Anda di halaman 1dari 63

Copyright 2018

Wildlife Conservation Society - Indonesia Program

Editor:

Tim Penulis:
Muhammad Tezar Rafandi
Hernawati
Sukmaraharja Aulia Tarigan
Siska Agustina
Jessica Pingkan
Tasrif Kartawijaya
Lalu Hamdi
Nurjamil
Sabariyono
Agus Yudhi Ananto
Evron Asrial
Sitti Hilyana

Desain dan Tata Letak:


Rifky
2 PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................................................................................................................................ 3
KATA SAMBUTAN................................................................................................................................................................................................... 3
KATA PENGANTAR................................................................................................................................................................................................ 5

PENDAHULUAN...................................................................................................................................................................................................... 7
Latar Belakang ................................................................................................................................................................................................... 7
Tujuan dan Sasaran ........................................................................................................................................................................................... 10
Sumber Data ...................................................................................................................................................................................................... 10

SOSIAL, EKONOMI DAN KELEMBAGAAN PERIKANAN............................................................................................................................ 13

SARANA DAN PRASARANA PERIKANAN TANGKAP................................................................................................................................ 19


Armada Perikanan.............................................................................................................................................................................................. 19
Prasarana perikanan tangkap........................................................................................................................................................................... 30

LINGKUNGAN........................................................................................................................................................................................................ 35
Produksi dan Kondisi Sumber Daya Ikan...................................................................................................................................................... 35
Habitat Penting................................................................................................................................................................................................... 39
Suhu Permukaan Laut dan Krolofil................................................................................................................................................................ 44

PENGELOLAAN PERIKANAN............................................................................................................................................................................. 47
Kewenangan Pemerintah Provinsi.................................................................................................................................................................. 48
Tugas, Fungsi, dan Struktur Organisasi Dinas Kelautan dan Perikanan................................................................................................... 49
Strategi dan kebijakan pengelolaan perikanan tangkap.............................................................................................................................. 52
Program Pengembangan Perikanan Tangkap di Provinsi Nusa Tenggara Barat .................................................................................... 55

PENUTUP................................................................................................................................................................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................................................................................................. 59

PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 3
2 PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
KATA SAMBUTAN

Assalaamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

Dinas Kelautan dan Perikanan Nusa Tenggara Barat berkomitmen untuk membangun prestasi aksi dan prestasi melalui
tugas pokok dan fungsinya yang diamanatkan oleh Peraturan Perundang-undangan dan arahan yang tertuang dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2013 - 2018, Rencana
Strategis yang disusun fokus pada peningkatan produksi perikanan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat kelautan
dan perikanan dengan fokus pada pengembangan perikanan budidaya, perikanan tangkap, pengolahan, dan pemasaran
hasil kelautan dan perikanan serta pengawasan dan pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil.

Salah satu wujud pelaksanaan Rencana Strategis Dinas Kelautan dan Perikanan tahun 2013 - 2018 melalui dukungan
kemitraan dari Wildlife Conservation Society – Indonesia Program (WCS-IP) adalah melakukan penyusunan pofil
perikanan tangkap di Teluk Sape dan Teluk Waworada. Dokumen ini diharapkan dapat memberikan data dan informasi
dasar dalam pengembangan kebijakan pengelolaan perikanan tangkap khususnya di Teluk Sape dan Teluk Waworada.
Mengingat dua teluk tersebut mempunyai potensi yang cukup besar dalam rangka pengembangan perikanan budidaya,
penangkapan, pengolahan, dan pariwisata di masa mendatang.

Demikian beberapa hal yang dapat saya sampaikan, semoga dokumen ini dapat dijadikan acuan bersama untuk
mendukung pengelolaan perikanan karang yang berkelanjutan dan mensejahterakan masyarakat di Teluk Sape dan
Teluk Waworada.

Wassalaamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan

Ir. Lalu Hamdi, M.Si

PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 3
4 PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan perkenaan-Nya, penyusunan “Profil
Perikanan Tangkap di Teluk Sape dan Teluk Waworada“ dapat diselesaikan dengan baik. Dokumen ini merupakan
salah satu langkah awal dalam rangka implementasi pengelolaan perikanan secara berkelanjutan. Tidak lupa kami juga
mengucapkan terima kasih kepada para pihak yang telah berkontribusi atas tersedianya data dan informasi, serta
memberikan masukan dan sumbangsih pemikiran dalam proses menyelesaikan dokumen profil perikanan tangkap ini,
antara lain:
1. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Nusa Tenggara Barat
2. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bima
3. Kepala Pangkalan Pendaratan Ikan Sape
4. Camat Kecamatan Sape
5. Camat Kecamatan Langgudu
6. Camat Kecamatan Lambu
7. Camat Kecamatan Monta
8. Kepala Desa Pesisir di Kabupaten Bima
9. Tokoh Masyarakat
10. Tokoh Pemuda
11. Pelaku Usaha Perikanan
12. Kelompok Nelayan

Besar harapan kami, dokumen ini dapat memberikan manfaat bagi kemajuan dan perkembangan pembangunan kelautan
dan perikanan di Nusa Tenggara Barat. Kritik dan saran membangun atas dokumen ini sangat kami harapkan untuk
perbaikan di masa yang akan datang.

Mataram, Juli 2017

Tim Penyusun

PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 5
6 PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Data statistik perikanan tangkap di Indonesia menunjukkan bahwa perikanan tangkap di Indonesia berkembang dengan
pesat setelah akhir tahun 1960an (Comitini & Hardjolukito 1983). Sebelum masa tersebut, program dan kegiatan
yang dicanangkan untuk mengembangkan perikanan tangkap di Indonesia belum menunjukkan hasil yang signifikan.
Keberhasilan pembangunan perikanan tangkap hanya tercatat di Selat Malaka pada masa antara tahun 1951 hingga 1967
(Krishnandhi 1969, Comitini & Hardjolukito 1983). Faktor yang mempengaruhi perkembangan perikanan tangkap secara
pesat setelah akhir tahun 1960an adalah program motorisasi perahu, karena di masa tersebut 95% perahu penangkapan
ikan yang ada di Indonesia adalah perahu tanpa mesin (Comitini & Hardjolukito 1983, Standford et al. 2014).

Selain motorisasi, program lainnya yang diimplementasikan saat itu adalah pembangunan sarana dan prasarana fisik,
seperti dermaga, tempat pelelangan ikan, dan pasar ikan. Selain itu, Pemerintah Indonesia juga membuka peluang
investasi di bidang perikanan secara besar-besaran untuk menarik modal, baik di dalam maupun di luar negeri, dengan
perjanjian bilateral dan multilateral. Berkat kebijakan tersebut, nelayan dari Thailand dan Malaysia mengenalkan salah
satu alat penangkapan ikan modern untuk dioperasikan di Indonesia, yaitu pukat atau trawl (Bailey 1997, Heazle &
Butcher 2007), karena sumber daya ikan demersal di Thailand dan Malaysia sudah sangat menurun. Namun demikian,
pengoperasian trawl di Indonesia menimbulkan konflik antarnelayan tradisional dan berdampak terhadap penurunan
sumber daya ikan secara signifikan, sehingga trawl kemudian dilarang pada tahun 1980 (Bailey 1997) dan hanya diizinkan
beroperasi di wilayah ZEE dan beberapa wilayah perairan teritori.

Setelah pelarangan trawl, perikanan tangkap di Indonesia beralih fokus kepada perikanan purse seine dan perikanan
tuna (Martosubroto 1987) yang dampak negatifnya jauh lebih kecil dibandingkan trawl. Selain itu, pada masa yang
sama berkembang juga perdagangan perikanan karang hidup, yang sebelumnya telah lebih dahulu berkembang di
Cina dan Filipina (Davis 2001, Sadovy et al. 2003). Ekspansi perikanan karang hidup dari Cina dan Filipina didorong
oleh penurunan kondisi sumber daya perikanan karang di kedua wilayah tersebut. Hal ini mengakibatkan permintaan

PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 7
terhadap perikanan karang hidup meningkat secara Indonesia merupakan salah satu produsen perikanan daya ikan di perairan laut Indonesia sebesar 9,9 juta ton
signifikan (Davis 2001). Ekspansi perikanan karang hidup terbesar kedua di dunia setelah China (FAO 2014). Pada per tahun, dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan
di Indonesia berdampak terhadap meningkatnya produksi tahun 2014, produksi perikanan Indonesia mencapai sebesar 7,9 juta ton/tahun (80% dari estimasi potensi).
kerapu, dua kali lipat antara tahun 1981 hingga 1987, dan 20,8 juta ton, meningkat sebesar 7,35% di banding tahun
bahkan kemudian Indonesia menyumbang 60% dari total sebelumnya yaitu sebesar 19,4 juta ton. Kontribusi Komoditas perikanan utama di Indonesia adalah (1)
produksi perikanan kerapu di Asia Tenggara antara tahun perikanan tangkap terhadap produksi perikanan nasional pelagis besar (tuna, layaran, cakalang, dll) (2) pelagis kecil
1991 hingga 1995 (SEAFDEC 2014, Bentley 1999). Meski yaitu 31,11%. Produksi perikanan tangkap tahun 2014 (tongkol, kue, lemuru, teri, dll) (3) demersal dan ikan
ekspansi perikanan kerapu hidup membawa dampak mengalami pertumbuhan sebesar 6,48% atau sebesar 6,50 karang (kerapu, kakap, ikan kakak tua, baronang, dll) dan
positif bagi produksi perikanan kerapu, kegiatan ini juga juta ton di bandingkan tahun 2013 dengan pertumbuhan (4) udang dan hewan bercangkang keras (FAO 2006).
mengakibatkan dampak negatif terhadap habitat ikan produksi perikanan tangkap di laut sebesar 5,79% atau 6,04 Sebagian besar perikanan di Indonesia disumbang secara
karang dan sumber daya ikan karang karena penggunaan juta ton (Pusdatin KKP, 2015). Mengacu pada Keputusan signifikan oleh perikanan skala kecil yang mencapai hampir
alat tangkap yang tidak ramah lingkungan dan merusak Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 47/KEPMEN- 95% dari total produksi (FAO 2006). Hal ini juga bisa
(Erdmann & Pet-Soede 1997, Tadjuddah 2012). KP/2016 menyebutkan bahwa estimasi potensi sumber dilihat dari jumlah perahu penangkapan ikan, yaitu 90%
dari total 616.690 perahu penangkap ikan di Indonesia
merupakan perahu dengan ukuran kurang dari 5 GT (KKP
2013). Potensi perikanan demersal di Wilayah Pengelolaan
Perikanan RI (WPPRI) tahun 2015 sebesar 2,3 juta ton/
tahun dengan rata-rata tingkat pemanfaatan 0,74 atau 74%
(Puslitbangkan-Balitbang KP 2015). Tingkat pemanfaatan
perikanan demersal di Indonesia sebesar 27% dalam
status over exploited, 54% fully exploited, dan 18% under
exploited. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan tekanan
penangkapan ikan demersal, sehingga pengelolaan berbasis
komoditas dan spesies penting untuk dilakukan.

Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan salah


satu provinsi di Indonesia yang menjadi habitat bagi
berbagai jenis sumber daya ikan sehingga memiliki potensi
perikanan yang cukup tinggi, khususnya perikanan karang,
lobster, dan tuna (DKP Provinsi NTB 2014). Perairan
Provinsi NTB menjadi bagian dari dua Wilayah Pengelolaan
Perikanan (WPP), di mana perairan bagian utara termasuk

8 PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
dalam WPP 713 dan bagian selatan termasuk dalam WPP
573. Produksi perikanan tangkap provinsi NTB pada tahun
2015 mencapai sekitar 208 ribu ton yang didukung oleh
sekitar 23 ribu unit kapal perikanan dan dilakukan oleh
46 ribu nelayan. Armada perikanan di NTB didominasi
kapal motor tempel dan kapal motor dibawah 5 GT
(77%) dengan alat tangkap dominan berupa bubu, pancing,
dan jaring insang (DKP Provinsi NTB 2016). Berdasarkan
kelompok ikan, produksi perikanan NTB didominasi oleh
Scombridae (tenggiri), Carangidae (kuwe), Clupeidae
(lemuru), Engraulidae (teri), Epinephelidae (kerapu),
Lutjanidae (kakap), dan Lethrinidae (ketambak).

Pada tahun 2015, produksi perikanan karang di perairan


NTB mencapai sekitar 26.000 ton atau mencapai 18%
dari total produksi perikanan NTB, sedangkan produksi
ikan kakap dan kerapu sebesar 5,5% dari total produksi
perikanan NTB dan sebesar 7,4% dari total produksi
nasional atau urutan 10 dari 34 provinsi di Indonesia.
Alat tangkap yang digunakan untuk perikanan karang
didominasi oleh bubu, pancing ulur, dan rawai.

Teluk Wawoarada dan Teluk Sape terletak di bagian selatan


perairan Kabupaten Bima.Secara geografis,batas terluarTeluk Teluk Waworada memiliki kedalaman 0-60 m dengan luas tersebut, maka untuk mengumpulkan informasi berkenaan
Waworada terletak pada posisi 8°45’9.672’’ - 8°49’3,216’’ sekitar 201 km². Dasar perairannya relatif rata, banyak dengan sumber daya ikan, habitat, pola pemanfaatan,
Lintang Selatan dan 118°57’35,103’’ - 119°9’17,662” Bujur mengandung lumpur atau lumpur campur pasir karena kondisi sosial ekonomi nelayan, serta informasi perikanan
Timur. Sedangkan batas terluar Teluk Sape terletak pada pengaruh muara-muara sungai di sekitarnya. Beberapa lainnya. Informasi tentang sumber daya ikan, habitat, pola
koordinat 8°27’58,633”- 8°39’7,563” Lintang Selatan dan ekosistem sumber daya pesisir yang ada di Teluk pemanfaatan, dan kondisi sosial ekonomi nelayan dalam
119°02’7,245” – 119°17’4,559” Bujur Timur. Waworada adalah hutan mangrove, terumbu karang, dan satu wilayah merupakan hal yang sangat penting dalam
padang lamun.Teluk Waworada dan Teluk Sape merupakan pengelolaan perikanan (Cochrane 2002), dalam hal ini
Keadaan perairannya relatif tenang sepanjang tahun kawasan sentra produksi perikanan yang potensial untuk penyusunan rencana pengelolaan perikanan.
karena terlindung dari pengaruh Samudra Indonesia. di Kabupaten Bima. Melihat pentingnya sumber daya

PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 9
Tujuan dan Sasaran
Tujuan dari penyusunan profil ini adalah untuk memberikan
informasi terkait kondisi sosial ekonomi nelayan,
sarana dan prasarana, sumber daya ikan, lingkungan dan
habitatnya, pola pemanfaatan dan status pengelolaan serta
informasi perikanan lainnya di Teluk Waworada dan Teluk
Sape yang dapat digunakan untuk penyusunan rencana
aksi pengelolaan perikanan di wilayah tersebut. Adapun
sasaran dari penyusunan profil ini adalah para pemangku
kepentingan dalam pengelolaan perikanan tangkap di Nusa
Tenggara Barat, yang dapat menjadikan dokumen ini sebagai
acuan dan pertimbangan dalam menentukan kebijakan.

Sumber Data
Sumber data pada profil ini sebagian besar merupakan
data primer yang dikumpulkan pada akhir tahun 2016.
Sejumlah enumerator melakukan pendataan di desa-desa
yang ada di Teluk Waworada dan Teluk Sape dengan cara
mewawancarai staf desa, tokoh masyarakat, pedagang ikan,
nelayan, dan penduduk di desa tersebut. Data primer yang
dikumpulkan adalah jumlah penduduk, jumlah nelayan,
jumlah perahu dan alat tangkap, daerah penangkapan
ikan, hasil tangkapan, sarana dan prasarana perikanan,
kelembagaan nelayan, dan sistem perdagangan ikan.
Selain melalui wawancara, enumerator juga melakukan
pangamatan langsung terhadap sarana dan prasarana oleh Wildlife Conservation Society pada tahun 2015 ini adalah data luas habitat penting (mangrove dan lamun)
perikanan, jenis alat tangkap yang digunakan, dan sistem menggunakan metode underwater visual census (Yulianto dan informasi pengelolaan perikanan di kedua wilayah
perdagangan ikan. et al. 2012), sedangkan informasi mengenai luasan tersebut. Informasi tentang strategi pengelolaan perikanan
ekosistem pesisir dan kondisi oseanografi fisik perairan diperoleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Nusa
Data primer lain yang digunakan adalah data ekosistem diperoleh dari analisis citra satelit. Selain data primer, Tenggara Barat.
terumbu karang dan ikan karang yang telah dikumpulkan data sekunder yang digunakan untuk penyusunan profil

10 PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 11
12 PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
SOSIAL, EKONOMI DAN
KELEMBAGAAN PERIKANAN
Wilayah administratif Kabupaten Bima memiliki tiga perairan laut yang dikelompokkan dalam perairan teluk, yakni Teluk
Bima,Teluk Sape, dan Teluk Waworada. Dari ketiga teluk tersebut, potensi perikanan tangkap yang cukup tinggi dijumpai
di Teluk Sape dan Teluk Waworada. Jumlah total penduduk yang tinggal di daerah pesisir Teluk Sape adalah sekitar
27.622 jiwa, yang tersebar di dua kecamatan, yaitu Kecamatan Sape dan Kecamatan Lambu. Jumlah total nelayan lokal
yang tinggal dan menangkap ikan di sekitar perairan Teluk Sape sekitar 3.862 orang. Desa yang termasuk dalam wilayah
Kecamatan Sape adalah Desa Bajopulau, Bugis, Kowo, Buncu, Lamere, dan Poja, sedangkan yang masuk dalam wilayah
Kecamatan Lambu, yaitu Desa Lambu dan Sumi.

Jumlah penduduk yang tinggal di Pesisir Teluk Waworada berjumlah sekitar 29.441 orang, sedangkan jumlah nelayan
tangkap yang tinggal di desa-desa pesisir Teluk Waworada mencapai 1.587 orang. Perkampungan nelayan yang mendiami
pesisir Teluk Sape dan Teluk Waworada umumnya didominasi oleh keturunan suku Bugis dan suku Bajo, misalnya Desa
Bugis, Bajopulau, Poja, Lamere, Rompo, Karumbu, Wilamaci, Laju, Kangga, Karampi, Dumu, dan lain sebagainya. Di desa-
desa tersebut terdapat nelayan sejati yang pergi setiap hari ke laut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Pada umumnya, kehidupan masyarakat di Teluk Waworada dan Teluk Sape membentuk kelompok-kelompok, baik formal
maupunnonformal, untuk menunjang aktifitas mereka. Pembentukan kelompok dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
adanya hubungan keluarga/kekerabatan, adanya kebutuhan modal/pemodal, pertimbangan wilayah, dan berdasarkan
program pemerintahan. Kelompok tersebut dibentuk oleh pemerintah, pemodal, maupun oleh tokoh masyarakat nelayan
di masing-masing desa. Tujuan dibentuknya kelompok adalah untuk meningkatkan kesejahteraan, mengatur hubungan
sosial antarwargadan kelompok, meningkatkan solidaritas, dan mengatur pengelolaan sumber daya alam hayati maupun
nonhayati. Namun pada kenyataanya, masih terdapat beberapa oknum yang menyalahgunakan keberadaan kelompok ini
untuk memenuhi keuntungan pribadi, sehingga menimbulkan kerugian bagi orang lain dan kecemburuan sosial di antara
masyarakat setempat. Dinamika sosial yang terjadi di daerah Teluk Sape dan Teluk Waworada telah terjadi secara turun-
temurun, khususnya hubungan antara pengepul/bos dengan nelayan.

PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 13
Kelompok Pengepul/ Pengusaha/ luar kawasan, seperti Bali, Lombok, dan Sumbawa. ini dikarenakan rata-rata nelayan di perkampungan lebih
Pemodal Pada umumnya, pengepul tersebut merupakan orang nyaman bekerja sama dengan kerabat dan tetangganya.
perusahaan yang ditempatkan di daerah yang memiliki
Nelayan di sekitar perairan Teluk Sape dan Teluk
potensi produksi perikanan dari komoditas ikan yang Terdapat sekitar sepuluh kelompok nelayan di Desa Rompo
Waworada adalah nelayan binaan para pengepul yang
diinginkan oleh perusahaan. Terdapat sekitar 10-15 orang yang anggotanya merupakan kerabat/keluarga. Kelompok
bertindak sebagai pemodal. Pengepul ikan memberikan
pengepul di Desa Bugis yang menerapkan sistem tersebut berdasarkan kekerabatan ini diketuai oleh orang yang
modal kepada nelayan-nelayan kecil yang kesusahan
baik untuk ikan ekspor maupun ikan lokal. berkecukupan dari segi ekonomi dan ilmu pengetahuan,
mengelola keuanganya atau kekurangan modal. Jumlah
serta memahami sistem birokrasi dan mau mengajak
nelayan yang dibina oleh pengepul menyesuaikan
Kelompok Berdasarkan Kekerabatan anggota keluarga yang lain untuk membentuk kelompok.
dengan kemampuan dan kapasitas pengepul itu sendiri.
Pada umumnya pengepul mampu membina/mengelola Kelompok nelayan yang dibentuk berdasarkan
kekerabatan beranggotakan orang-orang terdekat dari
Kelompok Berdasarkan Wilayah
10-20 orang nelayan. Sebelum pengepul memberikan
modal ke nelayan, terlebih dahulu dibuat perjanjian atau anggotanya, baik itu kerabat maupun tetangga. Desa yang Kelompok berdasarkan wilayah merupakan kelompok
kesepakatan antara pengepul dan nelayan bahwa nelayan biasanya menerapkan hal tersebut adalah desa pesisir yang dibentuk oleh orang-orang yang berasal dari daerah
harus menjual hasil tangkapanya hanya kepada pengepul yang masih didominasi oleh orang lokal yang terbiasa yang sama. Desa Lamere di Kecamatan Sape merupakan
yang telah memberikan modal. saling membantu secara sosial dan ekonomi, serta desa yang mempunyai kelompok nelayan dengan anggota
mendapat sedikit pengaruh orang luar (pendatang). Hal dari seluruh nelayan di desa tersebut. Kelompok nelayan
Kesepakatan antara pengepul dan nelayan mempunyai
norma sosial yang sama-sama disepakati oleh masing-
masing pihak. Konsekuensi atas ketidaktaatan terhadap
norma sosial tersebut akan dikenakan tindakan berupa
teguran, dan lebih jauh akan dikenakan sanksi. Nelayan
tidak mempunyai pilihan lain apabila sudah terjerat dalam
aturan-aturan pengepul yang telah membantunya memberi
modal. Hal ini lebih menunjukkan bahwa pengepul hanya
membantu nelayan untuk kepentingan bisnis mereka dan
untuk melancarkan bisnisnya.

