Anda di halaman 1dari 35

Studi Penting 1 : Xiong, L. et al. (2018).

Impact of Physical Environment on


Learning Efficiency in Different Types of Tasks: A 3x4x3 Full Factorial Design
Analysis. International Journal of Environmental Research and Public Healt,, 1-
16.

Judul : Pengaruh Lingkungan Indoor Terhadap Efisiensi Pembelajaran dalam


Berbagai Tipe Tugas : Sebuah Analisis 3x4x3 Full Factorial Design

Tujuan : Berbagai macam kombinasi faktor-faktor lingkungan menunjukkan dapat


mempengaruhi kegiatan belajar dan bekerja siswa. Namun, pada penelitian terdahulu
kurang memberikan penjelasan mengenai pengaruh lingkungan fisik terhadap
efisiensi belajar berdasarkan berbagai macam tugas yang diberikan.
Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh dari tiga faktor
lingkungan fisik (suhu, suara dan cahaya) terhadap efisiensi pembelajaran
berdasarkan pada tipe-tipe tugas, termasuk diantaranya, persepsi, memori, pemecahan
masalah dan tugas berorientasi perhatian.

Pembahasan:
1. Pengertian Tugas Pembelajaran
Ada 4 aspek kognitif dalam pengelolaan informasi yaitu persepsi, memori,
kegiatan pemecahan masalah, dan perhatian.
2. Jenis-jenis Tugas Tes Efisiensi Pembelajaran dalam Berbagai Bentuk Tugas
Kapasitas kognitif dapat dijadikan sebagai sebuah indikator dalam efisiensi
pembelajaran.Oleh karena itu, pada setiap aspek kognitif diukur melalui tes
klasik.
Tabel 1.
Jenis-jenis Tes Efisiensi Pembelajaran dalam Berbagai Bentuk Tugas
Metode :
1. Environmental Design
Penelitian ini menggunakan 3x4x3 full factorial design yang diterapkan di
kelas universitas di 10 mata kuliah. Ada 36 perlakuan/ skenario di penelitian ini, 3
faktor lingkungan yaitu suhu terdiri dari 3 level (170 C, 220 C, 27 0 C), suara terdiri
dari 4 level (40 dB (A), 50 dB(A), 60 dB(A)dan 70 dB(A) dan cahaya terdiri dari
3 level (50–70 lx, 200–400 lx, and 2000–2400 lx ). Accuracy rate (AC), reaction
time (RT),dan the final performance indicator (PI) diguanakn untuk mengukur
efisiensi pembelajaran.
Adapun desain scenario lingkungan di 3x4x3 full factorial design dapat
dilihat di tabel berikut :
Tabel 2.
Desain scenario lingkungan di 3x4x3 full factorial design

Keterangan :
Ti – tingkat suhu, dimana, T1 adalah 170 C, T2 adalah 220C dan T3 adalah 27 0
C. Ni-tingkat suara, dimana N1 adalah 40 dB(A), N2 adalah 50 dB (A), N3
adalah 60 dB (A), dan N4 adalah 70 Db (A). Ii-tingkat cahaya, dimana I 1
adalah 60 1X, I2 adalah 300 lx, dan I3 adalah 2200 lx.

Hasil :
1. Pengaruh Utama Lingkungan Fisik Dalam Ruangan terhadap Efisiensi
Pembelajaran dalam Berbagai Bentuk Tugas yang Diberikan
Tabel 3.
Pengaruh Utama Lingkungan Fisik Dalam Ruangan terhadap Efisiensi
Pembelajaran dalam Berbagai Bentuk Tugas yang Diberikan
Berdasarkan tabel di atas, pada level protected significance, pengaruh uatam
dari suhu pada Accuracy rate signifikan, yang dapat dilihat melalui tes huruf warna
the Rochester. Suhu, suara dan cahaya gagal dalam mempengaruhi Accuracy rate
secara individu pada tiga tugas. Pengaruh utama dari cahaya terhadap Reaction time
dan Performance Indicator berdasarkan persepsi visual yaitu (RT:F=13.306, p <
0.05; PI: F = 13.286, p < 0.05).

2. Pengaruh Interaksi Lingkungan Fisik Dalam Ruangan terhadap Efisiensi


Pembelajaran dalam Berbagai Bentuk Tugas yang Diberikan
Tabel 4.
Pengaruh Interaksi Lingkungan Fisik Dalam Ruangan terhadap
Efisiensi Pembelajaran dalam Berbagai Bentuk Tugas yang Diberikan
Berdasarkan tabel di atas, ada beberapa pengaruh interaksi antara suhu dalam
ruangan, suara dan cahaya terhadap efisiensi dalam 4 tugas pembelajaran. Tes huruf
warna Rochester merupakan satu-satunya eksperimen, dimana Accuracy rate
dipengaruhi oleh 3 faktor. Interaksi signifikan antara suhu dan suara dapat dilihat dari
Accuracy rate saat persepsi (AC: F = 2.472, p < 0.05). Namun, melalui tugas ini,
Performance Indicators yang terakhit dipengaruhi oleh suara yang berinterkasi
dengan cahaya daripada suhu. Oleh karena itu, harus diberikan prioritas modulasi
secara terus menerus antara suara dan cahaya dalam mendukung performasi persepsi
yang terakhir.

3. Skenario Lingkungan yang Ideal pada Berbagai Jenis Pembelajaran


Lingkungan yang tenang cocok untuk aktivitas kognitif pada setiap pemberian
tugas yang diberikan. pada pemberian berbagai macam tugas. Hasil menunjukkan
bahwa efisiensi belajar akan memperoleh hasil yang maksimum jika berada di suara
50 dB(A). Pengaruh oleh suhu dan suara akan mempengaruhi efisiensi belajar
tertinggi jika mendapatkan paparan cahaya tidak kurang dari 300 lx. Tugas yang
berdasarkan perhatian dan persepsi biasanya sangat bergantung pada kondisi cahaya
dan suhu serta suara dengan level tertinggi 2200 lx.

