Anda di halaman 1dari 30

Referat Dokter Muda

Onikologi Forensik

Kelompok Dokter Muda UNAIR KBK II


Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal
Periode 3 - 23 Mei 2021

Ida Fitriawati (NIM. 012023143081)

Pembimbing:
Dr. H. Ahmad Yudianto. dr., Sp.F(K), S.H., M.Kes
Pendahuluan
✓Latar Belakang
Onikologi Forensik adalah studi yang berkaitan dengan kuku jari tangan
dan kuku jadi kaki untuk kepentingan identifikasi forensik (Parmar, 2012).
Kuku terdiri dari matriks terkeratinisasi dan terdapat pada ujung terminal setiap jari
(Capelle et al., 2014; Grover dan Bansal, 2017). Matriks ini bisa menyimpan bahan
kimia tertentu, yang berasal dari intoksikasi seperti arsenik, atau paparan dari luar
dari kadmium, besi, copper, timbal, dan magnesium dalam waktu yang lama (Capelle
et al., 2014).
Onikologi Forensik dalam beberapa kasus forensik memiliki beberapa
keuntungan, antara lain pemeriksaan kuku adalah pemeriksaan yang noninvasif,
proses transpor dan detection window yang panjang merupakan keunggulannya
dibandingkan pemeriksaan dari darah atau urine pada bidang toksikologi (Capelle et
al., 2014).
Pendahuluan

• Latar Belakang
Onikologi forensik tersering digunakan utuk mengidentifikasi DNA
manusia, dan juga digunakan untuk pemeriksaan toksikologi. Onikologi
forensik juga dapat diaplikasikan pada deteksi paparan obat dalam kandungan
(Capelle et al., 2014).
Onikologi forensik dapat memberikan bantuan pada penyidik untuk
mendapatkan salah satu alat bukti baik untuk perkara pidana maupun perkara
perdata. Hal ini membuktikan semakin pentingnya onikologi forensik dalam
penyelidikan forensik. Oleh sebab itu, tenaga kesehatan memerlukan
pemahaman yang lebih mendalam mengenai onikologi forensik guna
memaksimalkan fungsi dari onikologi forensik tersebut.
Pendahuluan
✓Rumusan Masalah
1. Apa definisi, kelebihan dan kekurangan dari pemeriksaan kuku dalam
forensik?
2. Bagaimana anatomi kuku dan jaringan sekitarnya?
3. Bagaimana cara pengambilan sampel kuku untuk keperluan forensik?
4. Bagaimana teknik dan analisis kuku dalam toksikologi forensik?
5. Bagaimana teknik dan analasis kuku dalam pemeriksaan DNA?
Pendahuluan
✓Tujuan Umum
Memperluas pengetahuan dan pemahaman dokter muda dalam pentingnya peran
kuku dalam analisis forensik.
✓Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi serta kelebihan dan kekurangan onikologi forensik.
2. Mengetahui anatomi kuku dan jaringan sekitarnya.
3. Mengetahui tata cara pengambilan sampel kuku untuk keperluan forensik.
4. Mengetahui teknik dan analisis kuku dalam toksikologi forensik.
5. Mengetahui teknik dan analasis kuku dalam pemeriksaan DNA.
Pendahuluan
✓Manfaat Penelitian
1. Bagi dokter muda, referat ini dapat digunakan sebagai referensi dan bahan
bacaan untuk menambah pengetahuan dan wawasan untuk memahami berbagai
hal yang berkaitan dengan onikologi forensik.
2. Bagi Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga - RSUD Dr. Soetomo Surabaya, referat ini
dapat menjadi referensi tambahan mengenai onikologi forensik.
3. Bagi penyidik diharapkan referat ini dapat menambah referensi dalam
menangani kasus-kasus yang mungkin dapat dilakukan onikologi forensik guna
menambah bukti perkara.
4. Bagi masyarakat atau pembaca pada umumnya, referat ini dapat menambah
wawasan mengenai onikologi forensik.
Tinjauan Pustaka
1. Definisi Onikologi Forensik
Onikologi Forensik (kata Yunani, Onuks = paku, Logia = studi tentang)
adalah mata pelajaran yang berkaitan dengan studi tentang kuku jari tangan
dan kaki untuk administrasi peradilan yang lebih baik di pengadilan.
Salah satu keuntungan utama penggunaan kuku adalah bahwa,
dibandingkan dengan jaringan lain, ukuran sampel dan proses pengambilan
sampel dapat dianggap relatif non invasif dan non destruktif, dan juga
setiap kuku memiliki catatan tersendiri tentang informasi rinci tentang
pewarisan genetik, penggunaan obat, patologi, pola makan dan riwayat lokasi
serta paparan residu bahan peledak atau polutan lainnya.
Tinjauan Pustaka

2. Anatomi Kuku
➢ Kuku merupakan bagian dari skin appendage yang terdiri dari
matriks terkeratinisasi (Capelle et al., 2014; Grover dan Bansal, 2017).

➢ Bagian dari matriks yang akan mengalami pertumbuhan membentuk


kuku adalah pada matriks germinal dan nail bed. Dalam Capelle et al.,
(2014) disebutkan bahwa kecepatan pertumbuhan kuku tangan rata-rata
adalah 3 mm per bulan, sedangkan kuku kaki rata-rata 1,1 mm per bulan.
Tinjauan Pustaka
• Anatomi Kuku

Gambar 1. Struktur anatomi kuku jari tangan manusia


(Sumber: Capelle et al., 2014)
Tinjauan Pustaka

➢ Mekanisme inkorporasi obat/bahan kimia: deposisi bahan pada matriks


germinal dan nail bed dari vaskularisasi setempat; difusi melalui keringat atau
sebum, umumnya dapat dideteksi setelah 24 jam; atau paparan dari sumber
eksternal (Capelle et al., 2014; Grover dan Bansal, 2017).
➢ Oleh karena pertumbuhan kuku yang relatif lambat, hal ini memungkinkan
deteksi akumulasi bahan kimia bisa berlangsung hingga beberapa bulan atau
tahun (Capelle et al., 2014).
➢ Keuntungan pemeriksaan kuku: noninvasif, proses transpor dan
penyimpanan yang mudah, dan detection window yang panjang merupakan
keunggulannya dibandingkan pemeriksaan dari darah atau urine pada bidang
toksikologi (Capelle et al., 2014).
Tinjauan Pustaka
➢ Konsentrasi bahan kimia yang terkandung dalam kuku kemungkinan kecil
dan struktur keratin dalam kuku yang kompleks, sehingga memerlukan
metode analisis yang lebih sensitif dan khusus (Capelle et al., 2014).
Tinjauan Pustaka
3. Teknik Pengambilan Sampel pada Pemeriksaan Kuku
1. Nail Clipping
Ujung bebas dari kuku (free edge) dipotong menggunakan pemotong kuku
metal yang telah disterilkan. Dalam Shu et al., (2015) untuk pemeriksaan
toksikologi, sampel diambil sekitar 2-3 mm dari 10 kuku jari tangan (100
mg). Untuk deteksi serial kandungan obat dalam kuku biasanya memerlukan
satu potongan kuku, sedangkan untuk analisis DNA mungkin memerlukan
hingga 10 kuku.
Tinjauan Pustaka
2. Nail Scraping
Scraping dilakukan dengan mengerok area di bawah ujung kuku atau
hyponychium dengan aplikator berbahan kayu (Saukko dan Knight, 2004;
Foran et al., 2013). Sampel ini digunakan untuk analisis DNA dari adanya
debris atau darah asing yang tertinggal di kuku korban yang berasal dari
upaya perlawanan dengan pelaku kejahatan.
Tinjauan Pustaka
Tahap preanalitik:
1. Dekontaminasi dengan pelarut seperti air, aseton, atau methanol selama
beberapa menit
2. Homogenisasi dengan cara dikeringkan dan dipotong atau dijadikan serbuk
3. Ekstraksi dan Pembersihan

Secara umum, metode analisis toksikologi pada pemeriksaan ini berdasar


pada liquid chromatography atau gas chromatography dengan dan mass
spectometry atau tandem mass spectometry (Capelle et al., 2014).
Tinjauan Pustaka
➢ Menurut Rodrıguez et al., (2003); Bozzo et al., (2015), untuk analisis DNA,
pengambilan sampel kuku dapat dilakukan dengan clipping, pengerokan
debris (scraping), atau swabbing. Sampel bisa diambil dari TKP, di kamar
mayat sebelum dilakukan otopsi, atau sewaktu di ruang otopsi (Piccinini et
al., 2003). Meski demikian, metode yang biasanya digunakan di TKP adalah
swabbing (Yudianto, 2019).
➢ Sampel rujukan atau reference samples, diambil darah dari korban dan/
atau terduga pelaku kejahatan (Piccinini et al., 2003; Rodriguez et al.,
2003). Barang bukti lain yang mungkin terkait, seperti swab vagina pada
kasus kejahatan seksual dapat dikumpulkan (Piccinini et al., 2003).
Tinjauan Pustaka
4. Pemeriksaan Kuku dalam Toksikologi Forensik
1. Penggunaan zolpidem pada kasus kejahatan seksual dengan korban yang
melapor setelah beberapa hari (Capelle et al., 2014).
2. Mendeteksi paparan obat dalam kandungan (in utero drug exposure)
3. Mendeteksi paparan kronik dari arsenik (Mees’ lines seringkali dipakai
sebagai indikator keracunan arsen atau talium dalam kurun minggu hingga
bulan sebelum kematian (Baumgartner, 2014))
4. Monitoring penggunaan obat SSRI dan SNRI
5. Deteksi dan evaluasi penggunaan kokain, cannabinoid, dan alkohol.
Tinjauan Pustaka
4. Pemeriksaan Kuku dalam Toksikologi Forensik
Nail scraping mengambil area yang lebih luas dari kuku, sehingga lebih
potensial terdapat kontaminasi dari luar atau keringat, mengingat salah satu
mekanisme yang diduga berkaitan dengan akumulasi obat dalam kuku adalah
inkorporasi melalui keringat atau kontaminasi dari lingkungan eksternal.
Sehingga, pada nail scraping, konsentrasi obat yang terukur bisa lebih
tinggi daripada nail clipping dan kurang direkomendasikan pada
pemeriksaan antemortem (Baumgartner, 2014).
Tinjauan Pustaka
4. Pemeriksaan Kuku dalam Toksikologi Forensik
Konsentrasi obat dalam kuku bisa dipengaruhi oleh beberapa hal.
Beberapa faktor yang berkaitan dengan pertumbuhan kuku yang relatif cepat
adalah kuku jari tangan, laki-laki, usia muda, kehamilan, aliran darah,
hipertiroidisme, dan kondisi tertentu seperti psoriasis (Capelle et al., 2014).
Akan tetapi, belum banyak penelitian mengenai faktor yang secara signifikan
memengaruhi kadar obat dalam kuku.
Tinjauan Pustaka
5. Pemeriksaan Kuku untuk Analisis DNA
Dimulai tahun 1996, analisis DNA dari nail clipping pada otopsi rutin
dilakukan pada kasus kematian akibat tusukan, strangulasi, gantung diri,
pencekikan, dan kasus pembunuhan lain (Piccinini et al., 2003).
Untuk analisis DNA, sampel kuku akan diambil dari jari tangan
dengan nail scrapping, clipping, atau swabbing untuk dilakukan
pemeriksaan laboratorium forensik (Saukko dan Knight, 2004; Bozzo et al.,
2015). Menurut Dogan et al., (2020), belum ada standar atau prosedur rutin
dalam hal sampling, penyimpanan, transfer, dan analisis pada pemeriksaan
kuku untuk analisis DNA.
Tinjauan Pustaka

Proses analisis DNA melalui kuku setelah pengambilan sampel:


1. Ekstraksi DNA dan purifikasi (organic extraction dengan fenol-kloroform
dan dengan kit komersial)
2. Kuantifikasi DNA dengan RT-PCR
3. Amplifikasi lokus STR (Short Tandem Repeat)
4. Pemisahan amplikon dengan genetic analyzer
5. Analisis data dan pembandingan dengan database sekuens DNA
Tinjauan Pustaka
5. Pemeriksaan Kuku untuk Analisis DNA
STR adalah sekuens DNA yang mengandung unit-unit pengulangan
(core sequence) kurang dari 1 kb. Jumlah pengulangan marker STR
merupakan hal yang penting untuk identifikasi DNA (Wyner et al., 2020).
Untuk identifikasi STR, digunakan CODIS (Combined DNA Index System) atau
GenBank sebagai database sekuens DNA yang diamplifikasi (Udogadi et al.,
2020). Dengan STR, dapat dilakukan analisis DNA pada DNA yang terdegradasi
(Yudianto, 2019), dan dapat dihasilkan juga profil DNA yang lengkap dengan
amplifikasi menggunakan kit komersial sekitar 1 nanogram (Yudianto,
2019).(Udogadi et al., 2020; Wyner et al., 2020)
Contoh Kasus 1
Seorang penjual keliling berusia 45 tahun dirawat di rumah sakit dengan
kelemahan yang tidak dapat dijelaskan dan penurunan berat badan selama lebih
dari enam bulan. Dia telah dirawat di rumah sakit beberapa kali tanpa ditemukan
diagnosis pasti. seorang dokter kulit / ahli patologi umum melihat kukunya.
Beberapa pita leukonikia sejati melintang ditemukan. Kuku dan rambut dianalisis
logam berat termasuk arsenik. Arsenik ditemukan. Pada saat itu, dokter
mengingat kasus serupa. Laki-laki 43 tahun lainnya yang juga sedang travelling
penjual telah disajikan dengan kelemahan dan bobot kerugian. Setelah diselidiki
lebih lanjut, kedua pria itu ditemukan ditemukan memiliki wilayah penjualan
yang serupa. 43-tahun telah meninggal karena sebab yang tidak dapat dijelaskan.
Contoh Kasus 1
Tubuhnya digali dan ditemukan arsenik. Penyelidikan menemukan bahwa kedua
pria itu sering makan siang di tempat yang sama ketika mereka berada di kota
yang sama dan dilayani pelayan yang sama. Sejak kuku tumbuh dengan
kecepatan sekitar 0,1-0,15 mm per hari, perkiraan kasar ketika pria berusia 45
tahun itu berada di konter makan siang itu ditentukan dengan mengukur jarak
antara garis Mee’s di kukunya (Gambar 3.1). Jarak tersirat sesuai dengan
kunjungannya di konter makan siang. Pria berusia 45 tahun itu meninggal dan
kukunya difoto saat otopsi. Pelayan itu ditangkap dan dihukum karena
pembunuhan (Daniel et al., 2004).
Contoh Kasus 1 : Mees’ lines pada intoksikasi arsenik
Contoh Kasus 2
Seorang gadis berusia 16 tahun diterima di Universitas dari Alabama di
rumah sakit Birmingham karena kelemahan, penurunan berat badan, dan
foot drop selama beberapa bulan. Dermatologi dikonsultasikan mengenai
kuku abnormal pasien. Di setiap kukunya, dia ditemukan memiliki garis
melintang putih. Garis itu tidak teraba, homogen, dan memanjang di
seluruh lebar lempeng kuku yang memiliki kontur lunulae (Gambar 3.2).
Menurut pasien, antreannya tumbuh dengan lempeng kuku. Penampilannya
konsisten dengan garis Mee. Rambut dan paku dianalisis dan arsenik
ditemukan.
Contoh Kasus 2
Investigasi kriminal pun dilakukan. Setelah mengambil sejarah lebih lanjut,
ayahnya baru saja meninggal. mayatnya digali dan arsenik ditemukan.
Kemudian diketahui bahwa suami sebelumnya dari anak tersebut ibu
meninggal di usia paruh baya. Tubuhnya digali dan arsenik ditemukan lagi.
Tentang itu waktu, ibunya menghilang. Dia ditemukan beberapa tahun
kemudian dan didakwa serta dihukum karena pembunuhan dan percobaan
pembunuhan (Daniel et al., 2004).
Contoh Kasus 2
Penutup
• Kesimpulan
Kuku merupakan salah satu faktor penting dalam analisis forensik.
Melalui pengambilan sampel berupa nail scrapping ataupun nail clipping,
kuku dapat digunakan untuk identifikasi identitas, melalui analaisis DNA.
selain itu kuku juga dapat digunakan sebagai bahan untuk pemeriksaan
toksikologi forensik khususnya dalam melihat riwayat konsumsi obat.
• Saran
Dokter umum, perlu memiliki pemahaman yang penting mengenai
pentingnya kuku dalam bidang forensik, baik untuk identifikasi DNA maupun
pemeriksaan toksikologi forensik, supaya dapat melengkapi bukti-bukti yang
mengarah pada penyebab kematian.
Referensi
• Barbaro, A., 2019. Women in Forensics: An international overview. Forensic Science International: Synergy, 1, pp.137-139.

• Baumgartner, M. . (2014) ‘Nails : an adequate alternative matrix in forensic toxicology for drug analysis ?’, Bioanalysis, 6, pp. 2189–2191.

• Bozzo, W. R. et al. (2015) ‘Forensic Science International : Genetics Supplement Series Analysis of DNA from fingernail samples in criminal cases’. Elsevier Ireland Ltd, 5, pp. 601–602.

• Cappelle, D. et al. (2014) ‘Nail analysis for the detection of drugs of abuse and pharmaceuticals : a review Nail analysis for the detection of drugs of abuse and pharmaceuticals : a
review’, (December). doi: 10.1007/s11419-014-0258-1.

• Daniel, C., Piraccini, B. and Tosti, A., 2004. The nail and hair in forensic science. Journal of the American Academy of Dermatology, 50(2), pp.258-261.

• Dogan, M., Ercan, O. and Tufek, G. (2020) ‘Significance of Fingernail DNA Evidence in Terms of Forensic Genetics and Comparison of Different Analysis Method’, Turkiye Klinikleri
Journal of Forensic Medicine and Forensic Sciences, pp. 162– 166. doi: 10.5336/forensic.2020-73788.

• Grover, C. and Bansal, S. (2017) ‘The nail as an investigative tool in medicine : What a dermatologist ought to know’. doi: 10.4103/ijdvl.IJDVL. Morgan, R., 2019. Forensic science. The
importance of identity in theory and practice. Forensic Science International: Synergy, 1, pp.239-242.

• Morrison, J., Watts, G., Hobbs, G. and Dawnay, N., 2018. Field-based detection of biological samples for forensic analysis: Established techniques, novel tools, and future innovations.
Forensic Science International, 285, pp.147-160.

• Parmar, Pragnesh & Rathod, G.B. (2012). Forensic onychology: An essential entity against crime. Journal of Indian Academy of Forensic Medicine. 34. 355-357.

• Piccinini, A. et al. (2003) ‘A 5-year study on DNA recovered from fingernail clippings in homicide cases in Milan’, 1239, pp. 929–932. Rodrıguez, A. . et al. (2003) ‘Genetic analysis of
fingernail debris : application to forensic casework’, 1239, pp. 921–924.

• Shu, I. et al. (2015) ‘Detection of Drugs in Nails : Three Year Experience’, pp. 624–628.
Referensi
• Solimini, R., Minutillo, A., Kyriakou, C., Pichini, S., Pacifici, R. and Busardo, F., 2017. Nails in Forensic Toxicology: An Update. Current Pharmaceutical Design, 23(36).

• Udogadi, N. S. et al. (2020) ‘Forensic DNA Profiling : Autosomal Short Tandem Repeat as a Prominent Marker in Crime Investigation’, Malays J Med Sci., 27(4), pp. 22– 35.

• Wyner, N. et al. (2020) ‘Forensic Autosomal Short Tandem Repeats and Their Potential Association With Phenotype’, 11(August), pp. 1–7. doi: 10.3389/fgene.2020.00884.

• Yudianto, A. (2019) DNA Touch dalam Identifikasi Forensik. Edited by A. Yudianto. Surabaya: Scopindo Media Pustaka.

• Zamir, A., 2000. An evaluation of the relevance of routine DNA typing of fingernail clippings for forensic casework. J Forensic Sci, 45(1), pp. 158

Anda mungkin juga menyukai