Anda di halaman 1dari 27

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab ini membahas tentang perbandingan antara studi kasus yang telah

diperoleh dengan teori, harapannya dapat diperoleh gambaran secara nyata dan

sejauh mana asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan anemia ringan dan pre

eklampsia ringan diberikan. Selain itu juga untuk mengetahui adanya kesamaan

dan kesenjangan selama memberikan asuhan kebidanan dengan teori yang ada.

Dalam pelaksanaan studi kasus ini menggunakan konsep dasar asuhan

kebidanan yang diharapkan sesuai dengan teori yang ada. Menurut Hellen Varney,

alur fikir bidan dalam menghadapi klien meliputi 7 langkah Varney yaitu

pengumpulan data, interpretasi data, diagnosa potensial, antisipasi penanganan

segera, perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, dan evaluasi. Adapun

uraiannya sebagai berikut :

I. Pengumpulan Data

Menurut Muslikhatun (2009) pada langkah ini dikumpulkan semua

informasi yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan

kondisi klien. Untuk memperoleh data dilakukan dengan cara anamnesa,

pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda

vital, pemeriksaan khusus, pemeriksaan penunjang. Pada kasus juga

dilakukan pengumpulan data meliputi anamnesa, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan penunjang. Adapun uraiannya :

84
85

A. Data Subyektif

Cara pengumpulan data subyektif yang dilakukan pada kasus Ny.

W adalah dengan cara wawancara atau anamnesa terhadap pasien.

Menurut Notoatmodjo (2010), wawancara adalah suatu metode yang

digunakan untuk mengumpulkan data, dimana peneliti mendapatkan

keterangan atau informasi secara lisan dari seseorang peneliti (responden),

atau bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang tersebut (face to

face), jadi data tersebut diperoleh langsung dari responden melalui suatu

pertemuan atau percakapan. Semua data keterangan-keterangan dan tanya

jawab antara klien dan petugas medis. Adapun data yang didapatkan

meliputi biodata, alasan datang, keluhan utama, riwayat obstetri dan

ginekologi, riwayat kesehatan, kebiasaan, kebutuhan sehari-hari, data

sosiologi, data sosial ekonomi, data perkawinan, data spiritual, data sosial

budaya dan pengetahuan.

1. Usia

Usia mempunyai pengaruh terhadap kehamilan dan persalinan sesuai

dalam teori yang dikemukakan oleh Manuaba (2007) yaitu usia aman

dalam kehamilan dan persalinan adalah 20 sampai 35 tahun. Pada

kehamilan di usia muda (termasuk usia remaja dibawah usia 20 tahun)

memiliki resiko yang lebih tinggi pada kesehatan. Pada usia dibawah 20

tahun secara ilmu kedokteran memiliki organ reproduksi yang belum siap

dan beresiko tinggi mengalami kondisi kesehatan yang buruk saat hamil.

Selain itu kondisi sel telur belum sempurna dikhawatirkan akan


86

mengganggu perkembangan janin. Beberapa kondisi kesehatan yang

mungkin terjadi adalah tekanan darah tinggi pada ibu hamil, kehamilan

premature yaitu kelahiran dibawah usia kandungan di bawah 37 minggu.

Beberapa kondisi yang dikhawatirkan adalah berat badan bayi yang

rendah saat lahir dan mengalami depresi postpartum, dimana rasa

kecemasan setelah melahirkan. Hal yang paling dikhawatirkan adalah

kematian ibu yang tinggi dikarenakan terjadinya pendarahan dan infeksi.

Walaupun kondisi kesehatan setiap individu berbeda akan tetapi

pemeriksaan ahli medis harus dilakukan dengan ekstra mengingat kondisi

yang sangat rawan diusia kehamilan remaja. Kehamilan pada usia >35

tahun lebih beresiko karena kesehatan ibu sudah menurun, akibatnya ibu

hamil pada usia itu mempunyai kemungkinan lebih besar untuk terjadi

persalinan lama, pre eklamsia, perdarahan, persalinan pre term, atonia

uteri, resiko peningkatan hipertensi kronik, diabetes gestasional,

kehamilan ektopik, IUGR pada janin abnormalitas kromosom, kematian

janin.

Dari kasus yang telah didapatkan pada Ny. W umur 33 tahun termasuk

usia reproduktif dan aman untuk kehamilan, namun Ny. W mengalami

Anemia Ringan dan Pre Eklamsia ringan dalam kehamilannya, hal ini

kemungkinan adanya faktor lain yang berpengaruh. Sehingga ditemukan

kesenjangan teori dan praktek.

2. Paritas
87

Pada kasus Ny. W, ini merupakan kehamilan yang ketiga,

pernah melahirkan dua kali dan tidak pernah mengalami keguguran.

Dari hasil anamnesa didapatkan bahwa riwayat hamil anak pertama

hamil 9 bulan, lahir spontan, penolong persalinan bidan, dengan berat

lahir 3000 gram dan sekarang berumur 7 tahun, jenis kelamin laki-

laki. Anak kedua hamil 9 bulan kembar, lahir spontan di bidan,

dengan berat lahir anak ke I yaitu 2500 dan anak ke II 2700 gram

dan sekarang berumur 5 tahun, jenis kelamin laki-laki.

Menurut Marmi (2011:69) penyebab pre eklampsia secara pasti

belum diketahui, namun pre eklamsia sering terjadi pada

primigravida, tuanya kehamilan, kehamilan ganda. Dari kasus tersebut

bahwa Ny.W masuk dalam kriteria multipara namun Ny. W

mengalami Pre eklamsia dalam kehamilannya, hal ini kemungkinan

adanya faktor lain yang berpengaruh. Jadi dapat disimpulkan bahwa

ada kesenjangan antara teori dengan kasus.

3. Tingkat Pendidikan

Menurut Sulistiowati (2010:221) tingkat pendidikan dikaji untuk

menyatakan tingkat intelektualnnya. Tingkat pendidikan berpengaruh

dalam pelayanan dan pengetahuan ibu mengenai persalinan. Semakin

tinggi tingkat pendidikan pasien semakin mudah dalam memberikan

asuhan, terutama ketika petugas memberikan penjelasan tentang

masalah yang sedang terjadi pada pasien..


88

Pada kasus Ny. W pendidikan terakhir adalah sekolah

menengah pertama (SMP), walaupun demikian dalam kasus diatas

Ny. W dapat dengan mudah menerima informasi dan kooperatif

dengan asuhan yang diberikan oleh bidan. Kemampuan menerima

informasi dan kooperatif tidak hanya didapat dari pendidikan

formal saja tetapi juga dapat diperoleh dari informal. Sehingga

pada kasus ini dapat disimpulkan tidak terdapat kesenjangan antara

teori dan praktek.

4. Keluhan utama

Pada kasus Ny. W mengatakan tanggal 13 Desember 2014

pukul 10.00 wib, kepala terasa pusing, keluar lendir, dan pinggang

terasa sakit

Dalam teori yang dikemukakan oleh Marmi (2011:67) gambaran

klinik pre eklampsia biasanya timbul dalam urutan pertambahan berat

badan yang berlebihan, diikuti oedema, hipertensi dan akhirnya

proteinuria. Pada pre eklampsia ringan tidak ditemukan gejala-gejala

subyektif, pada pre eklampsia berat ditemukan sakit kepala,

penglihatan kabur, nyeri daerah epigastrum, mual dan muntah-

muntah.

Dari data tersebut pada kasus Ny.W sudah sesuai teori karena

mengalami keluhan sakit kepala dan tekanan darah tinggi, hal ini

merupakan tanda-tanda dari anemia ringan dan preeklamsia ringan.

Dengan demikian tidak ada kesenjangan antara teori dan kasus.


89

5. Riwayat Haid

Menurut Manuaba (2009) siklus menstruasi pada pemulaan

hanya hormon estrogen saja yang dominan dan perdarahan

(menstruasi) yang terjadi untuk pertama kali (menarche) muncul pada

umur 12-13 tahun, menstruasi teratur dengan interval 26 sampai 32

hari.

Untuk dapat menghitung usia kehamilan berdasarkan HPHT

hanya dapat dilakukan oleh ibu hamil yang memiliki siklus haid

normal dan teratur (28-30hari). Untuk taksiran usai kehamilan

berdasar HPHT dapat menggunakan rumus Neagele, selain dapat

menghitung usia kehamilan, rumus ini juga dapat digunakan untuk

menghitung hari perkiraan lahir (HPL). Penggunaan rumus ini adalah

dengan menambahkan 7 pada tanggal pertama dari haid terakhir,

kemudian mengurangi bulan dengan 3 dan menambahkan 1 pada

tahunnya, sedangkan untuk bulan yang tidak bisa dikurangi dengan 3,

misalnya januari, februari dan maret, maka bulannya ditambah 9, tapi

tahunnya tetap tidak ditambah atau dikurangi.

Pada kasus Ny. W menarche (haid pertama) saat usia 12 tahun,

siklus haid teratur 28 hari, lama haid 6 hari, dalam 1 hari 2 kali ganti

pembalut, tidak meraskan nyeri haid, hari pertama haid terakhir

tanggal 05 Maret 2014, sehingga diperoleh usia kehamilan saat ini 40

minggu atau aterm.


90

Dalam buku yang ditulis oleh Yanti (2010:4) menjelaskan

pembagian persalinan berdasarkan usia kehamilan, salah satunya yaitu

partus maturus atau aterm adalah pengeluaran buah kehamilan antara

usia kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu. Berdasarkan teori

tersebut, usia kehamilan Ny. W masuk dalam kategori partus aterm.

Dalam hal ini tidak ada kesenjangan antara teori dengan keadaan di

lapangan.

6. Status Gizi

Pada Ny.W status gizi saat hamil kurang karena status enokomi

keluarga rendah. Padahal terjadinya anemia pada ibu hamil salah satu

penyebabnya yaitu ibu yang mengalami masalah gizi yaitu status gizi

KEK yang disebabkan asupan makanan yang kurang, kurangnya

pemanfaatan perawatan selama kehamilan atau ANC (Ante Natal

Care) pada ibu selama kehamilan berlangsung yang mempengaruhi

terjadinya anemia pada ibu hamil tidak terpantau dengan baik status

gizi dan kadar Hb (Wahyudin, 2008). Jadi tidak ada kesenjangan

antara teori dan kasus.

7. Riwayat Kontrasepsi

Pada kasus Ny. W didapatkan bahwa ibu pernah menggunakan

alat kontrasepsi suntik setelah kelahiran anak kedua selama 5 tahun.

Menurut Saifuddin (2006:6) penyebab tak langsung kematian

ibu antara lain “4T” (terlalu banyak anak, terlalu pendek jarak

melahirkan, terlalu muda untuk hamil, terlalu tua untuk hamil).


91

Sehingga penggunaan kontrasepsi diperlukan untuk mengatur jarak

kehamilan. Pada kehamilan Ny. W saat ini tidak beresiko dalam hal

jarak persalinan, karena jarak anak yang kedua dengan kehamilan

sekarang 5 tahun. Jadi tidak ada kesenjangan antara teori dengan

kasus.

8. Riwayat Kesehatan

Pada riwayat kesehatan Ny. W usia 33 tahun tidak pernah

menderita penyakit apapun pada kehamilan sebelumnya ataupun

sebelum kehamilan, Menurut Sulistyawati (2010), riwayat kesehatan

dikaji untuk mengetahui penyakit apa saja yang pernah diderita oleh

pasien. Dilihat dari kasus tersebut tidak ada perbedaan yang

signifikan.

Pada kasus Ny. W, keluarga dan ibu sendiri tidak mempunyai

riwayat sakit seperti (TBC, DM, ASMA, Hipertensi).

Menurut Marmi (2011:69) penyebab pre eklampsia adalah

primigravida, kehamilan ganda, mempunyai dasar penyakit vasikular,

hipertensi. Dilihat Dari riwayat kesehatan ibu dan keluarga pada kasus

ini tidak termasuk faktor resiko terjadinya pre eklampsia. Jadi ada

kesenjangan antara teori dan kasus di lapangan.

B. Data Obyektif

Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien,

hasil laboratorium, dan uji diagnostik lain yang dirumuskan dalam data

fokus untuk mendukung asuhan kebidanan langkah pertama Varney.


92

1. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik kasus Ny.W keadaan umumnya baik,

kesadaran composmentis, tensi 140/90 mmHg, nadi 86x/menit, nafas

22x/menit, suhu 36,9 0C, berat badan 62 kilo gram, lingkar lengan atas

28 centi meter, status present pada konjungtiva berwarna pucat,

ekstremitas bawah terdapat oedem.

Menurut Sujiyatini (2009:58) gejala klinis pre eklampsia ringan

adalah tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih, protein urin secara

kuantitatif lebih 0,3 gr/liter dalam 24 jam atau (+1), terdapat edema

pada pretibia, dinding abdomen, lumbosakral, wajah atau tangan.

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik ditemukan adanya tanda tekanan

darah tinggi yang merupakan tanda gejala adanya preeklamsia.

Sehingga tidak ada kesenjangan antara teori dengan kasus.

2. Pemeriksaan Obstetri

Pada kasus Ny.W palpasi Leopold I teraba bokong, Leopold II

teraba punggung kanan, Leopold III teraba kepala, Leopold IV teraba

divergen, tinggi fundus uteri 29 centimeter, taksiran berat badan janin

2790 gram, denyut jantung janin 140x/menit, pemeriksaan dalam

pembukaan 2 centimeter.

Dalam teori yang dikemukakan oleh Manuaba (2010:32) salah

satu tanda-tanda persalinan yaitu pembukaan serviks, pada kasus

Ny.W sudah ada pembukaan, sehingga tidak ada kesenjangan antara

teori dengan kasus.


93

3. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan urin pada Ny.W dilihat dari buku KIA tertulis protein

urin (+1), Hb: 10 gr%.

Berdasarkan pemeriksaan penunjang ditemukan adanya Hb: 10

gr% , protein urine (+1) yang merupakan sebagai tanda anemia ringan

dan preeklamsia ringan.

Gejala anemia disebabkan oleh pasokan oksigen yang tidak

mencukupi kebutuhan ini, bervariasi. Anemia bisa menyebabkan

kelelahan, kelemahan, kurang tenaga dan kepala terasa melayang

(Kusmawardani, 2010)

Menurut Manuaba (2010:264), gambaran klinik mulai dari

kenaikan berat badan diikuti edema kaki atau tangan, kenaikan

tekanan darah dan terakhir terjadi proteinuria pada pre eklampsia

ringan diikuti keluhan subjektif yaitu sakit kepala, rasa nyeri di daerah

epigastrum, gangguan mata, penglihatan menjadi kabur, terdapat mual

sampai muntah, gangguan pernafasan sampai sianosis, terjadinya

gangguan kesadaran.

Pada kasus Ny.W sudah mengarah ke anemia ringan dan pre

eklampsia ringan, hal ini dibuktikan dengan sakit kepala, Hb : 10 gr%

tekanan darah tinggi, oedem, dan protein urin positif, sehingga tidak

ada kesenjangan antara teori dengan kasus.


94

II. Interpretasi Data

Menurut Sulistyawati (2010:228) langkah ini dilakukan dengan

mengidentifikasi data secara benar terhadap diagnosis atau masalah

kebutuhan pasien. Masalah atau diagnosis yang spesifik dapat ditemukan

berdasarkan interpretasi yang benar terhadap data dasar.

Pada kasus Ny. W ibu bersalin dengan anemia ringan dan pre eklampsia

ringan diperoleh diagnosa nomenklatur, diagnosa masalah dan diagnosa

kebutuhan yaitu :

a. Diagnosa Nomenklatur

Ny. W umur 33 tahun GIII PII A0 hamil 40 minggu, janin

tunggal, hidup, intrauterine, letak memanjang, punggung kanan,

presentasi kepala, divergen inpartu kala I fase laten dengan Anemia

ringan dan pre eklampsia ringan.

Diagnosa tersebut diperoleh dari data dasar bahwa ibu

mengatakan bernama Ny.W umur 33 tahun, ini kehamilan yang

ketiga, pernah melahirkan dua kali dan tidak pernah keguguran, haid

terakhirnya tanggal 05 Maret 2014, kenceng-kenceng sejak tanggal 13

desember 2014 pukul 10.00 wib. Keadaan umum baik, tekanan darah

140/90 mmHg, nadi 86x/menit, suhu 36,9 0C, nafas 22x/menit, palpasi

Leopold I teraba bokong, Leopold II teraba punggung kanan, Leopold

III teraba kepala, Leopold IV teraba divergen, TFU : 29 centi meter,

kontraksi : 3 x 10 menit lamanya 30 detik, detak jantung janin


95

140x/menit, pemeriksaan dalam pembukaan 2 centi meter, Hb : 10

gr%, protein urine (+1).

b. Masalah

Menurut Sujiyatini (2009) ibu bersalin selalu merasa cemas, takut,

dan gelisah menghadapi proses persalinan. Untuk itu diperlukan

dukungan, sehingga ibu dapat merasa tenang dalam menghadapi

proses persalinan. Dukungan yang dapat diberikan bidan pada ibu

yaitu berupa support mental.

Diagnosa masalah pada kasus Ny. W yaitu gangguan rasa cemas

sehubungan dengan pada persalinan sebelumnya berjalan normal.

dapat tertangani dengan adanya dukungan dari kehadiran keluarga.

Jadi dapat disimpulkan tidak ada kesenjangan antara teori dengan

kasus.

c. Kebutuhan

Menurut Sujiyatini (2009) ibu bersalin selalu merasa cemas, takut,

dan gelisah menghadapi proses persalinan. Untuk itu diperlukan

dukungan, sehingga ibu dapat merasa tenang dalam menghadapi

proses persalinan. Dukungan yang dapat diberikan bidan pada ibu

yaitu berupa support mental.

Diagnosa kebutuhan pada kasus Ny. W yaitu memberikaan support

mental yaitu dengan cara memotivasi ibu agar tidak cemas karena kita

petugas kesehatan akan membantu ibu dengan baik dan menganjurkan

ibu untuk selalu berdoa untuk kelancaran pada proses persalinan. Dari
96

uraian diatas bahwa kebutuhan masalah pada kasus Ny.W sudah

sesuai dengan teori yaitu dengan memberikan support mental. Hal ini

menunjukan tidak ada kesenjangan antara teori dan praktek.

III. Diagnosa Potensial

Menurut Sulistyawati (2010:229) langkah ini dilakukan dengan

mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial yang lain berdasarkan

beberapa masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi. Langkah ini

membutuhkan antisipasi yang cukup dan apabila memungkinkan dilakukan

proses pencegahan atau dalam kondisi tertentu pasien membutuhkan tindakan

segera.

Pada kasus Ny. W diperoleh diagnosa potensial pada ibu yaitu anemia

sedang, anemia berat, perdarahan, pre eklamsia berat, eklampsia, dan hellp

syndrom, keguguran, syok, sedangkan pada janin yaitu solusio plasenta,

prematuritas dan intra uterin fetal death (IUFD).

Menurut Marmi (2011:52), komplikasi persalinan dengan anemia

adalah prematurus, syok, inersia uteri, partus lama, atonia uteri, pendarahan.

Komplikasi preeklampsia adalah preeklampsia sedang, preeklamsia berat,

eklamsia, prematurus, solusio plasenta. Sehingga tidak ada kesenjangan

antara teori dengan kasus.

IV. Antisipasi Penanganan Segera

Menurut Sulistywati (2010:230) tahap ini dilakukan oleh bidan dengan

melakukan identifikasi dan menetapkan beberapa kebutuhan setelah diagnosa


97

dan masalah ditegakkan. Kegiatan bidan pada tahap ini adalah konsultasi,

kolaborasi, dan melakukan rujukan.

Pada kasus Ny. W antisipasi penanganan segera yaitu melakukan

kolaborasi dengan dokter SpOG dengan advice :

1. Informed consent

2. Pemasangan infuse ringer laktat 500 ml dengan oksitosin 5 IU dimulai dari

8 tetes naik 4 tetes setiap 15 menit sampai kontraksi maksimal.

Kurniawati (2010:21) prosedur teknik induksi oksitosin dengan 5 unit

dalam 500 mililiter ringer laktat mulai dengan 8 tetes per menit, naikkan 4

tetes per menit setiap 15 menit sampai maksimal 20 tetes per menit.

3. Pemberian nifedipin (2x10 mg) 1x1 peroral secara sublingual

4. Pemeriksaan laboratorium lengkap

5. Berikan asuhan sayang ibu

6. Beritahu ibu bahwa rasa sakit menjelang persalinan adalah wajar

7. Beritahu ibu dan keluarga untuk menyiapkan perlengkapan persalinan

8. Lakukan observasi untuk mengetahui kemajuan persalinan, keadaan ibu

dan janin.

Dalam buku yang ditulis oleh Mansjoer (2007:300) induksi persalinan

adalah tindakan terhadap ibu hamil untuk merangsang timbulnya kontraksi

rahim agar terjadi persalinan. Menurut buku yang ditulis oleh Kurniawati

(2010:21) prosedur teknik induksi oksitosin dengan unit dalam 500

mililiter ringer laktat mulai dengan 8 tetes per menit, naikkan 4 tetes per

menit setiap 15 menit sampai maksimal 20 tetes per menit.


98

Berdasarkan kasus Ny. W sesuai dengan teori Sulistyawati (2010:230)

bidan melakukan tindakan segera untuk mencegah terjadinya diagnosa

potensial yang dapat menyelamatkan ibu dan janin yaitu dilakukan

kolaborasi dengan dokter SpOG untuk penatalaksanaan anemia dan pre

eklamsia sehingga diagnosa potensial pada kasus Ny. W. Dari kasus ini

tidak ditemukan kesenjangan antara teori dengan keadaan di lapangan.

V. Intervensi

Menurut Sulistyawati (2010:230) setelah beberapa kebutuhan pasien

ditetapkan, diperlukan perencanaan secara menyeluruh terhadap masalah dan

diagnosis yang ada. Dalam proses perencanaan asuhan secara menyeluruh

juga dilakukan identifikasi beberapa data yang tidak lengkap agar

pelaksanaan secara menyeluruh dapat berhasil.

Pada kasus Ny. W ibu bersalin dengan anemia ringan dan pre eklampsia

ringan, ibu datang pada tanggal 13 Desember 2014 pukul 14.50 wib dengan

pembukaan 2 centimeter. Rencana tindakan yang telah disusun oleh tenaga

kesehatan sudah sesuai dengan interpretasi data yang diperoleh yaitu :

1) Beritahu hasil pemeriksaan yang telah dilakukan

2) Lakukan kolaborasi dengan dokter Sp.OG dengan advice :

a. Pasang infuse ringer laktat 500 ml dengan oksitosin 5 IU dimulai

dari 8 tetes naik 4 tetes setiap 15 menit sampai kontraksi

maksimal

b. Berikan nifedipin (2x10 mg) 1x1 peroral secara sublingual

c. Evaluasi DJJ
99

d. Lakukan pemeriksaan laboratorium lengkap

3) Lakukan informed consent untuk induksi persalian

4) Berikan asuhan sayang ibu

5) Beritahu ibu bahwa rasa sakit menjelang persalinan adalah wajar

6) Beritahu ibu dan keluarga untuk menyiapkan perlengkapan

persalinan

7) Lakukan observasi untuk mengetahui kemajuan persalinan , keadaan

ibu dan janin.

Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 tentang standar profesi bidan. Salah

satu komponen di dalamnya berisi mengenai standar kompetensi

bidan di indonesia, sebagai acuan untuk melakukan asuhan

kebidanan kepada individu, keluarga dan masyarakat.

Komponen ke-3 : Bidan memberikan asuhan antenatal bermutu

tinggi untuk mengoptimalkan kesehatan selama kehamilan yang

meliputi : deteksi dini, pengobatan / rujukan dari komplikasi tertentu.

a. Keterampilan dasar

Melakukan penatalaksanaan kehamilan dengan anemia ringan

, hyperemesis gravidarum tingkat I , abortus imminen dan pre

eklamsia ringan.

Komponen ke-4 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi,

tanggap terhadap kebudayaan setempat selama persalinan,

memimpin selama persalinan yang bersih dan aman, menangani


100

situasi kegawatdaruratan tertentu untuk mengoptimalkan kesehatan

wanita dan bayinya yang baru lahir.

a. Pengetahuan dasar

Pengetahuan dasar seorang bidan pada poin 8 yaitu

pemberian kenyamanan dalam persalinan, seperti kehadiaran

keluarga pendamping, pengaturan posisi, hidrasi, dukungan moril

dan pengurangan nyeri tanpa obat, sedangkan poin 17 yaitu

indikator komplikasi persalinan perdarahan, partus macet, kelainan

presentasi, eklampsia, kelelahan ibu, gawat janin, infeksi, ketuban

pecah dini dengan infeksi, distosia karena inersia uteri primer,

postterm dan preterm serta tali pusat menumbung.

b. Pengetahuan tambahan

Pengetahuan tambahan yang harus dimiliki seorang bidan

pada poin 3 yaitu akselerasi dan induksi persalinan. Hal tersebut

sesuai dengan keadaan dilapangan dengan peraturn pemerintah

mengenai kompetensi bidan.

Perencanaan pada proses persalinan menurut Sulistyawati (2010:235)

adalah jaga kebersihan pasien, atur posisi pasien dengan posisi miring kiri,

penuhi kebutuhan hidarasi, libatkan suami dalam proses persalinan, beri

dukungan mental dan spiritual. Dalam hal ini tidak ada kesenjangan antara

teori dengan keadaan dilapangan.

VI. Pelaksanaan Perencanaan


101

Menurut Sulistyawati (2010:231-232) tahap ini merupakan tahap

pelaksanaan dari semua rencana sebelumnya, baik terhadap masalah pasien

ataupun diagnosis yang ditegakkan. Pelaksanaan ini dapat dilakukan oleh

Bidan secara mandiri maupun berkolaborasi dengan tim kesehatan lainnya.

1. Kala I

Menurut Jenny S. Sondhak (2013) Kala I atau kala pembukaan adalah

periode persalinan yang dimulai dari his persalinan yang pertama sampai

pembukaan serviks menjadi lengkap. Berdasarkan kemajuan pembukaan

maka kala I dibagi menjadi dua fase yaitu fase laten : berlangsung selama 8

jam, serviks membuka sampai 3 cm. Fase aktif : berlangsung selama 7 jam,

membuka dari 4 cm sampai 10 cm, kontraksi lebih kuat dan sering, di bagi

menjadi tiga fase. Fase akselerasi : dalam waktu 2 jam yang pembukaan 3 cm

menjadi 4 cm. Fase delatasi maksimal : dalam waktu 2 jam pembukaan

berlangsung sangat cepat dari 4 cm menjadi 9 cm. Fase deselerasi :

pembukaan menjadi lambat sekali, dalam waktu 2 jam pembukaan 9 cm

menjadi lengkap.

Pada kasus Ny. W dilakukan observasi sampai dimulainya kala I hingga

pembukaan lengkap dengan kolaborasi dokter SpOG dilakukan induksi

persalinan. Pasien datang dan di lakukan pemeriksaan dalam tanggal 13

Desember 2014 pukul 16.30 wib di dapatkan pembukaan 2 centimeter,

kontraksi 3x/10 menit lamanya 20-30 detik dan ketuban belum pecah (+)

kemudian dilakukan pemantauan dengan menggunakan partograf dan pada

pukul 17.00 wib ibu mengatakan kenceng-kencengnya semakin sering dan


102

teratur. Hasil pemeriksaan dalam didapatkan pembukaan serviks 7 centimeter,

kontraksi 5x/10 menit lamanya 45 detik, ketuban (+), pengawasan 10 tetap

dilakukan.

Pukul 17.05 WIB bidan menyiapkan alat dan bahan yang akan di gunakan

untuk persalinan seperti partus set, resusitasi set, heacting set, kassa, klem tali

pusat, waskom, underped, tempat plasenta, dan lain-lain. Pukul 17.10 WIB

memberitahu ibu dan keluarga untuk mempersiapkan pakian ibu dan bayi

harus siap seperti kain tapih, kain bedong, gurita ibu, pembalut dan celana

dalam dan pakaian bayi.

Pukul 17.50 WIB didapatkan pembukaan 10 cm ( lengkap), kontraksi

5x/10 menit lamanya 50 detik, ketuban (+). Dari data hasil observasi yang

dilakukan selama kala I dan dilakukan persiapan persalinan pada Ny. W

sudah sesuai dengan teori yang ada sehingga dapat disimpulkan tidak ada

kesenjangan antara teori dengan praktek.

2. Kala II

Menurut teori JNPK-KR (2008) sesuai dengan asuhan persalinan normal

kala II persalinan dimulai ketika pembukaan servik sudah lengkap (10cm)

dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala II juga disebut sebagai kala

pengeluaran bayi. Gejala dan tanda kala II persalinan adalah ibu merasa ingin

meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi, ibu merasakn adanya

peningkatan pada rectum dan/ atau vaginanya, perineum menonjol, vulva –

vagina dan sfinger ani membuka, meningkatkan pengeluaran lendir


103

bercampur darah. Tanda pasti kala II ditentukan melalui periksa dalam

pembukaan servik telah lengkap, terlihatnya bagian kepala bayi melalui

introitus vagina, dengan his dan mengedan yang terpimpin akan lahir kepala,

diikuti oleh seluruh badan dan tungkai.

Menurut JNPK-KR (2008) sesuai dengan urutan asuhan persalinan normal

setelah seluruh badan lahir maka dilakukan penilaian selintas, mengeringkan

tubuh bayi, memeriksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada janin

kedua, kemudian memberitahu ibu disuntik oksitosin 10 ui dan melakukan

penyuntikannya, mengklem tali pusat dan memotong tli pusat serta mengikat

dengan benar kemudian meletakan bayi diatas perut ibu untuk kontak

langsung dengan ibunya untuk inisiasi menyusui dini (IMD).

Pada kasus Ny. W hasil anamnesa di dapatkan ibu mengatakan mules-

mules dan kenceng-kenceng ibu mengatakan ingin BAB tidak bisa ditahan

dan ibu mengatakan sudah ingin meneran. Hasil pemeriksaan pembukaan

lengkap.

Tekanan pada anus, perineum ibu menonjol dan vulva membuka.

Persalinan pada Ny. W dilakukan pervaginam dan mengenali tanda gejala

kala II seperti diatas, persiapan ibu, pimpin ibu meneran sampai lahirnya

bayi, kemudian melakukan penilaian selintas, mengeringkan tubuh bayi diatas

perut ibu, mengklem tali pusat, memotong serta mengikatnya dengan benar,

kemudian bayi ditengkurapkan untuk melakukan kontak kulit ibu dan bayi

dan melakukan Inisiasi Menyusui Dini (IMD). Berdasarkan uraian diatas


104

antara kasus dan teori ada kesesuaian dan tidak ada kesenjangan antara teori

dengan praktek.

3. Kala III

Menurut JNPK-KR (2008) kala tiga persalinan disebut juga kala uri atau

kala pengeluaran plasenta. Persalinan kala III dimulai lahirnya bayi dan

berakhirnya plasenta dan selaput ketuban. Tanda-tanda lepasnya plasenta

yaitu perubahan bentuk menjadi bulat penuh dan tinggi fundus, semburan

darah mendadak dan singkat, biasanya dibawah pusat, tali pusat memanjang,

kemudian melahirkan plasenta, setelah plasenta lahir memassase uterus

selama 15 detik.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1464/MENKES/ PER/X/2010 tentang izin penyelenggaraan praktek bidan

pasal 10 ayat (3) bahwa bidan berwewenang untuk pemberian uterotonika

pada menejemen aktif kala tiga dan postpartum.

Pada kasus Ny. W mengatakan senang bayinya sudah lahir dan

mengatakan perutnya masih mules, hasil pemeriksaan didapatkan tali pusat

tampak didepan vulva plasenta belum lahir, TFU setinggi pusat, kemudian

melakukan penyuntikan oksitosin 10 ui di 1/3 paha atas bagian distal lateral

secara IM peregangan tali pusat terkendali (PTT) dan dorongan dorsal cranial

dan didapatkan tanda-tanda pelepasan plasenta yaitu tali pusat bertambah

panjang, ada semburan darah secara tiba-tiba dan uterus bulat didapatkan

plasenta lahir kemudian dilakukan memassase fundus uteri selama 15 detik.


105

Berdasarkan data diatas didapatkan bahwa pelaksanaan kasus kala III pada

kasus Ny. W sudah sesuai kewenangan bidan yang diatur dalam peraturan

menteri kesehatan republik indonesia nomor 1464/MENKES/PER/X/2010

tentang izin penyelenggaraan praktek bidan pasal ayat (3) dan sudahsesuai

dengan teori yang ada, jadi dapat disimpulkan tidak ada kesenjangan antara

teori dan kasus.

Bayi Baru Lahir

Menurut Marmi (2011:53), komplikasi persalinan dengan anemia

adalah kematian mudigah (keguguran), kematian janin dalam kandungan,

kematian janin waktu lahir (stillbirth), prematuritas, dapat terjadi cacat

bawaan, cadangan besi kurang. Komplikasi preeklampsia adalah fetal distres,

IUFD.

Pada kasus bayi Ny. W setelah dilakukan asuhan bayi baru lahir seperti ,

mengeringkan tubuh bayi, melakukan pemotongan dan pengikatan tali pusat

kemudian dilakuakan pemeriksaan fisik pada bayi di dapatkan berat badan

bayi 3100 gram, panjang badan 47 cm , lingkar dada 34 cm, lingkar kepala 31

cm, kulit bayi kemerahan.

Menurut buku JNPK-KR (2008) semua bayi baru lahir harus diberikan

vitamin K1 injeksi 1 mg intramuskuler di paha kiri sesegera mungkin untuk

mencegah perdarahan bayi baru lahir akibat defisiensi vitamin K yang dapat

dialami semua bayi baru lahir. Pencegahan infeksi pada mata bayi
106

menggunakan salep mata tetrasiklin 1%, salep tersebut harus diberiakn dalam

waktu 1 jam setelah kelahiran.

Bayi Ny. W diberi injeksi vitamin K (1 mg) di 1/3 paha lateral kiri bayi

diberikan 1 jam pertama dan salep mata tetrasiklin 1%, untuk mencegah

infeksi pada mata. Sehingga dapat disimpulkan tidak ada kesenjangan antara

teori dengan praktek.

2. Kala IV

Menurut JNPK-KR (2008) persalinan kala IV dimulai setelah lahirnya

plasenta dan berakhirnya 2 jam setelah itu. Sesuai APN dimulai dari

mengecek plasenta dan laserasi perineum, memastikan uterus berkontraksi

dengan baik, melakukan IMD, melakukan pemeriksaan fisik pada bayi,

pemberian vitamin K1, pemantauan kala IV (setiap 15 menit pada 1 jam

pertama dan setiap 30 menit pada jam ke dua pasca persalinan), ajarkan ibu

untuk massase uterus, cek nadi ibu, dan tekanan darah, bersihkan alat-alat,

bersihkan ibu, cuci tangan dan melengkapi partograf.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1464/MENKES/PER/X/2010 tentang ijin penyelenggaraan praktik bidan


107

pasal 10 ayat (3) bahwa bidan berwewenang untuk penjahitan luka jalan lahir

tingkat I dan II .

Pada kasus Ny. W mengatakan merasa senang dengan kelahiran bayinya

dan mengatakan senang ari-arinya sudah lahir, kemudian dilakukan

pengecekan plasenta didapatkan jumlah kotiledon dan selaput ketuban utuh,

untuk laserasi perineum derajat 2 dan dilakukan penjahitan dan dilakukan

pemeriksaan fisik tanda-tanda fital dalam batas normal, dan kontraksi uterus

ibu keras dan perdarahan dalam batas normal. Ny. W dilakukan kala IV setiap

15 menit pada satu jam pertama dan 30 menit pada jam kedua pada pasca

persalinan.

Dari data yang didapatkan diatas bidan sudah melakukan asuhan sesuai

dengan kewenangannya dan sudah sesuai dengan teori yang ada, sehingga

dapat disimpulkan tidak ada kesenjangan antara teori dan praktek.

VII. Evaluasi

Menurut Muslikhatun (2009) pada langkah ke tujuh ini dilakukan

evaluasi ke efektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan

kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai kebutuhan

sebagaimana telah di identifikasi dalam diagnosa dan masalah. Rencana

tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif dalam

pelaksanaannya.

Menurut Yanti (2011) asuhan atau intervensi dianggap membawa

manfaat dan teruji efektif apabila masalah yang dihadapi dapat diselesaikan
108

atau membawa dampak yang menguntungkan terhadap diagnosis yang telah

ditegakkan.

Evaluasi tindakan sudah sesuai dengan intervensi dan implementasi

yang terlihat dari kondisi pasien yang semakin membaik yaitu keluhan pasien

seperti kenceng-kenceng yang semakin sering, adanya lendir bercampur

darah, pembukaan yang semakin bertambah dan tanda-tanda vital dalam batas

normal.Menurut Sulistyawati (2010:233), merupakan tahap terakhir dalam

managemen kebidanan, yakni dengan melakukan evaluasi dari perencanaan

maupun pelaksanaan yang dilakukan Bidan.

Pada kasus Ny. W ibu bersalin dengan anemia ringan dan pre eklampsia

ringan dilakukan observasi pemantauan kala I, pada tanggal 13 Desember

2014 pukul 16.30 wib pembukaan 2 centimeter kontraksi 3x/10 menit

lamanya 20-30 detik, pada jam 17.00 pembukaan 7 centimeter kontraksi

5x/10 menit lamanya 50 detik, pada jam 17.50 pembukaan lengkap, portio

sudah tidak teraba, sudah terlihat ada dorongan meneran, tekanan anus,

perineum menonjol, vulva membuka sehingga dilakukan asuhan persalinan

normal, pada jam 18.18 wib bayi lahir jenis kelamin laki-laki, bayi menangis

kuat, gerakan aktif, warna kulit kemerahan. Plasenta lahir lengkap pukul

18.30 wib, jumlah perdarahan 100 mililiter. Evaluasi 2 jam post partum

pasien keadaan baik, tekanan darah 140/90 mmHg, kontraksi uterus keras,

pengeluaran pervaginam dalam batas normal.

Pada kasus Ny. W telah dilakukan semua rencana tindakan segera

secara efektif dan berkesinambungan sehingga tidak terjadi diagnosa


109

potensial karena setiap asuhan sudah dilakukan sesuai dengan rencana

tindakan. Evaluasi dari tindakan, kondisi ibu membaik, tidak terjadi

perdarahan, kontraksi uterus keras.

Pada langkah ketujuh ini dilakukan keefektifan dari asuhan yang sudah

diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar

telah terpenuhi sesuai kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi dalam

diagnosa dan masalah.

Rencana tersebut dianggap efektif karena dalam pelaksanaannya tidak

terjadi perdarahan, asfikisa. Hal ini menunjukkan bahwa bersalin dengan

anemia ringan dan pre eklamsia ringan sudah ditangani sesuai dengan

penatalaksanaan anemia ringan dan pre eklamsia ringan.

Setelah dilakukan asuhan kebidanan pada ibu bersalin, Ny. W dengan

anemia ringan dan preeklamsia ringan selama proses persalinan berlangsung,

penyusun mengevaluasi masalah yang ada sehingga dapat dilihat

perkembangannya. Hasil yang diperoleh dari evaluasi adalah keadaan ibu dan

janin baik, tidak terjadi hal-hal yang menjadi komplikasi dari tindakan

tersebut.

Pada kasus Ny. W ibu bersalin dengan anemia ringan dan pre eklamsia

ringan, evaluasi akhir yang didapat dirumah sakit pada tanggal 13 Desember

2014 bayi lahir sesuai anjuran pukul 18.18WIB, jenis kelamin laki-laki

dengan berat badan 3100 gram. Pada Ny. W dengan anemia dan pre eklamsia

karena kadar zat besi yang rendah dalam darah yang secara laboratorium

ditunjukkan dengan kadar Haemoglobin berada di bawah 11,9 g/dl atau


110

Hematokrit di bawah 35,6 %. Keadaan ini bisa terjadi karena cadangan zat

besi yang memang kurang, multipel fetus, kebutuhan yang meningkat selama

hamil, dan kehilangan darah selama proses persalinan (baik persalinan

pervaginam ataupun dengan operasi). Mengkonsumsi makanan yang kaya zat

besi dan vitamin C dapat membantu mengembalikan cadangan zat besi

tersebut. Sehingga pada Ny.W dianjurkan untuk tetap mengkonsumsi nutrisi

yang cukup untuk pemulihan kondisi tubuh setelah bersalin dengan

mengkonsumsi makanan yang mengandung protein seperti telur, hati ayam,

tahu, tempe yang kaya protein. Sayuran hijau tua seperti bayam, kangkung

karena merupakan sumber zat besi, serat, folat dan vitamin C, Serta buah-

buahan yang mengandung vitamin C seperti jeruk, pisang, tomat agar

penyerapan zat besi didalam usus menjadi lebih baik. Sehingga antara teori

dan praktek tidak ada kesenjangan.

Anda mungkin juga menyukai