Kesimpulan :
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Performance Indicator dipengaruhi oleh
berbagai macam tingkatan suhu, suara dan cahaya. Cahaya merupakan faktor utama
dalam efisiensi timbal balik. Ketika tingkat cahaya naik dari 60 lc ke 2200 lx, tingkat
Performance Indicator naik pula. Selain itu, interaksi yang signifikan antara cahaya
dan suara di pemberian tugas berbasis persepsi. Interaksi berbagai lingkungan seperti
misalnya suhu, suara dan cahaya dalam ruangan berpengaruh pada tugas yang
berbasis ingatan. Efisiensi terbaik dalam kegiatan mengingat mendapat hasil yang
paling tinggi di lingkungan yang hangat, diam dan cahaya yang cukup. Hal ini
dikarenakan kemampuan untuk menyimpan dan memproses informasi sementara
dilakukan dengan baik di lingkungan seperti ini.
Kesimpulannya, faktor lingkungan fisik dalam ruangan seperti suhu, suara, dan
cahaya memberikan pengaruh yang signifikan pada efisiensi belajar dalam persepsi,
ingatan, kegiatan penyelesaian masalah dan tugas berbasis perhatian.

Kekurangan dan Saran Penelitian :


1. Perlu mempertimbangkan faktor jenis kelamin dalam penelitian ini khusunya
perempuan
2. Ukuran sampel yang cukup kecil
Studi Penting 1 : Ismail, D., Majid, T., Roosli, R. (2017). Analysis of Variance of
the Effects of a Project’s Location on Key Issues and Challenges in Post-Disaster
Reconstruction Projects. Economics, 5, 1-13.

Judul : Analisis Varians Pengaruh Lokasi Proyek Terhadap Masalah dan Tantangan
Utama di Proyek Rekonstruksi Pasca Bencana

Tujuan : Untuk menentukan perbedaan yang signifikan antara masalah-masalah dan


tantangan-tantangan yang pada lokasi-lokasi yang berbeda dimana proyek Post-
Disaster Reconstruction (PDR) dilakukan.

Metode : Penelitian ini menggunakan one-way analysis of variance (ANOVA) untuk


menguji pengaruh langsung dari variable independen (IV) pada setiap variabel
dependen (DV) secara terpisah. Masalah-masalah dan Tantangan-tantangan lokasi
proyek yang di amati yaitu Aceh dan Nias, Bagh, Haiti, Ormoc dan Tacloban, Nepal
dan negara-negara lainnya.
Hasil :
Tabel 1.
Hasil Uji-t satu sampel

Tabel 2.
One-Way ANOVA Untuk Perbedaan Signifikansi Antara Masalah-Malasah
Dan Tantangan-Tantangan Di PDR Berdasarkan Lokasi Proyek.
Berdasarkan analisis data dari 4 faktor yaitu partisipasi komunitas, penilaian,
dana, dan kualitas kerja dianggap INGOs penting berkaitan dengan masalah-masalah
dan tantangan-tantangan yang dihadapi. Sementara itu, 7 faktor lainnya diidentifikasi
memiliki pengaruh yang lebih rendah pada PDR. Hasil menunjukkan bahwa INGOs,
sebagai pemeran utama dalam proyek PDR, harus melibatkan dan meningkatkan
partisipasi dari masyarakat mulai dari tahap awal hingga akhir. Hal ini bertujuan
untuk mencapai hasil proyek yang sukses. Masyarakat merupakan responden pertama
setelah bencana terjadi. Mereka memiliki pengetahuan yang luas akan budaya, desain
dan aspek lainnya terkait proyek PDR.
Penelitian ini juga menemukan bahwa proyek PDR memiliki tantangan terkait
dana. Kekurangan dana telah berakibat buruk pada kegagalan proyek. Namun, di sisi
lain, INGOs harus mengutamaka kemampuan dan kapasistas mereka dalam membuat
suatu proyek dengan kualitas yang baik sehingga bisa meminimalisir bencana yang
terjadi di masa depan.
Hasil dari analisis statistic data menunjukkan pengaruh dari masalah-masalah
dan tantangan-tantangan yang pada lokasi proyek PDR di Aceh dan Nias, Bagh,
Haiti, Ormoc dan Tacloban, Nepal. Lokasi proyek memiliki pengaruh yang signifikan
pada kebijakan, sumber daya, dana, korupsi, dan kekurangan staf teknis di proyek
PDR. Kebijakan yang diterapkan di Aceh, Indonesia telah di laksanakan dengan baik
dibandingkan dengan Ormoc dan Tacloban.
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran penting terkait
perbaikan aspek pelaksanaan proyek dengan melihat masalah-masalah paling umum
yang mempengaruhi pelaksanaan pelayanan proyek dari INGOs. Sehingga, hasil
penemuan ini dapat memberikan pemahaman yang jelas mengenai pelaksanaan INGO
di proyek PDR dan dapat meningkatkan pengetahuan dalam mensukseskan proyek
rekonstruksi pasca bencana PDR.
.Studi Penting 2 : Sadera, W., McNary, S. (2011). Comparing student success
between developmental math courses offered online, blended, and face to face.
Journal of Interactive Online Learning, 10(3), International Journal of Hybrid
Information Technology, 7(6), 128-140

Judul: Perbandingan keberhasilan mahasiswa pada mata kuliah matematika yang


diberikan secara online, blended, dan tatap-muka.

Tujuan: Untuk membandingkan keberhasilan mahasiswa pada mata kuliah


perkembangan matematika yang diberikan melalui 3 cara (pembelajaran online,
pembelajaran campuran dan pembelajaran full tata muka)

Metode: Menggunakan one-way ANOVA dengan 1 faktor atau 1 variabel


independen nya yaitu lingkungan pembelajaran dengan 3 level yaitu (pembelajaran
online, pembelajaran campuran dan pembelajaran full tata muka). Menggunakan
instrument kuantitatif, melibatkan 167 partisipan. Data yang diambil diantaranya
informasi demografis, nilai tes bab, dan nilai ujian MTK.
Beberapa instrumen pengumpulan digunakan untuk mengumpulkan informasi
mengenai keberhasilan dan demografis mahasiswa, seperti misalnya soal tes bab dan
soal ujian kompetensi aljabar yang telah distandarisasi/ Intermediate Algebra
Competency Exam (IACE).Ujian ini terdiri dari 48 buah penilaian summatif di
fakultas matematika dan telah digunakan selama lebih dari 4 tahun.
Pembahasan :

1. Pembelajaran tatap muka


Pada kelas ini, jumlah sks adalah 3 jam (2-3 kali dalam seminggu). Tidak ada materi
yang berikan secara online dan tidak ada teknologi online yang digunakan dalam
memberikan nilai kepada mahasiswa.
2. Pembelajaran online
Mahasiswa mendaftar mata kuliah dan mencari materi mata kuliah secara online
melalui manajemen software dan tidak pernah dilakukan pertemuan tatap muka. Pada
setiap babnya sudah dirangkum menjadi satu paket yaitu tujuan pembelajaran, kuiz
setiap bab dan soal ujian.
3. Pembelajaran campuran
Mahasiswa di kelas pembelajaran campuran memiliki akses ke semua materi online
dan menghadiri pertemuan tatap muka pada hari Selasa.

Hasil:
Tabel 1.
Skor hasil ujian IACE dari seluruh lingkungan pembelajaran
Tabel 2.
Rata-rata dan Simpangan Baku Jawaban Benar pada Tes Bab, IACE, dan
Rata-rata mata kuliah di seluruh lingkungan pembelajaran.

Hasil menunjukkan bahwa lingkungan pembelajaran memiliki pengaruh pada


keberhasilan mahasiswa jurusan matematika. Ada perbedaan yang signifikan secara
statistic pada empat tes bab yang dilakukan, hasil ujian IACE, dan nilai keseluruhan
rata-rata mata kuliah. Mahasiswa di kelas pembelajaran campuran memiliki rata-rata
nilai paling rendah di IACE dan rata-rata keseluruhan hanya 48% yang berhasil pada
mata kulish Algebra. Kelas pembelajaran online dan campuran memiliki tingkat
keberhasilan yang lebih rendah yaitu 76% dan 70%,
Studi Penting 3 : Chen, Y. (2014). Research on Group Emotional Intelligence
Effects on Group Decision-making under Emergency. International Journal of
Hybrid Information Technology, 7(6), 189-198

Judul : Penelitian pada pengaruh kecerdasan emosional kelompok terhadap


pengambilan keputusan kelompok di saat-saat yang genting

Pembahasan : Penelitian ini mendefinisikan kelompok kecerdasan emosional


sebagai kemampuan anggota kelompok dalam memahami, mengatur dan mengelola
emosi. Ada 4 aspek yaitu kelompok kesadaran emosi diri/ group self-awareness of
emotion (GSAE), kelompok pengaturan emosi diri/ group regulation of emotion
(GRE), kelompok pengelola emosi/ group using of emotion (GUE) and kelompok
pemahaman emosi antar individu / group interpersonal understanding of emotion
(GIUE). Kelompok kecerdasan emosi terdiri dari 3 jenis yaitu 1) kecerdasan emosi
rata-rata kelompok/ Group Average Emotional Intelligence (GAEI), 2) Kecerdasan
emosi ketua kelompk/ Group Leader Emotional Intelligence (GLEI), 3)
Kecerdasaran emosi seluruh anggota dari kelompok/ Whole Group Emotional
Intelligence (WGEI).

Metode:

1. Desain ekperimen
Penelitian ini menggunakan design factorial 2x2. Ada 2 variabel independen
di penelitan ini yaitu GAEI (Group Average Emotional Intelligence) dan GLEI
(Group Leader Emotional Intelligence) dan keduanya memiliki 2 level yaitu
level tinggi dan level rendah. Oleh karea itu, ini merupakan factorial design
2x2 yang meliputi 4 tipe grup yaitu GLEIH-GAEIH (yang berarti GLEIhigh-
GAEIhigh), GLEIH-GAEIL (yang berarti GLEIhigh-GAEIlow), GLEIL-
GAEIH (yang berarti GLEIlow-GAEIhigh), GLEIL-GAEIL(yang berarti
GLEIlow-GAEIlow).
Adapun tabel variabel pada penelitian experiment ini adalah sebagai berikut:

Sampel pada penelitian ini adalah siswa-siswi dan guru dari universitas teknik
Harbin yaitu sebanyak 381 orang yang terdiri dari 281 siswa, 100 guru, 164
pria dan 217 wanita. Subjek penelitian diberikan kuestioner mengenai emosi
pribadi. Penelitian ini melibatkan 52 kelompok dan menganalisis pengaruh
kecerdasan emosional kelompok pada konflik di dalam kelompok, manajemen
konflik, tindakan yang di lakukan, tingkat kepuasan dll.

2. Prosedur eksperimen

Setiap kelompok akan menyelesaikan sebuah tugas penyelamatan


hidup pada daerah yang sulit yaitu gurun pasir dan hutan. Seperti misalnya,
ada sebuah kecelakaan pesawat yang jatuh di hutan Afrika dan hanya terdapat
14 peralatan yang ada. Anggota kelompok diminta untuk berdiskusi tentang
bagaimana memilih 14 peralatan yang dapat berguna untuk bertahan
hidup? ,bagaimana menggunakannya ?, bagaimana cara keluar dari hutan?.
Skala pengukurannya ada dua yaitu kuesioner individu dan kuesioner
kelompok. Pada saat kegiatan diskusi, peneliti mengingatkan ketua setiap
kelompok secara berkala.

Hasil: Hasil dari analisis varians menunjukkan bahwa kelompok high GAEI/ Group
Average Emotional Intelligence menunjukkan hasil yang lebih tinggi dari WGEI/
Whole Group Emotional Intelligence, khususnya dalam pengaturan emosi kelompok
dan kemampuan memahami emosi antar pribadi kelompok dengan lebih baik. Oleh
karena itu, dapat dilihat bahwa kecerdasan emosi individu dapat mempengaruhi
kemampuan mengatur emosi kelompok. Apabila tingkat kecerdasan emosi dari
anggota-anggota kelompok lebih tinggi, mereka dapat memahami perasaan satu sama
lain, membuat keputusan yang lebih cepat. Sebaliknya, kelompok dengan kecerdasan
emosi yang rendah/ low GAEI( Group Average Emotional Intelligence), tidak mampu
memahami satu sama lain, sehingga sulit bagi mereka untuk menyelesaikan tugas
yang telah diberikan. Kecerdasan emosi ketua kelompok/ GLEI (Group Leader
Emotional Intelligence) juga menunjukkan hasil yang baik dalam hal kemampuan
mengatur diri.

Kesimpulannya, penelitian ini menunjukkan bahwa kecerdasan emosional


kelompok penting dalam pengambilan keputusan kelompok khusunya pada saat-saat
yang genting. Penelitian ini membutuhkan penelitian lebih lanjut dalam skala yang
lebih besar dan berbagai macam metode empiris untuk mendukung hasil penelitian
ini.
Studi Penting 4 : Velez, R., Romero, M., Echeverri, S., Ortega, J, G., Mosquera,
M.,et al. (2011). A Factorial Randomized Controlled Trial To Evaluate The
Effect Of Micronutrients Supplementation And Regular Aerobic Exercise On
Maternal Endothelium-Dependent Vasodilatation And Oxidative Stress Of The
Newborn. BioMed Central, 1-8.

Judul : A Factorial Randomized Controlled Trial To Evaluate The Effect Of


Micronutrients Supplementation And Regular Aerobic Exercise On Maternal
Endothelium-Dependent Vasodilatation And Oxidative Stress Of The Newborn

Tujuan : Untuk menilai pengaruh pemberian suplemen mikro nutrient dan latihan
regular erobik terhadap endothelium dependent-vasodilation maternal dan stres
oksidatif bayi baru lahir.

Metode : Penelitian ini menggunakan 2x2 factorial design to menilai keefektifan


pemberian suplemen mikro nutrien dan senam erobik saat masa kehamilan. Penelitian
ini melibatkan 320 wanita hamil yang menghadiri pemeriksaan kehamilan di Cali,
Colombia.

Tabel 1.
Kehamilan Desain Faktorial 2x2

Semua wanita hamil pada penelitian ini akan diberikan pemeriksaan kehamilan
berdasarkan panduan dari WHO. Adapun pembagiannya kelompok nya meliputi :

1. Kelompok Pemeriksaan Kehamilan


Kelompok ini diberikan pemeriksaan kehamilan berdasarkan panduan dari WHO dan
Kolombia dan placebo (maltodextrine). Di Kolombia, wanita hamil diberikan ferrous
sulphate, calcium, dan folic acid saat masa kehamilan.Selain itu, mereka juga
diberikan konseling tentang cara menyusui, gejala-gejala penting dalam kehamilan,
diet dan pemeriksaan mengenai penyakit yang dapat menggangu kehamilan.

2. Kelompok Latihan Erobik

Latihan erobik dilakukan secara teratur meliputi berjalan selama 10 menit, erobik
selama 30 menit, peregangan selama 10 menit, relaksasi selama 10 menit selama 3
bulan. Latihan dilakukan 3 sesi dalam seminggu.

3. Kelompok yang Diberikan Suplemen Mikro Nutrien

Kelompok ini akan diberikan suplemen zinc (30 mg), selenium, vitamin A,
alphatocopherol (30 mg), vitamin C (200 mg), dan niacin (100 mg).

4. Kelompok Intervensi Kombinasi

Kelompok ini akan diberikan nutrisi tambahan dan latihan fisik yang telah dijelaskan
di atas.

Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian suplemen mikro nutrien dan
latihan fisik secara teratur pada masa kehamilan dapat mengurangi resiko terjadinya
perubahan metabolisme janin yang diakibatkan oleh gangguan endothelia stress
oksidatif.
Studi Penting 5 : Mulyanto, H., Gunarhadi, Indriayu, M., (2018). The Effect of
Problem Based Learning Model on Student Mathematics Learning Outcomes
viewed from Critical Thinking Skills. Internationa Journal of Educational
Research Review, 3(2), 37-45.

Judul: Pengaruh Model Pembelajaran PBL/ Problem Based Learning Terhadap Hasil
Belajar MTK Peserta Didik dilihat dari Kemampuan Berpikir Kritis

Tujuan: Untuk menguji pengaruh penerapan model pembelajaran berbasis masalah


pada hasil belajar siswa dilihat dari kemampuan berpikir kritis siswa kelas 5 SD di
daerah Surakarta.

Metode :
Tabel 1.
Two-way Anova Design

Penelitian ini menggunakan desain factorial 2x2. Jumlah sampel nya adalah
309 siswa SD di 5 daerah di kota Surakarta tahun ajarann 2016/2017. Terdiri dari 153
siswa di kelas eksperimen dan 156 siswa di kelas kontrol. Kelas experiment
diterapkan model pembelajaran PBL, sedangkan di kelas control diterapkan
pembelajaran konvensional. Instrumen dari kemampuan berpikir kritis berupa
kuestioner terdiri dari 20 pernyataan yang di ukur dengan 6 aspek yang
dikembangkan oleh Facione (2015) yaitu interpretasi, analisis, kesimpulan, penilaian,
penjelasan, pengaturan diri. Ada dua pilihan jawaban yaitu iya dan tidak.
Hasil :
Tabel 2.
Hasil Uji Homogenitas Hasil Belajar MTK Dilihat Dari Model Pembelajaran
Dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

Tabel 3.
Hasil Two-way Anova

1. Perbedaan antara hasil belajar siswa yang mengikuti kelas pembelajaran PBL dan
kelas pembelajaran konvensional
H1 diuji:
Ho : Tidak ada perbedaan antara hasil belajar MTK siswa yang mengikuti kelas
pembelajaran PBL dan kelas pembelajaran konvensional
H1 : Ada perbedaan antara hasil belajar MTK siswa yang mengikuti kelas
pembelajaran PBL dan kelas pembelajaran konvensional
Berdasarkan perhitungan Anova (Tabel 2) diperoleh F-statistic 7.013 dengan
Sig 0.009 <0.05 yang berarti bahwa Ho ditolak dan H1 diterima. Artinya, ada
perbedaan signifikan antara hasil belajar MTKdiantara siswa yang mengikuti kelas
model pembelajaran PBL dengan siswa yang mengikuti kelas model pembelajaran
konvensional.

2. Perbedaan antara hasil belajar MTK siswa yang memiliki high Critical Thinking
Skills dan low Critical Thinking Skills
H2 diuji :
Ho : Tidak ada perbedaan antara hasil belajar MTK siswa yang memiliki kemampuan
berpikir kritis yang tinggi dengan siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis
yang rendah
H2: Ada perbedaan antara hasil belajar siswa yang memiliki kemampuan berpikir
kritis yang tinggi dengan siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis yang
rendah
Berdasarkan perhitungan Anova (Tabel 2) diperoleh F-statistic 10.948 dengan
Sig 0.001 <0.05 yang berarti bahwa Ho ditolak dan H2 diterima. Artinya, ada
perbedaan signifikan antara hasil belajar hasil belajar siswa yang memiliki
kemampuan berpikir kritis yang tinggi dengan siswa yang memiliki kemampuan
berpikir kritis yang rendah

3. Pengaruh interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan berpikir kritis


MTK.
H3 diuji :
Ho : Tidak ada pengaruh interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan
berpikir kritis MTK.
H3 : Ada pengaruh interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan berpikir
kritis MTK.
Berdasarkan perhitungan Anova (Tabel 2) diperoleh F-statistic 0.111 dengan
Sig 0.740 < 0.05 yang berarti bahwa Ho diterima dan H3 ditolak. Artinya, tidak ada
pengaruh interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan berpikir kritis
MTK.
Tabel 4.
Grafik Pengaruh Interaksi Antara Model Pembelajaran dengan Kemampuan
Berpikir Kritis Siswa pada Hasil Belajar Matematika
Studi Penting 6 : Illias, R., Fen. T., Rahman, R., Rashid, N., Maoahtar, W.,
Yusuf, W., Hamid, A., Hassan, O., Kamaruddin, K. (2003). Application of
Factorial Design to Study the Effect of Temperature, Initial pH and Agitation on
the production of Cyclodextrin Glucanotransferase from Alkalophilic Bacillus
sp. G1. Science Asia, 29, 135-140.

Judul : Aplikasi desain factorial dalam penelitian pengaruh suhu, pH awal dan agitasi
terhadap produksi Cyclodextrin Glucanotransferase from Alkalophilic Bacillus sp

Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lingkungan fisik dan
parameter ( pH awal, suhu dan agitasi) terhadap produksi CGTase dari Alkalophilic
Bacillus Sp. G1.

Pembahasan : Cyclodextrins (CDs) merupakan molekul siklis yang dihasilkan dari


reaksi sebuah enzim yaitu cyclodextrin glucanotransferase (CGTase).CD biasanya
digunakan dalam makanan, farmasi, perusahaan susu dan industry kosmetik.CGTase
berperan dalam mengubah zat tepung menjadi CD dan termasuk kedalam Amylolytic
Glucosylase Family. CGTase berasal dari berbagai macam bakteri.

Metode : Penelitian ini menggunakan Full Factorial Design dengan 3 faktor atau
variabel independen. Full Factorial Design digunakan untuk memperoleh nilai
kombinasi yang dapat mengoptimalkan respon dalam 3 ruang dimensi observasi atau
3
2 full factorial experiment design. Varibel dalam penelitian ini adalah suhu, pH dan
agitasi. Variabel nya yaitu level-1 , 0 dan 1 berdasarkan tabel dan level rendah,
sedang dan tinggi . Ada 10 total percobaan yang dilakukan.
Tabel 1.
Optimalisasi kondisi fisik dari produksi CGTase Bacteria Bacillus sp. G1:
Variabel independen di 23 full factorial experiment design. Parameter yang
digunakan adalah suhu, pH dan agitasi.
Hasil :
Tabel 2.
Desain experiment dengan nilai prediksi dan eksperimen dari produksi
CGTase. Produksi terbaik CGTase diamati ketika suhu 32 ° C, Ph 10 dan
agitasi 100 rpm. Hasil dari rata-rata analisis triplicate yaitu :

Tabel 3.
Analisis Regresi (ANOVA) pada produksi CGTase Bacillus sp. G1: R=
Koefisien korelasi =0,997; R2= koefisien determinasi=0,994; adjusted R2
=0,983. SS: Sum of square;derajat kebebasan;MS; Square Means, uji F
dengan 95 % interval kepercayaan
Analisis dengan menggunakan full factorial design menunjukkan bahwa
produksi CGTase secara maksimum hanya dapat diperoleh pada Ph yang tinggi yaitu
10. pH memiliki pengaruh yang sangat besar pada produksi CGTase. Oleh Karena itu,
pada Ph 10, 32  dan agitasi 100 rpm, produksi CGTase tertinggi diamati. Namun,
tidak ada perubahan yang signifikan pada CGTase ketika proses dilakukan di suhu 37
C. Pada penelitian ini, untuk mencapai hasil yang optimal dan untuk menurunkan
konsumsi energy, produksi CGTase di lakukan pada suhu 32  dan agitasi 100 rpm.
Studi Penting 2 : Adepoju, J., Ipinyomi, R. (2016). Construction of Asymmetric
Fractional Factorial Designs. International Journal of Engineering and Applied
Sciences (IJEAS), 3 (6), 88-91
ISSN: 2394-3661, Volume-3, Issue-6, June

Judul : Konstruksi Asimetris Desain Faktorial Fraksional

Tujuan :

Pembahasan : Pengaruh dari setiap faktor didefinisikan sebagai suatu perubahan dari
respon yang dihasilkan dari setiap perubahan pada level dari suatu faktor. Hal ini
biasanya disebut dengan pengaruh utama karena berhubungan dengan fakor-faktor
utama dari kepentingan suatu eksperimen. Pada factorial eksperimen, pengaruh dari
beberapa faktor yang berbeda di teliti secara bersamaan. Treatmen terdiri dari seluruh
kombinasi yang dihasilkan dari faktor-faktor yang berbeda. Contoh, “Jenis Kelamin”
dapat di anggap sebagai sebuah faktor dengan 2 level yaitu “pria” dan wanita” dan
“Diet” dapat di anggap sebagai sebuah faktor dengan 3 level yaitu “protein rendah,
sedang dan tinggi”. Level pada setiap faktor bisa berupa penjelasan kualitatif seperti
misalnya “Obat A” dan “Obat B” , atau penjelasan kuantitatif seperti misalnya
0,10,20, dan 30.

Desain factorial melibatkan satu atau lebih faktor dalam sebuah experiment
tunggal. Desain tersebut di klasifikasi dengan jumlah level pada setiap faktor dan
jumlah faktor. Factorial 2x2 akan memiliki 2 faktor pada setiap 2 level dan faktorial
2x2x2 akan memiliki 3 faktor pada setiap 2 level.

Biasanya, ada banyak faktor seperti misalnya jenis kelamin, genotip, diet,
kondisi lingkungan, protocol eksperimen, interaksi sosial dan umur yang dapat
mempengaruhi hasil dari suatu eksperimen. Hal ini perlu di teliti untuk mendapatkan
kesamaan respon. Penting bagi peneliti untuk mengetahui apakah respon hanya
terlihat pada wanita saja, dan tidak pada pria. Salah satu cara untuk mengetahuinya
adalah dengan melakukan eksperimen yang terpisah pada setiap jenis kelamin atau
“OVAT” yaitu “One Variable at A Time” atau “Satu Variabel pada Satu Waktu”.
Namun, pendekatan ini dapat menghabiskan sumber daya penelitian yang banyak.
Pilihan alternatif lainnya adalah dengan menggabungkan kedua jenis kelamin tersebut
kedalam single factorial experiment sehingga peneliti dapat menggabungkan
beberapa faktor tanpa menggunakan subjek penelitian yang terlalu banyak.

Desain factorial sangat efisien dalam memberikan informasi tambahan


(interaksi di antara beberapa faktor) yang tidak bisa diperoleh ketika menggunakan
single factor design. Selain itu, desain factorial sangat diperlukan untuk menghindari
kesimpulan yang keliru, menghemat waktu dan sumber daya lainnya.

Studi Penting 4 : Rafiq, M., Chin, Tachia.(2019). Three-way Interaction Effect


of Job Insecurity, Job Embeddedness and Career Stage on Life Satisfaction in A
Digital Era. International Journal of Experimental Research and Public Health,
cience Asia, 16, 29, 1-13

Judul:
Ada 4 jenis evaluasi dari model CIPP yang dilakukan yaitu:

1. Evaluasi konteks : Peninjauan dan penjelasan mengenai kontek sekolah yang di


evaluasi, penentuan visi dan misi sekolah. Filosofi sekolah. Bagaimana sekolah
mengorganisasi tugasnya untuk mencapai tujuannya.

Bentuk pertanyaannya diantaranya :

a. Apa saja tujuan-tujuan dari sekolah?


b. Apa saja mata pelajaran yang diajarkan sekolah? Apakah sesuai dengan tujuan
sekolah?
c. Apakah sekolah tersebut sejalan dengan kebutuhan masyarakat ?

2. Evaluasi masukan : Penilaian infrastruktur seperti misalnya ruang kelas, alat-alat


perlengkapan, laboratorium, perpustakaan, auditorium, playground dan fasilitas
pendukung konkret dan penting lainnnya. Selain itu juga sumber daya manusia
seperti staf pengajar dan non pengajar dan administrasi, Sekolah harus fokus pada
berbagai macam aspek perkembangan siswa sehingga input dari berbagai jenis aspek
perkembangan dapat terpenuhi seperti misalnya, perkembangan sosial, perkembangan
emosional, seni, dan kerajinan dan perkembangan fisik harus di perhatikan sekolah.

Bentuk pertanyaannya adalah:

a. Apa saja keterampilan belajar yang dimiliki siswa?


b. Apa saja sumber daya dan fasilitas yang ada memadai dan tersedia?
c. Apakah laboratorium dan perpustakaan dijaga dengan baik?
d. Bagaimana dan apa saja keterampilan mengajar guru dan pengaruhnya ?
e. Efektifkah lingkungan siswa dan kelas bagi pembelajaran ?
3. Evaluasi proses : Meliputi bagaimana sekolah menjalankan program kebijakan.
Sekolah memiliki berbagai macam program dan kegiatan yang harus dilakukan
dengan pendekatan yang sistematis seperti misalnya proses belajar mengajar,
kegiatan yang terorganisir seperti seminar untuk siswa, pertemuan dll.

Adapun pertanyaannya adalah :

a. Apakah proses administrasi yang dilakuan telah transparen dan kolaboratif?


b. Apakah penggunaan ICT juga dilibatan dalam berbagai praktek pengajaran di
sekolah ?
c. Seberapa aktifkah guru dan siswa di berbagai macam kegiatan ?
d. Apakah komukasi terjadi secara efektif?
e. Apa kegiatan belajar dan mengajar di nilai secara terus menerus ?

4. Evaluasi produk : Menilai hasil praktik dan umum dari sekolah khususnya siswa
seperti misalnya pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap siswa yang diperoleh
oleh siswa. Produk dari suatu sekolah tidak hanya diukur dari tingkat kelulusan dan
nilai siwa namun juga dari bagaimana murid sekolah sukses dan bermanfaat di
kehidupan masyarakat.

Adapun bentuk pertanyaannya yaitu :

a. Berapa banyak siswa-siswa sekolah yang berkerja di berbagai macam sektor


dan membantu masyarakat untuk berkembang?
b. Berapa banyak siswa yang memegang jabatan penting di berbagai instansi
pemerintahan dan membantu institusi-institusi tersebut untuk tumbuh ?

Kesimpulan: Model ini bertujuan untuk membantu dalam membuat keputusan


mengenai sekolah dan memperbaiki kuliatas pendidikan.

Studi Penting 3: Shanawani, H (2019). Evaluation of Self-Learning Curriculum


for Kindergarten Using Stufflebeam’s CIPP Model .SAGE. 1-13.
Judul : Evaluasi terhadap kurikulum “Self-Learning” untuk TK menggunakan model
CIPP Stufflebeam

Metode: Penelitian ini bertujuan untuk menilai kurikulum self-learning pada sekolah
TK di Saudi Arabia dengan menerapkan jenis evaluasi dari model CIPP yaitu
konteks, input, proses dan produk. Penelitian ini menggunakan mixed-method design
dimana guru-guru( 40 orang) telah di pilih dan di survey, inspektor sekolah (15
orang) telah diwawancarai.

Hasil : Hasil penelitian menunjukkan bahwa tujuan kurikulum memiliki hubungan


yang cukup baik dalam evaluasi konteks. Evaluasi masukan, proses dan produk juga
berkontribusi cukup baik terhadap kebutuhan pendidikan dan masyarakat Saudi.
Meskipun begitu, kurikulum gagal dalam memenuhi kebutuhan siswa TK dan
masyarakat dalam menyediakan berbagai sumber pengetahuan, kompetensi mengajar,
dan kesempatan dalam latihan.

1. Evaluasi konteks
Apa tujuan kurikulum Self-Learning TK dalam evaluasi konteks di Model
Stufflebeam ?
2. Evaluasi masukan
Pertanyaan:
Bagaimana masukan dari pendekatan Self-Learning dapat berkontribusi dalam
meraih kebutuhan-kebutuhan pendidikan untuk anak TK dan kebutuhan
perkembangan masyarakat Saudi menggunakan model Stufflebeam ?
Jawaban :
3. Evaluasi proses
Pertanyaan:
Bagaimana proses kurikulum Self-Learning di TK dapat berkontribusi dalam
memenuhi kebutuhan pendidikan anak-anak TK dan kebutuhan
perkembangan masyarakat Saudi menggunakan model Stufflebeam ?
Jawaban:
Kurikulum berfokus pada proses seperti misalnya aktivitas, pengajaran
akademik, evaluasi, dan hubungan keluarga di TK. Hasil dari analisis
wawancara dengan supervisor menunjukan bahwa tidak adanya kegiatan
evaluasi berkaitan perkembangan anak, terbatasnya kontak dengan orang tua,
dan kurangnya minat dalam bermain game, dan banyak berfokus pada huruf
pengajaran, angka.
4. Evaluasi produk
Pertanyaan :
Bagaimana produk pembelajaran dari kurikulum Self-Learning dapat
berkontribusi dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan pendidikan pada anak
TK dan kebutuhan-kebutuhan perkembangan masyarakat Saudi menggunakan
model Stufflebeam ?
Jawaban:
a. Kurikulum berkontribusi dalam prestasi kognitif, dan moral
b. Guru hanya terbatas dalam evaluasi yang mengukur pengetahuan, dan
informasi saja
c. Pentingnya intelegensi sosial untuk melatih kemandirian anak

Kesimpulan dan Saran : Hasil penelitian menunjukkan bahwa tujuan-tujuan


kurikulum Self-Learning untuk anak TK konsisten dengan evaluasi konteksnya
dengan tingkat sedang. Ada beberapa saran diantaranya yaitu :

1. Kebutuhan-kebutuhan anak-anak dan kebutuhan-kebutuhan perkembangan


dari masyarakat Saudi harus di perhatikan
2. Kurangnya pengembangan profesionalisme guru-guru dan kompetensi guru.
Sebaiknya menteri pendidikan harus mengevaluasi dan mengembangkan
standar kurikulum di TK
3. Menjadikan TK untuk beradaptasi antara kurikulum akademik yang
berdasarkan pada keterampilan dasar belajar dan syarat-syarat pertumbuhan
anak dan emosional, fisik, mental dan spiritual anak dan perkembangannya.
4. TK harus melaksanakan evaluasi secara terus menerus terhadap pertumbuhan
anak dari TK hingga sekolah
5. Pengajar TK harus senantiasa mengevaluasi pengetahuan, keterampilan anak-
anak

Studi Penting 4 : Zhang, G., Zeller, N., Griffith, R., Metcalf, D., Williams, J., &
Misulis, K. (2011). Using the Context, Input, Process, and Product Evaluation
Model (CIPP) as a Comprehensive Framework to Guide the Planning,
Implementation, and Assessment of Service-learning Programs. Journal of
Higher Education Outreach and Engagement, 15 (4), 57.

Judul : Penggunaan Model Evaluasi CIPP sebagai Kerangka Komprehensif Untuk


Memandu Tahapan Perencanaan, Pelaksanaan dan Penilaian Program Pembelajaran
Berbasis Layanan Masyarakat

Tujuan :.

Metode : Pada penelitian ini, model evaluasi CIPP digunakan sebagai kerangka kerja
untuk memandu secara sistematis konsepsi, design, pelaksanaan, dan penilaian projek
pengabdian masyarakat dan memberikan masukan dan penilaian dari keefektifan
projek untuk perbaikan secara terus menerus.

Hasil : Ada beberapa jenis evaluasi yang dilakukan yaitu :

1. Evaluasi konteks : meliputi tahapan identifikasi tujuan dari projek pengabdian


masyarakat. Projek pengabdian masyarakat yang efektif dimulai dengan
mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan dari mahasiswa dan masyarakat.
2. Evaluasi masukan : analisis sumber daya material dan manusia yang tersedia,
dana, jadwal, prosedur dll.
3. Evaluasi proses : Meliputi tantangan-tantangan di prosedur projek dan hal-hal
lainnya yang tidak dapat di antisipasi, dokumentasi berkaitan proses
pelaksanaan proyek melalui observasi, wawancara, diskusi dengan anggota
staf dll.
4. Evaluasi produk : Mengidentifikasi dan menilai hasil dari projek melalui
pertanyaan “apaka projek tersebut berhasil?”. Tujuan dari evaluasi produk
yaitu untuk mengukur, menerjemahkan, dan memutuskan hasil projek.

Kesimpulan : Model evaluasi CIPP memiliki potensi untuk memandu anggoat


fakultas dalam menerapkan pembelajaran yang berbasis layanan masyarakat untuk
mengumpulkan data penilaian di setiap tahapan pada projek pembelajaran berbasis
masyarakat sebagai uuntuk memandu anggota fakultas projek pengabdian masyarakat
sehingga para pengambil keputusan dapat membuat keputusan untuk memperbaiki
projek.

A. Menentukan Jenis Model-model Evaluasi


Dalam implementainya, evaluasi dapat berbeda satu sama lain, hal ini
tergantung pada maksud dan tujuan dari evaluasi tersebut dilaksanakan. Seperti
evaluasi program pembelajaran tidak akan sama dengan evaluasi kinerja pegawai.
Evaluasi program pembelajaran dilakukan dengan tujuan melihat sejauh mana hasil
belajar telah dicapai dengan optimal sesuai dengan target dan tujuan pembelajaran itu
sendiri Sedangkan evaluasi kinerja pegawai dillakukan dengan tujuan untuk melihat
kualitas, loyalitas, atau motivasi kerja pegawai, sehingga akan menentukan hasil
produksi. Dengan adanya perbedaan tersebut, lahirlah beberapa model evaluasi yang
dapat menjadi pertimbangan evaluator dalam melakukan evaluasi. Dari beberapa
model yang ada, model evaluasi yang paling sering digunakan adalah model evaluasi
CIPP (Context ,Input, Process, and Product).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penelitian evaluatif menjadi komponen yang semakin penting dari
manajemen program. Penelitian evaluatif dilakukan untuk mengambil
keputusan dengan membandingkan data atau informasi yang dikumpulkan
terhadap kriteria, standar, atau tolak ukur yang digunakan sebagai pembanding
bagi data yang diperoleh. Tujuan utama dari penelitian evaluatif adalah sebagai
penyedia informasi berkaitan dengan program-program termasuk program
pendidikan yang telah dilaksanakan. Penelitian evaluatif merupakan kegiatan
evaluasi yang mengikuti kaidah-kaidah yang berlaku bagi sebuah penelitian,
yaitu persyaratan keilmiahan, mengikuti sistematika dan metodologi secara
benar dan dapat dipertanggungjawabkan. Dalam bidang pendidikan, ruang
lingkup yang perlu dievaluasi adalah kurikulum, program pendidikan,
pembelajaran, pendidik, peserta didik, organisasi dan manajemen. Dalam
rangka melakukan evaluasi program beberapa model yang bisa dipilih antara
lain Model Evaluasi CIPP.

B. Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami susun. Kami sadar makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun sangat kami harapkan demi perbaikan makalah selanjutnya. Kami
minta maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan dan isi makalah ini. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA

Creswell, J.W. (2012). Educational Research. Boston: Pearson Education

Mohebbia, N., Akhlaghib, F., Hossein, M., Yarmohammadianc, Khoshgamd, M.,


(2011). Application of CIPP model for evaluating the medical records
education course at master of science level at Iranian medical sciences
universities. Procedia Social and Behavioral Sciences. 15, 3286–3290.

Patil, Y., Kalekar, S. (2014). CIPP model for school evaluation. Scholarly Research
Journal for Humanity Science and English Language. A scholarly research
journal for humanity science and english language. 2, 2615-2619.

Shanawani, H (2019). Evaluation of Self-Learning Curriculum for Kindergarten


Using Stufflebeam’s CIPP Model .SAGE. 1-13.

Wirawan (2011). Evaluasi: teori, model, standar, aplikasi, dan profesi. Jakarta :
Rajagrafindo Persada

Zhang, G., Zeller, N., Griffith, R., Metcalf, D., Williams, J., & Misulis, K. (2011).
Using the Context, Input, Process, and Product Evaluation Model (CIPP) as a
Comprehensive Framework to Guide the Planning, Implementation, and
Assessment of Service-learning Programs. Journal of Higher Education
Outreach and Engagement, 15 (4), 57.

Anda mungkin juga menyukai