Nur Amalia Alif P062201025 Proposal
Nur Amalia Alif P062201025 Proposal
Diajukan Oleh
P062201025
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
Diajukan Oleh
NUR AMALIA ALIF
P062201025
Telah diperiksa dan dinyatakan memenuhi syarat untuk melaksanakan seminar usul penelitian
Makassar, 10/Maret/2022
Komisi Penasehat
Ketua Anggota
Sekolah Pascasarjana
Universitas Hasanuddin
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………………….i
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………………………………ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………….iii
BABI PENDAHULUAN……………………………………………………………………..1
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………..23
BAB I
PENDAHULUAN
Fibrosis paru adalah kelainan berupa terbentuknya jaringan parut (scar) yang melibatkan
infiltrasi sel inflamasi, proliferasi fibroblas, reactive oxygen species (ROS) serta penumpukan
matriks ekstra selular yang berlebihan kejaringan parenkim paru dan dapat menyebabkan
gangguan fungsi paru (Zhao, et al. 2020). Fibrosis paru dan dapat menyebabkan penyakit paru
restriktif yang berat dan gagal napas. Fibrosis paru disebabkan oleh inflamasi, trauma, idiopatik
seperti pneumonia, efusi pleura, empiema, tuberkulosis, asbestosis, interstitial lung
disease/idiopathicpulmonary fibrosis, obat golongan ergot, sitotoksik, radiasi dan
pascakemoterapi. Selain itu penyakit jaringan ikat sistemik, hemotoraks dan pascatorakotomi
juga sering menjadi penyebab fibrosis (Salem, Nahla and Eman M 2014).
Fibrosis paru-paru (LF) adalah penyakit paru-paru kronis dan progresif yang ditandai dengan
peradangan dan perkembangan deposisi matriks ekstraseluler yang berlebihan yang berpuncak
pada hilangnya fungsi paru-paru yang ireversibel (Degryse, et al. 2010). Data yang diperoleh
oleh yayasan fibrosis paru memperkirakan bahwa fibrosis paru mempengaruhi 1 dari 200 orang
dewasa di atas usia 65 tahun di AS. Sekitar 50.000 kasus baru didiagnosis setiap tahun dan
sebanyak 40.000 orang Amerika meninggal karena LF setiap tahun. Episode inflamasi pada
pasien fibrotik terkait dengan perkembangan penyakit, sementara penelitian lain mengaitkan
perkembangan penyakit dengan kapasitas sel epitel yang berasal dari miofibroblas, sehingga
menginduksi proliferasi dan aktivasi fibroblas. Selain itu, fibroblas yang teraktivasi
menghasilkan banyak sitokin dan kolagen yang berkontribusi pada remodeling paru (Brochetti,
et al. 2017)
Masalah terbesar LF (Lung fibrosis) adalah pengobatan yang tidak efektif. Setiap pengobatan
telah menunjukkan efek positif dalam stabilisasi penyakit atau dalam peningkatan kualitas hidup.
Lini pertama terapi farmakologis didasarkan pada anti-inflamasi. Dengan demikian,
antiinflamasi steroid, seperti kortikosteroid, digunakan karena mekanisme kerjanya yang luas
(Brochetti, et al. 2017).
Studi (Cordeiro and Hincke 2011) menyatakan dalam penelitiannya bahwa cangkang telur
mengandung kalsium karbonat (CaCO3) yang tinggi ,sedangkan (Febrianti and Siska 2020) dan
(Pittas, et al. 2007) menyebutkan bahwa kalsium karbonat memiliki daya anti inflamasi dengan
mengurangi sitokin pro inflamasi,didukung oleh penelitian (Vuong, et al. 2017) yg menyebutkan
bahwa cangkang telur menekan peradangan dengan meningkatkan sekresi sitokin anti-inflamasi
IL-10 sementara fraksi karbohidrat mengurangi sekresi sitokin pro-inflamasi IL-1β dan IL-
6.Juga, fosforilasi dari subunit p65 dan p50 dari faktor nuklir-κB, serta lokalisasi nuklir.
Studi yang dilakukan oleh (Lucarini, et al. 2020) mengenai Efek senyawa hibrida NSAID
dalam peradangan dan fibrosis paru yang memiliki efek anti-inflamasi dan anti-fibrotik yang
tinggi pada model tikus dari fibrosis paru yang diinduksi bleomisin, dengan menghambat
produksi sitokin pro-inflamasi dan pro-fibrotik menjadikannya obat anti-inflamasi yang inovatif
dengan mode aksi ganda dan efek samping yang berkurang. Penelitian tersebut Sejalan dengan
beberapa peneliti yang membahas mengenai penggunaan terapi anti-inflamasi untuk pengobatan
fibrosis paru di antaranya oleh (Nichols et al.,2008) yang menyatakan bahwa di antara terapi
yang terbukti, beberapa penelitian pada hewan dan manusia mendukung penggunaan ibuprofen
sebagai terapi kronis untuk penyakit paru-paru CF dimana ibuprofen menghambat migrasi
neutrofil ke paru-paru tanpa memperburuk infeksi.
Bleomycin adalah agen kemoterapi yang diketahui menyebabkan fibrosis paru sebagai efek
samping yang jarang terjadi pada manusia yang menjalani terapi dengan agen ini untuk kanker.
Bleomisin menyebabkan kerusakan oksidatif pada deoksiribosa timidilat dan nukleotida lain
yang menyebabkan pemutusan rantai tunggal dan ganda pada DNA, yang menyebabkan cedera
paru (Lucarini, et al. 2020).
Menurut Tantawy & Abeer.,(2019) menyatakan bahwa membrane cangkang telur memiliki
Efek anti-fibrotik,Sedangkan Penelitian oleh (Ruff and Dale P 2014) menyatakan dengan
pemberian suplementasi oral membrane cangkang telur secara efektif menghasilkan pengurangan
sitokin pro inflamasi pada tikus.
Peningkatan produksi telur di dunia dari 2009 hingga 2019 diamati (lebih dari 30%) dan
Pada tahun 2008, produksi telur di negara-negara Uni Eropa berada di urutan kedua dengan lebih
dari 6,5 juta ton, antara Cina di tempat pertama dan Amerika Serikat di tempat ketiga. Di
Polandia, konsumsi rata-rata tahunan telur ayam lebih dari 200 unit per kapita. Tidak hanya
konsumsi telur yang tinggi tetapi juga dari tempat penetasan, industri rumah tangga dan makanan
berkontribusi pada tingginya jumlah cangkang telur sebagai limbah. Berat kulit telur sekitar 9-
12% dari total berat telur Cangkang telur ini dapat menjadi ancaman pencemaran lingkungan jika
tidak dimanfaatkan dan hanya menjadi limbah (Arnold, Yolanda Victoria and Anna 2021).
Berdasarkan uraian diatas menunjukkan bahwa pemanfaatan limbah cangkang telur yang
mengandung kalsium karbonat yang tinggi dengan sifat antiinflamasi dan antifibrotiknya dapat
di terapkan dalam penanganan fibrosis paru. Oleh karna itu perlu dilakukan penelitian mengenai
efek pemberian suspensi cangkang telur terhadap tikus wistar model fibrosis paru dengan
melihat histology paru dan efek antiinflamsi yang terjadi pada tikus wistar model fibrosis paru.
a. Bagaimana efek pemberian suspensi cangkang telur ayam terhadap gambaran hisologi
pada paru tikus model yang mengalami fibrosis akibat pemberian bleomisin?
b. Bagaimana efek antiinflamasi pemberian suspensi cangkang telur ayam pada paru tikus
model yang mengalami fibrosis akibat pemberian bleomisin?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Tentang Fibrosis Paru
2.1.2 Epidemologi
Fibrosis paru-paru (LF) adalah penyakit paru-paru kronis dan progresif yang ditandai
dengan peradangan dan perkembangan deposisi matriks ekstraseluler yang berlebihan yang
berpuncak pada hilangnya fungsi paru-paru yang ireversibel (Degryse, et al. 2010). Data yang
diperoleh oleh yayasan fibrosis paru memperkirakan bahwa fibrosis paru mempengaruhi 1 dari
200 orang dewasa di atas usia 65 tahun di AS. Sekitar 50.000 kasus baru didiagnosis setiap tahun
dan sebanyak 40.000 orang Amerika meninggal karena LF setiap tahun. Episode inflamasi pada
pasien fibrotik terkait dengan perkembangan penyakit, sementara penelitian lain mengaitkan
perkembangan penyakit dengan kapasitas sel epitel yang berasal dari miofibroblas, sehingga
menginduksi proliferasi dan aktivasi fibroblas. Selain itu, fibroblas yang teraktivasi
menghasilkan banyak sitokin dan kolagen yang berkontribusi pada remodeling paru (Brochetti,
et al. 2017).
Fibrosis paru adalah stadium akhir dari sekelompok penyakit kronis yang dikategorikan
sebagai pneumonia interstisial idiopatik.. Peningkatan jumlah orang yang terkena fibrosis paru di
seluruh dunia, dengan meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas. Beberapa faktor, termasuk
faktor pertumbuhan transformasi (TGF)-b1, faktor pertumbuhan jaringan ikat (CTGF), faktor
pertumbuhan yang diturunkan dari trombosit (PDGF), sitokin inflamasi, kemokin (motif CC )
ligan 2/monosit chemo atraktan protein-1 (CCL2) (Salem, Nahla and Eman M 2014).
2.1.3 Etiologi
Sejumlah sitokin telah terbukti merangsang kejadian fibrotik dan termasuk TGF-β, faktor
nekrosis tumor (TNF-α), faktor pertumbuhan yang diturunkan trombosit (PDGF), faktor
pertumbuhan jaringan ikat (CTGF), endotelin, faktor perangsang koloni granulosit-makrofag
(GM-CSF), interleukin (IL-1β), IL-6, IL-10, dan IL-13 (Chen, et al. 2016). Studi terbaik dari
berbagai sitokin ini pada fibrosis paru adalah TGF-β. TGF-β isoform memiliki sejumlah efek
pada respon seluler termasuk modulasi pertumbuhan sel, migrasi, diferensiasi, dan apoptosis.
TGF-β menginduksi diferensiasi myofibroblast, sintesis matriks ekstraseluler (ECM), dan
menghambat pemecahan ECM. TGF-β1 berlimpah di BALF dan hadir dalam biopsi fokus
fibroblastik dari subyek IPF. Ekspresi berlebihan TGF-β1 pada hewan menginduksi fibrosis paru
progresif yang sebagian besar tidak tergantung pada peradangan. TGF-β1 menghasilkan stres
oksidatif dengan induksi produksi ROS dan penurunan ekspresi antioksidan seluler. TGF-β1
menginduksi produksi ROS dengan aktivasi NADPH oksidase (NOXs) dan melalui disfungsi
mitokondria. TGF-β1 telah terbukti menurunkan ekspresi baik katalase dan mitokondria SOD2.
Selain itu, TGF-β1 telah terbukti menurunkan kadar GSH seluler melalui penurunan ekspresi dan
aktivitas γ-glutamilsistein ligase (γ-GCL), langkah pembatas kecepatan dalam sintesis GSH (Day
2008).
Fibrosis paru idiopatik (IPF; alveolitis fibrosing kriptogenik, CFA) adalah penyakit paru
parenkim kronis progresif dengan waktu kelangsungan hidup ratarata 3-5 tahun setelah
diagnosis, terutama mempengaruhi orang tua (Degryse, et al. 2010). IPF bermanifestasi dengan
sesak napas yang disebabkan oleh olahraga, batuk kering yang persisten dan dispnea, dan
ditandai dengan honeycombing yang jelas secara radiologis dan pola histologis pneumonia
interstitial biasa. Riwayat alami IPF tetap sama sekali tidak diketahui dan, seperti yang disiratkan
oleh istilah 'idiopatik', begitu pula etiologinya; namun, faktor lingkungan (seperti merokok dan
debu logam) dan faktor genetik (seperti mutasi padaSP-C, ELMOD2, ABCA3 gen dan
ketidakstabilan mikrosatelit), serta mekanisme patogenetik terkait usia (panjang telomer, stres
oksidatif dan epigenetik (Mouratis and Vassilis 2017).
Keadaan redoks seluler dan keseimbangan oksidan/antioksidan memainkan peran penting
dalam patogenesis fibrosis paru. Stres oksidatif menginduksi apoptosis sel struktural dan
mengatur sintesis sitokin proinflamasi. Disregulasi dalam keseimbangan beberapa faktor
pertumbuhan yang diinduksi oleh stres oksidatif mungkin memainkan peran utama dalam
membedakan antara perbaikan jaringan normal dan patologis. Fibrosis paru berkembang pada
sejumlah penyakit klinis, termasuk penyakit paru interstisial dan pneumonia interstisial idiopatik,
sebagai bagian dari beberapa penyakit jaringan ikat sistemik dan sindrom penyakit paru
interstisial masa kanak-kanak, dan sebagai respons terhadap berbagai jenis cedera paru, termasuk
radiasi dan beberapa obat kemoterapi (Salem, Nahla and Eman M 2014).
2.1.4 Patofisiologi
Patogenesis fibrosis paru adalah kompleks dan diperkirakan melibatkan sejumlah proses
yang menyebabkan perubahan lingkungan alveolar dan proses perbaikan abnormal dengan
akumulasi fibrosis. Beberapa faktor, termasuk usia, kerentanan genetik, dan agen lingkungan,
diketahui berkontribusi terhadap fibrosis paru (Desdiani., et al. 2020). Fibroblastik terkait dengan
peningkatan kadar beta faktor pertumbuhan transformasi aktif (TGF-β) di paru-paru fibrotik.
Sitokin ini merupakan mediator penting dari diferensiasi fibroblas menjadi fenotipe
miofibroblas. Ekspresi berlebihan dari TGF- aktifβ menghasilkan fibrosis paru-paru pada hewan.
TGF-β adalah pengatur utama perbaikan luka dan stimulan produksi spesies oksigen reaktif
(ROS) di fibroblas. Stres oksidatif sering didefinisikan sebagai ketidakseimbangan antara
produksi ROS dan pertahanan antioksidan. Stres oksidatif dapat mendisregulasi pensinyalan sel
dan merupakan target potensial untuk pengembangan terapi untuk mengobati fibrosis paru (Day
2008).
Stres oksidatif didefinisikan sebagai ketidaksetaraan antara produksi radikal bebas dan
kemampuan pertahanan antioksidan untuk menangkapnya. Stres oksidatif adalah salah satu
mekanisme utama yang terlibat dalam Patogenesis fibrosis paru. Diyakini bahwa fibrosis paru
(PF) adalah hasil dari reaksi patofisiologis terhadap cedera yang dapat disebabkan oleh stimulan
seperti radiasi, infeksi, obat-obatan, dan terpapar partikel beracun seperti silika dan asbes. PF
ditandai dengan cedera sel epitel alveolar, infiltrasi sel inflamasi seperti neutrofil dan makrofag
dan diferensiasi fibroblas menjadi miofibroblas. Peristiwa ini, akibatnya, menghasilkan deposisi
kolagen dan perubahan struktur paru-paru yang menyebabkan penurunan pertukaran gas dan
penurunan komplians paru (Hemmati, Annahita and Pegah 2013).
Fibrosis paru adalah penyakit paru kronis dan progresif , respons pertama setelah cedera
adalah peradangan. Makrofag dan neutrofil alveolar yang teraktivasi terakumulasi di saluran
pernapasan bagian bawah, melepaskan jumlah spesies oksigen reaktif (ROS) yang berbahaya dan
keragaman sitokin yang berbahaya. Neutrofil yang teraktivasi juga dapat melepaskan
myeloperoxidase (MPO), suatu enzim yang berinteraksi dengan hidrogen peroksida (H2HAI2),
untuk membentuk radikal hidroksil yang sangat beracun. Dalam hal ini, target penghambatan
peradangan, stres oksidatif, dan pelepasan sitokin merupakan titik strategis yang mungkin untuk
intervensi terapeutik (Kilic, et al. 2015).
IPF diperkirakan berasal dari cedera epitel berulang dan apoptosis, diikuti oleh re-
epitelisasi yang tidak memadai dan penyembuhan luka yang menyimpang. Inti dari respon
fibrotik yang menyimpang adalah transforming growth factor (TGF), sitokin profibrotik utama,
dan myofibroblast, tipe sel efektor kunci dari deposisi matriks ekstraseluler yang berlebihan dan
arsitektur paru yang terdistorsi, yang merupakan ciri khas IPF. Miofibroblas diperkirakan berasal
baik dari fibroblas residen, prekursor yang bersirkulasi bernama fibrosit, atau dari transisi epitel
ke mesenkim (EMT) (Mouratis and Vassilis 2017).
Fibrosis mengganggu struktur dan fungsi pertukaran gas paru-paru. Fibroblas sebagian
besar bertanggung jawab atas peningkatan kolagen dan sintesis matriks dan deposisi yang terjadi
pada fibrosis paru. Asal usul fibroblas paru selama fibrosis paru belum didefinisikan dengan
baik, tetapi sumber potensial termasuk proliferasi fibroblas interstisial paru yang menetap,
diferensiasi sel progenitor dari sumsum tulang, dan transisi sel epitel ke fenotipe fibroblas, suatu
proses yang disebut epitel-mesenkim. transisi (EMT). Penelitian pada hewan sebelumnya telah
menunjukkan bahwa di tempat proliferasi berkontribusi pada populasi fibroblas paru. Selain itu,
penelitian pada hewan telah menunjukkan bahwa selama fibrosis paru yang diinduksi secara
eksperimental, sebagian fibroblas paru muncul dari sel progenitor sumsum tulang dan bahwa
fibrosit berkontribusi pada proses fibrogenik (Tanjore, et al. 2009).
Fibrosis adalah manifestasi paling parah dari fibrosis paru, yang disebabkan oleh
produksi kolagen yang berlebihan, dan TGF-β adalah faktor yang diakui yang memiliki potensi
pro-fibrotik yang besar dengan merangsang ekspresi kolagen. Ekspresi kolagen yang berlebihan
diamati baik pada tikus yang diinduksi bleomisin dan sel yang diobati dengan TGF-β (Abidi, et
al. 2017).
Model fibrosis paru dengan pemberian bleomisin, sudah sering dilakukan. Bleomisin
digunakan untuk menginduksi terjadinya fibrosis paru pada model hewan tikus jantan yang
diberikan secara intratracheal dan intrapleural dengan posisi dekubitus lateral kanan. Fibrosis
paru pada hewan kecil secara histologi, dinilai dengan menggunakan modifikasi Ashcroft scale.
Skala yang sudah dimodifikasi ini memiliki korelasi yang lebih baik dengan gambaran CT scan
dibandingkan dengan skala Ashcroft konvensional (Desdiani., et al. 2020).
Bleomisin (BLM) dianggap sebagai alat yang ideal untuk meniru fibrosis paru-paru. Ini dapat
diberikan secara intraperitoneal, intravena, subkutan atau intratrakeal tetapi intravena (iv) dan
intratrakeal (itu) adalah rute yang lebih umum digunakan. Khususnya, ada kekhawatiran yang
muncul tentang model BLM mengenai reproduktifitasnya yang tinggi dan kemampuan untuk
meniru fenotipe seperti PF dan fitur histologis yang diamati pada pasien yang diobati dengan
BLM. Model PF ini dapat dibagi menjadi tiga tahap termasuk cedera, peradangan dan fibrosis
(Cheng Li and Lian-Di 2017).
Model fibrosis paru yang diinduksi oleh bleomisin, digunakan untuk mengetahui mekanisme
yang berkaitan dengan fibrosis paru. Model bleomisin adalah sistem in vivo yang paling umum
digunakan untuk meneliti pembe-rian obat. Bleomisin dapat menginduksi paru yang
menghasilkan respons inflamasi akut. Fase inflamasi dan perubahan fibrotik, meniru bebe-rapa
ciri patologis yang sesuai dengan IPF. Perubahan molekular yang terjadi selama fase fibrosis
belum pernah dinilai secara langsung. TGFβ sangat berperan sebagai pemicu pada proses
remodeling dalam model bleomisin, namun kontribusinya terhadap pengembangan penyakit di
IPF saat ini belum diketahui secara lengkap. Selain itu heterogenitas penyakit di antara pasien,
termasuk tingkat perkembangannya belum jelas, apakah model bleomisin secara akurat
mencerminkan mekanisme penyakit untuk semua pasien IPF (Chaudhary, Andreas and John E
2006).
Untuk menetapkan dosis bleomisin yang menginduksi fibrosis namun tidak mengakibatkan
kematian, penelitian dosis awal respons bleomisin telah dilakukan. Kematian yang bermakna
diamati pada kelompok tikus yang diberi dosis 3 U/kg BB (19%) atau 5 U /kg BB (50%).
Pemberian dosis 4 U/kg BB tidak menyebabkan kematian dan menyebabkan respons fibrotik
submaksimal yang mengakibatkan perubahan fungsi paru, sehingga semua penelitian selanjutnya
banyak dilakukan dengan menggunakan dosis ini (Desdiani., et al. 2020).
Respons awal terlihat banyak ditemukan sel neutrofil yang dengan cepat berkurang seiring
waktu dan digantikan dengan meningkatnya jumlah limfosit dan makrofag di saluran napas.
Setelah 35 hari, jumlah sel pada Bronchoalveolar lavage (BAL) tikus yang diberi bleomisin
kembali sama dengan kelompok kontrol. Pemberian bleomisin berulang, meningkatkan infiltrasi
sel inflamasi pada BAL tikus (Desdiani., et al. 2020).
BLM menginduksi reaksi respon inflamasi yang mengakibatkan cedera paru-paru melalui
deposisi kolagen (MMP-7 dan hidroksiprolin) di jaringan paru-paru, BLM menginduksi
peningkatan yang signifikan pada tingkat TNF-α , IL-1β, LM meningkatkan ekspresi protein NF-
κB (p65) dalam sitoplasma, BLM adalah antibiotik glikopeptida yang secara konvensional
digunakan sebagai terapi antikanker. MMP-7 mengaktifkan TGF-β, faktor pertumbuhan
fibrogenik potensial yang menginduksi fibrosis paru, dan mendorong kontraksi fibroblas
kolagen. patogenesis fibrosis paru dapat dipicu oleh cedera sel epitel paru oleh rangsangan
fibrogenik, sehingga penting untuk peradangan paru, yang dikendalikan oleh beberapa jenis sel
dan sitokin. TGF-β1 adalah sitokin profibrogenik yang paling poten. TGF-β1 dapat mendorong
fibroblas paru untuk mensekresi kolagen atau menginduksi transformasi fibroblas menjadi
miofibroblas yang mengekspresikan –smooth muscle actin (α-SMA); keduanya merupakan
langkah penting dalam patogenesis fibrosis paru. BLM menginduksi pelepasan ROS dan RNS
dengan mengikat DNA dan besi, mengakibatkan kerusakan DNA. Interaksi BLM dan DNA
disarankan untuk memulai respon inflamasi dan perubahan proliferasi fibro melalui sitokin yang
menghasilkan augmentasi kolagen di paru-paru. Selain itu, BLM menyebabkan penipisan
pertahanan antioksidan endogen, yang pada gilirannya menyebabkan kerusakan jaringan alveolar
yang diinduksi ROS dan RNS (Raisha, et al. 2018).
Model hewan yang paling sering digunakan untuk mempelajari patogenesis dan pengobatan
IPF dan fibrosis paru terkait adalah model fibrosis paru yang diinduksi bleomisin pada hewan
pengerat. Di dalam model, bleomycin diberikan intratrakeal langsung ke paru-paru, yang
menginduksi cedera paru-paru dari pembelahan DNA yang dimediasi bleomycin. Respon
inflamasi yang dihasilkan menyebabkan kerusakan pada epitel saluran napas, aktivasi fibroblas,
dan fibrosis berikutnya. Banyak agen yang menargetkan jalur pensinyalan yang beragam seperti
pensinyalan EGFR dan PDGFR, agen antiinflamasi seperti obat antiinflamasi nonsteroid dan
kortikosteroid, sitokin, antioksidan, antikoagulan, berbagai terapi gen, dan antagonis angiotensin
II, menghambat fibrosis sangat efektif dalam model ini (Chaudhary, Andreas and John E 2006).
Tikus telah terbukti menjadi model hewan yang paling banyak digunakan karena murah dan
mudah dipelihara, memiliki kemiripan dengan organisme manusia dan ada alat genetik yang
memungkinkan manipulasi yang tidak mungkin dilakukan pada organisme lain (Mouratis and
Vassilis 2017).
Relatif terhadap tikus jantan, tikus betina memiliki morbiditas dan mortalitas yang lebih
besar dalam menanggapi BLM. Selain itu paru-paru tikus betina menunjukkan fibrosis
interstisial yang lebih parah dan luas dibandingkan tikus jantan menurut pemeriksaan
histopatologi. Lebih lanjut, jaringan paru-paru wanita menunjukkan derajat inflamasi dan fibrosis
paru yang lebih tinggi yang disertai dengan tingkat deposisi kolagen paru yang lebih tinggi yang
dinilai dari kandungan hidroksiprolin paru. Peningkatan respons fibrotik pada tikus betina ini
juga tercermin dalam tingkat mRNA yang lebih tinggi untuk prokolagen-1 (SAYA), - 1 (III),
serta peningkatan ekspresi sitokin fibrogenik yang lebih besar. Secara keseluruhan, temuan ini
memberikan dukungan untuk kesimpulan bahwa ada perbedaan tergantung gender yang
signifikan dalam respons terhadap cedera paru-paru, dan bahwa jenis kelamin perempuan dapat
mewakili faktor risiko untuk pengembangan PF yang lebih parah. Mekanisme untuk perbedaan
yang diamati ini mungkin melibatkan faktor genetik, sistem kekebalan, atau hormonal, atau
beberapa kombinasi dari faktor-faktor ini (Kermani, et al. 2005).
Cangkang Telur
Kalsium Karbonat Kolagen Tipe 1
Bleomisin (BLM)
Keterangan:
: Variabel Bebas
: Variabel Antara
: Variabel Terikat
Penelitian ini adalah penelitian Analitik dengan desain Eksperimental secara in vivo
(Desdiani., et al. 2020). Penelitian ini dibagi secara acak menjadi 4 kelompok hewan coba
tikus untuk menilai dan menganalisis efek anti fibrosis pemberian Suspensi Cangkang Telur
pada Paru model tikus yang mengalami fibrosis akibat pemberian Bleomisin.
Sampel penelitian berjumlah 24 ekor dan dibagi secara random menjadi 4 kelompok
tikus putih jantan galur Wistar ( Rattus norvegicus) dengan berat 200-250gr dan berusia 10
minggu. Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan Desdiani et al, (2020) dengan
kelompok tikus model yang terdiri atas kelompok kontrol negatif, kelompok kontrol positif
yaitu tikus model yang hanya diberikan bleomisin 4 mg/kg BB hari ke-0 dan hari ke-21,
kelompok tikus model dengan pemberian bleomisin 4 mg/kg BB hari ke-8 dan hari ke-28 +
suspense cangkang telur setiap hari selama 49 hari (fibropreventif), kelompok tikus model
dengan pemberian bleomisin 4 mg/kg BB hari ke-0 dan hari ke-21+ suspense cangkang telur
setiap hari mulai hari ke-15 sampai ke-49 (fibrolisis) dengan dosis bleomisin yang
digunakan adalah 4 mg/kg BB secara intratracheal. Dosis Suspensi Cangkang telur Ayam
Ras menggunakan dosis bertingkat diantaranya yaitu dosis rendah 10mg/kgBB, sedang
30mg/kg BB dan tinggi 100mg/kg BB.
Rancangan penelitian ini dilakukan dengan membagi sampel dalam
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan melalui randomisasi. Rancangan ini diperluas
dengan melibatkan lebih dari satu variabel bebas, dengan kata lain perlakuan dilakukan pada
lebih dari satu kelompok dengan bentuk perlakuan yang berbeda. Setelah semua perlakuan
selesai, dilakukan observasi (post-test) pada semua kelompok untuk memperoleh
kesimpulan mengenai perbedaan diantaranya melalui analisis data SPSS.
P1 D1
P P2 D2
A R K+ D3
K- D4
K1: Kelompok kontrol positif diberi BLM 4 mg/kg hari ke-0 dan hari ke-21
K2: Kelompok kontrol negatif dengan pemberian aquades dan makanan pallet selama 4
minggu
P1: Kelompok perlakuan 1 akan diberi BLM 4 mg/kg hari ke-8 dan hari ke-28 dan
pemberian suspensi cangkang telur dengan larutan CMC 0,5% selama 4 minggu
sebanyak 10,0 mg/kg ekor
P2: Kelompok perlakuan 3 akan diberi BLM 4 mg/kg hari ke-0 dan hari ke-21 dan
pemberian suspensi cangkang telur dengan larutan CMC 0,5% selama 4 minggu
sebanyak 10,0 mg/kg ekor
D1: Data gambaran histopatologi hati kelompok Perlakuan 1
D2: Data gambaran histopatologi hati kelompok Perlakuan 2
D3: Data gambaran histopatologi hati kelompok control Positif
D4: Data gambaran histopatologi hati kelompok control Negatif
n= DF/k+ 1 n = DF/k+ 1
n=10/2 + 1 n = 20/2 + 1
n=5+1 n = 10 + 1
n=6 n = 11
Sehingga 6 ≤ n ≥ 11
Keterangan:
K: jumlah kelompok
Besar sampel pada penelitian ini adalah 24 tikus dengan masing-masing 2 kelompok
kontrol dan 2 kelompok perlakuan, untuk setiap kelompoknya ada 6 tikus, sebagai
antisipasi apabila terdapat tikus yang mati saat penelitian berlangsung.
Kelompok 1 6 ekor
Kelompok 2 6 ekor
Perlakuan 1 6 ekor
Perlakuan 2 6 ekor
NLR (Rasio
neutrofil
4
terhadap
limfosit)
3.5 Alat dan Bahan Penelitian
1. Pemeliharaan Tikus
a. Alat
Alat yang digunakan berupa kandang tikus putih, kawat, penutup kandang, alu dan
lumpang. Timbangan hewan, neraca dosis Suspensi Cangkang telur dan Bleomisin,
wadah makan dan minum hewan coba, alat Suspensi Cangkang telur, mikroskop,
wadah sampel, water bath, alat pencukur rambut, gagang bisturi, pinset shirugis,
gunting, duk steril, dan bisturi.
b. Bahan
Bahan yang digunakan yaitu tikus putih (Rattus norvegicus) galur Wistar jantan,
Suspensi Cangkang Telur, dan Bleomisin (4 mg/KgBB), larutan CMC 0,5%,
aquades, alkohol, wadah sampel, spuit 1 dan 3 cc.
Keterangan:
2
X : Chi Square
Σ : Jumlah
berarti data sampel mendukung adanya hubungan yang bermakna (signifikan). Bila p value > α,
Ho diterima, berarti data sampel tidak mendukung adanya hubungan yang bermakna (signifikan).
desain penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Nilai OR merupakan nilai estimasi
resiko untuk terjadinya outcome sebagai pengaruh adanya variabel independen. Jika nilai OR >
1 berarti memiliki hubungan erat positif, OR < 1 memiliki efek perlindungan, sedangkan OR + 1
Kelompok perlakuan BLM Kelompok perlakuan BLM Kelompok perlakuan Kelompok kontrol
4mg/kg (Hari ke-8 dan ke- 4mg/kg (Hari ke-0 dan ke- BLM 4mg/kg (Hari ke- negatif pemberian
28) + Suspensi cangkang 21) + Suspensi cangkang 0 dan ke-21) aquades dan
telur (Setiap hari selama 49 telur (Setiap hari selama 49 makanan pallet
hari)(Fibropreventif) hari) (Fibrolisis) selama 4 minggu
Analisis Data
(uji bivariat dengan chi-square test, antara variabel kelompok atau
jenis perlakuan (kategorik) dengan variabel derajat)
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Abidi, Anouar., et al. “Protective Effect of Pistacia lentiscus Oil Against Bleomycin-Induced Lung Fibrosis
and Oxidative Stress in Rat.” Nutrtion and cancer, 2017: 490-497.
Alhussary, Banan N., Taqa. Ghada A, and Taqa Amer A. “Preparation and Characterization of Natural
Nano Hydroxyapatite from Eggshell and Seashell and Its Effect on Bone Healing.” Journal of Applied
Veterinary Sciences, 2020.
Arnold, Marcellus., Rajagukguk. Yolanda Victoria, and Gramza-Michałowska Anna. “Functional Food for
Elderly High in Antioxidant and Chicken Eggshell Calcium to Reduce the Risk of Osteoporosis—A
Narrative Review.” Food, 2021.
Brochetti, Robson Alexandre, et al. “Photobiomodulation therapy improves both inflammatory and
fibrotic parameters in experimental model of lung fibrosis in mice.” Original Article, 2017.
Chakraborty, Sagarika, and Datta Santa. “Kulit Telur: Sumber Alternatif, Murah, dan Tersedia Secara
Hayati Kalsium dalam Diet Manusia.” Jurnal Sains dan Teknologi Susu, 2019.
Chandler, Joshua D., et al. “Antiinflammatory and Antimicrobial Effects of Thiocyanate in a Cystic Fibrosis
Mouse Model.” American Journal of Respiratory Cell and Molecular Biology, 2015.
Chaudhary, Nveed I, Schnapp Andreas, and Park John E. “Pharmacologic Differentiation of Inflammation
and Fibrosis in the Rat Bleomycin Model.” American Journal Of Respiratory And Critical Care Medicine,
2006.
Chaudhary, Nveed I., Schnapp. Andreas, and Park John E. “Pharmacologic Differentiation of
Inflammation and Fibrosis in the Rat Bleomycin Model.” 2006.
Chen, Kong., et al. “Antiinflammatory effects of bromodomain and extraterminal domain inhibition in
cystic fibrosis lung inflammation.” insight, 2016.
Chen, Yu-Chen., et al. “Particulate matters increase epithelial mesenchymal transition and lung fibrosis
through the ETS-1/NF-κB-dependent pathway in lung epithelial cells.” Particle and Fibre Toxicology,
2020.
Cheng Li, Liu., and Kan Lian-Di. “Traditional Chinese medicine for pulmonary fibrosis therapy: Progress
and future prospects.” Journal of Ethnopharmacology, 2017: 45-63.
Chu, Haiyan., et al. “Treatment effects of the traditional Chinese medicine Shenks in bleomycin-induced
lung fibrosis through regulation of TGF-beta/Smad3 signaling and oxidative stress.” scientific report,
2017.
Chung, Man Pyo., Monick. Martha M, Hamzeh. Nabeel Y, Butler. Noah S, Powers. Linda S, and
Hunninghake Gary W. “Role of Repeated Lung Injury and Genetic Background in Bleomycin-Induced
Fibrosis.” AMERICAN JOURNAL OF RESPIRATORY CELL AND MOLECULAR BIOLOGY, 2003.
Cordeiro, Cristianne M.M, and Maxwell.T. Hincke. “Recent Patents on Eggshell: Shell and Membrane
Applications.” Recent Patents on Food, Nutrition & Agriculture, 2011: 1-8.
Day, Brian J. “Antioxidants as Potential Therapeutics for Lung Fibrosis.” National Jewish Medical &
Research Center, 2008: 355-370.
Degryse, Amber L, Tanjore Harikrishna, Xu Xiaochuan C, Polosukhin Vasiliy V, and Jones Brittany R.
“Repetitive intratracheal bleomycin models several features of idiopathic pulmonary fibrosis.” Am J
Physiol Lung Cell Mol Physiol, 2010: 299.
Desdiani., et al. “Ekstrak Teh Hijau Mengurangi Luas Area Fibrosis Paru Tikus.” Maj Patol Indonesia,
2020: 15-24.
El-Tantawy, Walid Hamdy, and Temraz Abeer. “Aktivitas anti-fibrotik dari produk alami, ekstrak herbal
dan komponen.” Arsip Fisiologi dan Biokimia, 2019.
Faria, Sara Socorro, et al. “The neutrophil-to-lymphocyte ratio: a narrative review.” ecancer, 2016.
Febrianti, Dwi Rizki, and Musiam Siska. “Aktivitas Anti-Inflamasi Eupatorium inulifolium dan Kalsium
Karbonat Pada Tikus Jantan.” Jurnal Pharmascience, 2020.
Febrianti, Dwi Rizki., and Musiam Siska. “POTENSI KOMBINASI KAPUR SIRIH DAN DAUN KUMPAI
MAHUNG (Eupatorium inulifolium H.B&K.) SEBAGAI ALTERNATIF SALEP ANTI INFLAMASI ALAMI.” Jurnal
Ilmiah Ibnu Sina, 2019.
Gokmen, Ferhat, et al. “Neutrofil – Rasio Limfosit Terhubung dengan Pilihan Perawatan dan Penanda
Peradangan dari Ankylosing Spondylitis.” Jurnal Analisis Laboratorium Klinis, 2015: 294–298.
Hawortha, Charles S., Andrew M. Jonesa, and Judith E. “Randomised double blind placebo controlled
trial investigating the effect.” Journal of Cystic Fibrosis, 2004: 233-236.
Hemmati, Ali Asghar., Rezaie. Annahita, and Darabpour Pegah. “Preventive Effects of Pomegranate Seed
Extract on Bleomycin-Induced Pulmonary Fibrosis in Rat.” Effect of Pomegranate Seed Extract, 2013.
Iraz, Mustafa., et al. “Ginkgo biloba inhibits bleomycin-induced lung fibrosis in rats.” Pharmacological
Research, 2006: 310-316.
Jaya, Nitya M., Anjani. Elisabeth, Madeleine. Alycia, and Saraswati Made R. “Potensi Bubuk Kulit Telur
sebagai Terapi Hiperparatiroid Sekunder.” Journal of Medicine and Health, 2021.
Jung, Sung-Yun., et al. “Tannylated Calcium Carbonate Materials with Antacid,Anti-Inflammatory, and
Antioxidant Effects.” International Journal of Molecular Sciences, 2021.
Kermani, Mehrnaz Gharaee., Hatano. Kazuo, Nozaki. Yasuhiro, and Phan Sem H. “Gender-Based
Differences in Bleomycin-Induced Pulmonary Fibrosis.” American Journal of Pathology, 2005.
Kilic, Talat., et al. “Protective and Therapeutic Effect of Apocynin on Bleomycin-Induced Lung Fibrosis in
Rats.” Inflammation, 2015.
Kim, Tae H., et al. “Role of Lung Apolipoprotein A-I in Idiopathic Pulmonary Fibrosis Antiinflammatory
and Antifibrotic Effect on Experimental Lung Injury and Fibrosis.” AMERICAN JOURNAL OF RESPIRATORY
AND CRITICAL CARE MEDICINE, 2010.
Lavelin, i., N. Meiri., M. Pines. “Wawasan Baru dalam Formasi Kulit Telur.” Ilmu Unggas, 2000.
Lucarini, Laura., et al. “Effects of New NSAID-CAI Hybrid Compounds in Inflammation and Lung Fibrosis.”
biomolecules, 2020.
McElvaney, Oliver J., et al. “Specific Inhibition of the NLRP3 Inflammasome as an Antiinflammatory
Strategy in Cystic Fibrosis.” American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine, 2019.
Mecozzi, Laura., et al. “In-vivo lung fibrosis staging in a bleomycin-mouse model: a new micro-CT guided
densitometric approach.” Scientific Reports, 2020: 1-12.
Mouratis, Marios A., and Aidinis Vassilis. “Modeling pulmonary fibrosis with bleomycin.” 2017.
MUSTAFAR, RUSLINDA., et al. “The effects of calcitriol with calcium carbonate supplementation on
inflammatory biomarkers in chronic kidney disease patients’ with low vitamin D.” Clinical immunology,
2014.
Nakano, T., Ikawa, NI., Ozimek. L. “Komposisi Kimia Kulit Telur Ayam dan Membran Cangkang.” Ilmu
Unggas, 2003.
Peng, Ying, et al. “The role of neutrophil to lymphocyte ratio for the assessment of liver fibrosis and
cirrhosis.” Expert Review of Gastroenterology & Hepatology, 2018.
Pittas, Anastassios, Harris Susan S, Stark Paul C, and Dawson-Hughes Bess. “The Effects of Calcium and
Vitamin D Supplementation on Blood Glucose and Markers of Inflammation in Nondiabetic Adults.”
Diabetes Care, 2007.
Rabolli, Virginie., Lo Re. Sandra, U. Francine, Y. Yousof, Lison. Dominique, and ois Huaux Franc. “Lung
fibrosis induced by crystalline silica particles is uncoupled from lung inflammation in NMRI mice.”
Toxicology Letters, 2011: 127-134.
Raisha, Mohammad., et al. “Sinapic acid ameliorates bleomycin-induced lung fibrosis in rats.”
Biomedicine & Pharmacotherapy, 2018: 224-231.
Ruff, Kevin J., and DeVore Dale P. “Reduction of pro-inflammatory cytokines in rats following 7-day oral
supplementation with a proprietary eggshell membrane-derived product.” Modern Research in
Inflammation, 2014.
Salem, Mohamed Y, El-Eraky El-Azab Nahla, and Faruk Eman M. “Modulatory effects of green tea and
aloe vera extracts on experimentallyinduced lung fibrosis in rats: histological and immunohistochemical
study.” Journal of Histology & Histopathology, 2014.
Sayed, Nesrine S El., and Rizk Sherine M. “The protective effect of quercetin, green tea or malt extracts
against experimentally-induced lung fibrosis in rats.” African Journal of Pharmacy and Pharmacology,
2009: 191-201.
Sheikh, Zara., et al. “Development and in vitro characterization of a novel pMDI diclofenac formulation
as an inhalable anti-inflammatory therapy for cystic fibrosis.” International Journal of Pharmaceutics,
2021.
Sumardi, Ermida., Santoso. Arif, and Qanitha Andriany. “Korelasi Konsentrasi Kalsium Serum dengan
Fungsi Paru pada Remaja di Makassar.” Jurnal Ilmiah Kesehatan, 2020.
Szymanska, Patrycja, Rozalski Marcin, Wilczynski Miroslaw, and Golanski Jacek. “Systemic immune-
inflamation index (SII) and neutrophil to lymphocyte ratio (NLR) are useful markers for assessing effects
of anti-inflammatory diet in patients before coronary artery bypass grafting.” Original Article, 2021.
Takei, Hiroshi., Yasuoka. Hidekata, Yoshimoto. Keiko, and Takeuchi Tsutomu. “Aryl hydrocarbon receptor
signals attenuate lung fibrosis in the bleomycininduced mouse model for pulmonary fibrosis through
increase of regulatory T cell.” Arthritis research and theraphy, 2020: 1-10.
Verma, Anish H., Kumar. T. S. Sampath, K. Madhumathi, Y. Rubaiya, Ramalingan. Murugan, and Doble
Mukesh. “Curcumin Releasing Eggshell Derived Carbonated Apatite Nanocarriers for Combined Anti-
Cancer, Anti-Inflammatory and Bone Regenerative Therapy.” Journal of Nanoscience and
Nanotechnology, 2019.
Vuong, Tram T, et al. “The extracellular matrix of eggshell displays anti-inflammatory activities through
NF-κB in LPS-triggered human immune cells.” Journal of Inflammation Research, 2017: 1-14.
Wollin, Lutz., Isabelle, Maillet., Valérie, Quesniaux., Alexander, Holweg., Bernhard, Ryffel. “Anti-fibrotic
and anti-inflammatory activity of the tyrosine kinase inhibitor, nintedanib,in experimental models of
lung fibrosis.” The Journal of Pharmacology and Experimental Therapeutics, 2014.
Zhao, Xin, Cao Zhengmin, Wang Ruipeng, and Liu Shuang. “Research Progress in Modeling Methods of
Rat Lung Fibrosis.” Journal of Physics, 2020.
Zhou, Zhihong., et al. “Carbon Monoxide Suppresses Bleomycin-Induced Lung Fibrosis.” American
Journal of Pathology, 2005.