Oleh :
Ns.Vindy Villien Lesnussa, S.Kep
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hikmat dan kasihNya
sehingga laporan tentang Penggunaan Alat Analisa Gas Darah dapat
terselesaikan. Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan, bantuan dan arahan
dari berbagai pihak, laporaran ini tidak dapat terselesaikan. Untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1) Pihak Siloam Training Center selaku pendiri training ICU yang telah
menyediakan dan memfasilitasi training ICU.
2) HIPERCCI selaku himpunan perawat critical yang sudah bekerjasama
dalam menyiapkan setiap materi training ICU.
3) Pihak Rumah Sakit Umum Siloam Lippo Village yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pelatihan
ICU.
4) Ns. Martinus Hartono, S.Kep, M.Kep selaku koordinator Siloam
Training Center.
5) Ns. Jihaz Hanen, S.Kep selaku pembimbing yang telah memberikan
waktu dan buah pikiran untuk membimbing dan mengarahan selama
proses pengerjaan laporan.
6) Pembimbing dan fasilitator pelatihan ICU Komperhensif di
Ruang ICU Rumah Sakit Umum Siloam Lippo Village.
Teman-teman seperjuangan pelatihan ICU Comperhensive, Siloam
Training Center tahun 2021Penulis menyadari bahwa setiap hal memiliki
ketidaksempurnaan, begitupun Laporan ini. Untuk itu, setiap saran dan masukan sangat
berarti bagi penulis demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB II PEMBAHASAN
ii
2.11 Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan ................................................................ 23
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
tinggi (Anggraeni & Ismail, 2018), Hal ini juga merupakan salah-satu
tantangan perawat di Era Society 5.0 yang memaksa perawat ICU harus
mampu pengoperasikan berbagai alat demi mendukung perawatan pasien-
pasien kritis di ICU. Dari berbagai alasan tersebut, penulis sangat tertarik
untuk membahas makalah Penggunaan Alat Analisa Gas Darah di ICU
Rumah Sakit Umum Siloam Hospital Lippo Karawaci.
Sebagai acuan untuk pemeriksaan alat analisa gas darah secara mandiri dan
pemeliharaannya
Sebagai salah satu sarana untuk menambah ilmu terkait penggunaan alat
analisa gas darah
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
Singh, dkk (2016) menambahkan, pemeriksaan AGD merupakan
pemeriksaan yang rutin guna memonitor keseimbangan asam–basa pada pasien
sebagai indikator efektifitas pertukaran gas dan status control pernapasan pasien.
Pada pemeriksaan gas darah akan menampilkan nilai dari setiap komponen yang
diatas. Adapun nilai normal analisa gas darah adalah:
pH 7.35- 7.45
PaO2 80 -100 mmHg
SaO2 > 95 %
PaCO2 35-45 mmhg
HCO3 22-26 mEq/L
BE -2- +2
Tabel 2.1 Nilai Normal AGD (Morton & Fontaine, 2013)
Kusuma & Rachmawati (2019) memaparkan beberapa komponen dalam
keseimbangan asam basa, meliputi:
a. pH
pH darah mewakili seluruh keseimbangan asam dan basa yang diproses di
dalam tubuh. Asam adalah zat yang memiliki setidaknya satu ion H+ dan
menyumbangkan ion H+. Asam sebagai komponen yang memiliki ion hydrogen dan
bereaksi dengan air untuk membentuk ion hidrogen, sedangkan Basa adalah
komponen yang menghasilkan ion hidroksida dari air (Sidemen & Masyuni, 2016).
pH merupakan gambaran dari kadar ion H+ dalam darah untuk menentukan adanya
asidosis maupun alkalosis. Akhiran “osis” digunakan untuk menggambarkan suatu
proses patologis yang mengubah pH arteri. Asidosis merupakan kondisi dimana pH
arteri lebih rendah dari nilai normal sedangkan alkalosis merupakan kondisi dimana
pH arteri lebih dari nilai normal. Ph normal arteri berkisar antara 7,35 - 7,45, namun
pada keadaan kritis, tubuh dapat bertahan selama beberapa jam dengan kisaran pH
hingga 6,80-7,80. Beberapa kondisi ditemukan hasil pH pada analisa gas darah dapat
menunjukkan hasil normal jika tubuh berhasil melakukan kompensasi.
b. PO2
pO2 adalah tekanan parsial oksigen pada fase gas dalam keseimbangan dengan
darah. Tinggi dan rendahnya nilai pO2 dari darah arteri mengindikasikan keadaan
hiperoksemia. Biasanya pO2 akan menurun seiring dengan bertambahnya usia. Hal
ini disebabkan penurunan elastisitas di paru-paru lansia, sehingga mengganggu
5
proses ventilasi dan perfusi. Nilai pO2 yang kurang dari nilai normal menunjukkan
terjadinya hipoksemia. Hipoksemia merupakan akibat dari hipoventilasi atau
gangguan ventilasi- perfusi. Jika ventilasi alveolar memadai yaitu dengan ditandai
oleh pCO2 yang normal, maka hipoksemia kemungkinan besar disebabkan oleh
gangguan ventilasi-perfusi.
c. pCO2
e. Base excess
Komponen metabolic keseimbangan asam-basa tercermin di base excess (BE).
BE berasal dari nilai pH dan PCO2. Hal ini didefinisikan sebagai jumlah asam yang
dibutuhkan untuk mengembalikan setiap liter darah ke pH normal pada PCO2 40
mmHg.
f. SO2
Saturasi oksigen adalah presentasi hemoglobin yang berkaitan dengan oksigen
dalam arteri. Nilai saturasi oksigen normal adalah 95-100%. Kadar yang lebih rendah
menandakan adanya hipoksemia.
6
2.2 ANATOMI FISIOLOGI
2.2.1 ANATOMI
Sampel analisa gas darah di peroleh dari darah arteri atau darah vena pasien.
Darah merupakan komponen esesnial bagi makhluk hidup karena berperan sebagai
media komunikasi antar sel tubuh yang membawa oksigen dari paru paru ke jaringan
dan membawa karbondioksida dari jaringan ke paru-paru untuk proses pertukaran
(Hasana, 2018), menyebutkan bahwa darah terdiri dari dua komponen utama yakni:
a. Plasma darah
Sekitar 55 % darah merupakan komponen cairan atau plasma. Plasma
darah merupakan komponen dalam bentuk cairan yang mengandung nutrisi
maupun subtansi penting yang diperlukan oleh tubuh seperti protein, albumin,
faktor- faktor pembekuan darah dan berbagai macam elektrolit yang dibutuhkan
tubuh, dimana pembagian terdiri dari air sebanyak 92 %, 7 % protein, dan 1 %
nutrient.
b. Sel sel darah
Komponen darah lainnya adalah sel-sel darah berjumlah 45% dari total
darah. Sel- sel darah terdiri dari eritrosit atau sel darah merah, leukosit atau sel
darah putih dan trombosit (keping darah). Komponen sel darah merah
merupakan komponen terbanyak di dalam sel- sel darah yakni 41%.
1. Sel darah putih
Sel adarh putih atau yang sering disebut sebagai leukocytes komposisi
hanya terdiri dari 1% dari komponen darah. Sel darah putih berperan dalam
sistem imun dan respon imun dalam tubuh, yang dimana menetralisir dan
mengenali antigen yang masuk ke dalam tubuh dan membuat sistem
pertahanan imun terhadap antigen tersebut. Leukosit terbagi atas dua grup
yakni grup granulocytes yang terdiri dari neutropil, eosinophil dan basofil
yang memiliki granula didalam sitoplasmanya. Dan grup terakhir adalah
agranulocytes yang tidak memiliki granula yakni monocytes dan limfosit.
2. Trombosit
Trombosit merupakan sel berbentuk cakram dengan diameter 2-5 mm.
Tersusun atas subtansi fosfolipid yang penting dalam proses pembekuan
darah dan proses perbaikan pembuluh darah ketika terjadi luka.
3. Sel darah merah
7
Sel darah merah berbentuk cakram bikonkaf dengan diameter sekitar 7,5
mokron (Hasanan, 2018). Sel darah merah berfungsi sebagai pengangkut
hemogblobin yang membawa oksigen dari paru– paru ke jaringan (Wulandari
2018), Hemoglobin adalah molekul protein tetramerik yang terdiri dari
protoporphyrin dan besi yang ditemukan di dalam sel darah merah. Protein
hemoglobin A berbentuk globuler terdiri dari dua rantai alfa globin, dan 2
rantai beta globin. Tiap tiap sub unit (alfa dan beta) mengandung grup
heme dengan satu atom zat besi untuk melekatnya oksigen atau ligand yang
lain secara reversible. Setiap molekul Hb dapat mengikat 4 oksigen, ini lah
yang disebut sebagai daya afinitas. Afinitas (daya gabung) terhadap oksigen
akan membentuk oksihemoglobin dalam sel darah merah, melalui fungsi ini
maka oksigen dibawa dari paru- paru ke jaringan dan mengembalikan karbon
dioksida dari jaringan ke paru- paru (Davis (2007) dalam Wahyuni (2018)).
Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa ketika terjadi peningkatan suhu,
dan peningkatan kadar CO2 akan mengakibatkan daya afinitas hb terhadap
oksigen menurun, yang mengakibatkan pula pH menjadi asam. Hal ini
sebabkan setiap peningkatan 10 celcius diatas 37 0
pada pasien akan
8
mengakibatkan PO2 mengalami peningkatan 7.2 % (PaO2 akan menunjukkan
5 mmhg lebih rendah daripada nilai yang sebenarnya, sedangkan setiap
peningkatan 10 celcius diatas 370 akan berdampak kepada CO2 yang dimana
mengalami penurunan sebanyak 4,4 % PaCO2 akan menunjukkan 2 mmHg
lebih rendah daripada nilai yang sebenarnya. Hal yang sama juga terlihat pada
suhu, dimana 10 celcius diatas 37 0
akan mengakibatkan penurunan pH
sebanyak 0,015 units, Sehingga ini menjadi alasan kenapa diperlukan
pemeriksaan suhu pada saat dilakukan pengambilan sampel darah AGD.
2.2.2. FISIOLOGI
Pengaturan keseimbangan asam dan basa merupakan hasil dari
keseimbangan ion hidrogen dalam tubuh. Walaupun produksi asam akan
terus menghasilkan ion hidrogen dalam jumlah banyak, ternyata konsentrasi
ion hidrogen akan tetap dipertahankan pada kadar pH 7.35-7.45 (Kusuma &
Rachmawati, 2019). Menyatakan bahwa pengaturan keseimbangan asam
dan basa ini diselenggarakan melalui tiga sistem koordinasi yakni:
1. Sistem buffer
Sistem buffer disebut sebagai sistem penahan atau sistem
penyangga, karena dapat menahan perubahan pH. Sistem buffer sendiri
adalah larutan yang mengandung asam dan basa konjugasinya. Buffer
ini terdiri dari asam lemah yang menjadi donor ion hydrogen dan basa
lemah yang berperan sebagai akseptor ion hydrogen Melalui reaksi
yang bersifat reversible, larutan penyangga dapat mengatasi perubahan
konsentrasi ion hidrogen, yang dimana ketika H+ bertambah ion
hydrogen akan bergabung dengan A-, yang dimana buffer secara
langsung mengambil atau melepaskan ion H+ untuk menjaga kestabilan
asam dan basa.
9
darah yang dimana dikendalikan oleh dua stimulus utama yaitu
peningkatan PaCO2 dan penurunan PaO2 (hipoksemia).
- Stimulus CO2
Stimulus CO2 terhadap ventilasi terjadi pada daerah kemosensitif di
pusat pernapasan pada medulla oblongata. Karbondioksida
merupakan stimulus utama pernapasan yang dapat terjadi walaupun
terjadi sedikit peningkatan PaCO2. Pada setiap peningkatan 1 mmhg
PaCO2 akan terjadi peningkatan pernapasan sebesar 1-4 L/menit.
Apabila terjadi peningkatan PaCO2 di arteri dan penurunan pH akan
merangsang pernapasan yang bertujuan untuk menurunkan PaCO2.
- Stimulus O2
Stimulus O2 terjadi melalui perantara kemoreseptor di badan karotis
yang terletak di percabangan arteri karotis. Hipoksemia akan
merangsang ventilasi apabila terjadi penurunan PaO2 di bawah 50 –
60 mmHg sehingga meningkatkan frekuensi napas yang
mengakibatkan penurunan PaCO2 dan meningkatkan pH.
3. Pengaturan keseimbangan asam basa oleh ginjal
Pada organ ini ginjal berperan mengatur keseimbangan asam – basa
dengan sekresi dan reabsorpsi ion hydrogen dan ion bikarbonat. Hal ini
terjadi dimana ion hidrogen, CO2 dan NH3 diekskresi ke dalam lumen
tubulus dengan bantuan energi yang dihasilkan oleh mekanisme pompa
natrium di basolateral tubulus. Pada proses tersebut, asam karbonat dan
natrium dilepas kembali ke sirkulasi untuk dapat berfungsi kembali.
11
4. Mual
Perlu diingat bahwa ini merupakan beberapa tanda dan gejala dari suatu
penyakit yang telah dipaparkan dibagian indikasi.
a. Arteri radial
Zisquit & Velasquez (2021) mengemukan bahwa arteri radialis
merupakan arteri yang mudah untuk di palpasi atau di raba, sehingga
sering di gunakan sebagai area pengambilan sampel pertama kali,
karena berada di area pergelangan tangan. Pada arteri ini, sudut
pengambilan darahnya yakni 450.
b. Arteri brachialis
Arteri brachialis umumnya digunakan sebagai pilihan kedua,jika tidak
berhasil pada arteri radialis. arteri ini besar dibandingkan dengan arteri
radialisArteri brachialis tidak dapat digunakan jika ditemukan adanya
nadi lemah akibat syok , pada pasien dengan obesitas, atau pembuluh
darah sclerotic dikarenakan katerisasi jantung sebelumnya. Sudut
penusukan pada arteri ini adalah 45 – 600.
c. Arteri femoralis
Penusukan pada arteri femoralis biasanya dipilih pada pasien dengan
henti jantung atau hilangnya perfusi pada ektremitas atas. Arteri ini
dipilih dikarenakan arteri femoralis merupakan arteri superficial
terbesar yang terletak di area paha, yang mudah untuk di palpasi dan
dilakukan penusukan. Sudut pengambilan sampel pada arteri ini yaitu
900.
12
d. Arteri dorsalis pedis
Arteri dorsalis pedis paling baik teraba di antara lateral tendon
ekstensor hallucis longus. Arteri ini menerima aliran kolateral dari arteri
plantar lateral melalui lengkungan yang ada dikaki mirip dengan yang
ada di tangan. Posisi derajat penusukan pada area ini adalah 30-45
derajat.
e. Melalui arteri line
Sampel ini diambil pada pasien yang terpasang arteri line dengan
menutup line yang mengalir ke udara atau ke pressure bag, lalu aspirasi
terlebih dahulu sekitar 3- 5 ml untuk mengeluarkan darah yang sudah
tercampur dengan cairan pasien. Lalu setelah itu siapkan syringe baru
untuk pengambilan darah dari arteri line.
2. Venous blood gas ( gas darah vena)
Sample ini cukup jarang di ambil untuk dianalisa. Sampel ini diperoleh dari
darah vena atau dilakukan venapuncture pada pasien.
14
Catatan : untuk allen test radialis dan ulnaris harus juga di tes apakah
ulnarisnya juga baik atau tidak. Jika salah satu antara ulnaris dan radialis
hasilnya negative artinya tindakan atau akses tidak bisa dilakukan melalui
radialis.
6. Teknik pengukuran allen test saturasi oksigen dengan menggunakan
oxymeter.
a. Pasang probe oximetry pada jari pasien.
b. Raba dan tekan arteri radialis dan ulnaris : gelombang saturasi akan
hilang dan hasil pengukuran turun.
c. Lepaskan tekanan pada arteri ulnaris dan perhatikan gelombang dan
lakukan pengukuran saturasi :
- Bila gelombang kembali normal dan hasil pengukuran saturasi
kembali seperti semula artinya allen test positif dan tindakan bisa
dilakukan melalui arteri ulnaris.
- Bila gelombang tidak segera ada, tunggu beberapa saat : Jika
gelombang kembali normal secara perlahan berarti tes positif.
Ulangi prosedur dan akan di dapatkan perubahan gelombang.
Hasil pengukuran saturasi kembali dengan cepat dikarenakan
kolateral telah berfungsi.
- Bila gelombang tetap tidak ada saat tekanan arteri ulnaris
dilepaskan: Hasil pengukuran saturasi tidak naik dan prosedur
tidak bisa dilakukan pada arteri ulnaris
7. Informasikan kepada pasien terkait hasil pemeriksaan allen test
15
2.6 KODE ALAT
Alat Analyser Gas Darah yang digunakan diruang Intensive Care RSUS
yaitu ABL 80 FLEX ANALYZER.
16
Tabel 2.3 kode alat
17
2.7 KOMPONEN ALAT
1. Komponen ABL 80 FLEX ANALYZER
a. Tampak Depan
2.9 KOMPLIKASI
Setiap tindakan medis yang dilakukan memiliki komplikasi yang
mungkin terjadi pada pasien. Menurut Manokharan (2017), komplikasi
yang dapat terjadi pada saat pengambilan sample AGD arteri adalah :
1. Arteriospasme atau gerakan tidak sadar dari pasien ketika
melakukan prosedur pengambilan sample darah
2. Hematoma atau perdarahan yang berlebihan pada area lokasi
penusukan.
3. Kerusakan saraf pada area penusukan. Hal ini dapat dicegah dengan
memilih lokasi pengambilan sampel darah yang sesuai dan
menghindari pengalihan atau reposisi jarum.
4. Thrombosis dan arteri emboli
2.10 DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pada pemeriksaan AGD kemungkinan diagnosa yang mungkin dapat
terjadi setelah pengambilan sample AGD. Diagnosa keperawatannya
meliputi:
Pada hasil yang diperoleh segera memberi tahu hasil kepada dokter
jaga atau dokter penanggung jawab pasien untuk tindakan
selanjutnya.
Dari Alat ABL80 FLEX sendiri, ada beberapa peringatan yang harus
diperhatikan, antara lain:
Gambar 7. Warning and Cautions