Anda di halaman 1dari 76

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TN.

DENGAN KASUS CA PARU DI RUANG ICU

RUMAH SAKIT AL ISLAM BANDUNG

Disusun untuk memenuhi tugas Profesi Ners

Stase Keperawatan Gawat Darurat

Oleh :

Fitriyani

(402017027)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH BANDUNG

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

2018
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin kami panjatkan kehadirat Allah SWT dan rasa

syukur atas limpahan nikmat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyusun

laporan kasus Asuhan Keperawatan Pada TN. D Dengan CA Paru Di Ruang

ICU Rumah Sakit Al Islam Bandung. Banyak pihak yang telah membantu dalam

penyusunan laporan ini, karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada

yang terhormat :

1. Santy Sanusi, S.Kep.,Ners.,M.Kep selaku koordinator stase Keperawatan

Gawat Darurat yang selalu memberikan semangat dan masukan selama proses

penyusunan laporan ini.

2. Muh. Khairudin, S.Kep., Ners dan Gungun Targuna S.Kep., Ners sebagai

Preseptor lapangan yang senantiasa membimbing, memberikan masukan,

arahan, dan motivasi yang tinggi dalam penyusunan laporan ini sehingga

penulis dapat memahami dasar kasus ini.

3. Seluruh perawat ruangan ICU RS Al Islam, yang banyak memberi pengalaman

dan pembelajaran selama penulis praktik di tempat tersebut .

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih belum sempurna, dari

isi maupun sistematika penulisannya, maka dari itu penulis sangat mengharapkan

adanya kritik dan saran yang positif untuk kesempurnaan laporan kasus ini.

Bandung, Maret 2018

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kanker paru adalah kanker yang paling sering didiagnosis di dunia dan

merupakan penyebab utama kematian akibat kanker. Data kasus baru kanker paru

di Amerika Serikat pada tahun 2013 sebanyak 228.190 kasus, dengan mortalitas

159.480 jiwa pertahun (National Cancer Institute, 2013). Kanker paru paling

sering ditemukan pada kelompok usia 40-70 tahun dengan puncak insidensi pada

usia 50-60 tahun dan hanya sekitar 2% pada usia dibawah 40 tahun (Aliya, 2010).

Berdasarkan data GLOBOCAN, Internatinal Agency for Research on Cancer

(IARC) diketahui bahwa pada tahun 2012 terdapat 14.067.894 kasus baru kaner

dan 8.201.575 kematian akibat kaer diseluruh dunia dan kanker paru meruakan

jenis kanker dengan resentase tertinggi yaitu sebesar 23,1%. Ettinger melaporkan

bahwa ada beberapa faktor risiko pemicu timbulnya kanker paru antara lain

adalah merokok, polusi udara, zat-zat kimia, makanan, genetik, dan infeksi

Human Immunodeficiency Virus (HIV). Kandungan tembakau dalam rokok

diperkirakan merupakan penyebab 80-90% kanker paru, 90% pada pria dan 80%

pada wanita (Ettinger, 2007). WHO tahun 2013 melaporkan, bahwa ada 3

kelompok karsinogen penyebab kanker paru yaitu karsinogen fisik berupa sinar

ultraviolet dan radiasi ion, karsinogen kimia berupa asbestos, aflatoksin dan

arsen; serta karsinogen biologi yaitu infeksi virus,bakteri,atau parasit. Pemakaian


tembakau, alkohol, diet tidak sehat, dan kurangnya aktivitas fisik dapat sebagai

pemicu timbulnya kanker paru. Infeksi virus kronis pada hepatitis B (HBV),

hepatitis C (HCV), dan beberapa tipe Human papilloma Virus (HPV) diduga

sebagai faktor risiko kanker paru di negara-negara dengan income perkapita

menengah ke bawah (Ettinger 2007; WHO 2013).

Etiologi kanker paru secara umum sama dengan jenis kanker lain, yaitu faktor

genetik yang dipicu oleh faktor risiko, mengakibatkan mutasi genetik epitel

bronkus normal menjadi jaringan neoplastik. Non-Small Cell Lung Cancers

(NSCLC) merupakan jenis kanker paru tersering didiagnosis yaitu sekitar 80%.

NSCLC dapat dibedakan menjadi beberapa tipe, diantaranya yang paling sering

ditemukan yaitu adenocarcinoma, squamous cell carcinoma, dan large cell

carcinoma (Välk, 2010). Lung Adenocarcinoma adalah jenis kanker paru yang

paling sering ditemukan pada kelompok wanita dan non- perokok. Squamous cell

carcinoma merupakan jenis kanker paru yang paling sering ditemukan pada pria

dan setiap individu yang memiliki riwayat merokok . Small Cell Lung Cancers

(SCLC) adalah jenis kanker paru lainnya yang lebih jarang ditemukan (Aliya,

2010).

Berdasarkan pemaparan diatas, penulis tertarik untuk melakukan asuhan

keperawatan pada pasien dengan kasus Ca paru.

B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah berdasarkan latar belakang tersebut yaitu “Bagaimana Asuhan

Keperawatan Pada Pasien Tn. D dengan Diagnosa Medis Ca Paru di Ruang ICU

RS Al Islam Bandung ?”

C. TUJUAN PENULISAN

1. Tujuan Umum

Melakukan asuhan keperawatan pada pasien Tn. D dengan Diagnosa Medis Ca

Paru di Ruang ICU RS Al Islam Bandung

2. Tujuan Khusus

a. Melakukan pengakajian pada pasien Tn. D dengan Diagnosa Medis Ca Paru

di Ruang ICU RS Al Islam Bandung.

b. Melakukan analisis perumusan keperawatan pada pasien Tn. D dengan

Diagnosa Medis Ca Paru di Ruang ICU RS Al Islam Bandung

c. Membuat perencanaan keperawatan pada pasien Tn. D dengan Diagnosa

Medis Ca Paru di Ruang ICU RS Al Islam Bandung.

d. Melakukan implementasi pada pasien Tn. D dengan Diagnosa Medis Ca Paru

di Ruang ICU RS Al Islam Bandung.

e. Melakukan evaluasi pada pasien Tn. D dengan Diagnosa Medis Ca Paru di

Ruang ICU RS Al Islam Bandung.


BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Anatomi dan fisiologi

Respirasi adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung

Oksigen serta menghembuskan udara yang banyak mengandung Karbondioksida

keluar dari tubuh. ( Syaifuddin; 2002 ). Respirasi adalah pertukaran gas antara

individu dan lingkungan atau keseluruhan proses pertukaran gas antara udara

atmosfir dan darah dan antara darah dengan sel-sel tubuh ( Kozier; 1991 ).

Respirasi adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O²) yang dibutuhkan tubuh untuk

metabolisme sel dan karbondioksida (CO²) yang dihasilkan dari metabolisme

tersebut dikeluarkan dari tubuh melalui paru. Sistem respirasi adalah system

organ yang berfungsi untuk mengambil O2 dari atmosfer ke dalam sel-sel tubuh

untuk mentranspor CO2 yang dihasilkan sel-sel tubuh kembali ke atmosfer.

Organ-organ respiratorik juga berfungsi untuk produksi bicara dan berperan

dalam keseimbangan asam basa, pertahanan tubuh melawan benda asing, dan

pengatran hormonal tekanan darah.

1. Anatomi Saluran Respirasi

Sistem respirasi dibedakan menjadi dua saluran yaitu, saluran nafas bagian

atas dan saluran nafas bagian bawah. Saluran nafas bagian atas terdiri dari:
rongga hidung, faring dan laring. Saluran nafas bagias bawah terdiri dari trakea,

bronkus, bronkiolus, dan paru-paru.

a. Saluran Nafas Bagian Atas

1) Hidung

Hidung atau naso adalah saluran pernafasan yang pertama. Ketika proses

pernafasan berlangsung, udara yang diinspirasi melalui rongga hidung akan

menjalani tiga proses yaitu penyaringan (filtrasi), penghangatan, dan pelembaban.

Hidung terdiri atas bagian- bagian sebagai berikut:

- Bagian luar dinding terdiri dari kulit.

- Lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan.

- Lapisan dalam terdiri dari selaput lender yang berlipat-lipat yang

dinamakan karang hidung ( konka nasalis ), yang berjumlah 3 buah yaitu: konka

nasalis inferior, konka nasalis media, dan konka nasalis superior.

• Diantara konka nasalis terdapat 3 buah lekukan meatus, yaitu: meatus

superior, meatus inferior dan meatus media. Meatus-meatus ini yang dilewati

oleh udara pernafasan , sebelah dalam terdapat lubang yang berhubungan dengan

tekak yang disebut koana.

• Dasar rongga hidung dibentuk oleh rahang atas ke atas rongga hidung

berhubungan dengan rongga yang disebut sinus paranasalis yaitu sinus

maksilaris pada rahang atas, sinus frontalis pada tulang dahi, sinus sfenoidalis

pada rongga tulang baji, dan sinus etmoidalis pada rongga tulang tapis.
• Pada sinus etmoidalis keluar ujung-ujung saraf penciuman yang menuju ke

konka nasalis . Pada konka nasalis terdapat sel-sel penciuman , sel tersebut

terutama terdapat pada di bagian atas. Pada hidung di bagian mukosa terdapat

serabut saraf atau reseptor dari saraf penciuman ( nervus olfaktorius ).

• Di sebelah konka bagian kiri kanan dan sebelah atas dari langit-langit

terdapat satu lubang pembuluh yang menghubungkan rongga tekak dengan

rongga pendengaran tengah . Saluran ini disebut tuba auditiva eustachi yang

menghubungkan telinga tengah dengan faring dan laring. Hidung juga

berhubungan dengan saluran air mata atau tuba lakrimalis.

• Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak

mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung. Lendir di sekresi secara

terus-menerus oleh sel-sel goblet yang melapisi permukaan mukosa hidung dan

bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan silia.

2) Faring

Merupakan pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai

persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid.

Nasofaring (terdapat pharyngeal tonsil dan Tuba Eustachius).

Nasofaring terletak tepat di belakang cavum nasi , di bawah basis crania dan

di depan vertebrae cervicalis I dan II. Nasofaring membuka bagian depan ke

dalam cavum nasi dan ke bawah ke dalam orofaring. Tuba eusthacius membuka

ke dalam didnding lateralnya pada setiap sisi. Pharyngeal tonsil (tonsil

nasofaring) adalah bantalan jaringan limfe pada dinding posteriosuperior

nasofaring.
- Orofaring

Merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring,terdapat pangkal lidah).

Orofaring adalah gabungan sistem respirasi dan pencernaan , makanan masuk

dari mulut dan udara masuk dari nasofaring dan paru.

- Laringofaring(terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan)

Laringofaring merupakan bagian dari faring yang terletak tepat di belakang

laring, dan dengan ujung atas esofagus.

