Anda di halaman 1dari 12

ABSTRAK

Jurnal ini menyajikan tentang pengujian in-situ menggunakan Metode Schmidt hammer dan
Metode point load untuk menentukan derajat pelapukan material dan massa batuan andesit yang
berkembang di daerah beriklim tropis. Lokasi penelitian berada di tiga tempat berbeda di
Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Andesit yang dijumpai merupakan batuan terobosan dan
membentuk morfologi perbukitan yang cukup curam. Karakterisasi pelapukan andesit perlu
dilakukan untuk menentukan tingkat perubahan yang terjadi pada massa batuan. Penelitian
tentang derajat pelapukan memiliki arti penting dari sudut pandang geologi teknik maupun
geomekanika. Untuk keperluan karakterisasi derajat pelapukan, dalam penelitian ini telah
digunakan metode yang cepat dalam menentukan nilai kekuatan, sederhana dan mudah
dioperasikan, serta tidak memerlukan biaya yang mahal.

Dengan pertimbangan itu maka dipilih metode pengujian dengan Schmidt hammer dan point
load sebagai alat uji kekuatan material batuan secara in-situ, melalui kedua pengujian dapat
diestimasi nilai kekuatan batuan melalui persamaan empiris. Disamping itu dilakukan juga
pengamatan terhadap karakteristik material dan massa batuan seperti perubahan warna, tekstur
batuan asal, diskontinuitas dan perbandingan antara komposisi tanah dan batuan. Hasil penelitian
ini berupa model pelapukan batuan andesit yang ideal untuk skala massa batuan dan diusulkan
sebagai model pelapukan andesit di daerah tropis.

PENDAHULUAN

Proses pelapukan merupakan hal yang umum dijumpai pada batuan. Apalagi di daerah yang
beriklim tropis, adanya pelapukan akan terlihat lebih intensif bahkan dapat terjadi secara
simultan (Zhao et al., 1994). Hal ini akan tercermin pada tebalnya tanah residu (residual soil)
yang menjadi hasil akhir dari suatu proses pelapukan. Kondisi iklim tropis ikut berperan dalam
mempengaruhi sifat keteknikan batuan, terutama kekuatan batuan. Perubahan-perubahan yang
terjadi pada proses pelapukan kebanyakan berlangsung secara gradual dan biasanya diikuti oleh
pola-pola perubahan yang teratur. Namun demikian profil pelapukan yang terbentuk umumnya
berkembang tidak seragam sebagai akibat dari adanya pengaruh yang kompleks, baik secara
internal dalam batuan itu sendiri atau pengaruh lain yang bersifat eksternal seperti kondisi iklim,
topografi/morfologi, air tanah dan aktifitas organisme (Sadisun dan Bandono, 1998). Secara
geologi proses pelapukan bekerja relatif lambat (long-term processes) akan tetapi keberadaannya
menjadi penting dari sudut pandang keteknikan. Adanya pelapukan pada batuan sering
mengakibatkan rencana desain rekayasa menjadi khas (Sadisun dan Matsui, 1999; Karpuz dan
Pasamehmetoglu, 1997; Gafoori et al., 1994; Krank dan Watter, 1983; Dearman et al., 1978).
Suatu hal penting yang tidak banyak didiskusikan dalam pelapukan atau profil pelapukan adalah
penjelasan tentang pelapukan material batuan (weathering of rock material) dan pelapukan massa
batuan (weathering of rock mass). Kedua istilah tersebut memiliki arti dan implikasi berbeda
pada penyelidikan geologi teknik. Deskripsi material batuan biasanya dilakukan pada contoh
berukuran kecil (scale of hand specimen), sedangkan deskripsi massa batuan dilakukan pada
skala ukuran yang lebih besar (Goodman, 1976). Perbedaan keduanya menjadi penting dalam
karakterisasi profil pelapukan untuk tujuan geologi teknik yaitu sebagai penentu tingkat
pekerjaan keteknikan yang memerlukan pengenalan pelapukan material batuan dasar dan
pelapukan massa batuan dasar (Dearman, 1974, 1976; Baynes et al., 1978). Irfan dan Dearman
(1978) telah berhasil melakukan karakterisasi profil pelapukan pada batuan granit di bagian
baratdaya Inggris yang didasarkan pada pengenalan pelapukan material dan massa batuan dasar.
Aplikasi seperti itu untuk profil pelapukan di daerah tropis basah tidak banyak dilakukan dan
publikasi lebih banyak mendiskusikan karakterisasi profil dengan istilah horizon morfologi
(Deere dan Patton, 1971; Serrano dan Oteo, 1978 dan Brenner et al., 1978). Makalah ini akan
mendiskusikan karakaterisasi pelapukan material dan massa batuan andesit di Purwakarta dengan
pengujian in-situ, dan mengaplikasikan klasifikasi pelapukan batuan berdasarkan Irfan dan
Dearman (1978) untuk andesit yang berkembang di daerah beriklim tropis.

GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Penelitian pelapukan batuan andesit dilakukan di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat pada tiga
lokasi berbeda yaitu G. Patapan, G. Kacapi dan G. Cupu (Gambar 1). Fokus penelitian dilakukan
pada batuan terobosan andesit terutama tipe andesit hornblende, menurut peta geologi lembar
Cianjur (Sudjatmiko, 1972). Batuan ini dijumpai sebagai dyke, volcanic neck dan dome yang
memotong Formasi Jatiluhur dan terbentuk selama episode aktivitas volkanik Miosen Akhir –
Pliosen (Sutanto et al., 1994). Secara fisiografi, daerah penelitian berada dalam Zona Bogor
bagian tengah (van Bemmelen, 1949), yang dikenal sebagai jalur antiklinorium yang rumit dan
cembung ke arah utara akibat perlipatan yang kuat pada lapisan batuan yang berumur Neogen.
Morfologi daerah terdiri dari perbukitan berlereng agak curam (30 – 70%) dengan puncak
berbentuk kerucut. Struktur geologi yang dijumpai berupa kekar gerus (shear joint) dengan arah
umum utaraselatan dan timurlaut-baratdaya, searah dengan Pola Sunda dan Pola Jawa
(Pulunggono dan Martodjojo, 1994).
A. Metode Schmidt hammer
Prinsip kerja Schmidt hammer adalah dengan memberikan beban impact (tumbukan) pada
permukaan batuan dengan menggunakan suatu massa yang diaktifkan dengan menggunakan
energy yang besarnya tertentu. Karena timbul tumbukan antara massa tersebut dengan
permukaan batuan, massa tersebut akan dipantulkan kembali. Jarak pantulan massa yang terukur
memberikan indikasi kekerasan permukaan batuan. Kekerasan batuan dapat memberikan indikasi
kuat tekannya.

 Peralatan
Dalam metode ini, alat yang digunakan yaitu sesuai dengan nama metodenya yaitu Schmidt
hammer.
 Prosedur Pengujian
Langkah pengujian pada metode ini yaitu dengan cara mengambil sampel di beberapa titik
kedalaman lalu kita menggunakan alat Schmidt hammer untuk mengetahui Hasil pengujian
yang diperoleh berupa nilai kekerasan Schmidt hammer, R dan indeks kekuatan point load,
Is(50) (kg/cm). Nilai Schmidt hammer (Schmidt hammer value/SHV) diperoleh dari nilai
pantulan (rebound value) sepanjang arah tumbukan (impact) yang tidak horizontal karena
dipengaruhi oleh gaya gravitasi dari berbagai derajat. Oleh sebab itu, SHV terlebih dahulu
dinormalisasi dengan referensi arah bidang horizontal (Aydin dan Basu, 2005). ISRM (1978a)
dan ASTM (2001) menentukan normalisasi SHV dengan kurva koreksi yang dikeluarkan oleh
pabrik pembuat alat. Basu dan Aydin (2004) mengusulkan formulasi analisis untuk nilai
pantulan Schmidt hammer dan melakukan percobaan pada berbagai macam batuan.
B. METODE POINT LOAD
Point Load Test atau pengujian titik beban merupakan substansi pengujian dari faktor
kehadiran bidang lemah yang mempengaruhi kecepatan rambat gelombang ultrasonik dari suatu
batuan (spesimen batuan). Percontoh batuan dapat berbentuk silinder. Peralatan yang digunakan
mudah dibawa-bawa, tidak begitu besar dan cukup ringan. Pengujian cepat, sehingga dapat
diketahui kekuatan Batuan dilapangan, sebelum pengujian dilaboratorium dilakukan.

 Peralatan

Alat-alat yang digunakan :

1) Mesin pengujian point load test untuk menekan perconto yang berbentuk silinder, balok
atau bentuk tidak beraturan lainnya dari satu arah secara menerus/kontinu hingga perconto
pecah.

2) Mistar, untuk mengetahui jarak perubahan axial antara dua konus penekan pada alat point
load.
3) Dial gauge, untuk mengukur beban maksimum yang dapat diterima contoh batuan, hingga
contoh tersebut pecah

 Prosedur Pengujian

1) Contoh batuan yang digunakan dalam uji ini disiapkan dengan ukuran diameter 50 mm.

2) Contoh diletakkan diantara dua konus penekan alat point load, kemudian dongkrak hidrolik
diberikan tekanan sehingga kedua ujung konus penekan tepat menekan permukaan contoh
yang akan diuji.

3) Catat ukuran mistar pengukuran pada awal kedudukan kedua konus penekan mulai menekan
contoh.

4) Pemberian tekanan dilakukan sedikit demi sedikit hingga specimen pecah.

5) Pembebanan dihentikan setelah specimen mengalami pecah dan matikan alat penekan apabila
perconto batuan sudah pecah.
6) Baca jarum penunjuk pembebanan maksimal (dial gauge) yang diberikan alat sehingga
perconto pecah.

7) Catat ukuran mistar pada akhir kedudukan, maka akan didapatkan nilai jarak antara dua
konus penekan.
C. Hasil Pengujian
Hasil pengujian in-situ, dengan menggunakan Schmidt hammer dan point load,
memperlihatkan pola yang hampir mirip (Gambar 3). Hasil pengujian kekerasan dan kekuatan
massa batuan berkurang secara linear dengan bertambahnya derajat pelapukan. Tangensial garis
Schmidt hammer relatif lebih kecil daripada point load menunjukan hasil pengujian dengan
Schmidt hammer cenderung kurang sensitif, terutama pada derajat pelapukan II dan III karena
dikontrol oleh diskontinuitas. Sedangkan pada pengukuran point load diperoleh hasil yang lebih
sensitif dan stabil. Dari Gambar 3 dapat juga diketahui bahwa kekuatan material berubah drastis
dari derajat I ke II, artinya faktor pelapukan secara signifikan mempengaruhi sifat keteknikan
andesit di Purwakarta. Selanjutkan kontrol kekuatan dipengaruhi oleh kondisi diskontinuitas.

Korelasi antara nilai indeks point load Is(50)dan Schmidt hammer (SHV) (Gambar 5),
diwakili dengan pola garis yang berubah secara logaritmik, seperti persamaan berikut : Is(50) =
2.31ln(SHV) – 5.76 dengan koefisien korelasi (R2 ) = 0.92. Berdasarkan persamaan ini secara
tidak langsung dapat ditentukan atau estimasi nilai kuat tekan uniaksial dari hasil pengujian
Schmidt hammer. Hasil analisis dan estimasi nilai kuat tekan uniaksial dapat dilihat pada Tabel 6.
Derajat pelapukan yang lebih rendah ditandai dengan semakin tipis discoloration dan
berkurangnya diskontinuitas, digolongkan dalam batuan yang mengalami lapuk ringan (slightly
weathered). Discoloration hanya dijumpai pada rind weathering dan sepanjang bidang diskontinu.
Nilai Schmidt hammer dan point load berada dalam kategori menengah. Pada batuan segar (fresh
rock) gejala discoloration dan diskontinuitas tidak dijumpai dan hasil pengujian dengan Schmidt
hammer dan point load menunjukan hasil yang cukup tinggi. Hasil analisis pengujian Schmidt
hammer dan point load diberikan dalam Tabel 5.
D. Daftar Literatur

Aydin, A. dan Basu, A., 2005. The Schmidt hammer in rock material characterization. Eng.
Geol., 81: 1-14.
Baynes, F.J., Dearman, W.R., dan Irfan, T.Y., 1978. Practical assessment of grade in a
weathered granite. Bull. Int. Assoc. Eng. Geol., 18: 101-109.
Bemmelen van, R.W., 1949. The Geoloy of Indonesia, Vol. IA, General Geology, Martinus
Nijhoff The Hogue, hal. 25-28 dan 616-634.

Bieniawski, Z.T., 1984. Rock mechanics design in mining and tunneling.

Balkema, Rotterdam. Brenner, R.P., Nutalaya, P. dan Bergado, D.T., 1978. Weathering
effects on some engineering properties of a granite residual soil in Northern Thailand. Proc.
II Int.
Cong., Int. Assoc. Eng. Geol., Madrid, Session II, V.1, 23-36.
Dearman, W.R., 1974. Weathering classification in the characterization of rock for
engineering purposes in British practice. Bull. Int. Assoc. Eng. Geol., 9: 33-42.
Dearman, W.R., 1976. Weathering classification in the characterization of rock. A revision.
Bull. Int. Assoc. Eng. Geol., 13: 123-127.
Dearman, W.R., Baynes, F.J., dan Irfan, T.Y., 1978. Engineering grading of weathered granite.
Eng. Geol., 12: 345-374.
Deere, D.V., dan Patton, F.D., 1971. Slope stability in residual soils. Proc. IV Panam. Conf.
Soil Mech. Founda. Eng., San Juan, Puerto Rico, 1: 87-170. Fokkes, P.G.,
Dearman, W.R., dan Franklin, J.A., 1971. Some engineering aspect of rock weathering with
field examples from Dartmoor and elsewhere. W. Eng. Geol., 4: 139-185.
Gafoori, M., Mastropasqua, M., Carter, J.P., dan Airey, D.W., 1993. Engineering properties of
ashfield shale, Australia. Bull. Int. Assoc. Eng. Geol., 48: 97- 106.
Goodman, R.E., 1976. Methods of geological engineering in discontinuous rock, West
Publishing Co., USA, 472. Irfan, T.Y. dan Dearman, W.R., 1978. Engineering classification
and index properties of a weathered granite. Bull.Int. Assoc. Eng. Geol., 17: 79-90. ISRM,
1978a. Commission on standardization of laboratory and field tests. Suggested methods for
determining hardeness and abrasiveness of rocks. Int. J. Rock Mech. Min. Sci.
Geomech. Abstr., 15: 89- 97. ISRM, 1978b. Commission on standardization of laboratory and
field tests. Suggested methods for the quantitative description of discontinuities in rock
masses. Int. J. Rock Mech. Min. Sci.
Geomech. Abstr., 16: 135-140. ISRM, 1981. Commission on classification of rock and rock
masses, Basic geotechnical description of rock masses. Int. J. Rock Mech. Min. Sci.
Geomech. Abstr., 18: 85-110. Karpuz, C dan Pasahmehmetoglu, A.G. 1997. Field
characteristics of Ankara Andesites, Eng. Geol., 1: 39-46. Krank, K.D. dan Watter, R.J.,
1983.
Geotechnical properties of weathered Sierre Nevada Granodiorite, Bull. Int. Assoc. Eng.
Geol., 20: 173-184.
Matula, M., 1981. Rock and soil description and classification for engineering geological
mapping. Report by the IAEG commission on engineering geological mapping. Bull. Int.
Assoc. Eng. Geol., 24: 235-274.
Pulunggono dan Martodjojo, S., 1994. Perubahan tektonik PaleogeneNeogene merupakan
peristiwa terpenting di Jawa, Proc. Geol dan Geotektonik P. Jawa sejak akhir Mesozoik
hingga Kuarter, Yogyakarta, 37- 50. Sadisun, I.A., dan Bandono, 1998. Pengenalan derajat
pelapukan batuan guna menunjang pelaksanaan berbagai pekerjaan sipil
TUGAS

MEKANIKA BATAUN

OLEH

NAMA : STEVANLI.J.NTORE

STAMBUK : 016 311 016

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN

UNIVERSITAS PEJUANG REPUBLIK INDONESIA

MAKASSAR

2019

Anda mungkin juga menyukai