Petunjuk
1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini.
2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS TERBUKA
BUKU JAWABAN UJIAN
UNIVERSITAS TERBUKA
Surat Pernyataan
Mahasiswa Kejujuran
Akademik
1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi THE
pada laman https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam pengerjaan
soal ujian UAS THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya sebagai
pekerjaan saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai
dengan aturan akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan tidak
melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS THE melalui media
apapun, serta tindakan tidak terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan akademik
Universitas Terbuka.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat
pelanggaran atas pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi
akademik yang ditetapkan oleh Universitas Terbuka.
Surabaya, 31 Desember 2021
Yang Membuat Pernyataan
Rahmat Hidayat
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA
1. Sumber utama kebijakan umum yang mendasari pembentukan dan penyelenggaraan pemerintahan di
daerah adalah pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 berdasarkan perubahan kedua tahun 2000. Dengan
mengkaji Pasal 18 UUD 1945 hasil amandemen tersebut, Bagir Manan (2001) menyatakan bahwa telah
terjadi perubahan sangat mendasar berkenaan dengan struktur maupun substansinya. Secara struktur,
Pasal 18 yang tadinya hanya satu pasal menjadi tiga pasal. Terjadi penggantian yang menyeluruh
termasuk penjelasannya. Jadi, sekarang ini yang menjadi dasar konstitusional bagi penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah adalah Pasal 18, Pasal 18A dan Pasal 18B. Sementara itu, secara substansi, Bagir
menjelaskan, baik secara konseptual maupun hukum, pasal-pasal baru tentang Pemerintahan Daerah
dalam UUD’45 memuat berbagai paradigma baru dan arah politik pemerintahan yang baru pula, yaitu
sebagai berikut:
a.Prinsip Daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan [Pasal 18 ayat (2)].
b.Prinsip menjalankan otonomi seluas-luasnya [Pasal 18 ayat (5)].
c. Prinsip kekhususan dan keragaman daerah [Pasal 18A, ayat (1)].
d.Prinsip mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya
[Pasal 18B, ayat (2)].
e.Prinsip mengakui dan menghormati Pemerintahan Daerah yang bersifat khusus dan istimewa [Pasal
18B, ayat (1)].
f. Prinsip badan perwakilan dipilih langsung dalam suatu pemilihan umum [Pasal 18 ayat (3)].
g.Prinsip hubungan pusat dan daerah harus dilaksanakan secara selaras dan adil [Pasal 18A ayat (2)].
4. Menyangkut dengan hakikat hubungan wakil dengan yang diwakili ada beberapa teori yang menjelaskan
tentang hal ini, yaitu:
1. Teori Mandat
Seorang wakil dianggap duduk di lembaga Perwakilan karena mendapat mandat dari rakyat sehingga
disebut mandataris. Yang memberikan teori ini dipelopori oleh Rousseau dan diperkuat oleh Petion.
Teori mandat ini dapat dibagi menjadi tiga kelompok pendapat.
a. Mandat Imperatif, menurut teori ini bahwa seorang wakil yang bertindak di lembaga perwakilan harus
sesuai dengan perintah (instruksi) yang diberikan oleh yang diwakilinya. Si wakil tidak boleh bertindak
di luar perintah, sedangkan kalau ada hal-hal atau masalah/persoalan baru yang tidak terdapat dalam
perintah tersebut maka sang wakil harus mendapat perintah baru dari yang diwakilinya. Dengan
demikian, berarti akan menghambat tugas perwakilan tersebut, akibatnya lahir teori mandat baru
yang disebut mandat bebas.
b. Mandat Bebas, teori ini berpendapat bahwa sang wakil dapat bertindak tanpa tergantung pada
perintah (instruksi) dari yang diwakilinya.Menurut teori ini sang wakil adalah merupakan orang-orang
yang terpercaya dan terpilih serta memiliki kesadaran hukum dari masyarakat yang diwakilinya
sehingga sang wakil dimungkinkan dapat bertindak atas nama mereka yang diwakilinya. Ajaran ini
dipelopori oleh Abbe Sieyes di Perancis dan Block Stone di Inggris. Dalam perkembangan
selanjutnya teori ini berkembang menjadi teori Mandat Representatif.
c. Mandat Representatif, teori ini mengatakan bahwa sang wakil dianggap bergabung dalam lembaga
perwakilan, di mana yang diwakili memilih dan memberikan mandat pada lembaga perwakilan,
sehingga sang wakil sebagai individu tidak ada hubungan dengan pemilihnya apalagi untuk minta
pertanggungjawabannya. Hal yang bertanggung jawab justru adalah lembaga perwakilan kepada
rakyat pemilihnya.
2. Teori Organ
Ajaran ini lahir di Prancis sebagai rasa ketidakpuasan terhadap ajaran teori mandat. Para sarjana
mencari dan membuat ajaran/teori baru dalam hal hubungan antara wakil dengan yang diwakilinya.
Teori Organ diungkapkan oleh Von Gierke (Jerman), bahwa negara merupakan satu organisme yang
mempunyai alat-alat perlengkapannya seperti: eksekutif, parlemen dan rakyat, yang semuanya itu
mempunyai fungsinya sendiri-sendiri namun antara satu dengan lainnya saling berkepentingan.
Dengan demikian, setelah rakyat memilih lembaga perwakilan mereka tidak perlu lagi mencampuri
lembaga perwakilan tersebut dan lembaga ini bebas menjalankan fungsinya sesuai dengan
kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar.
3.Teori Sosiologi
Ajaran ini menganggap bahwa lembaga perwakilan bukan merupakan bangunan politis, akan tetapi
merupakan bangunan masyarakat (sosial). Para pemilih akan memilih wakil-wakilnya yang dianggap
benar-benar ahli dalam bidang kenegaraan yang akan bersungguh-sungguh membela kepentingan
para pemilih. Sehingga lembaga perwakilan yang terbentuk itu terdiri dari golongan-golongan dan
kepentingan yang ada dalam masyarakat. Artinya bahwa lembaga perwakilan itu tercermin dari lapisan
masyarakat yang ada. Hal yang membahas teori ini dipelopori oleh Rieker.