Anda di halaman 1dari 12

A.

DEFINISI PEMERIKSAAN FISIK


Seorang perawat bisa menjadi orang pertama yang mendeteksi perubahan kondisi klien.
Karna sudah ditentukan kemampuan berfikir kritis dan memprediksi prilaku klien. Hal ini dapat
dilakukan dengan keterampilan pengkajian dan pemeriksaan fisik. Pengkajian fisik membantu
perawat untuk memeriksa pada masalah kesehatan dan mengevaluasi kemajuan terapi klien.
Perawat mencari informasi tentang status kesehatan klien baik diklinik, kamar dokter,
unit perawatan, maupun dirumah klien. Skrining berfungsi pada masalah kesehatan spesifik,
seperti skrining tekanan darah unruk mendeteksi resiko hipertensi. Jika klien memiliki resiko
tersebut, perawat akan merujuknya untuk pemeriksaan fisik yang lebih lengkap.
Pengkajian kesehatan lengkap meliputi anamnesis keperawatan dan pemeriksaan
perilaku dan fisik. Anamnesis meliputi wawancara untuk memperoleh data subjektif tentang
kondisi klien. Pemerksaan fisik adalah tinjauan sistem tubuh dari kepala sampai kaki untuk
memperoleh informasi objektif tentang klien, sehingga dapat dilakukan pengkajian klinis.
Kondisi dan respons klien akan mempengaruhi pilihan terapi dan evaluasi responnya.
Kontinuitas pelayanan kesehatan akan meningkat jika perawat melakukan pemeriksaan yang
kontinu, objektif, dan komprehensif.

B. TUJUAN PEMERIKSAAN FISIK


Suatu pemeriksaan dirancang sesuai kebutuhan klien. Pada klien yang sakit akut,
pemeriksaan hanya dilakukan pada sistem tubuh yang terlihat. Pada serangan asma, perawat
awalnya mengaji sistem pernafasan dan jantung. Setelah klien merasa nyaman, pemeriksaan
yang lebih komprehensif akan dilakukan. Anda melakukan pemeriksaan fisik lengkap pada
skrining rutin untuk mempromosikan perilaku sehat dan pelayanan kesehatan preventif: untuk
menentukan kesesuaian asuransi kesehatan, militer, atau pekerjaan baru, dan untuk
memasukan klien kerumah sakit atau fasilitas pelayanan jangka panjang. Gunakan pemeriksaan
fisik untuk:
 Mengumpulkan data dasar tentang status kesehatan klien
 Melengkapi, mengonfirmasi, atau menolak data yang diperoleh pada anamnesis
 Mengonfirmasi dan mengidentifikasi diagnosis keperawatan
 Mengkaji perubahan status dan penanganan klien secara klinis
 Evaluasi hasil perawatan

1.) Mengetahui Riwayat kesehatan


Tujuan utama interaksi dengan klien adalah mempengaruhi kekhawatiran mereka dan
membantu mencari pemecahannya. Perhatikan dengan teliti kekhawatiran klien. Pandu
wawancara dan pemeriksaan sehingga memperoleh gambaran yang jelas mengenai kondisi
klien. Hal ini membutuhkan kesabaran. Untuk dapat melakukannya dengan baik, harus
diperhatikan beberapa prinsip. Wawancara akan membentuk rasa kemitraan bersama klien.
Fokuskan wawancara terhadap klien, bukan terhadap penyakit.
2.) Menegakkan Diagnosis dan Rencana Asuhan Keperawatan
Jika informasi kesehatan klien diperoleh dari anamnesis, maka pemeriksaan fisik dapat
menemukan informasi yang menolak, mengonfirmasi, atau melengkapinya. Pertimbangan
secara kritis semua informasi yang diterima klien, lalu bandingkan dengan perawatan
sebelumnya, dan lakukan pemeriksaan dengan metode yang sesuai untuk memperoleh
gambaran yang jelas tentang status klien. Sebagai contoh, jika klien mengeluh tentang nyeri
punggung tanyakan mengenai sifat nyeri tersebut. Selama pemeriksaan perhatikan adanya
sumber nyeri sebagai contoh (ketidak nyamanan saat berubah posisi atau lebam pada
punggung klien) untuk mendeteksi berbagai resiko penyakit.
Kelainan tidak akan ditemukan melalui satu jenis pemeriksaan saja. Oleh karna itu
dibutuhkan pemeriksaan lengkap agar terbentuk diagnosis keperawatan definitif. Setiap
temuan abnormal akan membantu pengumpulan informasi tambahan. Kumpulan informasi
selama pemeriksaan fisik awal sebagai dasar kemampuan fungsional klien. Data dasar ini
adalah pola temuan yang didapatkan saat klien diperiksa pertama kalinya. Data dasar
tersebut dapat menjadi perbandingan untuk temuan pemeriksaan dimasa yang akan datang.
Ketepatan data dasar akan memungkinkan penegakakan diagnosis keperawatan yang
spesifik. Temuan pemeriksaan fisik akan menentukan etiologi diagnosis sehingga dapat
dipilih intervensi yang tepat. Rencana perawatan akan berubah sesuai kondisi klien. Awasi
kemajuan dan respon klien terhadap terpi untuk meninjau ulang diagnosis dan mengenali
masalah baru.
3.) Menangani Masalah Klien
Saat merawat klien, perawat melakukan pengkajian dan berbagai intervensi.
Keberhasilan perawatan bergantung pada kemampuan mengenali perubahaan status dan
menyesuaikan intervensi sehingga klien akan memperoleh hasil yang terbaik. Keterampilan
pengkajian fisik memungkinkan perawat untuk mengkaji status kesehatan klien dan
mengarahkan manajemen perawatan. Sebagai contoh, saat memandikan klien, perawat
melihat bahwa kulit klien sangat kering. Perawat tersebut tidak akan menggunakan sabun ia
akan memberikan krim pelembab terhadap kulit. Perawat akan merevisi rencana perawatan
yang tertulis sehingga perawat lainnya akan menyadarinya dan mengajarkan klien tentang
perawatan kulit. Melakukan prosedur pengkajian fisik bukan hal yang sulit, membuat
keputusan berdasarkan temuanlah yang sulit.
4.) Evaluasi Asuhan Keperawatan
Perawat menunjukkan kemampuannya dalam memberikan asuhan keperawatan melalui
evaluasi hasil intervensi keperawatan. Keterampilan pengkajian fisik akan meningkatkan
evaluasi tindakan keperawatan melalui pengawasan hasil fisiologis dan perilaku. Akan
menggunakan keterampilan pemeriksaan fisik yang sama untuk mengkaji suatu kondisi
sebagai contoh: evaluasi toleransi klien terhadap rencana olahraga.
Perawat mengambil tindakan yang akurat, terperinci, dan objektif melalui pengkajian
fisik. Tindakan ini akan menentukan apakah hasil perawatan yang diharapkan telah dicapai.

C. METODE PEMERIKSAAN FISIK


• Terdapat empat teknik pengkajian yang secara universal diterima untuk digunakan
selama pemeriksaan fsik: inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Teknik-teknik ini digunakan
sebagai bingkai kerja yang menfokuskan pada indera penglihatan, pendengaran, sentuhan dan
penciuman. Data dikumpulkan berdasarkan semua indera tersebut secara simultan untuk
membentuk informasi yang koheren. Teknik-teknik tersebut secara keseluruhan disebut sebagai
observasi/pengamatan, dan harus dilakukan sesuai dengan urutan di atas, dan setiap teknik
akan menambah data yang telah diperoleh sebelumnya. Dua perkecualian untuk aturan ini,
yaitu jika usia pasien atau tingkat keparahan gejala memerlukan pemeriksaan ekstra dan ketika
abdomen yang diperiksa.
1.) INSPEKSI
Langkah pertama pada pemeriksaan pasien adalah inspeksi, yaitu melihat dan mengevaluasi
pasien secara visual dan merupakan metode tertua yang digunakan untuk mengkaji/menilai
pasien. Sebagai individu-individu, kita selalu menilai orang lain setiap hari, membangun
kesan pada pikiran kita mengenai orang lain, memutuskan apakah kita menyukai atau tidak
menyukai mereka, dan secara umum akan tetap bersama mereka atau sebaliknya menjauhi
mereka. Yang tidak kita sadari, sebenarnya kita telah melakukan inspeksi. Secara formal,
pemeriksa menggunakan indera penglihatan berkonsentrasi untuk melihat pasien secara
seksama, persisten dan tanpa terburu-buru, sejak detik pertama bertemu, dengan cara
memperoleh riwayat pasien dan, terutama, sepanjang pemeriksaan fisik dilakukan. Inspeksi
juga menggunakan indera pendengaran dan penciuman untuk mengetahui lebih lanjut, lebih
jelas dan memvalidasi apa yang dilihat oleh mata dan dikaitkan dengan suara atau bau yang
berasal dari pasien. Pemeriksa kemudian akan mengumpulkan dan menggolongkan
informasi yang diterima oleh semua indera tersebut, baik disadari maupun tidak disadari,
dan membentuk opini, subyektif dan obyektif, mengenai pasien, yang akan membantu
dalam membuat keputusan diagnosis dan terapi. Pemeriksa yang telah melakukan observasi
selama bertahun-tahun (ahli) melaporkan bahwa mereka seringkali mempunyai persepsi
intuitif mengenai sumber/penyebab masalah kesehatan pasien segera setelah melihat
pasien. Karena inspeksi umum digunakan pada interaksi dengan pasien sehari-hari pada
berbagai situasi di apotek, maka teknik ini merupakan metode yang paling penting yang
harus dikuasai pada praktek kefarmasian.

2.) PALPASI
Palpasi, yaitu menyentuh atau merasakan dengan tangan, adalah langkah kedua pada
pemeriksaan pasien dan digunakan untuk menambah data yang telah diperoleh melalui
inspeksi sebelumnya. Palpasi struktur individu,baik pada permukaan maupun dalam rongga
tubuh,terutama pada abdomen, akan memberikan informasi mengenai posisi, ukuran,
bentuk,konsistensi dan mobilitas/gerakan komponen-komponen anatomi yang normal, dan
apakah terdapat abnormalitas misalnya pembesaran organ atau adanya massa yang dapat
teraba. Palpasi juga efektif untuk menilai menganai keadaan cairan pada ruang tubuh.
Menunjukkan area tangan yang digunakan untuk palpasi untuk membedakan temuan-
temuan klinis. Pemeriksa yang ahli akan menggunakan bagian tangan yang paling sensitif
untuk melakukan setiap jenis palpasi. Pads atau ujung jari pada bagian distal ruas
interphalangeal paling baik digunakan untuk palpasi, karena ujung saraf spesifik untuk indera
sentuh terkelompok saling berdekatan, sehingga akan meningkatkan kemapuan
membedakan dan interpretasi apa yang disentuh. Pengukuran kasar suhu tubuh paling baik
dilakukan memggunakanbagian punggung (dorsum) tangan. Posisi, ukuran dan konsistensi
struktur dapat ditentukan secara paling efektif menggunakan tangan yang berfungsi untuk
meraih atau memegang. Struktur individu dalam rongga tubuh, terutama dalam
abdomen/perut, dapat dipalpasi untuk mengetajui posisi, ukuran, bentuk, konsistensi dan
mobilitas. Tangan juga dapat digunakan untuk mendeteksi massa atau mengevaluasi cairan
yang terkumpul secara abnormal.Vibrasi/getaran dapat mudah terdeteksi oleh permukaan
telapak tangan, sepanjang persendian tulang metakarpophalangeal (MCP) atau aspek ulnar
digit kelima dari pergelangan tangan kesendi MCP. Area ini dapat mendeteksi getaran
dengan baik, karena suara dapat lewat dengan mudah melalui tangan. Untuk area mana saja
yang dinilai, akan sangat bermanfaat jika menggunakan palpasi dalam, medium atau ringan.
Pada awal selalu digunakan palpasi ringan, dan kekuatan palpasi dapat ditingkatkan terus
sepanjang pasien dapat menoleransi. Jika pada awal palpasi, anda melakukan terlalu dalam,
anda mungkin melewatkan dan tidak mengetahui jika terdapat lesi permukaan dan palpasi
anda akan mengakibatkan rasa nyeri yang tidak perlu pada pasien. Palpasi ringan bersifat
superfisial, lembut dan berguna untuk menilai lesi pada permukaan atau dalam otot. Juga
dapat membuat pasien relaks sebelum melakukan palpasi medium dan dalam. Untuk
melakukan palpasi ringan, letakkan/tekan secara ringan ujung jari anda pada kulit pasien,
gerakkan jari secara memutar. Palpasi medium untuk menilai lesi medieval pada peritoneum
dan untuk massa, nyeri tekan, pulsasi (meraba denyut), dan nyeri pada kebanyakan struktur
tubuh. Dilakukan dengan menekan permukaan telapak jari 1-2 cm ke dalam tubuh pasien,
menggunakan gerakan sirkuler/memutar.
3.) PERKUSI
Perkusi, langkah ketiga pemeriksaan pasien adalah menepuk permukaan tubuh secara ringan
dan tajam, untuk menentukan posisi, ukuran dan densitas struktur atau cairan atau udara di
bawahnya. Menepuk permukaan akan menghasilkan gelombang suara yang berjalan
sepanjang 5-7 cm (2-3 inci) di bawahnya. Pantulan suara akan berbeda-beda karakteristiknya
tergantung sifat struktur yang dilewati oleh suara itu. Tabel 4-1 menunjukkan kualitas dan
karakter suara yang keluar pada saat perkusi sesuai dengan tipe dan densitas jaringan dan
sifat lapisan dibawahnya. Terdapat lima macam perkusi seperti yang tercantum di bawah ini:
• Pitch (atau frekuensi) adalah jumlah vibrasi atau siklus per detik (cycles per
second/cps). Vibrasi cepat menghasilkan nada dengan pitch yang tinggi, sedangkan
vibrasi lambat menghasilkan nada pitch yang rendah.
• Amplitudo (atau intensitas) menentukan kerasnya suara. Makin besar amplitude,
makin keras suara.
• Durasi adalah panjangnya waktu di mana suara masih terdengar.
• Kualitas (atau timbre, harmonis, atau overtone) adalah konsep subyektif yang
digunakan untuk menggambarkan variasi akibat overtone suara yang tertentu.
Prinsip dasarnya adalah jika suatu struktur berisi lebih banyak udara (misalnya paru-paru)
akan menghasilkan suara yang lebih keras, rendah dan panjang daripada struktur yang lebih
padat (misalnya otot paha), yang menghasilkan suara yang lebih lembut, tinggi dan pendek.
Densitas jaringan atau massa yang tebal akan menyerap suara, seperti proteksi akustik
menyerap suara pada ruang “kedap suara”. Ada dua metode perkusi, langsung (segera) dan tak
langsung (diperantarai). Perkusi diperantarai (tak langsung) adalah metode yang menggunakan
alat pleksimeter untu menimbulkan perkusi. Dari sejarahnya, pleksimeter adalah palu karet
kecil, dan digunakan untuk mengetuk plessimeter, suatu obyek padat kecil (biasanya terbuat
dari gading), yang dipegang erat di depan permukaan tubuh. Ini merupakan metode yang
disukai selama hampir 100 tahun, tetapi pemeriksa merasa repot untuk membawa peralatan
ekstra ini. Sehingga, perkusi tak langsung, menggunakan jari telunjuk dan jari tengah atau hanya
jari tengah satu tangan bertindak sebagai pleksimeter, yang mengetuk jari tengah tangan yang
lain sebagai plessimeter, berkembang menjadi metode pilihan sekarang.
Kini, jari pasif (plessimeter) diletakkan dengan lembut dan erat pada permukaan tubuh, dan
jari-jari lainnya agak terangkat di atas permukaan tubuh untuk menghindari berkurangnya suara.
Pleksimeter, mengetuk plessimeter dengan kuat dan tajam, di antara ruas interphalangeal
proksimal. Setelah melakukan ketukan cepat, jari segera diangkat, agar tidak menyerap suara.
Perkusi langsung dan tak langsung juga dapat dilakukan dengan kepalan tangan. Perkusi
langsung kepalan tangan melibatkan kepalan dari tangan yang dominan yang kemudian
mengetuk permukaan tubuh langsung. Perkusi langsung kepalan bermanfaat untuk toraks
posterior, terutama jika perkusi jari tidak berhasil. Pada perkusi tak langsung dengan kepalan,
plessimeter menjadi tangan yang pasif, diletakkan pada tubuh ketika pleksimeter (kepalan dari
tangan yang dominan) mengetuk. Kedua metode prekusi bermanfaat untuk menilai, misalnya,
nyeri tekan costovertebral angle (CVA) ginjal.
4.) AUSKULTASI
Auskultasi adalah ketrampilan untuk mendengar suara tubuh pada paru-paru, jantung,
pembuluh darah dan bagian dalam/viscera abdomen. Umumnya, auskultasi adalah teknik
terakhir yang digunakan pada suatu pemeriksaan. Suara-suara penting yang terdengar saat
auskultasi adalah suara gerakan udara dalam paru-paru, terbentuk oleh thorax dan viscera
abdomen, dan oleh aliran darah yang melalui sistem kardiovaskular. Suara terauskultasi
dijelaskan frekuensi (pitch), intensitas (keraslemahnya), durasi, kualitas (timbre) dan waktunya.
Pemeriksa akan mengauskultasi suara jantung, suara tekanan darah (suara Korotkoff), suara
aliran udara melalui paru-paru, suara usus, dan suara organ tubuh. Auskultasi dilakukan dengan
stetoskop. Stetoskop regular tidak mengamplifikasi suara. Stetoskop regular meneruskan suara
melalui ujung alat (endpiece), tabung pipa (tubing), dan bagian ujung yang ke telinga (earpiece),
menghilangkan suara gangguan eksternal dan demikian memisahkan dan meneruskan satu
suara saja. Stetoskop khusus yang mengamplifikasi suara juga tersedia dengan akuitas suara
yang lebih rendah. Yang penting diperhatikan adalah kesesuaian dan kualitas stetoskop. Ujung
yang ke telinga harus diletakkan
pas ke dalam telinga, dan tabung/pipa tidak boleh lebih panjang dari 12-18 inci.

•Pemeriksaan fisik diawali dengan penilaian keadaan umum pasien, yang meliputi:

1.) Ekspresi wajah

Apakah pasien menahan sakit, sesak, atau diam dan tenang-tenang

2.) Gaya berjalan

Nilai apakah ada kelainan, seperti jalan terseok-seok, kecepatan yang menurun, langkah terlalu kecil, dll.

3.) Tanda spesifik lain

Nilai apakah tampak adanya luka ataupun memar, nilai kelainan lain yang langsung tampak.

4.) Keadaan gizi

Dilakukan pengukuran BB (berat badan) dan TB (tinggi badan).

IMT (indeks massa tubuh) = BB(kg) / TB2 (m)

Klasifikasi IMT :

BB kurang <18,5

BB normal 18,5-22,9

BB lebih >23

Dgn resiko 23-24,9

Obes I 25-29,9
Obes II >30

5.) Status mental

Nilai tingkah laku, perasaannya, dan juga cara berfikir. Lakukan interaksi sederhana bisa dengan
menanyakan orientasi tempat, waktu. Dan juga aktifitas sehari-hari. Nilai apakah terdapat penurunan
fungsi berfikir atau

6.) Bentuk badan

Nilai kelainan bentuk tulang belakang seperti kifosis, lordosis, skoliosis. Nilai bentuk dadanya secara
keseluruhan, nilai juga kelainan bentuk (malformasi) yang terdapat sejak lahir (kongenital)

7.) Cara bergerak (mobilitas)

Aktif dan dapat memiringkan badannya tanpa kesulitan. Dapat memberi petunjuk pada beberapa
penyakit seperti tulang sendi atau saraf. Juga dapat mengetahui kelainan jantung juga paru-paru yang
mana pasien lebih nyaman dalam keadaan bersandar

D. PERSIAPAN PEMERIKSAAN FISIK


Persiapan lingkungan, pelengkapan, dank lien yang benar akan memungkinkan
pemeriksaan fisik yang lancar. Pendekatan yang kurang teratur akan menghasilkan kesalahan
dan temuan yang tidak lengkap.

1.) Kontrol Infeksi


Selama pemeriksaan, beberapa klien dapat memiliki lesi kulit terbuka atau luka basah.
Gunakan standar kehati-hatian selama pemeriksaan. Gunakan sarung tangan untuk kontak
dengan mikroorganisme. Jika klien memiliki luka terbuka yang basah, gunakan gaun dan
pelindung lainnya. Ikuti procedure hygiene tangan sesuai kebijakan institusi sebelum dan
setelah pemeriksaan fisik.
2.) Lingkungan
Pemeriksaan fisik membutuhkan privasi. Sebaiknya dilakukan diruangan pemeriksaan,
namun dapat juga digunakan ruangan rawat klien. Dirumah klien, biasanya pemeriksaan ini
dilakukan di kamar tidur klien.
Setiap ruang pemerikasaan harus lengkap untuk pelaksanaan berbagai prosedur yang
dibutuhkan. Pencahayaan yang cukup diperlukan untuk penerangan bagian tubuh.
Sebaiknya ruangan tersebut bersifat kedap suara sehingga klien merasa nyaman
menyatakan kondisinya. Hindarkan kebisingan, cegah gangguan dari pihak lain, dan pastikan
ruangan cukup hangat.
Jika sulit melakukan pemeriksaan pada posisi klien yang terbaring, dapat digunakan
meja pemeriksaan khusus. Bantu klien agar mereka tidak jatuh saat naik dan turun dari meja
pemeriksaan. Jangan tinggalkan klien yang kebinggungan atau tidak kooperatif sendirian di
meja pemeriksaan.
Meja pemeriksaan umumnya memiliki permukaan yang keras dan tidak nyaman. Jika
klien berbaring dalam posisi supinasi, naikan bagian kepala meja sekitar 30 derajat. Berikan
bantal kecil untuk digunakan, saat memeriksa klien ditempat tidur, naikan tempat tidur
sehingga bagian tubuh klien lebih mudah dijangkau.
3.) Pelengkap
Lakukan higiene tangan sebelum mempersiapkan pelengkapan dan pemeriksaan. Susun
perlengkapan agar mudah digunakan. Gosok diafragma stetoskop diantara tangan sebelum
diletakkan kekulit. Periksa semua pelengkapan telah berfungsi dengan baik.
4.) Persiapan Fisik Pada Klien
Kenyamanan fisik klien sangat penting untuk berlangsungnya pemerksaan fisik yang baik.
Tanyakan apakah klien ingin kekamar mandi sebelum memulai pemeriksaan. Kandung
kemih dan saluran cerna yang kosong akan memfasilitasi pemeriksaan yang abdomen,
genetalia, dan rectum. Pengumpulan spesimen urine atau feses dilakukan pada saat ini.
Jelaskan metode pengambilan spesimen yang benar dan pelabelan yang tepat.
Persiapan fisik meliputi pakaian dan duk yang tepat bagi klien. Klien dirumah sakit
biasanya hanya memgenakan gaun rumah sakit biasa. Klien rawat jalan harus mengganti
pakainya dengan gaun ringan. Jika pemeriksaan terbatas pada sistem tubuh tertentu, klien
tidak harus membuka seluruh pakaianya. Duk dan gaun terbuat dari linen atau kertas yang
dapat dibuang (disposable). Setelah klien mengenakan gaun, mereka duduk atau berbaring
dimeja pemeriksaan dengan duk dipangkuan atau bagian tubuh bawah. Pastikan klien
merasa hangat dengan mengatur suhu kamar dan memberikan selimut hangat. Tanyakan
secara rutin apakah klien telah merasa nyaman.

E. URUTAN DIAGNOSIS

1.) Anamnesis

Anamnesis adalah pemeriksaan tahap awal yang dilakukan dengan wawancara dan dapat
membantu menegakkan diagnosa hingga 80%, anamnesis ini bersifat subjektif.

Tujuannya untuk menegakkan gambaran kesehatan pasien secara umum, dan mengetahui
riwayat penyakit pasien.

Anamnesis dapat dilakukan langsung kepada pasien (autoanamnesis) atau terhadap keluarga
atau kerabat terdekat pasien (hetero/alloanamnesis)

Pada anamnesis yang perlu ditanyakan adalah:

a.) Identitas Pasien : Terkait nama, umur, alamat, pekerjaan, dll

b.) Anamnesis penyakit : Keluhan utama, riwayat penyakit sekarang (onset, frekuensi, sifat, waktu,
durasi, lokasi), riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga (keturunan/penularan), keluhan
tambahan, riwayat pekerjaan.

F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan ini bertujuan untuk membantu diagnosa ketika anamnesis dan pemeriksaan fisiknya
belum mendapatkan hasil. Dan juga dapat dilakukan untuk memastikan diagnosa meskipun anamnesi
dan pemeriksaan fisiknya sudah mencapai titik terang.

Contoh dari pemeriksaan penunjang seperti:

1.) Pemeriksaan laboratorium : untuk menilai sel-sel darah, urin, feses

2.) Kultur bakteri : untuk mengetahui bakteri penyebab infeksi, dan untuk menentukan antibiotik serta
resistensinya.

3.) Radioimaging : seperti CT-Scan, MRI, rontgen untuk mengetahui langsung bagian dalam tubuh yang
terkait dengan penyakit.

G.) PRINSIP DASAR PEMERIKSAAN FISIK

Tujuan umum pemeriksaan fisik adalah untuk memperoleh informasi mengenai status kesehatan
pasien. Tujuan definitifnya adalah untuk mengindentifikasi status “normal” dan kemudian mengetahui
adanya kelainan dari keadaan normal tersebut dengan memvalidasi keadaan dan keluhan dari gejala
pasien. Skrining keadaan pasien, dan pemantauan masalah kesehatan pasien saat ini. Informasi ini
penting untuk menjadi catatan/rekam medis (medical record) pasien, menjadi dasar data awal dari
temuan klinis, bahkan selalui diperbarui dan ditambahkan sepanjang waktu untuk mengetahui riwayat
penyakit dari pasien.

Informasi dapat bersifat subyektif maupun obyektif. Informasi subyektif didapatkan dari anamnesis
terhadap pasien, sedangkan informasi obyektif didapatkan dengan pemeriksaan fisik pada
pasien.temuan klinis obyektif ini akan memperkuat dan menjelaskan data subyektif yang diperoleh pada
anamnesis, tetapi juga pada saat yang sama, pemeriksaan fisik akan membuat pemeriksa bertanya lebih
lanjut pada saat pemeriksaan berlangsung.

Penentuan metode pillihan pada pemeriksaan fisik dipengaruhi oleh usia. Misalkan pada usa
remaja (12-19 tahun) senaiknya menjalani pemeriksaan fisik setiap 2 tahun. Individu dewasa (20-59
tahun) sebaiknya menjalani pemeriksaan fisik setiap 5-6 tahun, dan orang lanjut usia (>60 tahun)
sebaiknya melakukan pemeriksaan fisik menyeluruh tiap 2 tahun

Metode tersebut juga dipengaruhi oleh gejala, data fisik, dan laboratorium lainnya, serta tujuan
pemerikaan itu sendiri (misalnya screening fsik umum, pemeriksaan fisik spesifik, atau analisi gejala-
gejala). Pemeriksaan penapisan/screening misalnya mammografi (foto payudara untuk mengetahui
kanker), pap smear (menilai kelainan pada alat vital wanita), uji darah pada feses sebaiknya dilakukan
lebih teratur. Kunjungan berikutnya atau tindak lanjut merupakan kunjungan yang terjadwal untuk
mengkaji progresivitas atau kesembuhan dari suatu masalah atau kelainan tertentu.
H.) Prosedur pemeriksaan fisik

1.) Persiapan

a.Alat

Meteran, Timbangan BB, Penlight, Steteskop, Tensimeter/spighnomanometer, Thermometer,


Arloji/stopwatch, Refleks Hammer, Otoskop, Handschoon bersih ( jika perlu), tissue, buku catatan
perawat. Alat diletakkan di dekat tempat tidur klien yang akan di periksa.

b. Lingkungan

Pastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup penerangan. Misalnya menutup
pintu/jendala atau skerem untuk menjaga privacy klien

c. Klien (fisik dan fisiologis)

Bantu klien mengenakan baju periksa jika ada dan anjurkan klien untuk rileks.

2.) Prosedur Pemeriksaan

a.) Cuci tangan

b.) Jelaskan prosedur

c.) Lakukan pemeriksaan dengan berdiri di sebelah kanan klien dan pasang handschoen bila di
perlukan.
d.) Pemeriksaan umum meliputi : penampilan umum, status mental dan nutrisi.

Anda mungkin juga menyukai