Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS

PADA NY. E DENGAN P3303 PRE-EKLAMSIA BERAT DI RUANG GAYATRI

RSUD DR. WAHIDIN SUDIRO HUSODO KOTA MOJOKERTO

Disusun oleh :

NUR LAILI HIDAYATI

NIM : 202103111

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA SEHAT PPNI KABUPATEN

MOJOKERTO

2021
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Nur Laili Hidayati

NIM : 202103111

Judul Askep : Asuhan Keperawatan Maternitas Ny. E dengan P3303, Post SC hari
ke-1 dengan indikasi Pre-Eklampsia Berat +Riwayat CVA

Tanggal :

Mahasiswa

Nur Laili Hidayati


NIM : 202103133

Pembimbing Institusi Pembimbing Lahan

Dr. Indah Lestari, S.Kep.Ns.,M.Kes Nia Sujarwati,S.Tr Keb


NIK : 162 601 021 NIP : 19820517 200501 2 014

Mengetahui,

Kepala Ruangan

Nila Triayu, SST


NIP : 1980315 200501 2 010
BAB 1

LAPORAN PENDAHULUAN PRE EKLAMSI

1.1 Definisi PEB


Pre-eklampsia merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh
kehamilan. Definisi pre-eklampsia adalah hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat
kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu bila terjadi penyakit trofoblastik (Rachimhadi,
2006).

Pre-eklampsia merupakan suatu sindrom spesifik kehamilan dengan penurunan perfusi


pada organ-organ akibat vasopasme dan aktivasi endotel. Proteinuria adalah tanda yang
penting dari pre-eklampsia (William, 2005). Menurut (Haryani, 2014) Pre-eklampsia dapat
disebut sebagai hipertensi yang diinduksi kehamilan atau penyakit hipertensi akut pada
kehamilan. Pre-eklampsia tidak semata-mata terjadi pada wanita muda pada kehamilan
pertamanya. Pre-eklampsia ini paling sering terjadi selama trimester terakhir kehamilan.

Pre-eklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin, dan
nifas yang terdiri dari hipertensi, edema, dan proteinuria tetapi tidak menunjukkan tanda-
tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul
setelah kehamilan berusia 28 minggu atau lebih (Nanda, 2012).

Pre-eklampsia disebut berat jika tekanan darah sistolik 160 mmHg atau lebih, dan atau
diastolik 110 mmHg atau lebih, diukur 2 kali dengan jarak waktu sekurang-kurangnya 6 jam
dan pasien dalam keadaan istirahat, proteinuria 5 gram atau lebih dalam 24 jam, oliguri,
gangguan serebral atau gangguan penglihatan, edema paru atau sianosis.

1.2 Etiologi PEB


1. Bertambahnya frekuensi pada primigraviditas
2. Kehamilan ganda
3. Hidramnion, dan mola hidatidosa
4. Bertambahnya frekuensi yang makin tuanya kehamilan
5. Mempunyai dasar penyakit vaskuler (Hipertensi atau Diabetes Mellitus)
6. Mempunyai riwayat preeklampsia pada keluarganya
Beberapa faktor yang berkaitan dengan terjadinya pre-eklampsia adalah :

1. Faktor Trofoblast
Semakin banyak jumlah trofoblast semakin besar kemungkinan
terjadinya pre-eklampsia. Ini terlihat pada kehamilan gemeli dan
molahidatidosa. Teori ini di dukung pula dengan adanya kenyataan bahwa
keadaan pre-eklampsia membaik setelah plasenta lahir.
2. Faktor Imunologik
Pada kehamilan pertama pembentukan “Blocking Antibodies” terhadap
antigen plasenta tidak sempurna, sehingga timbul respons imun yang tidak
menguntungkan terhadap Histikompatibilitas Plasenta. Pada kehamilan
berikutnya, pembentukan “Blocking Antibodies” akan lebih banyak akibat
respon imunitas pada kehamilan sebelumnya, seperti respon imunisasi.
3. Faktor Hormonal
Penurunan hormon progesteron menyebabkan penurunan Aldosteron
antagonis, sehingga menimbulkan kenaikan relative aldosteron yang
menyebabkan retensi air dan natrium, sehingga terjadi hipertensi dan edema
4. Faktor Genetik
Menunjukkan kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklampsia,
serta peran renin-angiotensin-aldosteron-system (RAAS) dimana enzim renin
merupakan enzim yang dihasilkan oleh ginjal dan berfungsi untuk
meningkatkan tekanan darah bekerja sama dengan hormon aldosteron dan
angiotensin lalu membentuk sistem.

1.3 Manisfestasi Klinis


1. Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg
diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan
yang sama
2. Trombositopenia : trombosit <100.000/mikroliter
3. Nyeri di daerah epigastrik/regio kanan atas abdomen
4. Edema paru
5. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus.
6. Oligohidramnion
1.4 Patofisiologi
Pada preeklampsia terjadi spasme pembuluh darah yang disertai dengan retensi air dan
garam. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat anteriola glomerulus. Pada beberapa
kasus, lumen anteriola sedemikian sempitnya sehingga nyata dilalui oleh satu sel darah
merah. Jadi jika semua anteriola di dalam tubuh mengalami spasme maka tekanan darah akan
naik, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer agar oksigen jaringan dapat
dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air
yang berlebihan dalam ruangan interstisial belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi
air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme anteriola sehingga terjadi perubahan
pada glomerulus.

Vasokontriksi merupakan dasar patogenesis preeklampsia yang dapat menimbulkan


peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan hipertensi. Adanya vasokontriksi juga
akan menimbulkan hipoksia pada endotel setempat, sehingga terjadi kerusakan endotel,
kebocoran anteriola disertai perdarahan mikro tempat endotel.

Pada preeklampsia serum antioksidan kadarnya menurun dan plasenta menjadi sumber
terjadinya peroksidase lemak. Sedangkan pada wanita hamil normal, serumnya mengandung
transferin, ion tembaga dan sulfhidril yang berperan sebagai antioksidan yang cukup kuat.
Peroksidase lemak ini akan sampai kesemua komponen sel yang dilewati termasuk sel-sel
endotel tersebut. Rusaknya sel-sel endotel tersebut akan mengakibatkan antara lain : adhesi
dan agregasi trombosit, gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma, terlepasnya
enzim lisosom, thromboksan dan serotonin sebagai akibat rusaknya trombosit. Produksi
tetrasiklin terhenti, terganggunya keseimbangan prostasiklin dan tromboksan, terjadi hipoksia
plasenta akibat konsumsi oksigen dan peroksidase lemak.
1.5 Pathway
1.6 Komplikasi
Menurut (Marianti, 2017) Komplikasi yang terberat dari pre-eklampsia adalah kematian
ibu dan janin, namun beberapa komplikasi yang dapat terjadi baik pada ibu maupun janin
adalah sebagai berikut :

1.6.1 Bagi Ibu


a. Sindrom HELLP (Haemolysis, elevated liver enzymes, and low platelet count),
adalah sindrom rusaknya sel darah merah, meningkatnya enzim liver, dan
rendahnya jumlah trombosit.
b. Eklamsia, preeklampsia bisa berkembang menjadi eklampsia yang ditandai
dengan kejang-kejang.
c. Penyakit kardivaskuler, risiko terkena penyakit yang berhubungan dengan
fungsi jantung dan pembuluh darah akan meningkat jika mempunyai riwayat
pre-eklampsia.
d. Kegagalan organ, pre-eklampsia bisa menyebabkan disfungsi beberapa organ
seperti, paru, ginjal, dan hati.
e. Gangguan pembekuan darah, komplikasi yang timbul dapat berupa perdarahan
karena kurangnya protein yang diperlukan untuk pembekuan darah atau
sebaliknya, terjadi penggumpalan darah yang menyebar karena protein tersebut
terlalu aktif.
f. Solusio plasenta, lepasnya plasenta dari dinding rahim sebelum kelahiran dapat
mengakibatkan perdarahan serius dan kerusakan plasenta, yang akan
membahayakan keselamatan wanita hamil dan janin.
g. Stroke hemoragik, kondisi ini ditandai dengan pecahnya pembuluh darah otak
akibat tingginya tekanan di dalam pembuluh tersebut. Ketika seseorang
mengalami perdarahan di otak, sel-sel otak akan mengalami kerusakan karena
adanya penekanan dari gumpalan darah, dan juga tidak mendapatkan pasokan
oksigen akibat terputusnya aliran darah, kondisi inilah yang menyebabkan
kerusakan otak atau bahkan kematian.

1.6.2 Bagi Janin


a. Prematuritas
b. Kematian Janin
c. Terhambatnya pertumbuhan janin
d. Asfiksia Neonatorum
1.7 Pemeriksaan Penunjang
1.7.1 Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah :
a) Penurunan hemoglobin (kadar normal hemoglobin untuk wanita hamil
adalah 12-14 gr%)
b) Hematokrit meningkat (37-43 vol%)
c) Trombosit menurun (150-450 ribu/mm3)
b. Urinalisis
Ditemukan protein dalam urine
c. Pemeriksaan fungsi hati
a) Bilirubin meningkat (N=<1 mg/dl)
b) LDH (Laktat dehidrogenase) meningkat
c) Aspartat aminomtransferase (AST >60 ul)
d) Serum glutamat pirufat transaminase (SGPT) meningkat (N=<31 u/l)
e) Serum glutamat oxaloacetic transaminase (SGOT) meningkat (N=<31
u/l)
f) Tes kimia darah
Asam urat meningkat (N=2,4-2,7 mg/dl)

1.7.2 Radiologi
a. Ultrasonografi
Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus. Pernafasan intrauterus
lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan ketuban sedikit.
b. Kardiotografi
Diketahui denyut jantung janin lemah.

1.8 Penatalaksanaan
1) Tirah baring miring ke satu posisi
2) Monitor tanda-tanda vital, refleks dan DJJ
3) Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah karbohidrat lemak dan garam
4) Pemenuhan kebutuhan cairan : jika jumlah urine < 30 ml/jam pemberian cairan
infus RL 60-125 ml/jam
5) Pemberian obat-obatan sedative, anti hipertensi dan diuretik
6) Monitor keadaan janin (aminoscopy, ultrasonografi)
7) Monitor tanda-tanda kelahiran persiapan kelahiran dengan induksi partus pada
usia kehamilan diatas 37 minggu.
BAB 2

LAPORAN PENDAHULUAN SECTIO CAESAREA

2.1 Pengertian

Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu

insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh

serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009). Sedangkan menurut (Gulardi &

Wiknjosastro, 2006) Sectio caesarea adalah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat

badan di atas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh, dan menurut

(Mansjoer,2002) Sectio caesarea ialah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka

dinding parut dan dinding rahim.

2.2 Jenis-jenis SC

a. Sectio caeasarea transperitonealis profunda

Sectio caeasarea transperitonealis profunda dengan insisi di segmen bawah

uterus. Insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau memanjang.

Keunggulan pembedahan ini :

1. Perdarahan luka insisi tidak seberapa banyak

2. Bahaya peritonitis tidak besar

3. Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian hari

tidak besar karena pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak

mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih

sempurna.

b. Sectio caesarea korporal / klasik Pada Sectio caesarea korporal / klasik ini di

buat kepada korpus uteri, pembedahan ini yang agak mudah dilakukan, hanya di
selenggarakan apabila ada halangan untuk melakukan sectio caesarea

transperitonealis profunda. Insisi memanjang pada segmen uterus.

c. Sectio caesarea ekstra peritoneal Sectio ceasarea ekstra peritoneal dahulu

dilakukan untuk mengurangi bahaya injeksi peroral akan tetapi dengan

kemajuan pengobatan tehadap injeksi pembedahan ini sekarang tidak banyak

lagi dilakukan. Rongga peritoneum tak dibuka, dilakukan pada pasien infeksi

uteri berat.

d. Sectio caesarea hysteroctomi Setelah sectio caesarea, dilakukan hysteroktomy

dengan indikasi :

1. Atonia uteri

2. Plasenta accrete

3. Myoma uteri

4. Infeksi intra uteri berat

2.3 Etiologi

Menurut Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri

iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah

fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram> Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas

dapat diuraikan beberapa penyebab sectio sebagai berikut :

a. CPD (Chepalo Pelvik Dispropotion) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak

sesuai dengan ukuran kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat

melahirkan secara normal. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa

tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus

dilalau oleh janin ketika akan lahir secara normal. Bentuk panggul yang

menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan

kesulitan dalam proses persalinan normal sehingga harus dilakukan tindakan


operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul

menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.

b. PEB (Pre-Eklamasi Berat) adalah kesatuan penyakit yang langsung disebabkan

oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan

infeksi, preeklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternatal dan

perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini

amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut

menjadi eklamsi.

c. KDP ( Ketuban Pecah Dini ) adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda

persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartus. Sebagian besar ketuban

pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu.

d. Bayi kembar, tak selamanya bayi kembar dilahirkan secara sectio caesarea. Hal

ini karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih

tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat

mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan

secara normal.

e. Faktor hambatan jalan lahir, adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan

lahir yang tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan

bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.

f. Kelainan Letak Janin

1. Kelainan pada letak kepala

 Letak kepala tengadah, bagian terbawah adalah puncak kepala, pada

pemerikasaan dalam teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya

kelainan panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati,

kerusakan dasar panggul.


 Presentasi muka, letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian

kepala yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi,

kira-kira 0,27-0,5 %.

 Presentasi dahi, posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada

pada posisi terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu,

biasnya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak

belakang kepala.

2. Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang

dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum

uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong,

presentasi bokong kaki sempurna, presentasi bokong tidak sempurna dan

presentasi kaki.

2.4 Manifestasi klinis

Menurut Saifuddin (2002), manifestasi klinis terbagi atas 4 bagian yaitu :

a. Pusing

b. Mual muntah

c. Nyeri sekitar luka operasi

d. Peristaltic usus menurun

2.5 Patofisiologi

Sectio caesarea merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500

gram dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan sc

yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa dll,

untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan janin lintang setelah
dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik aspek kognitif berupa kurang

pengetahuan. Akibat kurang informasi dari aspek fisiologis yaitu produk oxitosin yang tidak

adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi

post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka

dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah satu utama karena insisi yang mengakibatkan

gangguan rasa nyaman. Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa

bersifat regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin

maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnou yang

tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya

anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak

yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret

yang berlebihan karena kerja otot nafas silia yang menutup. Anastesi ini juga mempengaruhi

saluran pencarnaan dengan menurunkan mobilitas usus. Seperti yang telah diketahui setelah

makanan masuk lambung akan terjadi proses penghancur dengan bantuan peristaltik usus.

Kemudian diserap untuk metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari

mortilitas yang menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan

menumpung dan karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sengat motilitas yang

menurun juga berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi (Saifuddin, Mansjoer

& Prawirohardjo, 2002).

2.6 Komplikasi

Menurut Cunningham (2006) yang sering terjadi pada ibu SC :

a. Infeksi puerperial :

kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas

b. Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan cabang-

cabang arteri ikut terbuka atau karena atonia uteri.


c. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing, embolisme

paru yang sangat jarang terjadi.

d. Kurang kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya

bisa terjadi ruptur.

2.7 Penatalaksanaan

Menurut Cunningham (2006) penatalaksanaan klien post Sectio Caesarea ialah :

A. Keperawatan

1. Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama,

kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15

menit sampai sadar.

2. Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi

3. Transfusi darah jika perlu

4. Jika tanda vital dan hematikrit turun walau diberikan transfusi, segera

kembalikan ke kamar bedah kemungkinanan terjadi perdarahan pasca bedah.

5. Diet Pemberian cairan per infus biasanya dihentikan setelah penderita flatus

lalu di mulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian

minuman dengan jumlah yang sedikit sudah bleh dilakukan pada 6-10 jam

pasca operasi, berupa air putih dan air teh.

6. Mobilisasi

 Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6-10 jam setelah operasi

 Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang

sedini mungkin setelah sadar.

 Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukan selama 5 menit dan

diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.


 Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah

duduk (semifowler).

 Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan

belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan

sendiri pada hari ke-3 smapai hari ke-5 pasca operasi.

7. Pembalutan dan perawatan luka

Anda mungkin juga menyukai