infark miokardium
(rusaknya jaringan jantung akibat suplai
darah yang tidak adekuat)
d. Gagal jantung
Kontra indikasi :
1.Anemia
2.Hipotensi
3.Syok kardiogenik
4. Pada penggunaan sildenafil, tadalafil,
vardenafil
Golangan :
Isosorbide Dinitrat mengontrol nyeri
dada tetapi tidak menyembuhkan.
Jenis obat :
trombosis atau anti trombolitik
4. Diazepam 5 mg Oral Pengertian :
Untuk mengobati kecemasan, gejala
putus alkohol, dan kejang. Obat ini juga
digunakan untuk melemaskan
kejang otot dan sebagai obat penenang
menjelang prosedur medis.
Indikasi :
Pemakaian jangka pendek pada ansietas
atau insomnia, tambahan pada putus
alkohol akut, status epileptikus, kejang
demam, spasme otot.
Kontra indikasi :
Depresi pernapasan, gangguan hati
berat, miastenia gravis, insufisiensi
pulmoner akut, kondisi fobia dan
obsesi, psikosis kronik, glaukoma sudut
sempit akut, serangan asma akut,
trimester pertama kehamilan, bayi
prematur; tidak boleh digunakan
sendirian pada depresi atau ansietas
dengan depresi
Golangan :
Antikonvulsi
Jenis obat :
Benzodiazepine
6. Arixtra 1x1 Intravena (infus) Pengertian :
Untuk mengobati terjadinya pembekuan
darah pada kaki maupun yang terjadi
pada paru-paru, serta dapat digunakan
sebagai pencegah terjadinya tomboeboli
vena terhadap seseorang yang sedang
atau tengah melakukan ortopedik mayor
pada bagian tungkai bawah
Indikasi :
untuk perawatan Bekuan darah di kaki
atau paru-paru dan kondisi lainnya
Kontra indikasi :
Diketahui hipersensitif terhadap
fondaparinux Na atau salah satu
komponen Arixtra. Pendarahan aktif 
yang bermakna
secara klinis, bakterial akut,
gangguan ginjal berat
(bersihan kreatinin <20 mL/mnt)
Golangan :
antikoagulan
7. Atorvastatin 00-40 Oral Pengertian :
Obat yang digunakan untuk
menurunkan kadar kolesterol, dan
mencegah penyakit yang berhubungan
dengan penyakit kardiovaskuler
(jantung)

Indikasi :
1. Menurunkan risiko stroke dan
serangan jantung pada pasien diabetes
tipe 2 tanpa bukti adanya penyakit
jantung namun dengan faktor risiko
kardiovaskuler lainnya seperti darah
tinggi.
2. Menurunkan risiko stroke, serangan
jantung, dan prosedur revasularisasi
pada pasien tanpa adanya riwayat
penyakit jantung koronernamun
memiliki faktor risiko multipel selain
diabetes (seperti merokok, kolestrol
LDL yang rendah, riwayat keluarga
dengan  penyakit jantung koroner di
usia muda)
3. Pasien dengan penyakit jantung
koroner, untuk menurunkan risiko
infark miokard, stroke, prosedur
revaskularisasi, rawat inap dengan 
diagnosis gagal jantung, dan angina
(nyeri dadakarena jantung)

Kontra indikasi :
1. Orang yang mengalami
hipersensitivitas terhadap atorvastatin
2. Penyakit liver aktif atau peningkatan
transaminase yang tidak dapat
dijelaskan
3. Kehamilan (tidak boleh digunakan
untuk ibu hamil)
4. Ibu menyusui
Golangan :
Statin
8. Laxadine 00-10 Oral Pengertian :
Bekerja merangsang paristaltik usus
besar dan menghambat reabsorsi air
Indikasi :
Konstipasi untuk bilas usus sebelum
dan sesudah op, bilas usus sebelum
pemeriksaan radiologi
Kontra indikasi : illeus obstruktif, nyeri
perut yang tidak di ketahui
penyebabnya.
Jenis obat : Pencahar
9. Ramipril 2,5 mg Oral Pengertian:
Bekerja dengan cara mengurangi
produksi hormon angiotensin II.
Dengan demikian, otot arteri menjadi
lebar dan aliran darah yang
mengandung oksigen ke jantung pun
meningkat. Obat ini juga dapat
menurunkan tekanan darah sehingga
risiko stroke dan serangan jantung bisa
lebih terkendali. Ramipril juga dapat
mengurangi volume cairan dalam
sirkulasi tubuh. Oleh karena itu, jantung
tidak perlu bekerja terlalu keras dalam
memompa darah ke seluruh tubuh.
Karena efek ini, ramipril juga bisa
diberikan kepada penderita gagal
jantung.
Indikasi :
1. Hipertensi, dapat digunakan tunggal
atau dikombinasikan dengan diuretik
tipe tiazid.
2. Gagal jantung kongestif pada
beberapa hari setelah menderita infark
miokardia akut.
3. Menurunkan risiko terjadinya infark
miokardia, stroke, cardiovascular death
dan kebutuhan untuk prosedur
revaskularisasi pada pasien dengan
risiko tinggi penyakit kardiovaskular.
4. Nefropati glomerulus nondiabetik
(bersihan kreatinin 20-70 ml.menit) dan
proteinuria >3g/24 jam.
5. Nefropati insipiens pada pasien
dengan diabetes tipe 2 normotensif.
Kontraindikasi :
- Hipersensitif terhadap obat ini.
- Pasien dengan riwayat angioedema
terkait dengan pengobatan
sebelumnya dengan menggunakan
penghambat ACE.
Jenis obat :
Diuretik golongan tiazid

