Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN LENGKAP

PRAKTIKUM FITOKIMIA
“SKRINING FITOKIMIA EKSTRAK ETANOL 70%
RIMPANG BANGLE (Zingiber purpureum Roxb.)”

OLEH :

STIFA DIII 019


KELOMPOK V

ASISTEN DOSEN : YUSRI SILAMBI

LABORATORIUM BIOLOGI FARMASI


PROGRAM STUDI DIPLOMA III FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI MAKASSAR
MAKASSAR
2021
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan Negara tropis yang memiliki
keanekaragaman hayati bahan alam (Rissa dan Dian, 2018).
Pemanfaatan bahan alam sebagai obat tradisional di Indonesia
telah dilakukan oleh nenek moyang sejak bertahun-tahun yang lalu.
Secara umum, penggunaan obat tradisional dinilai lebih aman daripada
obat kimia karena efek samping obat tradisional relatif lebih sedikit jika
digunakan secara tepat (Astarina dkk., 2013).
Salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai obat tradisional
yaitu bangle. Bangle (Zingiber purpureum Roxb.) termasuk dalam famili
zingiberaceae telah banyak digunakan dalam pengobatan tradisional.
Rimpang bangle (Zingiber purpureum Roxb.) telah lama dipakai di
masyarakat Indonesia di berbagai daerah, sehingga mempunyai nama
umum yang bermacam-macam seperti Bangle, Bengle, Mungle, Panglai
dan Banglas. Simplisia rimpang bangle termasuk 14 besar yang
digunakan industri obat tradisional dan kosmetika tradisional. Permintaan
simplisia rimpang bangle untuk industri obat tradisional terjadi peningkatan
dari 200 ton pada tahun 1988 menjadi 280 ton pada tahun 1998
(DEPKES, 1998). Rimpang bangle mengandung minyak atsiri kurang dari
2% dengan komponen yang dikandungnya sineol, pinen, sesquiterpen
(DEPKES, 1989).
Bangle merupakan rempah-rempah dari famili yang sama dengan
kunyit dan memiliki khasiat obta. Kandungan senyawa kimia di dalam
rimpang bangle antara lain: alkaloid, flavonoid, minyak atsiri, saponin, pati,
tanin, steroid/triflavonoid, lemak dan gula (Nining dkk, 2020).
Skrining fitokimia merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan
untuk mengidentifikasi kandungan senyawa metabolit sekunder suatu
bahan alam. Skrining fitokimia merupakan tahap pendahuluan yang dapat
memberikan gambaran mengenai kadnungan senyawa tertentu dalam
bahan alam yang akan diteliti. Skrining fitokimia dapat dilakukan, baik
secara kualitatif, semi kuantitatif, maupun kuantitatif sesuai dengan tujuan
yang diinginkan. Metode skrining fitokimia secara kualitatif dapat dilakukan
melalui reaksi warna dengan menggunakan suatu pereaksi tertentu. Hal
penting yang mempengaruhi dalam proses skrining fitokimia adalah
pemilihan pelarut dan metode ekstraksi. Pelarut yang tidak sesuai
memungkinkan senyawa aktif yang diinginkan tidak dapat tertarik secara
baik dan sempurna (Rissa dan Dian, 2018).
Berdasarkan latar belakang tersebut, akan dilakukan kajian lebih
lanjut mengenai skrining senyawa aktif dalam Rimpang bangle (Zingiber
purpureum Roxb.) baik secara kualitatif maupun semi kuantitatif,
karakterisasi serta penentuan kandungan flavonoid total dalam Rimpang
bangle (Zingiber purpureum Roxb.). Penelitian diharapkan dapat
memberikan informasi yang lebih luas terkait dengan keanekaragaman
hayati bahan alam yang dapat dimanfaatkan dalam bidang fitofarmaka,
khususnya sebagai alternatif terapi pengobatan penyakit-penyakit
degeneratif.
I.2 Maksud dan Tujuan
I.2.1 Maksud Percobaan
Adapun maksud dari percobaan ini dilakukan untuk menguji
kandungan senyawa apa saja di dalam Rimpang bangle (Zingiber
purpureum Roxb.) yang dapat tertarik dalam pelarut etanol 70%.
I.2.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini yaitu, untuk mengetahui golongan
kandungan kimia yang terkandung dalam ekstrak etanol 70% Rimpang
bangle (Zingiber purpureum Roxb.) serta mengidentifikasi komponen
kimia yang terkandung dalam ekstrak suatu bahan alam secara kualitatif.
I.3 Prinsip Percobaan
Prinsip praktikum ini dilakukan melaui proses uji skrining fitokimia
yang terdiri dari skrining flavonoid, saponin, tanin, terpenoid dan steroid,
serta alkaloid. Hasil skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol
70% Rimpang bangle (Zingiber purpureum Roxb.) mengandung golongan
senyawa flavonoid, saponin, tanin, terpenoid dan steroid, serta alkaloid.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Skrining Fitokimia


Skrining fitokimia merupakan tahap pendahuluan dalam penelitian
tentang tanaman obat. Secara umum dapat dikatakan bahwa metodenya
sebagian besar merupakan reaksi pengujian warna dengan suatu
pereaksi warna. Metode yang digunakan pada skrining fitokimia
seharusnya memenuhi beberapa kriteria berikut, antara lain adalah
sederhana, cepat, hanya membutuhkan peralatan sederhana, khas untuk
satu golongan senyawa, memiliki batas limit deteksi yang cukup lebar
(dapat mendeteksi keberadaan senyawa meski dalam konsentrasi yang
cukup kecil). Salah satu hal penting yang berperan dalam prosedur
skrining fitokimia adalah pelarut untuk ekstraksi (Lully Hanni, 2016).
Sering muncul kesulitan jika pemilihan pelarut hanya didasarkan
pada ketentuan derajat kelarutan suatu senyawa yang diteliti secara
umum. Hal itu disebabkan karena hadirnya senyawa-senyawa dari
golongan lain dalam tanaman tersebut yang akan berpengaruh terhadap
proses kelarutan senyawa yang diinginkan. Setiap tanaman tentunya
memiliki komposisi kandungan yang berbeda-beda sehingga kelarutan
suatu senyawa juga tidak bisa ditentukan secara pasti (Lully Hanni, 2016).
Kesulitan lain pada proses skrining fitokimia adalah adanya hasil
positif yang palsu. Jadi komposisi campuran senyawa yang terkandung
dalam tanaman dapat memberikan hasil positif meskipun senyawa yang
diuji tidak terkandung dalam tanaman tersebut. Atau kemungkinan yang
lain, karena campuran beberapa warna hasil reaksi dari golongan
senyawa-senyawa lain dengan pereaksi yang digunakan yang pada
akhirnya akan memberikan hasil positif. Hasil negatif juga harus
diwaspadai, apakah benar-benar senyawa yang diteliti tidak ada dalam
sampel atau hasil yang negatif itu disebabkan karena prosedur skrining
yang digunakan tidak sesuai atau tidak tepat. Karena alasan-alasan yang
demikian inilah maka skrining fitokimia sudah ditinggalkan dalam
penelitian-penelitian bahan alam yang modern, sebagai gantinya
penggalian referensilah yang lebih diutamakan (Lully Hanni, 2016).
II.2 Uji Skrining Fitokimia
Adapun uji yang dilakukan dalam skrining fitokimia antara lain uji
alkaloid, uji flavonoid, uji steroid atau triterpenoid, uji tanin dan uji saponin
(Musnaeni, 2018).
II.2.1 Alkaloid
Alkaloid merupakan suatu basa organik yang mengandung unsur
Nitrogen (N) pada umumnya berasal dari tanaman, yang mempunyai efek
fisiologis kuat terhadap manusia. Kegunaan senyawa alkaloid dalam
bidang farmakologi adalah untuk memacu sistem syaraf, menaikkan
tekanan darah, dan melawan infeksi mikrobial (Wullur dkk, 2018).

Gambar Struktur Kimia Alkaloid


Hasil positif alkaloid pada uji Mayer ditandai dengan terbentuknya
endapan putih. Diperkirakan endapan tersebut adalah kompleks kalium-
alkaloid. Pada pembuatan pereaksi Mayer, larutan merkurium (II) klorida
ditambah kalium iodida akan bereaksi membentuk endapan merah
merkurium (II) iodida. Jika kalium iodida yang ditambahkan berlebih maka
akan terbentuk kalium tetraiodomerkurat (II). Alkaloid mengandung atom
nitrogen yang mempunyai pasangan elektron bebas sehingga dapat
digunakan untuk membentuk ikatan kovalen koordinat dengan ion logam.
Pada uji alkaloid dengan pereaksi Mayer, diperkirakan nitrogen
pada alkaloid akan bereaksi dengan ion logam K + dari kalium
tetraiodomerkurat (II) membentuk kompleks kalium-alkaloid yang
mengendap (Marliana dkk, 2005).
Gambar Reaksi Kimia Alkaloid dan Pereaksi Mayer
Hasil positif alkaloid pada uji Wagner ditandai dengan terbentuknya
endapan coklat muda sampai kuning. Diperkirakan endapan tersebut
adalah kalium-alkaloid. Pada pembuatan pereaksi Wagner, iodin bereaksi
dengan ion I- dari kalium iodida menghasilkan ion I 3- yang berwarna coklat.
Pada uji Wagner, ion logam K + akan membentuk ikatan kovalen koordinat
dengan nitrogen pada alkaloid membentuk kompleks kalium alkaloid yang
mengendap (Marliana dkk, 2005).

Gambar Reaksi Kimia Alkaloid dan Pereaksi Wagner


Hasil positif alkaloid pada uji Dragendorff juga ditandai dengan
terbentuknya endapan coklat muda sampai kuning. Endapan tersebut
adalah kalium-alkaloid. Pada pembuatan pereaksi Dragendorff, bismut
nitrat dilarutkan dalam HCl agar tidak terjadi reaksi hidrolisis karena
garam-garam bismut mudah terhidrolisis membentuk ion bismutil (BiO +).
Agar ion Bi3+ tetap berada dalam larutan, maka larutan itu ditambah asam
sehingga kesetimbangan akan bergeser ke arah kiri. Selanjutnya ion Bi 3+
dari bismut nitrat bereaksi dengan kalium iodida membentuk endapan
hitam Bismut (III) iodida yang kemudian melarut dalam kalium iodida
berlebih membentuk kalium tetraiodobismutat.
Pada uji alkaloid dengan pereaksi Dragendorff, nitrogen digunakan
untuk membentuk ikatan kovalen koordinat dengan K + yang merupakan
ion logam (Marliana dkk, 2005).

Gambar Reaksi Kimia Alkaloid dengan Pereaksi Dragendorff


Karakteristik alkaloid yaitu mengandung karbon dan oksigen.
Alkaloid yang teroksigenasi berbentuk padat, Kristal dan sangat tidak
menguap. Tidak memiliki oksigen berbentuk cair, cairan seperti minyak
atau kristal padat besar tidak berwarna sedikit larut dalam air tetapi larut
dalam pelarut organik, dan jelas bentuk garamnya lebih larut dalam
alkohol dan air (Supriyatna, 2014).
II.2.2 Flavonoid
Flavonoid merupakan kelompok senyawa polifenol, memiliki
keragaman struktur dan karakteristik kimia. Lebih dari 4000 senyawa
flavonoid dengan jenis berbeda telah diidentifikasi dalam kelas flavonoid
utama yang meliputi flavon, flavonol, flavanon, katekin, anthosianin,
isoflavon, dihidroflavonol, dan kalkon. Senyawa flavonoid biasanya
ditemukan di banyak bagian tanaman yang dapat dimakan seperti buah-
buahan, sayuran, kacang-kacangan, dan biji-bijian. Senyawa flavonoid
memiliki ciri struktural dari inti 2-fenil-benzopiran atau flavin yang terdiri
dari dua cincin benzena yang dihubungkan melalui cincin pyros
heterosiklik. Senyawa flavonoid dapat ditemukan ditumbuhan dalam
bentuk zat yang berwarna ungu, merah, dan kuning. Senyawa ini memiliki
manfaat bagi kesehatan, diantaranya berpotensi sebagai antioksidan dan
antimikroba. Kemampuan senyawa ini sebagai antimikroba yaitu dapat
membentuk ikatan kompleks dengan protein ekstraseluler pada dinding
sel bakteri (Rinaldi. 2019).
Ada beberapa subkelas flavonoid, yaitu flavanols, flavanon, flavon,
isoflavon, anthocyanidins, dan flavonol. Pembagian dalam subkelas
flavonoid didasarkan pada sifat-sifat struktural. Flavanol ditemukan dalam
anggur merah dan anggur merah (ex-catechins), flavanon ditemukan pada
makanan sitrus (ex-narigenin), flavon (exapigenin) ditemukan dalam
bumbu berdaun hijau, isoflavon ditemukan pada makanan kedelai, dan
pada hampir semua makanan flavonol ditemukan. Flavonoid asal katekin
terutama ditemukan pada teh hijau dan hitam dan anggur merah,
sedangkan antosianin ditemukan pada stroberi dan buah beri lainnya,
anggur, anggur dan teh (Arifin & Ibrahim, 2018).

Gambar Struktur Kimia Flavonoid


Tujuan penambahan logam Mg dan HCl adalah untuk mereduksi
inti benzopiron yang terdapat dalam struktur flavonoid sehingga terbentuk
garam flavilium berwarna merah atau jingga. Flavonoid merupakan
senyawa yang mengandung dua cincin aromatik dengan gugus hidroksil
lebih dari satu. Senyawa fenol dengan gugus hidroksil semakin banyak
memiliki tingkat kelarutan dalam air semakin besar atau bersifat polar,
sehingga dapat terekstrak dalam pelarut-pelarut polar (Ergina dkk, 2014).
Gambar Reaksi Kimia Flavonoid dengan Logam Magnesium dan HCl
Karakteristik Flavonoid yaitu flavonoid biasanya larut diair dan
alkohol mendidih. Flavonoid mengurangi permeabilitas dan fraglitas
kapiler. Flavonoid juga memiliki sifat antikoagulan dan antihepatotoksik.
Banyak flavonoid juga mempunyai aktivitas anti inflamasi, anti oksidan,
anti bakteri, dan sifat spasmolitik (Supriyatna, 2014).
II.2.3 Steroid & Terpenoid
Senyawa steroid adalah senyawa turunan (derivat) lipid yang tidak
terhidrolisis. Senyawa yang termasuk turunan steroid, misalnya kolesterol,
ergosterol, dan estrogen. Pada umunya steroid berfungsi sebagai hormon.
Secara sederhana steroid dapat diartikan sebagai kelas senyawa organic
bahan alam yang kerangka strukturnya terdiri dari androstan
(siklopentanofenantren) mempunyai empat cincin terpadu. Senyawa ini
mempunyai efek fisiologis tertentu (Illing dkk, 2017).

Gambar Struktur Kimia Steroid


Terpenoid mencakup sejumlah besar senyawa tumbuhan, istilah ini
digunakan untuk menunjukkan bahwa secara biosintesis semua senyawa
tumbuhan itu berasal dari senyawa yang sama. Jadi, semua terpenoid
berasal dari molekul isoprene CH2=C(CH3)−CH2 dan kerangka
karbonnya dibangun oleh penyambungan dua atau lebih satuan C5.
Kemudian senyawa itu dipilahpilah menjadi beberapa golongan
berdasarkan jumlah satuan yang terdapat dalam senyawa tersebut; dua
(C10), tiga (C5), empat (C20), enam (C30) atau delapan (C40) satuan.
Terpenoid terdiri atas beberapa macam senyawa, mulai dari komponen
minyak atsiri, yaitu monoterpena dan seskuiterpena yang mudah
menguap (C10 dan C15), diterpena yang lebih sukar menguap (C20),
sampai ke senyawa yang tidak menguap, yaitu triterpenoid dan sterol
(C30), serta pigmen karotenoid (C40) (Illing dkk, 2017).

Gambar Struktur Kimia Terpenoid


Pengujian terpenoid menggunakan pereaksi Lieberman Burchard.
Hasil positif ditandai dengan terbentuknya cincin coklat pada batas larutan
saat ditambah dengan H2SO4. Perubahan warna terjadi karena oksidasi
pada golongan senyawa terpenoid melalui pembentukan ikatan rangkap
terkonjugasi (Illing dkk, 2017).
Gambar Reaksi Kimia Terpenoid Menggunakan Pereaksi Lieberman Burchard
dan H2SO4
Karakteristik steroid dapat digunakan sebagai bahan dasar
pembuatan bahan obat. Ada beberapa steroid seperti fukosterol yang di
isolasi dari sumber daya hayati laut bersifat nontoksik dam mempunyai
khasiat menurunkan kolesterol dalam darah dan mendorong aktifitas
antidiabetes (Nurjanah, 2019).
II.2.4 Tanin
Tanin adalah zat organik yang kompleks yang terdiri dari senyawa
fenolik. Tanin merupakan senyawa fenol yang memiliki berat molekul 500-
3000 daltons (Da). Tanin merupakan salah satu senyawa metabolit
sekunder yang terdapat pada tanaman dan disintesis oleh tanaman. Tanin
merupakan senyawa yang mempunyai berat molekul 500-3000 dan
mengandung sejumlah besar gugus hidroksi fenolik yang memungkinkan
membentuk ikatan silang yang efektif dengan protein dan molekul-molekul
lain seperti polisakarida, asam amino, asam lemak dan asam nukleat
(Hidayah, 2016).
Tanin dibagi menjadi dua kelompok yaitu tanin yang mudah
terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Tanin yang mudah terhidrolisis
merupakan polimer gallic dan ellagic acid yang berikatan ester dengan
sebuah molekul gula, sedangkan tanin terkondensasi merupakan polimer
senyawa flavonoid dengan ikatan karbon-karbon berupa cathecin dan
gallocathecin (Hidayah, 2016).
Gambar Struktur Kimia Tanin
Uji fitokimia dengan menggunakan FeCl3 digunakan untuk
menentukan apakah sampel mengandung gugus fenol. Adanya gugus
fenol ditunjukkan dengan warna hijau kehitaman atau biru tua setelah
ditambahkan dengan FeCl3, sehingga apabila uji fitokimia dengan FeCl 3
memberikan hasil positif dimungkinkan dalam sampel terdapat senyawa
fenol dan dimungkinkan salah satunya adalah tanin karena tanin
merupakan senyawa polifenol. Hal ini diperkuat oleh cara klasik untuk
mendeteksi senyawa fenol sederhana yaitu menambahkan ekstrak
dengan larutan FeCl3 1% dalam air, yang menimbulkan warna hijau,
merah, ungu, biru atau hitam yang kuat. Terbentuknya warna hijau
kehitaman atau biru tinta pada ekstrak setelah ditambahkan dengan FeCl 3
karena tanin akan membentuk senyawa kompleks dengan ion Fe 3+ (Ergina
dkk, 2014).

Gambar Reaksi Kimia Tanin dan Pereaksi FeCl3


Karakteristik tanin ialah memberikan rasa pahit dan kesat dalam
tanaman dan makanan. Senyawa ini terdiri atas senyawa polifenol larut
air, memiliki bobot molekul tinggi. Tanin bersifat sebgai astrnigen, juga
sebagai anti jamur dan anti bakteri. (Reynaldi, 2019) .
II.2.5 Saponin
Saponin merupakan jenis senyawa kimia yang berlimpah dalam
berbagai spesies tumbuhan. Senyawa ini merupakan glikosida amfipatik
yang dapat mengeluarkan busa jika dikocok dengan kencang di dalam
larutan. Busanya bersifat stabil dan tidak mudah hilang.
Saponin berasal dari bahasa Latin, sapo yang berarti sabun,
merupakan senyawa aktif permukaan yang kuat dan menimbulkan busa
jika dikocok dalam air. Saponin larut dalam air dan alkohol tapi tidak
dalam eter (Burrel, et al 1934). Saponin ada pada seluruh tanaman
dengan konsentrasi tinggi pada bagian-bagian tertentu dan dipengaruhi
oleh varietas tanaman dan pertumbuhan. Saponin merupakan metabolit
sekunder dan merupakan kelompok glikosida triterpenoid atau steroid
aglikon, terdiri dari satu atau lebih gugus gula yang berikatan dengan
aglikon atau sapogenin, dapat membentuk kristal berwarna kuning dan
amorf, serta berbau menyengat. Rasa saponin sangat ekstrim, dari sangat
pahit hingga sangat manis. Saponin biasa dikenal sebagai senyawa
nonvolatile dan sangat larut dalam air (dingin maupun panas) dan alkohol,
namun membentuk busa koloidal dalam air dan memiliki sifat detergen
yang baik (Illing dkk, 2017).

Gambar Struktur Kimia Saponin


Timbulnya buih menunjukkan adanya glikosida yang mempunyai
kemampuan membentuk buih dalam air yang terhidrolisis menjadi glukosa
dan senyawa lainnya (Nugrahani dkk, 2016).

Gambar reaksi kimia hidrolisis saponin dalam air


Karateristik saponin bersifat seperti sabun dapat dideteksi
berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis sel
darah (Rinaldi, 2019).
II.3 Uraian Tanaman
II.3.1 Klasifikasi Tanaman
Sistematika Tanaman Rimpang Bangle (Zingiber purpureum Roxb.)
(Nining dkk, 2020)
Regnum : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Bangsa : Zingiberales
Suku : Zingiberaceae
Marga : Zingiber
Spesies : Zingiber purpureum Roxb
Sinonim : Zingiber cassumunar Roxb

II.3.2 Morfologi Tanaman


Rimpang bangle merupakan tanaman semusim, tumbuh tegak,
tinggi 1-1,5 m, membentuk rumpun yang agak padat, berbatang semu,
terdiri dari pelepah daun yang dipinggir ujungnya berambut sikat. Daun
tunggal, letak berseling. Helaian daun lonjong, tipis, ujung runcing,
pangkal tumpul, tepi rata, berambut halus, pertulangan menyirip, panjang
23-35 cm, lebar 20-40 mm, warnanya hijau. Bagian yang mengandung
bunga berbentuk tandan, bentuk bundar telur atau seperti tabung,
ujungnya bergerigi 3, warna merah menyala. Bibir bunga bentuknya
bundar memanjang, warnanya putih atau pucat. Bangle mempunyai
rimpang yang menjalar dan berdaging, bentuknya hampir bundar sampai
lonjong atau tidak beraturan, tebal 2-5 mm. permukaan luar tidak rata,
berkerut, warnanya coklat muda sampai kekuningan, bila dibelah
berwarna kuning muda sampai kuning kecoklatan. Rasanya tidak enak,
pedas dan pahit (Nining dkk, 2020).
II.3.3 Kandungan Kimia dan Manfaat Tanaman
Rimpang bangle mengandung minyak atsiri yang memiliki
komponen utama 4-terpinol (42,5%), B-pinen (23,41%), Y-terpinene
(62,28%), dan B-sesquiphelllandrene (5,92%) dan berdasarkan penelitian
(Kamazerin et al. 2003) memiliki komponen penyusun seperti zerumbon
(60,77%), kariofilena terkandung dalam minyak atsiri rimpang bangle
merupakan salah satu senyawa seskuiterpen (Nining dkk, 2020).
Bangle mempunyai beberapa khasiat pengobatan dan kegunaan
lain. Bagian dari tanaman bangle yang sering digunakan dalam
pengobatan adalah rimpangnya. Kandungan rimpang bangle dapat
digunakan sebagai pemanas dan untuk membersihkan udara busuk dari
perut. Rimpang bangle juga mempunyai efek sebagai insektisidal,
antioksidan, antiinflamatori, antelmintik dan antibakteri (Nining dkk, 2020).
Tanaman obat ini berkhasiat meningkatkan metabolisme tubuh
sehingga pembakaran akan meningkat. Dengan demikian akan
mengurangi kadar lemak tubuh, sehingga dapat digunakan sebagai obat
pelangsing. Selain itu, dengan turunnya kadar lemak berarti akan
mengurangi terbentuknya kolestrol, karena lemak merupakan faktor risiko
tinggi terhadap kolestrol (Syamsul dan Rodame, 2015).
II.4 Uraian Bahan
1. Aquadest (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : AQUA DESTILATA
Nama Lain : Air suling, aquadest
Rumus Molekul : H2O
Berat Molekul : 18,02 g/mol
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak
berasa
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai zat pelarut
2. Asam Klorida (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : ACIDUM HIDROCHLORIDUM
Nama Lain : Asam klorida
Rumus Molekul : HCl
Berat Molekul : 36,46 g/mol
Pemerian : Cairan tidak berwarna, berasa asam, bau jika
diencerkan dengan 2 bagian volume air
Kelarutan : Larut dalam air dan etanol 95% P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai zat pereakasi
3. Asam Sulfat (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : ACIDUM SULFURICUM
Nama Lain : Asam sulfat
Rumus Molekul : H2SO4
Berat Molekul : 98,07 g/mol
Pemerian : Cairan jernih, seperti minyak, tidak berwarna, bau
sangat tajam dan porosity
Kelarutan : Bercampur dengan air dan dengan etanol. Dengan
menimbulkan panas
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai pereaksi
4. Etanol (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : AETHANOLUM
Nama Lain : Alkohol, etanol, ethyl alcohol
Rumus Molekul : C2H5OH
Berat Molekul : 46,07 g/mol
Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap dan
mudah bergerak, bau khas rasa panas, mudah
terbakar dan memberikan nyala biru yang tidak
berasap
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P
dan dalam eter P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terhindar dari cahaya,
ditempat sejuk jauh dari nyala api
Kegunaan : Sebagai pelarut
5. Besi Klorida (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : FERRI CHLORIDA
Nama lain : Besi (III) klorida
Rumus Molekul : FeCl3
Berat Molekul : 162,2 g/mol
Pemerian : Hablur atau hablur serbuk hitam kehijauan, bebas
warna jingga dari garam hidrat yang telah
terpengaruh oleh kelembapan
Kelarutan : Larut dalam air, larut berfluoresensi berwarna jingga
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai pereaksi
6. Natrium Klorida (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : NATRII CHLORIDUM
Nama Lain : Natrium klorida
Rumus Molekul : NaCl
Berat Molekul : 58,44 g/mol
Pemerian : Hablur heksana netral, berwarna/serbuk hablur
putih
Kelarutan : Larut dalam 2,5 bagian air, dalam 2,7 bagian air
mendidih dan dalam lebihh kurang 10 bagian
gliserol P, sukar larut dalam etanol 95% P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai pelarut
7. Magnesium Sulfat (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : MAGNESII SULFAS
Nama Lain : Magnesium sufat
Rumus Molekul : MgSO4
Berat Molekul : 246,47 g/mol
Pemerian : Hablur, tidak berwarna, tidak berbau, rasa pahit,
dingin, asin. Dalam udara kering panas merapuh
Kelarutan : Larut dalam 1,5 bagian air, agak sukar larut dalam
etanol 95% P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai pereaksi
BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Alat
Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu aluminium
foil, batang pengaduk, bunsen, cawan porselin, erlemenyer, kaki tiga,
corong, pipet skala, rak tabung reaksi, dan tabung reaksi.
III.1.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu air hangat,
etanol 70%, eter 5 mL, besi (III) klorida (FeCl3), asam sulfat (H2SO4),
asam klorida (HCl), kertas saring, natrium klorida (NaCl), pereaksi
dragendroff, pereaksi wagner, pereaksi mayer, dan serbuk magnesium.
III.2 Cara Kerja
III.2.1 Uji Alkaloid
1. Disiapkan alat dan bahan diatas meja kerja.
2. Dimasukkan 1 gram serbuk simplisia kedalam erlenmeyer
ditambahkan 1 mL HCL 2 N dan 18 mL aquadest (yang sudah
dipanaskan).
3. Disaring dan dimasukkan kedalam masing-masing tabung reaksi,
ditambahkan maisng-masing 2 tetes pereaksi dragendroff, pereaksi
wagner, dan pereaksi mayer.
4. Kemudian diamati perubahan warna pereaksi dragendroff (+)
jingga, pereaksi wagner (+) coklat, dan pereaksi mayer (+) putih.
III.2.2 Uji Flavonoid
1. Disiapkan alat dan bahan diatas meja kerja.
2. Dimasukkan 1 gram serbuk simplisia kedalam tabung reaksi,
ditambahkan 10 mL H2O (yang sudah dipanaskan), HCL P 3 tetes,
homogenkan.
3. Kemudian ditambahkan serbuk Mg.
4. Diamati perubahan warna, flavonoid (+) merah keunguan, flavonon
(+) merah muda dan flavon (+) orange.
III.2.3 Uji Tanin
1. Disiapkan alat dan bahan diatas meja kerja.
2. Dimasukkan 1 gram serbuk simplisia kedalam tabung reaksi,
ditambahkan etanol 70%, air hangat dan NaCl 3 tetes.
3. Kemudian disaring untuk memisahkan filtrat dan residu.
4. Lalu diambil filtratnya ditambahkan FeCl3.
5. Dan diamati perubahan warna, (+) hijau kebiruan dan (+) biru
kehitaman.
III.2.4 Uji Saponin
1. Siapkan alat dan bahan diatas meja kerja.
2. Dimasukkan 1 gram serbuk simplisia kedalam tabung reaksi,
ditambahkan etanol 70%, dan air hangat 10 mL.
3. Dikocok kuat selama 1 menit.
4. Jika telah terbentuk busa tambahkan HCL 2 N.
5. Amati busa.
III.2.5 Uji Steroid/Terpenoid
1. Alat dan bahan disiapkan diatas meja kerja .
2. Dimasukkan 0,5 gram serbuk simplisia dimasukkan kedalam
erlenmeyer, ditambahkan etanol 70%, dan eter 5 mL.
3. Didiamkan hingga terbentuk lapisan 1 dan lapisan 2.
4. Diambil filtratnya lalu diuapkan.
5. Ditambahkan 3 tetes H2SO4.
6. Amati perubahan warna triterpenoid (+) merah, jingga, ungu dan
steroid (+) biru.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
Pegujian komponen Pengamatan reaksi Keterangan
kimia
Terbentuk cairan
+ P.Mayer berwarna kuning dan (-)
terdapat endapan
Alkaloid berwarna putih
Terbentuk warna (-)
+ P.Wagner kuning
+ Terbentuk warna (-)
P.Dragendorf kuning
Terbentuk 2 fase
Flavanoid yang berwarna putih (-)
dan kuning
Tanin Terbentuk cairan (-)
berwarna kuning
Terbentuk cairan (-)
Saponin kental berwarna
kuning pekat
Steroid Terbentuk warna (-)
kuning
Terpenoid Terbentuk warna (-)
kuning

IV.2 Pembahasan
Skrining fitokimia pada ekstrak etanol 70% rimpang bangle
(Zingiber purpureum Roxb.) meliputi pemeriksaan alkaloid, saponin,
flavonoid, tanin, dan terpenoid.
Pada uji alkaloid, hasil yang kami dapatkan negatif karena yang
terbentuk adalah cairan berwarna kuning dan terdapat endapan berwarna
putih pada pereaksi mayer yang seharusnya pada literatur terbentuk
endapan kuning, hal tersebut terjadi karena adanya reaksi penggantian
ligan. Hasil negatif juga terjadi pada pereaksi dragendorf karena yang
terbentuk warna kuning, yang seharusnya terbentuk endapan jingga. Pada
penambahan reaksi wagner, hasilnya juga negatif karena terbentuk warna
kuning, yang seharusnya terbentuk endapan coklat menurut literatur.
Pada uji flavonoid, hasil yang kami dapatkan negative, karena yang
terbentuk adalah 2 fase yang berwarna putih dan kuning, yang
seharusnya menurut literatur, pada uji flavonoid akan terbentuk larutan
berflurorensensi kuning intesif.
Pada uji tanin, hasil yang kami dapatkan juga negatif. Karena hasil
yang kami dapatkan yaitu terbentuknya cairan berwarna kuning, yang
seharusnya menurut literatur, hasil positif adanya tanin ditunjukkan
dengan terbentuknya warna biru tua atau hitam kehijauan.
Pada uji saponin, hasil yang kami dapatkan juga negatif, karena
hasil yang kami dapatkan adalah terbentuknya cairan kental berwarna
kuning pekat, yang seharusnya pada literatur. Hasil positif adanya saponin
adalah pembentukan busa setinggi 1-10 cm yang stabil selama tidak
kurang dari 10 menit dan pada penambahan 1 tetes HCL 2N busa tidak
hilang.
Pada uji steroid dan terpenoid, hasil yang kami dapatkan sama
dengan uji-uji sebelumnya, yaitu hasilnya negatif, karena hasil yang kami
dapatkan adalah terbentuknya cairan berwarna kuning, yang seharusnya
menurut literatur pada uji terpenoid ditandai dengan terbentuknya cincin
kecoklatan atau violet pada perbatasan larutan, sedangkan adanya steroid
ditandai dengan terbentuknya cincin biru kehijauan.
Adapun alasan penambahan bahan pada masing-masing uji skrining
fitokimia adalah sebagai berikut :

1.Uji senyawa alkaloid

Alasan penambahan asam klorida (HCL) pekat yaitu larutan ini untuk
meningkatkan kelarutan alkaloid karena senyawa alkaloid dan bereaksi
dengan asam klorida dan akan memebentuk garam yang mudah larut
dalam air , Selain itu tujuan penambahan HCL adalah karena alkaloid
bersifat basa sehingga biasannya di ekstrak dengan pelarut yang
mengandung asam.

2.Uji senyawa flavonoid

Tujuan penambahan logam Mg dan HCL adalah untuk mereduksi inti


benzopiron untuk yang dapat dalam struktur flavonoid sehingga terbentuk
logam falavilium berwarna merah atau jingga.

3.Uji senyawa tanin

Tujuan penambahan Fecl3 untuk menentukan apakah sampel


mengandung gugus fenol.

( Ergina,dkk, 2019 )

4.Uji senyawa saponin

Penambahan HCL untuk menambahkan kepolaran sehingga


diperkirakan akan menimbulkan biru tua biru kehitaman atau hitam
kehijauan.

5.Uji senyawa steroid terpenoid

Pengujian steroid atau terpenoid didasarkan pada kemampuan senyawa


untuk membentuk warna H2SO4 P dalam asam asetat anhidrat warna
merah jingga atau ungu untuk terpenoid dan biru untuk steroid.

( Eva, 2014 )
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum ini yaitu Rimpang bangle
(Zingiber purpureum Roxb.) pada hasil uji dari kelompok kami, uji yang
dilakukan semuanya negatif disebabkan karena adanya prosedur cara
kerja yang tidak sesuai, seperti pada uji senyawa flavonoid, yang
seharusnya serbuk simplisia setelah ditambahkan H2O didihkan selama
kurang lebih 5 menit, tetapi yang kami lakukan adalah hanya
menambahkan aquadest yang telah di panaskan dan tidak didihkan
kurang lebih 5 menit.
V.2 Saran
V.2.1 Saran Untuk Dosen
Adapun saran untuk dosen, sebaiknya selama praktikum sedang
berlangsung dosen mengontrol para praktikan yang sedang melakukan
praktikum dan juga mengontrol para tim asisten agar jika terjadi kesalahan
pada saat praktikum dapat segera diatasi.
V.2.2 Saran Untuk Asisten
Adapun saran untuk asisten diharapkan agar komunikasi dan kerja
sama dengan praktikan pada saat praktikum tetap terjaga dan lebih
mengotrol lagi praktikan demi kelacaran jalannya praktikum.
V.2.3 Saran Untuk Laboratorium
Adapun saran untuk laboratorium, sebaiknya alat dan bahan di
laboratorium lebih dilengkapi lagi khususnya alat dan bahan yang ingin
digunakan praktikan pada saat praktikum agar praktikum dapat berjalan
dengan lancar tanpa kendala apapun baik dalam hal bahan maupun alat.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, 2016, Skrining Fitokimia Tanaman Obat Di Kabupaten Bima.
Program. Studi Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan MIPA
STKIP
Dalimartha, S dan Andrian, F.2013. Ramuan Herbal Tumpas Penyakit.
Cetakan pertama.
Departemen Kesehatan Republik Indonesi. 2000. Parameter Standar
Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Direktorat Jendral
Pengawas Obat dan Makanan
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia
Edisi III. Jakarta: Depkes RI.
Ergina., Nuryanti, Siti., Pursitasari, Indarini Dwi. 2014. Uji Kualitatif
Senyawa Metabolit Sekunder pada Daun Palado (Agave
angustifolia) yang Diekstraksi Dengan Pelarut Air dan Etanol. J.
Akad. Kim. Vol. 3 No. 3.
Erlidawati, Safrida. 2018. Potensi Antioksidan sebagai Antidiabetes.
Banda Aceh: Universitas Syah Kuala.
Handayani, Selpida., Wirasutisna, Komar Ruslan., Insanu, Muhamad.
2017. Penapisan Fitokimia dan Karakterisasi Simplisia Daun
Jambu (Syzygium jambos Alston). Jurnal JF FIK UINAM Vol. 5
No. 3.
Harbobe, J.B. 1996. Metode Fitokimia. Terbitan ke-II. Kosasih
Padmawinata. Bandung: Penerbit ITB.
Illing, Ilmiati., Safitri, Wulan., Erfiana. 2017. Uji Fitokimia Ekstrak Buah
Dengen. Jurnal Dinamika Vol. 8 No. 1.
Kristianti, A. N., N.S. Aminah, M. Tanjung dan B. Kerniadi. 2008. Buku
Ajar Fitokimia. Surabaya: Airlangga University Press hal 23,47
Marliana, Soerya Dewi., Suryanti, Venty., dan Suryono. 2005. Skrining
Fitokimia dan Analisis Kromatografi Lapis Tipis Komponen
Kimia Buah Labu Siam (Sechium edule Jacq. Swartz.) Ekstrak
Etanol. Biofarmasi Vol. 3 No. 1. Surakarta: Univesitas Sebelas
MaretMeigaria, Komang Mirah., etc. 2016. Skrinning fitokimia
dan uji aktivitas antioksidan aseton dau kelor (Moringa oleifera
L). Universitas pendidikan Ganesha. Jurnal wahana
matematika dan sains volume 10 No 2.
Nurjanah, dkk. 2019. Moluska : Karakteristik, Potensi Dan Pemanfaatan
Sebagai Bahan Baku Industry Pangan Dan Non Pangan. Syiah
Kuala University Press
Oktafiani R. 2018. Etnobotani tumbuhan obat pada masyarakat Desa
Rahtawu di Lereng Gunung Muria Kudus. Semarang:
Universitas Islam Negeri Walisongo. 128 hal.
Pardede, A., dkk. 2013. “Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol dari Kulit
Batang Manggis (Garcinia cymosa)”. Media Sains, Volume 6,
Nomor 2
Robinson,. T., 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi IV hal
191-216. Bandung: ITB

Idroes, Rinaldi, dkk. 2019. Skrining Aktivitas Tumbuhan Yang Berpotensi


Sebagai Bahan Antimikroba Di Kawasan Ie Brok (Upflow
Geothermal Zone). Syiah Kuala University Press
Susanti, dkk. 2013. Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol 90% Daun Kateik
(Saoropus Andiogynus L.) Jurnal Farmasi Udayana
Supriadi, dkk. 2011. Bungai Rampai Jahe (Zingiber Officinale Rosc.) Balai
Penelitian Tanama Obat Dan Aromatik.
Simaremare, Eva S. 2014. Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Sotal
(Laportea Decumona Roxb) Wedd. Pharmacy Vol. Ll (2). 1693-
3591
Srikandi, dkk. 2020. Kandungan Gliserol Dan Shogaol Dari Ekstrak Jahe
Merah (Zingiber Officinale) Dengan Metode Maserasi
Bertingkat Universitas Nusa Bangsa. Vol. 7 No. 2
Supriyatna, dkk. 2014. Prinsip Obat Herbal : Sebuah Pengantar Untuk
Fitoterapi. Yogyakarta : Deepublish
Wahyuono. 2005. Uji Sitotoksikk Senyawa Alkaloid dari Spons Petrosia
sp: Potensial Pengembangan sebagai Antikanker. Majalah
Farmasi Indonesia 16 (1) : 58-62
Widaryanto, Eko dan Nur Azizah. 2018. Tanaman Obat Berkhasiat.
Malang : UB Press

LAMPIRAN

1. Skema kerja
1.1 Uji Alkaloid

Ditimbang 1 g serbuk simplisia

(+) 1 ml HCL 2 N
(+) 9 ml air panas

Saring
(filtrat)
(+) 3 ml filtrat (+) 3 ml filtrat (+) 3 ml filtrat
(+) 2 tetes pereaksi (+) 2 tetes pereaksi (+) 2 tetes pereaksi
mayer wagner dragendorff

1.2 Uji flavonoid

Di timbang 1 g serbuk simplisia

(+) 10 ml H2O
(+) Didihkan 5 menit

Saring
(filtrat)

(+) 5 ml filtrate
(+) 0,1 g serbuk Mg
(+) 1 ml HCL p
(+) 2 ml Amil Alkohol

Kocok
Dibiarkan memisah

1.3 Uji saponin


Ditimbang 1 g serbuk simplisia

(+) 10 ml air panas


(+) Didinginkan

Kocok kuat 10 menit

Terbentuk busa
(+) 2 tetes HCL 2 N
1.4 Uji tanin

Ditimbang 1 g serbuk simplisia

(+) 10 ml air panas


(+) Didinginkan
(+) Saring

Filtrat
(+) H2O hingga bening

(+) 2 ml larutan
(+) 2 tetes FeCl3 5%
1.5 Uji terpenoid / steroid

Ditimbang 0,5 g serbuk simplisia

(+) meserasi 10 ml N-Heksan


(+) 30 menit
(+) saring

Uapkan filtrat
(+) 10 tetes asam asetat
anhidrat
(+) 1 tetes HCL P
2.Gambar
Gambar Keterangan

Uji Alkaloid dengan pereaksi


Wagner, Mayer dan Gragendroff

Hasil uji Flavanoid


Hasil uji Saponin

Hasil uji Tanin

Hasil uji Steroid

Anda mungkin juga menyukai