Petunjuk
1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini.
2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.
Surat Pernyataan
Mahasiswa Kejujuran
Akademik
1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi THE
pada laman https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam pengerjaan
soal ujian UAS THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya sebagai
pekerjaan saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai
dengan aturan akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan tidak
melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS THE melalui media
apapun, serta tindakan tidak terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan akademik
Universitas Terbuka.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat
pelanggaran atas pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi
akademik yang ditetapkan oleh Universitas Terbuka.
Tumbang Samba, 20 Desember 2021
RISKA AMELIA
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA
Jawaban:
1. a. Administrasi terdiri dari unsur organisasi dan unsur manajemen (The Liang Gie, 1981;
Siagian, 1973). Organisasi merupakan wujud statis dari administrasi, yang merupakan wadah kerja
sama dari sekelompok orang guna mencapai tujuan tertentu. Sedangkan manajemen merupakan
wujud dinamis dari administrasi, yang menggambarkan proses kerja sama sekelompok orang
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Organisasi adalah wadah dan
sekaligus system kerja sama sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu yang telah
ditetapkan sebelumnya. Sedangkan manajemen adalah proses kerja sama sekelompok orang
untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Adapaun keterkaitan antara unsur-unsur administrasi tersebut dengan pemerintah desa, karena
pemerintah desa merupakan sebuah unsur penyelenggaraan pemerintahan yang bertugas
melayani kebutuhan masyarakat. Pemerintah desa bertugas dan bertanggung jawab untuk
mengurus masyarakat agar terciptanya masyarakat yang sejahtera. Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menyatakan bahwa pemerintah desa berkewajiban
memberikan dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan di dalamnya melaksanakan
tugasnya, pemerintah desa berkewajiban menyelenggarakan administrasi pemerintahan yang baik
serta melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang transparan.
Adapun pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen pada organisasi pemerintah berbeda dengan
organisasi bisnis. Perbedaannya terletak pada hakikat masing-masing organisasi. Organisasi
pemerintah digerakkan oleh aturan dan misi untuk mencapai tujuan, motifnya adalah memperoleh
manfaat dan untuk mencari dukungan politik agar dapat dipilih kembai (benefit and political support
motive). Bidang garapan pemerintah umumnya bersifat monoipoli, sehingga tidak akan tercipta
efesiensi. Oleh karena itu, nilai klasik yang dimaksimumkan pada organisasi pemerintah adalah
efektivitas dan efesiensi.
b. pemerintah desa dijalankan oleh kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa. Kepala desa
yang bertugas menyelenggarakan pemerintah desa, melaksanakan pembangunan desa,
pembinaan kemasyarakatan Desa dan pemberdayaan masyarakat Desa sedangkan Badan
Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi membahas dan menyepakati
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA
Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi
masyarakat Desa dan melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa. Akan tetapi dari hasil penilitan
dengan diberlakukanya undang-undang Nomor 6 tahun 2014, terjadi perubahan kedudukan tugas,
fungsi dan wewenang kepala Desa dan BPD, Kepala Desa tidak lagi bertanggung jawab kepada
BPD. Hubungan kerja Kepala Desa dengan BPD adalah hubungan Kemitraan, Konsultasi dan
Koordinasi yang diatur dalam pasal 1 angka 7 yakni kepala Desa dan BPD membahas dan
menyepakati bersama peraturan Desa, tedapat juga pada pasal 11 ayat 1 yakni Kepala Desa dan
BPD memprakarsai perubahan status desa menjadi kelurahan melalui musyawarah desa, pada
pasal lainnya yaitu :
Pasal 27 huruf c yakni kepala Desa memberikan Laporan penyelenggaraan pemerintahan secara
tertulis kepada BPD;
Pasal 32 ayat 1 yakni BPD memberitahukan kepada Kepala Desa mengenai berakhirnya masa
jabatan kepala Desa secara tertulis enam bulan sebelum masa jabatannya berakhir;
Pasal 73 ayat 2 yakni kepala Desa mengajukan Rancangan Anggaran dan Belanja Desa dan
memusyawrahkannya bersama BPD;
Pasal 77 ayat 3 yakni Kepala Desa dan BPD membahas bersama pengelolaan Kekayaan Milik
Desa.