ANALISA DATA

No Data Etiologi Masalah

1. DS : Merokok Risiko Syok


- Klien
↓ Kardiogenik
mengatakan
LDL teroksidasi
nyeri dada kiri,
Seperti terbakar ↓
dan menyebar ke
Timbul bercsk lemak
area tangan kiri

- skala 5
- hilang timbul Plak halus
tak menentu

- istri klien
Aktivasi faktor VII dan X
mengatakan
suaminya biasa ↓
mengkonsumsi
Protombin → thrombin
rokok 1-2
Fibrinogen → fibrin
bungkus
perhari. ↓
DO :
Rupture plak
- keadaan umum
lemah ↓
- wajah tampak
Thrombus
menyeringai

- kesadaran
composmentis Oklusi arteri coroner
TD :

123/89mmHg
Aliran darah coroner menurun
Nadi: 120x/menit

RR : 40/menit
Kematian jaringan
- pada gambaran

EKG Tn. E
Nekrosis → kerusakan otot jantung
terdapat ST
↓ ↓
Elevasi di
Stimulasi saraf ggn.kontraktilitas
anterolateral
↓ miokardium
dimana ada
Melepas mediator kimia ↓
gambaran ST
Bradikini,prostaglandin, disfungsi
Elevasi pada
histamine ventrikel
V1-V2 dan V3-
↓ kiri
V4
Nyeri akut ↓
- Pemeriksaan Lab
Resiko Syok kardiogenik
yang abnormal:

- Leukosit : 23000

sel/uL

- Eritrosit : 4,38

juta/uL
- Natrium : 133

mmol/L

- Kalium : 3,5

mmol/L

- SGOT : 449 U/L

- Kreatinin : 0,82

mg/dL

- Akral dingin

- Keluar keringat

dingin

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Resiko Syok Kardiogenik berhubungan dengan gangguan kontraktilitas

miokardium
F. RENCANA TINDAKAN

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

1. Resiko Syok Setelah dilakukan tindak 1. Kaji, dokumentasikan  dan 1. Data  tersebut  dapat  membantu

Kardiogenik an keperawatan selama 1 laporkan Keluhan  klien menentukan  penyebab  dan

berhubungan x 24 jam klien tidak mengenai nyeri dada  meliputi efek nyeri dada 

dengan mengalami nyeri dengan lokasi,  radiasi,  durasi nyeri  dan serta merupakan  gar-asi dasar

gangguan kriteria: faktor  yang mempengaruhi untuk membandingkan gejala

kontraktilitas - Klien  tidak nyeri. pasca therapy. Therapy  terdapat

miokardium mengeluhnyeri dada berbagai kondisi  yang

- Klien tampak tenang berhubungan dengan  nyeri

dandapat dada,  terdapat

beristirahat- TTV dal temuan klinik yang khas pada

am batas normal :TD nyeri dada iskemik.


2. Efek nyeri dada pada perfusi
:  110-120/60- 2. Infark mikard menurunkan
hemodinamik kardiovaskuler
80mmHgRR : 16-20 terhadap jantung, otak, ginjal. kontraktilitas jantung dan

x/mntHR : 60-100 komplience ventrikel dan dapat

x/mntT    : 36,5 – menimbulkan distritmia (curah

37,5 jantung menurun)

mengakibatkan tekanan darah


3. Monitoring EKG
dan perkusi jaringan menurun,

frekuensi jantung dapat

meningkat sebagai mekanisme

kompensasi untuk

mempertahankan curah jantung.


4. Monitoring TTV
3. Mengetahui adanya perubahan

gambaran EKG dan adanya

5. Berikan O2 sesuai dengan komplikasi AMI

kondisi klien 4. Peningkatan TD, HR, RR,


6. Berikan posisi semi fowler menandakan nyeri yang sangat

dirasakan oleh klien

7. Kolaborasi dengan tim medis 5. Therapi O2 dapat meningkatkan

pemberian Antiangina (NTG) suplay O2 ke jantung

6. Membantu memaksimalkan

complience paru
8. Penyekat β (atenolol) Preparat
7. Untuk mengontrol nyeri dengan
analgesik (Morfin Sulfat)
efek vasodilatasi koroner, yang

meningkatkan aliran darah

koroner dan perfusi miokardia

8. Untuk mengontrol nyeri melalui

efek hambatan rangsang

simpatis, sehingga menurunkan

fungsi jantung, TD sistolik.


G. IMPLEMENTASI dan CATATAN PERKEMBANGAN

No Tanggal dan Implementasi dan catatan Paraf

jam perkembangan

1. 23 – 03 – 2018 - Memberikan terapi oksigen 5 Dhita

15.00 liter/menit

Respon :

Klien sudah terpasang oksigen binasal

canule
15.05
- Mengobservasi TTV

Respon :

TD : 123/89 mmHg, N: 120x/menit

RR: 40x/menit S: 36,7

- Mengobservasi keluhan nyeri


Respon: klien mengatakan nyeri dada

dengan skala 5
15.15 - Melakukan pemasangan monitor

- Memberikan terapi obat Brilinta 2

tablet dengan dosis 180 mg, Aspilet

2 tablet dengan dosis 160 mg dan

cedocard 5 mg
15.20
- Melakukan pemasangan infus dan

pemberian cairan D5% 20 gtt/menit

sesuai instruksi dokter, serta

pengambilan spesimen darah

16.00 - Melakukan pemeriksaan EKG

- Mengukur tekanan darah dan nadi,

respirasi
Respon :

TD : 119/90 mmHg, N: 120x/menit,


16.10 RR: 40x/menit

- Mengkaji keluhan pasien

Respon: klien mengeluh nyeri dada

masih terasa skala nyeri 4

- Memberikan terapi arixtra dengan

cara pemberian subcutan di perut

kiri

- Memberikan terapi furosemide 40


17.00
mg via IV

- Mengukur tekanan darah dan nadi

Respon :

TD :121/93 mmHg N: 120x/menit,


RR: 40x/menit S: 36,7 C

- Mengkaji keluhan nyeri

Respon: klien masih mengeluh nyeri


18.00
dada dan sesak tetapi klien tampak

sedikit tenang dan tertidur

- Mengukur tekanan darah dan nadi

Respon :

TD :113/85 mmHg N: 120x/menit,

RR: 34x/menit S: 36,7 C

- Mengobservasi keadaan pasien

19.00 Respon :

Klien mengatakan nyeri dada sedikit

berkurang, RR 34x/menit

- Mengukur TD dan nadi


Respon :

TD 110/83 mmhg, N: 110x/menit RR:

32x/menit

- Mengkaji keluhan pasien dan


20.00
keadaan umum pasien

Respon: klien masih mengeluh nyeri

tetapi sudah berkurang skala nyeri 3

- Mengobservasi TTV dan keadaan

klien

Respon :

TD : 116/88 mmHg, N : 120x/menit,

21.00 RR: 47x/menit

- Memberikan terapi obat Ramipril

2,5 mg, Concor 1,25 mg,


atorvastatin 40 mg.

- Mengukur tekanan darah dan nadi

- Respon :

TD :121/93 mmHg N: 117x/menit,

RR: 36x/menit S: 36,5 C SpO2: 98%


22.00
- Mengobservasi keadaan umum dan

keluhan pasien

Respon: pasien mengatakan masih

sesak dan nyeri dada sudah berkurang

- terapi diazepam 5 mg

- pasien dipindahkan ke ICCU


No. Waktu Evaluasi Paraf

1. 24 Maret 2018 S : klien mengatakan nyeri dada sudah agak berkurang Dhita

21.50 O:

- keadaan umum pasien lemah

- tingkat kesadaran CM

- GCS : 15

TTV : TD: 121/93 mmHg N: 117x/menit, RR: 36x/menit S: 36,5

C SpO2: 98%

- EKG : Sinus Takikardi dengan infark anterolateral

- Pemeriksaan Lab yang abnormal:

- Leukosit : 23000 sel/uL


- Eritrosit : 4,38 juta/uL

- Natrium : 133 mmol/L

- Kalium : 3,5 mmol/L

- SGOT : 449 U/L

- Kreatinin : 0,82 mg/dL

A: masalah belum teratasi

P: Intervensi dilanjutkan
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan menguraikan kesenjangan antara teori dan hasil

lapangan. Penatalaksanaan cad stemi menurut algoritma yaitu dengan

memberikan terapi oksigen sebanyak 3-4 liter/menit, lalu pemberian obat-

obatan seperti morfin diberikan dengan dosis 5 mg, lalu nitrogliserin dengan

dosis 180-300 mg, aspilet atau asam salisilat diberikan dengan dosis 160 mg,

copidogrel 180 mg dengan cara sublingual. Pada tahap pelaksanaan penulis

berusaha semaksimal mungkin melaksanakan segala sesuatu sesuai dengan

perencanaan yang telah dibuat sebelumnya, pada saat ditemukan pasien

dengan kasus cad stemi dan dilakukan penatalaksanaan sesuai dengan

lagoritma nya. Yaitu pertama-tama pasien diberikan oksigen 4 liter/menit dan

diposisikan semi fowler, dilakukan pemeriksaan EKG dengan hasil Sinus

Takikardi denga infark pada bagian anterolateral, lalu pasien diberikan obat

aspilet dan brilinta masing-masing 2 tablet per oral. Lalu diberikan obat

cedocard 5 mg, dan diberikan infus d5%.setelah itu pasien diobservasi dan

dilakukan pemberian terapi arixtra secara subcutan pada perut kiri. Artinya

semua penatalaksanaan yang ada di rumah sakit sudah sesuai dengan

algporitma yang ada.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

STEMI (ST Elevasi Myocard Infarction) merupakan bagian dari sindrom

koroner akut yang ditandai dengan adanya elevasi segmen STEMI terjadi

karena oklusi total pembuluh darah koroner yang tiba-tiba. (Fuster, 2007).

STEMI biasa terjadi ketika aliran darah koroner menurun secara tiba-tiba

setelah oklusi trombotik dari arteri koroner yang sebelumnya mengalami

atherosclerosis. STEMI terjadi ketika thrombus pada arteri koroner berkembang

secara cepat pada tempat terjadinya kerusakan vascular. Kerusakan ini difasilitasi

oleh beberapa faktor, seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid. Pada

sebagian besar kasus, STEMI terjadi ketika permukaan plak atherosclerotic

mengalami ruptur sehingga komponen plak tersebut terekspos dalam darah dan

kondisi yang mendukung trombogenesis (terbentuknya thrombus).

Diagnosa yang muncul pada kasus Tn. E yaitu terdapat tiga diagnosa

keperawatan yaitu: nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan resiko syok

beruhubungan dengan penurunan vol darah sistemik, Pada saat dilakukan evaluasi

kedua masalah klien belum teratasi karena kondisi tujuan pada intervensi

keperawatan belum tercapai.


B. SARAN

konsep asuhan keperawatan gawat darurat dapat kita lakukan dengan cepat

dan tepat sesuai dengan metode yang telah di pelajari di atas.


DAFTAR PUSTAKA

Aaronson, Philip.I & Jeremi, P.T.W. 2008. At A Gland Sistem Kardiovaskular.


Jakarta:

Buku Ajar Patologi Robbins. Jakarta: EGC. Santoso M, Setiawan T. Penyakit


Jantung Koroner. 2005. Cermin Dunia Kedokteran; 147:6-9.

Erlangga. Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.


Jakarta: EGC Muttaqin, A. 2009.

Firdaus I. 2012. Strategi Farmako-invasif pada STEMI Akut. J Kardiol Indones;


33: 266-71.

Myrtha R. 2011. Perubahan Gambaran EKG pada Sindrom Koroner Akut (SKA).
CDK 188; 38 (7): 541-542.

Nurarif AH, Hardhi K. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosis Medis dan Nanda Nic Noc. Jilid 1. Yogyakarta: Mediaction.
Robbins SL, Cotran RS, Kumar V. 2007.

Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Kardiovaskuler. Jakarta:


Salemba Medika.

Price, S. A., & Wilson, L. M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai