Anda di halaman 1dari 24

IDENTIFIKASI DAN ANALISIS PERMASALAHAN SISWA TERKINI DI SEKOLAH

MENENGAH PERTAMA (SMP)


MATA KULIAH PSIKOLOGI SEKOLAH

Kelompok 1B
Fia Angelia 201910230311193
Muhammad Haris Bachtiar 201910230311208
Annisya Aulia Sanjaya 201910230311217
Alfi Syahr Nur Widenky 201910230311220

Dosen Pengampu:
Sulivan Fitriatri, S.Psi, M.A.

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2021
KATA PENGANTAR

(Berisi kata pengantar dari kegiatan analisisyang dilakukan)

Malang, tanggal bulan tahun

Kelompok X
DAFTAR ISI
(Berisi daftar isi: kata pengantar - daftar isi - pembukaan - analisis individu - analisis kelompok -
penutupan - daftar referensi)
PENDAHULUAN
(Berisi latar belakang permasalahan yang dihadapi siswa pada jenjang pendidikan yang dipilih dan
manfaat yang dapat diambil dari analisis jurnal bagi individu dan kelompok)
ANALISIS INDIVIDU

I. Analisis Individu: [FIA 1 - NIM]


A. SMP Negeri 1 Samarinda adalah SMP tertua di provinsi Kalimantan Timur.  Sekolah
ini didirikan 2 tahun setelah Indonesia merdeka di kota Samarinda, ibukota provinsi
Kalimantan Timur. Sebagai SMP tertua, sekolah ini telah memainkan peran penting
dalam membangunan provinsi Kaltim pada umumnya dan Kota Samarinda pada
khususnya. Banyak di antara para pimpinan organisasi baik pada instansi
pemerintahan maupun swasta di propinsi ini (dan khususnya di kota Samarinda),
yang diluluskan sekolah ini. Ini termasuk para pimpinan perbankan, perusahaan,
pengadilan, pemerintahan dan lain-lain. Oleh karenanya tidaklah mengherankan jika
pada akhirnya mereka juga menyekolahkan putra-putrinya di sekolah ini. Sebagai
akibatnya sekolah ini dikenal sebagai SMP favorit di Samarinda. dan sampai pada
dasawarsa terkhir ini, telah terjadi persaingan yang ketat di antara orang tua agar
dapat memperoleh kesempatan untuk dapat merigirimkan putra-putrinya ke
sekolah ini. Pada tahun pelajaran 2012/2013 SMP Negeri 1 Samarinda terpecah
menjadi dua lokasi yaitu di Jl. Bhyangkara dan Jl. Kadrie Oening. Di Jl. Kadrie Oening
Luas lahan yang digunakan kurang lebih 2.5 ha (17 Juli 2012). Sejak tahun pelajaran
2013/2014 SMP Negeri 1 Samarinda seluruhnya sudah berlokasi di Jl. Kadrie Oening
yang berlokasi di perumahan kehutanan dan perumahan wartawan.

B. Terkait jadwal asesmen, asesmen ini dilakukan pada tanggal 29 Desember 2021
dengan menggunakan metode wawancara. Subjek yang digunakan yaitu berasal dari
kelas 9 F. Ia mengatakan bahwa pernah mengalami bullying di sekolah tersebut
mulai sejak kelas 8. Berawal dari saling mengejek nama orang tua satu sama lain
yang mengakibatkan perkelahian. Subjek juga mengatakan bahwa permasalahan
tersebut juga beberapa kali terjadi pada siswa lain. Terdapat beberapa anak yang
mempunyai sebuah kelompok yang sering mengejek dan jail terhadap siswa lain
diluar kelompok tersebut. Subjek yang pernah menjadi korban dari kelompok
tersebut, sempat mengalami ketakutan terhadap masuk ke sekolah karena sering
menjadi korban kejailan mereka. Hingga akhirnya orang tua subjek melaporkan hal
tersebut kepada pihak sekolah dan akhirnya sekolah memberikan peringatan kepada
siswa yang menjadi pelaku bully tersebut. Pada akhirnya subjek malah dijauhi oleh
kebanyakan temannya karena para teman-temannya diajak oleh para kelompok
tersebut untuk menjauhi subjek karena dianggap lemah dan suka mengadu, dan
akhirnya subjek menjadi penyendiri.

C. Bullying yang terjadi di SMP Negeri 1 Samarinda terjadi karena beberapa faktor,
menurut hasil wawancara dengan subjek, bullying yang terjadi di sekolah tersebut
kebanyakan berawal dari bercanda tetapi malah mengakibatkan perkelahian dan
siswa yang dianggap pendiam dan suka menyendiri itu lemah dan aneh karena tidak
bergaul dengan siswa yang lain. Faktor yang paling sering terjadi yaitu adanya
beberapa siswa yang membuat sebuah kelompok yang akhirnya merasa kelompok
mereka lebih hebat dari kelompok lain, hal tersebut juga sering mengakibatkan
saling mengejek hingga perkelahian.

D. Kesimpulan (menyimpulkan hasil asesmen berdasarkan temuan dan analisis yang


dilakukan)

II. Analisis Individu: [Haris Bachtiar - 201910230311208]


A. Mts muhammadiyah 2 malang yaitu sekolah menengah pertama yang berada di Kec.
Kedungkandang, Kota Malang, Jawa Timur. Dalam menjalankan kegiatannya, MTS
MUHAMMADIYAH 2 berada di bawah naungan Kementerian Agama. madrasah ini
didirikan pada tanggal 03 mei 2000 dan memiliki akreditasi B, madrasah ini
sebenarnya adalah sebuah panti asuhan dan pondok pesantren tetapi juga
membolehkan masyarakat umum bersekolah di madrasah ini, madrasah ini memiliki
jumlah guru sebanyak 22 orang madrasah ini memiliki jumlah siswa 98 dengan
madrasah dibawah naungan muhammadiyah sekolah ini memiliki beberapa
ekstrakulikuler yang agak berbeda dengan sekolah lainnya seperti tapak suci yaitu
pencak silat dan hizbulwathan yaitu gerakan kepanduan seperti pramuka. Madrasah
ini memiliki jumlah ruangan kelas sebanyak 10 kelas dan memiliki 12 kamar mandi, 5
kamar tidur santri, 1 ruangan makan, dan 1 lapangan. Madrasah ini mewajibkan
seluruh siswanya agar bisa mengaji dan memiliki perogram unggulannya yaitu
tahfidz, karena madrasah ini jadi satu dengan pondok pesantren madrasah ini juga
sekaligus ada MA nya yaitu sekolah menengah atas khusus untuk yang MA pondok
pesantren memiliki program yaitu setiap bulan puasa pondok mengirim santri-
santrinya khusus yang SMA untuk menjadi imam sholat tarawih dan sekaligus
mengisi ceramah dan juga saat hari jum’at pondok juga mempunyai program yaitu
Setiap santri memiliki giliran masing-masing untuk mengisi khutbah jum’at dan itu
sebagai syarat untuk kelulusan.

B. Terkait jadwal asesmen, asesmen ini diambil ketika tanggal 6 Januari 2022 dengan
metode wawancara. Dalam asesmen ini saya menggunakan metode wawancara
disini saya tidak mewawancarai murid tetapi saya langsung mewawancarai kepala
pondok dalam sesi wawancara kepala pondok bercerita permasalahan yang sering
terjadi dipondok yaitu kecemasan santri atau murid ketika baru memasuki pondok
pesantren kepala pondok berkata santri-santri yang baru cenderung cemas saat baru
pertama kali masuk pondok kecemasan yang dialami para santri ini seringkali terlihat
saat santri berinteraksi sosial seringkali santri terlihat ketakutan saat berinteraksi
dengan lingkungan yang ada dipondok kepala pondok mengatakan bahwa santri ini
merasa cemas karena takut merasa tidak diterima oleh lingkungan dan juga takut
diri mereka dinilai negatif oleh santri lain disisi lain juga karena baru pertama kali
santri jauh dari keluarga walaupun tidak semua santri mengalami kecemasan tetapi
kepala pondok ini merasa kasihan kepada santri ini yang merasa cemas kepala
pondok mengatakan santri seringkali menyendiri didalam kamar saat istirahat
sedangkan teman-teman lainya sedang asik bercanda dan saling mengobrol dan juga
santri yang mengalami kecemasan akan jarang berbicara maka dari itu kepala
pondok seringkali menyuruh santri-santri senior untuk merangkul atau membaur
dengan santri-santri baru dengan cara setiap kamar akan memiliki satu kepala kamar
atau mudabbir dan kepala kamar tersebut adalah santri senior tugas kepala kamar
tersebut adalah untuk mengontrol dan menjaga santri-santri baru dan juga kadang
kepala kamar mengadakan makan-makan bersama yang hanya dilakukan oleh setiap
kamar dengan tujuan untuk mengakrabkan santri satu dengan santri yang lainnya
dan juga ada lomba menghias kamar dan kamar paling bersih hal ini bertujuan agar
santri yang mengalami kecemasan dapat saling berinteraksi dan mereka merasa
dianggap dan diterima oleh lingkungan.

C. Jika dikaitkan dengan teori permasalahan kecemasan santri yang berada di mts
muhammadiyah 2 ini sering disebut dengan Social anxiety disorder yang disebabkan
oleh beberapa faktor seperti struktur otak, faktor keturunan, faktor pola asuh yang
diberikan oleh orang tua, dan faktor lingkungan. Yang pertama faktor struktur otak,
salah satu struktur otak yang disebut dengan nama amygdala adalah penyebab
gangguan kecemasan sosial secara biologis. Amygdala terletak pada lobus temporal
medial dan berada tepat di depan hipokampus. Neuron perangsang dalam amygdala
yang bekerja terlalu aktif dan mengirimkan sinyal perangsang ke bagian otak yang
lainnya menyebabkan rasa panik, cemas, dan kekhawatiran yang berlebihan
terhadap pikirannya sendiri (Saleh, 2019). Yang kedua faktor keturunan, social
anxiety disorder dapat diturunkan melalui keluarga, jika orang tua mengalami
kondisi social anxiety disorder maka anak dapat memiliki potensi dalam
mengalaminya karena kondisi social anxiety disorder tersebut dapat diturunkan
kepada anak. Yang ketiga faktor pola asuh, pola asuh otoriter yang kaku,
diktator, dan memaksa yang dilakukan orang tua kepada anak membuat anak
merasa terkekang, tidak memiliki kekuatan untuk memilih, dan tidak bebas dalam
membuat keputusan. Sehingga hal tersebut membuat anak takut dalam
mengemukakan pendapat, menjadi tertutup, dan pola pengasuhan tersebut
menyebabkan munculnya social anxiety disorder pada anak. Yang keempat faktor
lingkungan, anak yang pernah mengalami hal yang memalukan, dan mendapatkan
tindakan yang kurang menyenangkan saat bersosialisasi dilingkungan membuat anak
menjadi cemas dan takut dengan pandangan orang lain terhadap dirinya. Sehingga
hal tersebut membuat anak mengalami social anxiety disorder dan menarik diri dari
lingkungan sosial.