3) Laring (tenggorok)

Saluran udara dan bertindak sebagai pembentuk suara. Pada bagian pangkal

ditutup oleh sebuanh empang tenggorok yang disebut epiglottis, yang terdiri dari

tulang-tulanng rawan yang berfungsi ketika menelan makanan dengan menutup

laring. Terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit,

glandula tyroidea, dan beberapa otot kecila, dan didepan laringofaring dan bagian

atas esopagus.

Cartilago / tulang rawan pada laring ada 5 buah, terdiri dari sebagai berikut:

- Cartilago thyroidea 1 buah di depan jakun ( Adam’s apple) dan sangat jelas

terlihat pada pria. Berbentuk V, dengan V menonjol kedepan leher sebagai

jakun. Ujung batas posterior diatas adalah cornu superior, penonjolan tempat

melekatnya ligamen thyrohyoideum, dan dibawah adalah cornu yang lebih

kecil tempat beratikulasi dengan bagian luar cartilago cricoidea.

- Cartilago epiglottis 1 buah. Cartilago yang berbentuk daun dan menonjol

keatas dibelakang dasar lidah. Epiglottis ini melekat pada bagian belakang V

cartilago thyroideum. Plica aryepiglottica, berjalan kebelakang dari bagian


samping epiglottis menuju cartilago arytenoidea, membentuk batas jalan

masuk laring.

- Cartilago cricoidea 1 buah yang berbentuk cincin. Cartilago berbentuk cincin

signet dengan bagian yang besar dibelakang. Terletak dibawah cartilago

tyroidea, dihubungkan dengan cartilago tersebut oleh membrane

cricotyroidea. Cornu inferior cartilago thyroidea berartikulasi dengan

cartilago tyroidea pada setiap sisi. Membrana cricottracheale menghubungkan

batas bawahnya dengan cincin trachea I.

- Cartilago arytenoidea 2 buah yang berbentuk beker. Dua cartilago kecil

berbentuk piramid yang terletak pada basis cartilago cricoidea. Plica vokalis

pada tiap sisi melekat dibagian posterio sudut piramid yang menonjol

kedepan

Laring dilapisi oleh selaput lender , kecuali pita suara dan bagian epiglottis

yang dilapisi olehsel epithelium berlapis.

b. Saluran Nafas Bagian Bawah

1) Trachea atau Batang tenggorok

Merupakan tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10 cm dengan lebar 2,5

cm. trachea berjalan dari cartilago cricoidea kebawah pada bagian depan leher

dan dibelakang manubrium sterni, berakhir setinggi angulus sternalis (taut

manubrium dengan corpus sterni) atau sampai kira-kira ketinggian vertebrata

torakalis kelima dan di tempat ini bercabang mcnjadi dua bronckus (bronchi).

Trachea tersusun atas 16 - 20 lingkaran tak- lengkap yang berupan cincin

tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi
lingkaran disebelah belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan

otot.

2) Bronchus

Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira

vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan

dilapisi oleh.jenis sel yang sama.

Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru.

Bronckus kanan lebih pendek dan lebih lebar, dan lebih vertikal daripada yang

kiri, sedikit lebih tinggi darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang

utama lewat di bawah arteri, disebut bronckus lobus bawah.

Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan

di bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa cabang yang

berjalan kelobus atas dan bawah.

Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus

lobaris dan kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus

menjadi bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi

bronkhiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung

alveoli (kantong udara).

Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih I mm. Bronkhiolus

tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos

sehingga ukurannya dapat berubah.


Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus terminalis

disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai

penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.

yaitu alveolus.

3) Paru-Paru

Merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri atas gelembung-

gelembung kecil ( alveoli ). Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri

dari bronkhiolus dan respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil

atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveoilis

dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, asinus atau.kadang

disebut lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar

20 kali percabangan mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus

dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.

Paru-paru dibagi menjadi dua bagian, yaitu paru-paru kanan yang terdiri dari

3 lobus ( lobus pulmo dekstra superior, lobus pulmo dekstra media, lobus pulmo

dekstra inferior) dan paru-paru kiri yang terdiri dari 2 lobus ( lobus sinistra

superior dan lobus sinistra inferior).

Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang lebih kecil yang bernama segmen.

Paru-paru kiri memiliki 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior dan

lima lobus inferior. Paru-paru kiri juga memiliki 10 segmen, yaitu 5 buah segmen

pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus medialis, dan 3 segmen pada

lobus inferior. Tiap-tiap segmen masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang

bernama lobulus.
Letak paru-paru di rongga dada datarnya menghadap ke tengah rongga dada /

kavum mediastinum.. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hilus.

Pada mediastinum depan terletak jantung.

Paru-paru dibungkus oleh selapus tipis yang pernama pleura . Pleura dibagi

menjadi dua yaitu pleura visceral ( selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru

yang langsung membungkus paru-paru dan pleura parietal yaitu selaput yang

melapisi rongga dada sebelah luar. Antara kedua lapisan ini terdapat rongga

kavum yang disebut kavum pleura. Pada keadaan normal, kavum pleura ini

vakum/ hampa udara.

- Suplai Darah

Setiap arteria pulmonalis, membawa darah deoksigenasi dari ventrikel kanan

jantung, memecah bersama dengan setiap bronkus menjadi cabang-cabang untuk

lobus, segmen dan lobules. Cabang-cabang terminal berakhir dalam sebuah

jaringan kapiler pada permukaan setiap alveolus. Jaringan kapiler ini mengalir ke

dalam vena yang secara progresif makin besar, yang akhirnya membentuk vena

pulmonalis, dua pada setiap sisi, yang dilalui oleh darah yang teroksigenasi ke

dalam atrium kiri jantung. Artheria bronchiale yang lebih kecil dari aorta

menyuplai jaringan paru dengan darah yang teoksigenasi.

2. Fisiologi Sistem Pernafasan

Respirasi dibagi menjadi 2 bagian , yaitu respirasi eksternal dimana proses

pertukaran O2 & CO2 ke dan dari paru ke dalam O2 masuk ke dalam darah dan

CO2 + H2O masuk ke paru paru darah. kemudian dikeluarkan dari tubuh dan
respirasi internal/respirasi sel dimana proses pertukaran O2 & peristiwaCO2 di

tingkat sel biokimiawi untuk proses kehidupan.

Proses pernafasan terdiri dari 2 bagian, yaitu sebagai berikut :

- Ventilasi pulmonal yaitu masuk dan keluarnya aliran udara antara atmosfir dan

alveoli paru yang terjadi melalui proses bernafas (inspirasi dan ekspirasi)

sehingga terjadi disfusi gas (oksigen dan karbondioksida) antara alveoli dan

kapiler pulmonal serta ransport O2 & CO2 melalui darah ke dan dari sel

jaringan.

- Mekanik pernafasan

Masuk dan keluarnya udara dari atmosfir ke dalam paru-paru dimungkinkan

olen peristiwa mekanik pernafasan yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi (inhalasi)

adalah masuknya O2 dari atmosfir & CO2 ke dlm jalan nafas.

Dalam inspirasi pernafasan perut, otot difragma akan berkontraksi dan kubah

difragma turun ( posisi diafragma datar ), selanjutnya ruang otot intercostalis

externa menarik dinding dada agak keluar, sehingga volume paru-paru membesar,

tekanan dalam paru-paru akan menurun dan lebih rendah dari lingkungan luar

sehingga udara dari luar akan masuk ke dalam paru-paru. Ekspirasi (exhalasi)

adalah keluarnya CO2 dari paru ke atmosfir melalui jalan nafas. Apabila terjadi

pernafasan perut, otot difragma naik kembali ke posisi semula ( melengkung ) dan

muskulus intercotalis interna relaksasi. Akibatnya tekanan dan ruang didalam


dada mengecil sehingga dinding dada masuk ke dalam udara keluar dari paru-

paru karena tekanan paru-paru meningkat.

a. Transportasi gas pernafasan

1) Ventilasi

Selama inspirasi udara mengalir dari atmosfir ke alveoli. Selama ekspirasi

sebaliknya yaitu udara keluar dari paru-paru. Udara yg masuk ke dalam alveoli

mempunyai suhu dan kelembaban atmosfir. Udara yg dihembuskan jenuh dengan

uap air dan mempunyai suhu sama dengan tubuh.

2) Difusi

Yaitu proses dimana terjadi pertukaran O2 dan CO2 pada pertemuan udara

dengan darah. Tempat difusi yg ideal yaitu di membran alveolar-kapilar karena

permukaannya luas dan tipis. Pertukaran gas antara alveoli dan darah terjadi secara

difusi. Tekanan parsial O2 (PaO2) dalam alveolus lebih tinggi dari pada dalam

darah O2 dari alveolus ke dalam darah.

Sebaliknya (PaCO2) darah > (PaCO2) alveolus sehingga perpindahan gas

tergantung pada luas permukaan dan ketebalan dinding alveolus. Transportasi gas

dalam darah O2 perlu ditrasport dari paru-paru ke jaringan dan CO2 harus

ditransport kembali dari jaringan ke paru-paru. Beberapa faktor yg mempengaruhi

dari paru ke jaringan , yaitu:

- Cardiac out put.


- Jumlah eritrosit.

- Exercise

- Hematokrot darah, akan meningkatkan vikositas darah mengurangi transport

O2 menurunkan CO.

3) Perfusi pulmonal

Merupakan aliran darah aktual melalui sirkulasi pulmonal dimana O2 diangkut

dalam darah membentuk ikatan (oksi Hb) / Oksihaemoglobin (98,5%) sedangkan

dalam eritrosit bergabung dgn Hb dalam plasma sbg O2 yg larut dlm plasma

(1,5%). CO2 dalam darah ditrasportasikan sebagai bikarbonat, alam eritosit

sebagai natrium bikarbonat, dalam plasma sebagai kalium bikarbonat , dalam

larutan bergabung dengan Hb dan protein plasma. C02 larut dalam plasma sebesar

5 – 7 % , HbNHCO3 Carbamoni Hb (carbamate) sebesar 15 – 20 % , Hb + CO2

HbC0 bikarbonat sebesar 60 – 80% .

a) Pengukuran volume paru

Fungsi paru, yg mencerminkan mekanisme ventilasi disebut volume paru dan

kapasitas paru. Volume paru dibagi menjadi :

- Volume tidal (TV) yaitu volume udara yang dihirup dan dihembuskan setiap

kali bernafas.

- Volume cadangan inspirasi (IRV) , yaitu volume udara maksimal yg dapat

dihirup setelah inhalasi normal.

- Volume Cadangan Ekspirasi (ERV), volume udara maksimal yang dapat

dihembuskan dengan kuat setelah exhalasi normal.


- Volume residual (RV) volume udara yg tersisa dalam paru-paru setelah

ekhalasi maksimal.

b) Kapasitas Paru

- Kapasitas vital (VC), volume udara maksimal dari poin inspirasi maksimal.

- Kapasitas inspirasi (IC) Volume udara maksimal yg dihirup setelah ekspirasi

normal.

- Kapasitas residual fungsiunal (FRC), volume udara yang tersisa dalam paru-

paru setelah ekspirasi normal.

- Kapasitas total paru (TLC) volume udara dalam paru setelah inspirasi

maksimal.

c) Pengaturan pernafasan

Sistem kendali memiliki 2 mekanismne saraf yang terpisah yang mengatur

pernafasan. Satu system berperan mengatur pernafasan volunter dan system yang

lain berperan mengatur pernafasan otomatis.

- Pengendalian Oleh saraf Pusat ritminitas di medula oblongata langsung

mengatur otot otot pernafasan. Aktivitas medulla dipengaruhi pusat

apneuistik dan pnemotaksis. Kesadaran bernafas dikontrol oleh korteks

serebri. Pusat Respirasi terdapat pada Medullary Rhythmicity Area yaitu area

inspirasi & ekspirasi, mengatur ritme dasar respirasi , Pneumotaxic Area

terletak di bagian atas pons dan berfungsi untuk membantu koordinasi transisi

antara inspirasi & ekspirasi, mengirim impuls inhibisi ke area inspirasi paru-

paru terlalu mengembang, dan Apneustic Area yang berfungsi membantu


koordinasi transisi antara inspirasi & ekspirasi dan mengirim impuls ekshibisi

ke area inspirasi.

- Pengendalian secara kimia pernafasan dipengaruhi oleh : PaO2, pH, dan

PaCO2. Pusat khemoreseptor : medula, bersepon terhadap perubahan kimia

pd CSF akibat perub kimia dalam darah. Kemoreseptor perifer : pada arkus

aortik dan arteri karotis

B. Definisi

Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran napas

atau epitel bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan sel yang

tidak normal, tidak terbatas, dan merusak sel-sel jaringan yang normal. Proses

keganasan pada epitel bronkus didahului oleh masa pra kanker. Perubahan

pertama yang terjadi pada masa prakanker disebut metaplasia skuamosa yang

ditandai dengan perubahan bentuk epitel dan menghilangnya silia (Robbin &

Kumar, 2007).

Kanker paru merupakan abnormalitas dari sel – sel yang mengalami

proliferasidalam paru (Underwood, Patologi, 2000). Kanker paru-paru adalah

pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali dalm jaringan paru-paru dapat

disebabkan oleh sejumlah karsinogen, lingkungan, terutama asap rokok ( Suryo,

2010).

C. Etiologi dan Faktor Resiko


Seperti umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker paru

belum diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat

karsinogenik merupakan faktor penyebab utama disamping adanya faktor lain

seperti kekebalan tubuh, genetik, dan lain-lain (Amin, 2006).

1. Merokok

Menurut Van Houtte, merokok merupakan faktor yang berperan paling

penting, yaitu 85% dari seluruh kasus ( Wilson, 2005). Rokok mengandung lebih

dari 4000 bahan kimia, diantaranya telah diidentifikasi dapat menyebabkan

kanker. Kejadian kanker paru pada perokok dipengaruhi oleh usia mulai

merokok, jumlah batang rokok yang diisap setiap hari, lamanya kebiasaan

merokok, dan lamanya berhenti merokok (Stoppler,2010).

2. Perokok pasif

Semakin banyak orang yang tertarik dengan hubungan antara perokok pasif,

atau mengisap asap rokok yang ditemukan oleh orang lain di dalam ruang

tertutup, dengan risiko terjadinya kanker paru. Beberapa penelitian telah

menunjukkan bahwa pada orang-orang yang tidak merokok, tetapi mengisap asap

dari orang lain, risiko mendapat kanker paru meningkat dua kali (Wilson, 2005).

3. Polusi udara

Kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara, tetapi

pengaruhnya kecil bila dibandingkan dengan merokok kretek. Kematian akibat

kanker paru jumlahnya dua kali lebih banyak di daerah perkotaan dibandingkan

dengan daerah pedesaan. Bukti statistik juga menyatakan bahwa penyakit ini lebih
sering ditemukan pada masyarakat dengan kelas tingkat sosial ekonomi yang

paling rendah dan berkurang pada mereka dengan kelas yang lebih tinggi. Hal ini,

sebagian dapat dijelaskan dari kenyataan bahwa kelompok sosial ekonomi yang

lebih rendah cenderung hidup lebih dekat dengan tempat pekerjaan mereka,

tempat udara kemungkinan besar lebih tercemar oleh polusi. Suatu karsinogen

yang ditemukan dalam udara polusi (juga ditemukan pada asap rokok) adalah 3,4

benzpiren (Wilson, 2005).

4. Paparan zat karsinogen

Beberapa zat karsinogen seperti asbestos, uranium, radon, arsen, kromium,

nikel, polisiklik hidrokarbon, dan vinil klorida dapat menyebabkan kanker paru

(Amin, 2006). Risiko kanker paru di antara pekerja yang menangani asbes kira-

kira sepuluh kali lebih besar daripada masyarakat umum. Risiko kanker paru baik

akibat kontak dengan asbes maupun uranium meningkat kalau orang tersebut juga

merokok.

5. Diet

Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap

betakarotene, selenium, dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko terkena

kanker paru (Amin, 2006).

6. Genetik

Terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru berisiko lebih

besar terkena penyakit ini. Penelitian sitogenik dan genetik molekuler

memperlihatkan bahwa mutasi pada protoonkogen dan gen-gen penekan tumor

memiliki arti penting dalam timbul dan berkembangnya kanker paru. Tujuan
khususnya adalah pengaktifan onkogen (termasuk juga gen-gen K-ras dan myc),

dan menonaktifkan gen-gen penekan tumor (termasuk gen rb, p53, dan CDKN2)

(Wilson, 2005).

7. Penyakit paru

Penyakit paru seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik juga

dapat menjadi risiko kanker paru. Seseorang dengan penyakit paru obstruktif

kronik berisiko empat sampai enam kali lebih besar terkena kanker paru ketika

efek dari merokok dihilangkan (Stoppler, 2010).

8. Faktor Risiko Kanker Paru

- Laki-laki

- Usia lebih dari 40 tahun

- Pengguna tembakau (perokok putih, kretek atau cerutu)

- Hidup atau kontal erat dengan lingkungan asap tembakau (perokok pasif)

- Radon dan asbes

- Lingkungan industri tertentu

- Zat kimia, seperti arsenic

- Beberapa zat kimia organic

- Radiasi dari pekerjaan, obat-obatan, lingkungan

- Polusi udara

- Kekurangan vitamin A dan C


D. Klasifikasi Kanker Paru

Kanker paru dibagi menjadi kanker paru sel kecil (small cell lung cancer,

SCLC) dan kanker paru sel tidak kecil (non-small lung cancer, NSCLC).

Klasifikasi ini digunakan untuk menentukan terapi. Termasuk didalam golongan

kanker paru sel tidak kecil adalah epidermoid, adenokarsinoma, tipe-tipe sel besar,

atau campuran dari ketiganya.

1. Karsinoma sel skuamosa (epidermoid)

Merupakan tipe histologik kanker paru yang paling sering ditemukan, berasal

dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel termasuk metaplasia, atau

displasia akibat merokok jangka panjang, secara khas mendahului timbulnya

tumor. Karsinoma sel skuamosa biasanya terletak sentral di sekitar hilus, dan

menonjol ke dalam bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui beberapa

sentimeter dan cenderung menyebar secara langsung ke kelenjar getah bening

hilus, dinding dada, dan mediastinum. Karsinoma ini lebih sering pada laki-laki

daripada perempuan (Wilson, 2005).

2. Adenokarsinoma

Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat

mengandung mukus. Kebanyakan jenis tumor ini timbul di bagian perifer segmen

bronkus dan kadang-kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut lokal pada paru

dan fibrosis interstisial kronik. Lesi sering kali meluas ke pembuluh darah dan

limfe pada stadium dini dan sering bermetastasis jauh sebelum lesi primer

menyebabkan gejala-gejala.

3. Karsinoma bronkoalveolus
Dimasukkan sebagai subtipe adenokarsinoma dalam klasifikasi terbaru tumor

paru dari WHO. Karsinoma ini adalah sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi

sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-macam.

Sel-sel ini cenderung timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan

penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat-tempat yang jauh.

4. Karsinoma sel kecil

Umumnya tampak sebagai massa abu-abu pucat yang terletak di sentral

dengan perluasan ke dalam parenkim paru dan keterlibatan dini kelenjar getah

bening hilus dan mediastinum. Kanker ini terdiri atas sel tumor dengan bentuk

bulat hingga lonjong, sedikit sitoplasma, dan kromatin granular. Gambaran

mitotik sering ditemukan. Biasanya ditemukan nekrosis dan mungkin luas. Sel

tumor sangat rapuh dan sering memperlihatkan fragmentasi dan “crush artifact”

pada sediaan biopsi. Gambaran lain pada karsinoma sel kecil, yang paling jelas

pada pemeriksaan sitologik, adalah berlipatnya nukleus akibat letak sel tumor

dengan sedikit sitoplasma yang saling berdekatan (Kumar, 2007).

5. Karsinoma sel besar

Adalah sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan

sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-macam. Sel-sel ini cenderung

timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan

cepat ke tempat-tempat yang jauh (Wilson, 2005).

Bentuk lain dari kanker paru primer adalah adenoma, sarkoma, dan

mesotelioma bronkus. Walaupun jarang, tumor-tumor ini penting karena dapat

menyerupai karsinoma bronkogenik dan mengancam jiwa.


E. Gambaran Klinis

Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-gejala

klinis. Bila sudah menampakkan gejala berarti psien dalam stadium lanjut.

Gejala-gejala dapat bersifat :

1. Lokal (tumor setempat)

- Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis

- Hemoptisis

- Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran napas

- Kadang terdapat kavitas seperti abses paru

- Aelektasis

2. Invasi local :

- Nyeri dada

- Dispnea karena efusi pleura

- Invasi ke pericardium terjadi temponade atau aritmia

- Sindrom vena cava superior

- Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)

- Suara sesak, karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent

- Syndrome Pancoasta karena invasi pada pleksus brakialis dan saraf simpatis

servikalis

3. Gejala penyakit metastasis :


- Pada otak, tulang, hati, adrenal

- Limfadenopati servikal dan supraklavikula (sering menyertai metastasis

- Sindrom Paraneoplastik : Terdapat pada 10% kanker paru, dengan gejala

- Sistemik : penurunan berat badan, anoreksia, demam

- Hematologi : leukositosis, anemia, hiperkoagulasi

- Hipertrofi : osteoartropati

- Neurologic : dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer

- Neuromiopati

- Endokrin : sekresi berlebihan hormone paratiroid (hiperkalsemia)

- Dermatologi : eritema multiform, hyperkeratosis, jari tabuh

- Renal : syndrome of inappropriate andiuretic hormone (SIADH)

4. Asimtomatik dengan kelainan radiologist :

- Sering terdapat pada perokok dengan PPOK/COPD yang terdeteksi secara

radiologis

- Kelainan berupa nodul soliter

F. Manifestasi Klinis

Gejala-gejala kanker paru yaitu:

1. Gejala awal. Stridor lokal dan dispnea ringan yang mungkin disebabkan oleh

obstruksi pada bronkus.

2. Gejala umum.

a. Batuk : Kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh massa tumor.

Batuk mulai sebagai batuk kering tanpa membentuk sputum, tetapi berkembang
sampai titik dimana dibentuk sputum yang kental dan purulen dalam berespon

terhadap infeksi sekunder.

b. Hemoptisis : Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan

tumor yang mengalami ulserasi.

c. Anoreksia, lelah, berkurangnya berat badan.

G. Patofisiologi

Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus

menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan

karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan

metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh

metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul efusi

pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra. Lesi yang

letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini

menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di

bagian distal. Gejala – gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis,

dispneu, demam, dan dingin.Wheezing unilateral dapat terdengan pada

auskultasi. Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan

adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke

struktur – struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium,

otak, tulang rangka.

H. Tingkatan Kanker Paru


Tingkatan (staging) Kanker paru ditentukan oleh tumor (T), keterlibatan

kalenjer getah bening (N) dan penyebaran jauh (M). Beberapa pemeriksaan

tambahan harus dilakukan dokter spesialis paru untuk menentukan staging

penyakit. Pada pertemuan pertama akan dilakukan foto toraks (poto polos dada).

Jika pasien membawa foto yang lebih dari 1 minggu pada umumnya akan dibuat

foto yang baru. Foto toraks hanya dapat menentukan lokasi tumor, ukuran tumor,

dan ada tidaknya cairan. Foto toraks belum dapat dirasakan cukup karena tidak

dapat menentukan keterlibatan kalenjer getah bening dan metastasis luar paru.

Bahkan pada beberapa kondisi misalnya volume cairan yang bnayak, paru kolaps,

bagian luas yang menutup tumor, dapat memungkinkan pada foto tidak terlihat.

Sama seperti pada pencarian jenis histologis Kanker, pemeriksaan untuk

menentukan staging juga tidak harus sama pada semua pasien tetapi masing-

masing pasien mempunyai prioritas pemeriksaan yang berbeda yang harus segera

dilakukan dan tergantung kondisinya pada saat datang.

1. Staging (Penderajatan atau Tingkatan) Kanker Paru

Staging kanker paru dibagi berdasarkan jenis histologis Kanker paru, apakah

SLCC atau NSLCC. Tahapan ini penting untuk menentukan pilihan terapi yang

harus segera diberikan pada pasien. Staging berdasarkan ukuran dan lokasi :

tumor primer, keterlibatan organ dalam dada/ dinding dada (T), penyebaran

kalenjer getah bening (N), atau penyebaran jauh (M).

Tahapan perkembangan kanker paru dibedakan menjadi 2, yaitu :

a. Tahapan kanker paru jenis karsinoma sel kecil (SLCC)

1) Tahap terbatas
Yaitu Kanker yang hanya ditemukan pada satu bagian paru-paru saja dan pada

jaringan disekitanya.

2) Tahap ekstensif

Yaitu Kanker yang ditemukan pada jaringan dada diluar paru-paru tempat

asalnya, atau Kanker yang ditemukan pada organ-organ tubuh jauh.

b. Tahap Kanker Paru Jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil (NSLCC)

1) Tahap tersembunyi

Merupakan tahap ditemukannya sel Kanker pada dahak (sputum) pasien dalam

sampel air saat bronkoskopi, tetapi tidak terlihat adanya tumor diparu-paru.

2) Stadium 0

Merupakan tahap ditemukannya sel-sel Kanker hanya pada lapisan terdalam

paru-paru dan tidak bersifat invasif.

3) Stadium I

Merupakan tahap Kanker yang hanya ditemukan pada paru-paru dan belum

menyebar ke kalenjer getah bening sekitarnya.

4) Stadium II

Merupakan tahap Kanker yang ditemukan pada paru-paru dan kalenjer getah

bening di dekatnya.

5) Stadium III

Merupakan tahap Kanker yang telah menyebar ke daerah disekitarnya, seperti

dinding dada, diafragma, pembuluh besar atau kalenjer getah bening di sisi yang

sama ataupun sisi berlawanan dari tumor tersebut.


6) Stadium IV

Merupakan tahap Kanker yang ditemukan lebih dari satu lobus paru-paru yang

sama, atau di paru-paru yang lain. Sel –sel Kanker telah menyebar juga ke organ

tubuh lainnya, misalnya ke otak, kalenjer adrenalin , hati dan tulang.

I. Pemeriksaan Diagnostik

1. Radiologi.

- Foto thorax posterior – anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada.

Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya

kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat menyatakan

massa udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis erosi tulang rusuk atau

vertebra.

- Bronkhografi.

Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.

2. Laboratorium.

- Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).

Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.

- Pemeriksaan fungsi paru dan GDA

Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan ventilasi.

- Tes kulit, jumlah absolute limfosit.

Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada kanker

paru).
3. Histopatologi.

- Bronkoskopi.

Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi lesi

(besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).

- Biopsi Trans Torakal (TTB).

Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran < 2

cm, sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %.

- Torakoskopi.

Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara

torakoskopi.

- Mediastinosopi.

Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang terlibat.

- Torakotomi.

Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam – macam

prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor.

4. Pencitraan.

- CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura.

- MR
J. Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan kanker dapat berupa :

1. Kuratif

Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup

klien.

2. Paliatif.

Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.

3. Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal.

Mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun

keluarga.

4. Supotif.

Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia pemberian nutrisi,

tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti infeksi. (Ilmu

Penyakit Dalam, 2001 dan Doenges, rencana Asuhan Keperawatan, 2000)

5. Pembedahan.

Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain, untuk

mengankat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan sebanyak

mungkin fungsi paru –paru yang tidak terkena kanker.

6. Toraktomi eksplorasi.

Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks khususnya

karsinoma, untuk melakukan biopsy.


7. Pneumonektomi (pengangkatan paru).

Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua lesi bisa

diangkat.

8. Lobektomi (pengangkatan lobus paru).

Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb atau

bula emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak tuberkulois.

9. Resesi segmental.

Merupakan pengankatan satau atau lebih segmen paru.

10. Resesi baji.

Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit peradangan

yang terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari permukaan paru – paru

berbentuk baji (potongan es).

11. Dekortikasi.

Merupakan pengangkatan bahan – bahan fibrin dari pleura viscelaris)

12. Radiasi

Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif dan bisa

juga sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan komplikasi, seperti

mengurangi efek obstruksi/ penekanan terhadap pembuluh darah/ bronkus.

13. Kemoterafi.
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk

menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasi luas serta

untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.

K. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Pemeriksaan Fisik

1) Inspeksi

Secara umum biasanya, klien tampak kurus, tampak batuk, dengan/ tanpa

produksi secret. Pergerakan dada bisa asimetris apabila terjadi komplikasi efusi

pleura dengan hemoragi. Gejala – gejala umum seperti anoreksia, lelah, dan

berkurangnya berat badan merupakan gejala lanjutan.

2) Palpasi

Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya menurun.

3) Perkusi

Pada perkusi, didapatkan suara normal sampai hipersonor.

4) Auskultasi

Didapatkan bunyi stridor lokal, wheezing unilateral didapatkan apabila karsinoma

melibatkan penyempitan bronkus dan ini merupakan tanda khas pada tumor

bronchus. Penyebaran lokal tumor ke struktur mediastinum dapat menimbulkan

suara serak akibat terserangnya saraf rekuren, terjadi disfagia akibat keterlibatan

esofagus, dan paralysis hemidiafragma akibat keterlibatan saraf frenikus.

b. Keluhan Utama
Keluhan utama biasanya bervariasi seperti keluhan batuk, batuk produktif, batuk

darah dan sesak nafas.

c. Riwayat penyakit sekarang

Riwayat penyakit saat ini biasanya keluhan hampir sama dengan jenis

penyakit paru yang lainnya dan tidak mempunyi awitan (onset) yang khas. Batuk

merupakan gejala umum yang sering kali diabaikan oleh klien atau dianggap

sebagai akibat dari merokok atau bronchitis. Bila karsinoma bronchus

berkembang pada klien dengan bronchitis kronis, batuk akan timbul lebih sering

dan volume sputum bertambah.

d. Riwayat penyakit keluarga

Terdapat juga bukti bahwa anggota keluarga dari klien dengan Ca paru

beresiko lebih besar mengalami penyakit ini, walaupun masih belum dipastikan

apakah hal ini benar – benar karena faktor herediter atau karena faktor familial.

e. Pengkajian pola Gordon

1) Persepsi – manajemen kesehatan

Tingkat pengetahuan pasien tentang Ca Paru

2) Nutrisi

Kebiasaan diet buruk, anoreksia, mual muntah, perubahan pada berat badan,

edema wajah atau leher, dada, punggung, glukosa dalam urin.

3) Eliminasi

Diare yang hilang timbul, peningkatan jumlah atau frekuensi urin.


4) Aktifitas dan latihan

Kelemahan, ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan rutin, dispneu karena

aktifitas, takikardia dan distritmia, obstruksi JVP.

5) Reproduksi

Perubahan hormon neoplastik, karsinoma sel besar. Amenorea impoten.

6) Istirahat dan tidur

Insomnia

7) Kognitif sensori

- Nyeri dada dimana dapat/tidak dapat dipengaruhi dengan merubah posisi

- Nyeri bahu/tangan

- Nyeri tulang/sendi

- Nyeri abdomen hilang timbul

8) Konsep diri

Menolak kondisi yang berat/ potensial keganasan.

9) Mekanisme koping

Perasaan takut dan gelisah

10) Hubungan peran

Kelemahan/ ketidakadekuatan sistem pendukung

11) Nilai kepercayaan

Kegiatan beribadah saat pasien sakit.

2. Diagnosa keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif, b/d peningkatan jumlah/perubahan

mukus /viskositas sekret, keterbatasan gerakan dada, /nyeri,

kelemahan,kelelahan.

b. Nyeri akut b/d invasi kanker ke pleura, dinding dada.

c. Pola pernafasan tidak efektif b/d obstruksi trakeobronkialoleh sekret,

perdarahan aktif, penurunan ekspansi paru, proses inflamsi.

d. Kerusakan pertukaran gas b/d gangguan aliran udara ke alveoli atau ke

bagian utama paru, perubahan membran alveoli ( atelektasis , edema paru ,

efusi, sekeresi berlebihan,/perdarahan aktif.

e. Ansietas b/d ketakutan /ancaman akan kematian , tindakan diagnostik,

penyakit kronis.

f. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake inadekuat, peningkatan

metabolisme, proses keganasan.

g. Gangguan body image b/d perubahan struktur tubuh.

3. Intervensi

Diagnosa Tujuan-Kriteria Intervensi Rasional


Bersihan Bersihan jalan 1. Auskultasi bunyi Pernafasan bising,
Jalan nafas nafas efektif. dada, untuk karakter ronki, mengi
tidak efektif Kriteria ; bunyi nafas dan menunjukan
b/d a. Menunjukan adanya sekret. tertahannya
peninjkatan potensi jalan sekret/obstruksi jalan
jumlah/visko nafas. nafas
sitas sekret, b. Cairan 2. Bantu untuk nafas Posisi duduk
keterbatasan sekret dalam efektif memungkinkan
gerakan mudah anjurkan batuk ekspansi paru maksinal,
dada/nyeri, dikeluarkan/ dengan posisi upaya batuk untuk
kelemahan/k dibatukan. duduk. membuang sekret..
elelahan. c. Bunyi nafas 3. Observasi jumlah Perubahan sekret
jelas. dan karakter menunjukan
d. Whezing(-)/ sputum/aspirasi progresifitas penyakit.
berkurang sekret.
4. Lakukan Penghisapan dapat
penghisapan dengan merangsang batuk
menggunakan efektif.
suction. Bila klien
tidak dapat batuk.
5. Dorong masukan Hidrasio adekuat untuk
cairan/oral mempertahankan sekret
sedikitnya 2500 hilang/peningkatan
CC/hari dalam pengeluaran.
toleransi jantung.
6. Kolaborasi : Memudahkan
Berikan/bantu pembuangan sekret.
dengan IPBB ,
spirometri, meniup
botol
7. Gunakan oksigen Memberikan hidrasi
humidifikasi/nebuli maksimal/pengenceran
zer ultrasonik . sekret untuk
Berikan cairan meningkatkan
tambahan melalui pengeluaran
IV sesuai indikasi.
8. Berikan Menghilangkan spasme
bronkodilator, bronkus untuk
ekspektoran, atau memperbaiki aliran
analgetik sesuai udara. Ekspektoiran
indikasi. meningkatkan produksi
mu.kus untuk
mengencerkan sekret.
Kerusakan Pertukaran gas Catat frekluensi dan Takhi[pnoe dan dispnoe
pertukaran efektif. kedalaman pernafasan , menyertai obstruksi
gas b/d gg. Kriteria : penggunaan otot bantu paru.
Aliran udata GDA dalam dan nafas bibir.
ke alveoli, batas normal,. Auskultasi paru untuk Area yang tak
perubahan Mebubjukan penurunan bunyi nafas terventilasi dapat
membran ventilasi adekuat dan adanya bunyi diidentifikasikan
alveolar Menunjukan tambahan krekels. dengan tak adanya
kapiler oksigenasi bunyi nafas.
( atelektasis, adekuat. Observasi ferfusi Menunjukan
oedema paru, Menunjukan daerah akral dan hipoksemia sistemik.
efusi, sekresi perbaikan sianosis ( daun telinga,
berlebihan, distress bibir, lidah dan
perdarahan pernafasan. membran lidah )
aktif ) Lakukan tindakan untuk Jalan nafas
memperbaiki jalan lengket/kolaps
nafas. menurunkan jumlah
alveoli yang berfungsi
Secara negatif
mempengaruhi
pertukaran gas.
Tinggikan Meningkatkan ekspansi
kepala/tempat tidur dada maksimal,
sesuai dengan membuat mudah
kebutuhan. bernafas meningkatkan
kenyamanan.
Awasi tanda vital Tahkikardi/takhipnoe,
dan perubahan pada
TD. Terjadi seirng
dengan perubahan
asidosis.
Kaji tingkat kesadaran Hipoksemia sistemik
dapat ditunjukan
pertamakali oleh
gelisah dan rangsang
disertai penurunan
kesadaran.
Kaji toleransi aktivitas. Hipoksemia
menurunkan
kemampuan untuk
berpartisipasi dalam
aktivitas tanpa dispnoea
berat, takikardia dan
disritmia.
Kolaborasi:
Awasi seri GDA. Hipoksemia ada pada
berbagai
derajattergantung pada
jumlah obstruksi jalan
nafas.
Berikan oksigen dengan Memaksimalkan
metoda yang tepat. sediaan oksigen untuk
pertukaran gas .
Pola nafas Pola nafas Kaji frekuensi , Kedalamam pernafasan
tidak efektif efektif. kedalaman pernafasan bervariasi tergantung
b/d obstruksi Kriteria : dan ekspansi dada., derajat gagal nafas.,
trakeobronki Frekuensi nafas catat upaya pernafasan ( ekspansi pada terbatas
al oleh dalam rentang penggunaan otot bantu terjadi pada atelektasis.
bekuan normal pernafasan )
darah, sekret Suara paru jelas Auskultasi bunyi nafas, Perubahan bunyi nafas
banyak ,pera dan bersih. dan catat adanya bunyi menunjukan obstruksi
darahan Berpartisipasi nafas. sekunder.
aktif, dalam aktivitas. Observasi pola batuk Kongesti alveolar
penurunan dan karakter sekret mengakibatkan batuk
ekspansi kering/iritatif
paru, proses Dorong dalam nafas Meningktkan
inflamsi. dalam.dan latihan banyaknya sputum.
batuk.
Kolaborasi:
Berikan oksigen Memaksimalkan
tambahan. pernafasan dan
menurunkan kerja
nafas.
Berikan humidifikasi Memberikan
tambahan. kelembaban pada
membran mukosa dan
membantu pengenceran
sekret.
Bantu fisioterapi dada. Memudahkan upaya
pernafasan dalam.
Meningktkan drainase
sekret.
Siapkan/bantu Kadang=kadang
bronkoskopi berguna untuk
membuang bekuan
darah, sekret serta
membersihkan jalan
nafas.
Nyeri b/d. Nyeri hilang/ Tanyakan pasien Membantu dalam
invasi kanker berkurang tentang nyeri, Tentukan evaluasi gejala nyeri
ke pleura, Kriteria karaktersitik nyeri kanker yang dapat
atau dinding :Klien nampak melibatkan visera, saraf
dada. rileks. atau jaringan tulang
Kliuen dapat Kaji pernyataan verbal Ketidaksesuaian antara
tidur. dan non verbal nyeri verbal dan non verbal
Berpartisi dalam pasien. menunjukan.derajat
aktivitas. nyeri
Evaluasi keefektifan Memberikan obat
pemberian obat berdasarkan aturan.
Berikan tindakan Meningkatkan relaksasi
kenyamanan, ubah dan pengalihan
posisi, pijatan perhatian..
punggung dll.
Berikan lingkungan Penurunan stress,
tenang. menghemat energi
Kolaborasi: Berikan Mempertahankan kadar
analgesik rutin s/d obat, menghindari
indikasi.. puncak periode nyeri..
Ansietas b/d Ansietas hilang/ Evaluasi tingkat Pemahaman persepsi
ancaman berkurang pemahaman melibatkan susunan
kematian, Kriteria pasien/orang terdekat tekanan perawatan
proses Klien tampak tentang diagnosa. individu dan
keganasan, rileks memberikan informasi.
Klien dapat Akui rasa takut, Memberi waktu untuk
beristirahat. masalah pasien, dan mengidentifikasi
Dapat dorong perasaan.
bekerjasama mengekspresikan
dalam terapi.: perasaan.
Kolaborasi :
Libatkan pasien/orang Dapat memperbaiki
terdekat dalam perasaan kontrol.
perencanaan
keperawatan

Nutrisi Nutrisi Catat ststus nutrisi Berguna dalam


kurang dari terpenuhi. pasien pada mengidentifikasi derajat
kebutuhan Kriteria : penerimaan, catat kurang nutrisi dan
tubuh b/d Menunjukan turgor kulit, berat badan menentukan pilihan
intake perubahan dan derajat kekurangan intervensi.
kurang, beratbadan. berat badan
peningkatan Menunjukan Pastikan pola diet Pertimbangan
metabolisme, perubahan pola pasien yang keinginan individu
proses makan. disukai/tidak disukai dapat memperbaiki
keganasan. Hb. Albumin masukan diet.
dalam rentang Awasi Mengukur kefektifan
normal. pemasukan/pengeluaran nutrisi dan dukungan
dan berat badan secara cairan.
periodik
Selidiki mual, muntah, Mencari pemecahan
anoreksia dan catat masalah, untuk
kemungkinan meningkatkan
hubungannya dengan pemasukan nutrien.
obat
Berikan periode Membantu menghemat
istirahat sering. energi., khususnya bila
kebutuhan metabolik
meningkat
Berikan perawatan Menurunkan perasaan
mulut, sebelum dan tak enak, bekas sputum,
sesudah tindakan obatmerangsang pusat
pernafasan. muntah..
Berikan Diet TKTP. Memaksimalkan
masukan nutrisi..
Kolaborasi :
Rujuk ke ahli diet
Awasi pemeriksaan lab. Nilai rendah
( BUN, protein serum, menunjukan malnutrisi
albumin Hb.)
Bila perlu berikan Meningkatkan masukan
nutrisi parenteral. . nutrisi adekuat.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TN. D DENGAN


DIAGNOSA MEDIA CA PARU DI RUANG INTENSIF CARE
UNIT RUMAH SAKIT AL ISLAM BANDUNG

A. PENGKAJIAN

1. Identitas Pasien

Nama pasien : Tn. D

Tanggal lahir : 23 – 09 - 1954

Jenis kelamin : laki – laki

Pendidikan : S3

Pekerjaan : tidak bekerja

No RM : 384513

Alamat : Terusan Cikutra Baru No. 11

Tanggal masuk ICU : 18 – 02 - 2018

Tanggal Pengkajian : 01 – 03 - 2018

Sumber data : keluarga, rekam medik


Penanggung jawab : Ny. D

Hubungan dengan pasien : Anak

Alamat : Terusan Cikutra Baru No. 11

2. Anamnesis

a. Keluhan utama

Klien tampak sesak

b. Riwayat penyakit sekarang

1) Kronologis pasien masuk rumah sakit

Menurut istri klien, klien di bawa ke Rumah Sakit karena sesak dan juga BAB

darah 2 hari sebelum masuk RS.

2) Kronologis penanganan saat di UGD/ ruangan sebelum masuk ICU

Klien masuk IGD pada tanggal 14 – 02 – 2018 Pukul 15.50 dengan keluhan

sesak dan BAB darah sejak dua hari sebelum masuk RS. Kemudian, klien

dilakukan pemeriksaan dengan hasil : tingkat kesadaran CM, hasil TTV : TD:

168 N: 130x/menit RR: 29x/menit S: 37 C SaO2: 90%, batuk (+), secret (+), hasil

lab: Hb: 6,2 Ht: 18,7 Trombosit: 424.000 Leukosit: 26.800 Na: 116. Klien

mendapat terapi oksigen 3 liter/menit, terapi cairan Nacl 0,9% 500cc/ 6 jam,

tranfusi PRC 2 labu, dan terapi obat ceftriaxone 1 gram, omeprazole 1 vial, dan

sumagest 1 tablet. Pada tanggal 18 – 02 – 2018 klien dipindahkan ke ruang ICU

karena kondisi klien mengalami penurunan keadaan umum sakit berat, kesadaran

somnolen - sopor E3 M5 V2, TD: 140/85 mmHg, N: 114-120 x/menit, RR 34 –

36 x/menit, S: 37,2 C , SaO2 95%, akral hangat, batuk (+), slem (+) kental

berwarna putih, Ronchi +/+, klien dilakukan pemasangan ETT dengan no 7 dan
kedalaman 22 cm dengan sedasi midazolam 5 mg via IV. Di ICU klien dipasang

Ventilator dengan mode SIMV PC, PEEP 5, SIMV 8 , PS 12, FiO2 60%

3) Riwayat pembedahan dan anestesi (bila dari OK)

4) Riwayat PQRST saat dilakukan pengkajian

Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 01 maret 2018, klien tampak sesak,

sesak disertai dengan adanya sputum, suara nafas terdengar ronkhi, frekuensi

nafas 21 – 30 x/menit, klien terpasang ETT no 7 panjang 22 cm dan terpasang

ventilator dengan mode CPAP, dengan PEEP: 5, FiO2: 35%, Tidal volum: 318.

c. Riwayat penyakit sebelumnya

Klien didiagnosis Ca Paru pada bulan Desember 2017, selain itu klien

mempunyai penyakit CHF dan pernah mengalami melena dua bulan yang lalu.

d. Riwayat penyakit keluarga

Menurut istri klien di keluarga tidak ada yang memiliki penyakit yang sama

seperti klien.

e. Pemeriksaan fisik

Keadaan umum :

Kesadaran : CM dengan kontak mata (-) dan terintubasi

TTV : TD: 109/73 mmHg N: 109x/menit RR: 25x/menit S: 37,4 C SaO2: 90%

BB : 65 kg TB: BMI: 20,7 status gizi: baik

Status fungsional : ketergantungan penuh, skor: 0 (Barthel index)

Resiko jatuh : ya, skor:

1) Pernafasan :
Klien tampak sesak, dispneu (+), tidak ada PCH, terdapat penggunaan

bantuan otot nafas tambahan, suara nafas ronkhi, retraksi dada asimetris, rentang

frekuensi nafas 21 – 30 x/menit, klien terpasang ETT dengan kedalaman 22 cm

no 7, dan ventilator dengan mode : CPAP TV: 318 MV: 7,1 PEEP: 5, I:E ratio

1;2, FiO2: 35%.

2) Persarafan

Kesadaran klien CM dengan kontak mata (-) dan terintubasi, diameter pupil

simetris (+2/+2), refleks cahaya (+), tidak ada kejang, tidak ada kaku kuduk.

3) Kardiovaskuler

Konjungtiva anemis, bunyi jantung reguler S1 dan S2, kulit tampak pucat, CRT

<2 detik, akral hangat, gambaran EKG sinus takikardi, rentang heart rate 109 –

113x/menit, rentang TD 109/75 – 166/143. Rentang MAP 85 mmhg – 105 mmhg,

nadi teraba kuat, antara kiri dan kanan sama.

4) Pencernaan

Bentuk abdomen datar, tidak ada asites, bising usus 6x/menit, tidak ada distensi

abdomen, tidak teraba massa,

5) Perkemihan

Pola berkemih melalui kateter urin hari ketiga, warna urin kuning pekat dengan

jumlah urin 367 cc/24 jam dengan hasil diuresis 0,2 cc/24 jam, klien

menggunakan terapi diuretik dengan lasix 4 mg/jam, terdapat edema pada

ekstremitas atas dan bawah dengan piting edema +2.


6) Muskuloskeletal

7) Integumen

Warna kulit kuning langsat, tidak ada hiperpigmentasi, terdapat luka dekubitus

grade 2 pada area cocsigis diameter 3 cm dengan tertutup kassa.

f. Hasil Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan laboratorium

Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 18/02/2018


No. Jenis hasil Nilai Satuan Interpretasi
Pemeriksaan rujukan
Analisa Gas Darah
1. pH 7.390 7.35-7.45 Normal
2. PCO2 37.0 35-45 mmHg Normal
3. PO2 106.0 80-108 mmHg Normal
4. HCO3 22.0 22-26 Mmol/L Normal
5. TCO2 23.0 23-27 Mmol/L Normal
6. Base Excess -3.0 -2 ~ -3 mEq/L Normal
7. Saturasi O2 98.0 95-98 % Normal

Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 14/02/2018


No Jenis Hasil Nilai Satuan Interpretasi
Pemeriksaan Rujukan
1. Hemoglobin 6,5 13.0-18.0 g/dl Menurun
2. Leukosit 28.000 4.000- Sel/uL Meningkat
10.000
3. Hematokrit 19,7 40-54 % Menurun
4. Trombosit 502.000 150.000- Sel/uL Meningkat
450.000
5 Eritrosit 2,46 4,5-6,5 Juta/uL Menurun
6 MCV 80,1 82-92 Fl Menurun
7 MCH 26,3 27-31 Pg Menurun
8 MCHC 32,8 32-36 % Normal
Tanggal 20 – 02 - 2018
1 Hemoglobin 7,2 13 – 18 g/dl Menurun
2 Trombosit 406.000 150.000-
450.000
3 Hematokrit 23,4 40 - 54 %
4 Leukosit 11.700 4.000-
10.000
Hitung Jenis Lekosit
1 Basofil 0 0-1 % Normal
2 Eosinofil 3 1-4 % Normal
3 Batang 0 3-5 % Menurun
4 Segmen 92 40-70 % Meningkat
5 Limfosit 1 30-45 % Menurun
6 Monosit 4 2-10 % Normal
KIMIA KLINIK
1 GDS 112 110-140 mg/dL Normal
Elektrolit
1 Natrium (Na) 115 135-153 mmo/L Menurun
2 Kalium 3,4 3,5-5,3 mmo/L Menurun
3 Kalsium 4,11 47-52 mg/dL Menurun
Tanggal 27 – 02 - 2018
1 Natrium 134 135-153 Mmo/L
2 Kalium 2,7 3,5-5,3 Mmo/L
1 – 03 – 2018
1 Albumin 1,9 3,5 - 5
2 Ureum 132
3 Kretainin 1,9

2) Hasil Pemeriksaan Thorax PA tanggal 20/02/2018


KESAN :
Terpasang ETT
Cardiomegali dengan elongasio aorta
Lesi radioopak noduler di perihilir kiri dengan infiltrate dikedua
lapangan paru, bertambah dilapangan atas paru kanan dan dilapangan
paru tengah kiri ec suspek TB paru dengan “mixed infection” disertai
efusi pleura kiri
DD/ -massa perihiler – pembesaran KGB perihiler

3) Program dan Rencana Pengobatan


No Nama Obat Dosis Cara Pemberian
1. Meropenem 3 x 1 gr IV
2. Levofloxacin 1x750 mg Drip IV
3. Omeprazole 2 x 20 mg IV
4. Hidonac 1 x 64 drip Drip dalam NaCl 0.9%
100 cc
5. Inpepsa syr 4 x 10 mg PO
6. Atorvastatin 1 x 20 PO
7. Concor 1 x 5 mg PO
8. Cardismo 2x½g PO
9. Transetat 2 x 10 g PO
10. Sanmo 3 x 1 gr PO
11. Nebu combiven + 4 x 0.5 mg Inhalasi
pulmicort
12. Norepinefrin 0.2 mg IV via Syringe pump
13. TB kit 1x3 PO
14. Dopamin IV via syringe pump
15. Lasix 4 mg IV via syringe pump

3. Analisa Data

No Data Etiologi Masalah

DS : - Terlampir Ketidakefektifan

1. DO : bersihan jalan nafas

- klien tampak sesak, RR

dlm rentang 21 –

30x/menit.

- suara nafas terdengar

ronkhi

- terdapat banyak sputum

pada slang ETT dan

rongga mulut.

- hasil rontgen

menunjukan adanya

bronkhopneumoni

2. DS : - Disfungsi respon

DO : penyapihan

- klien terpasang ventilator

ventilator dari tanggal 18


– 02 – 2018 dgn Mode

awal yaitu SIMV PC PS,

PS 12, SIMV RATE 8,

PEEP 5, FiO2 65%.

- pada tanggal 24 – 02 –

2018 mode ventilator

dirubah menjadi CPAP,

dgn FiO2 35%, PEEP 5

Karena kondisi

pernafasan klien

mengalami peningkatan.

- pada tgl 25 – 02 – 2018

mode ventilator kembali

menjadi SIMV PC PS

karena hemodinamik

klien kembali menurun.

- pada tanggal 27 mode

ventilator di weaning

kembali menjadi CPAP

dgn FiO2 35% dan PEEP

5.

3. DS : - Ketidakseimbangan

DO : nutrisi: kurang dari


- asupan nutrisi klien kebutuhan tubuh

menurun

- proses absorbsi

makanan lambat ditandai

dgn adanya sisa makanan

pada saat dilakukan

retensi cairan lambung.

- terdapat edema pada

kedua ekstremitas

- nilai albumin 1,9, Hb:

7,2

4. DS : - Resiko sindrom

DO : disuse

- klien tampak lemah

- klien hanya berbaring

di tempat tidur

- klien terpasang

ventilator, infus, dan alat

bed site monitor

- status fungsional :

ketergantungan penuh

(skor:0)
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan terpasang ETT

dan infeksi bronkus

2. Disfungsi respons penyapihan ventilator berhubungan dengan riwayat

ketergantungan ventilator >4 hari

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

tidak adekuatnya intake dan penyakit keganasan.

4. Risiko sindrom disuse berhubungan dengan imobilisasi fisik.


C. PERENCANAAN

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

1. Ketidakefektifan bersihan Bersihan jalan nafas efektif. 1. Auskultasi bunyi dada, 1. Pernafasan bising, ronki,
Kriteria ; untuk karakter bunyi nafas mengi menunjukan
jalan nafas berhubungan
1. Menunjukan potensi jalan dan adanya sekret. tertahannya
dengan terpasang ETT
nafas. sekret/obstruksi jalan
dan infeksi bronkus 2. Bunyi nafas jelas. nafas
3. ronchi (-)/berkurang 2. Observasi jumlah dan 2. Perubahan sekret
karakter sputum/aspirasi menunjukan progresifitas
sekret. penyakit.
3. Lakukan penghisapan 3. Penghisapan dapat
dengan menggunakan merangsang batuk
suction. Bila klien tidak efektif.
dapat batuk. 4. Memberikan hidrasi
4. Gunakan oksigen maksimal/pengenceran
humidifikasi/nebulizer. sekret untuk
meningkatkan
5. Berikan bronkodilator, pengeluaran
ekspektoran, atau analgetik
sesuai indikasi. 5. Menghilangkan spasme
bronkus untuk
memperbaiki aliran
udara. Ekspektoiran
meningkatkan produksi
mu.kus untuk
mengencerkan sekret.
2. Disfungsi respons Setelah dilakukan perawatan Penyapihan ventilator
diharapkan: mekanik
penyapihan ventilator
Respons penyapihan ventilasi 1. Pastikan kesiapan pasien 1. Penyapihan
berhubungan dengan menimbulkan stress pada
mekanik:Dewasa dalam melakukan weaning.
riwayat ketergantungan Kriteria hasil: 2. Pastikan bahwa pasien pasien

1. Respon terhadap upaya bebas dari infeksi yang 2. Infeksi mampu


ventilator >4 hari
penyapihan dari ventilator signifikan sebelum meningkatkan produksi

mekank: weaning dilakukan. sputum sehingga proses

- Kapasitas inspirasi dan weaning/penyapihan

ekspirasi dalam batas normal. 3. Lakukan penghisapan dapat terhambat.

- Kapasitas vital dalam batas lendir (suctioning) 3. Suctioning mampu

normal Mengurangi atau


- Ekspansi dinding dada 4. Awali weaning dengan menghilangkan sputum
simetris. tahap mencoba dengan 4. Memaksimalkan energi
- Tidak ada kesulitan melakukannya setelah pasien pada proses
bernafas dengan ventilator pasien istirahat cukup. weaning/penyapihan.
- Tidak ada hipoksia dan 5. Monitor tanda-tanda
infeksi pulmonal. kelelahan otot pernafasan 5. Penyapihan adalah kerja
2. Status Respirasi:Kepatenan dan TTV. keras fisik, peningkatan
Jalan nafas: suhuindikasi peningkatan
- RR dalam batas normal kebutuhan oksigen,
- Kedalaman inspirasi normal takikardia dan hipertensi
- Tidak ada dispne menandai peningkatan
kerja jantung, hal
tersebut tidak
direkomendasikan untuk
6. Dampingi pasien selama
dilakukan prose
proses weaning pertama.
penyapihan.
6. Membantu kesiapan
pasien untuk prses
penyapihan.
3. kurang dari kebutuhan Nutrisi terpenuhi. 1. Kaji status nutrisi klien, 1. Berguna dalam
Kriteria : turgor kulit mengidentifikasi derajat
tubuh b/d intake kurang,
Menunjukan perubahan 2. Monitor intak output kurang nutrisi dan
peningkatan metabolisme,
beratbadan. 3. Observasi nilai albumin, menentukan pilihan
proses keganasan. Menunjukan perubahan pola BUN, Hb dan protein intervensi
makan. serum. 2. Mengukur keefektifan
Hb. Albumin dalam rentang 4. Berikan makanan melalui nutrisi dan dukungan
normal. tabung enteral cairan.
5. Tentukan jumlah kalori dan 3. Nilai rendah
jenis nutrisi yang menunjukan keadaan
dibutuhkan untuk malnutrisi.
memenuhi persyaratan gizi. 4. Meningkatkan nutrisi
6. Kolaborasi dengan ahli gizi yang adekuat.
untuk penentuan Diit yang
sesuai
1. Resiko sindrom disuse Setelah dilakukan tindakan Perawatan tirah baring 1. Memberikan rasa
keperawatan diharapkan 1. Hindari menggunakan kain nyaman dan mengurangi
sindrom disuse tidak terjadi linen yang kasar gesekan pada kulit.
2. Pastikan kain linen tetap 2. Menjaga kelembaban dan
bersih dan kering mengurangi resiko
3. Tinggikan tralis tempat timbulnya dekubitus.
tidur 3. Mencegah pasien jatuh
4. Ubah posisi klien setiap 2 4. Mencegah terjadinya
jam dekubitus pada pasien
5. Monitor kondisi kulit dengan tirah baring lama.
Manajemen tekanan 5. Mengetahui ada tidaknya
6. Berikan pakaian yang tidak masalah pada kulit akibat
ketat pada pasien tirah baring yang lama.
7. Gunakan alat pengkajian : 6. Memberikan rasa
fakto risiko yang ada nyaman dan
(braden scale) memudahkan pada saat
8. Lakukan latihan ROM pemberian terapi fisik.
pasif 7. Untuk mengukur resiko
9. Monitor respon individu terjadinya dekubitus
terhadap program latihan 8. Mencegah terjadinya
10. Kolaborasi dengan ahli kontraktur atau kekakuan
terapi fisik dalam pada sendi
perawatan klien. 9.
D. Implementasi dan catatan perkembangan

No Tanggal Implementasi Catatan perkembangan Paraf


1. 1 – 03 – 2018 - Menghitung kebutuhan kalori dan S : -
21.00 protein O:
Respon : Kesadaran: CM kontak mata (-) dan terintubasi,
Kalori: 2315 kkal protein 231 pupil (+2/+2), EKG: ST, TD: 140/68 N:
- Mengukur tingkat ketergantungan 106x/menit, RR: 25x/menit, S: 38,1 C SaO2:
pasien, resiko jatuh. 98%. Ventilator mode: CPAP, MV: 7,1, PEEP:
Respon : 5, Volume tidal: 318, FiO2: 35%.
Tingkat ketergantungan penuh (skor Sputum (+), pitting edema (+2), diuresis 0,2
0), tingkat resiko jatuh sedang. cc/kgbb/jam
- Melakukan observasi A:
Respon : 1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Kesadaran: CM kontak mata (-) dan berhubungan dengan terpasang ETT dan
terintubasi, pupil (+2/+2), EKG: ST, infeksi bronkus
22.00 TD: 109/73 N: 109x/menit, RR: 2. Disfungsi respons penyapihan ventilator
25x/menit, S: 37,4 C SaO2: 90%. berhubungan dengan riwayat
Ventilator mode: CPAP, MV: 7,1, ketergantungan ventilator >4 hari
PEEP: 5, Volume tidal: 318, FiO2: 3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
35%. kebutuhan tubuh berhubungan dengan
Intake : 1172 output: 652 balance: tidak adekuatnya intake dan penyakit
+520 keganasan.
- Mendengarkan suara nafas klien 4. Risiko sindrom disuse berhubungan
Respon : dengan imobilisasi fisik.
Suara nafas ronkhi
- Melakukan observasi P:
23.00 Respon : - Managemen cairan
Kesadaran: CM kontak mata (-) dan - managemen nutrisi
terintubasi, pupil (+2/+2), EKG: ST, - penyapihan ventilator mekanik
TD: 121/77 N: 107x/menit, RR: - perawatan tirah baring
25x/menit, S: 38,2C SaO2: 94%.
Ventilator mode: CPAP, MV: 7,1,
PEEP: 5, Volume tidal: 318, FiO2:
35%.
Intake : 1242 output: 704 balance:
+538
- Melakukan observasi
24.00
Respon :
Kesadaran: CM kontak mata (-) dan
terintubasi, pupil (+2/+2), EKG: ST,
TD: 88/53 N: 107x/menit, RR:
26x/menit, S: 38,2 C SaO2: 94%.
Ventilator mode: CPAP, MV: 7,2,
PEEP: 5, Volume tidal: 297, FiO2:
35%.
Intake : 1328 output: 757 balance:
01.00 +581
- Melakukan observasi
Respon :
Kesadaran: CM dan terintubasi, pupil
(+2/+2), EKG: ST, TD: 115/74 N:
109x/menit, RR: 21x/menit, S: 37,0 C
SaO2: 94%. Ventilator mode: CPAP,
MV: 7,1, PEEP: 5, Volume tidal: 318,
FiO2: 35%.
Intake : 1403 output: 807 balance:
02.00
+596
- Melakukan observasi
Respon :
Kesadaran: CM dan terintubasi, pupil
(+2/+2), EKG: ST, TD: 142/98 N:
118x/menit, RR: 27x/menit, S: 37,4 C
SaO2: 94%. Ventilator mode: CPAP,
MV: 7,1, PEEP: 5, Volume tidal: 318,
FiO2: 35%.
Intake : 1455 output: 857 balance:
03.00 +598
- Melakukan observasi
Respon :
Kesadaran: CM kontak mata (-) dan
terintubasi, pupil (+2/+2), EKG: ST,
TD: 139/100 N: 108x/menit, RR:
25x/menit, S: 37,4 C SaO2: 96%.
Ventilator mode: CPAP, MV: 7,1,
PEEP: 5, Volume tidal: 318, FiO2:
35%.
Intake : 1524 output: 911 balance:
04.00
+613
- Melakukan observasi
Respon :
Kesadaran: CM kontak mata (-) dan
terintubasi, pupil (+2/+2), EKG: ST,
TD: 127/75 N: 119x/menit, RR:
22x/menit, S: 38,5 C SaO2: 95%.
Ventilator mode: CPAP, MV: 6,4,
PEEP: 5, Volume tidal: 347, FiO2:
35%.
05.00
Intake : 1618 output: 961 balance:
+657
- Melakukan observasi
Respon :
Kesadaran: CM kontak mata (-) dan
terintubasi, pupil (+2/+2), EKG: ST,
TD: 107/66 N: 109x/menit, RR:
24x/menit, S: 38,4 C SaO2: 95%.
Ventilator mode: CPAP, MV: 7,2,
PEEP: 5, Volume tidal: 325, FiO2:
35%.
06.00
Intake : 1682 output: 1010 balance:
+670
- Melakukan observasi
Respon :
Kesadaran: CM kontak mata (-) dan
terintubasi, pupil (+2/+2), EKG: ST,
TD: 140/68 N: 106x/menit, RR:
25x/menit, S: 38,1 C SaO2: 98%.
Ventilator mode: CPAP, MV: 7,1,
PEEP: 5, Volume tidal: 318, FiO2:
07.00
35%.
Intake : 1737 output: 1053 balance:
+684
- Melakukan observasi
Respon :
Kesadaran: CM kontak mata (-) dan
terintubasi, pupil (+2/+2), EKG: ST,
TD: 111/58 N: 109x/menit, RR:
25x/menit, S: 37,4 C SaO2: 90%.
Ventilator mode: CPAP, MV: 7,1,
PEEP: 5, Volume tidal: 318, FiO2:
35%.
Intake : 1798 output: 1093 balance:
+705
- menghitung diuresis
Respon :
0,2 cc/kgbb/jam
2. 3 – 03 – 2018 - Melakukan observasi S: -
08.00 Respon : O:
Kesadaran: CM kontak mata (-) dan Kesadaran: CM kontak mata (-) dan terintubasi,
terintubasi, pupil (+2/+2), EKG: ST, pupil (+2/+2), EKG: ST, TD: 130/70 N:
TD: 114/66 N: 110x/menit, RR: 116x/menit, RR: 24x/menit, S: 37,4 C SaO2:
22x/menit, S: 37,1 C SaO2: 91%. 89%. Ventilator mode: SIMV PC PS, MV:
Ventilator mode: SIMV PC PS, MV: 12,5, PEEP: 5, Volume tidal: 407, FiO2: 50%.,
10, PEEP: 5, Volume tidal: 681, FiO2: SIMV rate 8, PC 10.
50%., SIMV rate: 12 PC 10 Sputum (+) berwarna kuning kecoklatan,
Intake : 98 output: 23 balance: 65 pitting edema +3, tingkat ketergantungan:
- Mengukur tingkat ketergantungan penuh (skor 0), lab: albumin 1,8, ureum 132,
pasien dan resiko jatuh kreatinin 1,9, diuresis 0,07 cc/kgbb/jam
Respon : A:
Tingkat ketergantungan penuh (skor 1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
09.00 0), resiko jatuh sedang. berhubungan dengan terpasang ETT dan
- Mendengarkan suara nafas klien infeksi bronkus
Respon : 2. Disfungsi respons penyapihan ventilator
Suara nafas ronkhi berhubungan dengan riwayat
- Memberikan makan melalui slang ketergantungan ventilator >4 hari
NGT 3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
- Melakukan oral hygiene kebutuhan tubuh berhubungan dengan
Respon : tidak adekuatnya intake dan penyakit
Mulut tampak bersih, plester bersih. keganasan.
- Melakukan observasi 4. Risiko sindrom disuse berhubungan
Respon : dengan imobilisasi fisik.
Kesadaran: CM kontak mata (-) dan
terintubasi, pupil (+2/+2), EKG: ST, P:
TD: 81/51 N: 102x/menit, RR:
23x/menit, S: 37,2C SaO2: 95%.
Ventilator mode: SIMV PC PS, MV:
11,4, PEEP: 5, Volume tidal: 497,
10.00 FiO2: 50%, SIMV rate 12, PC 10.
Intake : 123 output: 35 balance: +68
- Mengobservasi hasil albumin, Hb
dan ureum kreatinin.
Respon:
Albumin 1,8. Ureum: 132 kreatinin 1,9
- Melakukan observasi
Respon :
Kesadaran: CM kontak mata (-) dan
terintubasi, pupil (+2/+2), EKG: ST,
TD: 122/64 N: 107x/menit, RR:
11.00 19x/menit, S: 36,8 C SaO2: 98%.
Ventilator mode: SIMV PC PS, MV:
9,4, PEEP: 5, Volume tidal: 264, FiO2:
50%, Pc 10, SIMV RATE 12
Intake : 313 output: 100 balance:
+213
- Melakukan observasi
Respon :
Kesadaran: CM dan terintubasi, pupil
(+2/+2), EKG: ST, TD: 106/73 N:
111x/menit, RR: 25x/menit, S: 37,1 C
12.00 SaO2: 100%. Ventilator mode: CPAP,
MV: 11,8, PEEP: 5, Volume tidal: 492,
FiO2: 50%, SIMV rate 12 PC 10.
Intake : 360 output: 132 balance:
+258
- Melakukan nebulizer dgn flexotide
2,5 ml dan combiven.
- Melakukan observasi
Respon :
Kesadaran: CM dan terintubasi, pupil
(+2/+2), EKG: ST, TD: 84/60 N:
114x/menit, RR: 24x/menit, S: 36,3 C
SaO2: 90%. Ventilator mode: SIMV
PC PS, MV: 11,5, PEEP: 5, Volume
tidal: 434, FiO2: 50%, SIMV rate 8,
13.00
PC 10
Intake : 465 output: 164 balance:
+331
- Melakukan suction
Respon:
Sputum banyak berwarna kuning
kecoklatan
- Melakukan observasi
Respon :
Kesadaran: CM kontak mata (-) dan
terintubasi, pupil (+2/+2), EKG: ST,
TD: 130/70 N: 116x/menit, RR:
24x/menit, S: 37,4 C SaO2: 89%.
Ventilator mode: SIMV PC PS, MV:
12,5, PEEP: 5, Volume tidal: 407,
FiO2: 50%., SIMV rate 8, PC 10.
Intake : 606 output: 194 balance:
+412
- Menghitung diuresis
Hasil :
0,07 cc/kgbb/jam
BAB IV

Pembahasan

Pada bab ini penulis akan menguraikan mengenai kesenjangan antara teori

dengan praktek selama melakukan asuhan keperawatan pada pasien Tn. D

dengan diagnosa medis Ca Paru:

Pada kasus ini Ca paru yang dialami oleh pasien disebabkan kemungkinan

karena pasien adalah seorang perokok aktif, dapat kita ketahui bahwa dalam

rokok terdapat zat karsinogen yang mampu menyebabkan penyakit kanker, pada

kasus ini ca paru yang dialami oleh pasien sudah berada pada stadium akhir

karena kanker tersebut sudah bermetastase ke bagian organ lain. Selain ca paru

saat ini klien juga mengalami efusi pleura pada paru-paru sebelah kiri dan juga

atelektasis, sesuai dengan teori bahwa komplikasi dari penyakit ca paru

diantaranya adalah, efusi pleura dan telektasis.

1. Pengkajian

Langkah pertama pada kasus Ca paru yaitu pengkajian, hasil pengkajian yang

di dapat yaitu klien tampak sesak nafas, terdapat sputum, suara nafas ronkhi,

terdapat edema pada ekstremitas atas dan bawah, kesadaran klien compos mentis

dengan terintubasi, klien terpasang ETT no 7 dgn panjang 22 cm selain itu klien

juga terpasang ventilator sejak tanggal 18 – 02 – 2018. Dalam pengkajian penulis

kesulitan mengumpulkan informasi dari keluarga mengenai riwayat penyakit


pasien sebelumnya karena keluarga hanya masuk pada saat jam besuk, sehingga

data yang di dapat hanya data dari status pasien.

2. Diagnosa keperawatan

Setelah melakukan pengkajian dan mendapatkan data – data, penulis

mengelompokan, dan menganalisis data serta merumuskan diagnosa

keperawatan, secara teori diagnosa keperawatan yang muncul yaitu ada 6

diagnosa, tetapi penulis hanya mengangkat 4 diagnosa yang sesuai dengan

kondisi pasien, berikut diagnosa yang penulis ambil:

a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan terpasang ETT

dan infeksi bronkus

b. Disfungsi respons penyapihan ventilator berhubungan dengan riwayat

ketergantungan ventilator >4 hari

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

tidak adekuatnya intake dan penyakit keganasan.

d. Risiko sindrom disuse berhubungan dengan imobilisasi fisik.

Diagnosa keperawatan yang penulis ambil sesuai teori hanya dua diagnosa yaitu,

bersihan jalan nafas dan juga ketidakseimbangan nutrisi, untuk nyeri penulis

tidak menegakan diagnosa tersebut karena data yang di dapat tidak ada yang

mengarah pada diagnosa tersebut, begitupun untuk diagnosa gangguan pertukaran

gas, karena dilihat dari hasil AGD pasien nilai yang di dapat masih dalam batas

normal tidak menunjukan adanya masalah pada pertukan gas, dan diagnosa yang

lainnya pun kurang menunjang dari segi data yang di dapat dari hasil pengkajian.
3. Perencanaan

Perencanaan yang dilakukan sudah sesuai dengan diagnosa yang penulis

ambil. Dalam menetapkan tujuan, intervensi dan dasar pemikirian dari setiap

intervensi penulis berpedoman pada sumber buku dan literatur yang mendukung

pada permasalahan yang akan diatasi.

4. Tahap pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan penulis berusaha semaksimal mungkin melaksanakan

segala sesuatu sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat sebelumnya, hanya

saja ada beberapa implementasi yang dilakukan tidak sesuai dengan intevensi

yang telah dibuat.

5. Evaluasi

Dari empat masalah keperawatan yang penulis tegakkan, keempatnya belum

teratasi karena pada tanggal 04 – 03 – 2018 pasien meninggal, sehingga penulis

hanya mengevaluasi sampai tanggal 03 – 03 – 2018.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran napas

atau epitel bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan sel yang

tidak normal, tidak terbatas, dan merusak sel-sel jaringan yang normal. Proses

keganasan pada epitel bronkus didahului oleh masa pra kanker. Perubahan

pertama yang terjadi pada masa prakanker disebut metaplasia skuamosa yang

ditandai dengan perubahan bentuk epitel dan menghilangnya silia (Robbin &

Kumar, 2007).

Jenis kanker yang dialami oleh pasien yaitu adenokarsinoma dimana jenis

kanker ini memiliki kecepatan bermetastase sangat cepat terhadap organ lain,

seperti otak, jantung, pencernaan dan yang lainnya. Pada kasus ini stadium ca paru

yang pasien alami berada pada stadium 4 karena sudah bermetastase pada organ

lainnya. Tanda gejala yang muncul pada pasien sesak nafas, dispneu, takipneu dan

terdapat suara nafas ronkhi, berkurangnya nafsu makan, untuk penurunan berat

badab sendiri tidak diketahui.

Diagnosa keperawatan yang diambil yaitu empat diagnosa Ketidakefektifan

bersihan jalan nafas berhubungan dengan terpasang ETT dan infeksi bronkus,

Disfungsi respons penyapihan ventilator berhubungan dengan riwayat

ketergantungan ventilator >4 hari, Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya intake dan penyakit


keganasan, Risiko sindrom disuse berhubungan dengan imobilisasi fisik. dan

keempatnya belum teratasi karena pasien meninggal.

B. SARAN

Penting bagi kita mempelajari tentang kasus dan asuhan keperawatan Ca

paru, agar pada saat menerapkan asuhan keperawatan pada pasien sudah

tergambar bagaimana asuhan keperawatan yang seharusnya dilakukan pada pasien

tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Elizabeth, J. Corwin.2008. Buku Saku Patofisiologis. Jakarta: ECG

Doenges M. 1999, Rencana Asuhan keperawatan, Penerbit Buku kedokteran EGC. Jakarta.

Lynda Juall Carpenito 1999, Rencana Asuhan& Dokumentasi Keperawatan., Penerbit

Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Price,  Sylvia A and Wilson, Lorraine M. 1988. Patofisiologi. Konsep Klinik Proses-proses

Penyakit. Jakarta : EGC.

Soeparman, 1990, Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Balai Penerbit FKUI., Jakarta.

Suryo, Joko. 2010. Herbal Penyembuhan Gangguan Sistem Pernapasan. Yogyakarta: B

First

Suyono, Slamet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi 3. Balai Penerbit

FKUI : Jakarta.

Syaifuddin, 1992 Anatomi Fisiologi, untuk Perawat. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Jakarta.

Underwood, J.C.E. 1999. Patologi Umum dan Sistematik.  Edisi 2. EGC:Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai