Anda di halaman 1dari 32

KEPERAWATAN RESPIRASI II

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KEGANASAN PARU:


KANKER PARU

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK IV
KELAS AJ2/B17
Zun Nurainy
C. Ketut Subiyanto
Hasanah Eka W.
Nur Maziyya
Siwi Sabdasih
Diyah Hita M.
Dessy Era P.

131411123044
131411123045
131411123048
131411123050
131411123052
131411123054
131411123056

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2014
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kanker paru merupakan penyebab kematian tertinggi di dunia,
dengan prognosis yang sering kali buruk (Somantri, 2012). Kanker paru
menjadi penyebab paling sering dari kasus kematian akibat kanker pada lakilaki di Amerika Utara dan hampir di semua negara-negara Eropa Timur
maupun Eropa Barat, dan semakin sering menjadi penyebab kematian di
negara-negara berkembang di Asia, Amerika Latin, dan Afrika, meskipun
data-data yang berkualitas tinggi untuk perbandingan belum tersedia dari
kebanyakan populasi tersebut (Boyle, 2008).
Prevalensi kanker paru di negara maju sangat tinggi, di USA tahun
2002 dilaporkan terdapat 169.400 kasus baru (merupakan kanker baru yang
terdiagnosis) dengan 154.900 kematian (merupakan 28% dari seluruh
kematian akibat kanker), di Inggris prevalensi kejadian mencapai 40.000 per
tahun, sedangkan di Indonesia menduduki peringkat 4 kanker terbanyak.
Angka kematian akibat kanker paru di seluruh dunia mencapai kurang lebih
satu juta penduduk tiap tahunnya (Amin, 2007).
Kanker paru biasanya tidak dapat diobati dan penyembuhan hanya
mungkin dilakukan dengan jalan pembedahan, dimana sekitar 13% dari klien
yang menjalani pembedahan mampu bertahan selama 5 tahun. Metastasis
penyakit biasanya muncul dan hanya 16% klien yang penyebaran penyakitnya
dapat dilokalisasi pada saat diagnosis. Dikarenakan terjadinya metastasis,
penatalaksanaan kanker paru seringkali hanya berupa tindakan paliatif
(mengatasi gejala) dibandingkan dengan kuratif (penyembuhan) (Somantri,
2012).
Kanker paru adalah salah satu jenis penyakit paru yang memerlukan
penanganan dan tindakan yang cepat dan terarah. Penegakan diagnosis
penyakit ini membutuhkan ketrampilan dan sarana yang tidak sederhana dan
memerlukan pendekatan multidisiplin kedokteran. Penyakit ini membutuhkan
kerja sama yang erat dan terpadu antara ahli paru dengan ahli radiologi
diagnostik, ahli patologi anatomi, ahli radiologi terapi dan ahli bedah toraks,
ahli rehabilitasi medik dan ahli-ahli lainnya (PDPI, 2003).
Perawat sebagai tenaga kesehatan harus mampu memberikan asuhan

keperawatan yang efektif dan mampu ikut serta dalam upaya penurunan
angkainsiden kanker paru melalui upaya preventif, promotor, kuratif dan
rehabilitatif. Berdasarkan pemaparan diatas, kelompok tertarik membahas
Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Kanker Paru.
B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimanakah konsep kanker paru dan asuhan keperawatan pada
klien dengan kanker paru?
C. TUJUAN
1.

Tujuan umum
Mengidentifikasi konsep kanker paru dan asuhan keperawatan
pada klien dengan kanker paru.

2.

Tujuan khusus
a. Menjelaskan pengertian kanker paru
b. Menjelaskan anatomi fisiologi paru
c. Menjelaskan klasifikasi kanker paru
d. Menjelaskan etiologi kanker paru
e. Menjelaskan patofisiologi kanker paru
f. Menjelaskan staging kanker paru
g. Menjelaskan pemeriksaan diagnostik kanker paru
h. Menjelaskan penatalaksanaan kanker paru
i. Menjelaskan komplikasi kanker paru
j. Menjelaskan pengkajian keperawatan pada kasus kanker paru
k. Menjelaskan diagnosa keperawatan pada kasus kanker paru
l. Menjelaskan intervensi pada kasus kanker paru
m. Menjelaskan Web of Causation (WOC) kanker paru

D. MANFAAT
1.

Mahasiswa memahami konsep dan proses asuhan keperawatan pada klien


yang menjalani kanker paru sehingga menunjang pembelajaran mata
kuliah.

2.

Mahasiswa mengetahui proses asuhan keperawatan kanker paru yang


benar sehingga dapat menjadi bekal dalam persiapan praktik di rumah
sakit.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Neoplasma (pertumbuhan baru atau tumor) adalah massa yang tidak

normal akibat proliferasi sel-sel yang beradaptasi tanpa memiliki keuntungan


dan tujan. Neoplasma terbagi atas jinak da ganas (kanker) (Price & Wilson,
2002).
Kanker paru adalah neoplasma ganas yang muncul dari epitel bronkus
(Brashers, 2008).
Kanker paru-paru adalah pertumbuhan sel kanker yang tidak
terkendali dalam jaringan paru-paru dapat disebabkan oleh sejumlah
karsinogen, lingkungan, terutama asap rokok (Suryo, 2010).
Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di paru
mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri maupun keganasan dari
luar paru (metastasis tumor di paru) (Jusuf, 2005).
Perbedaan tumor dan paru dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel 1. Perbedaan Tumor dan Kanker
Parameter
Diferensiasi

Tumor
dan Berdiferensiasi baik

anaplasia
Laju pertumbuhan

Kanker
Berdiferensiasi baik hingga
tidak

berdiferensiasi

(Anaplasia)
Tumbuh perlahan melalui Tumbuh
secara
periode

tahunan

dan biasanya

cepat,

membunuh

biasanya tidak membunuh pejamu.


Invasi lokal

pejamu
Tumbuh sebagai sebagai Tumbuh

infiltrasi

yang

invasif,

dan

massa yang berkapsul dan progresif,


menyatu

merusak jaringan normal


yang

Metastasis

Tidak bermetastasis

mengelilinginya

(penyebaran lokal)
Memiliki
kemampuan
bermetastasis
ke

arah

(penyebaran
distal),

dan

menimbulkan pertumbuhan
sekunder pada daerah yang
jauh

B. Anatomi dan fisiologi paru-paru


1. Anatomi Paru
Paru terletak di kedua sisi jantung di dalam rongga dada dan
dikeliling serta dilindungi oleh sangkar iga. Bagian dasar setiap paru
terletak di atas diafragma; bagian apeks paru (ujung superior) terletak
setinggi klavikula. Pada permukaan tengah dari setiap paru terdapat
identasi yang disebut hillus, tempat bronkus primer dan masuknya arteri
serta vena pulmonari ke dalam paru. Bagian kanan dan kiri paru terdiri
atas percabangan saluran yang membentuk pohon bronkial, jutaan alveoli
dan jaring-jaring kapilernya, dan jaringan ikat.

Gambar 1. Struktur Paru (Asih, 2004)


Setiap paru dibagi menjadi kompartemen yang lebih kecil.
Pembagian pertama disebut lobus. Paru kanan terdiri atas tiga lobus dan
lebih besar dari kiri yang hanya terdiri dari dua lobus. Lapisan yang
membatasi antara lobus disebut fisura. Setiap lobus dipasok oleh cabang
utama percabangan bronkial dan diselaputi oleh jaringan ikat.
Lobus kemudian membagi lagi menjadi kompartemen yang lebih
kecil dan dikenal sebagi segmen. Setiap segmen terdiri atas baanyak
lobulus, yang masing-masing mempunyai bronkiole, arteriole, venula, dan
pembuluh limfatik.
Dua lapis membran serosa mengelilingi setiap paru yang disebut
sebagai pleurae. Lapisan terluar disebut pleura parietal yang melapisi dada

dan mediastinum. Lapisan dalamny disebut pleura viseral yang


mengelilingi paru dan dengan kuat melekat pada permukaan luarnya.
Rongga pleural ini mengandung cairan yang dihasilkan oleh sel-sel serosa
di dalam pleura (Asih, 2004).
2. Fisiologi Paru
Fungsi utama paru-paru adalah untuk pertukaran gas antara udara
atmosfer dan darah. Dalam menjalankan fungsinya, paru-paru ibarat
sebuah pompa mekanik yang berfungsi ganda, yakni menghisap udara
atmosfer ke dalam paru (inspirasi) dan mengeluarkan udara alveolus dari
dalam tubuh (ekspirasi). Untuk melakukan fungsi ventilasi, paru-paru
mempunyai beberapa komponen penting, antara lain (Guyton, 2007):
a. Dinding dada yang terdiri dari tulang, otot, saraf perifer.
b. Parenkim paru yang terdiri dari saluran napas, alveoli, dan pembuluh
darah.
c. Dua lapisan pleura, yakni pleura viseralis yang membungkus erat
jaringan parenkim paru, dan pleura parietalis yang menempel erat ke
dinding toraks bagian dalam. Di antara kedua lapisan pleura terdapat
rongga tipis yang normalnya tidak berisi apapun.
d. Beberapa reseptor yang berada di pembuluh darah arteri utama.
Pada proses pemenuhan kebutuhan oksigenasi di dalam tubuh
terdiri atas tiga tahapan, yaitu ventilasi, difusi dan transportasi (Sherwood,
2007).
a. Ventilasi merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dari atmosfer
ke dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer.
b. Difusi. Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi
gas-gas melintasi membran alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang
dari 0,5 m). Dalam keadaan beristirahat normal, difusi dan
keseimbangan oksigen di kapiler darah paru-paru dan alveolus
berlangsung kira-kira 0,25 detik dari total waktu kontak selama 0,75
detik
c. Transportasi adalah proses perpindahan gas dari paru ke jaringan dan
dari jaringan ke paru dengan bantuaan aliran darah yang dibagi menjadi
dua, yaitu:
1) Transport gas O2
2) Transport gas CO2

Volume paru-paru dibagi menjadi empat macam, yakni (Guyton,


2007):
a. Volume tidal merupakan volume udara yang diinspirasikan dan
diekspirasikan pada setiap pernapasan normal;
b. Volume cadangan merupakan volume tambahan udara yang dapat
diinspirasikan di atas volume tidal normal;
c. Volume cadangan ekspirasi merupakan jumlah udara yang masih dapat
dikeluarkan dengan ekspirasi kuat setelah akhir suatu ekspirasi;
d. Volume residual adalah volume udara yang masih tersisa di dalam paruparu setelah melakukan ekspirasi kuat.
Dalam menguraikan peristiwa-peristiwa pada siklus paru-paru,
juga diperlukan kapasitas paru-paru yaitu (Guyton, 2007):
a.
b.
c.
d.

Kapasitas inspirasi
Kapasitas residual fungsional
Kapasitas vital paksa
Kapasitas total paru-paru

C. Klasifikasi Tumor Paru


Menurut Corwin (2009) terdapat 4 jenis umum kanker paru antara lain:
1. Karsinoma sel skuamosa sebanyak 30% dari kanker paru. Kanker ini jelas
berkaitan dengan asap rokok dan pajanan dengan toksin-toksin lingkungan,
seperti asbestos dan komponen polusi udara. Tumor sel skuamosa biasanya
terletak di bronkus pada sisi tempat bronkus masuk ke paru, yang disebut
hilus, yang kemudian meluas kebawah ke bronkus. Karena bronkus pada
derajat tertentu mengalami obstruksi, dapat terjadi atelektasis absorpsi dan
pneumonia, serta penurunan kapasitas ventilasi. Tumor ini tumbuh retif
lambat dan memiliki prognosis yang paling baik, yaitu kemungkinan hidup
lima tahun jika didiagnosis sebelum metastasis.

2a

2b

Gambar 2. Sitologi karsinoma sel skuamosa (Travis, 2004)

2c

2. Adenokarsinoma adalah jenis kanker paru yang berasal dari kelenjar paru.
Tumor ini biasanya terjadi dibagian perifer paru, termasuk bronkiolus
terminal dan alveolus. Kanker Jenis ini terhitung sekitar 30% dari kanker
paru dan lebih tinggi diantara wanita. Adenokarsinoma biasanya berukuran
kecil dan tumbuh lambat, tetapi bermetastasis secara dini dan angka
bertahan hidup sampai 5 tahunnya buruk.
3. Kanker sel besar tak berdiferensiasi sangat anaplastik dan cepat
bermetastasis. Tumor ini sekitar 10-15% dari semua kanker paru, sering
terjadi di bagian perifer dan meluas kearah pusat paru. Tumor ini berkaitan
erat dengan merokok dan dapat menyebabkan nyeri dada. Kanker jenis ini
memiliki prognosis bertahan hidup yang sangat buruk.
4. Karsinoma sel kecil sekitar 25% dari semua sel kanker paru. Tumor jenis ini
juga disebut sebagi karsinoma oat cell dan biasanya tumbuh dibagian tengah
paru. Karsinoma sel kecil sejenis tumor yang bersifat sangat anaplastik, atau
embrionik, sehingga memperlihatkan insiden metastasis yang tinggi. Tumor
ini sering merupakan tempat produksi tumor ektopik dan dapat
menyebabkan gejala awal berdasarkan gangguan endokrin. Metastasis paru
yang timbul ada tumor ini juga disebabkan obstruksi aliran udara. Tumor
jenis ini mungkin merupakn jenis yang paling sering dijumpai pada
perokok, dan memiliki prognosis paling buruk.
Sementara itu, menurut Amin (2007), terdapat pembagian praktis
untuk tujuan pengobatan, yaitu:
1.

Small Cell Lung Cancer (SCLC), Gambaran histologinya yang khas


adalah dominasi sel-sel kecil yang hampir semuanya diisi oleh mucus
dengan sebaran kromatin yang sedikit sekali tanpa nucleoli. Disebut juga
oat cell carcinoma karena bentuknya mirip dengan bentuk biji gandum,
sel kecil ini cenderung berkunpul sekeliling pembuluh darah halus
menyerupai psedoroset. Sel-sel yang bermitosis banyak sekali ditemukan
begitu juga gambaran nekrosis. DNA yang terlepas menyebabkan warna
gelap disekitar pembuluh darah

2.

Non Small Cell Lung Cancer (NSCLC) karsinoma skuamosa, adeno


karsinoma, karsinoma sel besar. Karsinoma sel skuamosa/karsinoma

bronkogenik. Karsinoma sel skuamosa berciri khas proses keratisasi dan


pembentukan bridge intraseluler, studi sitologi memperlihatkan perubahan
yang nyata dari dysplasia skuamosa ke karsinoma insitu
Klasifikasi histologis WHO (1999) dalam Travis (2004) untuk tumor
paru dan tumor pleura:
1. Benign epithelial tumours
2. Malignant epithelial tumours
3. Lymphoproliferative tumours
4. Miscellaneous tumors
5. Metastatic Tumors
D. Etiologi
Menurut Davey (2005) adapun etiologi dari kanker paru adalah
sebagai berikut:
1. Pengaruh Rokok
Dari beberapa kepustakaan telah dilaporkan bahwa etiologi
kanker paru sangat berhubungan dengan kebiasaan merokok. Terdapat
hubungan antara rata-rata jumlah rokok yang dihisap per hari dengan
tingginya insiden kanker paru. Dikatakan bahwa, 1 dari 9 perokok berat
akan menderita kanker paru. Belakangan, dari laporan beberapa penelitian
mengatakan bahwa perokok pasif pun akan be risiko terkena kanker paru.
Anak-anak yang terpapar asap rokok selama 25 tahun pada usia dewasa
akan terkena risiko kanker paru dua kali lipat dibandingkan dengan yang
tidak terpapar dan perempuan yang hidup dengan suami/pasangan perokok
juga terkena risiko kanker paru 2-3 kali lipat. Diperkirakan 25% kanker
paru dari bukan perokok adalah berasal dari perokok pasif. Insiden kanker
paru pada perempuan di USA dalam 10 tahun terakhir ini juga naik
menjadi 5% per tahun, antara lain karena meningkatnya jumlah perempuan
perokok atau sebagai perokok pasif. Efek rokok bukan saja mengakibatkan
kanker paru, tapi dapat juga menimbulkan kanker pada organ lain seperti
mulutt laring dan esofagus.Laporan dari NCI (National Cancer Institute) di
USA tahun 1992 menyatakan kanker pada organ lain seperti ginjal, vesika
urinaria, ovarium, uterus, kolon, rektum, hati, penis dan Iain-lain lebih
tinggi pada pasien yang merokok daripada yang bukan perokok.

Diperkirakan terdapat metabolit dalam asap rokok yang bersifat


karsinogen terhadap organ tubuh tersebut. Zat-zat yang bersifat karsinogen
(C), kokarsinogenik (CC), tumor promoter (TP), mutagen (M) yang telah
dibuktikan terdapat dalam rokok. Kandungan zat

yang bersifat

karsinogenik dalam rokok inilah yang dapat mengakibatkan perubahan


epitel bronkus termasuk metaplasia atau displasia (Hayati, 2012).
Menurut Guidotti (2007) yang dikutip oleh Irawan (2008), rokok
yang dihirup juga mengandung komponen gas dan partikel yang berbahaya
Nikotin dalam rokok dapat mempercepat proses penyempitan dan
penyumbatan pembuluh darah. Penyumbatan dan penyempitan ini bisa
terjadi pada pembuluh darah koroner, yang bertugas membawa oksigen ke
jantung. Nikotin, merupakan alkaloid yang bersifat stimulan dan beracun
pada dosis tinggi. Zat yang terdapat dalam tembakau ini sangat adiktif, dan
mempengaruhi otak dan sistem saraf. Efek jangka panjang penggunaan
nikotin akan menekan kemampuan otak untuk mengalami kenikmatan,
sehingga perokok akan selalu membutuhkan kadar nikotin yang semakin
tinggi untuk mendapatkan tingkat kepuasan. Tar, mengandung zat kimia
sebagai penyebab terjadinya kanker dan menganggu mekanisme alami
pembersih paru-paru, sehingga banyak polusi udara tertinggal menempel
di paru-paru dan saluran bronchial. Tar dapat membuat sistem pernapasan
terganggu salah satu gejalanya adalah pembengkakan selaput mucus.
Dibawah ini dapat dilihat hubungan antara jumlah rokok yang
dihisap dengan besar resiko terjadinya tumor paru pada perokok. Dalam
jangka panjang (10-20 tahun merokok), merokok:1-10 batang/hari
meningkatkan resiko 15 kali, 20-30 batang/hari meningkatkan resiko 4050 kali, 40-50 batang/hari meningkatkan resiko 70-80 kali (Sudoyo, 2007).
2. Pengaruh paparan industri
Yang berhubungan dengan paparan zat karsninogen, seperti:
a. Asbestos, sering menimbulkan mesoteliom, dinyatakan bahwa asbestos
dapat meningkatkan risiko kanker 6-10 kali.
b. Radiasi ion pada pekerja tambang uranium. Para penambang uranium
mempunyai resiko menderita kanker paru 4 kali lebih besar daripada
populasi umum.
c. Radon, arsen, kromium, nikel, polisiklik hidrokarbon, vinil klorid.
3. Pengaruh Genetik dan status imunologis

Terdapat perubahan/mutasi beberapa gen yang berperanan dalam


kanker paru, yakni: Protooncogen, Tumor supressor gene, Gene encoding
enzyme. Teori Onkogenesis. Terjadinya kanker paru didasari dari
tampilnya gen supresor tumor dalam genom (onkogen). Adanya inisiator
mengubah gen supresor tumor dengan cara menghilangkan (delesi/del)
atau penyisipan (insersi/ins) sebagian susunan pasangan basanya,
tampilnya gen erbB 1 dan atau neu/erbB2 berperan dalam anti apoptosis
(mekanisme sel untuk mati secara alamiah programmed cell death)
Pcrubahan tampilan gen kasus ini menyebabkan sel sasaran dalam hal ini
sel paru berubah menjadi sel kanker dengan sifat pertumbuhan yang
otonom.
Status imunologis penderita yang dipantau dari respon imun
seluler menunjukkkan adanya derajat diferensiasi sel, stadium penyakit,
tanggapan terhadap pengobatan, serta prognosis. Penderita yang anergi
umumnya tidak memberikan tanggapan yang baik terhadap pengobatan
lebih cepat meninggal (Alsagaff&mukty, 2002).
4. Diet
Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi
terhadap betakarotene, selenium dan vitamin A menyebabkan tingginya
risiko terkena kanker paru. Hipotesis ini didapatkan dari penelitian yang
menyimpulkan bahwa vitamin A dapat menurunkan resiko peningkatan
jumlah sel-sel kanker. Hal ini berkaitan dengan fungsi utama vitamin A
yang turut berperan dalam pengaturan diferensiasi sel.
5. Pengaruh penyakit lain/predisposisi oleh karena penyakit lain
Tuberculosis paru banyak dikaitkan sebagai faktor predisposisi
tumor paru melalui mekanisme hiperplasia metaplasia. Karsinoma insitu
dari karsinoma bronkogenik diduga timbul sebagai akibat adanya jaringan
parut tuberkulosis. Data dari Aurbach (1979) menyatakan bahwa 6,9% dari
kasus karsinoma bronkogenik berasal dari jaringan parut. Dari 1186
karsinoma paru tersebut 23,2% berasal dari bekas tuberkulosis. Patut
dicatat bahwa data ini berasal dari Amerika serikat dimana insiden
tuberkulosis paru hanya 0,015% atau 1/20 insiden tuberkulosis di
Indonesia (Alsagaff & Mukty, 2002).

Racun pada rokok

Serat-serat asbes

Radon gas

Iritasi Bronkial

Mengendap di paru

Inflamasi mukosa

Makrofag mencerna
serat asbes

Masuk saluran
nafas sampai ke
broncus

bronkial

E. Menghilangnya
Patofisiologi
cilia
Kerusakan bronkial
Bronchitis
Emfisema
Perubahan genetik

Enzim yang
diproduksi makrofag
menyebabkan fibrosis
massif pada paru

Terjadi
peluruhan gas
radon yang
memancarkan
partikel-

Kecenderungan
keluarga
Penyakit
kronis
Sejarah
paru

paru
kanker

Polusi udara
Diet tidak sehat

Kerusakan
genetik

Migrasi ke pleura
Inflamasi pleura dan
penebalan plak

Metaplasia, Hiperplasia, Neoplasia

Kanker jenis
mesotelioma

KANKER PARU

B1 ( Breath)
Batuk terus
menerus
Sesak nafas

B2 ( Blood )
Batuk darah

Metastase

B3 ( Brain )
Sakit
kepala

B5 ( Bowel )

Berat badan
menurun,
kebutuhan nutrisi
Gangguan rasa
kurang dari
nyaman

Penatalaksanaa
normal
nyeri
n
Intoleransi aktifitas

B6 ( Bone )
Retak tulang
belakang
Gangguan mobilitas
fisik

Pecah pembuluh
Gangguan rasa
darah
Kurang
Resiko cedera
nyaman
Gangguan citra diri
istirahat
Radio
Kemoterapi
sesak
Perlukaan pada
Pembedah
Obat-obatan
Ca.
an
oral
Penyebab
belum
Intoleransi
Komplikasi
jelas
aktifitas
penyebaran
Pre Op
Pre Obatan
Pre Teraphy kanker
Kurang pengetahuan
ke saraf/otak
Kurang
Kurang
pengetahuan
Berhubungan
ttg tindakan operasi
pengetahuan
Anxietas,takut Berhubungan dengan
dengan
Anxiety,takut
Anxietas,takut
Post
Teraphy
kurang nafsu makan
abnormalitas
pada
Post Op
Post obat-obatan
Efek samping
Gelisah
akibat komplikasi
paru
Gg citraTakut
tubuhakan kondisi
Efek samping
teraphy
faring-laring
Intoleransi
aktifitas
pengonsumsian
Intoleransi
aktifitas
penyakitnya
obat-obatan per

F. Gambaran Klinis Tumor Paru


Menurut Amin (2007) pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak
menunjukkan gejala-gejala klinis. Bila sudah menampakkan gejala berarti
pasien dalam stadium lanjut. Gejala-gejala dapat bersifat:
1.

Lokal (tumor setempat)


a.

Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis

b.

Hemoptisis

c.

Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran napas

d.

Kadang terdapat kavitas seperti abses paru

e.

Atelektasis

2.

Invasi lokal
a.

Nyeri dada

b.

Dispnea karena efusi pleura

c.

Invasi ke pericardium terjadi temponade atau aritmia

d.

Sindrom vena cava superior

e.

Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)

f.

Suara sesak, karena penekanan pada nervus laryngeal


recurrent

g.

Syndrome Pancoasta karena invasi pada pleksus brakialis


dan saraf simpatis servikalis

3.

Gejala penyakit metastasis


a.

Pada otak, tulang, hati, adrenal

b.

Limfadenopati servikal dan supraklavikula (sering


menyertai metastasis

4.

Sindrom Paraneoplastik
Terdapat pada 10% kanker paru, dengan gejala:

a. Sistemik

: penurunan berat badan, anoreksia, demam

b. Hematologi

: leukositosis, anemia, hiperkoagulasi

c. Hipertrofi

: osteoartropati

d. Neurologik

: dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer

e. Neuromiopati
f. Endokrin

: sekresi

berlebihan

hormon

paratiroid

(hiperkalsemia)
g. Dermatologi

: eritema multiform, hiperkeratosis, jari tabuh

h. Renal

: syndrome of inappropriate andiuretic hormone


(SIADH)

5.

Asimtomatik dengan kelainan radiologis


a.

Sering terdapat pada perokok dengan


PPOK/COPD yang terdeteksi secara radiologis

b.

Kelainan berupa nodul soliter

G. Staging Kanker Paru


Staging yang dibuat oleh The International System For Staging Lung
Cancer, serta diterima oleh The American Joint Commite on Cancer (AJCC)
dan The Union Internationale Contrele Cancer (UICC), membuat klasifikasi
kanker paru pada tahun 1973 dan kemudian direvisi 1986 dan terakhir pada
tahun 1997 (Amin, 2007).
Tabel 2. Staging Tumor Paru menurut International System For Staging Lung
Cancer, AJCC dan UICC tahun 1997 (Amin, 2007)
TNM
Occult Ca Tx
Mo
Baru 1997
Stage 0
Stage I
Stage II
Stage IIIA
Stage IIIB

Stage IV

Tis
T1-2
T1-2
T3
T1-3
T4

No
Carcinoma in situ
N0
Mo
N1
Mo
N0-1
Mo
N2
Mo
N0-3
Mo

Stage IA
Stage 1B
Stage IIA
Stage IIB
Stage IIIA

T1-3

N3

No

Stage IIIB

T1-4

N1-3

M1

Stage IV

T1N0M0
T2N0M0
T1N1M0
T2N1M0
T1-3N2M0
T3N1M0
T4 Any NM0
Any TN3M0
Any T Any
NM1

Keterangan:
T (tumor atau lesi primer dan luasnya)
Tx

: Tumor terbukti ganas di dapat dari sekret bronkopulmoner, tapi tidak


terlihat secara bronkoskopis dan radiologis. Tumor tidak bisa dinilai
pada staging retreatment
carcinoma in situ (pre invasive carcinoma)
Tumor, diameter <3cm
Tumor, diameter >3cm atau terdapat atelektasis pada distal hilus
Tumor ukuran apapun meluas ke pleura, dinding dada, diafragma,

Tis
T1
T2
T3

:
:
:
:

T4

perikardium, <2cm dari carina, terdapat atelektasis total


: Tumor ukuran apapun invasi ke mediastinum atau terdapat efusi

pleura malignan
N (limfonodus regional dan keadaannya)
No
: tidak ada kelenjar getah bening (KGB) yang terlibat
N1
: Metastasis KGB bronkopulmoner atau ipsilateral hilus
N2
: Metastasis KGB mediastinal atau sub carina
N3
: Metastasis KGB mediastinal kontra latera atau hilus atau KGB
skaleneus atau supraklavikular
M (metastasis jauh)
Mo
: tidak ada metastasis jauh
M1
: Metastasis jauh pada organ (otak, hati, dan lain-lain)
Staging kanker paru dapat dilakukan secara: 1. Diagnosis klinis (c.
TNM); 2. Reseksi surgikal-patologis (p TNM); 3. Evaluasi surgikal (s TNM);
4. Retreatment (r TNM); 5. Autopsi (a TNM). Untuk staging kanker paru,
sedikitnya diperlukan pemeriksaan CT Scan torak, USG abdomen (atau CT
Scan Abdomen), CT Scan otak dan bone scanning (Amin, 2007).
H. Pemeriksaan Diagnostik
Adapun pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien dengan
kanker paru menurut Amin (2007) adalah sebagai berikut:
1. Radiologi
a.
Foto thorax posterior-anterior (PA) dan lateral serta Tomografi
dada. Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi
adanya kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi.
Dapat menyatakan masa udara pada bagian hilus, effuse pleural,
atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra.
b.

Bronkhoskopi. Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.


Tampak massa berlobus-lobus atau nekrotik dan berwarna putih/krem,

bercak-bercak darah dan pelebaran pembuluh darah di permukaan mukosa


bronkus.

2.

Laboratorium
a. Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe). Dilakukan untuk mengkaji
adanya/ tahap karsinoma.

Gambar 3. Sitologi sputum


Keterangan :
1A. Pewarnaan Papanicolaou dari sel-sel bronkus yang normal pada
sputum, dengan inti yang eksentrik dan sitoplasma apical yang
banyak.
1B. Pewarnaan Papanicolaou dari sel-sel bronkus pada sputum dengan
atipik sedang, sel eosinofilik dengan rasio inti : sitoplasma besar,
membran inti ireguler, dan nukleolus yang berbeda.

b. Pemeriksaan fungsi paru dan GDA. Dapat dilakukan untuk mengkaji


kapasitas untuk memenuhi kebutuhan ventilasi.
c. Tes kulit, jumlah absolute limfosit. Dapat
3.

dilakukan

mengevaluasi kompetensi imun (umum pada kanker paru).


Histopatologi
a. Bronkoskopi. Memungkinkan visualisasi, pencucian

untuk

bagian,dan

pembersihan sitologi lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat


diketahui).
b. Biopsi Trans Torakal (TTB). Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi
yang letaknya perifer dengan ukuran <2 cm, sensitivitasnya mencapai
90-95 %.
c. Torakoskopi. Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang
lebih baik dengan cara torakoskopi.
d. Mediastinosopi. Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar
getah bening yang terlibat.

e. Torakotomi. Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila


bermacam-macam prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal
4.

mendapatkan sel tumor.


Pemeriksaan lain
a. Petanda Tumor
Petanda tumor, seperti CEA, Cyfra21-1, NSE dan lainya tidak dapat
digunakan untuk mendiagnosis tetapi masih digunakan evaluasi hasil
pengobatan.
b. Pemeriksaan biologi molekuler
Pemeriksaan biologi molekuler telah semakin berkembang, cara paling
sederhana dapat menilai ekspresi beberapa gen atau produk gen yang
terkait dengan kanker paru,seperti protein p53, bcl2, dan lainya.
Manfaat utama dari pemeriksaan biologi molekuler adalah menentukan
prognosis penyakit.

5.

Pencitraan
a. CT-Scan
Tehnik pencitraan ini dapat menentukan kelainan di paru secara lebih
baik daripada foto toraks. CT-scan dapat mendeteksi tumor dengan
ukuran lebih kecil dari 1 cm secara lebih tepat. Demikian juga tandatanda proses keganasan juga tergambar secara lebih baik, bahkan bila
terdapat penekanan terhadap bronkus, tumor intra bronkial, atelektasis,
efusi pleura yang tidak masif dan telah terjadi invasi ke mediastinum
dan dinding dada meski tanpa gejala. Lebih jauh lagi dengan CT-scan,
keterlibatan KGB yang sangat berperan untuk menentukan stage juga
lebih baik karena pembesaran KGB (N1 s/d N3) dapat dideteksi.
Demikian juga ketelitiannya mendeteksi kemungkinan metastasis
intrapulmoner.
b. MRI
MRI tidak rutin digunakan untuk penjajakan pasien kanker paru. Pada
keadaan khusus, MRI dapat digunakan untuk mendeteksi area yang
sulit diinterpretasikan pada CT scan toraks seperti diafragma atau
bagian apeks paru (untuk mengevaluasi keterlibatan pleksus brakial
atau invasi ke vertebra).

I. Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan kanker dapat berupa:


1.

Kuratif. Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan

2.
3.

angka harapan hidup klien.


Paliatif. Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal. Mengurangi
dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun

4.

keluarga.
Suportif. Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal
seperti pemberian nutrisi, tranfusi darah dan komponen darah, obat anti

nyeri dan anti infeksi. (Amin, 2007 dan Doenges, 2002)


Pada kanker paru dikenal 5 modalitas terapi yaitu:
1.
Pembedahan
Tujuan pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain, untuk
mengangkat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan
sebanyak mungkin fungsi paru yang tidak terkena kanker.
a. Toraktomi eksplorasi.
Indikasi: Untuk mengkonfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru
atau toraks khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsy.
b. Pneumonektomi pengangkatan paru).
Indikasi: Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak
semua lesi bisa diangkat.
c. Lobektomi (pengangkatan lobus paru).
Indikasi: Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus,
bronkiaktesis bleb atau bula emfisematosa; abses paru;
infeksi jamur; tumor jinak tuberkulois.
d. Resesi segmental merupakan pengangkatan satu atau lebih segmen
paru.
e. Resesi baji merupakan pengangkatan dari permukaan paru-paru
berbentuk baji (potongan es).
Indikasi: Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metasmetik, atau
penyakit peradangan yang terlokalisir dan faal paru tidak
cukup untuk lobektomi.
f. Dekortikasi merupakan pengangkatan bahan-bahan fibrin dari pleura
viscelaris)
2.

Radiasi
Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif dan
bisa juga sebagai terapi adjuvant/paliatif pada tumor dengan komplikasi,
seperti mengurangi efek obstruksi/ penekanan terhadap pembuluh darah/

bronkus. Terapi radiasi paskabedah mempunyai beberapa keuntungan


teoritis dalam terapi prabedah bila tak ada kelambatan dalam operasi, tak
ada gangguan penyembuhan luka dan jika lesi terbukti kurang luas
daripada yang dipikirkan semula, maka pasien terlindung dari radiasi yang
tidak diperlukan.
Indikasi:
a. Pasien dengan tumor yang operabel tetapi karena resiko tinggi
maka pembedahan tidak dapat dilakukan.
b. Pasien kanker jenis adenokarsinoma
yang

atau

sel

skuamosa

inoperabel yang diketahui terdapat pembesaran kelenjar getah

bening pada hilus ipsilateral dan mediastinal.


c. Pasien dengan karsinoma bronkus dengan histologi sel gandum atau
anaplastik pada satu paru tetapi terdapat penyebaran nodul pada
kelenjar getah bening dibawah supraklavikula.
d. Pasien kambuhan sesudah lobektomi atau pneumonektomi tanpa bukti
3.

penyebaran diluar rongga dada.


Sitostatika
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk
menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasi luas
serta untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.
a.
Adjuvant: Diberikan sesudah

operasi

untuk

mencegah tumbuhnya sel-sel kanker yang tidak terambil atau masih


tercecer dan tidak tampak oleh mata atau pemeriksaan-pemeriksaan
lain.
b.

Neoadjuvant: Diberikan sebelum operasi untuk


mengecilkan tumor sehingga pengambilan atau penyinaran lebih mudah

dan sempurna.
Target keberhasilan kemoterapi yakni:
Hasil pengobatan ( Lowenbraun dkk & Hoostraten)
a.

Remisi sempurna
1) Lenyapnya kelainan sec. klinis, lab, rontgen
2) Hilangnya gejala sistemik
b.
Remisi partial
Ukuran benjolan berkuruang lebih dari 50%. Dalam jangka 1 bulan
tidak ditemukan lesi-lesi baru, ada atau tidak ada perbaikan gejala
sistemik.
c.

Tidak ada respon

Penurunan kurang dari 50% atau kenaikan kurang dari 25% dari
d.

pengukuran lesi-lesi semula.


Progresif
Bila lesi bertambah lebih dari 25 % dari pengukuran semula atau timbul
lesi baru.

e.

Relaps
Bila lesi bertambah 50% dari pengukuran semula atau timbul lesi baru
dalam waktu 2 minggu.

f.

Waktu remisi
Lamanya penderita mengalami bebas penyakit yang dihitung dari akhir
pengobatan 6 siklus sampai terjadinya relaps.

4.
Terapi

Hormonal
hormonal tidak

digunakan

dalam

pengobatan

karsinoma

bronkogenik. Ada beberapa cara dan obat yang dapat digunakan meskipun
5.

belum ada hasil penelitian di Indonesia yang menyokong manfaatnya


Imunologi
Dasar pemberian imunoterapi di bidang kanker adalah terdapat suatu
Tumor Associated Antigen yang khas. Klasifikasi klasik:
a.
Imunoterapi spesifik aktif
b.
Imunoterapi spesifik pasif
c.
Imunoterapi non spesifik aktif
d.
Imunoterapi non spesifik pasif
Syarat pemberian imunoterapi:
g.

Tumor burden harus kecil: < 5sel (1cm3 = 109 sel), hal ini
berakibat bahwa penggunaan imunoterapi pada karsinoma bronkogenik,

h.
i.

praktis terbatas untuk kasus paska bedah, paska radiasi, dan sitostatika.
Penderita harus immunocompetent
Pemantauan harus cermat, karena stimulasi yang berlebihan
malah akan mendorong pembentukan blocking factors yang dapat
menghambat respon imun, sehingga dapat memperburuk keadaan.

Tabel 3. Penanganan Kanker Paru Berdasarkan Stadium (Minna, 2011)


Stadium
Penanganan Primer
Terapi Adjuvant
I
Reseksi
Kemoterapi
Kemoterapi dengan
II
Reseksi
atau tanpa radioterapi
IIIA (resectable)
Reseksi dengan atau
Kemoterapi dengan
tanpa kemoterapi

atau tanpa radioterapi

preoperatif
IIIA (unresectable)
IIIB (keterlibatan
limfonodi kontralateral
atau supraklavikula)

Kemoterapi dengan
radioterapi bersamaan

Tidak ada

atau setelahnya
Kemoterapi atau reseksi

IIIB atau IV

Limited disease
Extensive disease

metastasis utama di otak


dan tumor primer T1
Kemoterapi dengan
radioterapi bersamaan
Kemoterapi

Tidak ada

Tidak ada
Tidak ada

J. ASUHAN KEPERAWATAN TUMOR PARU


1.

Pengkajian
a. Anamnesa
b. Riwayat Keperawatan
1) Keluhan utama: Biasanya bervariasi seperti keluhan batuk, batuk
produktif, batuk darah, sesak nafas, suara serak, nyeri dada, sakit/sulit
menelan, benjolan di pangkal leher dan sembab muka dan leher,
kadang-kadang disertai sembab lengan dengan rasa nyeri yang hebat.
2) Riwayat penyakit sekarang: Keluhan hampir sama dengan jenis
penyakit paru lain dan tidak mempunyai awitan (onset) yang khas.
3) Riwayat penyakit sebelumnya: Biasanya akan didapatkan keluhan
batuk jangka panjang dan penurunan berat badan secara signifikan,
merokok, riwayat keluarga, pajanan asbestos, paparan industri lain,
radiasi paru, riwayat PPOK.
4) Riwayat keluarga: anggota keluarga dari klien dengan kanker paru
beresiko lebih besar mengalami penyakit ini, walaupun masih belum
dapat dipastikan apakah hal ini benar-benar karena faktor herediter
atau karena faktor-faktor familial.

c. Pemeriksaan fisik

1) B1 (Breathing)
a) Inspeksi: Terlihat batuk, dengan/tanpa peningkatan produksi sekret.
Pergerakan dada asimetris apabila terjadi komplikasi efusi pleura
dengan hemoragi.
b) Palpasi: Ekspansi paru meningkat dan taktil fremitus menurun.
c) Perkusi: Suara normal sampai hipersonor.
d) Auskultasi: Bunyi stridor lokal, wheezing unilateral muncul apabila
karsinoma sudah mengakibatkan penyempitan bronkus. Penyebaran
lukal tumor ke struktur mediastinum dapat menimbulkan suara
serak akibat terserangnya saraf rekuren.
2) B2 (Blood)
Takikardi, disritmia, menunjukkan efusi (gesekan pericardial), JVD
(obstruksi vena kava), jari tabuh.
3) B3 (Brain)
Sakit kepala, kejang, vertigo dan peningkatan tekanan intra kranial
akibat metastasis ke otak.
4) B4 (Bladder)
Peningkatan frekuensi/jumlah urine (ketidakseimbangan hormonal,
tumor epidermoid).
5) B5 (Bowel)
Anoreksia, disfagia, penurunan intake makanan, berat badan turun,
haus/peningkatan masukan cairan, hepatomegali dan joundice
akibat metastasis ke hepar, diare hilang timbul (ketidakseimbangan
hormonal, karsinoma sel kecil).
6) B6 (Bone and Integumen)
Nyeri dan fraktur akibat metastasis ke tulang, demam mungkin ada
(sel

besar

atau

adenokarsinoma),

kemerahan,

kulit

pucat

(ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil).

Analisa Data
No

Data

Etiologi

DS: klien mengatakan


batuk berdahak.
DO:
1. Suara nafas wheezing,
2. Perubahan irama dan
frekuensi pernapasan,

Kanker paru
Obstruksi oleh tumor
sekresi trakeobronkial,
obstruksi bronkial sekunder

Masalah
Keperawatan
Bersihan jalan nafas
tidak efektif

3. Sputum berlebihan.
DS: klien mengeluh
sesak napas.
DO:
1. Napas dalam dan
cuping hidung
2. Takipneu
3. Penggunaan
otot
bantu pernapasan.
DS: klien mengeluh
sesak napas.
DO:
1. AGD abnormal
2. pH arteri abnormal
3. Sianosis
4. Hipoksia, hipoksemia,
5. Takikardia.
DS: klien mengatakan
nyeri pada dada.
DO:
1. klien
meringis
kesakitan
2. posisi
menghindari
nyeri
DS: klien mengatakan
takut mati.
DO:
1. klien tampak gelisah
2. Insomnia
3. Kontak mata buruk.
DS: klien mengatakan
mual dan tidak
nafsu makan.
DO:
1. porsi makan tidak
dihabiskan,
2. penurunan
berat
badan
3. muntah >>.
DS: klien mengeluh
badannya
terasa
lemah.
DO:
1. kelemahan (+)
2. ada
masalah
pernapasan.

Kanker paru
Obstruksi bronkus

Pola napas
efektif

tidak

ekspansi paru dan proses


inflamasi

Kanker paru
penurunan kapasistas paru

Gangguan
pertukaran gas

Gangguan difusi

Kanker paru

Nyeri akut

tekanan tumor pada jaringan


penunjang dan erosi jaringan
Nyeri pleuritis
Kanker paru (peny. kronis)

Cemas

Ancaman kematian
Kurang informasi
Kanker paru
metabolisme dan proses
keganasan, kemoterapi.

Nutrisi kurang dari


kebutuhan tubuh

Intake tidak adekuat,


mual/muntah.

Gangguan pertukaran gas


Suplai O2 kebutuhan
Kelelahan/kelemahan fisik

Intoleransi aktivitas

10

DS: klien mengatakan


Kanker paru
tidak tahu tentang
penyakit
dan Penatalaksanaan kanker, proses
penyakit
pengobatannya.
DO:
Kurang informasi
1. tidak
mengikuti
instruksi
yang
diberikan
secara
akurat
2. perilaku tidak sesuai/
terlalu berlebihan.
DS:Kanker paru
DO:
1. terdapat luka post Prosedur invasif (pembedahan)
operasi
Diskontinuitas jaringan
2. vital sign dbN
3. tidak ada tanda-tanda
infeksi.
DS: klien mengatakan
Kanker paru
malu
dengan
Kemoterapi dan radioterapi
kondisinya saat ini.
DO:
Efek samping penanganan
1. kulit
tampak
memerah dan gosong
2. rambut
rontok
(alopesia)
2.

Kurang pengetahuan

Resiko tinggi infeksi

Gangguan
tubuh

citra

Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul pada klien kanker paru
menurut Muttaqqin (2008) dan Somantri (2009) adalah:
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi trakeobronkial,
nyeri, penurunan ekspansi paru dan proses inflamasi.
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi tumor
dan peningkatan sekresi trakeobronkial
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kapasistas
paru sekunder terhadap destruksi jaringan.
d. Nyeri akut berhubungan dengan tekanan tumor pada jaringan penunjang
dan erosi jaringan
e. Cemas berhubungan dengan ancaman kematian, ketidaktahuan informasi
dan penyakit kronis.
f. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
inadekuat, peningkatan metabolisme dan proses keganasan.

g. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan


kenutuhan oksigen tubuh, dispneu dan fatigue.
h. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
proses penyakit.
i. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
j. Gangguan citra diri berhubungan dengan penanganan (pembedahan,
radiasi dan kemoterapi).
5.
Intervensi Keperawatan
a.
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan
kapasistas paru sekunder terhadap destruksi jaringan
NOC:
1) Respiratory Status: gas exchange
2) Keseimbangan asam basa, elektrolit
3) Respiratory Status : ventilation
4) Vital Sign Status
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, gangguan pertukaran pasien
teratasi dengan kriteria hasil:
1) Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang
adekuat
2) Tanda tanda vital dalam rentang normal (TD sistolik 100-120 mmHg,
diastolik 60-80 mmHg; Pernapasan: 12-20x / menit; Nadi: 60-100x /
menit; Suhu: 36,5-37,5oC)
3) AGD dalam batas normal (pH 7,35-7,45; pCO2 35-45 mmHg; pO2
80-100 mmHg; HCO3 22-26 mEq/ L; SaO2 95-99%)
4) Status neurologis dalam batas normal
Intervensi (NIC):
1)

Kaji status pernafasan dengan sering, catat peningkatan frekuensi


atau upaya pernafasan atau perubahan pola nafas.
Rasional: Dispnea merupakan mekanisme kompensasi adanya tahanan jalan

2)

nafas.
Catat ada atau tidak adanya bunyi tambahan dan adanya bunyi
tambahan, misalnya krekels, mengi.
Rasional : Bunyi nafas dapat menurun, tidak sama atau tak ada pada area
yang sakit.Krekels adalah bukti peningkatan cairan dalam area
jaringan sebagai akibat peningkatan permeabilitas membrane
alveolar-kapiler. Mengi adalah bukti adanya tahanan atau
penyempitan jalan nafas sehubungan dengan mukus/ edema serta
tumor.

3)

Kaji adanmya sianosis


Rasional : Penurunan oksigenasi bermakna terjadi sebelum sianosis. Sianosis
sentral dari organ hangat contoh, lidah, bibir dan daun telinga

adalah paling indikatif.


Kolaborasi pemberian oksigen lembab sesuai indikasi
Rasional : Memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran.
5)
Awasi atau gambarkan seri GDA.
Rasional : Menunjukkan ventilasi atau oksigenasi. Digunakan sebagai dasar
4)

evaluasi keefktifan terapi atau indikator kebutuhan perubahan


terapi.

b.

Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan


obstruksi tumor dan peningkatan sekresi trakeobronkial.
NOC:
1) Respiratory status : Ventilation
2) Respiratory status : Airway patency
3) Aspiration Control
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien menunjukkan
keefektifan jalan nafas dibuktikan dengan kriteria hasil:
1) Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, bernafas
dengan mudah, tidak ada pursed lips)
2) Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik,
irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada
suara nafas abnormal)
3) Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor yang penyebab.
4) Saturasi O2 dalam batas normal
5) Foto thorak dalam batas normal
Intervensi (NIC):
1) Catat perubahan upaya dan pola bernafas.
Rasional: Penggunaan otot interkostal/ abdominal dan pelebaran
nasal menunjukkan peningkatan upaya bernafas.
2) Observasi penurunan ekspensi dinding dada
Rasional: Ekspansi dada terbatas atau tidak sama sehubungan
dengan akumulasi cairan, edema, dan sekret dalam seksi

lobus.
3) Catat karakteristik batuk (misalnya, menetap, efektif, tak efektif),
juga produksi dan karakteristik sputum.
Rasional: Karakteristik batuk dapat berubah tergantung pada
penyebab/ etiologi gagal perbafasan. Sputum bila ada
mungkin banyak, kental, berdarah, adan/ atau puulen.
4) Pertahankan posisi tubuh/ kepala tepat dan gunakan alat jalan nafas
sesuai kebutuhan.
Rasional: Memudahkan memelihara jalan nafas atas paten bila jalan
nafas pasein dipengaruhi.
5) Kolaborasi pemberian bronkodilator, contoh aminofilin, albuterol
dll. Awasi untuk efek samping merugikan dari obat, contoh takikardi,
hipertensi, tremor, insomnia.
Rasional: Obat diberikan untuk menghilangkan spasme bronkus,
menurunkan viskositas sekret, memperbaiki ventilasi, dan
memudahkan pembuangan sekret. Memerlukan perubahan
dosis/ pilihan obat.
c.

Nyeri akut berhubungan dengan tekanan tumor pada


jaringan penunjang dan erosi jaringan
NOC:
1) Pain Level,
2) pain control,
3) comfort level
Setelah

dilakukan

tindakan

keperawatan,

pasien

tidak

mengalami nyeri, dengan kriteria hasil:


1) Mampu

mengontrol

nyeri

(tahu

penyebab

nyeri,

mampu

menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,


mencari bantuan)
2) Melaporkan

bahwa

nyeri

berkurang

dengan

menggunakan

manajemen nyeri
3) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
4) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
5) Tanda vital dalam rentang normal

6) Tidak mengalami gangguan tidur


Intervensi (NIC):
1) Tanyakan pasien tentang nyeri. Tentukan karakteristik nyeri. Buat
rentang intensitas pada skala 0 10.
Rasional: Membantu dalam evaluasi gejala nyeri karena kanker.
Penggunaan skala rentang membantu pasien dalam
mengkaji tingkat nyeri dan memberikan alat untuk
evaluasi keefktifan analgesic, meningkatkan control nyeri.
2) Kaji pernyataan verbal dan non-verbal nyeri pasien.
Rasional: Ketidaklsesuaian antar petunjuk verbal/ non verbal dapat
memberikan

petunjuk

derajat

nyeri,

kebutuhan/

keefketifan intervensi.
3) Catat kemungkinan penyebab nyeri patofisologi dan psikologi.
Rasional: Insisi posterolateral lebih tidak nyaman untuk pasien dari
pada insisi anterolateral. Selain itu takut, distress, ansietas
dan kehilangan sesuai diagnosa kanker dapat mengganggu
kemampuan mengatasinya.
4) Dorong menyatakan perasaan tentangnyeri.
Rasional: Takut/ masalah dapat meningkatkan tegangan otot dan
menurunkan ambang persepsi nyeri.
5) Berikan tindakan kenyamanan. Dorong dan ajarkan penggunaan
teknik relaksasi
Rasional: Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian.
d.

Cemas berhubungan dengan ancaman kematian, ketidaktahuan


informasi dan penyakit kronis.
NOC:
1) Kontrol kecemasan
2) Koping
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, kecemasan klien teratasi dgn
kriteria hasil:
1) Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
2) Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk
mengontol cemas

3) Vital sign dalam batas normal


4) Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas
menunjukkan berkurangnya kecemasan
Intervensi (NIC):
1) Observasi peningkatan gelisah, emosi labil.
Rasional: Memburuknya penyakit dapat

menyebabkan

atau

meningkatkan ansietas.
2) Pertahankan lingkungan tenang dengan sedikit rangsangan
Rasional: Menurunkan ansietas dengan meningkatkan relaksasi dan
penghematan energi.
3) Tunjukkan/ Bantu dengan teknik relaksasi, meditasi, bimbingan
imajinasi.
Rasional: Memberikan

kesempatan

untuk

pasien

menangani

ansietasnya sendiri dan merasa terkontrol.


4) Identifikasi perspsi klien terhadap ancaman yang ada oleh situasi.
Rasional: Membantu pengenalan ansietas/ takut dan mengidentifikasi
tindakan yang dapat membantu untuk individu.
5) Dorong pasien untuk mengakui dan menyatakan perasaan.
Rasional: Langkah awal dalam mengatasi perasaan adalah terhadap
identifikasi dan ekspresi. Mendorong penerimaan situasi
dan kemampuan diri untuk mengatasi.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi

e.

tentang proses penyakit.


NOC:
1) Kowlwdge : disease process
2) Kowledge : health Behavior
Setelah

dilakukan

tindakan

keperawatan,

pasien

menunjukkan

pengetahuan tentang proses penyakit dengan kriteria hasil:


1) Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit,
kondisi, prognosis dan program pengobatan
2) Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan
secara benar
3) Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
perawat/tim kesehatan lainnya.
Intervensi (NIC):
1) Dorong belajar untuk memenuhi kebutuhan pasien. Beriak informasi
dalam cara yang jelas/ ringkas.

Rasional: Sembuh dari gangguan gagal paru dapat sangat menghambat


lingkup perhatian pasien, konsentrasi dan energi untuk
penerimaan informasi/ tugas baru.
2) Berikan informasi verbal dan tertulis tentang obat
Rasional: Pemberian instruksi penggunaan obat

yang

aman

memmampukan pasien untuk mengikuti dengan tepat


program pengobatan.
3) Kaji konseling nutrisi tentang rencana makan; kebutuhan makanan
kalori tinggi.
Rasional: Pasien

dengan

masalah

pernafasan

berat

biasanya

mengalami penurunan berat badan dan anoreksia sehingga


memerlukan peningkatan nutrisi untuk menyembuhan.
4) Berikan pedoman untuk aktivitas.
Rasional: Pasien harus menghindari untuk terlalu lelah dan
mengimbangi

periode

istirahatdan

aktivitas

untuk

meningkatkan regangan/ stamina dan mencegah konsumsi/


kebutuhan oksigen berlebihan.

DAFTAR PUSTAKA
Amin, Z. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan DIPD FKUI.
Asih, N.G.Y & Christantie E. 2004. Keperawatan Medikal Bedah: Klien Dengan
Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: EGC.
Brashers,Valentina L. 2008. Aplikasi Klinis Patofisiologi: Pemeriksaan dan
Manajemen, Ed.2. Jakarta: EGC.
Boyle P, Gandini S, Gray N. Epidemiology of Lung Cancer: a Century of Great Success
and Ignominious Failure. In: Hansen H. 2008. Textbook of Lung Cancer.
United Kingdom: Informa UK Ltd.
Corwin, E. J. 2009. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Davey, P. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.
Davis, W. D., et all. 2004. World Health Organization Classification of Tumours:
Pathology & Genetics. Tumours of The Lung, Pleura, Thymus and Heart.
Lyon: IARC Press.
Doenges, Marilyn E. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Penerbit :EGC,
Jakarta.
Elizabeth, J. Corwin. 2008. Buku Saku Patofisiologis. Jakarta: ECG.
Guyton, A.C.2007. Buku Teks Fisiologi KedokteraN. Ed. V, bagian 2. Jakarta: EGC.
Jusuf A, Harryanto A, Syahruddin E, Endardjo S, Mudjiantoro S, Sutandio N. 2005.
Kanker Paru Jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil. Pedoman Nasional Untuk
Diagnosa & Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia.
Minna J.D. Neoplasma of the Lung. In Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL,
et al. 2011. Harrisons principles of internal medicine. 17th ed. New York:
McGraw Hil.
PDPI. 2003. Kanker Paru: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.
(online)
diakses
dari
https://agus34drajat.files.wordpress.com/2010/10/kankerparu.pdf tanggal 1
November 2014 pukul 22.15 WIB.
Somantri, Iman.2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Suryo, Joko. 2010. Herbal Penyembuhan Gangguan Sistem Pernapasan. Yogyakarta: B
First.

Anda mungkin juga menyukai