D. Kesimpulan

Dari hasil wawancara yang saya lakukan dengan kepala pondok dapat disimpulkan
bahwa rata-rata santri yang mengalami kecemasan yaitu santri baru hal-hal tersebut
terjadi dikarenakan santri baru masih beradaptasi dengan lingkungan baru dan juga
bertemu dengan orang-orang baru belum lagi baru pertama kalinya bagi santri baru
jauh dari orang tua dan hidup secara mandiri. Tetapi masa kecemasan yang dialami
oleh santri ini tidak berlangsung lama dikarenakan para pengurus dan senior selalu
mengadakan kegiatan-kegiatan yang membuat para santri saling akrab dan
menjadikan rasa kecemasannya teralihkan oleh kegiatan-kegiatan yang telah di buat
kepala pondok berkata masa kecemasan yang dialami oleh santri baru yaitu paling 1
semester ketika sudah menginjak semester 2 para santri sudah terbiasa dengan
semuannya.

III. Analisis Individu: [Annisya Aulia Sanjaya - 201910230311217]


A. SMP Negeri 1 Pakis, merupakan sebuah sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri
yang berlokasi di Provinsi Jawa Timur Kabupaten Kab. Malang dengan alamat Jl Raya
Sumber Pasir 18 Pakis. Sekolah Menengah ini, pertama kali didirikan pada tanggal 7
November tahun 1983 di atas keputusan MENPEND No. 20.1.05.18.10.178. Secara
spesifikasi, sekolah ini mempunyai luas tanah sekitar 10.360m2, luas bangunan 2281
m2, dan luas halaman 2000 m2. SMPN 1 Pakis Malang, juga telah mendapatkan
sertifikat BPN pada tanggal 24 November dengan Nomor. 21375. Selain itu, sekolah
ini juga difasilitasi dengan adanya gedung perpustakaan, lapangan, lab praktikum
fisika, lab komputer, lab bahasa, UKS, dan mushola. SMPN 1 Pakis ini memiliki
tenaga pendidik sebanyak 32 orang, dengan murid mulai dari kelas 7 hingga kelas 9
sebanyak 885 siswa. Sekolah ini juga termasuk sekolah percontohan bagi sekolah-
sekolah sekitarnya dikarenakan telah menyandang akreditasi A. Hal ini juga
berdampak pada lingkungan sekolah yang asri dan bersih menjadikan sekolah ini
menyandang Adiwiyata Kabupaten/Kota, Provinsi dan selanjutnya akan menuju
pada Adiwiyata tingkat Nasional. SMPN 1 Pakis ini memiliki 28 ruang kelas, 3
laboratorium, 1 perpustakaan yang digunakan untuk menunjang proses belajar-
mengajar di sekolah dan juga memfasilitasi siswa-siswi untuk dapat
mengembangkan bakat dan minat mereka. SMPN 1 Pakis memiliki 32 guru dan
sebanyak 32 orang yang 79% adalah pengajar atau pendidik yang telah di sertifikasi
oleh Pemerintah, sedangkan untuk guru PNS sebanyak 90%. Hal ini menjadikan
potensi awal dari SMPN 1 Pakis untuk dapat meningkatkan kualitas kinerja guru
terhadap prestasi siswa. Dengan adanya potensi yang sangat baik ini, dari pihak
sekolah diharapkan juga dapat membantu guru-guru yang belum memenuhi standar
sertifikasi dengan melanjutkan studi mereka.
Di sisi lain tidak hanya terpatok pada guru saja, namun siswa-siswi di SMPN 1 Pakis
juga memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Salah satu contoh kegiatan yang
banyak digemari dan juga menjadikan ajang menumbuhkan public speaking,
sosialisasi dengan sesama dan juga leadership ialah OSIS. Di dalam OSIS mereka
memupuk soft-skill mereka menjadi suatu hal yang dapat mereka petik dan berguna
di masa depan. Selain itu, terdapat pula ekstrakurikuler yang menunjang dan
mendorong minat dan bakat siswa-siswi selama mereka bersekolah, hal ini bisa
dilihat dari kegiatan basket, pramuka, PMR, Paskibra dan lain sebagainya. tidak
hanya mendorong dan menunjang, mereka juga dapat menyalurkannya melalui
kompetisi.
B. Terkait jadwal asesmen, asesmen ini diambil ketika tanggal 21 Desember 2021
dengan metode observasi dan wawancara kelompok. Subjek yang digunakan kelas
berasal dari kelas 7 A & 7 B, kelas mereka dijadikan satu dengan setengah (15 anak)
dari kelas 7 A dan setengah lagi (15 anak) dari kelas 7 B namun pada sesi melakukan
asesmen, kelas 7 B sudah pulang terlebih dahulu sehingga subjek hanya berasal dari
kelas 7 A. Siswa kelas 7 A mengatakan bahwa sering terjadi pembullyan kepada
anak-anak yang lemah, mereka sering untuk hanya berteman dengan itu-itu saja dan
membuat kubu-kubu, saling ejek seperti saling ejek dan melontarkan nama orang
tua antar siswa yang menyebabkan perkelahian, adanya rasa terasingan antar
teman, tidak memiliki teman, menjadi penyendiri dan dianggap lemah yang terjadi
pada kelas 7 B dimana terjadinya perilaku bullying terhadap teman di dalam kelas.
Selain itu, dalam hasil wawancara dengan kelas 7 A, mereka mengatakan bahwa
guru BK tidak pernah masuk ke dalam kelas, mereka menyatakan bahwa guru BK
hanya masuk 1x dalam satu semester kala itu dan selebihnya mereka hanya jamkos
dan guru BK tidak pernah masuk kedalam kelas. Dengan adanya permasalahan ini,
siswa-siswi yang ada di sekitar korban sudah pernah mencoba untuk memperbaiki
masalah namun malah ujungnya mereka juga yang dikucilkan, di bully dan di ejek
sehingga menyebabkan tidak ada yang berteman lagi dengan korban-korban
tersebut. Dalam permasalahan ini, guru telah mengetahui adanya perilaku bullying
yang terjadi di dalam kelas namun guru dan juga guru BK tidak dapat memberikan
sanksi atau hukuman yang pantas bagi pelaku.

C. Permasalahan bullying yang terjadi di SMPN 1 Pakis ini terjadi karena beberapa
faktor, menurut hasil wawancara, beberapa anak yang suka membully korban
mereka adalah anak-anak yang lemah, yang mereka anggap badannya kecil, dan juga
pendiam. Selain itu, permasalahan ini bertambah parah dengan ketika anak lain
ingin membantu, tetapi mereka juga dapat imbas dari itu, mereka juga ikut di bully
dan ikut di kucilkan. Sehingga membuat anak-anak tersebut membiarkan perilaku
bullying yang terjadi di sekitar mereka. Mereka mengatakan bahwa guru-guru tahu
akan adanya bullying namun hal tersebut tidak di tindak secara tegas oleh guru
mereka dan hanya di berikan wejangan saja. Bullying ini juga bisa terjadi di
karenakan sering kalinya murid untuk sekolah online dan offline yang menyebabkan
perilaku mereka tidak terbentuk secara sempurna. Hal ini sesuai dengan pernyataan
dari Priyatna (dalam Eko, 2018) yang mengatakan bahwa, banyak faktor yang
terlibat dalam hal ini, baik itu faktor pribadi anak itu sendiri, keluarga, lingkungan,
bahkan sekolah, semua turut mengambil peran. Siswa SMP yang termasuk ke dalam
kategori remaja yang mana mereka memiliki beberapa permasalahan emosional
yang cenderung dianggap wajar, seperti perilaku agresif, impulsif, gangguan
perhatian sehingga kurangnya konsentrasi, kecemasan, hilangnya harapan, dan
sebagainya. Sebagai tenaga pendidik, BK dari sekolah ini juga jarang masuk ke dalam
kelas, kurangnya berdiskusi dan sharing bersama murid-murid disana yang juga
mengakibatkan adanya kesenjangan dan gap antara murid dengan guru BK yang
seharusnya mengetahui keluh-kesah dan permasalahan yang ada di sekolah dan
yang membuat murid-murid disana menjadi kurang nyaman.
Terdapat beberapa faktor yang dapat menjadi pemicu seseorang melakukan
tindakan bullying kepada lingkungan sekitarnya seperti,
a. Faktor dari keluarga : keluarga yang merupakan faktor terdalam dari
bertumbuh dan berkembangnya sikap dan sifat remaja. Menurut Setiawati
(dalam H, Ani Sarifah, 2019) mengatakan jika pola hidup orang tua yang
negatif seperti perceraiam, orang tua tidak memiliki perasaan dan pikiran
yang netral/stabil, orang tua yang tidak harmonis, sering bertengkar di
depan anak merupakan hal yang bisa memicu adanya depresi dan stres
bagi anak. Selain itu, remaja yang tumbuh dengan mencontoh komunikasi
negatif seperti sarkas akan cenderung mencontoh perilaku tersebut.
b. Faktor teman sebaya : dimasa usia remaja, anak-anak akan lebih banyak
mengenal dunia luar bersama teman-teman. Jika lingkungan pertemanan
sang anak ini buruk, maka hal tersebut juga berdampak bagi individu
untuk ikut seperti lingkungan mereka. Menurut Benites dan Justicia
(dalam H, Ani Sarifah, 2019) kelompok teman sebaya (genk) yang memiliki
masalah di sekolah akan memberikan dampak yang buruk bagi teman-
teman lainnya seperti berperilaku dan berkata kasar terhadap guru atau
sesama teman dan membolos. Terkadang, beberapa anak melakukan
bullying hanya untuk membuktikan kepada teman sebayanya agar
diterima dalam kelompok tersebut, walaupun sebenarnya mereka tidak
nyaman melakukan hal tersebut. Hal tersebut juga dilakukan oleh siswa-
siswi di SMPN 1 Pakis yang berteman secara berkubu-kubu dan membully
anak-anak yang lain
c. Faktor media massa : remaja yang masih labil dan mencari jati diri mereka,
dengan mudah untuk meniru apa yang ada di sekitar mereka, yang mereka
lihat dan apa yang mereka dapat dari lingkungan mereka sehingga media
massa seperti tontonan yang remaja lihat dapat memicu timbulnya
kekerasan dan memicu perilaku bullying yang ada. Selain itu karena
adanya pandemi seperti ini, maka muncullah belajar dirumah yang mana
siswa dapat mengakses pembelajaran melalui daring, hal ini menjadi
momok dan pemicu remaja untuk dapat berprilaku negatif. Dari sisi
positif, mereka dapat berinteraksi melalui media sosial karena mereka
bisa berhubungan dengan teman-teman mereka. Mereka juga dapat
menanyakan PR dan mengumpulkan tugas melalui platform-platform
yang telah di tentukan. Dari sisi negatifnya mereka akan menjadi
orang yang indivualistis, anti sosial, dan egois. Terlebih lagi dengan
penyalahgunaan media sosial yang dilakukan oleh mereka.
Jika dikaitkan dengan teori perkembangan remaja, murid kelas 7 di SMPN 1 Pakis ini
termasuk kedalam kategori remaja awal. Menurut Asrori (dalam Nurul Azmi, 2015)
mengatakan tentang remaja awal ini yakni, selama pada tahap ini perkembangan
secara fisik terlihat semakin jelas seperti perubahan fungsi alat kelamin pada remaja.
Dikarenakan adanya perubahan ini dan juga perubahan fisik lainnya, remaja sering
kali sulit untuk menyesuaika diri dengan adanya perubahan tersebut. Akibatnya
mereka cenderung menyendiri sehingga merasa terasingkan, kurang perhatian, dan
bahkan merasa tidak ada yang memperdulikannya. Kontrol akan dirinya juga
semakin susah dan mereka juga menjadi lebih cepat marah dengan adanya cara-cara
yang kurang wajar. Perilaku seperti ini terjadi karena adanya kecemasan pada diri
sendiri sehingga muncul menjadi reaksi yang kadangkalanya tidak wajar. Sesuai
dengan pernyataan sebelumnya, dengan adanya perubahan tersebut membuat
mereka menjadi penyendiri dan menjauh dari lingkungan mereka. Hal tersebut
menjadi cikal bakal adanya perilaku bullying yang terjadi di SMPN 1 Pakis.
Apabila kita tinjau dari teori Psikososial dari Erik Ericson pada tahap yang ke 5
tentang “Identity vs Confusion” yang ada pada umur 12-18 tahun yang tergolong
pada remaja awal. Pada tahap ini remaja memiliki peran secara esensial di dalam
perkembangan perasaan identitas diri yang mempengaruhi perilaku dan
perkembangan dari individu tersebut. Pada masa ini, anak-anak akan mengexplore
sifat kemandirian dan mengembangkan perasaan kepada diri sendiri, mereka yang
dapat menerima dorongan dan penguatan yang sepadan dengan dari eksplorasi
tersebut maka hal tersebut akan memunculkan perasaan diri, kemandirian dan
kontrol diri yang kuat. Tetapi bagi mereka yang tetap tidak pasti dengan keyakinan
pada diri mereka, mereka akan merasa tidak aman dan bingung dengan diri sendiri
dan pada masa depannya. Jika kita lihat melalui tahap ini dan di padukan dengan
permasalahan yang terjadi di SMPN 1 Pakis ini, maka dapat dikatakan bahwa pada
pelaku bullying juga sedang mengembangkan diri mereka dan mengexplore hal-hal
yang ada di sekitar mereka, lingkungan yang buruk juga akan membuat perilaku
buruk kepada individu tersebut. Tidak adanya kontrol diri yang kuat maka membuat
pelaku bullying di sekolah ini dapat muncul ke permukaan.
Remaja juga mengalami adanya perubahan secara psikis yang mengakibatkan
mereka memiliki emosi yang naik turun cenderung labil yang mengidetifikasikan
mereka masih belum matang secara emosi. Menurut Elizabeth B. Hurlock (dalam
Fitri & Adelya, 2017) mengatakan terdapat 2 ciri kematangan emosi yakni :
1. Kontrol diri : pribadi tersebut dapat menunggu saat dan tempat yang tepat
untuk dapat mengungkapkan emosinya dengan cara yang dapat di terima
2. Pemahaman diri ke orang lain : pribadi tersebut memiliki reaksi emosional
yang stabil dan tidak berubah-ubah dari satu emosi ke emosi yang lainnya.
Individu tersebut dapat memahami hal yang dapat di rasakan dan
mengetahui penyebab dari apa yang membuatnya menjadi memiliki rasa
emosi.
Sehingga dapat di katakan bahwa remaja yang telah memiliki kematangan emosi
merupakan remaja yang dapat menilai situasi sekitarnya dengan kritis, tidak lagi
bereakasi tanap berpikir seperti anak-anak atau orang yang belum secara matang
dalam sisi emosionya, memiliki kontrol diri yang baik, dapat mengekspresika
emosinya dengan tepat dengan keadaan yang dihadapinnya sehingga dapat
beradaptasi dengan mudah dan dapat menerima beraga karakteristik individu dan
dapat memberikan reaksi yang tepat sesuai apa yang ia hadapi.
Jika dilihat dari sisi pembullyan yang terjadi di SMPN 1 Pakis, para pembulli bukanlah
orang yang sudah memiliki tingkat kematangan emosi secara baik, sehingga ia masih
melakukan hal yang tidak sepantasnya. Mereka tidak memiliki kontrol diri yang tepat
dan bertingkah seperti anak-anak. Mereka juga tidak memiliki pemahaman kepada
orang lain yang mengakibatkan mereka masih memiliki emosi yang berubah-ubah
(labil).
Jika dikaitkan permasalahan tersebut dengan mental health & well-being siswa maka
dapat di hasilkan seperti berikut, jika dilihat dari pelaku bullying mereka masih
belum bisa atau dapat dikatakan masih belum mencapai ke batas kematangan emosi
yang seharusnya telah mereka capai. Selain itu, terdapat juga beberapa faktor yang
dapat menjadikan mereka menjadi pembulli sehingga mereka masih belum memiliki
mental dan juga psikis yang matang. Jika dilihat dari sisi korban, korban akan merasa
sendirian, merasa di sisihkan oleh sekitarnya dan merasa tidak memiliki siapapun
karena jika ada yang mau berteman dengan korban maka ia juga akan ikut di bully.
Hal ini dapat berdampak pada prestasi belajar siswa yang dapat menurun, siswa
menjadi trauma dan bahkan enggan untuk berangkat ke sekolah.
Sebagai calon Psikolog Sekolah terdapat beberapa hal yang dapat menjadi
rekomendasi pemecahan masalah ketika menghadapi para pelaku bullying menurut
UNICEF (n.d) :
a. Mendengarkan cerita atau penjelasan mereka
b. Ketahui dan identifikasi perilaku yang tidak pantas, tidak dapat diterima dan
ingatkan mereka akan aturan dan pedoman anti-bullying yang telah dibuat oleh
sekolah & di kelas.
c. Bantu mereka dengan memahami alasan di balik perilaku bullying mereka
(seperti apakah mereka punya masalah di rumah, kurangnya perhatian,
pengalaman bullying sebelumnya, dll.)
d. menunjukkan empati dan kasih sayang dengan membagikan perasaan anak yang
di-bully.
e. berikan konsekuensi tertentu untuk membantu mereka belajar dari situasi ini.
Konsekuensi yang diberikan harus berhubungan dengan kesalahan mereka,
tetap menghormati anak sebagai pelaku, masuk akal dan logis, serta dapat
diterima untuk mengajarkan anak agar berperilaku lebih baik.
f. Anak harus memperbaiki kesalahannya. Misalnya, dengan meminta maaf
kepada anak yang di-bully, melakukan sesuatu yang baik padanya agar dia
merasa lebih baik, membantunya menyelesaikan sesuatu yang sedang dia
kerjakan, memperbaiki atau mengganti sesuatu yang mereka hancurkan atau
curi, dll.
g. Menghargai dan mengenali segala perubahan perilaku yang positif, termasuk
mengakui kesalahan.
h. Jelaskan bahwa untuk menerima hak di kelas/sekolah, mereka harus mematuhi
peraturan. Hak tersebut misalnya untuk berpartisipasi dalam acara sekolah,
bergabung dalam ekskul, perjalanan study tour, pelajaran olahraga, kegiatan
pentas seni, atau apa pun yang dianggap sesuai dan menarik oleh anak agar
mereka tetap berusaha berbuat baik.
i. Bicaralah kepada orang tua mereka dan saling menyetujui rencana agar berbuat
baik.
Dibawah ini cara yang bisa dilakukan untuk dapat melawan bullying yang terjadi di
sekolah menurut UNICEF (n.d) :
a. Tingkatkan kesadaran di antara anak-anak.
b. Tekankan perilaku yang baik, empati, dan capaian prestasi bersama di sekolah.
c. Memberikan pelatihan guru dan staf sekolah tentang bagaimana mengatasi
bullying.
d. Melibatkan orang tua & siswa dalam meningkatkan kesadaran dan cara
mengambil tindakan yang disepakati terhadap bullying.

D. Kesimpulan yang dapat dihasilkan dari permasalahan diatas yakni berupa perilaku
bullying yang terjadi SMPN 1 Pakis, Malang dikarenakan beberapa hal seperti,
korban yang dianggap lemah dan berbadan kecil, guru atau BK yang tidak dapat
bertindak dengan tegas ketika permasalahan ini muncul, disebabkan adanya
permasalahan internal dari pelaku bullying (permasalahan keluarga dan sifat dari
individu tersebut), dan juga pengaruh dari lingkungan pertemanan yang sering
berkubu-kubu.

IV. Analisis Individu: [ALFI SYAHR NUR WIDENKY - 201910230311220]


A. Identitas Subjek
SMP Negeri 3 Kamal berlokasi di Jl. Tajungan 10, Desa Gili Anyar Kecamatan Kamal
Kabupaten Bangkalan. Jumlah keseluruhan siswa sebanyak 263 siswa laki – laki dan
173 siswa perempuan. Fasilitas yang dimiliki sekolah meliputi 29 ruang kelas, 2
bangunan khusus toilet, 2 laboratorium, 1 lapangan basket, 1 gudang, 1
perpustakaan dan 1 masjid. Kondisi lingkungan sekolah yang baik dan bersih (tidak
ada sampah terlihat sejauh mata memandang). Suasana sekolah masih sangat kental
akan budaya Madura sehingga beberapa pembelajaran dilakukan menggunakan
bahasa asli penduduk yaitu bahasa Madura. Hal yang unik yang terlihat adalah SMP
Negeri 3 Kamal mempertahankan tradisi daerah dimana setiap adzan
berkumandang, keseluruhan pembelajaran akan di tunda dan seluruh siswa akan
pergi ke masjid sekolah untuk melakukan solat dan mengaji bersama. Hubungan
murid dan siswa sangat baik dimana setiap masuk dan pulang sekolah semua murid
akan bersalaman mencium tangan guru untuk berpamitan pulang.

B. Identifikasi Masalah
Asesmen dilakukan pada tanggal 3 Januari 2022 dengan metode pengumpulan data
berupa observasi dan wawancara. Subjek interview merupakan salah satu guru SMP
Negeri 3 Kamal, berinisial U berusia 48 dan berjenis kelamin perempuan. Subjek
observasi adalah siswa kelas 7F di SMP Negeri 3 Kamal. Hasil asesmen yang telah
dilakukan mendapati permasalahan utama sekolah berupa menurunnya jumlah
siswa yang bersekolah di SMP Negeri 3 Kamal, ditemukan juga permasalahan lain
seperti, sering terjadi perilaku kenakalan siswa seperti merokok di sekolah,
perkelahian antar siswa dan bullying.

C. Analisa Masalah
a) Penurunan Jumlah Siswa
Penurunan jumlah siswa terjadi pada lingkungan sekolah SMP
Negeri 3 Kamal, berdasarkan interview yang dilakukan guru SMP Negeri 3
Kamal berpendapat. Hal ini terjadi diakibatkan oleh pandemi covid 19.
Dikarenakan kebanyakan murid merupakan penduduk desa, pembelajaran
melalui media online/zoom masih dipandang sebelah mata oleh para orang
tua. Para orang tua menggangap jika anaknya tidak pergi ke lokasi sekolah,
itu berarti anaknya tidak bersekolah. Dan juga hal ini terjadi karena ekonomi
para orang tua yang rendah sehingga kurang sanggup untuk membelikan
anaknya smartphone ataupun membeli paket data setiap bulannya.
Hal ini dapat dikaitkan dengan teori ekologi Bronfenbrenner yang
memandang bahwa perkembangan manusia dipengaruhi oleh konteks
lingkungan. Terdapat 5 aspek pengaruh perkembangan yang disebutkan
oleh Bronfenbrenner mikrosistem, mesosistem, ekosistem, makrosistem dan
Chronosistem. Permasalahan diatas termasuk di dalam aspek mesosistem.
Mesosistem meliputi interaksi antar mikrosistem yang berbeda dimana
seorang anak berada. Pada intinya mesosistem adalah suatu sistem yang
terbentuk dari mikrosistem dan melibatkan hubungan antara rumah dan
sekolah, teman sebaya dan keluarga atau antara keluarga dan sekolah.
Dimana lingkungan para orang tua murid SMP Negeri 3 Kamal, merupakan
masyarakat desa yang belum begitu paham mengenai teknologi dan masih
menganggap pembelajaran menggunakan zoom tidak berarti karena anak
tidak pergi ke lokasi sekolah. Di karenakan pengaruh keluarga yang
menganggap pendidikan saat ini belum bisa dilakukan dengan baik sehingga
banyak orang tua memutuskan tidak menyekolahkan anaknya sampai
keadaannya membaik.
Salah satu cara menangani permasalahan ini adalah dengan
mengadakan pertemuan orang tua secara langsung. Dimana tujuan
pertemuan itu untuk membahas mengenai sistem pembelajaran online saat
ini/sistem new normal. Sangat perlu untuk membahas mengenai
pembelajaran sesuai dengan pengertian para orang tua dan juga
kemampuan orang tua.
Bagaimanapun memberhentikan pemberian pendidikan anak bukan
pilihan yang bijak untuk dilakukan saat ini. Pemberhentian pemberian
Pendidikan anak hanya akan membuat anak menjadi terkekang di rumah
dan mengurangi kemampuan yang dimiliki anak. Di rumah pun anak tidak
akan bisa melakukan apapun, dikarenakan pandemi ini. Sehingga hal ini
dapat menyebabkan naiknya tingkat stress yang akan mempengaruhi mental
health dan well being anak.

b) Kenakalan remaja
Kenakalan remaja yang terjadi di lingkungan SMP Negeri 3 Kamal
meliputi perilaku merokok dan perkelahian. Masa SMP merupakan masa
peralihan masa anak menuju remaja. Sehingga dimasa inilah anak akan
mulai mencoba mengenali dirinya sendiri, akan banyak perilaku
negative/positif yang akan dilakuakan oleh anak. Tetapi orang tua perlu
mendampingi anak supaya perilaku anak tidak mengarah kepada perilaku
yang negative
Menurut Kartono (2008:93) yang menjadi sebab kenakalan remaja
adalah sebagai berikut:
1) Faktor dalam diri sendiri
Fatror dalam diri sendiri meliputi Predisposing Faktor (faktor
yang memberi kecenderungan tertentu terhadap perilaku
remaja. Faktor tersebut dibawa sejak lahir, atau oleh kejadian-
kejadian ketika kelahiran bayi yang disebut dengan birth injury,
yaitu luka di kepala bayi ketika bayi ditarik dari perut ibu),
Lemahnya Pertahanan Diri, Kurangnya kemampuan penyesuaian
diri terhadap lingkungan sosial dan Kurangnya dasar – dasar
keimanan di dalam remaja.
2) Faktor Lingkungan Keluarga
Faktor keluarga meliputi perilaku anggota keluarga, pola asuh,
Ekonomi dan keharmonisan keluarga
3) Faktor lingkungan Masyarakat
Faktor lingkungan meliputi Kurangnya pelaksanaan ajaran agama
secara konsekuen, Masyarakat yang kurang memperoleh
pendidikan dan Kurang pengawasan terhadap remaja dan
Pengaruh norma baru dari luar
4) Faktor lingkungan Sekolah
Faktor lingkungan sekolah meliputi Faktor guru/dedikasi guru,
Ekonomi guru, Mutu guru dan Fasilitas Pendidikan.
Untuk menyikapi permasalahan kenakalan remaja perlu ada
penyelesaian yang harus disetujui oleh seluruh instansi sekolah. Seluruh
masyarakat sekolah mulai dari guru sampai dengan siswa harus mampu
bekerja sama mengurangi permasalahan kenalakan remaja ini. Contoh usaha
yang bisa di ambil adalah membentuk kelompok khusus yang terdiri dari
siswa itu sendiri untuk mengawasi dan mengatasi kenakalan remaja yang
terjadi di sekolah. Dengan catatan tidak memberikan perlakuan khusus
kepada mereka yang ikut di dalam kelompok khusus tersebut. Sehingga
murid lain tidak merasa terintimidasi oleh hadirnya kelompok khusus ini
Safe school berarti sekolah mampu menciptakan rasa nyaman dan
aman kepada seluruh siswa di sekolah. Safe school tidak mungkin bisa
dicapai hanya dengan usaha yang minimal, perlu kerja sama seluruh
masyarakat sekolah dari kepala sekolah sampai murid untuk mampu
mencapai sekolah yang aman dan nyaman. Safe School mempunyai peran
yang sangat penting dalam mencapai mental health dan well being siswa.
c) Bullying
Bullying yang terjadi di lingkungan SMP Negeri 3 Kamal meliputi
pemalakan dan pemukulan secara fisik. Interview dilakukan kepada salah
satu korban berinisial A di kelas 7F. Korban menyatakan Pemalakan dan
pemulukan merupakan hal yang wajar dan sudah dikatakan hal yang normal.
Subjek tidak mempermasalahkan hal itu dikarenakan uang yang diambil
dianggap tidak seberapa. Dan pemukulan yang terjadi juga tidak sampai
menyebabkan luka yang terlihat.
Bullying pada pelajar seringkali dicirikan dengan: “(a) para siswa
yang merasa tidak aman di sekolah, (b) rasa tidak memiliki dan ketidak-
adaan hubungan dengan masyarakat sekolah, (c) ketidakpercayaan di antara
para siswa, (d) pembentukan geng formal dan informal sebagai alat untuk
menghasut tindakan bullying atau melindungi kelompok dari tindak bullying,
(e) tindakan hukum yang diambil menentang sekolah yang dilakukan oleh
siswa dan orang tua siswa, (f) turunnya reputasi sekolah di masyarakat, (g)
rendahnya semangat juang staf dan meningginya stress pekerjaan, (g) dan
iklim pendidikan yang buruk. Di Indonesia, dari hasil penelitian yang
dilakukan oleh Rahma Nuraini ditemukan beberapa karakteristik pelaku
bullying yakni: (1) Suka mendominasi orang lain. (2) Suka memanfaatkan
orang lain untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. (3) Sulit melihat
situasi dari sudut pandang orang lain. (4) Hanya peduli pada kebutuhan dan
kesenangan mereka sendiri. (5) Cenderung melukai anak-anak lain ketika
tidak ada orang dewasa di sekitar mereka. (6) Memandang rekan yang lebih
lemah sebagai mangsa. (7) Menggunakan kesalahan kritikan dan tuduhan-
tuduhan yang keliru untuk memproyeksikan ketidakcakapan mereka kepada
targetnya. (8) Tidak mau bertanggung jawab atas tindakannya. (9) Tidak
memiliki pandangan terhadap masa depan, yaitu tidak mampu memikirkan
konsekuensi dari tindakan yang mereka lakukan. (10) Haus perhatian.
Perilaku bully merupakan tingkah laku yang kompleks. Anak-anak
tidak dilahirkan untuk menjadi seorang pembully. Tingkah laku bully juga
tidak diajarkan secara langsung kepada anak-anak. Cara yang tepat
mengurangi hal ini adalah dengan memberikan peraturan khusus mengenai
bullying yang terjadi, hal ini diperlukan karena pada lingkungan sekolah
bullying sudah dianggap hal yang wajar terjadi.
Bagaimanapun Bullying tidak dapat dibiarkan terus menerus, hal ini
akan membuat para korban menjadi pribadi yang kurang dan susah untuk
mencapai aktualisasi dirinya. Anggapan seperti bullying dapat memperkuat
mental anak adalah anggapan yang tidak berdasar. Sekolah harunya mampu
menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi seluruh siwa supaya mampu
menjadi siswa yang memiliki mental health yang baik dan tercapainya well
being pada siswa.

D. Kesimpulan
Sekolah masih kesulitan menghadapi perubahan arus dan sistem pendidikan
saat ini, factor yang menyebabkan hal ini kebanyakan disebabkan oleh
permasalahan eksternal sekolah yaitu keadaan lingkungan para orang tua murid
yang merupakan masyarakat desa yang belum terlalu paham mengenai teknologi.
Sehingga sekolah perlu memberikan pengarahan terlebih dahulu kepada orang tua
murid. Setelahnya sekolah bisa fokus kepada permasalahan internal seperti perilaku
kenakalan remaja dan Bullying.
ANALISIS KELOMPOK

(Analisis kelompok berisi: (1) pemetaan terhadap permasalahan yang terjadi antara temuan analisis
individu di dalam kelompok dalam satu jenjang pendidikan, (2) menganalisis penemuan di analisis
kelompok (persamaan dan perbedaan dari kasus yang dianalisis), dan (3) kesimpulan analisis dalam
kelompok.
PENUTUPAN
(Penutupan makalah berisi ringkasan terkait makalah yang dibuat, mulai dari pendahuluan - analisis
individu - analisis kelompok)
DAFTAR PUSTAKA
Azmi, N. (2016). Potensi emosi remaja dan pengembangannya. Sosial Horizon: Jurnal Pendidikan
Sosial, 2(1), 36-46.

https://bppps.kemensos.go.id/bahan_bacaan/file_materi/tahap-perkembangan-psikososial.pdf

Fitri, N. F., & Adelya, B. (2017). Kematangan emosi remaja dalam pengentasan masalah. JPGI (Jurnal
Penelitian Guru Indonesia), 2(2), 30-39.

Hidayati, A. S., & Djumali, M. P. (2019). Faktor-Faktor Penyebab Bullying Di Kalangan Peserta Didik
Era Milenial (Studi Kasus: Siswa-Siswi SMK Muhammadiyah 2 Klaten Utara) (Doctoral dissertation,
Universitas Muhammadiyah Surakarta).

https://www.unicef.org/indonesia/id/child-protection/tips-untuk-guru-merespon-bullying

Wicaksono, Mohamad Eko (2018) UPAYA SEKOLAH DALAM MENGATASI BULLYING ANTAR SISWA DI
SMPN 2 KURIPAN LOMBOK BARAT. S1 thesis, Universitas Mataram.

Widyawati, Asyik, & Nugraheni,. (2014). MENURUNNYA JUMLAH SISWA SD NEGERI 1 DESA RUKTI
SEDIYO KECAMATAN RAMAN UTARA KABUPATEN LAMPUNG TIMUR.

Lukita, & Sudibjo,. (2021). FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOTIVASI BELAJAR SISWA DI
ERA PANDEMI COVID-19. Jurnal Aakdemika: Tekonologi Pendidikan.

Mujahidah (2015). IMPLEMENTASI TEORI EKOLOGI BRONFENBRENNER DALAM MEMBANGUN


PENDIDIKAN KARAKTER YANG BERKUALITAS. Lentera, Vol. IXX, No. 2

Zakiyah Zein, Humaedi, & Santoso. (2017). FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REMAJA DALAM
MELAKUKAN BULLYING. Jurnal Penelitian & PPM, Vol 4, No: 2, Hal: 129 – 389.

Nunuk Sulisrudatin, SH, SIP, MSI. (2015). KASUS BULLYING DALAM KALANGAN PELAJAR (SUATU
TINJAUAN KRIMINOLOGI). Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara – Fakultas Hukum Universitas
Suryadarma, Volume 5 No.2.
Utomo Tri, & Ifadah. (2019). Kenakalan Remaja dan Psikososial Jurnal Dakwah dan Komunikasi Islam,
Vol 5, No: 2, Hal: 181-202.

Anda mungkin juga menyukai