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA
Rencana Pembangunan dibagi atas Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM). RPJP memiliki rentang waktu selama 20 tahun, sedangkan
RPJM memiliki rentang waktu yang lebih singkat, yaitu selama 5 tahun. RPJM merupakan penjabaran dari
RPJP, sehingga RPJM wajib merujuk ke RPJP. RPJP dan RPJM diberlakukan pada tiga level
pemerintahan: Nasional, Provinsi, dan Kota/Kabupaten. Rencana Strategis dibagi atas Rencana Strategis
Kementrian Lembaga (Renstra-KL) dan Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra
SKPD). Keduanya memiliki rentang waktu selama 5 tahun. Rencana Kerja memiliki rentang waktu selama 1
tahun. Rencana kerja terbagi atas dua jenis: Rencana Kerja Kementrian/Lembaga (Renja KL) dan Rencana
Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD).
Rencana Pembangunan memiliki hirarki, maksudnya adalah ada rencana yang lebih tinggi level
pemerintahannya dan kekuatannya di mata hukum, yang digambarkan dengan ilustrasi dibawah
ini:
1. Centralization of Fiscal Power, di mana Pemerintah Pusat sangat dominan dalam menentukan
atau mengambil keputusan berkenaan dengan pengeluaran, pendapatan, pinjaman dan
pengelolaan aset daerah.
2. Decentralization of Fiscal Power, di mana pemerintah pusat dalam hal ini melimpahkan
kewenangan yang lebih besar kepada daerah untuk membuat kebijakan dalam pengelolaan
keuangan daerah berkenaan dengan pengeluaran, pendapatan, pinjaman dan pengelolaan aset
(manajemen kekayaan daerah).
Djaenuri membedakan desentralisasi fiskal berdasarkan pada tata hubungan pemerintah pusat dan
daerah, sementara implikasi langsung dari kewenangan /fungsi yang diserahkan kepada daerah
adalah kebutuhan dana cukup besar. Untuk itu perlu diatur perimbangan keuangan antara pusat
dan daerah yang dimaksudkan untuk membiayai tugas yang menjadi tanggung jawabnya atau
dapat diibaratkan seperti darah dalam pergerakan tubuh manusia.
3. a. Adapun tentang kedudukan sumber daya manusia dalam organisasi dikemukakan pendapat
oleh Albrecht (dalam Wasistiono, 2006:65) tentang system administrasi sebagai pengelola arus
informasi yang datang dari luar organisasi, dari intra organisasi maupun keluar organisasi, yang
paling seikit memiliki 5 komponen, yaitu :
1. Orang-orang yang memiliki tugas utama untuk membuat, memanipulasi dan menyebarkan
infomrasi administrasi, yaitu informasi yang berfungsi melancarkan kegiatan seluruh organisasi;
2. Struktur abstrak organisasi yang menggambarkan arus hierarki dan arus yang ditempuh
informasi formal;
3. Sarana-sarana khusus atau unit-unit organisasi yang mengolah data organisasi;
4. Media yang biasa digunakan untuk menyampaikan informasi di kalangan mereka;
5. Jalannya arus informasi yang biasa dilalui infomrasi ketika menyebar dari orang ke orang
atau dari unit ke unit.
hidup masyarakat desa serta meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat desa serta
meningkatkan pendapatan desa
3. Pengelolaan kekayaan milik desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibahas oleh
Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa berdasarkan tata cara pengelolaan
kekayaan milik desa yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP)
Di dalam UU nomor 6 tahun 2014 pula diatur mengenai asset desa. Dalam Pasal 76 UU tersebut
diatur ketentuan sebagai berikut :
1. Asset desa dapat berupa tanah kas desa, tanah ulayat, pasar desa, pasar hewan, tambatan
perahu, bangunan desa, perlelangan ikan, pelelangan hasil pertania, hutan milik desa, mata air
milik desa, pemandian umum, dan asset lainnya mili kdesa.
2. Asset lainnya milik desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain:
a. Kekayaan desa yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, serta Anggaran Pendapatan dan Belanja
Desa;
b. Kekayaan desa yang diperoleh dari hibah dan sumbangan atau yang sejenis;
c. Kekayaan desa yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak dan lain-lain
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. Hasil kerja sama desa; dan
e. Kekayaan desa yang berasal dari perolehan lainnya yang sah.
3. Kekayaan milik pemerintah dan pemerintah daerah berskala local desa yang ada di desa
dapat dihibahkan kepemilikannya kepala desa.
4. Kekayaan milik desa yang berupa tanah disertifikatkan atas nama Pemerintah Desa.
5. Kekayaan milik desa yang telah diambil alih oleh Pemerintah Daerah kabupaten/Kota
dikembalikan kepala desa, kecuali yang sudah digunakan untuk fasilitas umum.
6. Bangunan milik desa harus dilengkapi dengan bukti status kepemilikan dan ditatausahakan
secara tertib.
Dari hal tersebut berdasarkan ketentuan Pasal 76 UU Nomor 6 Tahun 2014 dapat ditarik
pemahaman bahwa meskipun pemerintah desa merupakan organisasi pemerintahan local semu,
tetapi pengaturan mengenai kepemilikan kekayaannya desanya mirip seperti pengaturan
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA
4. a. Adapun menurut Koontz (1996:209), agar pengawasan berjalan efektif memerlukan syarat-
syarat atau pengendalian yang baik antara lain harus:
disesuaikan dengan perencanaan dan kedudukan.
bersifat objektif.
mudah disesuaikan.
sesuai dengan suasana organisasi.
murah dan ekonomis.
dapat menghasilkan tindakan korektif.
Jenis-jenis pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah Desa kepada masyarakat berdasarkan jenis
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Desa. Seperti telah dijelaskan pada modul
sebelumnya bahwa kewenangan desa menurut UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan PP
Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
mencakup:
memberikan pelayanan dasar semakin menurun karena biasanya diambil alih oleh
pemerintah supradesa. Sebaliknya, pada desa-desa tradisional fungsi pemberian pelayanan
dasar tersebut masih cukup dominan
Pelayanan administrasi, baik yang berasal dari kewenangan asal-usul desa maupun yang
berasal dari penyerahan pengaturan urusan kabupaten/kota, terdiri dari:
a. Pelayanan perizinan, antara lain pemberian rekomendası izin mendirikan bangunan
(IMB) untuk rumah desa yang sederhana. pengelolaan irigasi skala desa, dan
sebagainya, apabila kewenangannya diserahkan pengaturannya kepada desa.
b. Pelayanan nonperizinan, antara lain pemberian rekomendasi seperti rekomendasi
pemberian izin pengelolaan bahan galian C. rekomendasi pemberian izin
pembangunan tenaga listrik yang baru skala kecil, rekomendasi pemberian izin
pembukaan pertambangan rakyat di desa, pemberian surat keterangan seperti surat
keterangan warga miskin, dan sebagainya.
c. Pendataan, antara lain pendataan warga buta huruf, pendataan penyandang cacat
dan masalah sosial, registrasi kependudukan, dan lain-lain.
d. Pelayanan administrasi yang dijalankan oleh pemerintah desa sebagian besar
berasal dari penugasan pemerintah supradesa.Pelayanan administrasi yang
sungguh-sungguh berasal dari hak asal usul desa dapat dikatakan sudah sangat
terbatas, karena sebagian besar sudah diambil alih oleh pemerintah supradesa dan
dibuatkan sistem yang bersifat nasional.
Pelayanan sosial, antara lain pembinaan terhadap masyarakat lokal adat, fasilitasi
pengurusan orang terlantar, penanggulangan bencana alam skala desa, dan sebagainya.
Pada masyarakat desa yang masih bercorak paguyuban, pelayanan sosial oleh pemerintah
desa masih cukup dominan, sebagai cerminan dari rasa setiakawan yang tinggi. Sedangkan
pada masyarakat desa yang bercorak patembayan, pelayanan sosial relatif terbatas karena
umumnya sudah diambil alih oleh birokrasi dari pemerintah supradesa.
Pelayanan lainnya, berbentuk penyediaan barang dan atau jasa karena adanya penugasan
sewaktu-waktu dari pemerintah supradesa, yang jenis dan frekuensinya sulit untuk
diprediksi secara tepat. Contohnya membantu memberikan pelayanan dalam pembagian
beras untuk rakyat miskin (Raskin), pembagian bantuan tunai langsung (BLT),bantuan
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA
pelaksanaan konversi minyak tanah ke gas di tingkat desa, dan lain sebagainya. Jenis
pelayanan ini baik kualitas dan kuantitasnya sulit diukur karena datangnya tiba-tiba, tanpa
ada pemberitahuan yang cukup. Pemerintah desa sering kali harus menanggung beban
biaya tanpa ada kemampuan untuk menolaknya.
Pada masa lalu,pengisian jabatan kepala desa atau nama lainnya yang sejenis di tanah
Nusantara tidak dilakukan dengan cara pemilihan maupun pengangkatan oleh pejabat
berwenang, tetapi didasarkan pada garis keturunan para pendiri desa, para ketua adat
atau kepala suku. Sebagai contoh, beberapa kampung di Papua pengisian jabatan
kepala kampungnya tidak dilakukan melalui pemilihan, melainkan berdasarkan garis
keturunan kepala suku setempat. Mereka juga menduduki jabatan kepala kampung
seumur hidup, dan kemudian diwariskan kepada keturunannya.
Kehadiran UU Nomor 6 Tahun 2014 yang membedakan adanya desa (administratif) dan
desa adat memperteguh sesanti Bhineka Tunggal Ika, karena kenyataannya Desa di
Indonesia memang sangat bervariasi. Dinamika pemilihan kepala desa selama ini telah
meramaikan wacana akademik di Indonesia. Meskipun pengaruh kepemimpinan kepala
desa sifatnya terbatas, tetapi karena jumlah desa di Indonesia pada bulan Januari tahun
2015 lebih dari 74.000 desa, maka dampak dari pemilihan kepala desa terhadap iklim
politik nasional cukup signifikan. Dengan masa jabatan enam tahun, maka setiap
tahunnya di Indonesia ada sekitar 12.300 peristiwa pemilihan kepala desa. Ada beberapa
buku yang mengulas secara mendalam mengenai pemilihan kepala desa antara lain
suntingan Sartono kartodirdjo (1990) yang berjudul "Pesta Demokrasi di Pedesaan Studi
Kasus Pemilihan Kepala Desa di Jawa Tengah dan DIY. Dalam kata pengantarnya,
Sartono (1990: ix) mengemukakan bahwa: "Transformasi struktural telah mengakibatkan
diferensiasi kelompok beserta kepemimpinannya. Dengan demikian lembaga lembaga
sosial baru bersilangan dengan jaringan hubungan patron-client. Di samping itu
kepemimpinan polimorfik kepala desa berkembang ke arah bentuk monomorfik".
Buku lainnya misalnya tulisan Wasistiono (1992) dengan judul "Kepala Desa dan
Dinamika Pemilihannya", menganalisis peristiwa pemilihan kepala desa pada 134 desa di
Jawa Barat. Dari penelitian tersebut, oleh Sadu Wasistiono (1992: 118-119)
menyampaikan enam kesimpulan sebagai berikut.
Jabatan kepala desa sangat diminati oleh anggota masyarakat yang berpendidikan
SD, sedangkan yang berpendidikan menengah ke atas belum begitu berminat
karena imbalan yang akan diterima sebagai kepala desa tidak seimbang dengan
beban tugasnya.
Faktor utama seseorang mencalonkan diri menjadi kepala desa adalah karena
adanya dorongan dari luar (keluarga, kenalan serta kelompok yang ada di sekitar
calon). Penghasilan (motif ekonomi), dan penghargaan dari masyarakat (motif
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA
sosial) setelah menduduki jabatan kepala desa bukan lagi menjadi daya tarik
utama, kecuali untuk beberapa daerah tertentu.
Terdapat kecenderungan pergeseran penilaian terhadap kedudukan kepala desa,
tetapi wujudnya belum nampak secara nyata. Kepala desa bukan lagi merupakan
pusat orientasi kegiatan masyarakat desa. Hal semacam itu semakin terlihat pada
desa-desa di perbatasan kota besar. Pergeseran nilai tersebut berpengaruh pada
karakteristik calon kepala desa yang diinginkan oleh masyarakat pemilih. Mereka
menginginkan calon yang berpendidikan, kaya dan berpengaruh, jadi bukan yang
berpengaruh semata-mata.
Berbagai masalah yang timbul berkaitan dengan pemilihan kepala desa bukan
disebabkan oleh sistem hukum yang mengaturnya, melainkan lebih banyak
disebabkan oleh manusia yang menjalankan sistemnya.
Penyebab munculnya masalah pemilihan kepala desa ialah adanya perbedaan
persepsi dan kepentingan antara masyarakat desa dengan pemerintah supradesa.
Biaya pemilihan kepala desa sebagian besar ditanggung oleh bakal calon kepala
desa. Kalaupun ada bantuan dari pemerintah supradesa, jumlahnya relatif
terbatas. Konsekuensi logisnya hanya orang yang mampu dari segi materi saja
yang dapat mencalonkan diri menjadi kepala desa. Keadaan seperti ini membuka
peluang terjadinya berbagai praktek pemilihan kepala desa yang tidak jujur.
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA