Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Penelitian Terdahulu


Berdasarkan hasil mapping jurnal dapat
ditunjukkan beberapa hasil dari penelitian terdahulu, yang
dicantumkan sebagai landasan empiris bagi peneliti sebagai
berikut :
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No Peneliti Judul Variabel Metodelogi Hasil
1 Sapta, Pengaruh - Narsisme - Teknik Hasil
(2016) Narsisme - Adversity pengambilan penelitian
Dan Quotient sampel pada ini
penelitian ini menunjuk
Adversity - Kinerja
Karyawan menggunakan kan
Quotient bahwa
purposive
Terhadap seluruh
sampling
Kinerja - Jenis hipotesis
Karyawan penelitian didukung,
Generasi deskriptif yang
Y (Studi kuantitatif
menyatak
an bahwa
Pada Pt bersifat
narsisme
Ramayana kausalitas
berpengar
Lestari - Metode
uh positif
Sentosa Pengumpulan
dan
data signifikan
Tbk
Menggunakan terhadap
Cabang
kuisioner kinerja
Rajabasa)
- Teknik karyawan
Analisis data generasi

9
10

menggunakan Y,
Regresi linier adversity
berganda quotient
berpengar
uh positif
dan
signifikan
terhadap
kinerja
karyawan
generasi
Y serta
narsisme
dan
adversity
quotient
secara
bersama-
sama
berpengar
uh dan
signifikan
terhadap
kinerja
karyawan
generasi
Y..
2 Melizawati Pengaruh - Komitmen - Jenis Hasil
, (2015) Komitmen Organisasi Penelitian pengujian
Organisasi - Kinerja Explanatory analisis
Terhadap Karyawan Research dapat
- Metode dijelaskan
Kinerja
Pengumpulan bahwa
Karyawan
data kualitas
(Studi menggunakan produk,
Kasus wawancara harga, dan
Pada dan Kuisioner promosi
11

PT.INDO - teknik berpengaru


TIRTA pengambilan h positif
ABADI) sampel terhadap
Random keputusan
sampling. pembelian
- Tenik analisis permen
data Tolak
menggunakan Angin
regresi linier
berganda
Sumber: Jurnal Publikasi

2.2 Landasan Teori

1. Adversity Quotient

Stoltz (2000: 9) adversity quotient merupakan

suatu bentiuk modal kemampuan atau kecerdasan

seseorang untuk mengatasi permasalahan dan kesulitan

dalam duni pekerjaan secara baik tanpa lari dari masalah

dan berpegang teguh pada komitmen. Menurut Sapta,

(2016:21) menjelasakan bahwa adversity quotient

merupakankecerdasan yang dimiliki seseorang dalam

menghadapi kesulitan,kegagalan, hambatan, sekaligus

mengubah kesulitan dan kegagalan itu menjadi peluang

untuk meraih tujuan dan kesuksesan.


12

Bersasarkan kedua pendapat diatas dapat

disimpulkan bahwa adversity quotient merupakan

kemampuan orang dalam menyelesaikan permasalahan

dan kesulitan dalam dunia kerja untuk mencapai tujuan

yang di inginkan dan kesuksesa.

2. Indikator adversity quotient

Menurut Stoltz (2000: 102) menjelaskaan bahwa

terdapat empat empat indicator yang dapat digunakan

untuk mengukur adversity quotient, yaitu :

a. Control

control merupakan suatu kendali seseorang

dalam menghasapi kesulitan-kesulitan yang

dihadapinya dan sejauh mana individu merasakan

bahwa kendali itu ikut berperan dalam peristiwa yang

menimbulkan kesulitan
13

b. Endurance

Endurance merupakan Persepsi seseorang

berkaitan dengan waktu untuk menyelesaikan

permasalahan dan kesulitan. Daya tahan dapat

menimbulkan penilaian tentang situasi yang baik atau

buruk.

c. Reach

Reach merupakan suatu pertanyaan yang

menjelasakan seberapa jauh kesulitan yang di peroleh

oleh seseorang dapat diselesaikan

d. Origin And Ownership

Origin And Ownership merupakan suatu

kemampuan seseorang untuk mengingat sumber awal

yang digunakan untuk mengetahui asal mula

permasalahan dan kesulitann tersebut timbul

sehingga seseorang dapat mengidentifikasi

permasalah atau kesulitan.


14

3. Teori-teori Pendukung Adversity Quotient

Adapun teori dibangun pada Adversity Quotient dengan

(Stoltz, 2000: 8), yaitu :

a. Psikologi kognitif merupakan ilmu yang mempelajari

bagaimana seseorang memperoleh,

mentransformasikan, mempresentasikan menyimpan,

dan menggali kembali pengetahuan, dan bagaimana

pengetahuan tersebut dapat dipakai untuk merespon

atau memecahkan kesulitan, berfikir dan berbahasa.

b. Neuropsikologi adalah bagian psikologi terapan yang

berhubungan dengan bagaimana perilaku dipengaruhi

oleh disfungsi otak.

c. Psikoneuroimunologi Ilmu ini menyumbangkan

bukti-bukti adanya hubungan fungsional antara otak

dan sistem kekebalan, hubungan antara apa yang

individu pikirkan dan rasakan terhadap kemalangan

dengan kesehatan mental fisiknya.


15

4. Komitmen Organisasi

Komitmen merupakan kondisi psikologis yang

mencirikan hubungan antara karyawan dengan organisasi

dan memiliki implikasi bagi keputusan individu untuk

tetap berada atau meninggalkan organisasi. Namun

demikian sifat dari kondisi psikologis untuk tiap bentuk

komitmen sangat berbeda (Tobing, 2009). Komitmen

organisasional dipandang sebagai suatu orientasi nilai

terhadap organisasi yang menunjukkan individu sangat

memikirkan dan mengutamakan pekerjaan dan

organisasinya. Individu akan berusaha memberikan

segala usaha yang dimilikinya dalam rangka membantu

organisasi mencapai tujuannya (Tobing, 2009).

Komitmen organisasi menurut Modway et al.,

komitmen organisasi merupakan itikad yang kuat

seseorang untuk terlibat dalam suatu organisasi, yang

terdiri dari (Indriyani,2012):


16

1. Keyakinan yang sungguh-sungguh akan tujuan dan

nilai-nilai organisasi;

2. Kemampuan untuk berusaha atau berbuat sesuai

demi kepentingan organisasi;

3. Keinginan yang kuat untuk terus menjadi anggota

organisasi.

Komitmen organisasional didefinisikan sebagai

“The degree to which an employee identifies with a

particular organization and its goals, and wishes to

maintain membership in the organization” (Robbins,

2003). Selanjutnya, komitmen organisasional sebagai

kekuatan relatif individu terhadap suatu organisasi dan

keterlibatannya dalam organisasi tertentu, yang dicirikan

oleh tiga faktor psikologis (Tobing, 2009):

a. Keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota

organisasi tertentu

b. Keinginan untuk berusaha sekuat tenaga demi

organisasi
17

c. Kepercayaan yang pasti dan penerimaan terhadap

nilai-nilai dan tujuan organisasi.

Terdapat tiga bentuk komitmen organisasi yaitu

(Tobing, 2009):

a. Komitmen Afektif, yaitu keterikatan emosional,

identifikasi dan keterlibatan dalam suatu organisasi.

Dalam hal ini individu menetap dalam suatu

organisasi karena keinginannya sendiri.

b. Komitmen Kontinuan, yaitu komitmen individu yang

didasarkan pada pertimbangan tentang apa yang

harus dikorbankan bila akan meninggalkan

organisasi. Dalam hal ini individu memutuskan

menetap pada suatu organisasi karena

menganggapnya sebagai suatu pemenuhan

kebutuhan.

c. Komitmen Normatif, yaitu keyakinan individu

tentang tanggung jawab terhadap organisasi. Individu


18

tetap tinggal pada suatu organisasi karena merasa

wajib untuk loyal pada organisasi tersebut.

Hal yang umum dari ketiga pendekatan tersebut

adalah pandangan bahwa komitmen merupakan kondisi

psikologis yang mencirikan hubungan antara karyawan

dengan organisasi dan memiliki implikasi bagi keputusan

individu untuk tetap berada atau meninggalkan

organisasi. Namun demikian sifat dari kondisi psikologis

untuk tiap bentuk komitmen sangat berbeda.

Karyawan dengan komitmen afektif yang kuat

tetap berada dalam organisasi karena menginginkannya

(want to) karyawan dengan komitmen kontinuan yang

kuat tetap berada dalam organisasi karena

membutuhkannya (need to), sedangkan karyawan yang

memiliki komitmen normatif kuat tetap berada dalam

organisasi karena mereka harus melakukan (ought to)

(Tobing, 2009).
19

Sedangkan prinsip prinsip kunci untuk membangun

komitmen, ada lima yaitu (Sulistyawati, 2008:43):

1. Memelihara atau meningkatkan harga diri, artinya

pemimpin harus mampu menjaga harga diri

bawahannya sehingga mereka merasa dihargai

2. Memberikan tanggapan dengan empati

3. Meminta bantuan dan mendorong keterlibatan,

artinya selain karyawan dihargai juga dilibatkan

dalam pengambilan keputusan

4. Mengungkapkan pikiran, perasaan dan rasional

5. Memberikan dukungan tanpa mengambil alih

tanggung jawab memberikan bantuan bawahan untuk

melaksanakan pekerjaan dengan baik dengan

tanggung jawab tugas adan tetap pada masing-

masing karyawan.

Melalui prinsip-prinsip diatas berarti komitmen

dapat mendorong seseorang karyawan untuk bekerja

lebih maksimal dan merasa lebih dihargai terhadap apa-


20

apa yang telah dikerjakan. Selain itu, komitmen

organisasi memiliki dua komponen yaitu sikap dan

kehendak untuk bertingkah laku. Sikap yang mencakup

(Sulistyawati, 2008:44):

1. Identifikasi dengan organisasi yaitu penerimaan

tujuan organiasi. Identifikasi pegawai tampak melalui

sikap menyetujui kebijaksanaan organisasi,

kesamaan nilai pribadi dan nilai-nilai organisasi, rasa

kebanggaan menjadi bagian dari organisasi.

2. Keterlibatan sesuai peran dan tanggung jawab

pekerjaan di organisasi tersebut. Pegawai yang

memiliki komitmen tinggi akan menerima hasil

semua tugas dan tanggung jawab pekerjaan yang

diberikan kepadanya.

3. Kehangatan, afeksi dan loyalitas terhadap organisasi

merupakan evaluasi terhadap komitmen serta adanya

ikatan emosional dan ketertarikan antara organisasi

dengan pegawai. Pegawai dengan loyalitas tinggi


21

merasakan adanya loyalitas dan rasa memiliki

terhadap organisasi.

Menurut Sulistyawati (2008:44) komitmen terhadap

organisasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor , antara

lain:

1. Usia dan masa kerja

Makin lama seseorang bekerja pada suatu

organisasi makin memberi peluang untuk menerima

tugas yang lebih menantang, otonomi yang lebih

besar, imbalan yang lebih tinggi dan peluang

mendapatkan promosi yang lebih tinggi.

2. Tingkat pendidikan

Makin tinggi pendidikan, makin banyak pula

harapan individu yang mungkin tidak dapat

diakomodir oleh organisasi, sehingga komitmennya

makin rendah.

3. Jenis kelamin
22

Wanita pada umumnya menghadapi tantangan

yang lebih besar dalam pencapaian karirnya sehingga

komitmenya lebih tinggi.

Sedangkan target komitmen adalah indiividu atau

kelompok dengan mana individu melekat. Sedangkan

dasar komitmen adalah alasan yang mendasari kelekatan.

Pembedaan target dan dasar komitmen ini penting

khususnya untuk memahami hubungan kinerja dengan

komitmen. Hal ini, karena sampai sekarang, terdapat

pandangan konvensional bahwa komitmen dan kinerja

tidak berkaitan (Walani, 2010:4). O’Reilly dan Chatman

mengusulkan tiga alasan yang mendasari komitmen

organisasional yaitu internalisasi (keterlibatan yang

dipredikatkan pada kesesuaian antara nilai organisasional

dan nilai individu), identifikasi (kelekatan berdasar pada

keinginan untuk berafiliasi dengan organisasi), dan

compliance (keterlibatan instrumental untuk reward

ekstrinsik tertentu) (Walani 2010:4).


23

Definisi komitmen organisasional yang diberikan

Mowday merujuk pada komitmen pekerja pada

organisasi. Namun demikian, komitmen tidak terbatas

pada organisasi saja. Den Hartog dan Belschak

menyatakan bahwa literatur komitmen saat ini

menekankan perlunya membedakan komitmen pada

target workplace yang berbeda (Walani, 2010:4).

Mengacu Becker, komitmen pekerja memiliki beberapa

target (bukan hanya pada organisasi). Pekerja dapat

berkomitmen antara lain pada pekerjaan (occupation),

profesi, manajemen puncak, penyelia, rekan kerja, dan

konsumen (Walani, 2010:4). Sedangkan menurut

Vanderberghe et al., target komitmen dapat meliputi

individu, kelompok, atau apapun denganmana pekerja

melekat disitu (dalam Walani, 2010:4).

Target komitmen dapat dibedakan dengan local

foci (proximal), seperti penyelia dan kelompok kerja; dan

global foci (distal), seperti organisasi (Walani, 2010:5).


24

Teori field dari Lewin menyatakan bahwa secara

psikologikal faktor proximal dalam suatu lingkungan

akan memiliki dampak dominan pada perilaku. Target

seperti penyelia memberikan dampak yang lebih kuat

pada perilaku pekerja ketimbang target seperti

manajemen puncak atau organisasi (

Indikator yang digunakan untuk mengukur

komitmen karyawan agar karyawan dapat mampu

berkorban demi pencapaian tujuan organisasi. Hal ini

terdiri dari bebrapa indikator yaitu (Suyasa, 2004):

1) Karyawan memiliki disiplin waktu.

2) Karyawan memiliki tingkat kehadiran yang tinggi.

3) Karyawan menunjukkan prestasi kerja yang baik

dalam organisasi.

4) Karyawan melakukan pengorbanan besar dalam

bekerja.

5) Karyawan melibatkan diri sepenuhnya dalam

bekerja.
25

6) Karyawan melakukan tugas dan kewajiban dengan

baik .

7) Karyawan bertahan pada organsasi dan bekerja

dalam jangka waktu lama.

8) Karyawan menganggap dirinya sebagai bagian dari

organisasi

5. Kinerja

Kinerja merupakan bentuk kegiatan yang

dilakukan karyawan. Menurut Robbins (2008) kinerja

adalah suatu hasil yang dicapai oleh karyawan dalam

pekerjaanya menurut kriteria tertentu yang berlaku untuk

suatu pekerjaan. Sedangkan Kinerja individu menurut

Koopmans, et al. (2014) diartikan sebagai perilaku atau

tindakan yang relevan dengan tujuan organisasi.

Berdasarkan dua pendapat diatas dapat disimpulkan

bahwa kinerja merupakan hasil yang diperoleh

Elemen penilaian kinerja ini merupakan suatu

alat yang digunakan untuk mengetahuai kinerja yang baik


26

harus mampu menciptakan gambaran yang tepat

mengenai kinerja karyawan yang dinilai. Adapun elemen

penilaian kinerja karyawan agar kinerja dapat tercapai

sesuai dengan keinginan (Suwatno & Priansa, 2011:200):

Kinerja Penialaian Umpan


Karyawan Kinerja Balik
Karyawan

Ukuran Kinerja

Standart
Kinerja

Keputusan Dokumen
SDM Karyawan

Gambar 2.1
Elemen Penilaian Kinerja
Sumber: Suwatno & Priansa, (2011:200)

Berdasarkan gambar 2.1 diatas menunjukkan

elemen penilaian kinerja diatas dapat dijelaskan bahwa:


27

Penilaian kinerja dalam suatu perusahaan

membutuhkan standart yang jelas yang dijadikan sebagai

alat dalam mengukur kinerja karyawan. standart yang

dibuat tentunya harus berkaitan dengan jenis pekerjaan

yang akan diukur dan hasilnya diharapkan akan terlihat

dengan adanya penilaian kinerja. Ada empat bagian yang

harus diperhatikan dalam penyusunan standart penilaian

kinerja yaitu validitas, agreement, realism, dan

objectivity dimana dapat dijelaskan bahwa validitas

merupakan alat pengukuran standert sesuai dengan jenis

pekerjaan yang dinilai. Agreement merupakan standart

penilaian yang disetujui dan diterima oleh semua

karyawan yang akan mendapatkan penilaian. Realism

merupakan standart penilaian yang bersifat realistis, dapat

diacapai oleh para karyawan dan sesuai dengan

kemampuan karyawan. Objectivity merupakan standart

yang bersifat objektif yang ditunjukkan melalui sikap adil

dan mampu mencerminkan keadaan yang benar.


28

kriteria penilaian kinerja dapat dilihat dari

beberapa dimensi yaitu dari kegunaan fungsional,

keabsahan, empiris, sensitivitas, pengembangan

sistematis dan kelayakan hukum. Dimensi-dimensi ini

digunakan untuk menentukan jenis-jenis kriteria penilaian

kinerja terdiri dari tiga kategori yaitu people-based

criteria merupakan dimensi yang digunakan untuk

mengukur kegunaan fungsional sehingga banyak

digunakan untuk selection dan penentuan kompensasi.

kriteria ini dibuat berdasarkan penilaian kinerja terhadap

kemampuan pribadi seperti pengalaman, kemampuan

intelektual dan keterampilan, product based criteria

merupakan criteria yang didasarkan atas tujuan atau jenis

output yang ingin dicapai sedangkan behavior based

criteria memmpunyai banyak aspek dilihat dari segi

hukum, etika, normative atau teknis dimana kriteria

berdasarkan perilaku kinerja yang diharapkan sesuai

dengan aspek-aspek.
29

Proses Penyusunan Penilaian Kinerja dapat

ditunjukkan pada gambar dibawah ini:

Identifikasi Tujuan

Mendiskusikan Hasil
Menetapkan Standart
Penilaian Kinerja
Terhadap Suatu
Jabatan

Menyusun Sistem Menilai Kinerja


Penilaian Kinerja Karyawan

Gambar 2.2
Proses Penyusunan Penilaian Kinerja
Sumber: Suwanto & Priansa (2011:203)

Menurut Suwanto & Priansa (2011:203)

menyatakan bahwa proses penyusunan kinerja dapat


30

dibagi menjadi beberapa tahap yaitu mengidentifikasi

tujuan, menetapkan standart terhadap suatu jabatan,

menyusun sistem penilaian kinerja, menilai kinerja

karyawan, mendiskusikan hasil dengan karyawan.

Berdasarkan gambar 2.2 dapat dijelaskan bahwa

proses penyusunan dapat dilakukan dengan beberapa

tahap yang pertama mengidentifikasi tujuan yang ingin

dicapai oleh suatu organisasi karena hal ini penting untuk

mengetahui tujuan yang ingin dicapai akan lebih mudah

dalam menentukan desain penilaian kinerja. Tahap kedua

yaitu menetapkan standart terhadap suatu jabatan dimana

hal ini digunakan untuk menentukan dimensi-dimensi

yang akan diukur dalam penilaian kinerja yang berkaitan

dengan pelaksanaan tugas pada jabatan. Tahap ini dapat

dilakukan dengan menganalisis jabatan atau menganalisis

tugas masing-masing jabatan yang telah diberikan kepada

karyawan.
31

Tahap ketiga yaitu menilai kinerja dengan

menentukan desain yang sesuai untuk mencapai tujuan

yang diharapkan. Penentuan desain ini dikaitkan dengan

tujuan penilaian karena tiap-tiap desain penelitian kerja

memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing.

Tahap keempat yaitu melakukan penilaian kinerja dapat

dilakukan menggunakan dua metode yaitu penilaian

atasan saja atau penilaian sistem 360°. Hal ini dapat

diartikan bahwa penelaian satu karyawan dilakukan oleh

atas, rekan kerja dan bawahan. Dan tahap terakhir yaitu

mendiskusikan hasil penilaian kinerja yang di

informasikan kepada karyawan terkait dengan kinerja

yang dilakukan selama ini. Hal ini digunakan untuk

mengetahui apakah kinerja yang dilakukan karyawan

sudah dapat mencapai tujuan yang diingikan, jika belum

maka akan dilakukan sistem penilaian kinerja ulang.

Menurut Rismansyah, (2012:39) dalam

penelitiannnya menjelaskan bahwa untuk dapat menilai


32

kinerja karyawan secara objektif dan akurat maka

ditingkat kinerja karbutuhkan tingkat penilaian kinerja

karyawan. Pengukuran kinerja dapat juga berfungsi

sebagai upaya mengumpulkan informasi yang dapat

digunakan untuk mengarahkan upaya karyawan melalui

serangkaian prioritas tertentu, seperti komunikasi”

Kuantitas kerja (quantity of work), yaitu jumlah kerja

yang dimaksud Kualitas kerja (quality of work), yaitu

kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat

kesesuaian dan kesiapannya, Menurut Rismansyah,

(2012:39) menjelaskan bahwa syarat-syarat yang

digunakan untuk mengukur kinerja dijelaskan sebagai

berikut:

a. Kesetiaan yang dimaksudkan merupakan sikap yang

ditunjukkan oleh karyawan dalam melaksanakan

kinerja yaitu tekad, kesanggupan menaati,

melaksanakan, serta mengamalkan sesuatu yang

ditaati dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.


33

b. Prestasi Kerja merupakan kinerja dalam

menyelesaikan tugas dan pekerjaan yang diberikan

kepadanya.

c. Tanggung jawab merupaka kesanggupan seorang

tenaga kerja dalam menyelesaikan tugas dan

pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan sebaik-

baiknya dan tepat waktu serta berani memikul resiko

atas keputusan yang telah diambilnya.

d. Ketaatan merupakan kesanggupan tenaga kerja untuk

menaati segala ketetapan dan peraturan yang berlaku.

e. Kejujuran merupakan ketulusan hati seorang tenaga

kerja dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan serta

kemampuan untuk tidak menyalah gunakan

wewenang yang telah diberikan kepadanya.

f. Kerja sama merupakan kemampuan seorang tenaga

kerja untuk bekerja bersama-sama dengan orang lain

dalam menyelesaikan suatu tugas dan pekerjaan yang

telah ditetapkan.
34

g. Prakarsa merupakan kemampuan seorang tenaga

kerja untuk mengambil keputusan, langkah-langkah

atau melaksanakan suatu tindakan yang diperlukan

dalam melaksanakan tugas pokok tanpa menunggu

printah dan bimbingan dari manajemen lininya.

h. Kepemimpinan merupakan kemampuan yang

dimiliki seorang tenaga kerja untuk meyakinkan

tenaga kerja lain sehingga dapat dikerahkan secara

maksimum untuk melaksanakan tugas pokok

Menurut Pires, (2011:15) dalam penelitiannya

menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

adalah sebagai berikut :

a. Variabel individu Dalam variabel individu yang

mempengaruhi adalah kemampuan dan ketrampilan,

pendidikan, latar belakang (keluarga, tingkat sosial,

dan pengalaman) dan demografis (umur, etnis dan

jenis kelamin).
35

b. Variabel organisasi Dalam variabel organisasi yang

mempengaruhi adalah seleksi, kepemimpinan,

imbalan/kompensasi, struktur dan desain pekerjaan.

c. Variabel psikologi Dalam variabel psikologi yang

mempengaruhi adalah persepsi, sikap, kepribadian,

belajar dan motivasi.

2.3 Kerangka Konseptual

Berdasarkan permasalahan yang terjadi pada

penelitian ini maka peneliti merancang konseptual yang

dapat ditunjukkan pada gambar 2.1 dibawah ini:

Adversity
Quotient

Kinerja
Karyawan

Komitmen
Organisasi

Gambar 2.3
Rerangka Konseptual
36

Keterangan:

Pengaruh Secara Parsial

Pengaruh Secara Simultan

2.4 Hipotesis

Penggujian hipotesis digunakan sebagai peneteksi

jawaban sementara adapun hipotesis yang dibuat oleh

peneliti sebagai berikut:

H1: Ada pengaruh Adversity Quotient dan Komitmen

Organisasi secara simultan terhadap Kinerja Karyawan

H2: Ada pengaruh Adversity Quotient secara parsial

terhadap Kinerja Karyawan

H3: Ada pengaruh Komitmen Organisasi secara parsial

terhadap Kinerja Karyawan

Anda mungkin juga menyukai