Anda di halaman 1dari 102

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI

PEMBIASAAN HAFALAN AL- QUR’AN DI MI NU AL- MA’ARIF


DESA PENPEN KECAMATAN MUNDU KABUPATEN CIREBON
SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Pada Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah

Oleh :
Muhammad Nasrullah
2014.2.2.00088

FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM
IAI BUNGA BANGSA CIREBON
TAHUN 2019
PERSETUJUAN

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI


PEMBIASAAN HAFALAN AL-QUR’AN DI MI NU AL-
MA’ARIF DESA PENPEN KECAMATAM MUNDU
KABUPATEN CIREBON

Oleh :

MUHAMMAD NASRULLAH

NIM. 2014.2.2.00088

Menyetujui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr.Agus Prayitno, M.Pd Somantri, M. Pd.I


NIDN. 2101087001 NIDN. 2106036301

i
PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul “Implementasi pendidikan karakter melalui


pembiasaan hafalan Al-Qur’an di Mi NU Al- Ma’arif Desa penpen
kecamatan mundu kabupaten cirebon”
”OlehMUHAMMAD NASRULLAH NIM.2014.2.2.00088, telah diajukan
dalam Sidang Munaqosah Program Studi Pendidikan Guru Madrasah
Ibtidaiyah Institut Agama Islam Bunga Bangsa Cirebon pada
tanggal29Agustus 2019.

Skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Program Studi Pendidikan Guru
Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Bunga
Bangsa Cirebon.
Cirebon, 29Agustus 2019

Sidang Munaqosah

Ketua Sekretaris
Merangkap Anggota, Merangkap Anggota,

Dr. H. Oman Fathurohman, M.A Drs. SULAEMAN, M.MPd


NIDK. 8886160017 NIDN. 2118092021

Penguji I, Penguji II,

Jajat Darojat, S.Pd.I. M.S.I Dr. Muhammadun, M.S.I


NIDN. 2126128601 NIDN. 2101077701

ii
NOTA DINAS

Kepada Yth.
Ketua Program Studi PGMI
IAI Bunga Bangsa Cirebon
di-
Cirebon

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Setelah melakukan bimbingan, telaah, arahan dan koreksi terhadap


penulisan skripsi dari MUHAMMAD NASRULLAH Nomor Induk
Mahasiswa. 2014.2.2.00088dengan judul “Implementasi pendidikan
karakter melalui pembiasaan hafalan Al-Qur’an di Mi NU Al- Ma’arif
Desa penpen kecamatan mundu kabupaten cirebon” bahwa skripsi
tersebut sudah dapat diajukan kepada Ketua Program pendidikan guru
madrasah ibtidaiyah dimunaqosahkan.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Agus prayitno, M.Pd Somantri, M. Pd. I


NIDN. 2101087001 NIDN. 2106036301

iii
PERNYATAAN KEASLIAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul


“Implementasi Pendidikan Karakter Melalui Pembiasaan Hafalan
AL-Qur’an di MI NU AL-Ma’arif Desa Penpen Kecamatan Mundu
Kabupaten Cirebon” Oleh MUHAMMAD NASRULLAH
NIM.2014.2.2.00088, telah diajukan dalam sidang munaqosah,” beserta
isinya adalah benar-benar karya sendiri, dan saya tidak melakukan
penjiplakan atau mengutip yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang
berlaku dalam masyarakat akademik.

Atas pernyataan di atas, saya siap menanggung resiko atau sanksi


apapun yang dijatuhkan kepada saya sesuai dengan peraturan yang
berlaku, apabila dikemudian hari ditemukan adanya pelanggaran terhadap
etika keilmuan, atau ada klaim terhadap keaslian karya saya ini.

Cirebon, 25 April 2019


Yang membuat pernyataan,

MUHAMMAD NASRULLAH
NIM : 2014.2.00088

iv
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur dilimpahkan hanya kepada Allah SWT.,

Tuhan pemelihara semesta alam yang dengan rahmat dan hidayah-Nya

sehingga penulis dapat menyusun skripsi yang berjudul

Sholawat serta salam mudah-mudahan tetap tercurahkan kepada

baginda Rasulullah SAW yaitu nabi Muhammad SAW sosok paripurna

yang mampu menanamkan pesan-pesan keharmonisan, kedamaian dan

kebersamaan terhadap semua manusia dalam pembentukan Akhlak

sebagai bentuk pengabdian kepada Tuhan. Mudah-mudahan semua yang

mengikutinya mendapatkan syafa’at di hari kiamat nanti. Amin.

Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini berhasil disusun tentu

dengan berbagai dorongan, doa dan sumbangsih dari pihak lain, baik dari

sisi pemikiran maupun teknis penulisan. Oleh karena itu, selaku penulis

saya ingin mengucapkan terima kasih dengan tulus yang tak terhingga

kepada:

1. Bapak Drs. H. A. Basuni, Ketua Yayasan Pendidikan Bunga Bangsa

Cirebon.

2. Bapak Dr. H. Oman Fathurohman, MA, Rektor Institut Agama Islam

Bunga Bangsa Cirebon.

3. Bapak Drs. Sulaeman, M.M.Pd, Dekan Institut Agama Islam Bunga

Bangsa Cirebon.

v
4. Ibu Ratna Purwati, M. Pd Ketua Program Studi Pendidikan Guru

Madrasah Ibtidaiyah Institut Agama Islam Bunga Bangsa Cirebon.

5. Bapak Dr. Agus prayitno,M.Pd sebagai Pembimbing I.

6. Ibu Ratna Purwati, M. Pd sebagai Pembimbing II.

7. Civitas Akademika Institut Agama Islam Bunga Bangsa Cirebon

terutama teman-teman Program Studi Pendidikan Guru Madrasah

Ibtidaiyah (PGMI).

Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, baik pihak

yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung dalam

pembuatan skripsi ini. Semoga Allah Yang Maha Esa membalas amal baik

yang telah diberikan dengan balasan yang lebih mulia.

Akhirnya, sebuah hasil penelitian ini yang masih jauh dari

kesempurnaan saya suguhkan dengan sangat mengharapkan lembaran-

lembaran baru dari pembaca berupa kritik serta saran yang dapat

melengkapi berjuta celah kekurangan di dalamnya. Semoga segala

informasi yang penulis sajikan dalam skripsi ini dapat menjadi sekelumit

kontribusi untuk menyemarakkan dan membumikan pesan-pesan Islam

serta keadilan dalam dunia pendidikan.

Cirebon, 25, April 2019

Penulis

vi
ABSTRAK
MUHAMMAD NASRULLAH NIM. 2014.2.2.00088, berjudul
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI
PEMBIASAAN SEHARI-HARI DI SD ISLAM TERPADU AL
RAHMAH GEBANG KULON KECAMATAN GEBANG
KABUPATEN CIREBON

Penelitian dilakukan di MI NU AL-Ma’arif dengan subyek


penelitian adalah Kepala sekolah, guru, dan seluruh
siswa.Pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan observasi atau
pengamatan, wawancara, dan dokumentasi.Analsisis data dilakukan
dengan memberikan penjelasan terhadap data yang telah
dikumpulkan.Pemeriksaan data dilakukan dengan melakukan
triangulasi atau membandingkan data dari berbagai sumber dan ditarik
kesimpulan.

Berdasarkan hasil analisis diperoleh tiga simpulan. Pertama


implementasi pendidikan karakter melalui pembiasaan hafalan Al
Quran yang diterapkan di MI NU AL-Ma’arif telah ditetapkan sejak
awal berdirinya sekolah, namun sejak tahun 2017 ada perubahan
mengenai pembiasaan hafal Quran guna mendorong peserta didik agar
lebih mengutamakan sikap yang baik dan memiliki perilaku sopan dan
santun. Kedua, mengenai faktor pendorong dan penghambat yang akan
menjadikan proses dalam menerapkan karakter itu sendiri dan yang
ketiga adalah solusi dari permasalahan yang dihadapi sebab untuk
menerapkan pendidikan karakter butuh proses waktu yang tidak
sedikit, selain itu membutuhkan kerjasama antara kepala sekolah,
guru-guru, peserta didik juga orangtua peserta didik.

Kata Kunci : Pendidikan Karakter, Pembiasaan hafalan Quran.

vii
DAFTAR ISI
COVER....................................................................................................... I
LEMBAR PERSETUJUAN........................................................................I
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................II
NOTA DINAS..........................................................................................III
PERNYATAAN KEASILAN............................................................... ..IV
KATA PENGANTAR...............................................................................V
ABSTRAK...............................................................................................VII
DAFTAR ...............................................................................................VIII
DAFTAR TABEL....................................................................................X
BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG MASALAH.....................................................1
B. IDENTIFIKASI MASALAH...............................................................4
C. FOKUS PENELITIAN.........................................................................4
D. RUMUSAN MASALAH.....................................................................4
E. TUJUAN PENELITIAN......................................................................4
F. KEGUNAAN PENELITIAN...............................................................5
G. SISTEMATIKA PENULISAN............................................................5
BAB II LANDASAN TEORI......................................................................7
A. DESKRIPSI TEORITIK......................................................................7
1. PENDIDIKAN KARAKTER...................................................................7
2. HAKIKAT PEMBIASAAN HAFALAN AL QURAN...............................21
3. PENGERTIAN PEMBELAJARAN TAHFIDZ AL-QUR’AN......................25
4. DASAR DAN HIKMAH MENGHAFAL AL-QUR’AN.............................28
5. HASIL PENELITIAN YANG RELEVAN................................................31
6. KERANGKA BERPIKIR......................................................................35
BAB III METODE PENELITIAN............................................................38
A. DESAIN PENELITIAN.....................................................................38
B. JENIS PENELITIAN.........................................................................39

viii
C. KEHADIRAN PENELITI..................................................................41
D. DATA DAN SUMBER DATA..........................................................41
E. METODE PENGUMPULAN DATA................................................43
F. TEKNIK ANALISA DATA..............................................................49
G. PENGECEKAN KEABSAHAN DATA............................................51
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...........................54
A. GAMBARAN OBJEK PENELITIAN...............................................54
1. SEJARAH MI NU AL-MA’ARIF PENPEN.....................................54
B. PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS.............................................59
1. PERENCANAAN PEMBELAJARAN AL-QUR’AN.................................59
2. PELAKSANAAN PEMBELAJARAN AL-QUR’AN DENGAN METODE
QIRA’ATI DI MI NU AL-MA’ARIF..........................................................65
3. EVALUASI PEMBELAJARAN AL-QUR’AN DENGAN METODE
QIRA’ATI DI MI NU MA’ARIF................................................................70
C. PEMBAHASAN TEMUAN..............................................................76
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN....................................................87
A. KESIMPULAN..................................................................................87
B. SARAN..............................................................................................88
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................92

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1Nilai-Nilai Pendidikan Karakter .......................................... 14


Tabel 4.1Tenaga Guru Dan Staf Mi Nu Al-Ma’rif Penpen.................. 55
Tabel 4.2 Ijazah Tertinggi Guru Dan Staf Mi Nu Al-Ma’rif
Penpen ...........................................................................................................
.. 55
Tabel 4.3 Sarana Prasana Mi Nu Al-Ma’rif Penpen ........................... 57
Tabel 4.4 Data Rekapitulasi Siswa/Siswi Mi Nu Al-Ma’rif
Penpen ...........................................................................................................
.. 60

x
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan di Indonesia secara umum masih memberatkan pada
pengembangan kecerdasan kognitif. Hal ini bisa dilihat pada sekolah-
sekolah yang masih di sibukan dengan ujian-ujian yang di buat oleh
pemerintah, mulai dari ujian tengah semester, ujian akir hingga ujian
nasional. Ditambah lagi pekerjaan pumah yang diberikan untuk memenuhi
nilai dari tingkatan ujian di sekolah. Hal ini membuat kecerdasan yang
terdapat pada anak tidak berkembang karna tidak relevan dengan
kehidupan sehari-hari.
Memacu pada sistem pendidikan nasional bahwa pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan sepiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. (islam, 2005, p. 27)
Menurut Ibn sina, “Pendidikan anak hendaknya menggunakan kurikulum
yangsesuai. Pendidikan anak dimulai dengan mengajar mereka untuk
mengajari Al-Qur’an, kemudian syair, qasidah (puisi) untuk membentuk
akhlak dan ilmu pengetahuan serta bertujuan untuk mempersiapkan anak-
anak dari segi jasmani dan pemikiran mereka”. (Assegaf, 2013, p. 95)
Berbicara tentang sebuah pendidikan, maka tidak akan terlepas
dari seorang pendidik, karena pendidik merupakan ujung tombak dari
sebuah pendidikan. pendidik adalah orang dewasa yang membimbing
anak, agar si anak tersebut bisa menuju ke arah kedewasaan. Pendidik
merupakan orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan
pendidikan dengann sasarannya adalah anak didik. Jadi pendidik adalah
orang dewasa yang secara kodrati atau karena tugasnya berugas
membimbing anak menjadi dewasa. (Khozin, 2014, p. 4).Tujuan
pendidikan pada hakikatnya ialah memuat harapan-harapan agar peserta
didik menjadi kompeten dalam bidangnya. Tujuan pendidkan nasional
adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,

1
2

sehat, berilmu, kreatif, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggungjawab.
Proses pendidikan yang tertanam dan tersalur kepada siswa
hendaknya mengena dan dapat merubah watak serta pola pikir siswa.
Tidak hanya penambahan kuantitas materi akademik akan tetapi juga
adanya perubahan moral pada siswa. Serta perubahan tingkah laku siswa
setelah mengikuti proses pembelajaran. Proses pendidikan diharapkan
dapat meningkatkan mutu pendidikan serta kualitas siswa dalam segala hal
yang mencakup didalamnya, oleh karena itu berbagai pendekatan,
pembiasaan dalam pendidikan selalu di inovasi agar lebih meningkatkan
kualitas sesuai dengan karakteristik siswa yang majemuk. Akan tetapi,
proses pendidikan yang telah berjalan belum memenuhi target kompetensi
seperti yang telah dituliskan dalam setiap kopetensi pendidikan serta
kurikulum yang berlaku.
Dalam Undng-undang RI. No. 20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan Nasional BAB II pasal 3 di jelaskan bahwa:“pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa, bertujuan untuk mengembangkan peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang berdemokrasi serta bertanggung jawab,”
Didalm Hadits dijelaskan juga tentang pendidikan salah satunya:
‫@ َو َمنْ َأ َرا َد ُه َم@@ا فَ َعلَ ْي@ ِه‬،‫اآلخ@ َرهَ فَ َعلَ ْي@ ِه ِب@@ا ْل ِع ْل ِم‬
ِ ‫@ َو َمنْ َأ َرا َد‬،‫َمنْ َأ َرا َد ال @ ُّد ْنيَا فَ َعلَ ْي@ ِه ِب @اْل ِع ْل ِم‬
‫با ِ ِلع ْل ِم‬

Artinya: “Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia maka


wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa yang menghendaki
kehidupan Akhirat, maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa
menghendaki keduanya maka wajib baginya memiliki ilmu.”
https://basmawan.word.com/2009/10/28.
Pendidikan Karakter adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana serta proses pemberdayaan potensi dan
pembudayaan peserta didik guna membangun karakter pribadi atau
kelompok yang unik baik sebagai warga negara. Dalam kamus lain
Pendidikan Karakter merupakan bentuk kegiatan manusia yang di
dalamnya terdapat suatu tindakan yang mendidik diperuntukkan bagi
generasi selanjutnya.
3

Pembentukam moral yang tinggi mempunyai tujuan utama dalm


pendidikan. mendekatkan peserta didik dengan pembiasaan menghafal Al-
Quran di harapkan mampu membawa siswa berakhlak mulia. Mencapai
suatu akhlak yang sempurna adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan.
kita dapat menyimpulkan tujuan pokok dari pendidikan dalams satu kata,
yaitu “FADHILAH” (keutamaan). Pendidikan karakter menjadi suatu
wacana utama dalam kebijakan nasional di bidang karakter pendidikan.
Semua pembelajaran yang ada di indonesia harus merujuk pada
pelaksanaan pendidikan karakter. Ini juga termuat dalam naskah rencana
aksi nasional pendidikan karakter yang di terbitkan oleh kementrian
pendidikan tahun 2010 “ pendidikan karakter menjadi unsur utama dalam
pencapaian visi dan misi pembangunan
Nasional”.(https://www.lyceum.id/pengertian-tujuan-dan-fungsi-
pendidikan-karakter)
Pendidikan karakter, di harapkan mampu melahirkan peserta didik
yang bisa mempertanggung jawabkan tiap akibat dari keputusan yang di
ambil. Agar mampu menghilangkan budaya buruk yang sudah menjamur
di kalangan peserta didik seperti: menyontek, membolos, tawuran,
pergaulan bebas dan perilaku menyimpang lainnya. Itu semua merupakan
bukti bahwa moral penerus bangsa ini sudah mulai rusak. Karakater
adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem, yang
melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku yang ditampilkan. Sebagaimana
menurut Zubaedi menyatakan bahwa “Pengertian karakter adalah bawaan,
hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat,
tabiat, temperamen, dan watak. (Zubaedi, 2011, p. 6) Istilah karakter
memiliki dua pengertian yaitu: Pertama, ia menunjukkan bagaimana
seseorang bertingkah laku. Kedua, istilah karakter erat kaitannya dengan
“personality”.Seseorang baru bisa disebut orang yang berkarakter (a
person of character) apabila tingkah lakunya sesuai kaidah moral”.
(Andayani Dian, 2011, p. 2)
Faktor yang menyebabkan tidak mampunya siswa dalam
menerapkan akhlaq mulia, di antaranya bermula dari proses pembelajaran
yang tidak sesuai dengan apa yang harusnya mereka pelajari yaitu: AL-
QUR’AN, dengan membiasakan menghafal Al-Qur’an proses
pembelajaran di harapkan mendapat hikmah dari menghafalnya. Karna
hakikatnya sumber dari berbagai ilmu bersumber dari Al-Qur’an.
4

Mengatasi problematika siswa dalam hal akhlaq, tentu di perlukan


pendekatan pada siswa dengan menghafal Al-Qur’an, agar siswa mampu
berinteraksi dengan akhlaq yang baik di sekolah, keluarga, maupun di
lingkungan masyarakat kelak.Berasumsi pada latar belakang di atas, maka
judul skripsi ini adalah: “Implementasi pendidikan karakter melalui
pembiasaan hafalan Al-Qur’an di MI NU Al-Ma’arif Penpen.
B. Identifikasi masalah
Merujuk pada pemaparan di atas, maka dapat di identifikasikan
beberapa masalah, yaitu:

1. Banyaknya permasalahan karakter yang terjadi dikalangan anak


bangsa.
2. Lemahnya pengelolaan dan pelaksanaan implementasi pendidikan
karakter di sekolah.
C. Fokus Penelitian
Berdasarkan beberapa identifikasi masalah tersebut, fokus
penelitiannya sebagai berikut:

1. Pembiasaan melalui hafalan Quran melalui metode qiroati


2. Penanaman sikap religius melalui hafalan Quran
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang telah di
tulis di atas, maka penulis merumuskan masalah yang akan di teliti yaitu :

1. Bagaimana implementasi pendidikan karakter memalui hafalan Al-


Qur’an di MI NU Al-Ma’arif Penpen?
2. Apa saja faktor pendukungdan penghambat implementasi pendidikan
karakter melalui hafalan Al-Qur’an diMI NU Al-Ma’arif Penpen?

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah dan pertanyaan penelitian diatas,
maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mendeskripsikan bagaimana Implementasi pendidikan karakter


melalui hafalan Al-Qur’an di MI NU Al-Ma’arif Penpen.
2. Untuk mendeskripsikan seberapa kuatpengaruh hafalan Al-Qur’an
pada karakter siswa MI NU Al-Ma’arif Penpen.
5

F. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk berbagai
pihak terutama yang berperan sebagai pendidik khususnya tentang
pengaruh hafalan Al-Qur’an pada karakter siswa.

2. Kegunaan praktis
a. Bagi guru
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan kepada
guru dalam meningkatkan kompetensi guru terutama dalam melaksanakan
tugas pokoknya sebagai guru, sehingga guru dapat membantu siswa dalam
meningkatkanmotivasi belajar siswa diMI NU Al-Ma’arif Penpen.

b. Bagi sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan informasiuntuk
meningkatkan pengawasan yang mengarah pada mutu pembelajaran dan
pendidikan, sehingga motivasi belajar siswa semakin meningkat.

c. Bagi siswa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan kepada
siswa untuk menjalin hubungan yang baik, karena Akhlaq muliaadalah
sebagai pendukung dalam proses belajar anaknya.

d. Bagi orang tua


Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam
mengasuh, membimbing dan mengarahkan dengan baik dalam proses
belajar anak, sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar anak.

e. Bagi peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi
penulis tentang pembiasaan hafalan Al-Qur’an terhadap karakter siswa,
sehingga menjadi bekal untuk masa yang akan datang.

G. Sistematika Penulisan
Sistematika pembahasan merupakan suatu aspek yang sangat
penting. Karena sistematika pembahasan dimaksut untuk mempermudah
pembaca memperoleh gambaran jelas tentang uraian penelitian uraian
tentang penelitian skripsi ini. Sitematika pembahasan dalam skripsi ini
6

diklasifikasikan menjadi lima bab yang terbagi menjadi sub bab yang
saling berkaitan, adapun sistematikanya adalah sebagai berikut:

Bab satu merupakan pendahuluan yang berisikan latar belakang,


rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi
penelitian, batasan penelitian.

Bab dua merupakan kajian teori tinjauan tentang pendidikan


berkarakter Qurani, pengertian pendidikan karakter berbasis Qurani, tolak
ukur pendidikan karakter melalui penerapan hafalan Al-Qur’an tinjauan
metode pendidikan karakter, sejarah metode pendidikan karakter Qur’ani,
pengertian metode pendidikan karakter berbasis tahfidz Qur’an, prinsip-
prinsip dalam pembelajaran metode pendidikan karakter, teknik atau cara
memngajar dalam metode pendidikan karakter sistem evasi dalam metode
dan evektifitas metode.

Bab tiga merupakan pembahasan tentang metode penelitiannya


ynang meliputi jenis dan pendekatan penelitian, subjek dan objek
penelitian, kehadiran penelitian, jenis data, tehnik pengumpulan data,
analisis data, pengecekan keabsahan data, dan tahapan-tahapan penelitian.

Bab empat merupakan pembahasan tentang analisis data yang di


ambil dari realita-realita objek berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
di MI NU AL-Ma’arifdari dini peneliti mengklasifikasikn data-data dalam
rangka mengambil kesimpulan.

Bab lima adalah merupan bab terakir yang membahas tentang


kesimpulan dari semua isi atau hasil penelitian skripsi baik secara teoritis
maupun secara empiris. Setelah itu peneliti mengajukan saran-saran sesuai
dengan hasil kesimpulan sebagai tindak lanjutn
BAB II
LANDASAN TEORITIS

A. Deskripsi Teoritik

Pendidikan Karakter

a. Pengertian Pendidikan Karakter

Pengertian pendidikan menurut Imam al-Ghazali adalah alat untuk


mencapai suatu tujuan.Sedangkan dalam prosesnya pendidikan
memerlukan alat pengajaran atau ta’lim. Dalam proses pendidikan
manusia senantiasa membutuhkan sarana, baik sarana fisik maupun
psikis. Manusia secara fisik sejak awal kelahirannya memerlukan
makan, minum, pakaian, tempat tinggal dan lain-lain untuk mencapai
taraf kematangan.Baik kematangan bentuk ukuran maupun
perimbangan bagian-bagiannya.Secara psikis sejak awal kelahirannya
manusia membutuhkan ketenangan batin, ilmu pengetahuan duniawi,
keagamaan, pengertian nilai-nilai kemasyarakatan, kesusilaan, kasih
sayang dan lain-lain.(Zubaedi, 2011c, p. 8)

Dalam proses pemenuhan kebutuhan tersebut, sejak awal kelahiran


sampai akhir hayatnya manusia tidak dapat memenuhinya secara
mandiri. Manusia mutlak bergantung dengan orang lain.
Ketergantungan manusia dalam dunia pendidikan, manusia sering
berkaitan, manusia yang bergantung disebut murid dan yang menjadi
tempat bergantung disebut guru.Untuk itu kedua insan ini penulis
memakan sebagai subyek didik.

Pendidikan adalah agen pertumbuhan pribadi manusia (education


as growth), yakni mengoptimalkan “kapasitas” (capacity) atau
“kemampuan” (ability) mereka, agar di dalam diri mereka terbentuk
kebiasaan-kebiasaan yang secara terus-menerus disesuaikan dengan
8

kondisi-kondisi baru. Proses ini terjadi atas dasar pikiran, penemuan,


dan prakarsa manusia sendiri, atau tumbuh sejalan dengan mekanisme
pertumbuhan internalnya menuju kematangannya. (Manab, 2018a, p.
2)

Merujuk pada beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa


pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya serta mampu memajukan budi pekerti
(kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect) sehingga anak bisa
terarah dan mampu bertanggung jawab atas dirinya sendiri.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah ‘karakter’ berarti


‘sifat-sifat kejiwaan’, akhlak atau budi pekerti yang membedakan
seseorang dari yang lain; tabiat; watak’. Dari segi etimologi, karakter
berasal dari bahasa Yunani yang memiliki arti “Mengukir corak,
mengimplementasikan nilai-nilai kebaikan dalam sebuah tindakan
sesuai dengan kaidah moral, sehingga dikenal sebagai individu yang
berkarakter mulia”. Sedangkan dari segi terminologi, karakter
dipandang sebagai “Cara berfikir dan berperilaku yang menjadi ciri
khas setiap individu dalam kehidupan sehari-hari dan bekerjasama di
lingkungan keluarga, sekolah, maupun lingkungan masyarakat.
(Haidar Putra Daulay, 2016a, p. 21)

Secara konseptual, lazimnya, istilah ‘karakter’ dipahami dalam dua


kubu pengertian. Pengertian pertama,bersifat deterministik. Di sini
karakter dipahami sebagai sekumpulan kondisi rohaniah pada diri kita
yang sudah teranugerahi atau ada dari sononya (given). Dengan
demikian, ia merupakan kondisi yang kita terima begitu saja, tak bisa
kita ubah. Ia merupakan tabiat seseorang yang bersifat tetap, menjadi
9

tanda khusus yang membedakan orang yang satu dengan lainnya.


Pengertian kedua, bersifat non deterministik atau dinamis.Di sini
karakter dipahami sebagai tingkat kekuatan atau ketangguhan
seseorang dalam upaya mengatasi kondisi rohaniah yang sudah
given.Ia merupakan proses yang dikehendaki oleh seseorang (willed)
untuk menyempurnakan kemanusiaannya. (Saptono, 2011a, p. 18)

Pendidikan karakter adalah pendidikan yang berlangsung seumur


hidup (sepanjang kehidupan) manusia, sebab akhlakul karimah itu
memiliki lapisan-lapisan, mulai dari lapisan terendah sampai tertinggi,
untuk itu orang harus terus berada pada proses pendidikan yang tak
pernah berhenti, misalnya ketika seseorang mampu berbuat baik
kepada orang lain, hal itu sudah merupakan suatu terminal akhlakul
karimah (karakter yang baik), namun dia masih harus belajar lagi dan
dididik lagi, agar dia bisa pula berbuat baik kepada orang yang pernah
berbuat jahat kepadanya, tidak hanya sekedar pada tataran memaafkan,
tetapi sudah sampai pada tataran perbuatan, dan demilkianlah
seterusnya.(Haidar Putra Daulay, 2016b, p. 12)

Karakter pada umumnya dihubungkan dengan watak, akhlak atau


budi pekerti yang dimiliki seseorang sebagai jati diri atau karakteristik
kepribadiannya yang membedakan seseorang dari orang lain. Dengan
kata lain, karakter merupakan kebiasaan baik seseorang sebagai
cerminan dari jati dirinya. Hal ini sejalan dengan pendapat Hill bahwa,
“Character determines someone’s private thoughts and someone’s
action done. Good character is the inward motivation to what is right,
according to the highest standard of behavior in every situation”.
Kepribadian seseorang, dapat menentukan cara berfikir dan bertindak
berdasarkan motivasi terhadap kebaikan dalam menghadapi segala
situasi. Cara berfikir dan bertindak tersebut, telah menjadi identitas
10

diri dalam berbuat dan bersikap sesuai dengan yang menurut moral itu
baik, seperti halnya: jujur, bertanggung jawab, dan mampu
bekerjasama dengan baik. (Manab, 2018b, p. 19)

Dari pendapat di atas, karakter dipandang sebagai cara berfikir


setiap individu untuk mengimplementasikan nilai-nilai kebaikan dalam
sebuah tindakan atau perilaku, seingga menjadi ciri khas bagi setiap
individu. Individu yang berkarakter adalah individu yang mampu
membuat sebuah keputusan serta siap untuk bertanggungjawab akan
setiap dampak dari keputusan yang telah dibuat.

Ki Hajar Dewantara berpendapat bahwa pendidikan sebagai daya


dan upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran, dan jasmani anak
agar selaras dengan alam dan masyarakatnya.(Mansyur, 2016b, p. 38)

Menurut lickona, ada dua kebajikan fundamental yang dibutuhkan


untuk membentuk karakter yang baik, yaitu rasa hormat (respect) dan
tanggung jawab (responsibility).Kedua kebajikan itu merupakan nilai
moral fundamental yang harus diajarkan dalam pendidikan
karakter.Rasa hormat berarti mengungkapkan penghargaan terhadap
seseorang atau sesuatu. Hal itu terwujud dalam tiga bentuk, yaitu rasa
hormat terhadap: diri sendiri, orang lain, dan segala bentuk kehidupan
beserta dengan lingkungan yang mendukung keberlangsungannya
(misal, rasa hormat terhadap milik dan rasa hormat terhadap otoritas).
Demi rasa hormat, maka kita tidak boleh menyakiti orang lain. Jadi,
rasa hormat merupakan penunaian kewajiban mengenai hal yang tidak
boleh dilakukan oleh seseorang.Sedangkan tanggung jawab adalah
perluasan dari rasa hormat.Ia merupakan tindakan aktif untuk
menanggapi secara positif kebutuhan pihak lain. Sebab, tidaklah
mencukupi manakala orang hanya, misalnya tidak menyakiti orang
11

lain (sebagai ekspresi rasa hormat). Lebih positif dari itu, Ia harus
membantu orang lain. Jadi, tanggung jawab merupakan pemenuhan
kewajiban mengenai hal yang harus dilakukan oleh seseorang.
(Narwanti, 2012, p. 14)

Pendidikan karakter memiliki peranan penting dalam dunia


pendidikan dan sangat menarik untuk diteliti, terutama karena
pendidikan karakter berorientasi pada pembentukan karakter
siswa.Pihak sekolah memiliki peranan dan pengaruh yang sangat besar
dalam mengimplementasikan pendidikan karakter di sekolahnya,
untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkannya berkaitan dengan
moral peserta didik.

Secara historis, pendidikan karakter di sekolah memiliki sejarah


amat panjang.Hal itu sudah dipraktikkan sejak zaman yunani kuno,
yaitu zaman homeros.Di berbagai tempat pendidikan karakter di
sekolah mengalami masa pasang dan surut.Hal itu terjadi seirama
dengan pergumulan nyata masyarakat di mana pendidikan itu
berlangsung.Yang jelas pendidikan karakter mendapat perhatian besar
terutama dalam masyarakat yang mengalami (dan berupaya bangkit)
dari kebangkrutan moral.(Saptono, 2011b, p. 16)

Dapat ditarik kesimpulan bahwa karakter adalah cara berfikir,


bertindak dan berperilaku secara spontan yang telah melekat dalam
dirinya serta sebagai pembeda dengan yang lainnya untuk hidup dan
bekerja sama dengan orang lain.

b. Tujuan Pendidikan Karakter


12

Tujuan dari pendidikan adalah untuk menyempurnakan


akhlak.Tujuan dari pendidikan karakter adalah untuk menjadikan
manusia menjadi manusia seutuhnya; manusia yang beradab dan
bermartabat.Agar manusia memiliki akhlak yang mulia, manusia perlu
diasah perasaan (hati), pikir (akal), dan raganya secara terpadu.
Dengan peneladanan dan pembiasaan serta motivasi dan pengawasan
akhlak akan terbentuk dengan baik.(Daryanto, 2013, p. 8)

Seperti dinyatakan Francis W. Parker, arah dan tujuan pendidikan


adalah pengembangan karakter.Pendidikan karakter terjadi dimana-
mana dan ada berbagai faktor yang memengaruhi terbentuknya
karakter pada seseorang.

Secara lebih spesifik tujuan pendidikan karakter di sekolah


mencakup:

1. Membantu para siswa untuk mengembangkan potensi kebajikan


mereka masing-masing secara maksimal dan mewujudkannya
dalam kebiasaan baik: baik dalam pikiran, baik dalam sikap, baik
dalam hati, baik dalam perkataan, dan baik dalam perbuatan.
2. Membantu para siswa menyiapkan diri menjadi warga Negara
Indonesia yang baik.
3. Dengan modal karakter yang kuat dan baik, para siswa diharapkan
dapat mengembangkan kebajikan daan potensi dirinya secara
penuh dan dapat membangun kehidupan yang baik, berguna, dan
bermakna.
4. Dengan karakter yang kuat dan baik, para siswa diharapkan
mampu menghadapi tantangan yang muncul dari makin derasnya
alur globalisasi dan pada saat yang sama mampu menjadikannya
13

sebagai peluang untuk berkembang dan berkontribusi bagi


masyarakat luas dan kemanusiaan. (Helmawati, 2017, p. 29)

Karakter lebih tinggi nilainya daripada intelektualitas.Stabilitas


kehidupan kita tergantung pada karakter kita.Karena, karakter
membuat orang mampu bertahan, memiliki stamina untuk tetap
berjuang, dan sanggup mengatasi ketidakberuntungannya secara
bermakna.

Para jenius pendiri Negara Bangsa Indonesia pun amat menyadari


hal itu.Perhatikan, misalnya syair lagu kebangsaan Indonesia Raya.Di
dalam lirik lagu tersebut terlebih dulu ditandaskan perintah:
“bangunlah jiwanya”, barulah kemudian “bangunlah badannya”.
Perintah itu menghujamkan pesan membangun jiwa mesti diutamakan
daripada membangun badan; membangun karakter mesti lebih
diperhatikan daripada sekedar membangun hal-hal fisik semata.Itulah
kunci agar Indonesia Berjaya.(Saptono, 2011c, p. 11)

Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu


penyelenggaraan dan hasil di sekolah yang mengarah pada pencapaian
pembentukan karakter atau akhlak mulia peserta didik secara utuh,
terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa


pendidikan karakter bertujuan mengembangkan nilai-nilai yang
membentuk karakter Bangsa, meliputi: 1) mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang tangguh, kompetitif,
berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong-royong, berjiwa
patriotic, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan; 2) serta
membangun bangsa yang berkarakter Pancasila yang dijiwai oleh iman
dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
14

c. Nilai-nilai Pendidikan Karakter


Kehidupan menyimpan nilai-nilai pendidikan karakter yang begitu
kaya.Begitu pula dengan agama, kebudayaan dan adat istiadat yang
memberi pesan untuk menjadikan manusia bermartabat merupakan
sumber-sumber pembelajaran pendidikan karakter.Pendidikan karakter
menjadi wadah dalam penghimpun nilai-nilai keluhuran umat manusia
yang terhimpun dari agama, budaya, adat istiadat, kearifan lokal, dan
sebagainya.

Kemdikbud merilis beberapa nilai-nilai pendidikan karakter


sebagaimana terlihat dalam table berikut ini:

Tabel 2.1
Nilai-nilai Pendidikan Karakter
Nilai Deskripsi
Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam
melaksanakan ajaran agama yang
dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan
ibadah agama lain, dan hidup rukun
dengan pemeluk agama lain.
Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya
menjadikan dirinya sebagai orang yang
selalu dapat dipercaya dalam perkataan,
tindakan, dan pekerjaan.
Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai
perbedaan agama, suku, pendapat,
sikap, dan tindakan orang lain yang
berbeda dari dirinya.
Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku
tertib dan patuh pada berbagai ketentuan
15

dan peraturan.
Kerja Keras Perilaku yang menunjukkan upaya
sungguh-sungguh dalam mengatasi
berbagai hambatan belajar dan tugas,
serta menyelesaikan tugas dengan
sebaik-baiknya.
Kreatif Berfikir dan melakukan sesuatu untuk
menghasilkan cara atau hasil baru dari
sesuatu yang telah dimiliki.
Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah
tergantung pada orang lain dalam
menyelesaikan tugas-tugas.
Demokratis Cara berpikir, bersikap, dan bertindak
yang menilai sama hak dan kewajiban
dirinya dan oranglain.
Rasa Ingin Tahu Sikap dan tindakan yang selalu
berupaya untuk mengetahui lebih
mendalam dan meluas dari sesuatu yang
dipelajarinya, dilihat, dan di dengar.
Semangat Kebangsaan Cara berpikir, bertindak, dan
berwawasan yang menempatkan
kepentingan bangsa dan Negara di atas
kepentingan dan kelompoknya.
Cinta Tanah Air Cara berpikir, bersikap, dan berbuat
yang menunjukkan kesetiaan ,
kepedulian, dan penghargaan yang
tinggi terhadap bahasa, lingkungan
fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan
16

politik bangsa.
Menghargai Prestasi Sikap dan tindakan yang mendorong
dirinya untuk menghasilkan sesuatu
yang berguna bagi masyarakat, dan
mengakui, serta menghormati
keberhasilan orang lain.
Bersahabat/ Tindakan yang memperlihatkan rasa
Komunikatif senang berbicara, bergaul, dan bekerja
sama dengan orang lain.
Cinta Damai Sikap, perkataan, dan tindakan yang
menyebabkan orang lain merasa senang
dan aman atas kehadiran dirinya.
Gemar Membaca Kebiasaan menyediakan waktu untuk
membaca berbagai bacaan yang
memberikan kebajikan bagi dirinya.
Peduli Lingkungan Sikap dan tindakan yang selalu
berupaya mencegah kerusakan pada
lingkungan alam di sekitarnya dan
mengembangkan upaya-upaya untuk
memperbaiki kerusakan alam yang
sudah terjadi.
Peduli Sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin
memberi bantuan pada orang lain dan
masyarakat yang membutuhkan.
Tanggung Jawab Sikap dan perilaku seseorang untuk
melaksanakan tugas dan kewajibannya
yang seharusnya dia lakukan, terhadap
diri sendiri, masyarakat, lingkungan
17

(alam, sosial, dan budaya), Negara, dan


Tuhan Yang Maha Esa.
Meskipun telah terdapat 18 nilai pembentuk karakter bangsa,
namun satuan pendidikan dapat menentukan prioritas
pengembangannya dengan cara melanjutkan nilai prakondisi yang
diperkuat dengan beberapa nilai yang diprioritaskan dari 18 nilai di
atas. Nilai-nilai itu menjadi penting sebagai bagian dalam mewujudkan
masyarakat global yang berkekeadaban secara bertahap.(Asmaun
Sahlan, 2014, p. 40)

Dalam implementasinya jumlah dan jenis karakter yang dipilih


tentu akan dapat berbeda antara satu daerah atau sekolah yang satu
dengan yang lain. Hal itu tergantung pada kepentingan dan kondisi
satuan pendidikan masing-masing. Di antara berbagai nilai yang
dikembangkan, dalam pelaksanaannya dapat dimulai dari nilai yang
dikembangkan, dalam pelaksanaannya dapat dimulai dari nilai yang
esensial, sederhana, dan mudah dilaksanakan sesuai dengan kondisi
masing-masing sekolah/wilayah, yakni bersih, rapih, nyaman, disiplin,
sopan dan santun.

d. Urgensi Pendidikan Karakter


Menurunnya kualitas moral dalam kehidupan manusia Indonesia
dewasa ini, terutama kalangan siswa, menuntut diselenggarakannya
pendidikan karakter.Sekolah dituntut untuk memainkan peran dan
tanggungjawabnya untuk menanamkan dan mengembangkan nilai-
nilai yang baik dan membantu para siswa membentuk dan membangun
karakter mereka dengan nilai-nilai yang baik.Pendidikan karakter
diarahkan untuk memberikan tekanan pada nilai-nilai tertentu seperti
rasa hormat, tanggungjawab, jujur, peduli, dan adil dan membantu
18

siswa untuk memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai


tersebut dalam kehidupan mereka sendiri.

Perlahan tapi pasti, semua lini kehidupan bangsa kita pun


mengalami kerusakan parah.Korupsi dan berbagai nacam kejahatan
merajalela. Berita utama harian Kompas pernah mengungkapkan
kondisi kekinian kita, berikut petikannya: “Kerusakan moral bangsa
sudah dalam tahap sangat mencemaskan karena terjadi hampir di
semua lini, baik di birokrasi pemerintahan, aparat penegak hukum,
maupun masyarakat umum. Jika kondisi ini dibiarkan, Negara bisa
menuju ke arah kehancuran”.(Azzet, 2016, p. 24)

Karakter itu amat penting bahkan lebih tinggi nilainya daripada


intelektualitas.Stabilitas kehidupan kita tergantung pada karakter
kita.Karena karakter membuat orang mampu bertahan, memiliki
stamina untuk tetap berjuang, dan sanggup mengatasi ketidak
beruntungannya secara bermakna.

Karena itu, kinilah saatnya kita berupaya membangun karakter


secara sungguh-sungguh. Pendidikan harus kita fungsikan
sebagaimana mestinya, sebagai sarana terbaik untuk memicu
kebangkitan dan menggerakkan zaman. Sekolah di seluruh penjuru
negeri mesti bersama-sama menjadikan dirinya: sekolah karakter,
tempat terbaik untuk menumbuh-kembangkan karakter.(Saptono,
2011d, p. 17)

Dari pengertian tersebut, jelaslah sudah bahwa misi dari


pendidikan karakter adalah membuat manusia menjadi
manusia.Artinya pendidikan itu harus mengarahkan seorang individu
yang memiliki karakter positif dengan ciri insan yang sadar diri dan
sadar lingkungannya.
19

e. Prinsip-prinsip Pendidikan Karakter


Pembangunan karakter yang merupakan upaya perwujudan amanat
pancasila dan pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita
permasalahan kebangsaan yang berkembang saat ini, seperti:
disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila; bergesernya
nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; memudarnya
kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa; ancaman disintegrasi
bangsa; dan melemahnya kemandirian bangsa.

Untuk mendukung perwujudan cita-cita pembangunan karakter


sebagaimana diamanatkan Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 serta
mengatasi permasalahan kebangsaan saat ini, maka pemerintah
menjadikan pembangunan karakter sebagai salah satu program
prioritas pembangunan nasional. Semangat itu secara implisit
ditegaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
(RPJPN) tahun 2005-2015, dimana pendidikan karakter ditempatkan
sebagai landasan untuk mewujudkan visi pembangunan nasional, yaitu
“mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika,
berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila.”

Terkait dengan upaya mewujudkan pendidikan karakter


sebagaimana yang diamanatkan dalam RPJPN, sesungguhnya hal yang
dimaksud itu sudah tertuang dalam fungsi dan tujuan pendidikan
nasional, yaitu “pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai prioritas program
Kementrian Pendidikan Nasional 2010-2014, yang dituangkan dalam
Rencana Aksi Nasional Pendidikan Karakter (2010): pendidikan
karakter disebutkan sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti,
20

pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan


kemampuan peserta didik untuk membrikan keputusan baik-buruk,
memelihara apa yang baik dan mewujudkan kebaikan itu dalam
kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.(Wiyani, 2013, p. 93)

Atas dasar itu, pendidikan karakter bukan sekedar mengajarkan


mana yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu, pendidikan
karakter menanamkan kebiasaan(habituation) tentang mana hal yang
baik sehingga peserta didik menjadi paham (kognitif) tentang mana
yang benar dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan
biasa melakukannya (psikomotor). Dengan kata lain, pendidikan
karakter yang baik harus melibatkan bukan saja aspek “pengetahuan
yang baik (moral knowing), akan tetapi juga “merasakan atau loving
good (moral feeling), dan perilaku yang baik (moral action).
Pendidikan karakter menekankan pada habit atau kebiasaan yang terus
menerus dipraktikkan dan dilakukan.

Berdasarkan alur pikir pembangunan karakter bangsa, pendidikan


merupakan salah satu strategi dasar dari pembangunan karakter bangsa
yang dalam pelaksanaannya harus dilakukan secara koheren dengan
beberapa strategi lain. Strategi tersebut mencakup, yaitu sosialisasi/
penyadaran, pemberdayaan, pembudayaan dan kerjasama seluruh
komponen bangsa. Pembangunan karakter dilakukan dengan
pendekatan sistematik dan integrative dengan melibatkan keluarga,
satuan pendidikan, pemerintah, masyarakat sipil, anggota legislatif,
media massa, dunia usaha, dan dunia industri. Sehingga satuan
pendidikan adalah komponen penting dalam pembangunan karakter
yang berjalan secara sistematik dan integratif bersama dengan
komponen lainnya.(Manab, 2018c, p. 43)
21

Hakikat Pembiasaan Hafalan Al Quran

a. Definisi Pembiasaan

Secara etimologi pembisaan berasal dari kata dasar “biasa:,


berdasarkan dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) “biasa”
adalah kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus guna mencapai
tujuan yang telah ditentukan. Pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja
dilakukan secara berulang-ulang agar sesuatu itu dapat menjadi
kebiasaan.

Pembiasaan adalah proses pembentukan kebiasaan-kebiasaan baru


atau perbaikan kebiasaan-kebiasaan yang telah ada. Pembiasaan selain
menggunakan perintah, suri tauladan, dan pengalaman khusus, juga
menggunakan hukuman dan ganjaran.Tujuannya agar siswa
memperoleh sikap-sikap dan kebiasaan-kebiasaan baru yang lebih
tepat dan positif dalam arti selaras dengan kebutuhan ruang dan waktu
(kontekstual). Selain itu arti tepat dan positif ialah selaras dengan
norma dan tata nilai moral yang berlaku, baik yang bersifat religius
maupun tradisional dan kultural. (Djatmiko, 2007, p. 10)

Departemen Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa pembiasaan


merupakan proses pembentukan sikap dan perilaku yang relative
menetap dan bersifat otomatis melalui proses pembelajaran yang
berulang-ulang. Lanjutnya bahwa sikap atau perilaku yang menjadi
kebiasaan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a) Perilaku tersebut
relatif menetap, b) Pembiasaan umumnya tidak memerlukan fungsi
berfikir yang cukup tinggi, c) Kebiasaan bukan sebagai hasil proses
kematangan, tetapi sebagai akibat atau hasil pengalaman belajar, d)
Perilaku tersebut tampil secara berulang-ulang sebagai respons
terhadap stimulus yang sama.
22

Teori pembiasaan dalam sudut pandang Al-Qur’an dijelaskan


dalam Q.S. An-nur (24) :58 :

‫ث‬َ َ‫وا ۡٱل ُحلُ َم ِمن ُكمۡ ثَ ٰل‬ ْ ‫وا لِيَ ۡس ۡ‍ٔتَ ِذن ُك ُم ٱلَّ ِذينَ َملَ َك ۡت َأ ۡي ٰ َمنُ ُكمۡ َوٱلَّ ِذينَ لَمۡ يَ ۡبلُ ُغ‬
ْ ُ‫ٰيََٓأيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬
ُ َ‫صلَ ٰو ِة ۡٱل ِع َشٓا ۚ ِء ثَ ٰل‬
‫ث‬ َ ‫ضعُونَ ثِيَابَ ُكم ِّمنَ ٱلظَّ ِهي َر ِة َو ِم ۢن بَ ۡع ِد‬ َ َ‫صلَ ٰو ِة ۡٱلفَ ۡج ِر َو ِحينَ ت‬ َ ‫ت ِّمن قَ ۡب ِل‬ ٖ ۚ ‫َم ٰ َّر‬
َ‫ض َك ٰ َذلِك‬ ٖ ۚ ‫ض ُكمۡ َعلَ ٰى بَ ۡع‬ ُ ‫ط ٰ َّوفُونَ َعلَ ۡي ُكم بَ ۡع‬ َ ‫س َعلَ ۡي ُكمۡ َواَل َعلَ ۡي ِهمۡ ُجنَا ۢ ُح بَ ۡع َده ۚ َُّن‬ َ ‫ت لَّ ُكمۡۚ لَ ۡي‬
ٖ ‫ع َۡو ٰ َر‬
ِ ۗ َ‫يُبَيِّنُ ٱهَّلل ُ لَ ُك ُم ٱأۡل ٓ ٰي‬
‫يم‬ٞ ‫ت َوٱهَّلل ُ َعلِي ٌم َح ِك‬

“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak


(lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum
baligh diantara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam
satu hari). Yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu
menanggalkan pakaian (luar) mu ditengah hari dan sesudah
sembahyang isya. (itulah) tiga aurat bagi kamu. Tidak ada dosa
atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu.
Mereka melayani kamu, sebagian kamu (ada keperluan) kepada
sebagian (yang lain). Demikian Allah menjelaskan ayat-ayat bagi
kamu.Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha bijaksana.

Pendidikan karakter terkait erat dengan habit atau kebiasaan yang


terus menerus dipraktikan atau dilakukan. Napping menjelaskan
bahwa:

Pembiasaan dapat dipahami sebagai pembudayaan


(internalization) dan pelembagaan (institutionalization).Makna
pertama merujuk pada upaya penanaman suatu nilai, sikap, perasaan,
pandangan dan pengetahuan yang tumbuh dan berkembang dalam
suatu masyarakat kepada inividu-indiviu anggota kebudayaan
bersangkutan. Sedangkan makna kedua menekankan pada aspek nilai,
norma dan perilaku yang disepakati secara bersama oleh individu
dalam suatu konteks sosial, mengendalikan dan mengarahkan perilaku
23

untuk mencapai tujuan yang bersifat spesifik. (Tukiman Taruna, 2018,


p. 17)

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa


pembiasaan adalah suatu kegiatn yang sengaja dilakukan dengan cara
berulang-ulang dan terus menerus guna mencapai tujuan yang telah
ditentukan.

b. Tujuan Dilaksanakannya Pembiasaan

Tujuan pengembangan pembiasaan adalah memfasilitasi anak


untuk menampilkan totalitas pemahaman ke dalam kehidupan sehari-
hari, baik di SD maupun dilingkungan yang lebih luas (keluarga,
kawan, dan masyaakat).Melalui pembiasaan, bukan hanya
mengajarkan (aspek kognitif) mana yang benar dan salah, tetapi
mampu merasakan (aspek afektif) nilai yang baik serta bersedia
melakukannya (aspek psikomotorik) dari lingkup terkecil seperti
keluarga sampai dengan cakupan yang lebih luas di masyarakat.
(Helmawati, 2017b, p. 18)

c. Fungsi Pembiasaan

Dalam kehidupan sehari-hari, pembiasaan pembiasaan merupakan


hal yang sangat penting, karena banyak dijumpai orang berbuat dan
berperilaku hanya karena kebiasaan semata-mata. Pembiasaan dapat
mendorong mempercepat perilaku, dan tanpa pembiasaan hidup
seseorang akan berjalan lamban, sebab sebelum melakukan sesuatu
harus memikirkan terlebih dahulu apa yang akan dilakukannya.
Metode pembiasaan perlu diterapkan oleh guru dalam proses
pembentukan karakter, untuk membiasakan peserta didik dengan sifat-
sifat terpuji dan baik, sehingga aktivitas yang dilakukan oleh peserta
24

didik terekam secara positif. (Helmawati, 2017c, p. 34)

d. Model Pembiasaan

Pendidikan melalui pembiasaan dapat dilaksanakan secara


terprogram dalam pembelajaran, dan secara tidak terprogram dalam
kegiatan sehari-hari.

1) Kegiatan pembiasaan terprogram dalam pembelajaran dapat


dilaksanakan dengan perencanaan khusus dalam kurun waktu
tertentu untuk mengembangkan pribadi peserta didik secara
individual, kelompok, dan atau klasikal sebagai berikut:
a) Biasakan peserta didik untuk bekerja sendiri pengetahuan,
keterampilan, dan sikap baru dalam setiap pembelajaran.
b) Biasakan melakukan kegiatan inkuiri dalam setiap
pembelajaran.
c) Biasakan peserta didik untuk bertanya dalam setiap
pembelajaran.
d) Biasakan belajar secara berkelompok untuk menciptakan
“masyarakat belajar”
e) Guru harus membiasakan diri menjadi model dalam setiap
pembelajaran.
f) Biasakan melakukan refleksi pada setiap akhir pembelajaran.
g) Biasakan melakukan penilaian yang sebenarnya, adil, dan
transparan dengan berbagai cara.
h) Biasakan peserta didik untuk bekerja sama dan saling
menunjang.
i) Biasakan untuk belajar dari berbagai sumber.
j) Biasakan peserta didik untuk tukar pendapat dengan temannya.
k) Biasakan peserta didik terbuka terhadap teman.
25

l) Biasakan peserta didik mencari perubahan yang lebih baik.


m) Biasakan peserta didik terus menerus melakukan inovasi dan
improvisasi demi perbaikan selanjutnya.
2) Kegiatan pembiasaan secara tidak terprogram dapat dilaksanakan
sebagai berikut:
a) Rutin, yaitu pembiasaan yang dilakukan terjadwal, seperti
upacara bendera, senam, keberaturan, pemeliharaan
kebersihan, dan kesehatan diri.
b) Spontan, adalah pembiasaan tidak terjadwal dalam kejadian
khusus seperti: pembentukan perilaku memberi salam,
membuang sampah pada tempatnya, antre, mengatasi silang
pendapat (pertengkaran).
c) Keteladanan, adalah pembiasaan dalam bentuk perilaku sehari-
hari seperti: berpakaian rapi, berbahasa yang baik, rajin
membaca, memuji kebaikan, dan atau keberhasilan orang lain,
datang tepat waktu. (Tukiman Taruna, 2018b, p. 14)

Dalam pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah, pembiasaan


peserta didik untuk berperilaku baik perlu ditunjang oleh keteladanan
guru dan kepala sekolah.Oleh karena itu, guru dan kepala sekolah
harus menjadi suri tauladan yang baik supaya peserta didik memiliki
karakter yang baik.

e. Pembelajaran Tahfidz Al-Qur’an

Pengertian pembelajaran tahfidz Al-Qur’an

Pembelajaran adalah suatu proses seseorang dalam belajar.Yang


dimaksud dengan belajar menurut pengertian secara psikologi, belajar
merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan dalam tingkah laku
sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan dalam memenuhi
26

kebutuhan hidup. Perubahan-perubahan tersebut akan dinyatakan dalam


seluruh aspek tingkah laku.
Beberapa ahli memberikan pengertian belajar seperti
diuraikan dibawah ini:
a. Sardiman A. M. bahwa belajar adalah rangkaian kegiatan jiwa
raga,psikofisik menuju keperkembangan pribadi manusia seutuhnya
yang menyangkut unsur cipta, rasa, dan karsa. (Djamarah, 1994)
b. Drs. Slamet menjelaskan bahwa belajar adalah suatu proses usaha
yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
laku yang baru secara keseluruhan, sehingga hasil pengalaman
individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
(Djamarah, 1994)
c. Morgan, dalam buku Intriduction to Psychology mengemukakan
bahwa belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam
tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau
pengalaman. (Purwanto, 2000)
d. Witherington, dalam buku Education Psychology bahwa belajar
adalah suatu perubahan didalam kepribadian yang menyatakan diri
sebagai suatu pola baru dari reaksi yang berupa kecakapan, sikap,
kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian. (Djamarah, 1994 p,
54)
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
interaksi dengan lingkungan.Sedangkan tahfidz Al-Qur’an terdiri
dari dua suku kata, yaitu tahfidz dan Al-Qur’an, yang mana
keduanya mempunyai arti yang berbeda. Pertamatahfidz yang
berarti menghafal, menghafal dari kata dasar hafal yang dari bahasa
arab hafidza - yahfadzu - hifdzan, yaitu lawan dari lupa, yaitu selalu
27

ingat dan sedikit lupa.


Menurut Abdul Aziz Abdul Ra’uf definisi menghafal adalah
“proses mengulang sesuatu, baik dengan membaca atau mendengar”.
Pekerjaan apapun jika sering diulang, pasti menjadi hafal.”(Rauf,
2010, p. 49)Kedua kata Al-Qur’an, menurut bahasa Al-Qur’an
berasal dari kata qa-ra-a yang artinya membaca, para ulama’
berbeda pendapat mengenai pengertian atau definisi tentang Al-
Qur’an.Hal ini terkait sekali dengan masing-masing fungsi dari Al-
Qur’an itu sendiri.
Menurut Asy-Syafi’i, lafadz Al-Qur’an itu bukan musytaq,
yaitu bukan pecahan dari akar kata manapun dan bukan pula
berhamzah, yaitu tanpa tambahan huruf hamzah di tengahnya.
Sehingga membaca lafazh Al-Qur’an dengan tidak membunyikan
”a”. Oleh karena itu, menurut Asy-syafi’i lafadz tersebut sudah
lazim digunakan dalam pengertian kalamullah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW.
Berarti menurut pendapatnya bahwa lafazh Al-Qur’an bukan
berasal dari akar kata qa-ra-a yang artinya membaca.Sebab kalau
akar katanya berasal dari kata qa-ra-a yang berarti membaca, maka
setiap sesuatu yang dibaca dapat dinamakan Al-Qur’an. Sedangkan
menurut Caesar E. Farah, Qur’an in a literal sense
means”recitation,”reading,”.Artinya, Al-Qur’an dalam sebuah
ungkapan literal berarti ucapan atau bacaan.Sedangkan menurut
Mana’ Kahlil al-Qattan sama dengan pendapat Caesar E. Farah,
bahwa lafazh Al-Qur’an berasal dari kata qara-a yang artinya
mengumpulkan dan menghimpun, qira’ah berarti menghimpun
huruf-huruf dan kata-kata yang satu dengan yang lainnya ke dalam
suatu ucapan yang tersusun dengan rapi. Sehingga menurut al-
Qattan, Al-Qur’an adalah bentuk mashdar dari kata qa-ra-a yang
28

artinya dibaca.
Kemudian pengertian Al-Qur’an menurut istilah adalah kitab
yang diturunkan kepada Rasulullah saw, ditulis dalam mushaf, dan
diriwayatkan secara mutawatir tanpa keraguan. (Anwa, 2004, p. 31)
Setelah melihat definisi menghafal dan Al-Qur’an di atas dapat
disimpulkan bahwa Tahfidz Al-Qur’an adalah proses untuk
memelihara, menjaga dan melestarikan kemurnian Al-Qur’an yang
diturunkan kepada Rasulullah saw di luar kepala agar tidak terjadi
perubahan dan pemalsuan serta dapat menjaga dari kelupaan baik
secara keseluruhan maupun sebagiannya.
Sedangkan program pendidikan menghafal Al-Qur’an adalah
program menghafal Al-Qur’an dengan mutqin (hafalan yang kuat)
terhadap lafazh-lafazh Al-Qur’an dan menghafal makna-maknanya
dengan kuat yang memudahkan untuk menghindarkannya setiap
menghadapi berbagai masalah kehidupan, yang mana Al-Qur’an
senantiasa ada dan hidup di dalam hati sepanjang waktu sehingga
memudahkan untuk menerapkan dan mengamalkannya.

Dasar dan hikmah menghafal Al-Qur’an

Secara tegas banyak para ulama’ mengatakan, alasan yang


menjadikan sebagai dasar untuk menghafal Al-Qur’an adalah sebagai
berikut :
a. Jaminan kemurnian Al-Qur’an dari usaha pemalsuan.
Sejarah telah mencatat bahwa Al-Qur’an telah dibaca oleh
jutaan manusia sejak zaman dulu sampai sekarang.Para penghafal Al-
Qur’an adalah orang-orang yang di pilih Allah untuk menjaga
kemurnian Al-Qur’an dari usaha-usaha pemalsuannya. Sebagaimana
firman Allah swt dalam QS. Al-Hijr ayat 9:
ِّ ‫ِإنَّا نَ ْحنُ نَ َّز ْلنَا‬
َ‫ٱلذ ْك َر َوِإنَّا لَهۥُ لَ ٰ َحفِظُون‬
29

Artinya: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al


Quran, dan Sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya”(Aziz,
2011, p. 262)
b. Menghafal Al-Qur’an adalah fardhu kifayah.
Melihat dari surat Al-Hijr ayat 9 diatas bahwa penjagaan Allah
terhadap Al-Qur’an bukan berarti Allah menjaga secara langsung
fase-fase penulisan Al-Qur’an, tetapi Allah melibatkan para hamba-
Nya untuk ikut menjaga Al-Qur’an. Melihat dari ayat di atas banyak
ahli Qur’an yang mengatakan bahwa hukum menghafal Al-Qur’an
adalah fardhu kifayah, diantaranya adalah :
Ahsin W. mengatakan bahwa hukum menghafal Al-Qur’an
adalah fardhu kifayah. Ini berati bahwa orang yang menghafal Al-
Qur’an tidak boleh kurang dari jumlah mutawatir sehingga tidak akan
ada kemungkinan terjadinya pemalsuan dan pengubahan terhadap
ayat-ayat suci Al-Qur’an.Kemudian menurut Abdurrab Nawabudin
bahwa apabila Allah telah menegaskan bahwa Dia menjaga Al-Qur’an
dari perubahan dan penggantian, maka menjaganya secara sempurna
seperti telah diturunkan kepada hati Nabi-Nya, maka sesungguhnya
menghafalnya menjadi fardhu kifayah baik bagi suatu umat maupun
bagi keseluruhan kaum muslimin. (Nawabudin, 2005, p. 19)
Setelah melihat dari pendapat para ahli Qur’an di atas dapat
disimpulkan bahwa hukum menghafal Al-Qur’an adalah fardhu
kifayah, yaitu apabila diantara kaum ada yang sudah
melaksanakannya, maka bebaslah beban yang lainnya, tetapi
sebaliknya apabila di suatu kaum belum ada yang melaksanakannya
maka berdosalah semuanya.
Jadi wajar jika manusia yang berinteraksi dengan Al-Qur’an
menjadi sangat mulia, baik di sisi manusia apalagi di sisi Allah, di
30

dunia dan di akhirat. Kemudian berikut ini ada beberapa hikmah


menghafAl-Qur’an :
a. Al-Qur’an menjanjikan kebaikan, berkah dan kenikmatan bagi
penghafalnya.
Ini sesuai dengan firman Allah swt. yang berbunyi:
۟ ُ‫ب َأنزَ ْل ٰنَهُ ِإلَ ْي َك ُم ٰبَ َر ٌك لِّيَ َّدبَّ ُر ٓو ۟ا َءا ٰيَتِ ِۦه َولِيَتَ َذ َّك َر ُأ ۟ول‬
ِ َ‫وا ٱَأْل ْل ٰب‬
‫ب‬ ٌ َ‫ِك ٰت‬
Artinya: ”Ini adalah sebuah Kitab yang kami turunkan
kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-
ayatNya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang
mempunyai fikiran”. (QS. As-Shaad: 29)
b. Hafidz Qur’an merupakan ciri orang yang diberi ilmu
c. Fasih dalam berbicara dan ucapannya.
d. Al-Qur’an memuat 77.439 kalimat. Jika seluruh penghafal Al-Qur’an
memahami seluruh arti kalimat tersebut berarti dia sudah
banyak sekali menghafal kosa kata bahasa arab yang seakan-akan ia
menghafal kamus bahasa arab.
e. Dalam Al-Qur’an banyak terdapat kata-kata hikmah yang sangat
berhargabagi kehidupan. Secara menghafal Al-Qur’an berarti banyak
menghafal kata-kata hikmah.
f. Hafidz Qur’an sering menjumpai kalimat-kalimatuslub atau ta’bir
yang sangat indah. Bagi seseorang yang ingin memperoleh rasa sastra
yang tinggi dan fasih untuk kemudian bisa menikmati karya sastra
Arab atau menjadi satrawan Arab perlu banyak menghafal kata-kata
atau uslub Arab yang indah seperti syair dan amtsar (perumpamaan)
yang tentunya banyak terdapat di Al-Qur’an.
g. Mudah menemukan contoh-contoh nahwu, sharaf, dan juga balaghah
dalam Al-Qur’an.
h. Dalam Al-Qur’an banyak ayat-ayat hukum, dengan demikian secara
tidak langsung seorang penghafal Al-Qur’an akan menghafal ayat-
31

ayat hukum.Yang demiakian ini sangat penting bagi orang yang ingin
terjun di bidang hukum.
i. Orang yang menghafal Al-Qur’an akan selalu mengasah hafalannya.
Dengan demikian otaknya akan semakin kuat untuk menampung
berbagai macam informasi.
j. Penghafal Al-Qur’an adalah orang yang akan mendapatkan untung
dalam perdagangannya dan tidak akan merugi.
k. Al-Qur’an akan menjadi penolong (syafa’at) bagi para penghafal Al-
Qur’an.
Selain itu ada beberapa tujuan pembelajaran tahfidzul Qur’an
secara terperinci yakni sebagai berikut:
a. Siswa dapat memahami dan mengetahui arti penting dari kemampuan
dalam menghafal Al-Qur’an.
b. Siswa dapat terampil menghafal ayat-ayat dari suratsurat tertentu
dalam juz „amma yang menjadi materi pelajaran.
c. Siswa dapat membiasakan menghafal Al-Qur’an dan supaya dalam
berbagai kesempatan ia sering melafadzkan ayat-ayat Al-Qur‟an
dalam aktivitas sehari-hari. (Lutfi, 2009, p. 168)
Selain itu juga tujuan yang terpenting yakni untuk
menumbuhkan, mengembangkan serta mempersiapkan bakat hafidz
dan hafidzah pada anak, sehingga nantinya menjadi generasi
cendekiawan muslim yang hafal Al-Qur’an.

Hasil Penelitian yang Relevan

Terkait hasil penelitian yang relevan, maka peneliti memunculkan


memunculkan beberapa penelitian tentang pendidikan karakter, yang
peneliti anggap bisa menjadi dasar untuk penelitian ini antara lain:
32

1. Skripsi Alam Saleh Pulungan yang berjudul, “Strategi Guru Dalam


Pembentukan Karakter Siswa di SMA Al-Hidayah Medan”,
Mahasiswa Jurusan Manajemen Pendidikan Islam Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan UIN Sumatera Utara Medan, tahun 2017
Penelitiannya menggunakan kualitatif. Adapun tujuan penelitian
ini adalah : Untuk mengetahui bagaimana 1. Bentuk karakter siswa
di SMA Al-Hidayah medan. 2. Pembinaan karakter siswa yang
dilakukan di SMA Al-Hidayah. 3. Strategi apa yang dilakukan
dalam pembentukan karakter siswa di SMA Al-Hidayah Medan.
Dari penelitian yang dilakukan, hasil penelitian Alam Saleh
Pulungan menyimpulkan bahwa strategi guru dalam pembentukan
karakter siswa sangat baik melalui pengintegrasian, melalui
kegiatan sehari-hari yang meliputi: pemberian keteladanan,
teguran, nasehat, dan pengkondisian lingkungan yang menunjang
pendidikan karakter. Dan yang terakhir lewat pengintegrasian yang
diprogramkan berupa: kegiatan tahfidz Qur’an, pidato, dan sholat
dzuhur serta ashar berjamaah. 4. Implementasi guru terhadap
program kepala sekolah tentang mewujudkan karakter siswa yang
baik di SMA Al-Hidayah Medan. Dalam penerapannya terhadap
nilai-nilai karakter yang di implementasikan oleh guru-guru
terhadap siswa di SMA Al-Hidayah medan usdah baik tetapi
belum semaksimal mungkin penerapannya.
2. Skripsi Mila Silvy Arumsari yang berjudul, “Peran Guru Dalam
Membentuk Karakter Siswa Dalam Pembelajaran Sains di MI Al-
Huda Yogyakarta”, Mahasiswa Jurusan Pendidikan Guru
Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta, tahun 2014 Penelitiannya mwnggunakan
metode kualtitatif. Adapun tujuan penelitian ini adalah: Untuk
Mengetahui 1. Peran guru dalam pembentukan karakter siswa pada
33

mata pelajaran Sains antara lain guru berperan sebagai motivator,


faslitator, model dan teladan serta guru sebagai pendorong
kreativitas siswa. 2. Karakter yang terbentuk dalam pembelajaran
sains antara lain jujur, tanggung jawab, kreatif dan kerja keras. 3.
Faktor pendukungnya yaitu komunikasi yang terjalin baik antara
guru dan siswa di MI Al Huda Yogyakarta. Dari penelitian yang
dilakukan, hasil penelitian Mila SIlvy Arumsari menyimpulkan
bahwa komunikasi yang terjalin baik antara orangtua siswa dan
guru, media belajar yang sudah mencukupi. Solusi yang diambil
untuk mengatasi penghambat dalam pembentukan karakter antara
lain guru harus lebih kooperatif dalam mengimplementasikan
pembentukan karakter dengan berbagai kegiatan, adanya kesadaran
diri siswa untuk memahami pembentukan karakter, guru mencari
waktu lain untuk menambah jam pelajaran jika pembelajaran
terganggu keramaian. Faktor penghambat dalam membentuk
karakter siswa dalam pembelajaran sains antara lain belum
maksimalnya pembentukan karakter dari pembelajaran sains untuk
siswa, kurangnya kesadaran siswa untuk memahami pembentukan
karakter, kondisi lingkungan sekolah yang berdampingan dengan
PAUD.
3. Skripsi Maidatul Chusna yang berjudul “Peran Guru dalam
Pendidikan Karakter Pada Kurikulum 2013 di MIN 4
Tulungagung” Mahasiswa Jurusan Pendidikan Guru Madrasah
Ibtidaiyah Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan di Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Tulungagung tahun 2018. Penelitiannya
menggunakan metode kualitatif. Adapun tujuan penelitian ini
adalah: Untuk mendeskripsikan peran guru sebagai motivator
dalam pendidikan karakter pada kurikulum 2013 di MIN 4
Tulungagung. Dan hasil penilitian menunjukan bahwa dengan
34

masing-masing karakter motivasinya melalui; a) Religius, guru


memotivasi dengan memberi nasihat kepada siswa, member tugas
kepada siswa, memberi hadiah kepada siswa yang telah melakukan
pembiasaan dan memberi hukuman. b) Disiplin, guru memotivasi
dengan memberi tugas kepada siswa dan hukuman bagi siswa yang
kurang disiplin. c) peduli sosial, guru memotivasi dengan memberi
tugas untuk berbagi kepada sesama dan pemberian pujian bagi
siswa yang telah membantu sesama. d) Tanggung Jawab, guru
memotivasi dengan memberi tugas kepada siswa, memberi pujian
kepada siswa yang telah tanggung jawab. e) Cinta Tanah Air, guru
memotivasi siswa untuk meningkatkan semangat Nasionalisme.
4. Skripsi Reni Rahmawati yang berjudul, ”Implementasi Pembinaan
Pendidikan Karakter Dalam Membangun Kemandirian dan
Disiplin Siswa Pada Sekolah Berasrama (Boarding School) di
SMP Islam Terpadu Al Multazam Kuningan. Mahasiswa Jurusan
Departemen Pendidikan Kewarganegaraan Fakultas Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Sosial di Universitas Pendidikan Indonesia
Bandung 2016. Penelitiannya menggunakan metode penelitian
kualitatif. Adapun tujuan peneliti adalah : untuk mengetahui secara
mendalam Unsur-unsur nilai karakter yang di kembangkan di SMP
Islam Terpadu Al Multazam dan pengembangan metode yang
digunakan.
Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa : (1) Unsur-unsur nilai
karakter yang dikembangkan di SMP Islam Terpadu Al Multazam
dalam pembinaan karakter dapat di ketahui bahwa yang menjadi
(core value) diketahui yaitu 10 nilai dasar yang sering disebut
dengan istilah Muwasafat Tarbiyah, (2) metode yang
dikembangkan dalam pembinaan karakter dalam membangun
kemandirian dan disiplin siswa dapat disimpulkan bahwa SMP
35

Islam Terpadu Al Multazam melakukan metodenya tersebut


melalui beberapa tahapan yaitu: 1. Keteladanan/model, 2.
Pembiasaan/Kebiasaan adat, 3. Pendidikan Nasehat dan
memberikan perhatian 4. Memberikan hukuman, 5. Laporan
Pembinaan, (3) Implementasi pembinaan karakter yang selama ini
telah dilaksanakan di SMP Islam Terpadu Al Multazam beberapa
tahapan yang satu sama saling mendukung dan saling berkaitan
satu sama diantara lain, yaitu tahapan pembinaan karakter tersebut
meliputi diimplemepntasikan ke dalam kegiatan sehari-hari selama
berada diasrama.
Dari beberapa hasil penelitian yang relevan di atas, peneliti
ingin melakukan penelitian yang berbeda yakni tentang
Implementasi Pendidikan Karakter melalui pembiasaan sehari-hari
di SD IT Al Rahmah, bagaimana cara pendidik menanamkan
karakter yang baik melalui pembiasaan sehari-harinya. Penelitian
yang peneliti lakukan adalah penelitian kualitatif dengan populasi
yang lebih besar dan pengambilan informasi secara keseluruhan.

Kerangka Berpikir

Pendidikan karakter menurut Battistich (2009: 3) “Character


education as the deliberate use of all dimensions of school life to foster
optimal character development” (“Pendidikan karakter adalah sesuatu
yang disengaja menggunakan semua dimensi kehidupan sekolah untuk
mendorong pengembangan karakter yang optimal”).(Jacobus, 2015a,
p. 3)

Adapun nilai-nilai yang dibina dalam pendidikan karakter menurut


Dimerman terdapat sepuluh karakter yang harus dikembangkan yaitu:
1)rescpect (hormat), 2) responsibility (tanggung jawab), 3) honesty
36

(kejujuran), 4) empathy (empati), 5) fairness (keadilan), 6)


initiative(inisiatif), 7) courage (keberanian), 8) perseverance
(ketekunan), 9) optimism (optimis), and 10) integrity (integritas).
Indonesia Heritage Foundation yang juga banyak bergerak dalam
pendidikan karakter mengidentifikasi ada 9 karakter mulia yang
menjadi pilar: 1) cinta Tuhan dan kebenaran, 2) tanggung jawab, 3)
amanah, 4) hormat dan santun, 5) kasih saying, kepedulian dan
kerjasama, 6) percaya diri, kreatif, dan pantang menyerah, 7) keadilan
dan kepemimpinan, 8) baik dan rendah hati, 9) toleransi dan cinta
damai (kokom komalasari, pendidikan karakter). Sedangkan menurut
Pusat Kurikulum Balitbang Kemendiknas nilai-nilai yang
berlandaskan budaya bangsa terdiri dari 18 nilai, yaitu: religious, jujur,
toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin
tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi,
bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli
lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. (Kokom Komalasari,
2017, p. 13)

Jadi mempelajari karakter tidak lepas mempelajari nilai atau sikap,


norma, dan moral. Salah satu unsur dalam karakter seseorang adalah
sikap dan perilaku. Sikap seseorang diwujudkan dalam perilaku orang
tersebut dan perilaku akan dilihat orang lain dan itu akan membuat
orang lain menilai bagaimanakah karakter orang tersebut, bahkan dari
sikap dan perilaku tersebut orang lain cenderung menilai sebagai
cerminan karakter seseorang tersebut, walaupun hal yang dilihat orang
lain belum tentu benar. (Jacobus, 2015b, p. 15)

Islam mengajarkan bahwa standar normative kebenaran dan


perbuatan seorang hamba adalah bersumber dan berstandar Al Quran
dan Hadits. Jadi dalam pandangan islam, seluruh perintah Alloh dan
37

Rosul-Nya yang termanifestasi dalam Al Quran dan Sunnah, pasti


bernilai baik untuk dilakukan. Sebaliknya, apapun yang dilarang oleh
Al Quran dan Sunnah pasti bernilai baik jika ditinggalkan dan bernilai
buruk jika dilakukan.(Mansyur, 2016c, p. 17)

Alat dan sumber pembelajaran yang digunakan dalam


pembelajaran Tahfizul Qur’an di antaranya adalah alat multimedia
seperti: (a) komputer/laptop beserta infocus; (b) televisi dan VCD
Player; (c) Tape dan kaset atau CD; (d) Proyektor atau OHP. Buatlah
bagan, dengan menggunakan power point untuk diproyeksikan melalui
OHP, namun jika tidak ada bisa langsung dengan dibuatkan di papan
tulis. Jika tidak ada, guru dapat memanfaatkan papan tulis dan
beberapa spidol dengan bermacam warna. Alat penutup untuk
menutupi teks arabnya, dapat menggunakan penggaris kayu atau
kertas. Untuk sumber pembelajarannya gunakanlah mushaf Juz ‘amma
atau Mushaf bahriah, yang sangat praktis digunakan saat menghafal
Al-Qur’an.

Setiap sekolah memiliki cara masing-masing dalam menanamkan


pendidikan karakter kepada peserta didiknya. Upaya sekolah dalam
pembentukan karakter peserta didik adalah dengan cara
mengintegrasikan kedalam kurikulum, ekstrakulikuler maupun
pembiasaan-pembiasaan baik di sekolah.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Berdasarkan fokus dan tujuan penelitian, maka penelitian ini
merupakan kajian yang mendalam guna memperoleh data yang
lengkap dan terperinci.Untuk itu penelitian ini menggunakan
pendekatan deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif
menurut Best, seperti yang dikutip Sukardi adalah “metode penelitian
yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasikan objek sesuai
dengan apa adanya”. (Sukardi, 2005, p. 157)Demikian juga Prasetya
mengungkapkan bahwa “penelitian deskriptif adalah penelitian yang
menjelaskan fakta apa adanya”. (Irawan, 1999, p. 59)Penelitian
kualitatif merupakan penelitian yang temuannya diperoleh berdasarkan
paradigma, strategi dan implementasi model secara kualitatif.
(Aminudin, 2005, p. 48)Sedangkan menurut Manca seperti yang
dikutip oleh Moleong, Penelitian kualitatif memiliki ciri-ciri sebagai
berikut: (1) Merupakan tradisi Jerman yang berlandaskan idealisme,
humanisme, dan kulturalisme; (2) penelitian ini dapat menghasilkan
teori, mengembangkan pemahaman, dan menjelaskan realita yang
kompleks; ( 3) Bersifat dengan pendekatan induktif-deskriptif; (4)
memerlukan waktu yang panjang; (5) Datanya berupa deskripsi,
dokumen, catatan lapangan, foto, dan gambar; (6) Informannya
“Maximum Variety”; (7) berorientasi pada proses; ( 8) Penelitiannya
berkonteks mikro. (Moleong, 1999, p. 24)

Oleh karena itu dalam penelitian ini berusaha mengetahui dan


mendeskripsikan dengan jelas tentang menejemen Pendidikan
karakter melalui Hafalan Al-Qur’an di MI NU Al-Ma’rif penpen.
39

B. Jenis Penelitian
Penelitian ini jika dilihat dari lokasi sumber datanya termasuk
kategori penelitian lapangan (field research).Penelitian lapangan adalah
untuk mencari di mana peristiwa-peristiwa yang menjadi objek penelitian
berlangsung, sehingga mendapatkan informasi langsungdan terbaru
tentang masalah yang berkenaan, sekaligus sebagai cross checking
terhadap bahan-bahan yang telah ada. (Lincoln, 1995, p. 55) Ditinjau dari
segi sifat-sifat data maka termasuk dalam penelitian Kualitatif yaitu
penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan dan lain-lain secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam
bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan
dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. (Moleong, 1999, p.
6)Jika di tinjau dari sudut kemampuan atau kemungkinan penelitian dapat
memberiakan informasi atau penjelasan, maka penelitian ini termasuk
penelitian termasuk penelitian deskriptif.Penelitian deskriptif merupakan
penelitian yang berusaha mendeskriptifkan mengenai unit sosial tertentu
yang meliputi individu, kelompok, lembaga dan masyarakat.(Moleong,
1999, p. 64)

Dalam hal ini peneliti berupaya mendeskripsikan secara


mendalam bagaimana dan usaha apa saja yang dilakukan guru dalam
mengimplementasikan pendidikan karakter melalui hafalan al-qur’an.
Dalam penelitian deskriptif, ada 4 tipe penelitian yaitu penelitian survey,
studi kasus, penelitian korelasional, dan penelitian kausal.Dan dalam hal
ini, penelitian yang peneliti lakukan termasuk penelitian studi kasus (case
research), yaitu penelitian yang bertujuan untuk mempelajari secara
intensif mengenai unit-unit sosial tertentu, yang meliputi individu,
kelompok, lembaga dan masyarakat. (Riyanto, 2002, p. 24) Penelitian
40

studi kasus ini peneliti gunakan dengan alasan sebagaimana yang


dikemukakan oleh Sevilla ed.all yang dikutip oleh Abdul Aziz, karena kita
akan terlibat dalam penelitian yang lebih mendalam dan pemeriksaan yang
lebih menyeluruh terhadap perilaku individu. (S.R, 1988, p. 2)Di samping
itu studi kasus juga dapat mengantarkan peneliti memasuki unit-unit sosial
terkecil seperti perhimpunan, kelompok, keluarga, sekolah dan berbagai
bentuk unit sosial lainnya.Studi kasus juga berusaha mendeskripsikan
suatu latar, objek atau suatu peristiwa tertentu secara mendalam.Pendapat
ini didukung oleh Yin yang menyatakan bahwa studi kasus merupakan
strategi yang dipilih untuk menjawab pertanyaan how dan why, jika fokus
penelitian berusaha menela’ah fenomena kontemporer (masa kini) dalam
kehidupan nyata.(Yin, 2002, p. 25)

Adapun alasan peneliti menggunakan studi kasus dalam


mengkaji bagaimana menejemen pendidikan karakter melalui pembiasaan
hafalan Al-Qur’an di MI NU AL-Ma’arif dikarenakan beberapa alasan
sebagai berikut: 1) studi kasus dapat memberikan informasi penting
mengenai hubungan antara variabel serta proses-proses yang memerlukan
penjelasan dan pemahaman yang lebih luas. 2) studi kasus memberikan
kesempatan untuk memperoleh wawasan mengenai konsep-konsep dasar
perilaku manusia. Dengan melalui penyelidikan peneliti dapat menemukan
karakteristik dan hubungan yang mungkin tidak diharapkan dan diduga
sebelumnya. 3) Studi kasus dapat menyajikan data-data dan temuan-
temuan yang berguna sebagai dasar untuk membangun latar permasalahan
bagi perencanaan penelitian yang lebih besar dan dalam rangka
pengembangan ilmu-ilmu sosial. (S.R, 1988, p. 6)
41

C. Kehadiran Peneliti
Salah satu keunikan dalam penelitian kualitatif adalah bahwa
peneliti itu sendiri sebagai instrumen utama, sedangkan instrumen non
insani bersifat sebagai data pelengkap.Kehadiran peneliti merupakan tolok
ukur keberhasilan atau pemahaman terhadap beberapa kasus.Peneliti
bertindak sebagai instrumen utama dalam pengumpulan data atau
instrumen kunci. Dalam penelitian kualitatif peneliti sendiri atau dengan
bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data utama, hal itu
dilakukan karena jika memanfaatkan alat yang bukan manusia maka
sangat tidak mungkin untuk mengadakan penyesuaian terhadap kenyataan-
kenyataan yang ada di lapangan. Selain itu hanya manusialah yang dapat
berhubungan dengan informan dan yang mampu memahami kaitan
kenyataan-kenyataan di lapangan. (Moleong, 1999, p. 65)

Dalam penelitian ini peneliti datang langsung ke lokasi


penelitian guna menggali informasi yang berkaitan dengan Menejemen
pendidikan karakter melalui pembiasaan hafalan Al-Qur’an di MI NU AL-
Ma’arif. Peneliti akan datang ke lokasi untuk melakukan penelitian di
lapangan. Untuk itu, kehadiran peneliti sangat diperlukan untuk
mendapatkan data yang komprehensif dan utuh.

D. Data dan Sumber Data


1. Data
Data dalam penelitian ini berarti informasi atau fakta yang
diperoleh melalui pengamatan atau penilaian di lapangan yang bisa
dianalisis dalam rangka memahami sebuah fenomena atau untuk
mensupport sebuah teori.Adapun data yang dikumpulkan dalam penelitian
ini adalah data yang sesuai dengan fokus penelitian.Pengambilan data
dalam penelitian ini dengan cara snowball sampling yaitu informan kunci
42

akan menunjuk orang-orang yang mengetahui masalah yang akan diteliti


untuk melengkapi keterangannya dan orang-orang yang ditunjuk dan
menunjuk orang lain bila keterangan kurang memadai begitu seterusnya.
(Riyanto, 2002, p. 7)

2. Sumber Data
Sumber data sangat diperlukan untuk mengadakan penelitian.Data
yang diperlukan dalam penelitian ini dapat dikelompokkan menjadi dua,
antar lain :

a. Sumber data primer


Sumber data primer adalah sumber data penelitian yang diperoleh
secara langsung dari sumber asli (tidak melalui media perantara).
(Ibrahim, 1984, p. 32)Dalam penelitian ini sumber data primernya yakni
sumber data yang diperoleh dan dikumpulkan langsung dari informan
yang terdiri dari guru yang ada di sekolah tersebut .Pemilihan informan
dalam penelitian kualitatif dilakukan dengan cara snowball sampling yakni
informan kunci akan menunjuk orang-orang yang mengetahui masalah
yang akan diteliti untuk melengkapi keterangannya dan orang-orang yang
ditunjuk akan menunjuk orang lain bila keterangan yang diberikan kurang
memadai begitu seterusnya, dan proses ini akan berhenti jika data yang
digali diantara informan yang satu dengan yang lainnya ada kesamaan
sehingga data dianggap cukup dan tidak ada yang baru. Bagi peneliti hal
ini juga berguna terhadap validitas data yang dikemukakan oleh para
informan.

b. Sumber data sekunder


Sumber data sekunder adalah sumber data penelitian yang
diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan di
43

catat oleh pihak lain). (Marzuki, 1991, p. 55)Adapun data sekunder untuk
penelitian ini diambil dari buku penunjang dan data hasil observasi yang
berkaitan dengan fokus penelitian. Semua data tersebut diharapkan
mampu memberikan deskripsi tentang Implementasi pendidikan karakter
melalui pembiasaan hafalan Al-Qur’an di MI NU AL-Ma’arif deasa
penjpen kecamatan mundu kabupaten cirebon.

E. Metode Pengumpulan Data


Dalam penelitian di samping perlu menggunakan metode
penelitian yang tepat, juga perlu memilih teknik dan alat pengumpulan
data yang relevan. Penggunaan teknik operasional dan alat pengumpulan
data yang tepat memungkinkan diperolehnya data yang objektif. Adapun
teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Observasi Partisipan
Observasi digunakan sebagai pengamatan dan pencatatan secara
sistematik terhadap segala yang tampak pada objek penelitian.(Riyanto,
2002, p. 159)Metode observasi pada penelitian ini digunakan untuk
mengumpulkan data yang berkaitan dengan fokus penelitian.Dalam hal ini
peneliti berusaha melakukan suatu pengamatan dan pencatatan secara
sistematis terhadap penerapan pendidikan karakter melalui hafalan al-
qur’an di sekolah tersebut.Adapun dalam pelaksanaan teknik observasi
pada penelitian ini adalah menggunakan observasi partisipan. Adapun
tujuan dilakukannya observasi partisipan adalah untuk mengamati
peristiwa sebagaimana yang terjadi di lapangan secara alamiah. Pada
teknik ini, peneliti melibatkan diri atau berinteraksi secara langsung pada
kegiatan yang dilakukan oleh subjek dengan mengumpulkan data secara
sistematis dari data yang diperlukan.
44

2. Wawancara mendalam
Sumber data yang sangat penting dalam penelitian kualitatif ialah
berupa manusia yang dalam posisi sebagai narasumber atau
informan.Untuk mengumpulkan informasi dari sumber data ini diperlukan
teknik wawancara. (Moleong, 1999, p. 117)Wawancara adalah percakapan
denga maksud tertentu.Percakapan dilakuka oleh dua pihak, yaitu
pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan
terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan
itu. Dalam wawancara, peneliti menggunakan wawancara terbuka yang
dimana pihak subyek atau terwawancara mengetahui bahwa mereka
sedang diwawancarai dan mengetahui apa maksud dan tujuan wawancara
yang sedang dilakukan oleh peneliti.

Peneliti juga mengadakan wawancara mendalam adalah


percakapan antara dua orang dengan maksud tertentu dalam hal ini antara
peneliti dengan informan, di mana percakapan yang di maksud tidak
sekedar menjawab pertanyaan dan mengetes hipotesis yang menilai
sebagai istilah percakapan dalam pengertian sehari-hari, melainkan suatu
percakapan yang mendalam untuk mendalami pengalaman dan makna dari
pengalaman tersebut.

Pada waktu melakukan wawancara tidak terstruktur, pertanyaan-


pertanyaan dilakukan secara bebas (free interview) pada pertanyaan-
pertanyaan umum tentang kegiatan kecerdasan ganda dan sebagainya.
Pada pertanyaan-pertanyaan umum tentang eksistensi dan sejarah kedua
lembaga sekolah tempat penelitian, administrasinya, persepsi siswa
tentang kegiatan-kegiatan yang menyangkut Implementasi pendidikan
karakter melalui pembiasaan hafalan Al-Qur’an di MI AL-Ma’arif, kondisi
internal dan sebagainya.
45

1. Selanjutnya dilakukan wawancara terfokus (focused interview) yang


pertanyaannya tidak memiliki struktur tertentu, akan tetapi selalu
berpusat pada satu pokok yang lainnya. Dalam hal ini fokus diarahkan
pada Implementasi pendidikan karakter melalui pembiasaan hafalan
Al-Qur’an di MI NU AL-Ma’arif dengan mengajukan pertanyaan
misalnya: Bagaimana implementasi pendidikan karakter memalui
hafalan Al-Qur’an di MI NU AL-Ma’arif?
2. Apa saja faktor pendukung dan penghambat implementasi pendidikan
karakter melalui hafalan Al-Qur’an di MI NU AL-Ma’arif?
3. Apa saja upaya yang di lakukan untuk mengimplementasikan
pendidikan karakter melalui hafalan Al-Qur’an untuk mengatasi
hambatan yang terjadi sekarang di Al-Qur’an di MI NU AL-Ma’arif?
Dengan kata lain, wawancara pada tahap kedua ini tidak
menggunakan instrument terstruktur namun peneliti telah membuat garis-
garis yang disusun berdasarkan fokus penelitian. Kedua metode ini
dilakukan secara terbuka (open interview) sesuai dengan sifat penelitian
kualitatif yang open ended, dan ditujukan kepada informan-informan yang
dianggap sebagai informan kunci (key informant) yaitu kepala sekolah,
guru dan informan biasa yaitu siswa.

Wawancara yang ketiga yang bersifat sambil lalu (casual


interview) dilakukan apabila secara kebetulan peneliti bertemu informan
yang tidak direncanakan atau diseleksi terlebih dahulu, seperti guru dan
siswa alumni dan lain-lain yang tidak diperhitungkan sebelumnya.
Wawancara ini dilakukan sangat tidak terstruktur (very instructured) dan
digunakan sebagi pendukung dari metode wawancara pertama dan kedua.

Dalam memilih informan pertama, yang dipilih adalah informan


yang memiliki pengetahuan khusus, informatif dan dekat denga situasi
46

yang menjadi fokus penelitian, di samping memiliki status tertentu, kepala


sekolah diasumsikan memiliki banyak informasi tentang bidang akademis
maupun non akademis yang berada di bawah wilayahnya, bidang waka
kurikulum, guru diasumsikan memiliki banyak informasi tentang
implementasi pendidikan karakter bagi siswa-siswi. Karena itu, guru dan
kepala sekolah dipilih sebagai informan pertama untuk di wawancarai.

Setalah wawancara dengan informan pertama dianggap cukup,


peneliti meminta untuk ditujukkan informan berikutnya yang dianggap
memiliki informasi yang dibutuhkan, relevan dan memadai. Dari informan
yang ditunjuk tersebut, peneliti melakukan wawancara secukupnya serta
pada akhir wawancara di minta pula untuk menunjuk informan lain.
Demikian seterusnya sehingga informasi yang di peroleh semakin besar
seperti bola salju (snowball sampling technique) dan sesuai tujuan
(purposive) yang terdapat dalam fokus penelitian.Untuk melakukan
wawancara yang lebih terstruktur terlebih dahulu dipersiapkan bahan-
bahan yang di angkat dari isu-isu yang dieksplorasi sebelumnya.Dalam
kondisi tertentu jika pendalaman yang dilakukan kurang menunjukkan
hasil, maka dapat dilakukan pendalaman dengan saling
mempertentangkan.Namun demikian hal ini harus dilakukan secara
persuasive, sopan dan santai.

Topik wawancara selalu diarahkan pada pertanyaan selalu


diarahkan pada pertanyaan yang terkait dengan fokus penelitian.Hal ini
dilakukan untuk menghindari wawancara yang melantur dan
menghasilkan informasi yang kosong selama wawancara.Wawancara bisa
dilakukan dengan perjanjian terlebih dahulu, atau dapat pula dilakukan
secara spontan sesuai dengan kesempatan yang diberikan oleh
informan.Definisi wawancara berencana (standardized interview) adalah
47

suatu wawancara yang disertai dengan suatu pertanyaan yang disusun


sebelumnya.Pertama, peneliti menemukan siapa yang akan diwawancarai.
Kedua, mencari tahu bagaimana cara yang sebaiknya untuk mengadakan
kontak dengan responden. Ketiga, mengadakan persiapan yang matang
untuk pelaksanaan wawancara. Untuk merekam hasil wawancara dengan
seizin informan, peneliti menggunakan alat bantu berupa buku catatan dan
kamera. Maka dalam hal ini, penulis mewawancarai kepala sekolah, guru,
serta siswa-siswi Al-Qur’an di MI NU AL-Ma’arif.

Langkah-langkah wawancara dalam penelitian ini adalah: 1)


menetapkan kepada siapa wawancara dilakukan; 2) menyiapkan bahan
pokok msalah yang akan menjadi bahan pembicaraan; 3) mengawali atau
membuka alur wawancara; 4) melangsungkan alur wawancara; 5)
mengkonfirmasikan hasil wawancara; 6) menulis hasil wawancara ke
dalam catatan lapangan; 7) mengidentifikasi tindak lanjut hasil
wawancara. (Riyanto, 2002, p. 199)

Dalam wawancara harus meliputi beberapa aspek sebagai berikut:


1) pertanyaan tentang tingkah laku atau pengalaman. Pertanyaan ini untuk
memperoleh pengalaman, tingkah laku, tindakan, dan kegiatan; 2)
pertanyaan tentang opini atau nilai. Pertanyaan ini digunakan untuk
pemahaman kognitif dan proses penafisiran orang; 3) pertanyaan tentang
perasaan. Pertanyaan ini digunakan untuk pemahaman tanggapan
emosional orang terhadap pengalaman dan pikiran; 4) pertanyaantentang
pengetahuan, digunakan untuk menemukan informasi factual apa yang
dimiliki responden; 5) pertanyaan tentang indera, pertanyaan untuk
memperoleh tentang apa yang dilihat, didengar, diraba dan dibau; 6)
pertanyaan tentang latar belakang atau demografis digunakan untuk
identifikasi responden. (Ibrahim, 1984, p. 56)
48

Dalam wawancara ini peneliti terlebih dahulu menyiapkan siapa


yang akan diwawancarai dan menyiapkan materi yang terkait dengan
Implementasi pendidikan karakter melalui pembiasaan hafalan Al-Qur’an.
Oleh karena itu, sebelum dilakukan wawancara, garis besar pertanyaan
harus sesuai dengan penggalian data dan keadaan siapa wawancara itu
dilaksanakan.Di sela percakapan itu diselipkan pertanyaan pancingan
dengan tujuan untuk menggali lebih dalam lagi tentang hal-hal yang
diperlukan.Melakukan wawancara, disediakan perekam suara bila
diizinkan oleh informan, tetapi tidak diizinkan peneliti akan mencatat
kemudian menyimpulkan. Sering dialami bahwa ketika dipadukan dengan
informasi yang diperoleh dari informan lain, sering bertentangan satu
dengan yang lain. Sehingga data yang menunjukkan ketidaksesuain itu
hendaknya dilacak kembali kepada subyek terdahulu untuk mendapatkan
kebenaran atau keabsahan data.Dengan demikian wawancara tidak cukup
dilakukan hanya sekali.

3. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah metode yang digunakan untuk
mencari data mengenai hal-hal atau variabel-variabel yang berupa catatan,
transkrip, buku, surat kabar, agenda atau lain sebagainya. (Moleong, 1999,
p. 34)Pada sebuah penelitian, teknik dokumentasi digunakan sebagai
sumber data pendukung. Di samping itu data dokumentasi diperlukan
untuk melengkapi data yang diperoleh dari wawancara dan observasi.
Peneliti dalam hal ini menggunakan teknik dokumentasi untuk
memperoleh data yang berupa arsip-arsip, catatan-catatan, buku-buku
yang berkaitan dengan Implementasi pendidikan karakter melalui
pembiasaan hafalan Al-Qur’an. Dokumen yang di maksud bisa berupa
foto-foto, dokumen sekolah, transkrip wawancara, dan dukumen tentang
49

sejarah sekolah serta perkembangnya, ke semua dokumentasi ini akan


dikumpulkan untuk di analisis demi kelengkapan data penelitian. Dalam
hal ini peneliti mengambil foto-foto yang berkaitan dengan Implementasi
pendidikan karakter melalui pembiasaan hafalan Al-Qur’an.

F. Teknik Analisa Data


Teknik analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan
bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi
satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan
apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat
diceritakan kepada orang lain. Pada tahap ini data dikerjakan dan
dimanfaatkan sedemikian rupa sampai berhasil menyimpulkan kebenaran-
kebenaran yang dapat dipakai untuk menjawab pertanyaan atau persoalan-
persoalan yang diajukan dalam penelitian.Adapun metode yang digunakan
untuk mengelola data kualitatif adalah dengan menggunakan metode
induktif.Analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara
sistematis catatan hasil observasi, wawancara dan lainnya.Analisa ini perlu
dilakukan untuk mencari makna.(Riyanto, 2002, p. 183)Dalam penelitian
kualitatif analisis data dalam praktenya tidak dapat dipisahkan dengan
proses pengumpulan data, dan dilanjutkan setelah pengumpulan data
selesai. Dengan demkian secara teoritik, analisis dan pengumpulan data
dilaksanakan secara berulang-ulang untuk memecahkan masalah.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan analisis deskriptif


dengan menerangkan proses berfikir induktif yaitu berangkat dari faktor-
faktor khusus, peristiwa-peristiwa yang konkrit kemudian dari faktor-
faktor atau peristiwa yang khusus dan konkrit kemudian itu ditarik
generalisasi yang bersifat umum. (Ibrahim, 1984, p. 56)

Adapun teknik analisis data yang akan dilakukan peneliti yaitu :


50

1. Reduksi data
Data yang diperoleh di lapangan sebelum dilakukan laporan
lengkap dan terperinci disortir dulu, yaitu yang memenuhi fokus
penelitian.Dalam mereduksi data, semua data lapangan ditulis sekaligus
dianalisis, direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok, difokuskan
pada hal-hal yang penting, dicari tema da polanya, sehingga disusun
secara sistematis dan lebih mudah dikendalikan.

2. Penyajian data
Dalam penelitian ini peneliti akan menyajikan data dalam bentuk
laporan berupa uraian yang lengkap dan terperinci. Ini dilakukan peneliti
agar data yang diperoleh dapat dikuasai dengan dipilah secara fisik dan
dipilah kemudian dibuat dalam kertas dan bagan.

3. Menarik kesimpulan
Dalam penelitian ini, setelah dilakukan verifikasi maka akan
ditarik kesimpulan yang merupakan hasil dari penelitian ini. Yaitu dengan
cara mencari makna fokus penelitian.Peneliti melakukan verifikasi dan
menarik kesimpulan guna mencari makna yang terkandung di dalamnya.
Pada awalnya kesimpulan yang dibuat bersifat tentatif, kabur, dan penuh
keraguan, tetapi dengan bertambahnya data dan pembuatan kesimpulan
demi kesimpulan akan ditemukan data yang dibutuhkan.
51

Berikut adalah “model interaktif” yang digambarkan oleh Miles


dan Huberman, seperti yang dikutip oleh Ibrahim (Ibrahim, 1984, p. 72):

Pengumpulan data Penyajian data

Reduksi data Kesimpulan-kesimpulan


Penarikan / verifikasi

Gambar: 3.1 Teknik Analisis Data

G. Pengecekan Keabsahan Data


Data yang telah berhasil digali, dikumpulkan dan dicatat dalam
kegiatan penelitian, harus diusahakan kemantapan dan kebenarannya.Oleh
karena itu setiap peneliti harus memilih dan menentukan cara-cara yang
tepat untuk mengembangkan validitas data yang diperolehnya. Dalam
penelitian kualitatif terdapat beberapa cara yang bisa dipilih untuk
pengembangan validitas data penelitian. Cara-cara tersebut antara lain
adalah:

1. Triangulasi
Triangulasi adalah teknik pengecekan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain dari luar data itu untuk keperluan
pengecekan atau pembanding terhadap data itu. Menurut Sutopo ada
52

beberapa jenis triangulasi yaitu triangulasi metode, triangulasi peneliti,


dan triangulasi teori. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan
triangulasi metode, yaitu untuk mencari data yang sama digunakan
beberapa metode yang berupa wawancara, observasi, dokumentasi, dan
sebagainya.

Hal ini dilakukan dengan mengecek hasil wawancara dari kepala


sekolah dengan hasil wawancara beberapa guru, siswa, yang berhubungan
dengan Implementasi pendidikan karakter melalui pembiasaan hafalan Al-
Qur’an di MI NU AL-Ma’arif.Selain itu data yang diperoleh juga dicek
dengan data yang diperoleh dari hasil observasi serta dokumentasi.

2. Perpanjangan kehadiran
Dalam penelitian ini peneliti akan akan melakukan perpanjangan
kehadiran peneliti agar mendapatkan data yang benar-benar diinginkan
dan peneliti semakin yakin terhadap data yang diperoleh. Oleh karena itu
tidak cukup kalau hanya dilakukan dalam waktu yang singkat.

3. Diskusi sejawat
Diskusi ini diperlukan guna memperoleh pengetahuan yang
mendalam tentang data yang akan diperoleh. Cara ini digunakan dengan
mengajak beberapa guru di MI NU AL-Ma’arif, sesama peneliti, dan
dosen pembimbing.dengan membahas masalah mengenai strategi kegiatan
Implementasi pendidikan karakter melalui pembiasaan hafalan Al-Qur’an.

Selain itu peneliti juga mengadakan diskusi dengan teman-teman


khususnya mereka yang menggunakan pendekatan yang sama, meskipun
mereka mengadakan penelitian dengan fokus dan lokasi yang berbeda.
Akan tetapi dengan pendekatan yang sama dan didukung dengan
pengalaman mereka, maka diskusi ini bisa memberikan kontribusi untuk
53

memperbaiki skripsi ini.

4. Review informan
Cara ini digunakan jika peneliti sudah mendapatkan data yang
didinginkan, kemudian unit-unit yang telah disusun dalam bentuk laporan
dikomunikasikan dengan informannya. Terutama yang dipandang sebagai
informan pokok (key informan), yaitu kepala sekolah dan guru .Hal ini
perlu dilakukan untuk mengetahui apakah laporan yang ditulis tersebut
merupakan pernyataan atau deskripsi sajian yang bisa disetujui mereka.
(Moleong, 1999, p. 136)
BAB IV
PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS
A. Gambaran Objek Penelitian
1. Sejarah MI NU Al-Ma’arif Penpen.
Madrasah ibtidaiyah NU AL-Ma’arif penpen didirikan oleh kyai
Abdul Amir sebagai pengasuh pondok pesantren sijata dan kemudian
mendirikan yayasan Ma’arif. Pada awal perkembangannya, sebagai cikal
bakal berdirinya Madrasah ibtidaiyah NU AL-Ma’arif penpen, tidak lepas
dari usaha pengasuh beserta guru- guru yang mengajar Madrasah
Diniyah.Berawal dari keinginan pengasuh pondok yang ingin
menganjarkan agama pada masyarakat sekitar terutama pada generasi
muda, maka di dirikanlah Madrasah diniah, dengan harapan anak-anak di
kecamatan mundu mendapatkan dasar pendidikan agama.
Belum lama kemudian, banyak masyarakat yang mulai
menyekolahkan putra putrinya ke sekolah formal SD di luar desa penpen,
dengan disitanya waktu anal- anak yang harus belajar di luar desa
menurunlah minat untuk belajar mengaji di Madrasah Diniah. Proses
belajar mengajar di Madrasah Diniyah sudah tidak mulai berjalan dengan
cukup baik, sampai tiba saatnya kyai Abdul Amir beserta para pengasuh
pondok untuk membuat sekolah yang di dalamnya memuat pelajaran
keagamaan, oleh karena itu didirikanlah MI NU AL-Ma’arif pada taun
2008 silam. Tidak lama kemudian dengan upaya untuk selalu
memngajarkan norma-norma keagamaan dan berakhlakul karimah, orang
tua siswa mengarahkan anak- anaknya untuk belajar di MI NU AL-
Ma’Arif penpen.

54
55

1. Data Guru dan staf MI NU Al-Ma’arif Penpen

Tabel 4.1
Tenaga guru dan staf MI NU Al-Ma’rif penpen

Status
Jumlah
No. PNS Non-PNS

L P L P L P J

GURU - - 1 7 1 7 8

STAF - - - -

B. Jumlah 1 7 8

Tabel 4.2
Ijazah Tertinggi

IjazahTertinggi Jumalah

Guru TetapYayasan Guru TidakTetap

S2 - 0 -

S1 3 3 -

D2 - 0 -

SLTA - 5 -

C. Jumlah 8 -
56

2. Struktur Organisasi komite Madrasah MI NU Al-Ma’arif

Bagan4.2
Struktur Organisasi Komite Madrasah Tahun pembelajaran
2018/2019

KEPALA MADRASAH KETUA NARASUMBER

NURTANI S.Pd UST ABDUL HADI ABDUL AMIR

SEKRETARIS BENDAHARA
SYARIF DAHLAN UST FATHURROHMAN

BID. PENGELOLAAN BID. PENGEMBANGAN KWALITAS BID. KERJA SAMA


SUMBER DAYA SEKOLAH PELAYANAN SEKOLAH SISTEM INFORMASI

1.UST ABDUL KHAFIDZ 1.UST NURUDIN 1.AMANG S

2. UST PAKHRUDIN 2. KHUZAIMAH, S.Pd 2. Ipank S.Pd


3. MASRURUN, S.Pd

BID. SARANA DAN BIDANG SEKOLAH


PRASARANA SEKOLAH

1.HERIANTO 1.NINA NOVIANA S.Pd

2. ROHANI, S.Pd 2. ISMAWATI, S.PdI

3. ADIN BAKHRUDIN
57

3. Sarana dan Prasarana MI NU Ma’Arif

Tabel 4.3
Sarana dan Prasarana MI NU Ma’Arif
No JenisRuang Jumlah Luas M² Keadaan

1. RuangBelajar 3 7x4M Baik

2. RuangKepala - - -

3. Ruang TU - - -

4. Ruang Guru 1 4x7M Baik

5. RuangLaboratoriumKomput - - -
er

6. RuangPerpustakaan - - -

7. Ruang OSIS - - -

8. RuangKrgiatanEktraKurikul - - -
er

9. Masjid - - -

10. Olahraga - - -

11. Asrama - - -

12. WC Guru danSiswa - - -


4. Jumlah Siswa/ Siswi MI NU AL- Ma’arif Penpen

Tabel 4.4
Data Rekapitulasi siswa/ siwi MI NU AL-Ma’arif

Tahun 2018/ 2019

KELAS 1 KELAS 2 KELAS 3 KELAS 4 KELAS 5 KELAS 6 JUMLAH JUMLAH


NO BULAN L P JML L P JML L P JML L P JML L P JML L P JML P L TOTAL
1 JULI 5 1 6 13 5 18 9 1 10 7 11 18 11 12 23 12 8 20 38 56 95
2 AGUSTUS 5 1 6 13 5 18 9 1 10 7 11 18 11 12 23 12 8 20 38 56 95
3 SEPTEMBER 5 1 6 13 5 18 9 1 10 7 11 18 11 12 23 12 8 20 38 56 95
4 OKTOBER 5 1 6 13 5 18 9 1 10 7 11 18 11 12 23 12 8 20 38 56 95
5 NOVEMBER 5 1 6 13 5 18 9 1 10 7 11 18 11 12 23 12 8 20 38 56 95
6 DESEMBER                                          
7 JANUARI                                          
8 FEBRUARI                                          
9 MART                                          
10 APRIL                                          
11 MEI                                          
12 JUNI                                          

58
59

5. Visi dan Misi MI NU Al-Ma’Arif


Visi :
peningkatan kehidupan islam bangsa indonesia yang cerdas dan berahlakul
karimah.
Misi
1. Membekali pengetahuan dasar islam kepada anak-anak didik.
2. Meningkatkan keterampian beribadah bagi seluruh warga madrasah.
3. Meningkatkan penguasaan isi dan kandunga Al- Qur’an.
4. Meningkatkan penguasaan dasar bahasa arab, dan teknologi informasi
dan komunikasi.
5. Meningkatkan pengetahuan kesehatan dan perilaku hidup sehat bagi
warga madrasah.
6. Meningkatkan keharmonisan dengan orangtu siswa dan masyarakat.
B. Penyajian Data dan Analisis
Setelah mengalami proses pengumpulan data dari berbagai sumber
dan metode yang digunakan, mulai dari data yang bersifat umum hingga
yang bersifat spesifik, selanjutnya data-data tersebut akan dianalisis secara
tajam dan kritis. Dengan harapan data yang diperoleh menjadi data yang
akurat. Secara sistematis, peneliti akan menyajikan data-data yang
mengacu kepada fokus penelitian. Data yang akan disajikan dalam bagian
ini adalah tentang perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi hafalan Al-
Qur’an untuk membentuk karakter pada siswa.
Sesuai dengan fokus penelitian di awal, maka data-data yang telah
diperoleh dari lapangan akan disajikan sebagai berikut:

1. Perencanaan Pembelajaran Al-Qur’an

Perencanaan pembelajaran merupakan serangkaian rencana


60

kegiatan belajar mengajar yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan


yang telah ditetapkan.Perencanaan pembelajaran berfungsi sebagai
pedoman pembelajaran sesuai dengan kebutuhan. Perencanaan
pembelajaran di MI NU AL_Ma’rif meliputi tujuan pembelajaran, bahan
pembelajaran dan strategi pembelajaran.
a. Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran merupakan hal yang sangat penting dalam
pembelajaran karena tujuan pembelajaran dijadikan sebagai acuan atas
berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Sebagaimana dijelaskan oleh
Nurtani S.PdI selaku Kepala sekolah MI NU AL-Ma’arif yang
menyatakan bahwa:
“Tujuan pembelajaran disini digunakan sebagai acuan atas berlangsungnya
kegiatan pembelajaran.Dimana nanti tujuan pembelajaran ini sangat
berpengaruh terhadap hasil akhir pembelajaran. Kemudian tujuan
pembelajaran disini yang pertama, menjaga dan memelihara kehormatan
Al-Qur’an dari cara membaca yang benar sesuai dengan kaidah tajwidnya,
kedua menyebarluaskan ilmu belajar Al-Qur’an yang benar dengan cara
yang benar, ketiga mengingatkan kepada guru supaya dalam mengajarkan
Al-Qur’an jangan sembrono, dan yaang terakhir meningkatkan kualitas
pendidikan pengajaran Al-Qur’an.” (Anisa, 2018)

Pendapat tersebut juga diperkuat oleh pendapat Imam Qurtubi


selaku Koordinator Kecamatan MI NU AL-Ma’rif yang menyatakan:
“Tujuan pembelajaran disini sama dengan tujuan metode Qira’ati pusat.
Jadi semua lembaga yang memakai metode Qira’ati menggunakan tujuan
pembelajaran yang sama, baik Qira’ati yang berada didalam Negeri
maupun luar Negeri. Tujuan pembelajaran disini selain untuk menjaga dan
memelihara kehormatan Al-qur’an dari cara membaca yang benar sesuai
dengan kaidah tajwidnya, juga tujuan pembelajaran digunakan agar siswa
mampu membaca Al-Qur’an secara tertil dengan lancar, cepat, tepat dan
benar (LCTB).”

Begitu juga yang disampaikan oleh Ust Pakhrudin selaku guru Al-

Qur’an metode Qira’ati mengungkapkan bahwa:


61

“Inti dari tujuan pembelajaran disini itu mbak, siswa mampu membaca Al-
Qur’an sesuai dengan kaidah tajwidnya secara lancar, cepat, tepat dan
benar (LCTB) dan cara belajar siswa aktif dan mandiri (CBSA+M). Untuk
mewujudkan semua itu kita membuat tahap-tahap pembelajaran sesuai
dengan target per jilidnya, yakni, jilid 1 sampai jilid 6, juzz 27, Al-Qur’an
dan gharib.”

Data tersebut diperkuat oleh hasil observasi pada tanggal 14


Desember 2018 pukul 10:00-11.30 WIB yang bertempat di MI NU AL-
Ma’arif. Tujuan pembelajaran yang disampaikan oleh
MuhammadNasrullah ialah tujuan pembelajaran digunakan sebagai acuan
atas berlangsungnya kegiatan pembelajaran yang sangat berpengaruh
terhadap hasil akhir pembelajaran. Tujuan pembelajaran yang dilakukan
ialah siswa mampu membaca Al-Qur’an sesuai dengan kaidah tajwidnya,
membaca secara lancar, cepat, tepat dan benar (LCTB) dan siswa mampu
belajar secara aktif, mandiri tanpa dituntun dan mapu menjadi berkarakter
Qur’ani.
Berdasarkan beberapa hasil pemaparan tersebut dapat dianalisis
bahwa tujuan pembelajaran Al-Qur’an di MI NU AL-Ma’rif digunakan
sebagai acuan atas berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Adapun tujuan
pembelajaran di MI NU AL-Ma’arif yaitu:
1) Membaca dan memelihara kehormatan Al-Qur’an dari cara membaca
yang benar sesuai dengan kaidah tajwidnya
2) Menyebarluaskan ilmu bacaan Al-Qur’an yang benar dengan cara
yang benar
3) Mengingatkan kepada guru supaya dalam mengajarkan Al-Qur’an
harus berhati-hati jangan sembarangan
4) Meningkatkan kualitas pendidikan pengajaran ilmu baca Al-Qur’an
5) Meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan berakhalaq Qur’ani
62

b. Bahan Pembelajaran
Bahan pembelajaran adalah substansi yang akan disampaikan
dalam proses belajar. Tanpa bahan pembelajaran proses mengajar tidak
akan berjalan. Bahan pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran
Al-Qur’an metode Qira’ati sebagaimana dijelaskan oleh ibu Sulkiyah
adalah sebagai berikut:
“Program belajar membaca Al-Qur’an merupakan pembelajaran yang
sangat penting, untuk itu selain penyediaan ruang dan waktu maka di MI
NU AL-Ma’arif menyediakan perlengkapan belajar yang diperlukan pada
saat proses belajar membaca Al-Qur’an, yakni: buku Qira’ati jilid 1
sampai 6, alat peraga yang meliputi peraga kecil untuk murid dan peraga
besar untuk guru, buku prestasi sebagai penghubung antara guru dengan
orang tua, gharib, tajwid, Al-Qur’an, buku do’a-do’a, dan buku laporan
hasil.”

Senada dengan pemaparan Nina Nviana, S.Pd yang menyatakan bahwa:

“Bahan pembelajaran yang digunakan untuk menunjang pembelajaran ada


buku Qira’ati jilid 1 sampai 6, alat peraga yang meliputi peraga kecil
untuk murid dan peraga besar untuk guru, buku prestasi sebagai
penghubung antara guru dengan orang tua, gharib, tajwid, Al-Qur’an,
buku do’a-do’a, dan buku laporan hasil. Adanya fasilitas tersebut tidak
lain hanya untuk menyempurnakan kegiatan belajar siswa untuk
memudahkan memahami bacaan-bacaan Al-Qur’an.”

Pendapat tersebut juga diperkuat oleh Imam Qurtubi yang menyatakan:

“Bahan pembelajaran yang digunakan dalam metode Qira’ati meliputi jilid


1 sampai 6, alat peraga yang meliputi peraga kecil untuk murid dan peraga
besar untuk guru, buku prestasi sebagai penghubung antara guru dengan
orang tua, gharib, tajwid, Al-Qur’an, buku do’a-do’a, dan buku laporan
hasil. Hal ini untuk mendukung proses pembelajaran supaya siswa mudah
untuk memahami bacaan-bacaannya. Jadi ketika proses belajar anak-anak
harus melihat peraga yang ada didepan guru, serta mendengarkan apa
yang dibaca guru kemudian menirukannya bersama-sama, nah disini guru
harus menunjuk peraga sambil ikut membaca gunanya untuk menuntun
anak-anak agar ikut membaca semua. Kemudian buku Qira’ati yang anak-
anak pegang itu untuk dibaca ketika baca simak secara bergiliran.”
63

Data tersebut diperkuat oleh hasil observasi dan dokumentasi pada tanggal
16 April 2018 pukul 14:00- 17.30 WIB yang bertempat di MI NU AL-
Ma’arif, bahan yang digunakan oleh Dewi Anisah dan Sulkiyah untuk
menunjang pembelajaran Al-Qur’an dengan metode Qiraati meliputi buku
jilid 1-6, alat peraga kecil dan besar (peraga kecil untuk murid dan peraga
besar untuk guru), gharib, tajwid, buku do’a-do’a dan buku kontrol
sebagai penghubung antar guru dengan orang tua.
Berdasarkan beberapa hasil pemaparan tersebut dapat disimpulkan
bahwa bahan pembelajaran Al-Qur’an yang digunakan dalam metode
Qira’ati di MI NU AL-Ma’arif meliputi: jilid 1 sampai 6, alat peraga kecil
dan peraga besar, buku prestasi, gharib, tajwid, Al-Qur’an, buku do’a-
do’a, dan buku laporan hasil. Bahan pembelajaran tersebut sangat
berpengaruh dalam menunjang proses belajar mengajar, khususnya dalam
proses belajar mengajar Al-Qur’an dengan metode Qira’ati.
c. Strategi pembelajaran
Strategi pembelajaran merupakan cara yang digunakan untuk
menyampaikan materi. Sebagaimana dijelaskan oleh Sulkiyah adalah
sebagai berikut:
“Strategi yang digunakan dalam metode Qira’ati itu ada tiga, yang
pertama dengan menggunakan teknik sorogan/individual/privat, yaitu
siswa bergiliran maju satu persatu belajar kepada gurunya sesuai dengan
pelajarannya, yang kedua yaitu klasikal-individual yang mana guru
mengajarkan secara bersama-sama terlebih dahulu, di lanjut dengan murid
maju secara individual secara bergantian, yang ketiga yaitu klasikal baca
simak yang mana strategi ini diterapkan untuk megajarkan baca Al-Qur’an
dan menyimak bacaan orang lain atau temannya.”

Senada dengan pemaparan Masrurun, S.Pd yang menyatakan bahwa:

“Strategi pembelajaran yang digunakan metode Qira’ati ada 3, individual,


klasikal-individual dan klasikal baca simak. Teknik individual dilakukan
secara satu persatu secara bergantian, klasikal-individual dengan murid
membaca secara bersama-sama kemudian dilanjut dengan secara individu
64

atau maju satu persatu, dan yang terakhir klasikal baca simak yaitu guru
bukan hanya mengajarkan membaca saja, tapi juga murid d ajarkan
menyimak keika temannya yang lain membaca.”

Pendapat tersebut juga diperkuat oleh Imam Qurtubi yang menyatakan:

Strategi merupakan cara yang harus dilakukan dalam


pembelajaran, cara yang dilakukan ada 3 mbak, ada individual, klasikal-
individual dan klasikal baca simak, pertama teknik individual dilakukan
dengan murid maju secara satu persatu dengan pelajarannya masing-
masing, strategi dapat diterapkan dengan syarat jika jumlah guru dengan
siswa tidak seimbang, jumah ruangan tidak cukup dan dari dalam kelas
terdiri dari bermacam-macam jilid, atau satu kelas campur atau berbeda-
beda jilidnya. kedua klasikal-individual dilakukan dengan cara murid-
murid membaca dengan bersama-sama selama kurang lebih 10 sampai 15
menit di pandu dengan guru dan dilanjutkan dengan secara individual
yaitu murid membaca satu persatu kepada gurunya selama 45 sampai 50
menit, yang ketiga teknik klasikal baca simak yaitu belajar sambil
menyimak.

Data tersebut diperkuat oleh hasil observasi pada tanggal 16 April


2018 pukul 14:00- 17.30 WIB yang bertempat di MI NU AL-Ma’arif,
strategi pembelajaran yang digunakan oleh Sulkiyah dan Dewi Anisah
untuk menunjang pembelajaran Al-Qur’an dengan metode Qira’ati
meliputi individual yaitu murid maju secara bergantian satu-persatu untuk
membaca Al-Qur’an sesuai dengan pelajarannya kepada ustadzah yang
mengajar dikelas tersebut, klasikal-individual yaitu murid dipandu oleh
guru untuk membaca secara bersama-sama, guru membaca terlebih dahulu
dan murid menirukan, kemudian dilanjutkan dengan murid secara sendiri-
sendiri secara bergantian, dan yang terakhir klasikal-baca simak yaitu
murid membaca secara bersama-sama yang dipandu oleh guru dan
dilanjutkan dengan salah satu murid ditunjuk untuk membaca Al-Qur’an
dan murid yang lain menyimak bacaan yang sudah dibaca.
Berdasarkan beberapa hasil pemaparan tersebut dapat disimpulkan
65

bahwa strategi pembelajaran merupakan cara yang harus dilakukan dalam


pembelajaran, cara yang dilakukan ada 3, ada individual, klasikal-
individual dan klasikal baca simak, pertama teknik individual dilakukan
dengan murid maju secara satu persatu sesuai pelajarannya masing-
masing, strategi dapat diterapkan dengan syarat jika jumlah guru dengan
siswa tidak seimbang, jumah ruangan tidak cukup dan dari dalam kelas
terdiri dari bermacam-macam jilid, atau satu kelas campur atau berbeda-
beda jilidnya. Kedua klasikal-individual dilakukan dengan cara murid-
murid membaca dengan bersama-sama selama kurang lebih 10 sampai 15
menit di pandu dengan guru dan dilanjutkan dengan secara individual
yaitu murid membaca satu persatu kepada gurunya selama 45 sampai 50
menit, yang ketiga teknik klasikal baca simak yaitu belajar sambil
menyimak.

2. Pelaksanaan Pembelajaran Al-Qur’an dengan Metode Qira’ati di


MI NU AL-ma’arif

Pelaksanaan pembelajaran merupakan suatu proses yang


mengandung serangkaian kegiatan guru dan murid atas dasar hubungan
timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai
tujuan yang diinginkan. Pelaksanaan pembelajaran di MI NU AL-Ma’arif
meliputi pre test, proses dan post test:
a. Pre Test (Tes Awal)
Pelaksanaan pembelajaran memegang peranan yang cukup penting
dalam proses pembelajaran yang berfungsi untuk menyiapkan peserta
didik dalam proses belajar, untuk mengetahui tingkat kemajuan peserta
didik sehubungan dengan proses pembelajaran yang dilakukan, untuk
mengetahui kemampuan awal yang dimiliki peserta didik. Sebagaimana
dijelaskan oleh Slkiyah adalah sebagai berikut:
66

“Pelaksanaan tes awal di MI NU AL-Ma’arif dengan metode Qira’ati itu


dengan penggunaan teknik klasikal.yaitu mengajar dengan cara
memberikan materi pelajaran secara massal (bersama-sama) kepada
sejumlah murid dalam satu kelompok/kelas. Tapi kalau tes awal seperti
pesyaratan untuk masuk lembaga itu hanya dilakukan bagi murid yang
pindahan saja.”

Senada dengan pemaparan Masruru, S.Pd yang menyatakan bahwa:

“Tes awal dilakukan dengan teknik klasikal mbak, yaitu dengan guru
mengajarkan materi kepada murid secara bersama-sama dalam satu
kelompok/kelas.Tujuannya agar dapat menyampaikan seluruh pelajaran
secara garis besar dan prinsip-prinsip yang mendasarinya guna menjajagi
kemampuan murid, memberi motivasi/ dorongan semangat belajar agar
murid memiliki perhatian dan semangat untuk belajar.Dan tes awal masuk
hanya berlaku bagi siswa yang pindahan.”

Pendapat tersebut juga diperkuat oleh Ustadz Imam Qurtubi yang


menyatakan:
“Tes awal hanya berlaku bagi siswa yang pindahan mbak, di tes dengan
teknik individual. Jadi siswa pindahan di tes bacaan Al-Qur’annya, jika
seandainya siswa pindahan tersebut di lembaga sebelumnya jilid 5 dan
pada saat di tes masih belum memenuhi standart, maka siswa tersebut
harus kembali ke jilid di bawahnya, bisa jadi jilid 4 atau mungkin 3 atau 2
sesuai dengan keputusan kepala sekolah yang mengujinya. Kemudian tes
awal pembelajaran dilakukan secara klasikal yaitu dengan guru
memberikan materi pelajaran secara bersama-sama kepada sejumlah
murid dalam satu kelompok/kelas.”

Data tersebut diperkuat oleh hasil observasi dan dokumentasi pada


tanggal 16 April 2018 pukul 14:00- 17.30 WIB yang bertempat di MI NU
AL-Ma’arif, tes awal yang dilakukan di MI NU AL-Ma’arif dalam
menunjang pembelajaran Al-Qur’an dengan metode Qira’ati ialah dengan
teknik klasikal, yaitu guru mengajar secara massal (bersama-sama) kepada
murid dalam satu kelompok/kelas.Pembelajaran bisa dilakukan secara
outdoor maupun indoor.
67

Berdasarkan beberapa hasil pemaparan tersebut dapat disimpulkan


bahwa pre testatau tes awal dilakukan dengan teknik klasikal yaitu
mengajar dengan cara memberikan materi pelajaran secara massal
(bersama-sama) kepada sejumlah murid dalam satu kelompok/kelas. Tes
awal untuk murid pindahan menggunakan teknik individual.
b. Proses
Proses pembelajaran merupakan kegiatan inti dari pelaksanaan
pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta didik. Sebagaimana
dijelaskan oleh Sulkiyah adalah sebagai berikut:
“Proses atau langkah-langkah yang diterapkan dalam pembelajaran
Qira’ati itu ada banyak mbak. Ada step by step, drill, Dak-Tun (tidak
menuntun) dan Ti-Was-Gas (teliti, waspada, tegas). Tujuannya agar siswa
belajar berfikir dengan lebih baik dan guru memiliki gambaran bagaimana
cara membantu dalam kegiatan belajarnya.”

Senada dengan pemaparan Masrurun, S.Pd yang menyatakan bahwa:

“Pelaksanaan proses yang digunakan dalam pembelajaran Al-Qur’an


dengan metode Qira’ati itu ada empat, ada step by stepyaitu tidak
menambah sebelum bisa lancar dan tidak boleh terburu-buru, ajarkan
sedikit demi sedikit asal benar. kemudiandrillyaitu bisa karena terbiasa.
Yang secara khusus menggunakan metode ini adalah pada pelajaran
ghorib, ilmu tajwid, dan hafalan-hafalan. Biarpun tanpa adanya kewajiban
menghafal dirumah, insyaallah dengan metode drill ini semua pelajaran
hafalan akan hafal dengan sendirinya, kemudian ada Dak-Tun (tidak
menuntun) yaitu membaca tidak boleh dengan menuntun maksutnya guru
dalam mengajar tidak boleh menuntun membaca, guru hanya
menerangkan setiap pokok pelajarannya saja dan memberi contoh bacaan
yang benar sekedar satu atau dua baris saja, kemudian ada Ti-Was-Gas
(teliti, waspada, tegas). Maksutnya dalam mengajarkan Al-Qur’an, guru
harus memberi contoh bacaan yang benar secara teliti, terlalu sering anak
membaca salah saat ada guru dan gurunya diam saja, maka bacaan salah
itu akan dirasa benar oleh murid, dan salah merasa benar itulah bibit dari
salah kaprah. Maka agar ini tidak terjadi terus menerus dalam bacaan Al-
Qur’an, maka harus waspada setiap ada anak baca salah tegur langsung,
jangan menunggu sampai bacaan berhenti.”
68

Pendapat tersebut juga diperkuat oleh Ustadz Imam Qurtubi yang


menyatakan bahwa:
Proses pembelajaran yang digunakan metode Qira’ati itu
sebenarnya banyak, ada teknik praktis, sederhana, step by step (sedikit
demi sedikit), drillbisa karena terbiasa),, Dak-Tun, dan Ti-Was-Gas (teliti,
waspada, tegas). tapi yang digunakan yaitu step by step sedikit demi
sedikit), drill(bisa karena terbiasa), Dak-Tun (tidak menuntun), dan Ti-
Was-Gas (teliti, waspada, tegas). Strategi kan sebuah perencanaan yang
berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan
yang diinginkan. Jadi strategi itu sangatlah berpengaruh dalam proses
pembelajaran.
Data tersebut diperkuat oleh hasil observasi dan dokumentasi pada
tanggal 17 April 2018 pukul 14:00- 17.30 WIB yang bertempat di MI NU
AL-Ma’arif, proses pembelajaran yang dilakukan di MI NU AL-Ma’arif
ialah murid diajarkan secara sedikit demi sedikit yaitu murid tidak akan di
ajarkan kemateri selanjutya jika pada pada materi sebelumnya murid
belum lancar, guru mengajarkan menghafal pada semua muridnya supaya
bisa membaca do’a-do’a harian setiap akan masuk kelas, tanpa
membebani tugas menghafal dirumah. selanjutnya murid di tuntut untuk
membaca Al-Qur’an supaya tidak menuntun, teliti, waspada dan tegas
dalam membaca Al-Qur’an sesuai dengan tujuan pembelajaran yang
dirancang sebelumnya.
Berdasarkan beberapa hasil pemaparan tersebut dapat disimpulkan
bahwa proses pembelajaran Al-Qur’an dengan metode Qira’ati meliputi
step by step (sedikit demi sedikit), drillbisa karena terbiasa), Dak-Tun
(tidak menuntun) dan Ti-Was-Gas (teliti, waspada, tegas). Proses
pembelajaran menentukan hasil dari sebuah pembelajaran yang di
inginkan.
69

c. Post Test (Tes Akhir)


Test akhir pada umumnya dilakukan pada saat pelaksanaan
pembelajaran selesai. Post test memiliki banyak kegunaan, terutama untuk
melihat berhasil atau tidaknya suatu tujuan pembelajaran. Post test
merupakan langkah akhir dari sebuah proses pembelajaran. Sebagaimana
dijelaskan oleh Sulkiyah adalah sebagai berikut:
“Pelaksanaan tes akhir dilaksanakan pada saat akhir satuan pedidikan inti,
jadi setiap hari/pelajaran ada ujian kenaikan halaman yakni dilakukan
dengan cara individual, murid dinilai oleh guru kelasnya dengan menilai
tingkat pemahaman dan kemampuan murid sebagai kriteria kenaikan
halaman.”

Senada dengan pemaparan Masrurun, S.Pd yang menyatakan bahwa:

“Pelaksanaan tes akhir dilakukan pada saat pembelajaran inti selesai, guru
menilai murid dengan menilai tingkat pemahaman dan kemampuan murid
dalam meguasai pelajarannya, murid akan di naikkan ke halaman
selanjutnya dengan syarat siswa dalam membacanya harus LCTB (lancar,
cepat, tepat dan benar).Tes bisa dilakukan setiap pertemuan tergantung
dari kemampuan muridnya.”

Pendapat tersebut juga diperkuat oleh Imam Qurtubi yang menyatakan


bahwa:
“Tes akhir dilaksanakan dengan cara uji kenaikan halaman, yaitu
dilakukan setiap pertemuan tergantung dari muridnya sendiri, tes kenaikan
halaman yang dilakukan dengan syarat murid harus menguasai pelajaran
yang di ajarkan oleh guru dan dengan syarat murid membaca Al-Qur’an
dengan LCTB (lancar, cepat, tepat dan benar).”

Data tersebut diperkuat oleh hasil observasi dan dokumentasi pada


tanggal 18 januari 2019 dan 19 Januari 2019 yang bertempat di MI NU
AL-Ma’arif, tes akhir yang dilakukan di MI NU AL-Ma’arif ialah tes
akhir dilaksanakan dengan cara individual, yaitu murid dinilai oleh
gurunya setiap pembelajaran inti sudah selesai dengan menilai tingkat
pemahaman dan kemampuan murid dalam membaca Al-Qur’an guna
70

sebagai kriteria kenaikan halaman.


Berdasarkan beberapa hasil pemaparan tersebut dapat disimpulkan
bahwa tes akhir (post test) bisa di laksanakan setiap saat, bisa setiap
pertemuan tergantung dari kemampuan muridnya.Tes kemampuan oleh
guru kelas/jilid masing-masing terhadap siswa yang telah mempelajari
tiap-tiap pelajarannya, dengan syarat siswa dalam membacanya harus
LCTB (lancar, cepat, tepat dan benar).

3. Evaluasi Pembelajaran Al-Qur’an dengan Metode Qira’ati di MI


NU Ma’arif

Evaluasi merupakan penilaian keseluruhan program pendidikan,


mulai dari perencanaan suatu program serta pelaksanaannya. Evaluasi
pembelajaran di MI NU AL-Ma’arif:
a. Penilaian Kelas
Penilaian kelas merupakan penilaian yang dilakukan setiap selesai
proses pembelajaran dalam satuan bahasan atau kompetensi tertentu.
Penilaian kelas dilakukan oleh guru untuk mengetahui kemajuan dan hasil
belajar peserta didik.Sebagaimana dijelaskan oleh Sulkiyah adalah sebagai
berikut:
“Penilaian kelas dilakukan setiap hari mbak, penilaian yang dilakukan
didalam kelas hanya sebatas penilaian setiap akhir kegiatan individual
dalam rangka mengukur kemampuan serta pemahaman murid.”

Senada dengan pemaparan Imam Qurtubi yang menyatakan bahwa:

Penilaian kelas itu juga penting, yang biasanya dilakukan itu


dengan cara menilai hanya sebatas menilai mbak, melihat murid sudah
menguasai materi yang sudah di ajarkan apa belum, kalau sudah berarti
murid bisa menerima dan memahami apa yang sudah diajarkan oleh guru.
Karena penilaian di kelas juga bisa melihat murid yang diajar apakah
mengalami kemajuan atau tidak.
71

Pendapat tersebut juga diperkuat oleh Masrurun, S.Pd yang menyatakan

bahwa:

“Evaluasi berupa penilaian dalam kelas pada pembelajaran Al-Qur’an

dengan metode Qira’ati di MI NU AL-Ma’arif ini dengan mengunakan

penilaian yang didalam kelas, dan di nilai hanya sebatas menilai pada

setiap akhir kegiatan individual dalam rangka mengukur kemampuan serta

pemahaman murid sebagai kriteria kenaikan halaman.”

Data tersebut diperkuat oleh hasil observasi pada tanggal 18


Januari 2019 dan 19 Januari 2019 yang bertempat di MI NU AL-Ma’arif,
penilaian kelas dilakukan setiap hari setelah pembelajaran inti selesai
untuk mengetahui kemampuan membaca Al-Qur’an murid dan sejauh
mana pemahaman yang diterima oleh murid. Berdasarkan beberapa hasil
pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa penilaian kelas dilakukan di
kelas, dilakukan dengan hanya sebatas menilai pada setiap akhir kegiatan
pembelajaran.Penilaian kelas dilakukan dengan tujuan agar guru
mengetahui sejauh mana murid menguasai dan memahami materi
pelajaran yang disampaikan.
b. Tes Kemampuan Dasar
Tes kemampuan dasar dilakukan untuk mengetahui kemampuan
siswa yang diperlukan dengan tujuan memperbaiki program
pembelajaran.Sebagaimana dijelaskan oleh Sulkiyah adalah sebagai
berikut:
“Tes kemampuan dasar biasanya dilakukan untuk anak kelas 1- 3 sampai
jilid 3 saja yang menuntut anak supaya lancar dan cepat, belum kearah
tepat dan benar karena murid kelas 1-3 kebanyakan masih cedal dalam
72

membaca. Tes kemampuan dasar diakukan pada saat setiap akan masuk
kelas.”

Senada dengan pemaparan Imam Qurtubi yang menyatakan bahwa:

Tes kemampuan dasar dilakukan setiap akan masuk kelas mbak,


yang menekankan murid membaca dengan LCTB (lancar, cepat, tepat dan
benar).
Pendapat tersebut juga diperkuat oleh Masrurun, S.Pd yang menyatakan
bahwa:
“Tes kemampuan dasar dilakukan dengan menekankan murid membaca
dengan LCTB (lancar, cepat, tepat dan benar), membaca dengan lancar
dan cepat ditekankan untuk anak kelas 1-3 sampai jilid 3 dan untuk jilid 4,
5, 6, Juzz 27, Ghorib dan Al-Qur’an harus dengan LCTB (lancar, cepat,
tepat dan benar).”
Data tersebut diperkuat oleh hasil observasi pada tanggal 18
Januari 2019 dan 19 Januari 2019 yang bertempat di MI NU AL-Ma’arif,
tes kemampuan dasar dilakukan setiap akan masuk kelas, dilakukan di
depan halaman kelas oleh guru. Guru membimbing murid dalam membaca
bacaan-bacaan dalam Al-Qur’an dan diajarkan untuk membaca do’a-do’a
dengan lancar, cepat dan benar (LCTB). Untuk murid kelas1-3 -jilid 3
hanya ditekankan untuk lancar tepat (LC) saja, sedangkan untuk murid
jilid 4, 5, 6, gharib dan Al-Qur’an ditekan untuk bisa membaca dengan
lancar, cepat, tepat dan benar (LCTB).
Berdasarkan beberapa hasil pemaparan tersebut dapat disimpulkan
bahwa tes kemampuan dasar dengan metode Qira’ati di MI NU AL-
Ma’arif adalah dengan cara menekankan murid agar bisa membaca dengan
LCTB (lancar, cepat, tepat dan benar) untuk murid jilid 4, 5, 6, gharib dan
Al-Qur’an, dan ditekankan untuk LC (lancar cepat) untuk anak kelas 1-3
sampai jilid 3 saja.
c. Penilaian Akhir Satuan Pendidikan
73

Penilaian akhir satuan pendidikan dilakukan pada setiap akhir


semester dan tahun pelajaran diselenggarakan kegiatan penilaian guna
mendapat gambaran secara menyeluruh dari proses
pembelajaran.Sebagaimana dijelaskan oleh Sulkiyah adalah sebagai
berikut:
“Penilaian akhir satuan pendidikan pada pembelajaran Al-Qur’an dengan
metode Qira’ati di MI NU MA-Ma’arif dilakukan dengan hasil
munaqosah murid sebagai kriteria kenaikan jilid dengan predikat
LULUS/LULUS BERSYARAT/TIDAK LULUS, serta hasil Tashih Akhir
Santri (TAS) sebagai kriteria kelulusan.”

Senada dengan pemaparan Imam Qurtubi yang menyatakan bahwa:

Penilaian akhir satuan pendidikan disini titik akhir dari sebuah


pembelajaran, dimana murid diuji setelah sudah selesai semua
pembelajarannya, prosedurnya pertama murid di uji terlebih dahulu oleh
lembaga yang dikomandani oleh kepala sekolah, lanjut koordinator
Kecamamatan dan yang terakhir yaitu oleh koordinator cabang yang
ujiannya dinamakan TAS (tashih akhir murid).

Pendapat tersebut juga diperkuat oleh Masrurun yang menyatakan bahwa:


“Kelas dikatakan berhasil jika setiap bulannya bisa meluluskan minimal
15% dari jumlah anak didalam kelas.Penilaian akhir satuan pendidikan
dilakukan dengan TAS (tashih akhir murid).”
Data tersebut diperkuat oleh hasil dokumentasi pada tanggal 17
Januari 2019 yang bertempat di MI NU AL-Ma’arif, penilaian akhir satuan
pendidikan dilakukan dengan ujian hasil belajar yang diawali dengan
mengikuti ujian khatam Al-Qur’an.materi yang diujikan mulai dari kelas
1-3 sampai finishing di MI NU AL-Ma’arif, kemudian ujian yang dilkukan
ditingkat kecamatan yang di komandani oleh koordiantor kecamatan dan
yang terakhir yaitu TAS (tashih akhir santri) yang dilaksanakan oleh
koordinator cabang dan ujiannya dilaksanakan di sekolah yang
menggunakan metode Qira’ati di sekitar Kabupaten cirebon.
74

Berdasarkan beberapa hasil pemaparan tersebut dapat disimpulkan


bahwa penilaian akhir satuan pendidikan dilakukan dengan ujian hasil
belajar yang diawali dengan melaksanakan ujian hasil belajar di lembaga,
koordinator Kecamatan dan koordinator cabang yang dinamakan dengan
TAS (tashih akhir siswa), dengan predikat LULUS/LULUS
BERSYARAT/TIDAK LULUS.
d. Benchmarking
Benchmarking adalah suatu proses studi banding dan mengukur
suatu kegiatan organisasi terhadap proses operasi yang terbaik dikelasnya
sebagai inspirasi dalam meningkatkan kinerja organisasi. Sebagaimana
dijelaskan oleh Sulkiyah adalah sebagai berikut:
“Kaitannya dengan benchmarking, metode Qira’ati Pusat di Semarang
mengadakan kayak semacam studi banding gitu, dilaksanakan setiap 4
tahun sekali.Jadi seluruh lembaga Qira’ati mengirim murid-murid pilihan
sebagai perwakilan dari lembaganya masing-masing.”

Senada dengan pemaparan Imam Qurtubi yang menyatakan bahwa:

Benchmarking diadakan oleh Qira’ati pusat yang ada di Semarang


yang dilaksanakan setiap 4 tahun sekali, dilaksanakan di semarang. Jadi
murid pilihan lembaga mewakili pergi ke Semarang untuk bertanding
disana dengan anak-anak dari lembaga lain dengan tujuan untuk
meningkatkan kinerja lembaga.

Pendapat tersebut juga diperkuat oleh Masrurun, S.Pd yang menyatakan


bahwa:
“Benchmarking dilaksanakan setiap 4 tahun sekali mbak, di adakan di
Semarang oleh lembaga Qira’ati pusat.Jadi lembaga cabang yang ada
mengirim murid pilihan untuk bertanding disana, dengan di uji tes
mengenai pemahamannya dalam pembelajaran Al-Qur’an yang meliputi,
Al-Qur’an, gharib, ilmu tajwid dan do’a-doa.”

Berdasarkan beberapa hasil pemaparan tersebut dapat disimpulkan


bahwa benchmarking diadakan oleh lembaga Qira’ati pusat yang ada di
75

Semarang setiap 4 tahun sekali.Jadi lembaga-lembaga anak cabang


mengirimkan murid pilihan untuk mengikuti studi banding.Bahan yang di
ujikan mengenai keseluruhan pemahaman membaca Al-Qur’an yang
meliputi Al-Qur’an, gharib, ilmu tajwid dan doa-doa.Dengan tujuan untuk
meningkatkan kinerja lembaga.
e. Penilaian program
Penilaian program dilakukan untuk mengetahui kesesuaian
kurikulum dengan dasar, fungi dan tujuan pendidikan nasional, serta
kesesuaian dengan tuntutan perkembangan masyarakat dan kemajuan
zaman. Sebagaimana dijelaskan oleh Sulkiyah adalah sebagai berikut:
“Penilaian program pada pembelajaran Al-Qur’an dengan metode Qira’ati
di MI NU Ma’arif dilakukan oleh koordinator cabang Qira’ati dengan
istilah TURBA (turun ke bawah) yaitu korcab mendatangi lembaga-
lembaga dengan melihat kegiatan belajar apakah sudah berjalan sesuai
dengan prosedur apa belum.”
Senada dengan pemaparan Imam Qurtubi yang menyatakan bahwa:

Penilaian program dilakukan setiap 3 bulan sekali oleh korcab,


penilaian dilakukan dengan tujuan untuk melihat sejauh mana kesesuaian
antara kurikulum dengan proses belajar yang dilakukan.
Pendapat tersebut juga diperkuat oleh Masrurun, S.Pd yang menyatakan
bahwa:
“Penilaian program di metode Qira’ati itu dilakukan oleh koordinator
cabang dengan TURBA (turun ke bawah).Koordinator yang berada pada
tingkat cabang turun ke bawah mendatangi lembaga-lembaga untuk
melihat kegiatan pembelajaran di sekolah.”

Berdasarkan beberapa hasil pemaparan tersebut dapat disimpulkan


bahwa penilaian program dilaksanakan setiap 3 bulan sekali oleh
koordinator cabang. Dengan istilah TURBA (turun ke bawah) yaitu
koordinator yang berada pada tingkat cabang mendatangi lembaga-
lembaga pendidikan Al-Qur’an untuk melihat kegiatan pembelajaran di
76

sekolah, tujuannya untuk melihat kesesuaian antara kurikulum dengan


proses pembelajaran yang sedang dilaksanakan.
C. Pembahasan Temuan
Berdasarkan paparan data yang telah disajikan dan dilakukan
analisis, maka selanjutnya dilakukan pembahasan terhadap hasil
temuan dalam bentuk interpretasi dan diskusi dengan teori-teori yang
relevan dengan topik penelitian ini.pembahasan temuan disesuaikan
dengan fokus penelitian yang terdapat dalam skripsi ini, guna
mempermudah dalam menjawab pertanyaan yang ada dalam fokus
penelitian. Adapun perincian dalam pembahasan temuan ini adalah
sebagai berikut:
77

1. Perencanaan Pembelajaran Al-Qur’an dengan Metode Qira’ati di


MI NU AL-Ma’arif Penpen
Perencanaan pembelajaran merupakan serangkaian rencana
kegiatan belajar mengajar yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.Perencanaan pembelajaran berfungsi sebagai
pedoman pembelajaran sesuai dengan kebutuhan.Abdul Majid
menjelaskan bahwa komponen-komponen dalam perencanaan
pembelajaran meliputi tujuan pembelajaran, bahan pembelajaran, dan
strategi pembelajaran. Hal tersebut sesuai dengan keadaan dilapangan
dimana perencanaan pembelajaran di MI NU AL-Ma’arif Penpen meliputi
3 hal yakni: tujuan pembelajaran, bahan pembelajaran dan strategi
pembelajaran.
a. Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran di MI NU AL-Ma’arif digunakan sebagai
acuan atas berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Tujuan pembelajaran di
MI NU AL-Ma’arif Penpen yaitu: murid bisa membaca Al-Qur’an dengan
LCTB (lancar, cepat, tepat dan benar) sesuai dengan kaidah tajwidnya,
CBSA+M (cara belajar siswa aktif dan mandiri) dan bisa mengamalkan
Al-Qur’an. Temuan-temuan tersebut kemudian didialogkan dengan teori
Abdul Majid yang menyatakan bahwa:
“Tujuan adalah suatu cita-cita yang ingin dicapai dari pelaksanaan suatu
kegiatan. Tujuan akan menentukan kearah mana kegiatan akan dibawa.
Tujuan pembelajaran merupakan hal yang sangat penting dalam
pembelajaran karena tujuan pembelajaran dijadikan sebagai acuan atas
berlangsungnya kegiatan pembelajaran.”
Temuan-temuan tersebut kemudian dikuatkan dengan teori dalam
buku koordinator cabang Lumajang metode Qira’ati adalah sebagai
berikut:
1) Membaca dan memelihara kehormatan Al-Qur’an dari cara membaca
yang benar sesuai dengan kaidah tajwidnya.
78

2) Menyebarluaskan ilmu bacaan Al-Qur’an yang benar dengan cara


yang benar.
3) Mengingatkan kepada guru supaya dalam mengajarkan Al-Qur’an
harus berhati-hati jangan sembarangan.
4) Meningkatkan kualitas pendidikan pengajaran ilmu baca Al-Qur’an.

Tahap selanjutnya, setelah temuan-temuan tersebut didiskusikan


dengan teori yang dikembangkan oleh Abdul Majid dan buku koordinator
cabang Lumajang metode Qira’ati, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan
pembelajaran Al-Qur’an dengan metode Qira’ati di MI NU AL-Ma’arif
sudah sesuai dengan teori tersebut.
b. Bahan Pembelajaran
Bahan pembelajaran yang digunakan dalam metode Qira’ati di MI
NU AL-Ma’arifsebagai subtansi yang akan disampaikan dalam proses
belajar. Dimana bahan pembelajarannya meliputi: jilid 1 sampai 6, alat
peraga kecil dan peraga besar, buku prestasi, gharib, tajwid, Al-Qur’an,
buku do’a-do’a, dan buku laporan hasil. Bahan pembelajaran tersebut
sangat berpengaruh dalam menunjang proses belajar mengajar, khususnya
dalam proses belajar mengajar Al-Qur’an dengan metode Qira’ati.
Temuan-temuan tersebut kemudian didialogkan dengan teori Syaiful Bahri
yang menyatakan bahwa:
“Bahan pembelajaran adalah substansi yang akan disampaikan dalam
proses belajar, tanpa bahan pembelajaran proses mengajar tidak akan
berjalan. Bahan pembelajaran ini berupa materi yang disampaikan kepada
peserta didik.Materi yang disampaikan dapat berupa fakta, konsep, prinsip
dan prosedur yang sesuai dengan tujuan atau kompetensi yang hendak
dicapai peserta didik.Bentuk bahan pembelajaran paling tidak menjadi 4,
yaitu bahan cetak, bahan audio, bahan pandang dengar dan bahan ajar
interaktif.”
79

Tahap selanjutnya, setelah temuan-temuan tersebut didiskusikan


dengan teori yang dikembangkan oleh Syaiful Bahri, maka dapat
disimpulkan bahwa bahan pembelajaran Al-Qur’an dengan metode
Qira’ati di MI NU AL-Ma’arif sudah sesuai dengan teori tersebut.
c. Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran merupakan pendekatan umum mengajar
yang berlaku dalam berbagai bidang materi dan digunakan untuk
memenuhi berbagai tujuan pembelajaran. Strategi pembelajaran Al-
Qur’andengan metode Qira’ati di MI NU AL-Ma’arif ada 3, ada
sorogan/individual/privat, klasikal-individual dan klasikal baca simak,
teknik individual dilakukan dengan murid maju secara satu persatu sesuai
pelajarannya masing-masing, strategi dapat diterapkan dengan syarat jika
jumlah guru dengan siswa tidak seimbang, jumah ruangan tidak cukup dan
dari dalam kelas terdiri dari bermacam-macam jilid, atau satu kelas
campur atau berbeda-beda jilidnya. Klasikal-individual dilakukan dengan
cara murid-murid membaca dengan bersama-sama selama kurang lebih 10
sampai 15 menit di pandu dengan guru dan dilanjutkan dengan secara
individual yaitu murid membaca satu persatu kepada gurunya selama 45
sampai 50 menit, yang ketiga teknik klasikal baca simak yaitu murid
belajar sambil menyimak saat temannya sedang membaca.
Temuan-temuan tersebut kemudian didialogkan dengan teori Abdul Majid
yang menyatakan bahwa:
“Strategi pembelajaran merupakan pendekatan umum mengajar yang
berlaku dalam berbagai bidang materi dan digunakan untuk memenuhi
berbagai tujuan pembelajaran.”
Temuan-temuan tersebut kemudian dikuatkan dengan teori dalam
buku koordinator cabang Lumajang metode Qira’ati adalah sebagai
berikut: Strategi pembelajaran yang diterapkan meliputi teknik individual,
80

teknik klasikal-individual dan klasikal baca simak.


Tahap selanjutnya, setelah temuan-temuan tersebut didiskusikan
dengan teori yang dikembangkan oleh Abdul Majid dan buku koordinator
cabang Lumajang metode Qira’ati, maka dapat disimpulkan bahwa
strategi pembelajaran Al-Qur’an dengan metode Qira’ati di MI NU AL-
Ma’arif sudah sesuai dengan teori tersebut.
2. Pelaksanaan Pembelajaran Al-Qur’an dengan Metode Qira’ati
di MI NU AL-Ma’arif
Berdasarkan observasi peneliti, berkenaan dengan pelaksanaan
pembelajaran Al-Qur’an dengan metode Qira’ati diMI NU AL-Ma’arif
Penpen, pembelajaran dilaksanakan setiap hari senin sampai sabtu yang
masuknya dibagi menjadi dua, yakni mulai dari pukul 14.00- 15.15 WIB
untuk anak kelas1-3 - jilid 3 dan 15.30- 16.45 untuk jilid 4, 5, 6, ghorib,
tajwid dan Al-Qur’an. Pelaksanaan pembelajaran Al-Qur’an metode
Qira’ati di MI NU AL-Ma’arifPenpen hampir sama dengan pembelajaran
pada umumnya yakni mencakup pre test, proses dan post test.
a. Pre Test (tes awal)
Tes awal yang ada di MI NU AL-Ma’arif adalah dengan teknik
klasikal yaitu mengajar dengan cara memberikan materi pelajaran secara
massal (bersama-sama) kepada sejumlah murid dalam satu
kelompok/kelas. Tujuannya agar dapat menyampaikan seluruh pelajaran
secara garis besar dan prinsip-prinsip yang mendasarinya guna menjajagi
kemampuan murid, memberi motivasi/ dorongan semangat belajar agar
murid memiliki perhatian dan semangat untuk belajar, menyiapkan peserta
didik dalam proses belajar, untuk mengetahui tingkat kemajuan peserta
didik yang berkaitan dengan proses pembelajaran yang dilakukan, untuk
mengetahui kemampuan awal yang telah dimiliki oleh peserta didik, untuk
mengetahui darimana seharusnya
81

proses pembelajaran dimulai, kompetensi dasar mana yang telah


dimiliki peserta didik, dan tujuan-tujuan mana yang perlu mendapat
penekanan dan perhatian khusus. Kemudian tes awal persyaratan masuk
lembaga hanya diberlakukan bagi murid pindahan saja yaitu menggunakan
teknik individual.
Temuan-temuan tersebut kemudian didialogkan dengan teori Mulyasa
yang menyatakan bahwa:
“Tes kemampuan dasar berfungsi untuk meyiapkan peserta didik dalam
proses belajar, untuk mengetahui tingkat kemajuan peserta didik
sehubungan dengan proses pembelajaran yang dilakukan, untuk
mengetahui kemampuan awal yang telah dimiliki oleh peserta didik, untuk
mengetahui darimana seharusnya proses pembelajaran dimulai,
kompetensi dasar mana yang telah dimiliki peserta didik, dan tujuan-
tujuan mana yang perlu mendapat penekanan dan perhatian khusus.”

Tahap selanjutnya, setelah temuan-temuan tersebut didiskusikan


dengan teori yang dikembangkan oleh Mulyasa, maka dapat disimpulkan
bahwa pre test atau Tahap selanjutnya tes awal pembelajaran Al-Qur’an
dengan metode Qira’ati di MI NU AL-Ma’arif sudah sesuai dengan Tahap
selanjutnya teori tersebut.
b. Proses
Proses merupakan kegiatan inti dari pelaksanaan pembelajaran dan
pembentukan kompetensi peserta didik. Proses pembelajaran Al-Qur’an
dengan metode Qira’ati yang dilaksanakan di MI NU AL-Ma’arif
meliputi: step by step (sedikit demi sedikit), drill(bisa karena terbiasa),
Dak-Tun (tidak menuntun), dan Ti-Was-Gas (teliti, waspada dan tegas).
Proses pembelajaran menentukan hasil dari sebuah pembelajaran yang di
inginkan.
Temuan-temuan tersebut kemudian didialogkan dengan teori Mulyasa
yang menyatakan bahwa:
“Proses dimaksudkan sebagai kegiatan inti dari peksanaan pembelajaran
82

dan pembentukan kompetensi peserta didik.”


Temuan-temuan tersebut kemudian dikuatkan dengan teori dalam buku
koordinator cabang Lumajang metode Qira’ati adalah sebagai berikut:
“Proses pembelajaran yang diterapkan meliputi step by step (sedikit demi
sedikit), drill (bisa karena terbiasa), Dak-Tun (tidak menuntun) dan Ti-
Was-Gas (teliti, tegas, waspada).”
Tahap selanjutnya, setelah temuan-temuan tersebut didiskusikan
dengan teori yang dikembangkan oleh Mulyasa dan buku koordinator
cabang Lumajang metode Qira’ati, maka dapat disimpulkan bahwa proses
pembelajaran Al-Qur’an dengan metode Qira’ati di MI NU AL-Ma’arif
sudah sesuai dengan teori tersebut.
c. Post Test (tes akhir)
Terkait dengan pelaksanaan tes akhir(post test) yang dilakukan di
MI NU AL-Ma’arif dilaksanakan setiap saat atau setiap pertemuan,
tergantung dari kemampuan muridnya. Tes kemampuan oleh guru
kelas/jilid masing-masing terhadap siswa yang telah mempelajari tiap-tiap
pelajarannya, dengan syarat siswa dalam membacanya harus LCTB
(lancar, cepat, tepat dan benar).Dengan tujuan untuk mengetahui tingkat
penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah ditentukan baik
secara individu maupun kelompok dan perlu dilakukan remedial atau
tidak.
Temuan-temuan tersebut kemudian didialogkan dengan teori Mulyasa
yang menyatakan bahwa:
Post test memiliki banyak kegunaan, terutama dalam melibatkan
keberhasilan pembelajaran. Adapun fungsi post test antaralain dapat
dikemukakan sebagai berikut:
1) Untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap
kompetensi yang telah ditentukan baik secara individu maupun
kelompok.
83

2) Untuk mengetahui kompetensi dasar dan tujuan-tujuan yang dapat


dikuasai oleh peserta didik, serta kompetensi dasar dan tujuan-tujuan
yang belum dikuasainya.
3) Untuk mengetahui peserta didik yang perlu mengikuti kegiatan
remidial dan pengayaan serta untuk mengetahui tingkat kesulitan
belajar.
4) Sebagai bahan acuan untuk melakukan perbaikan terhadap proses
pembelajaran.

Tahap selanjutnya, setelah temuan-temuan tersebut didiskusikan


dengan teori yang dikembangkan oleh Mulyasa, maka dapat disimpulkan
bahwa post test atau tes akhir pembelajaran Al-Qur’an dengan metode
Qira’ati di MI NU AL-Ma’arif sudah sesuai dengan teori tersebut.
3. Evaluasi Pembelajaran Al-Qur’an dengan Metode Qira’ati di MI
NU AL-Ma’arif
Evaluasi merupakan penilaian keseluruhan program pendidikan
mulai dari perencanaan suatu program substansi pendidikan termasuk
kurikulum dan penilaian (asesmen) serta pelaksanaannya, pengadaan dan
peningkatan kemampuan pendidik, manajemen pendidikan, dan reformasi
pendidikan secara keseluruhan. Evaluasi pembelajaran Al-Qur’an dengan
metode Qira’ati di MI NU AL-Ma’arif meliputi penilian kelas, tes
kemampuan dasar, penilaian akhir satuan pendidikan, benchmarking dan
penilaian program:
a. Penilaian Kelas
Penilaian kelas yang ada di MI NU AL-Ma’arif yaitupenilaian
kelas yang dilakukan di kelas, dimana dilakukan dengan hanya sebatas
menilai pada setiap akhir kegiatan inti pembelajaran. Penilaian kelas
dilakukan dengan tujuan agar guru mengetahui sejauh mana murid
menguasai dan memahami materi pelajaran yang disampaikan. Temuan-
temuan tersebut kemudian didialogkan dengan teori Mulyasa yang
menyatakan bahwa:
84

Penilaian kelas dilakukan oleh guru untuk mengetahui kemajuan


dan hasil belajar peserta didik, mendiagnosa kesulitan belajar, memberikan
umpan balik, memperbaiki proses pembelajaran dan pembentukan
kompetensi peserta didik, serta menentukan kenaikan kelas.

Tahap selanjutnya, setelah temuan-temuan tersebut didiskusikan


dengan teori yang dikembangkan oleh Mulyasa, maka dapat disimpulkan
bahwa penilaian kelas dalam pembelajaran Al-Qur’an dengan metode
Qira’ati di MI NU AL-Ma’arif sudah sesuai dengan teori tersebut.
b. Tes Kemampuan Dasar
Tes kemampuan dasar yang terdapat di MI NU AL-Ma’arif adalah
dengan cara menekankan murid agar bisa membaca dengan LCTB (lancar,
cepat, tepat dan benar) untuk murid jilid 3, 4, 5, 6, gharib dan Al-Qur’an,
dan ditekankan untuk LC (lancar cepat) untuk anak kelas1-3 sampai jilid 3
saja guna memperbaiki program pembelajaran dan sejauh mana
pemahaman murid dalam menerima pelajaran. Temuan-temuan tersebut
kemudian didialogkan dengan teori Mulyasa yang menyatakan bahwa:
Tes kemampuan dasar dilakukan untuk mengetahui kemampuan membaca
dalam rangka memperbaiki program pembelajaran (program remedial).
Tahap selanjutnya, setelah temuan-temuan tersebut didiskusikan
dengan teori yang dikembangkan oleh Mulyasa, maka dapat disimpulkan
bahwa tes kemampuan dasar dalam pembelajaran Al-Qur’an dengan
metode Qira’ati di MI NU AL-Ma’arif sudah sesuai dengan teori tersebut.
c. Penilaian Akhir Satuan Pendidikan
Penilaian akhir satuan pendidikan yang diterapkan di MI NU AL-
Ma’arif dilakukan dengan ujian hasil belajar yang diawali dengan
melaksanakan ujian hasil belajar di lembaga, koordinator Kecamatan dan
koordinator cabang yang dinamakan dengan TAS (tashih akhir santri)
guna mendapatkan gambaran secara menyeluruh mengenai ketuntasan
belajar peserta didik dalam satuan waktu tertentu.Dengan predikat
85

LULUS/LULUS BERSYARAT/TIDAK LULUS.Temuan-temuan tersebut


kemudian didialogkan dengan teori Mulyasa yang menyatakan bahwa:
Pada setiap akhir semester dan tahun pelajaran diselenggarakan kegiatan
penilaian guna mendapatkan gambaran secara utuh dan menyeluruh
mengenai ketuntasan belajar peserta didik dalam satuan waktu tertentu.
Tahap selanjutnya, setelah temuan-temuan tersebut didiskusikan
dengan teori yang dikembangkan oleh Mulyasa, maka dapat disimpulkan
bahwa penilaian akhir satuan pendidikan dalam pembelajaran Al-Qur’an
dengan metode Qira’ati di MI NU AL-Ma’arif sudah sesuai dengan teori
tersebut.
d. Benchmarking
Benchmarkingyang dilaksanakandi MI NU AL-Ma’arif pada
umumnya diadakan oleh lembaga Qira’ati pusat yang ada di Semarang
setiap 4 tahun sekali. Lembaga-lembaga anak cabang mengirimkan murid
pilihan untuk mengikuti studi banding.Bahan yang di ujikan mengenai
keseluruhan pemahaman membaca Al-Qur’an yang meliputi Al-Qur’an,
gharib, ilmu tajwid dan doa-doa.Dengan tujuan untuk meningkatkan
kinerja lembaga. Temuan-temuan tersebut kemudian didialogkan dengan
teori Mulyasa yang menyatakan bahwa: Data dan informasi tentang
benchmarking tentu dapat diperoleh dengan diadakan penilaian secara
Nasioanal yang dilaksanakan pada akhir satuan pendidikan. Hasil
penilaian tersebut dapat dipakai untuk memberikan peringkat kelas dan
tidak untuk memberikan nilai akhir peserta didik.Hal ini dimaksudkan
sebagai salah satu dasar pembinaan guru dan kinerja sekolah.
Tahap selanjutnya, setelah temuan-temuan tersebut didiskusikan
dengan teori yang dikembangkan oleh Mulyasa, maka dapat disimpulkan
bahwa benchmarking dalam pembelajaran Al-Qur’an dengan metode
Qira’ati di MI NU AL-Ma’arif sudah sesuai dengan teori tersebut.
86

e. Penilaian Program
Penilaian program dilaksanakan setiap 3 bulan sekali oleh
koordinator cabang. Dengan istilah TURBA (turun ke bawah) yaitu
koordinator yang berada pada tingkat cabang mendatangi lembaga-
lembaga pendidikan Al-Qur’an untuk melihat kegiatan pembelajaran di
Sekolah, tujuannya untuk melihat kesesuaian antara kurikulum dengan
proses pembelajaran yang sedang dilaksanakan. Temuan-temuan tersebut
kemudian didialogkan dengan teori Mulyasa yang menyatakan bahwa:
Penilaian program dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional dan
Dinas Pendidikan secara kontinu dan berkesinambungan. Penilaian
program dilakukan untuk mengetahui kesesuaian kurikulum dengan dasar,
fungsi, dan tujuan pendidikan nasional, serta kesesuaiannya dengan
tuntutan perkembangan masyarakat dan kemajuan zaman.
Tahap selanjutnya, setelah temuan-temuan tersebut didiskusikan
dengan teori yang dikembangkan oleh Mulyasa, maka dapat disimpulkan
bahwa penilaian program dalam pembelajaran Al-Qur’an dengan metode
Qira’ati di MI NU AL-Ma’arif sudah sesuai dengan teori tersebut.
87

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah dilakukan analisis terhadap data yang diperoleh di
lapangan tentang Manajemen Pembelajaran karakter melalui pembiasaan
hafalan Al-Qur’an dengan Metode Qira’ati di MI NU Al-Ma’arif Penpen
kabupaten cirebon, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut.
1. Penerapan pendidikan karakter melalui pembiasaan sehari-hari yang
diterapkan di MI NU Al-Ma’arif Penpen sejak Tahun 2017 adalah
pembiasaan yang berbeda dari sebelumnya. Sebab sejak 2017
pembiasaan setiap pagi diisi dengan bacaan Surat-surat pendek,
Asmaul Husna, Doa Sehari-hari, dan Praktek Udubiyah. Kegiatan
pembiasaan dilakukan di lapangan dan di kelas masing-masing sebab
pembiasaan yang di kelas sesuai kemampuan peserta didik. Pendidikan
karakter dan pendidikan akhlak memang memiliki perbedaan.
Pendidikan karakter memiliki makna lebih tinggi daripada pendidikan
moral, karena bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana
yang salah. Lebih dari itu pendidikan karakter menanamkan kebiasaan
(habituation) tentang yang baik sehingga siswa menjadi paham,
mampu merasakan, dan mau melakukan yang baik.
2. Faktor yang menjadi pendorong untuk menerapkan pendidikan
karakter dalam pembiasaan sehari-hari adalah di masa anak-anak
dimana mereka mendapatkan pertumbuhan Golden age atau
pertumbuhan keemasan disinilah titik awal pengaruhnya sikap pada
masa dewsa sehingga anak-anak membutuhkan pembiasaan-
pembiasaan yang baik sejak dini. Agar secara nilai dan moral bisa
kuat. Faktor yang menjadi penghambat adalah peserta didik diberikan
pemahaman soal etika, ketika peserta didik berada di jam belajar
88

kemudian mereka selalu bergurau dan bahkan di luar kelas maka guru-
guru akan memberikan teguran supaya mereka paham saat jam belajar
tidak boleh bergurau maupun keluar kelas. Dan memang butuh
berkali-kali untuk mengingatkan anak-anak agar pada saat jam belajar
dapat fokus dikelas mengikuti kegiatan belajar. Selain itu dengan
pembiasaan-pembiasaan tersebut peserta didik mempunyai benteng
karakter agar terhindar dari sikap kekerasan, arogan dan sikap yang
tidak baik untuk kedepannya nanti setelah mereka tumbuh dewasa.
3. Dalam pendidikan karakter, sekolah mengidentifiksi nilai-nilai inti
sekolah dan pekerjaan untuk mendidik dan meneguhkan nilai-nilai
bersama dalam kehidupan peserta didik.

B. Saran
1. Guru MI NU Al-Ma’arif Penpen hendaknya selalu meningkatkan jiwa
kepemimpinannya sebagai teladan yang baik bagi personil pendidikan
yang ada di lembaga.
2. Kepala MI NU Al-Ma’arif hendaknya menjalin kerjasama yang baik
dengan para guru dan masyarakat untuk meningkatkan profesionalitas
guru di MI NU Al-Ma’arif.
3. Masyarakat hendaknya ikut berpartisipasi dalam usaha
mengembangkan pendidikan yang ada di lembaga sekolah dan
mendukung segala kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan.
89

DAFTAR PUSTAKA

Afrizal. 2015. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada.

Alawiyah, Fakhriyatus Shofa.2014. “Penerapan Metode Qira’ati dalam


Meningkatkan Kemampuan Membaca Al-Qur’an di Muassah Al-
Irsyad Al-Islami (Arunsat Vittaya School) Saiburi, Pattani, Thailand
Selatan Tahun Pelajaran 2013/2014”. Jember: skripsi STAIN
Jember.

Bahri, Syaiful. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Basrowi, Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka

Cipta.

Eggen, Paul, Don Kauchak. 2016. Strategi dan Model Pembelajaran.


Jakarta: PT Indeks Permata Puri Media.

Hasibuan. 2014. Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah Edisi Revisi.


Jakarta: Bumi Aksara.

Kasiram. 2008. Metodologi Penelitian. Malang: UIN Malang Press.

Korcap Lumajang. Sistem Pengajaran Metode Qira’ati.

Majid, Abdul. 2013. Perencanaan Pembealajaran: Mengembangkan


Standart Kompetensi Guru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Margono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Miles, B Matthew, A. Michael Hubberman. 1992. Analisis Data


Kualitatif. Jakarta: UI Pers.

Moleong, Lexy J. 2010. Metode Penenlitian Kualitatif. Bandung: RT


Remaja Rosdakarya.

Mukni’ah. 2011. Materi Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan


Tinggi Umum.Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
90

Mulyasa.2008. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: PT


Remaja Rosdakarya.

Mustari, Mohamad. 2014. Manajemen Pendidikan. Jakarta: Rajawali

Persada.

Noor, Juliansyah. 2015. Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi,


dan Karya Ilmiah. Jakarta: Kencana.
Pramono, Naha Diani. 2016. “Manajemen Pembelajaran Tahfidzul
Qur’an di Asrama Putri Rumah Tahfidzqu Deresan Yogyakarta”.
Yogyakarta: skripsi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Rohmah, Miftahur. 2015. “Aplikasi Metode Qira’ati dalam Pembelajaran


Al-Qur’an di Pondok Pesantren (Pondok Pesantren Tahfidzul
Qur’an Al-Falah Dusun Durenan Desa Klompangan Ajung
Jember)”. Jember: skripsi IAIN Jember.

Sagala, Syaiful. 2005. Konsep dan Makna Pembelajaran untuk Membantu


Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar. Bandung:
Alfabeta.

2009. Konsep dan Makna Pembelajaran untuk Membantu Memecahkan


Problematika Belajar dan Mengajar. Bandung: Alfabeta.

Sahlan, Moh. 2013. Evaluasi Pembelajaran Panduan Praktis Bagi


Pendidik dan Calon Pendidik. Jember: STAIN Jember Press.

Satori, Djam’an, Aan Komariah. 2014. Metode Penelitian Kualitatif.


Bandung: Alfabeta.

Shihab, M Quraish. 2002. Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan


Keserasian Al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati.

Sugiono. 2014. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

2014. Metodologi Penelitian Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

2016. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.


91

Supriani, Erna, Mumiati dan Nasr Usman. 2016. Implementasi


Manajemen Pembelajaran Al-Qur’an di Sekolah Islam Terpadu
Nurul Ishlah Banda Aceh Jurnal Magister Administrasi Pendidikan
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Vol.4 No.4

Thobroni, M. 2016. Belajar dan Pembelajaran Teori dan Praktik.


Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Tim Penyusun Buku Pedoman Karya Ilmiah IAIN Jember Tahun 2016.
2017. Pedoman Penulisan Karya Imiah. Jember: IAIN Jember Press.

Anda mungkin juga menyukai