Anda di halaman 1dari 2

3 TANDA KEBAHAGIAAN

Tujuan orang hidup semua sama, siapapun dia, di manapun, apapun usahanya,
apapun pemikirannya yaitu mencari kebahagiaan

-Hanya saja patokan kebahagiaan itu berbeda-beda. Ada yang bahagia dengan
mengumpulkan dan menumpuk harta, ada yang bahagia menjadi artis bahkan
kebahagiaan yang kita rasa aneh, misalnya bahagia menjadi waria yang “centil”
dipinggir jalan

-Karenanya Islam memberikan patokan yang sangat sederhana untuk bisa bahagia

-TAUHID mengajarkan prinsip bahagia yang sederhana, syaikh Muhammad At-


Tamimi menjelaskan,

[1] Jika diberi kenikmatan maka ia bersyukur

[2] Jjika diuji dengan ditimpa musibah ia bersabar

[3] dan jika melakukan dosa ia beristigfar (bertaubat).

Tiga hal ini adalah tanda kebahagiaan.”[1]

 -Semuanya bisa bahagia, kaya-miskin, tua-muda, rakyat-pejabat, karena Allah


Maha Adil. Kebahagiaan itu di hati, bukan di harta ataupun dunia di tangan
manusia

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Yang namanya kaya (ghina’) bukanlah dengan banyaknya harta (atau banyaknya
kemewahan dunia). Namun yang namanya ghina’ adalah hati yang selalu merasa cukup.”[2]

-Dalam Kitab TAUHID Al-Ushul As-Atsalatsah dijelaskan hakikat hidup adalah


sebagaimana dalam surat Al-Ashr[3]

[1] Saling menasehati kebenaran

[2] Saling menasehati akan kesabaran

-Imam Syafi’i  rahimahullah menjelaskan bahwa seandainya Allah hanya


menurunkan surat Al-Ashr saja, maka sudah mencukupi bagi manusia, beliau
berkata:

“Seandainya Allah hanya menurunkan surat ini saja sebagai hujjah buat
makhlukNya, sungguh telah mencukupi mereka.”[4]

-Akan tetapi perlu diperhatikan benar bahwa kebahagiaan bisa jadi kebahagiaan
yang semu, ini yang dinamakan ISTIDRAJ, yaitu Allah berikan dunia dan
kenikmatan pada dia, padahal hakikatnya Allah sudah tidak peduli kepadanya dan
di akhirat akan mendapat siksaan yang pedih

Sebagaimana makna makar dalam ayat berikut

“Maka apakah mereka merasa aman dari makar Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiada
yang merasa aman dan makar Allah kecuali orang-orang yang merugi.”  [Al-A’raf: 99]

Syaikh Muhammad bin Abdul Aziz Al-Qor’awi menjelaskan,

“Makar Allah adalah istidraj bagi pelaku maksiat dengan memberikan


kenikmatan/kebahagiaan… mereka tidak memuliakan Allah sesuai dengan hak-Nya. Mereka 
tidak merasa khawatir (tenang-tenang saja) dengan istidraj [jebakan] kenikmatan-
kenikmatan bagi mereka, padahal mereka terus-menerus berada dalam kemaksiatan sehingga
turunlah bagi mereka murka Allah dan menimpa mereka azab dari Allah.”[5]

Semoga kita selalu bahagia dengan TAUHID dan manisnya iman

Anda mungkin juga menyukai