Anda di halaman 1dari 70

Ketentuan Syariat Islam

Terkait JPH
Halal Center UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Pelatihan
Pendamping PPH (Proses Produk Halal)
Batch 4
20-22 Mei 2022
Pendahuluan
Pendahuluan

Pendamping PPH
yang Kompeten
Kompetensi Pendamping PPH

Keputusan
Kepala
BPJPH
Nomor 135
Tahun 2021
Kompetensi Pendamping PPH (Proses Produk Halal)

Memahami prinsip halal-haram,


fatwa MUI, serta dapat
menerapkannya dalam
melakukan pendampingan dan
validasi/verifikasi.
Materi
Ketentuan Syari’at Islam terkait JPH
Ketentuan Syariat Islam terkait JPH

Memahami prinsip halal-


Materi haram, fatwa MUI, serta
dapat menerapkannya
“Ketentuan Syariat Islam dalam melakukan
terkait JPH” pendampingan dan
validasi/verifikasi.
Ketentuan Syariat Islam terkait JPH
Batasan Prinsip Halal-Haram sesuai Syari’at Islam
Materi
Sesuai Fatwa MUI terkait Produk Halal
Keputusan
Kepala Fatwa MUI terkait Penyembelihan
BPJPH
Nomor Fatwa MUI terkait Alkohol
135 Tahun Fatwa MUI terkait Makanan/Minuman
2021
Format Pengajuan Fatwa Halal MUI
Sub Materi I
Prinsip Halal-Haram sesuai Syari’at Islam
Prinsip Halal-Haram sesuai Syari’at Islam
Prinsip Halal-Haram sesuai Syari’at Islam

Kita harus
memahami
penyebab
keharaman.
Prinsip Halal-Haram sesuai Syari’at Islam
Penyebab Najis (al-Najasah)
Keharaman Meliputi: daging babi, anjing, bangkai, darah, hewan ternak yang
(1) tidak disembelih secara syar’i, dan makanan yang terkena najis.
Setiap yang najis hukumnya haram untuk dikonsumsi.
Sesuai firman Allah SWT:
Prinsip Halal-Haram sesuai Syari’at Islam

Kategori Najis

Najis Najis Najis


mughalladhah mutawassithah mukhaffafah
(najis berat) (najis sedang) (najis ringan)
Prinsip Halal-Haram sesuai Syari’at Islam
Kategori Najis mughalladhah (najis berat), yaitu najisnya babi,
anjing, dan turunan keduanya atau salah satunya.
Najis
Najis mukhaffafah (najis ringan), yaitu najisnya urine
bayi laki-laki yang belum berumur dua tahun dan
tidak mengonsumsi apapun selain air susu ibu.

Najis mutawassithah (najis sedang), yaitu najis


selain keduanya.
Prinsip Halal-Haram sesuai Syari’at Islam
Mutanajjis
Adalah sesuatu yang diharamkan karena
tersentuh najis.
Mutanajjis juga haram hukumnya untuk
dikonsumsi.
Mutanajjis bisa menjadi suci kembali
sehingga halal untuk dikonsumsi, setelah
dicuci secara syar’i (tathhir syar’an).
Prinsip Halal-Haram sesuai Syari’at Islam
Penyebab Kotor dan menjijikkan (istiqdzar), seperti air liur, air mani, belatung, dan kecoa.
Keharaman
(2)
Makna “al-thayyibat” dalam ayat tersebut adalah apa yang dianggap baik oleh
orang Arab, sedang makna “al-khabaits” adalah apa yang dianggap kotor dan
menjijikkan oleh orang Arab.

Yang dimaksud orang Arab di sini adalah orang arab ketika zaman nabi. Alasan
kenapa persepsi orang arab zaman nabi menjadi patokan dalam menentukan
hukum, karena al-Quran diturunkan di zaman mereka hidup sehingga dianggap
lebih mengetahui maksud dari apa yang ada di dalam al-Quran. Pendapat ini
adalah pendapat mazhab Hanafi, mazhab Syafi’i, dan mazhab Hanbali.
Prinsip Halal-Haram sesuai Syari’at Islam
Penyebab Berbahaya bagi kesehatan (dharar).
Keharaman
(3) Contoh: tumbuhan dan hewan beracun
Prinsip Halal-Haram sesuai Syari’at Islam
Penyebab Memabukkan (iskar).
Keharaman
(4) Contoh: khamr
Prinsip Halal-Haram sesuai Syari’at Islam
Setiap khamr pasti mengandung alkohol, tapi tidak semua
Khamr alkohol terkategorikan khamr.
Vs Khamr adalah setiap minuman yang memabukkan, baik
Alkohol berasal dari perasan anggur ataupun yang lainnya
Selain minuman yang memabukkan tidak otomatis
terkategori khamr, meskipun cair, seperti obat sirup.
Setiap khamr hukumnya najis dan haram, meskipun sedikit.

Alkohol ada yang dari industri khamr dan ada yang alkohol
murni.
Prinsip Halal-Haram sesuai Syari’at Islam
Penyebab
Keharaman Binatang buas, yakni binatang
(5) yang bertaring dan berkuku tajam.
Prinsip Halal-Haram sesuai Syari’at Islam
Penyebab
Keharaman Adanya dalil yang melarangnya
(6) ('adam al-idzn syar'an).
Prinsip Halal-Haram sesuai Syari’at Islam
Penyebab
Keharaman Adanya dalil yang melarangnya
(6) ('adam al-idzn syar'an).
Prinsip Halal-Haram sesuai Syari’at Islam
Penyebab
Keharaman Adanya dalil yang melarangnya
(6) ('adam al-idzn syar'an).
Prinsip Halal-Haram sesuai Syari’at Islam
Penyebab
Keharaman Adanya dalil yang melarangnya
(6) ('adam al-idzn syar'an).
Sub Materi II
Fatwa MUI terkait Produk Halal
Kelembagaan Fatwa MUI
Klasifikasi Fatwa MUI Berdasarkan Tema
Perbedaan Prinsip Fatwa
Produk Halal Vs Produk Ekonomi Syariah
•Kehati-hatian
Produk Halal

Produk •Kemaslahatan
Ekonomi
Syariah
Penentuan Halal dan Haram
Penentuan Menurut ajaran Islam, penentuan kehalalan atau keharaman sesuatu tidak
dapat didasarkan hanya pada asumsi atau rasa suka dan tidak suka.
Halal dan Sebab, tindakan demikian dipandang sebagai tahakkum dan perbuatan
Haram dusta atas nama Allah yang sangat dilarang agama.
Larangan Menghukumi Sesuatu Secara Sembarang
Dasar Umum Penetapan Fatwa di MUI
Prinsip Penetapan Fatwa dalam MUI
Kaidah-Kaidah Fiqih yang digunakan oleh
MUI dalam Penetapan Halal-Haram Produk
Kaidah-Kaidah Fiqih yang digunakan oleh
MUI dalam Penetapan Halal-Haram Produk
Peraturan MUI Tahun 2015
tentang Pedoman Penetapan Fatwa MUI
• Sebelum fatwa ditetapkan hendaklah ditinjau
lebih dahulu pendapat para imam mazhab
1
tentang masalah yang akan difatwakan tersebut,
secara seksama berikut dalil-dalilnya.
• Masalah yang telah jelas hukumnya (al-ahkam
2 al-qath’iyyat) hendaklah disampaikan
sebagaimana adanya.
Peraturan MUI Tahun 2015
tentang Pedoman Penetapan Fatwa MUI
Peraturan MUI Tahun 2015
tentang Pedoman Penetapan Fatwa MUI
• Dalam masalah yang tidak ditemukan pendapat
hukumnya di kalangan mazhab, penetapan fatwa
4 didasarkan pada hasil ijtihad jama’i (kolektif)
melalui metode bayani, ta’lili (qiyasi, istihsani,
ilhaqi), istishlahi, dan sadd al-zari’ah.
• Penetapan fatwa harus senantiasa
5 memperhatikan kemaslahatan umum (mashalih
‘ammah) dan maqashid al-syari’ah.
MUI Mempertimbangkan Pendapat Ahli
Sub Materi III
Fatwa MUI terkait Penyembelihan
Fatwa MUI nomor 12 tahun 2009 tentang
Standar Sertifikasi Penyembelihan Halal
Ketentuan 1. Penyembelihan adalah penyembelihan hewan sesuai dengan
ketentuan hukum Islam.
Umum :
Dalam 2. Pengolahan adalah proses yang dilakukan terhadap hewan
setelah disembelih, yang meliputi antara lain pengulitan,
fatwa ini, pencincangan, dan pemotongan daging.
yang 3. Stunning adalah suatu cara melemahkan hewan melalui
dimaksud pemingsanan sebelum pelaksanaan penyembelihan agar pada
dengan : waktu disembelih hewan tidak banyak bergerak.
4. Gagal penyembelihan adalah hewan yang disembelih dengan
tidak memenuhi standar penyembelihan.
Fatwa MUI nomor 12 tahun 2009 tentang
Standar Sertifikasi Penyembelihan Halal
Ketentuan 1. Hewan yang disembelih adalah hewan yang
Hukum : boleh dimakan.
A.
Standar 2. Hewan harus dalam keadaan hidup ketika
Hewan disembelih.
Yang
Disembelih
3. Kondisi hewan harus memenuhi standar
kesehatan hewan yang ditetapkan oleh lembaga
yang memiliki kewenangan.
Fatwa MUI nomor 12 tahun 2009 tentang
Standar Sertifikasi Penyembelihan Halal
Ketentuan
Hukum : 1. Beragama Islam dan sudah akil
B. baligh.
Standar
Penyembelih 2. Memahami tata cara
penyembelihan secara syar'i.
3. Memiliki keahlian dalam
penyembelihan.
Fatwa MUI nomor 12 tahun 2009 tentang
Standar Sertifikasi Penyembelihan Halal
Ketentuan
Hukum :
C.
1. Alat penyembelihan harus
Standar Alat
Penyembelihan
tajam.

2. Alat dimaksud bukan


kuku, gigi/taring atau tulang.
Fatwa MUI nomor 12 tahun 2009 tentang
Standar Sertifikasi Penyembelihan Halal
Ketentuan 1. Penyembelihan dilaksanakan dengan niat menyembelih dan menyebut asma
Hukum : Allah.

D.
2. Penyembelihan dilakukan dengan mengalirkan darah melalui pemotongan saluran
Standar Proses makanan (mari'/esophagus), saluran pernafasan/tenggorokan (hulqum/trachea), dan
Penyembelihan dua pembuluh darah (wadajain/vena jugularis dan arteri carotids).
3. Penyembelihan dilakukan dengan satu kali dan secara cepat.

4. Memastikan adanya aliran darah dan/atau gerakan hewan sebagai tanda


hidupnya hewan (hayah mustaqirrah).

5. Memastikan matinya hewan disebabkan oleh penyembelihan tersebut.


Fatwa MUI nomor 12 tahun 2009 tentang
Standar Sertifikasi Penyembelihan Halal
Ketentuan 1. Pengolahan dilakukan setelah hewan dalam keadaan mati oleh sebab
penyembelihan.
Hukum :
E.
Standar 2. Hewan yang gagal penyembelihan harus dipisahkan.
Pengolahan,
Penyimpanan,
dan 3. Penyimpanan dilakukan secara terpisah antara yang halal dan nonhalal.
Pengiriman

4. Dalam proses pengiriman daging, harus ada informasi dan jaminan mengenai
status kehalalannya, mulai dari penyiapan (seperti pengepakan dan pemasukan ke
dalam kontainer), pengangkutan (seperti pengapalan/shipping), hingga penerimaan.
Fatwa MUI nomor 12 tahun 2009 tentang
Standar Sertifikasi Penyembelihan Halal
Ketentuan 1. Hewan yang akan disembelih, disunnahkan untuk dihadapkan ke
kiblat.
Hukum :
E. 2. Penyembelihan semaksimal mungkin dilaksanakan secara
manual, tanpa didahului dengan stunning (pemingsanan) dan
Lain-lain semacamnya.
3. Stunning (pemingsanan) untuk mempermudah proses
penyembelihan hewan hukumnya boleh, dengan syarat.

4. Melakukan penggelonggongan hewan, hukumnya haram.


Syarat Diperbolehkannya Stunning
1. Stunning hanya menyebabkan hewan pingsan sementara, tidak
menyebabkan kematian serta tidak menyebabkan cedera permanen;
2. Bertujuan untuk mempermudah penyembelihan;
3. Pelaksanaannya sebagai bentuk ihsan, bukan untuk menyiksa hewan;
4. Peralatan stunning harus mampu menjamin terwujudnya syarat a, b, c,
serta tidak digunakan antara hewan halal dan nonhalal (babi) sebagai
langkah preventif.
5. Penetapan ketentuan stunning, pemilihan jenis, dan teknis
pelaksanaannya harus di bawah pengawasan ahli yang menjamin
terwujudnya syarat a, b, c, dan d.
Sub Materi IV
Fatwa MUI terkait Alkohol
Fatwa MUI nomor 11 Tahun 2009 tentang Hukum Alkohol
1. Khamr adalah setiap minuman yang memabukkan, baik dari anggur atau yang lainnya, baik
Pertama : dimasak ataupun tidak.

Ketentuan
Umum
2. Alkohol adalah istilah yang umum untuk senyawa organik apapun yang memiliki gugus
Dalam fungsional yang disebut gugus hidroksil (-OH) yang terikat pada atom karbon. Rumus umum
senyawa alkohol tersebut adalah R-OH atau Ar-OH di mana R adalah gugus alkil dan Ar adalah
fatwa ini gugus aril.

yang
dimaksud 3. Minuman beralkohol adalah :

dengan: a. minuman yang mengandung etanol dan senyawa lain di antaranya metanol, asetaldehida,
dan etilasetat yang dibuat secara fermentasi dengan rekayasa dari berbagai jenis bahan baku
nabati yang mengandung karbohidrat; atau
b. minuman yang mengandung etanol dan/atau metanol yang ditambahkan dengan sengaja.
Fatwa MUI nomor 11 Tahun 2009 tentang Hukum Alkohol
1. Meminum minuman beralkohol sebagaimana dimaksud dalam ketentuan umum
Kedua : hukumnya haram.
Ketentuan
2. Khamr sebagaimana dimaksud dalam ketentuan umum adalah najis.
Hukum
3. Alkohol sebagaimana dimaksud dalam ketentuan umum yang berasal dari khamr
adalah najis. Sedangkan alkohol yang tidak berasal dari khamr adalah tidak najis.

4. Minuman beralkohol adalah najis jika alkohol/etanolnya berasal dari khamr, dan
minuman beralkohol adalah tidak najis jika alkohol/etanolnya berasal dari bukan
khamr.
5. Penggunaan alkohol/etanol hasil industri khamr untuk produk makanan, minuman,
kosmetika, dan obat-obatan, hukumnya haram.
Fatwa MUI nomor 11 Tahun 2009 tentang Hukum Alkohol

Kedua : 6. Penggunaan alkohol/etanol hasil industri non khamr (baik


Ketentuan merupakan hasil sintesis kimiawi [dari petrokimia] ataupun
hasil industri fermentasi non khamr) untuk proses produksi
Hukum produk makanan, minuman, kosmetika, dan obat-obatan,
hukumnya: mubah, apabila secara medis tidak
membahayakan.

7. Penggunaan alkohol/etanol hasil industri non khamr (baik


merupakan hasil sintesis kimiawi [dari petrokimia] ataupun
hasil industri fermentasi non khamr) untuk proses produksi
produk makanan, minuman, kosmetika dan obat-obatan,
hukumnya: haram, apabila secara medis membahayakan.
Sub Materi V
Fatwa MUI terkait Makanan/Minuman
Fatwa MUI nomor 10 Tahun 2018 tentang Produk
Makanan dan Minuman yang Mengandung Alkohol/Etanol
Kedua : 1. Minuman beralkohol yang masuk kategori khamr adalah
minuman yang mengandung alkohol/etanol (C2H5OH) minimal
Ketentuan 0,5 %. Minuman beralkohol yang masuk kategori khamr adalah
Hukum najis dan hukumnya haram, sedikit ataupun banyak.
2. Penggunaan alkohol/etanol hasil industri non khamr (baik
merupakan hasil sintesis kimiawi [dari petrokimia] ataupun hasil
industri fermentasi non khamr) untuk bahan produk makanan
hukumnya mubah, apabila secara medis tidak membahayakan.

3. Penggunaan alkohol/etanol hasil industri non khamr (baik merupakan hasil


sintesis kimiawi [dari petrokimia] ataupun hasil industri fermentasi non khamr)
untuk bahan produk minuman hukumnya mubah, apabila secara medis tidak
membahayakan dan selama kadar alkohol/etanol (C2H5OH) pada produk
akhir kurang dari 0,5%.
Fatwa MUI nomor 10 Tahun 2018 tentang Produk
Makanan dan Minuman yang Mengandung Alkohol/Etanol
Kedua : 4. Penggunaan produk-antara (intermediate product)
Ketentuan yang tidak dikonsumsi langsung seperti flavour yang
Hukum mengandung alkohol/etanol non khamr untuk bahan
produk makanan hukumnya mubah, apabila
secara medis tidak membahayakan.
5. Penggunaan produk-antara (intermediate product) yang
tidak dikonsumsi langsung seperti flavour yang mengandung
alkohol/etanol non khamr untuk bahan produk minuman
hukumnya mubah, apabila secara medis tidak
membahayakan dan selama kadar alkohol/etanol
(C2H5OH) pada produk akhir kurang dari 0,5%.
Fatwa MUI nomor 10 Tahun 2018 tentang Produk
Makanan dan Minuman yang Mengandung Alkohol/Etanol
Ketiga : 1. Produk minuman yang mengandung khamr hukumnya haram.

Ketentuan
Terkait
Produk 2. Produk minuman hasil fermentasi yang mengandung alkohol/etanol minimal 0,5%,
hukumnya haram.
Minuman
yang
Mengandung 3. Produk minuman hasil fermentasi yang mengandung alkohol/etanol kurang dari 0,5%
Alkohol hukumnya halal jika secara medis tidak membahayakan.

4. Produk minuman non fermentasi yang mengandung alkohol/etanol kurang dari 0,5%
yang bukan berasal dari khamr hukumnya halal, apabila secara medis tidak
membahayakan, seperti minuman ringan yang ditambahkan flavour yang mengandung
alkohol/etanol.
Fatwa MUI nomor 10 Tahun 2018 tentang Produk
Makanan dan Minuman yang Mengandung Alkohol/Etanol
Keempat : 1. Produk makanan hasil fermentasi yang mengandung alkohol/etanol hukumnya
halal, selama dalam prosesnya tidak menggunakan bahan haram dan apabila
Ketentuan secara medis tidak membahayakan.
Terkait Produk
Makanan yang 2. Produk makanan hasil fermentasi dengan penambahan alkohol/etanol non khamr
hukumnya halal, selama dalam prosesnya tidak menggunakan bahan haram dan
Mengandung apabila secara medis tidak membahayakan.
Alkohol/Etanol
3. Vinegar/cuka yang berasal dari khamr baik terjadi dengan sendirinya maupun
melalui rekayasa, hukumnya halal dan suci.

4. Produk makanan hasil fermentasi susu berbentuk pasta/padat yang mengandung


alkohol/etanol adalah halal, selama dalam prosesnya tidak menggunakan bahan
haram dan apabila secara medis tidak membahayakan.
5. Produk makanan yang ditambahkan khamr adalah haram.
Sub Materi VI
Format Pengajuan Fatwa Halal MUI
Penetapan Kehalalan Produk oleh Komisi Fatwa MUI
Hal-hal yang akan diverifikasi-divalidasi
oleh Komisi Fatwa MUI
Hal-hal yang akan diverifikasi-divalidasi
oleh Komisi Fatwa MUI
Hal-hal yang akan diverifikasi-divalidasi
oleh Komisi Fatwa MUI
Contoh Ketetapan Halal (KH) Komisi Fatwa MUI
Ketetapan Halal (KH) >>> Sertifikat Halal (SH)
Penutup

Buku Kumpulan Fatwa MUI


dan
Web Sertifikat Halal Produk
https://www.halalmui.org/mui14/main/detailbook/kumpulan-fatwa-
mui-bidang-pangan-obat-obatan-dan-kosmetika
Penutup
Web https://www.halalmui.org/mui14/
Sertifikat
Halal
Produk:

http://info.halal.go.id/cari/
Semoga Bermanfaat
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai