Oleh
KUKUH VIVIAN TRI ADHITAMA
NIM: 22019011
(Program Studi Magister Teknik Geologi)
Gambar 1.1 Permasalahan dalam rock engineering (Hudson, 1993; dalam L. Zhang
hal 3).
22019011_Kukuh_ GL5027_UAS 1
Geologi Teknik Batuan – Program Magister ITB
Gambar 1.2 geometrik propertis dari diskontinuitas (Hudson, 1989; dalam Vallejo,
2011 hal 335).
Diskontinuitas merupakan hasil dari proses geologi pada masa lampau yang
terdistribusi pada massa batuan sebagai struktur penyusun. Macam dari
jenis diskontinuitas berdasarkan pembentukannya seperti Tension
Discontinuities (karena cooling, drying, freezing, bending, flexural slip,
uplifting, faulting dan stress relaxation), Shear Discontinuities akibat sesar
dan lipatan, lalu Discontinuities karena periodik sedimantasi, serta akibat
metamorfik proses. Karena distribusi dari diskontinuitas mengakikabatkan
massa batuan di alam terlihat seperti susunan-susunan dari beberapa block
dengan bentuk dominan rectangural, rhombohedral, hexagonal, atau prisma
pentagonal (Aydan, 2018).
Gambar 1.3 Mechanical behavior dari diskontinuitas (Aydan, 2018; hal 12).
Adanya bentuk distribusi diskontinuitas pada massa batuan menjadikan
respon dari batuan berbeda-beda terhadap stress yang diterima (mechanical
22019011_Kukuh_ GL5027_UAS 2
Geologi Teknik Batuan – Program Magister ITB
Gambar 1.4 Hubungan antara faktor Diskontinuitas, Inhomogem, Anisotrop, dan Non-
Elastis.
22019011_Kukuh_ GL5027_UAS 3
Geologi Teknik Batuan – Program Magister ITB
22019011_Kukuh_ GL5027_UAS 4
Geologi Teknik Batuan – Program Magister ITB
Pada Gambar 1.6 dianggap sebagai contoh persebaran titik pengeboran yang telah
dilakukan. Hasil pengeboran tersebut merupakan data persebaran/kondisi vertikal
persatuan titik koordinat, sedangkan dalam menganalisis massa batuan mengetahui
persebaran (diskontinuitas) sangat diperlukan, sebenarnya dapat dilakukan dengan
intrapolasi dari beberapa data pemboran tetapi hal tersebut pun masih memiliki nilai
ketidakpastian sehingga diperlukan semacam expert judgement. Seperti yang
dijelaskan oleh Hoek dan Bray dalam analisis massa batuan faktor diskontinuitas
sangat penting karena mempengaruhi terhadap nilai properties batuan, pada titik
observasi yang berbeda tetapi jenis batuannya sama belum tentu kondisi massa
batuannya sama. Kesalahan yang dilakukan pada saat desain adalah tidak
memperhitungkan massa batuan, sehingga sata pengambilan sample batuan yang
diuji belum tentu bisa mewakili dari luasan area yang terpengaruh adanya
perbedaan kondisi massa batuan. Jadi disimpulkan dengan data pengeboran tidak
bisa menggambarkan dari massa batuan karena tidak cukup mewakili dalam satuan
ruang dan juga dari faktor skala, hampir sama seperti keterbatasan data dari uji
laboratorium yang dijelaskan oleh de Vallejo (2011; hal 165).
22019011_Kukuh_ GL5027_UAS 5
Geologi Teknik Batuan – Program Magister ITB
Gambar 2.1 Grafik hubungan dari data perngukuran in-situ dari RMR terhadap
modulus massa batuan (Hoek, 2006).
22019011_Kukuh_ GL5027_UAS 6
Geologi Teknik Batuan – Program Magister ITB
Tabel 2.i Estimasi rumus empirical modulus massa batuan (Hoek, 2006).
Pada tabel di atas merupakan kumpulan dari beberapa rumus dari beberapa
sumber penelitian berdasarkan dari data-data lapangan yang telah dilakukannya
(Gambar2.1). Jadi dasar dari didapatnya rumus-rumus pendekatan tersebut
adalah dari distribusi nilai-nilai yang telah didapatkan yang kemudian
membentuk sebuah grafik yang kemudian dapat dikeluarkan rumus dari
distribusinya (Regresi), seperti yang dilakukan Hoek (1989) dalam menentukan
bagaimana hubungan roof-span dan stand-up time dari nilai RMR. Dan perlu
digaris bawahi bahwa penggunaan dari rumus-rumus pendekatan tersebut
memiliki banyak keterbatasan seperti yang dijelaskan oleh Barton (2002).
Hubungan klasifikasi massa batuan Q dan RMR terhadap nilai modulus massa
batuan.
Pada rumus di samping menentukan nilai modulus massa batuan
dengan nilai Q, tetapi nilai dari Q harus > 1.
Jadi dapat disimpulkan bahwa beberapa rumus pendekatan dari nilai klasifikasi
massa batuan dapat digunakan untuk menentukan nilai mass behavior yang
biasanya merupakan hasil dari tes laboratorium, tetapi dalam penggunaanya kita
harus mengetahui batasan dan syarat dalam pengaplikasian rumus-rumus
tersebut.
22019011_Kukuh_ GL5027_UAS 7
Geologi Teknik Batuan – Program Magister ITB
Gambar 2.3 Perbandingan dari non-linear dan linear failure criteria (Vellejo,
2011; hal 147).
22019011_Kukuh_ GL5027_UAS 8
Geologi Teknik Batuan – Program Magister ITB
Mohr-Coulomb .............................................. i
22019011_Kukuh_ GL5027_UAS 9
Geologi Teknik Batuan – Program Magister ITB
3. Terlampir di bawah ini adalah data scanline diskontinuitas pada jenis batuan
tertentu
a. Jika open cut memiliki existing slope yang sama tapi dengan dipping
80 derajat, apa kemungkinan model keruntuhan lerengnya? Lakukan
analisis kinematik untuk mejawab pertanyaan tersebut.
b. Berdasarkan RMR dan SMR, tentukan safe-cut slope yang aman dan
jenis stabilisasi lereng tersebut yang mungkin diperlukan jika lereng
harus dibuat melebihi sudut kemiringan lereng yang aman.
c. Jika pada kedalaman 45 m pada massa batuan yang akan dibuat
lingkaran terowongan berdiameter 8,5 m, tentukan tekanan vertikal
pada terowongan tersebut. Berdasarkan klasifikasi massa batuan,
rekomendasikan stand-up time, unsupported span dan tipe stabilisasi
(penguatan dan atau dukungan) yang harus diterapkan pada rencana
terowongan. Jika terowongan akan dibuat ke arah N35◦E, gunakan
proyeksi stereografis. Tentukan potensi keruntuhan dalam kaitannya
diskontinuitas yang ada.
d. Analisis kriteria keruntuhan Hoek-Brown dari massa batuan dan
menentukan parameter massa batuan seperti uniaxial compressive
strength (σc), tensile strength (σt), kohesi (cm), friction angle (ɸm),
modulus elastisitas (E) dan poisson ratio (v) berdasarkan RMR, Q-
system atau GSI.
Jawaban No. 3
a. Diketahui dari data sheet bahwa scanline yang telah dilakukan pada lereng
dengan orientasi N105 E, panjang kelereng 12,2 m dan tinggi kelerengan
10 m.
12,2 m
10 m
22019011_Kukuh_ GL5027_UAS 10
Geologi Teknik Batuan – Program Magister ITB
Gambar 3.1 Hasil dari input beberapa data dari hasil scanline pada Roclab.
Pada Gambar 3.1 merupakan hasil dari pengolahan data lapangan secara
empirical dari Hoek dengan software roclab dengan input data seperti nilai
strength batuan, GSI, serta konstanta mi (diasumsikan claystone) dan
diturbing factor sebesar 0,7 untuk rencana opencut-slope. Dari beberapa
nilai yang didapat, internal friction angle sebesar 13o menjadi tambahan
untuk memodelkan analisis kinematik longsoran. Analisis kinematik hanya
dilakukan pada jenis longsoran wedge dan topple karena dengan persebaran
discontinuitas yang ada kedua jenis longsor tersebut yang paling berpotensi.
Gambar 3.2 Analisis longsoran baji dengan dipping 80o (kiri); dipping 13o
(kanan).
22019011_Kukuh_ GL5027_UAS 11
Geologi Teknik Batuan – Program Magister ITB
b. Berdasarkan dari data sheet hasil scanline dapat dianalisis klasifikasi massa
batuan (RMR), antara lain:
- Nilai strength diketahui termasuk pada R2 (Weak rock) dengan rentang
nilai 5-25 Mpa, jadi berdasarkan pada pada Bieniawski nilai rating pada
parameter ini bernilai 2.
22019011_Kukuh_ GL5027_UAS 12
Geologi Teknik Batuan – Program Magister ITB
1.5) didapat 31/33,2 = 94%. Nilai rating yang didapat sebesar 20 untuk
parameter ini.
- Spacing diskontinuitas berdasarkan dari data scanline didapat rentang
spacing antara 0,1 sampai 1,81 meter, sehingga nilai dari parameter
spacing dikontinuitas termasuk pada golongan sangat lebar dengan
bobot nilai 15.
- Pada parameter kondisi dari diskontinuitas didapatkan presistance
bernilai 6, aperture bernilai 1, derajat kekasaran bernilai 1, indikasi
material pengisi (vein) bernilai 2, dan derajat pelapukan masih
cenderung fresh rock sehingga bernilai 6. Dengan beberapa parameter
tersebut didaparkan nilai total dari parameter kondisi dikontinuitas
sebesar 16.
- Berdasarkan data scanline tidak terdapat kenampakan mataair sehingga
pada parameter groudnwater memiliki nilai 15.
- Berdasarkan dari parameter orientasi dicontinuity hampir sama dengan
jawaban 3.a mengenai analisis longsoran, apabila dilakukan open cut-
slope pada orientasi N 105 E akan mendapatkan potensi longsor yang
besar sehingga dengan adanya distribusi orientasi dikontinuitas tersebut
menjadikan buruk kestabilan lerengnya, pada parameter ini didapat nilai
-25 (fair). Tetapi jika arah pada open cut slope di kuardran 3 membuat
nilai relatif favorable.
Tabel 3.i Pemeriaan dari penilaian RMR.
No Parameter Rating Remarks
R2 5-25 Mpa (Weak
1
Strength 2 rock)
93-99% (Deere;
2
RQD 20 Priest)
Spacing of
3
Dicontinuities 8 Spacing 0,1 - 1,81 m
Condition of
4
Dicontinuities 16 relative smooth, tight
5 Groundwater 15 Completely dry
Open Cut-slope
6
Orientation (Dip/DipDir) -25 N105E
Total rating 36 Class IV
22019011_Kukuh_ GL5027_UAS 13
Geologi Teknik Batuan – Program Magister ITB
didapat nilai beta dari rata-rata joint dip yakni sebesar 60,
maka nilai dari F2 = (tg260) = 2,99
Pada parameter F3 didapatkan kondisi unfavorable karena selisih dari slope
rencana bukaan (80) dan joints dip (54) lebih dari 20o. jadi nilainya -60.
Pada parameter F4 didapat nilai +15 karena area penelitian masih termasuk
natural slope.
22019011_Kukuh_ GL5027_UAS 14
Geologi Teknik Batuan – Program Magister ITB
Sesuai dengan Table 3.iii dari nilai SMR yang didapat sebesar 39 termasuk
pada kelas IV (bad), diinterpretasikan kondisi stabilitasnya tidak-stabil, tipe
failure yang mungkin terjadi adalah planar (Gambar3.2), serta berdasarkan
klasifikasi di atas disebutkan untuk support pada rencana terowongan sangat
penting.
Tabel 3.iii Rekomendasi support dari nilai SMR (Romana, 1993; hal 592).
Berdasarkan tabel 3.iii dengan kondisi nilai SMR yang didapat sebesar 39
maka dapat diambil rekomendasi dari tabel tersebut berupa melakukan slope
22019011_Kukuh_ GL5027_UAS 15
Geologi Teknik Batuan – Program Magister ITB
Gambar 3.4 Bolting untuk peningkatan stabilitas (Aydan, 2018; hal 293).
c. Jika pada kedalaman 45 m pada massa batuan akan dibuat circular tunnel
dengan diameter 8,5 m, determinasikan vertikal support pressure dalam
tunnel. Rekomendasikan stand-up time, unsupported span dan tipe
stabilisasi yang akan digunakan berdasar klasifikasi massa batuan. Arah
penggalian tunnel akan dilakukan dengan arah N 35o E, determinasikan
proyeksi stereografis dan potensi longsor berdasarkan distribusi
dinkontinuitasnya.
22019011_Kukuh_ GL5027_UAS 16
Geologi Teknik Batuan – Program Magister ITB
Vertikal stress diperkirakan sebesar dari Tekanan vertical (𝜎v) = 𝜌𝑔𝑧 = 2,8
gr/cm3 x 9,8m/s2 x 45m = 1,234MPa.
22019011_Kukuh_ GL5027_UAS 17
Geologi Teknik Batuan – Program Magister ITB
Gambar 3.5 Plot nilai RMR terhadap roof span dan stand-up time
(Bieniawski, 1989).
Gambar 3.4 merupakan pendekatan proses penggalian terowongan (metode
dengan alat TBM) memperlihatkan hasil plot untuk pendekatan dari
Bieniawski (1989) dari data RMR untuk menentukan span dan stand-up
time. Terlihat garis merah merupakan nilai dari nilai RMR yang didapat,
kemudian kita dapat menyimpulkan dengan nilai RMR 36, kita dapat
melakukan kemajuan penggalian sejauh 2 meter dengan stand-up time
sampai 30 jam (garis hijau), kita juga dapat melakukan kemajuan
penggalian sejauh 4 meter, tetapi stand-up time sekitar 8 jam. Jadi
disimpulkan semakin panjang kemajuan akan memperkecil nilai stand-up
time dan berdampak semakin membutuhkan struktur support tambahan,
begitu juga sebaliknya.
22019011_Kukuh_ GL5027_UAS 18
Geologi Teknik Batuan – Program Magister ITB
22019011_Kukuh_ GL5027_UAS 19
Geologi Teknik Batuan – Program Magister ITB
22019011_Kukuh_ GL5027_UAS 20
Geologi Teknik Batuan – Program Magister ITB
22019011_Kukuh_ GL5027_UAS 21
Geologi Teknik Batuan – Program Magister ITB
Hasil pengolahan dari Roclab. Terkait dengan Gambar 3.1 yang melakukan
perhitungan beberapa parameter dengan pendekatan dari data klasifikasi
massa batuan (GSI) dengan memasukkan parameter UCS (insitu-test), nilai
GSI dan parameter Hoek-Brown Criterion didapat nilai mass behavior dari
kohesi, sudut geser dalam, tesile strength, dan modulus elastisitas.
Pemeriaan beberapa rumus yang digunakan (Hoek-Brown Failure
Criterion), antara lain :
22019011_Kukuh_ GL5027_UAS 22
Geologi Teknik Batuan – Program Magister ITB
- Rumus Poisson’ratio
Poisson’s Ratio(v) = (0,5-0,2) x*{RMR/[RMR+0,2*(100-RMR)]}
= (0,5-0,2) * (36/(36+0,2x(100-36)))
= 0,3 * [36/(36+0,2*64)]
= 0,3 * (36/48,8)
= 0,3 * 0,74 = 0,22
22019011_Kukuh_ GL5027_UAS 23
Geologi Teknik Batuan – Program Magister ITB
DAFTAR PUSTAKA
Aydan, O. (2018): Rock reinforcement dan rock support. International Society for
Rock Mechanics – Volume 6. CRS Press. Hal 9-29.
Barton, N. (2002): Some new Q-value correlation to assist in site characterisation
and tunnel design. International Journal of Rock Mechanics and Mining
Sciences 39 (2002) 185-216. Elsevier-Pergamon.
Bieniawski, Z. T. (1989): Engineering rockmass classifications. John Wiley and
Sons, Inc. Canada. Hal 61.
Bieniawski, Z. T. (1993): Classification of rock masses for engineering : The RMR
system and future trends. Chapter 22.
De Vallejo, L. I. G., dan Ferrer, M. (2011): Geological engineering. CRC Press.
Imperial Collage, London.
Hatzor, Y. H., Guowei Ma, Shi, G. (2018): Discontinuos deformation analysis in
rock mechanics practice. International Society for Rock Mechanics –
Volume 5. CRS Press. Hal 2.
Hoek, E., dan Diederichs, M. S. (2006): Empirical estimation of rock mass modulus.
International Journal of Rock Mechanics and Mining Sciences. Elsevier.
Hoek, E., Torres. C. C., dan Corkum, B. (2002): Hoek-Brown criterion. Manual
help Roclab version 1.031, build 2007.
Hudson, J., A. (1989): Rock mechanics principles in engineering practice.
Ciria/Butterworths, London.
Hudson, J. A., dan Harrison, J. P. (1997): Engineering rock mechanics. Elsevier
Ltd. USA.
Marinos, V., Marinos, P., dan Hoek, E. (2005): The geological strength index –
application and limitations. Springer-Verlag. doi : 10.1007/s10064-004-
0270-5.
Priest SD, Hudson J. (1976): Discontinuity spacing in rock. International Journal of
Rock Mechanics and Mining Sciences & Geomechanics Abstracts
1976;13(5):135e48.
22019011_Kukuh_ GL5027_UAS 24
Geologi Teknik Batuan – Program Magister ITB
22019011_Kukuh_ GL5027_UAS 25