Selain kepada nelayan, pengepul juga memberikan modal


kepada para pedagang kecil (catu) untuk mengambil
atau mencari ikan yang diinginkan oleh si pengepul.
Pengepul yang bisa menerapkan sistem tersebut adalah
yang memiliki modal besar dan biasanya berasal dari

14 PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
dengan para pengusaha perikanan terjadi hampir setiap
hari. Di Desa Rompo, sebagian pengusaha menjemput
ikan yang ditangkap nelayan ke daerah bersandarnya kapal
nelayan. Nelayan Desa Rompo kadang-kadang mencari
ikan sampai ke daerah perairan Teluk Bima, sehingga
pengusaha (sekaligus pemodal) dari Desa Rompo (Pak
Safrudin) mengikuti juga ke Teluk Bima untuk membeli ikan
di tempat bersandarnya para nelayan. Hal ini dilakukan
untuk mencegah nelayan menjual ikannya ke pihak lain
sehingga pemodal tidak mengalami kerugian.

Secara umum, nelayan dikelompokkan ke dalam tiga


golongan, yaitu nelayan yang meminjam modal dan wajib
menjual ikan ke pemodal, nelayan yang meminjam modal
dan tidak menjual ikannya ke pemodal, dan nelayan yang
ini di ketuai oleh Pak Ahmad. Awal terbentuknya desa pesisir. Bantuan pemerintah ini diajukan oleh unit tidak meminjam modal dan bebas menjual ikannya sesuai
kelompok ini berdasarkan obrolan santai yang berlanjut pelaksana teknis (UPT) di masing-masing kecamatan, dan keinginan mereka.
pada beberapa kegiatan. Salah satu program kegiatan yang selanjutnya disalurkan ke masing-masing desa pesisir di
sudah dilakukan oleh Pak Ahmad dan kawan-kawan adalah Teluk Sape dan Teluk Waworada. Kelompok ini mempunyai Permasalahan umun yang timbul dari interaksi antara
menyelenggarakan festival yang bertujuan mempererat 10-20 orang anggota yang berganti-ganti setiap tahun. nelayan dan pengusaha/pemodal adalah munculnya kerugian
silaturahmi di antara warga nelayan setempat. Seiring Kelompok nelayan di Kabupaten Bima yang terbentuk di pihak pemodal akibat nelayan tidak mampu melunasi
berjalanya waktu, tradisi itu mulai memudar karena berdasarkan bantuan pemerintahan terdiri atas beberapa utangnya, misalnya karena nelayan tidak mendapatkan hasil
kurangnya partisipasi dari pemuda desa setempat yang jenis, yaitu kelompok budidaya, kelompok penangkapan, tangkapan yang banyak. Permasalahan lainnya, harga yang
cenderung lebih mengikuti perkembangan zaman. kelompok petani garam, dan kelompok pengawas. diberikan pemodal tergolong rendah sehingga nelayan lebih
tertarik menjual ikan hasil tangkapan ke pengepul lain yang
membeli dengan harga lebih tinggi. Sementara menurut
Kelompok Berdasarkan Bantuan Interaksiantar pihak di bidang
pemodal, harga rendah yang dipatok oleh pemodal adalah
Pemerintah perikanan untuk mensubsidi utang modal yang telah diambil nelayan
Jenis kelompok lain di Teluk Sape dan Teluk Waworada Hubungan nelayan dengan pengusaha perikanan untuk pergi melaut. Fluktuasi harga ikan yang sering
adalah kelompok yang dibentuk berdasarkan adanya Nelayan di sekitar perairan Teluk Sape dan Teluk berubah-ubah juga menjadi permasalahan pengepul untuk
bantuan dari pemerintah. Bantuan pemerintah diharapkan Waworada menggantungkan seluruh hidupnya pada laut menentukan harga kepada nelayan. Hal ini sering terjadi di
mampu menunjang hasil kegiatan perikanan di sekitar dengan pergi mencari ikan setiap hari. Interaksi nelayan Desa Bugis dimana persaingan harga yang diberikan para

PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 15
pengepul ikan sangat tinggi. Menurut persepsi nelayan, hal tegas dari pihak pemerintah dan aparat penegak hukum sepeda motor untuk operasional, namun terdapat juga
ini menguntungkan karena nelayan bisa memilih pengepul terkait kegiatan penangkapan ikan yang menggunakan pedagang kecil, terutama ibu-ibu, yang berjalan kaki untuk
yang memberikan harga ikan yang sesuai. bom dan potasium yang diindikasikan berasal dari menjual ikan yang mereka bawa.
Desa Bajopulau. Masih lemahnya penindakan hukum
Hubungan nelayan dengan kelompok yang dibentuk atas pelanggaran juga membuat warga desa lain ikut Pedagang pasar merupakan pedagang yang mempunyai
pemerintah menggunakan bom dan potasium untuk menangkap ikan. lahan pasti di pasar. Mereka mendapatkan ikan yang akan
Kelompok nelayan yang dibentuk oleh pemerintah Mereka beranggapan apabila pelaku pengunaan bom mereka jual dari hasil membeli ke nelayan secara langsung
beranggotakan orang-orang yang dekat dengan pegawai dan potasium dari Bajopulau aman dari penindakan, maupun ke pecatu.
perikanan di lapangan. Hal ini menimbulkan kecemburuan maka mereka juga bisa melakukan hal yang sama. Di sisi
sosial bagi nelayan lokal yang kurang mendapat perhatian. lain, pemerintah menyayangkan tindakan nelayan yang Pengepul merupakan pedagang yang mempunyai modal
Kelompok nelayan yang dibentuk oleh pemerintah cenderung mengabaikan peringatan meski telah dilakukan sosialisaisi cukup besar untuk dapat menjalankan usahanya. Mereka
lebih mudah mengakses informasi terkait program bantuan kegiatan terkait pendataan, rencana pengelolaan, dan biasanya sudah memiliki langganan pasti dari hasil
sehingga seringkali bantuan pemerintah dianggap kurang upaya pemanfaatan perairan Teluk Sape. kerjasama antara pedagang dan nelayan, yaitu dengan
merata dan tidak adil. Meski sebagian nelayan beranggapan
memberi modal kepada nelayan untuk pergi mencari ikan
bahwa mereka hanya dimanfaatkan oleh beberapa oknum
Jejaring Perdagangan Perikanan di laut dan mengharuskan nelayan tersebut menjual hasil
yang ingin mendapatkan bantuan, beberapa nelayan merasa
tangkapanya hanya pada mereka.
terbantu dengan bantuan pemerintah. Pada praktiknya, Karang
manfaat dari bantuan tidak hanya dirasakan oleh nelayan Perdagangan perikanan karang di Kabupaten Bima
Wilayah Sape merupakan daerah dengan kondisi perikanan
melainkan juga oleh pengusaha. terpusat di Kecamatan Sape (perairan Teluk Sape) dan
yang paling besar di Kabupaten Bima. Hal ini dapat dilihat
Kecamatan Langgudu (perairan Teluk Waworada). Secara
Hubungan nelayan dengan pemerintah dari banyaknya perusahaan-perusahaan perikanan yang
umum terdapat beberapa kategori pedagang yang aktif
Nelayan dan pengepul ikan di sekitar perairan Teluk menempatkan pegawainya di Sape untuk menampung
melakukan kegiatan jual beli di daerah Teluk Waworada
Waworada merasa terbantu dengan adanya program ikan yang akan dikirim ke perusahaan tersebut. Jejaring
dan Teluk Sape, antara lain catu, pelele, pedagang pasar,
pemerintah terkait peningkatan fasilitas sarana dan perdagangan berasal dari berbagai daerah. Bukan hanya
dan penampung/pengepul.
prasarana perikanan, seperti pasar, dermaga, dan pabrik orang lokal (asli Sape) yang menjual ikan hasil tangkapanya
es, yang terdapat di Desa Rompo, Kecamatan Langgudu. ke sana, melainkan juga orang-orang dari Sulawesi, NTT,
Catu adalah pedagang yang paling awal menjemput ikan
Melalui bantuan fasilitas dan program-program lainnya, Lombok, bahkan Bali dan Jawa pada musim tertentu,
yang baru datang. Catu yang memiliki perahu terkadang
Pemerintah berharap nelayan dapat menjaga dan juga datang untuk mencari ikan di perairan Sape dan
menjemput nelayan sampai ke tengah laut, sedangkan
mengelola lautnya dengan baik dan benar. selanjutnya menjual ikan ke pedagang ikan di Sape.
catu yang tidak punya perahu hanya menunggu nelayan di
pinggir pantai.
Saat ini masih terjadi kegiatan penangkapan yang bersifat
ilegal dan merusak di perairan Teluk Waworada. Oleh Pelele adalah pedagang kecil yang menjual ikan ke desa-
sebab itu, nelayan Teluk Sape mengharapkan ada tindakan desa sekitar secara eceran. Mereka biasanya menggunakan

16 PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
Permukaan Laut Bulanan Di Teluk Waworada
Desa Wilamaci Pasar Tente
• Erfan
• Ikhsan
• Agus Salim Bima
Manten
• Junaidin
• Manto P. Aman
• Mangka
• Amunir Sape
• Trape Bali
• Adzhar Pasar Rompo
Desa Bugis
• Kamaludin • UD Sari Alam
• UD Cahaya Anugrah
Desa Doro O’o • UD Rezeki Bersama
• Siti sah • UD Mina Hata
• Ahmad • UD Mina Hata
• Hafsah • UD Koleksi Samudera Qiung
• Maria • H. Sarifudin
• Mimi • PT Boura Ori Sumbawa
Lombok
Desa Laju • Toni
• Sarjan • Atib
• Slamet Widodo
• Leha • H. Kamaludin
• Rugayah • Jayi Sumba
• Sarjan • Zulkamain
• Leni • H. Abidin
• Ina Rafi • Eshak
• Nur • Yani
• Ramlah
• H. Mustaqin
• H. Arrahman
Desa Waworada
• H. Arifin
• Handoko
• Bram • Agung
• M. Nur • Bu Halwa
• Januari
• Siti Hajar
• Ulfia Desa Buncu
• Hafsah • Ali
• Manduniani
• Sri Rahma • Siti Syah
• Riza
Desa Waduruka
• Farida Desa Kowo
• Mujib
• Arifin
Desa Karampi
• H. Rahman
• Ina Fitri
• Ryafruddin
• Ina Judi

• Afri Desa Poja


• Rohada • Kalsum
• Rostane • Maemunah
• Sukura • Sempi
• Khadijah Keterangan:

Desa Karumbu Arah perdagangan ikan ekspor


• Mardia Desa Bajopulo
• H. Darwis Arah perdagangan jarak pendek
Desa Kangga
• H. Thayib • Iskandar Arah perdagangan ikan lokal
Desa Rompo • Haerullah • Muhajir
• Safrudin • Insan • Sudirman Arah perdagangan ikan Gurita
• Numi • Baharudin • Macina
• Mustamin
• Abdul Haris • Muh. Abduh Pengepul ikan lokal
• Muhadin • Rahmat
• Ahmad •Sukarti
Pengepul ikan ekspor
• Desi • Ahyar
• Abu Bakar
Pengepul ikan ekspor dan Gurita
• Daiman
• Azhar • Abbas Perusahaan ikan Ekspor
• Maman • Suhadas

Gambar 1.Jejaring perdagangan ikan di Teluk Sape dan Teluk Waworanda.


18 PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
SARANA DAN PRASARANA
PERIKANAN TANGKAP
ARMADA PERIKANAN
TELUK SAPE
Armada penangkapan ikan yang beroperasi diTeluk Sape teridentifikasi sebanyak 809 unit. Beberapa armada menggunakan
beberapa alat tangkap yang dikombinasikan dalam setiap pengoprasianya. Alat tangkap yang dapat dikombinasikan,
antara lain pancing ulur dengan pancing rawe, pancing ulur dengan jaring insang, pancing ulur dengan panah, pancing ulur
dengan pancing tonda, pancing ulur dengan bubu, rawai dasar dengan jaring insang tetap.

Jenis alat tangkap di Teluk Sape dikelompokan menjadi sembilan kelompok jenis alat penangkapan ikan yaitu 1. Jaring
insang, 2. Pukat tarik, 3. Jaring lingkar, 4. Jaring angkat, 5. Perangkap, 6. Pancing, 7. Penjepit dan melukai, 8. Dijatuhkan atau
ditebarkan, 9. Alat tangkap ilegal. Informasi lebih rinci dijelaskan sebagai berikut:

a. Kelompok Jenis Alat Penangkapan Ikan Jaring Insang (Gillnets)


Jenis alat penangkapan jaring insang terdiri dari jaring insang lingkar, jaring insang tetap dan jaring insang lapis tiga.
Informasi lebih rinci sebagai berikut :

Jaring Insang Lingkar (Encircling gillnets)


Jaring insang lingkar termasuk alat tangkap dalam kelompok jaring insang (Gillnets). Alat tangkap ini merupakan
jaring yang berbentuk persegi panjang dengan ukuran mata jaring yang sama. Mata jaring yang digunakan adalah
0,75-1,5 inchi dengan panjang jaring 700-1000 m dan lebar 10-20 m. Cara pengoperasian alat tersebut dengan
melingkarkan jaring atau gerombolan ikan di perairan yang diperkirakan terdapat banyak ikan. Armada penangkapan
yang menggunakan alat tangkap ini biasanya berukuran panjang 12-15 m dan lebar 2,5-7 m dengan kekuatan mesin
24 PK. Nelayan yang menggunakan alat tangkap ini adalah nelayan dari DesaBajopulau. Daerah penangkapan di
sekitar pesisir Teluk Sape, Pulau Rano, Pulau Lampu, Pulau Sangiang, dan Pulau Komodo. Lama trip 1-2 hari dengan
biaya operasional Rp. 100.000-200.000/trip dan hasil tangkapan 50 kg/hari.

PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 19
Jaring Insang Tetap (Set gillnets)
Jaring insang tetap termasuk alat tangkap dalam kelompok
jaring insang (Gillnets). Jaring insang tetap adalah alat
penangkapan ikan yang dioperasikan secara pasif berbentuk
empat persegi panjang yang ukuran mata jaringnya merata
dan dilengkapi dengan pelampung, pemberat, tali ris
atas dan tali ris bawah atau tanpa tali ris bawah untuk
menghadang ikan, sehingga ikan sasaran terjerat mata
jaring atau terpuntal pada bagian tubuh jaring. Ukuran
mata jaring yang digunakan berukuran 1-4 inchi dengan
panjang 100 m dan lebar 2 m. Cara pengoperasian alat
tangkap tersebut dengan membentangkan jaring dengan
maksud untuk menghadang arah renang gerombolan ikan.
Armada penangkapan yang digunakan biasanya berukuran
12 x 1,5  m dengan kekuatan 5,5-23 PK. Nelayan yang
menggunakan alat tangkap ini adalah Desa Poja, Bugis, Jumlah alat tangkap jaring insang lapis tiga di daerah Sape tangkap ini memiliki kantong (cod-end) tanpa pembuka
Lambu, Sumi dengan daerah penangkapan sekitar Teluk teridentifikasi hanya 3 unit yang berada di Desa Poja. mulut jaring. Ukuran mata jaring yang digunakan
Sape, Gili Banta, Pulau Sangiang, Bajopulau, Lambu, Wera, Daerah penangkapan ikan dengan jaring insang lapis tiga 1-1,25 inchi dengan panjang 1.500-2.000 m dan
Laut Sumi. Lama trip 1-3 hari dengan biaya operasional di sekitar pesisir Teluk Sape. Lama trip menangkap ikan lebar 1 m. Alat tangkap ini dioperasikan dengan cara
Rp. 30.000-300.000/trip dan hasil tangkapan per hari 20 kg. menggunakan alat tangkap ini antara 4-12 jam dengan melingkari gerombolan ikan, kemudian menariknya
hasil tangkapan mencapai 15 kg per trip. Kisaran biaya dengan kapal menuju arah daratan/pantai melalui
Jaring Insang Tiga Lapis (Trammel net) operasional antara Rp. 100.000-Rp. 200.000/trip. kedua bagian sayap dan tali selambar. Alat tangkap ini
Jaring insang tiga lapis termasuk alat tangkap dalam dioperasikan menggunakan armada dengan panjang
kelompok jaring insang (Gill Nets). Jaring ini berbentuk b. Kelompok Jenis Alat Penangkapan Ikan Pukat 12 m dan lebar 1,5 m dengan kekuatan mesin 23
empat persegi panjang dan terdiri dari tiga lapis jaring, Tarik (Seine Nets) PK. Nelayan yang menggunakan alat tangkap ini
yaitu dua lembar jaring luar dan satu lembar jaring dalam Salah satu jenis alat penangkapan ikan pukat tarik terdapat di Desa Poja dan Desa Waduruka. Daerah
yang dilengkapi dengan pelampung, pemberat dan tali ris adalah pukat pantai (beach seine). Informasi lebih rinci penangkapan ikan di sekitar pasang surut pantai Teluk
atas dan bawah. Alat tangkap ini memiliki panjang 100 m, sebagai berikut: Sape. Lama trip menangkap ikan antara 4-12 jam
lebar 10 m dan ukuran mata jaring lapis luar 6 inchi dan dengan hasil tangkapan sampai 20 kg per hari. Kisaran
jaring lapis dalam 1 inchi. Alat ini dioperasikan di dasar Pukat Pantai (Beach seine) biaya operasional antara Rp. 100.000-Rp. 200.000/trip
perairan menggunakan perahu dengan panjang 12  m Pukat pantai termasuk kelompok jenis alat dan hasil tangkapan 20 kg/hari.
dan lebar 1,5 m dengan kekuatan mesin kapal 24  PK. penangkapan ikan pukat tarik (Seine Nets), Alat

20 PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
c. Kelompok Jenis Alat Penangkapan Ikan Jaring d. Kelompok Jenis Alat Penangkapan Ikan Jaring Bagan perahu di Perairan Teluk Sape menggunakan
Lingkar (Surrounding Nets) Angkat (Lift Nets) perahu dengan panjang 11-17 m dengan lebar
Salah satu jenis alat penangkapan ikan jaring lingkar Jenis penangkapan ikan jaring angkat terdiri dari bagan 2,5  m dan mesin kapal antara 24 PK. Nelayan yang
adalah pukat cincin (purse seines). Informasi lebih rinci perahu. Informasi lebih rinci sebagai berikut: mengoperasikan bagan perahu adalah nelayan yang
sebagai berikut: terdapat di Desa Bugis, Poja, Buncu dan Lamere.
Bagan Perahu (Boat Liftnet) Daerah penangkapan ikan bagan perahu adalah
Pukat Cincin (Purse seine) Bagan perahu termasuk kelompok jenis alat tangkap seluruh Teluk Sape, Labuhan Bajo, Karumbu, Pulau
Pukat cincin termasuk kelompok jenis alat penangkapan jaring angkat (Lift nets). Alat tangkap ini terbuat dari Sangiang, Gili Banta, Wera, danBajopulau. Lama trip
ikan jaring lingkar (surrounding nets). Alat tangkap ini bahan jaring berbentuk segi empat dilengkapi bingkai armada yang menggunakan alat penangkapan ikan
berupa jaring berbentuk empat persegi panjang yang bambu sebagai rangka. Cara pengoperasiannya dengan bagan perahu berkisar antara 10-72 jam dengan hasil
terdiri dari sayap, badan, pelampung, pemberat, tali ris cara dibenamkan pada kolom perairan saat setting tangkapan yang berkisar antara 70-150 kg per hari.
atas, tali ris bawah dengan atau tanpa tali pengerut dan diangkat ke permukaan saat hauling. Biasanya Kisaran biaya operasional bagan perahu berkisar
dan salah satu bagiannya berfungsi sebagai kantong. alat tangkap ini menggunakan alat bantu lampu untuk antara Rp. 300.000-Rp. 1.000.000 per trip.
Alat tangkap ini menggunakan ukuran mata jaring mengumpulkan ikan yang bersifat fototaksis positif.
1-3 inchi dengan panjang 500 m dan lebar 60 m. Alat
tangkap yang dioperasikan dengan cara melingkari
gerombolan ikan, dan pada tali utama menggunakan
tali kerut pada bagian bawah jaring, setelah dikerutkan
akan membentuk seperti kantong. Pengoperasian
dilakukan pada permukaan sampai kolom perairan
yang mempunyai kedalaman yang cukup umumnya
digunakan untuk menangkap ikan pelagis. Alat tangkap
menggunakan perahu dengan ukuran panjang 15 m dan
lebar 2,5 m dengan kekuatan mesin 25 PK. Nelayan
yang menggunakan alat tangkap ini tersebar di Desa
Bajo pulau. Daerah penangkapan ikan, yaitu di sekitar
perairan Teluk Sape, Pulau Rano, Pulau Sangiang, Pulau
Komodo, dan Pulau Lampu. Lama trip armada yang
menggunakan alat tangkap ini berkisar antara 1-2 hari
dengan hasil tangkapan berkisar 50 kg per hari. Kisaran
biaya operasional antara Rp. 1.000.000-Rp. 1.500.000
per trip.

PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 21
e. Kelompok Jenis Alat Penangkapan Ikan
Perangkap (Traps)
Salah satu alat penangkapan ikan dengan perangkap
adalah jerat lobster. Informasi lebih rinci sebagai
berikut:

Jerat Lobster
Jerat lobster termasuk kelompok jenis alat tangkap
perangkap (traps). Secara umum, alat tangkap tersebut
terbuat dari bambu dengan salah satu ujungnya diberi
tali sebagai jeratnya. Penjerat terdiri dari pipa besi
berdiameter 0,5 inchi dengan panjang 1 m dan tali
nomor 2000. Nelayan yang menggunakan alat tangkap
ini beroperasi dengan cara menyelam menggunakan
alat bantu kompresor dan kapal yang digunakan
berukuran panjang 12 m dan lebar 2-2,5 m dengan
kekuatan mesin 46-48 PK. Alat tangkap ini hanya
dimanfaatkan oleh nelayan Bajopulau dan Bugis. Lama
trip 36-192 jam dengan biaya operasional berkisar
Rp.  1.000.000-8.000.000/trip, dan hasil tangkapan
perhari sekitar 5-6 kg per hari.
meter. Pada jarak tertentu (±2 m) terdapat tali cabang dengan kedalaman mencapai 15-50 m yang menjadi
f. Kelompok Jenis Alat Penangkapan Ikan Pancing dengan ukuran tali lebih kecil dan lebih pendek, di mana daerah penangkapan. Alat tangkap ini dioperasikan
(Hooks and Lines) pada setiap ujung tali cabang terdapat mata pancing menggunakan perahu dengan panjang 6-12 m, lebar
Kelompok jenis alat tangkap pancing terdiri dari rawai yang dapat dipasangkan umpan. Nelayan Teluk Sape, 0,9-2,5 m, dan mesin kapal antara 5,5-24 PK. Daerah
dasar, pancing ulur dan pancing tonda. Informasi lebih yaitu nelayan Desa Poja dan Kowo pada umumnya penangkapan ikan berada di Perairan Teluk Sape, Gili
rinci sebagai berikut: menggunakan ukuran mata pancing dengan nomor 4 Banta, Pulau Sangiang, Bajopulau Poja, Lambu, dan
dan 6 dengan jumlah mata pancing sebanyak 200-300 Wera. Lama trip armada yang menggunakan alat
Rawai Dasar (Buttom long lines) buah yang diikatkan pada tali utama. Tali utama yang tangkap rawai dasar berkisar antara 10-36 jam dengan
Rawai dasar termasuk kelompok jenis alat tangkap digunakan adalah nomor 5000. Cara pengoperasian hasil tangkapan berkisar antara 7-20 kg per hari.
pancing (hooks and lines). Rawai dasar merupakan alat tangkap ini, dengan cara mengaitkan umpan Kisaran biaya operasional rawai dasar berkisar antara
sederetan tali utama yang panjang hingga ribuan pada mata pancing kail lalu dilepaskan di perairan Rp. 100.000-Rp. 300.000 per trip.

22 PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
Pancing Ulur (Handline) Bugis. Daerah penangkapan ikan sekitar Teluk Sape, benang sutra halus sebagai umpan. Ukuran mata
Pancing ulur termasuk kelompok jenis alat Gili Banta, Pulau Sangiang, Bajopulau, Waworada, Poja pancing yang digunakan nomor 5-7. Pancing yang sudah
penangkapan ikan pancing (Hooks and Lines). Alat Lambu, Wera, dan Pulau Komodo. Lama trip armada disiapkan dilempar ke dalam air dan ditarik dengan
tangkap ini terdiri dari tali dan mata pancing, dilengkapi yang menggunakan alat tangkap ini berkisar antara kapal dalam posisi kecepatan stabil sambil mengarah
umpan alami, umpan buatan atau tanpa umpan. Ukuran 4-36 jam dengan hasil tangkapan berkisar 7-30 kg kepada gerombolan ikan ataupun pada dasar perairan.
mata pancing yang biasa digunakan yaitu nomor 7-12. per hari. Kisaran biaya operasional dengan berperahu Alat tangkap ini dioperasikan menggunakan perahu
Alat tangkap ini dioperasikan pada kolom hingga antara Rp. 30.000-Rp. 1.000.000 per trip. dengan panjang 10-12 m, lebar 1,5-2 m, dan kekuatan
dasar perairan dengan cara menurunkan tali dan mata mesin 12-23 PK. Nelayan yang menggunakan alat
pancing tanpa joran yang dilengkapi umpan atau tanpa Pancing Tonda (Trolling lines) tangkap ini tersebar di Desa Bajopulau dan Bugis.
umpan. Alat tangkap ini dioperasikan menggunakan Pancing tonda termasuk kelompok jenis alat Daerah penangkapan ikan di sekitar perairan Teluk
perahu dengan panjang 4-12 m dan lebar 0,5-2,5 penangkapan ikan pancing (Hooks and Lines). Alat Sape, Gili Banta, Pulau Sangiang, Kore, Kolo, Hu’u,Wera,
m dengan kekuatan mesin 0-23 PK. Nelayan yang tangkap ini terdiri dari tali dan mata pancing, dilengkapi danBajopulau Lama trip antara 4-72 jam dengan hasil
menggunakan alat tangkap ini tersebar mulai dari umpan alami, umpan buatan atau tanpa umpan. Pada tangkapan 20 kg per hari. Kisaran biaya operasional
Desa Kowo, Buncu, Lamere, Poja, Bajopulau dan tali utama memiliki tiga mata pancing yang dilengkapi antara Rp. 100.000-Rp. 600.000 per trip.

g. Kelompok Jenis Alat Penangkapan Ikan Penjepit


dan Melukai (Grappling and Wounding)
Kelompok jenis alat tangkap penjepit adalah panah
(speargun). Informasi lebih rinci sebagai berikut:

Panah (Speargun)
Panah termasuk kelompok jenis alat penangkapan
ikan penjepit dan melukai. Panah terbuat dari kayu
yang sudah dimodifikasi menyerupai senjata api
dengan anak panah yang terbuat dari besi yang
mempunyai satu atau lebih bagian runcing/tajam
yang berfungsi untuk melukai sasaran tangkapan. Alat
tangkap ini dioperasikan dengan menyelam tanpa alat
bantu atau menggunakan bantuan kompresor dengan
cara memegang dan membawa panah mendekati ikan
sasaran. Nelayan panah menggunakan perahu dengan
ukuran 12 m, lebar 2-2,5 m dan kekuatan mesin 24-
48 PK. Nelayan yang menggunakan alat tangkap untuk menangkap ikan-ikan kecil dengan panjang kaca ukuran besar dan kecil, ujung korek api, bahan
ini tersebar di Desa Bajopulau dan Bugis. Daerah kalap 5-12 m, lebar 0,8-2 m, dan kekuatan mesin 0-24 peledak, detonator, kabel, dan aki. Alat tangkap ini
penangkapan ikan di sekitar perairan Pulau Lampu, PK. Alat tangkap jala tebar digunakan nelayan Desa dioperasikan dengan melempar bom ke permukaan
Teluk Waworada, Labuhan Bajo, Gili Banta, dan Flores. Bajopulau dan Bugis dengan daerah penangkapan air dan dengan cara menyelam menggunakan alat
Lama trip menggunakan armada ini 36-192 jam dengan sekitar Pulau Lampu, Pantai Bugis, Flores, dan Labuan bantu kompresor dan menaruh bom di lokasi yang
hasil tangkapan berkisar 60-70 kg per hari. Kisaran biaya Bajo. Kisaran hasil tangkapan 1-5 kg per trip dan lama diinginkan, biasanya di lokasi yang memiliki terumbu
operasional antara Rp 1.000.000-Rp. 8.000.000 per trip. trip penangkapan antara 2-192 jam. Biaya operasional karang dan ikan karang yang baik. Alat tangkap
penangkapan berkisar antara Rp. 25.000-50.000/trip. ini menggunakan kapal berukuran panjang 12 m
h. Kelompok Jenis Alat Penangkapan Ikan yang dan lebar 2 m dengan kekuatan 24 PK. Daerah
dijatuhkan atau ditebarkan (Falling Gear) i. Kelompok Jenis Alat Penangkapan Ikan Tidak pengoperasiannya di sekitar Pulau Lampu dan Labuan
Kelompok jenis alat tangkap dijatuhkan terdiri dari Ramah Lingkungan dan Ilegal Bajo. Trip penangkapan dengan menggunakan bom
Jala Tebar. Informasi lebih rinci sebagai berikut : Kelompok jenis alat tangkap tidak ramah lingkungan adalah 36-192 jam dengan hasil tangkapan mencapai
dan ilegal terdiri dari bom dan potasium. Informasi 100 kg per hari. Biaya operasional alat tangkap bom
Jala Tebar (Cast net) lebih rinci sebagai berikut: berkisar Rp. 4.500.500-Rp. 8.000.000. Nelayan yang
Pengoprasian alat penangkapan ikan jala tebar menggunakan bom berasal dari Desa Bajopulau.
dilakukan dengan cara menjatuhkan/menebarkan Bom
pada suatu perairan di mana target sasaran berada. Bom merupakan alat tangkap yang dapat merusak. Potasium
Jala tebar dioperasikan di sekitar pantai yang dangkal Alat tangkap ini menggunakan bahan berupa botol Potasium merupakan alat tangkap yang dapat
merusak. Alat tangkap ini dioperasikan menggunakan
kompresor untuk menyemprotkan potas. Potas
biasanya dioperasikan di perairan yang terdapat
sumber daya ikan karang yang baik dengan kedalaman
mencapai 20 m. Armada penangkapan menggunakan
potas berukuran 12 m dan lebar 2 m dengan kekuatan
mesin 24 PK. Nelayan yang menggunakan potasium
berasal dari Desa Bajopulau. Lokasi pemakaian
potasium di sekitar Pulau Lampu, Labuhan Bajo, dan
Flores. Trip penangkapan ikan dengan potasium yaitu
36-192 jam dengan hasil tangkapan 40 kg per hari.
Biaya operasional per trip penangkapan berkisar
antara Rp. 4.000.000-Rp. 7.000.000.
TELUK WAWORADA
Armada penangkapan ikan yang beroperasi di Teluk
Waworada teridentifikasi sebanyak 353 unit. Beberapa
armada menggunakan beberapa alat tangkap yang
dikombinasikan dalam setiap pengoperasianya. Alat
tangkap yang dapat dikombinasikan dengan alat tangkap
lain, antara lain alat tangkap pancing ulur dengan alat
tangkap pancing rawai, pancing ulur dengan alat tangkap
jaring insang, pancing ulur dengan panah, pancing ulur
dengan pancing tonda, pancing ulur dengan bubu, rawai
dasar dengan jaring insang tetap.

Jenis alat tangkap di Teluk Waworada dikelompokan


menjadi delapan kelompok jenis alat penangkapan ikan
yaitu 1. Jaring insang, 2. Jaring angkat, 3. Perangkap, 4.
Pancing, 5. Penjepit dan melukai, 6. Jaring lingkar, 7. Pukat
Tarik, 8. Dijatuhkan atau ditebarkan. Informasi lebih rinci
sebagai berikut:
berukuran 1-4 inchi dengan panjang 100 m dan lebar b. Kelompok Jenis Alat Penangkapan Ikan Pancing
a. Kelompok Jenis Alat Penangkapan Ikan Jaring 2 m. Cara pengoperasian alat tangkap tersebut (Hooks and Lines)
Insang (Gillnets) dengan membentangkan jaring untuk menghadang
arah renang gerombolan ikan. Armada penangkapan Pancing Ulur (Handline)
Jaring Insang Tetap (Set gillnets) yang digunakan biasanya berukuran 4-11 m dan lebar Pancing ulur termasuk dalam kelompok jenis alat
Jaring insang tetap termasuk dalam kelompok alat 1,5-3 m dengan kekuatan 5,5-24  PK. Nelayan yang penangkapan ikan pancing (Hooks and Lines). Alat
penangkapan ikan jaring insang (Gill Nets). Jaring insang menggunakan alat tangkap ini adalah Desa Wilamaci, tangkap ini terdiri dari tali dan mata pancing, dilengkapi
tetap adalah alat penangkapan ikan yang dioperasikan Doro O’o, Laju, Waworada, Waduruka, Karampi, dan umpan alami, umpan buatan atau tanpa umpan.
secara pasif berbentuk empat persegi panjang yang Dumu dengan daerah penangkapan sekitar Teluk Ukuran mata pancing yang biasa digunakan nomor
ukuran mata jaringnya merata dan dilengkapi dengan Waworada, Tanjung Mutiara, Sido, Pulau Gendang, 7-12. Alat tangkap ini dioperasikan pada kolom hingga
pelampung, pemberat, tali ris atas dan tali ris bawah atau Pulau Nisa Mpendi, Tanjung Meriam, sekitar pesisir dasar perairan dengan cara menurunkan tali dan mata
tanpa tali ris bawah untuk menghadang ikan, sehingga Langgudu, dan pesisir Dumu. Lama trip penangkapan pancing tanpa joran yang dilengkapi umpan atau tanpa
ikan sasaran terjerat mata jaring atau terpuntal pada 3-168 jam dengan biaya operasional Rp.  30.000- umpan. Alat tangkap ini dioperasikan menggunakan
bagian tubuh jaring. Ukuran mata jaring yang digunakan Rp. 1.500.000 dan hasil tangkapan 5-20 kg per hari. perahu dengan panjang 4-11 m dan lebar 1,5-2,5  m

PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 25
dengan kekuatan mesin 5,5-23 PK. Nelayan yang yaitu nelayan Desa Poja dan Kowo pada umumnya c. Kelompok Jenis Alat Penangkapan Ikan Jaring
menggunakan alat tangkap ini tersebar mulai dari menggunakan ukuran mata pancing dengan nomor 4 Angkat (Lift Nets)
Desa Doro O’o, Karampi, Rompo, Kangga, Karumbu, dan 6 dengan jumlah mata pancing sebanyak 200-300
dan Rupe. Daerah penangkapan ikan khususnya buah yang diikatkan pada tali utama. Tali utama yang Bagan Perahu (Boat Liftnet)
sekitar Teluk Waworada, Pulau Kambing, Teluk Sape, digunakan adalah nomor 5000. Cara pengoperasian Bagan perahu termasuk dalam kelompok jenis alat
Gili Banta, Wera, Lambu, sekitar pesisir Kangga, dan alat tangkap ini, dengan cara mengaitkan umpan penangkapan ikan jaring angkat (Liftnets). Secara
pesisir Langgudu. Lama trip armada yang menggunakan pada mata pancing kail lalu dilepaskan di perairan umum, alat tangkap ini merupakan alat tangkap
alat tangkap ini berkisar antara 1-96 jam dengan hasil dengan kedalaman mencapai 15-50 m yang menjadi terbuat dari bahan jaring berbentuk segi empat
tangkapan berkisar 5-30 kg per hari. Kisaran biaya daerah penangkapan. Alat tangkap ini dioperasikan dilengkapi bingkai bambu sebagai rangka. Cara
operasional antara Rp. 30.000-Rp. 500.000 per trip. menggunakan perahu dengan panjang 12 m, lebar pengoperasian dengan cara dibenamkan pada kolom
2,5 m dan kekuatan mesin 50 PK. Nelayan yang perairan saat setting dan diangkat ke permukaan saat
Rawai Dasar menggunakan alat tangkap rawai dasar berasal dari hauling. Biasanya alat tangkap ini menggunakan alat
Rawai dasar termasuk kelompok jenis alat tangkap Desa Rompo. Daerah penangkapan ikan berada di bantu lampu untuk mengumpulkan ikan yang bersifat
pancing (hooks and lines). Rawai dasar merupakan Perairan Teluk Waworada, Teluk Sape, Wera, Lambu, fototaksis positif. Bagan perahu di Perairan Teluk
sederetan tali utama yang panjang hingga ribuan Bajopulau dan Gili Banta. Lama trip armada yang Waworada menggunakan perahu dengan panjang 11-
meter. Pada jarak tertentu (±2 m) terdapat tali cabang menggunakan alat tangkap rawai dasar berkisar antara 18 m dengan lebar 2,5-4 m dan mesin kapal 23-24 PK.
dengan ukuran tali lebih kecil dan lebih pendek, di mana 76-96 jam dengan hasil tangkapan berkisar antara Nelayan yang mengoperasikan bagan perahu adalah
pada setiap ujung tali cabang terdapat mata pancing 20 kg per hari. Kisaran biaya operasional rawai dasar nelayan yang terdapat di Desa Karampi, Rompo, dan
yang dapat dipasangkan umpan. Nelayan Teluk Sape, berkisar antara Rp. 300.000-Rp. 500.000 per trip. Karumbu. Daerah penangkapan ikan bagan perahu
adalah sekitar Teluk Waworada bagian Langgudu. Lama
trip armada yang menggunakan alat penangkapan ikan
bagan perahu berkisar antara 76-96 jam dengan hasil
tangkapan yang berkisar antara 50-70 kg per hari.
Kisaran biaya operasional bagan perahu berkisar
antara Rp. 300.000-Rp. 600.000 per trip.

d. Kelompok Jenis Alat Penangkapan Ikan


Perangkap (Traps)

Jerat Lobster
Jerat lobster termasuk kelompok jenis alat tangkap
perangkap (traps). Secara umum alat tangkap tersebut
ukuran 11-12 m, lebar 1,5-2,5 m, dan kekutan mesin
23-24 PK. Nelayan yang menggunakan alat tangkap
ini tersebar di Desa Wilamaci, Laju, dan Waworada.
Daerah penangkapan ikan di sekitar perairan Teluk
Waworada, Pulau Sangiang, sekitar Tanjung Kerampi,
dan Pulau Gendang. Lama trip menggunakan armada
ini 12-96 jam dengan hasil tangkapan berkisar 30-
45 kg per hari. Kisaran biaya operasional antara Rp
150.000-Rp. 3.500.000 per trip.

f. Kelompok Jenis Alat Penangkapan Ikan Jaring


Lingkar (Surrounding Nets)

Pukat Cincin (Purse seine)


Pukat cincin termasuk kelompok jenis alat penangkapan
ikan jaring lingkar (Surrounding nets), Alat tangkap ini
berupa jaring berbentuk empat persegi panjang yang
terdiri dari sayap, badan, pelampung, pemberat, tali ris
terbuat dari bambu dengan salah satu ujungnya e. Kelompok Jenis Alat Penangkapan Ikan Penjepit atas, tali ris bawah dengan atau tanpa tali pengerut
diberi tali sebagai jeratnya. Penjerat terdiri dari dan Melukai (Grappling and Wounding) dan salah satu bagiannya berfungsi sebagai kantong.
pipa besi berdiameter 3/4 inchi dengan panjang 1 m Alat tangkap ini menggunakan ukuran mata jaring
dan tali nomor 3000. Nelayan yang menggunakan Panah (Speargun) 1-3 inchi dengan panjang 500 m dan lebar 60 m. Alat
alat tangkap ini beroperasi dengan cara menyelam Panah termasuk dalam kelompok jenis alat tangkap yang dioperasikan dengan cara melingkari
menggunakan alat bantu kompresor dan kapal yang penangkapan ikan penjepit dan melukai. Panah terbuat gerombolan ikan, dan pada tali utama menggunakan
digunakan berukuran panjang 12 m, lebar 1,5 m, dan dari sebuah kayu yang sudah dimodifikasi menyerupai tali kerut pada bagian bawah jaring, setelah dikerutkan
kekuatan mesin 23 PK. Nelayan yang mengoperasikan senjata api dengan anak panah yang terbuat dari besi akan membentuk seperti kantong. Pengoperasian
alat tangkap jerat lobster adalah nelayan dari Desa yang mempunyai satu atau lebih bagian runcing/tajam dilakukan pada permukaan sampai kolom perairan
Laju. Daerah penangkapan ikan adalah seitar Teluk yang berfungsi untuk melukai sasaran tangkapan. Alat yang mempunyai kedalaman yang cukup umumnya
Waworada bagian utara Tanjung Kerampi. Lama tangkap ini dioperasikan dengan menyelam tanpa alat digunakan untuk menangkap ikan pelagis. Alat tangkap
trip 48-72 jam dengan biaya operasional berkisar bantu atau menggunakan bantuan kompresor dengan menggunakan perahu dengan ukuran panjang antara
Rp. 2.000.000-3.000.000 per trip, dan hasil tangkapan cara memegang dan membawa panah mendekati ikan 11-12 m, lebar 2-2,8 m, dan kekuatan mesin 24-48 PK.
sekitar 2 kg per hari. sasaran. Nelayan panah menggunakan perahu dengan Nelayan yang menggunakan alat tangkap ini tersebar

PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 27
di Desa Waworada, Rompo, dan Karumbu. Daerah Wadaruka. Daerah penangkapan ikan di sekitar
penangkapan ikan di sekitar perairan Teluk Waworada, pasang surut pantai wilayah pesisir Teluk Waworada.
Hu’u, Sape, Kore, Kolo, Wera, dan Lambu. Lama trip Lama trip penangkapan ikan antara 4-12 jam dengan
armada yang menggunakan alat tangkap ini berkisar hasil tangkapan sampai 15 kg per hari. Kisaran biaya
antara 12-168 jam dengan hasil tangkapan berkisar operasional antara Rp. 20.000-Rp. 40.000 per trip.
40-90 kg per hari. Kisaran biaya operasional antara
Rp. 200.000-Rp. 1.000.000 per trip. h. Kelompok Jenis Alat Penangkapan Ikan yang
dijatuhkan atau ditebarkan (Falling Gear)
g. Kelompok Jenis Alat Penangkapan Ikan Pukat
Tarik (Seine Nets) Jala Tebar (Falling gear not specified)
Pengoprasian alat penangkapan ikan jala tebar
Pukat Pantai (Beach seine) dilakukan dengan cara menjatuhkan/menebarkan
Pukat pantai termasuk dalam kelompok alat pada suatu perairan di mana sasaran berada. Jala tebar
penangkapan ikan pukat tarik (Seine Nets), Alat dioperasikan di sekitar pantai yang dangkal untuk
tangkap ini memiliki kantong (cod-end) tanpa pembuka menangkap ikan-ikan kecil. Operasi penangkapan
mulut jaring. Ukuran mata jaring yang digunakan jala tebar menggunakan kapal dengan panjang 4-5 m
1-1,25 inchi dengan panjang 1.500-2.000 m dan dan lebar 1,5 m. Alat tangkap jala tebar digunakan
lebar 1 m. Alat tangkap ini dioperasikan dengan cara oleh nelayan dari desa Karampi dan Rompo. Daerah
melingkari gerombolan ikan, kemudian menariknya penangkapan di pesisir desa Karampi dan Rompo.
dengan kapal menuju arah daratan/pantai melalui Lama trip penangkapan berkisar antara 3-10 jam
kedua bagian sayap dan tali selambar. Alat tangkap ini dengan hasil tangkapan 3 kg per hari. Biaya operasional
dioperasikan menggunakan armada dengan panjang penangkapan ikan dengan jala tebar berkisar antara
4 m, lebar 1,5 m, dan kekuatan mesin 5,5 PK. Nelayan Rp. 20.000-Rp. 30.000.
yang menggunakan alat tangkap ini terdapat di Desa

28 PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
Tabel 1. Daftar alat tangkap di Kecamatan sekitar Teluk Sape dan Waworada.

Kecamatan
Armada/Kelompok alat tangkap Alat tangkap
Lambu Langgudu Monta Sape

Jumlah Armada Penangkapan (unit) 60 304 49 749


Armada tanpa kapal 10
Kapal penangkapan tanpa izin 60 276 45 498
Jaring angkat Bagan perahu (Boat liftnet) . 31 . 171
Jaring insang Jaring insang lapis tiga (Trammel net) . . . 3
Jaring insang Jaring insang lingkar (Encircling gillnet) . . . 20
Jaring insang Jaring insang tetap (Set gillnet) 30 55 43 59
Alat penjepit dan melukai Panah (Speargun) . 35 6 75
Pancing Pancing tonda (Troll line) . . . 65
Pancing Pancing ulur (Handline) 30 87 . 125
Jaring lingkar Pukat cincin (Purse seine) . 37 . 20
Pukat tarik Pukat Pantai (Beach seine) . 4 . 3
Pancing Rawai dasar (Bottom longline) . 15 . 85
Alat yang dijatuhkan Jala Tebar . 10 . 48
Lainnya Jerat lobster . 30 . 35
Lainnya Seser . . . 10
Lainnya Bom . . . 15
Lainnya Potasium . . . 15

PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 29
PRASARANA PERIKANAN
TANGKAP

TELUK SAPE
Sarana dan prasarana perikanan yang menunjang aktivitas
perikanan di Teluk Sape tersebar di dua kecamatan pesisir
yang memanfaatkan teluk, meliputi enam desa pesisir
di Kecamatan Sape dan satu desa pesisir di Kecamatan
Lambu. Terdapat total 21 sarana dan prasarana perikanan
yang tersebar di Kecamatan Sape, yaitu di Desa Poja,
Kowo, Buncu, Lamere, Bugis, Bajopulau, dan Lambu. Sarana
dan prasarana tersebut adalah:

Tempat Pelelangan Ikan (TPI)


Tempat Pelelangan Ikan (TPI) merupakan pasar yang
biasanya terletak di dalam pelabuhan/pangkalan pendaratan
ikan sebagai tempat terjadi transaksi penjualan ikan/hasil
laut baik secara lelang maupun tidak. Terdapat tiga TPI di
Teluk Sape, yaitu dua unit di desa Bugis dan berstatus aktif
dan satu unit di Desa Buncu yang sudah tidak aktif.

Dermaga
Dermaga merupakan tempat kapal ditambatkan sekaligus
tempat berbagai kegiatan bongkar muat barang dan orang
dari dan ke atas kapal. Sebagian besar dermaga di Teluk
Sape digunakan sebagai tempat kapal/perahu dengan
ukuran ±5 GT sampai dengan di atas 10 GT untuk
bersandar setelah melakukan aktivitas penangkapan ikan.
Terdapat lima dermaga di Teluk Sape yang aktif sampai saat
ini, yaitu tiga dermaga di Desa Bajopulau, satu dermaga di
Desa Lambu, dan dua dermaga di Desa Bugis.

30 PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
PPI (Pangkalan Pendaratan Ikan) Sape laut. Pos Polair di Teluk Sape terletak di Desa Bugis dan
Pangkalan perikanan adalah suatu kawasan yang berfungsi berstatus aktif.
sebagai tempat labuh kapal perikanan, pendaratan ikan,
pemasaran, pelaksanaan pembinaan mutu hasil perikanan, Fasilitas pendingin (cold storage)
pengumpulan data tangkapan, pelaksanaan penyuluhan dan Cold storage merupakan gudang tempat penyimpanan
pengembangan masyarakat nelayan, serta tempat untuk hasil tangkapan nelayan yang dilengkapi pendingin untuk
memperlancar operasional kapal perikanan. Pangkalan menjaga hasil tangkapan tetap awet dan tahan lama di
Pendaratan Ikan di wilayah Teluk Saleh terdapat di Desa dalamnya. Terdapat satu unit cold storage di Kecamatan
Bugis, Kecamatan Sape, Kabupaten Bima. Sape, yaitu di Desa Bugis, namun berstatus tidak aktif.

SPBN (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan) Pos TNI Angkatan Laut
SPBN Nelayan yang berada di Desa Bugis Kecamatan Pos TNI Angkatan Laut (AL) ini merupakan implementasi
Sape berstatus aktif.Tujuan pembangunan SPBU ini adalah dari tugas pokok, peran, dan fungsi sebagai elemen terkecil
untuk memudahkan nelayan mendapatkan bahan bakar dalam strata gelar Pangkalan TNI AL untuk menjaga
untuk melaut. keamanan laut di sekitarnya. Terdapat satu pos TNI AL
yang berstatus aktif di Desa Bugis, Kecamatan Sape.

Stasiun karantina ikan


Stasiun karantina ikan mempunyai tugas pokok
melaksanakan pencegahan masuk dan tersebarnya hama
dan penyakit ikan dari luar negeri dan dari suatu area ke
Pabrik Es area lain di dalam negeri, atau keluar dari wilayah negara
Pabrik es merupakan tempat pembuatan es dalam bentuk Republik Indonesia berdasarkan peraturan perundang-
balok guna memenuhi kebutuhan es bagi nelayan maupun undangan yang berlaku. Terdapat satu stasiun karantina
pengusaha perikanan.Terdapat tiga buah pabrik es di Teluk ikan di Desa Bugis, Kecamatan Sape, yang berstatus aktif.
Sape yang semuanya berada di Desa Bugis, namun hanya
satu unit yang aktif. Pasar Ikan
Pasar ikan merupakan tempat nelayan menjual hasil
Pos Polisi Perairan (Polair) tangkapan kepada konsumen. Terdapat satu pasar ikan di
Pos Polair berfungsi sebagai tempat pemantauan dan Desa Buncu dan berstatus aktif. Pasar ikan ini aktif di pagi
pelaporan jika terjadi kegiatan yang tidak diinginkan di hari dan musim ikan saja.

PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 31
Tabel 2. Sarana dan prasarana perikanan di Teluk Sape.

No. Sarana dan Prasarana Kondisi Lokasi

1 Pasar Ikan Aktif Buncu


2 Dermaga Aktif Lambu
3 Dermaga Dusun Pasir Putih Bajo Aktif Bajopulau
4 Dermaga Dusun Bajo Barat Aktif Bajopulau
5 Dermaga Dusun Bajo Tengah Aktif Bajopulau
6 Pasar Ikan Desa Bajopulau Tidak aktif Bajopulau
7 Pelabuhan Perikanan Nusantara Aktif Bugis
8 Dermaga Aktif Bugis
9 SPBN Aktif Bugis
10 Pabrik Es Aktif Bugis
11 Pabrik Es Tidak aktif Bugis
12 Pabrik Es Tidak aktif Bugis
13 Pos Polair Aktif Bugis
14 Cold storage Tidak aktif Bugis
15 Pos TNI AL Aktif Bugis
16 SPBU Koperasi Karya Bahari Aktif Bugis
17 Stasiun Karantina Ikan Aktif Bugis
18 Tempat Pelelangan Ikan Belum aktif Bugis
19 Tempat Pelelangan Ikan Belum aktif Bugis
20 Tempat Pelelangan Ikan Tidak Aktif Buncu

32 PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
TELUK WAWORADA Tabel 3.Sarana dan prasarana perikanan di Teluk Waworada.
Sarana dan prasarana perikanan yang menunjang aktivitas
perikanan di Teluk Waworada tersebar di dua kecamatan pesisir, No. Sarana dan Prasarana Kondisi Lokasi
yaitu Kecamatan Langgudu dan Monta, meliputi sepuluh desa
1 Tempat Pelelangan Ikan Aktif Karampi
pesisir di Kecamatan Langgudu dan satu desa pesisir di Kecamatan
2 Tempat Pelelangan Ikan Belum Aktif Kangga
Monta. Terdapat empat sarana dan prasarana perikanan yang
3 Tempat Pelelangan Ikan Tidak Aktif Rompo
tersebar di beberapa desa yaitu Desa Karampi, Kanga, Rompo,
4 Pabrik Es Belum Aktif Rompo
Karumbu, Dumu, Rupe, Doro O’o, Wilamaci, Laju, Waworada, dan
5 Pasar Ikan Aktif Rompo
Waduruka, yaitu:
6 Pelabuhan Syahbandar perhubungan aktif Karumbu

Tempat Pelelangan Ikan (TPI)


Tempat Pelelangan Ikan (TPI) berupa pasar yang biasanya terletak
di dalam pelabuhan/pangkalan pendaratan ikan dan menjadi
tempat transaksi penjualan ikan atau hasil laut baik secara lelang
maupun tidak. Terdapat tiga TPI di Teluk Waworada, yaitu terletak
di Desa Karampi (aktif), Desa Rompo (tidak aktif), dan Desa
Kangga (belum aktif).

Pabrik Es
Pabrik es yaitu tempat pembuatan es dalam bentuk balok untuk
memenuhi kebutuhan es nelayan maupun pengusaha perikanan.
Terdapat satu pabrik es yang berstatus belum aktif di Desa Rompo.

Pasar Ikan
Pasar ikan merupakan tempat nelayan menjual hasil tangkapan kepada
konsumen.Terdapat satu pasar ikan di Desa Rompo yang aktif di pagi
hari dan saat musim ikan saja.

Pelabuhan syahbandar perhubungan


Pelabuhan perhubungan merupakan tempat tambat dan labuh
armada perhubungan. Pelabuhan ini terletak di Desa Karumbu
dan berstatus aktif hingga saat ini.

PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 33
34 PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
LINGKUNGAN

PRODUKSI DAN KONDISI SUMBER DAYA IKAN


TELUK SAPE
Informasi mengenai sumber daya ikan diperoleh melalui wawancara dengan nelayan dan tokoh kunci di sekitar desa
pesisir di Teluk Sape. Berdasarkan hasil wawancara, teridentifikasi sebanyak 26 spesies dari 15 famili ikan yang biasa
ditangkap oleh nelayan Teluk Sape. Komposisi jumlah spesies untuk setiap famili ikan yang dimanfaatkan oleh nelayan
didominasi oleh famili Scombridae (15%), Serranidae (15%), Clupeidae (11%), Carangidae (8%), Lethrinidae (8%), dan
Lutjanidae (8%) (Gambar 2), sedangkan komposisi hasil tangkapan didominasi oleh famili Serranidae (24%), Scombridae

Scombridae

15%

Lainnya 35%
Serranidae
15%

11%
8%
8% 8%
Lutjanidae Clupeidae

Lerhrinidae Carangidae

Gambar 1. Komposisi spesies ikan karang yang dimanfaatkan di Teluk Sape.

PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 35
(21%), Carangidae (15%), dan Lutjanidae (7%). Jenis- Perkiraan produksi perikanan tangkap (semua famili
jenis ikan ini adalah jenis famili ikan target bagi nelayan ikan) yang didaratkan oleh nelayan di sekitar Teluk Sape
(Gambar 3). Terdapat beberapa spesies target nelayan sebesar 84.104 kg per hari, sementara rerata perkiraan
yang berasal dari famili Lutjanidae, antara lain Lutjanus hasil tangkapan ikan kerapu yang didaratkan oleh nelayan
timoriensis dan Lutjanus malabaricus dan spesies target di sekitar Teluk Sape sebesar 257 kg per hari dan ikan
dari famili Serranidae antara lain, Plectropomus leopardus, kakap 82 kg per hari (Gambar 4).
Variola louti, dan Epinephelus fuscoguttatus.

200

180

160

Lainnya 24% Serranidae 140


33%

Rata-rata hasil tangkapan (kg/hari)


120

100

21% 80
7%
Scombridae 60
Lutjanidae 15%

40

Carangidae 20

Gambar 2. Komposisi hasil tangkapan berdasarkan famili ikan di Teluk Sape.


0
Lutjanidae Serranidae

Gambar 3. Perkiraan rerata hasil tangkapan famili Lutjanidae dan Serranidae di Teluk Sape.

36 PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
TELUK WAWORADA
Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan dan
tokoh kunci di sekitar desa pesisir di Teluk Waworada,
teridentifikasi sebanyak 24 spesies dari 14 famili ikan
yang biasa ditangkap oleh nelayan. Komposisi jumlah
spesies untuk setiap famili ikan yang dimanfaatkan oleh
nelayan di sekitar Teluk Waworada didominasi oleh
famili Scombridae (17%), Serranidae (17%), Clupeidae
(12%), Carangidae (8%), dan Lutjanidae (8%) (Gambar
5), sedangkan komposisi hasil tangkapan didominasi oleh
famili Scombridae (24%), Serranidae (21%), Clupeidae
(15%), Carangidae (14%), Siganidae (6%), dan Lutjanidae
(6%), yang merupakan kelompok ikan target bagi nelayan
(Gambar 6). Terdapat beberapa spesies target nelayan
yang berasal dari famili Lutjanidae, seperti Lutjanus
timorensis dan Lutjanus malabaricus, dan spesies target
dari famili Serranidae, antara lain Plectropomus leopardus,
Epinephelus fuscoguttatus, E. malabaricus, dan Variola louti.

Produksi perikanan tangkap (semua famili ikan) yang


didaratkan oleh nelayan di sekitar Teluk Waworada
sebesar 17.413 kg per hari, sementara rerata perkiraan
hasil tangkapan ikan kerapu yang didaratkan oleh nelayan
di sekitar Teluk Waworada sebesar 190 kg per hari dan
ikan kakap 53 kg per hari (Gambar 7).

PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 37
Scombridae

17%

Lainnya 38%

17% Serranidae 300

Lutjanidae

8% 12%
Clupeidae 250
15%

Carangidae

Gambar 4. Komposisi spesies ikan karang yang dimanfaatkan di Teluk Waworada.

Rata-rata hasil tangkapan (kg/hari)


200

Lainnya 150
Scombridae
14%
Lutjanidae 24%
6% 100

Siganidae
6%

50
Carangidae 14% 21% Serranidae

17%
15% 0
Clupeidae Lutjanidae Serranidae

Gambar 5. Komposisi hasil tangkapan berdasarkan famili ikan di Teluk Waworada. Gambar 6. Perkiraan rerata hasil tangkapan famili Lutjanidae dan Serranidae di Teluk Waworada.

38 PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
HABITAT PENTING
Provinsi NTB terdiri dari dua pulau utama, yaitu Pulau
Lombok dan Pulau Sumbawa.Teluk Waworada dan Teluk Sape
merupakan salah satu wilayah yang berada di Pulau Sumbawa.
Provinsi NTB merupakan salah satu kawasan yang berada
di area segitiga karang dunia dan memiliki keanekaragaman
laut tropis terkaya di dunia (Allen 2007; Green and Mous
2007;Veron et al. 2009). Hal ini ditunjukkan dengan tingginya
keanekaragaman hayati laut sekaligus habitat bagi 76%
spesies terumbu karang dunia. Hasil kajian oleh Allen and
Erdmann (2012) menyatakan bahwa selain menjadi habitat
bagi sekitar 2.631 spesies ikan karang, kawasan Sunda Kecil
juga merupakan salah satu jalur migrasi beberapa jenis
Cetacean dan enam spesies penyu di Indonesia (Kahn, 2002).

Kawasan pesisir terutama ekosistem terumbu karang


tersebar merata, baik di daratan utama maupun di pulau-
pulau besar yang berada di kawasan Teluk Waworada
dan Teluk Sape. Secara umum tipikal morfologi karang
di wilayah ini berupa karang tepi (fringing reef), baik yang
landai maupun curam. Ekosistem ini berperan penting
sebagai lokasi pemijahan ikan, perlindungan ikan, dan juga
sebagai lokasi pembesaran ikan. Ekosistem pesisir lainnya,
yaitu ekosistem mangrove, banyak dijumpai pada daratan-
daratan utama, terutama di pesisir Teluk Waworada.
Ekosistem ini tumbuh dan menyebar merata terutama
di wilayah Teluk Waworada yang memiliki tipikal daratan
terlindung dari pengaruh gelombang. Ekosistem mangrove
di Teluk Sape menyebar secara terpusat di bagian teluk
pelabuhan penyeberangan Sape. Ekosistem ini memiliki
peran penting sebagai daerah asuh, pembesaran, dan juga
daerah perlindungan ikan-ikan juvenil.

PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 39
Ekosistem lamun juga merupakan ekosistem pesisir yang
penting sebagai habitat berbagai jenis biota laut dan juga
merupakan daerah asuh dan perlindungan ikan-ikan juvenil.
Lamun (seagrass) merupakan satu-satunya tumbuhan
berbunga (Angiospermae) yang dapat hidup di laut, khususnya
di perairan yang dangkal. Secara umum ekosistem lamun
berada di daratan utama dan tersebar secara merata, baik itu
di Teluk Waworada maupun di Teluk Sape. Ekosistem pesisir
ini berperan penting secara ekologis, misalnya di Gili Banta
dan Pulau Kelapa, yang merupakan salah satu koridor penting
bagi pergerakan megafauna laut, yaitu Pari Manta (Mobula sp.)
(Tarigan et al. 2015). Menurut IUCN, saat ini spesies pari manta
berada dalam kategori rentan dan terancam punah. Spesies
ini juga berada dalam kategori Apendiks II, yang berarti akan
mengalami kepunahan jika perdagangan internasional terus
berlanjut tanpa adanya pengaturan dan pengelolaan.

Kawasan pesisir tidak hanya berperan secara ekologis bagi


berbagai jenis biota laut, tetapi juga berperan penting sebagai
penggerak sektor perekonomian di Provinsi NTB. Beberapa
lokasi di kedua teluk ini diketahui merupakan salah satu
habitat penting bagi perikanan demersal dan pelagis. Jenis-
jenis ikan demersal dan pelagis banyak didaratkan di Desa
Rompo yang berada di kawasan Teluk Waworada. Spesies ikan
yang didaratkan, antara lain kakap (Lutjanidae), tongkol dan
tuna (Scombridae), layang (Carangidae), lemuru (Clupeidae),
dan kuwe (Carangidae). Di lokasi lain di kawasan Teluk Sape,
mayoritas tangkapan nelayan berasal dari kelompok ikan
demersal, yaitu kakap (Lutjanidae), kerapu (Serranidae), dan
lencam (Lethrinidae). Kondisi tersebut menggambarkan
pentingnya habitat pesisir di Teluk Waworada dan Teluk Sape
sebagai lokasi yang harus dijaga dan dilindungi.

40 PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
TELUK SAPE
Habitat terumbu karang di Teluk Sape banyak dijumpai bercabang. Berdasarkan hasil pengamatan, tutupan karang sisi lain, tingkat pertumbuhan karang baru (rekrutmen)
di dua pulau utama, yaitu Pulau Kelapa dan Gili Banta, keras di wilayah ini berkisar 33,83 % sehingga masuk ke ditemukan sangat rendah dengan kisaran sebesar 0,5-
serta daratan utama di Teluk Sape. Luasan terumbu dalam kategori sedang berdasarkan kriteria baku yang 1,2% yang menandakan proses pembentukan individu
karang berdasarkan hasil interpretasi citra satelit sebesar dikeluarkan oleh KEMENLH tahun 2001. Tutupan karang karang baru tidak berjalan secara optimal (Tarigan et
4.809,30 ha. Habitat terumbu karang ini dicirikan dengan tertinggi ditemukan pada lokasi di bagian utara Gili Banta al. 2015). Kekayaan jenis ikan karang di kawasan Teluk
tipe terumbu karang tepi (fringing reef) dengan kedalaman yang mencapai 65,6%, sedangkan tutupan karang keras Sape ditemukan sebanyak 309 spesies dari 39 famili.
berkisar 2–10 m dan memiliki tipikal perairan yang jernih terendah ditemukan pada bagian timur Kelapa 1 dengan Menurut hasil kajian Tarigan et al. (2015), komposisi
dan berarus kencang. Kekayaan jenis karang keras di nilai sebesar 7,11% (Gambar 8). Kondisi tutupan karang kelompok trofik ikan karang didominasi oleh kelompok
wilayah ini terdiri dari 67 genera karang keras. Genus keras di Gili Banta ditemukan lebih baik dibandingkan planktivora dan omnivora, yang mayoritas berasal dari
Acropora, Echinopora, Euphyllia, Galaxea, Goniopora, dengan tutupan karang keras di Pulau Kelapa. famili Pomacentridae (betok laut) dan Labridae (keling-
Hydonopra, Montipora, Porites, Stylopora, dan Tubipora, kelingan). Rerata kelimpahan ikan karang di Teluk Sape
umum ditemukan di perairan Teluk Sape. Secara umum, Hasil kajian mengungkapkan kerusakan terumbu karang ditemukan sebesar 15.539 ind/ha, sedangkan rerata
substrat dasar perairan didominasi oleh jenis karang banyak ditemukan pada lokasi di Pulau Kelapa, yang biomassa ikan karang di Teluk Sape sebesar 384,73 kg/ha.
lunak dan karang keras dengan bentuk pertumbuhan umumnya disebabkan oleh aktifitas pengeboman. Di

75
Tutupan Karang (%)

50

25

0
Loho Selatan Timur Barat Utara Selatan Barat Timur Timur Utara Tutupan
Mobuka Gili Banta Gili Banta Gili Banta Gili Banta Kelapa Kelapa Kelapa 1 Kelapa 2 Kelapa Rata-rata

Gambar 7. Rerata tutupan karang keras di Teluk Sape.

PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 41
Ekosistem pesisir lainnya seperti ekosistem mangrove di Kondisi tutupan karang keras memiliki nilai tutupan Keragaman ikan karang di wilayah ini ditemukan sebanyak 214
Teluk Sape tersebar di sekitar pelabuhan penyeberangan sebesar 51,19% yang menandakan kondisi tutupan karang spesies yang berasal dari 33 famili ikan karang. Kelimpahan
Sape. Berdasarkan analisis data citra satelit, luasan berada pada kategori baik menurut kriteria baku yang ikan karang di wilayah ini memiliki nilai sebesar 14.796 ind/ha
ekosistem mangrove sebesar 84,63 ha. Ekosistem lamun dikeluarkan oleh KEMENLH pada tahun 2001. Secara dan biomassa ikan karang sebesar 435,12 kg/ha. Berdasarkan
menyebar merata di area pesisir sepanjang daratan utama umum tutupan karang keras di beberapa lokasi penelitian komposisi kelompok trofiknya, komposisi ikan karang
di Teluk Sape dengan luas sebesar 709,81 ha. Faktor cukup baik dengan nilai tutupan tertinggi ditemukan di di kawasan ini didominasi oleh kelompok omnivora dan
geografis serta karakteristik perairan arus lintas Indonesia lokasi Kampung Bugis dengan nilai 69,33%, dan terendah planktivora, yang berasal dari famili Pomacentridae (betok)
(Arlindo) di Teluk Sape menyebabkan perairan memiliki ditemukan di Pulau Kambing dan Toro Nuntu dengan dan Caesionidae (ekor kuning) (Tarigan et al. 2015).
suhu dingin dengan tingkat kecerahan sangat baik. Kedua nilai sebesar 40,16% dan 40,33% (Gambar 9). Pada bagian
faktor ini akan mempengaruhi tingkat pemulihan terumbu pesisir Teluk Wawaroda terdapat ekosistem mangrove Analisis interpretasi citra satelit menunjukkan ekosistem
karang di Teluk Sape. yang menyebabkan perairan di Teluk Wawaroda memiliki mangrove di kawasan ini dijumpai di sepanjang daratan
tingkat kekeruhan cukup tinggi, sementara di sisi lain, utama dengan luas total habitat sebesar 414,63 ha,
TELUK WAWORADA aliran sungai dari daratan utama menyebabkan terjadinya sedangkan ekosistem lamun ditemukan dengan luas total
Kawasan pesisir di Teluk Waworada memiliki tipe perairan sedimentasi. Kondisi ini dapat menyebabkan terumbu sebesar 991,89 ha dan umumnya tersebar sepanjang
terlindung.Teluk ini memiliki luas sekitar 194 km2 dengan karang tidak dapat tumbuh secara optimal. daerah pesisir di daratan utama Teluk Waworada.
panjang garis pantai sekitar 101 km. Teluk Waworada
memiliki karakteristik yang sangat berbeda dari Pulau
Kelapa dan Pulau Gili Banta, di mana kondisi perairan pada 100
teluk ini sangat keruh dengan tipikal substrat dasar adalah
karang dan lumpur. Ekosistem terumbu karang ditemukan
sepanjang daratan utama dan tiga pulau besar yang berada 75
Tutupan Karang (%)

di tengah teluk, yaitu Pulau Sura, Dora, dan Kambing.

Hasil interpretasi menggunakan data citra satelit 50


menunjukkan luasan terumbu karang sebesar 2.960,65
ha. Keragaman genera terumbu karang di wilayah ini
25
ditemukan sebanyak 72 genera karang keras, lebih tinggi
dibandingkan dengan kekayaan genera di Teluk Sape.
Jenis karang yang berasal dari genus Acropora, Favites, 0
Lobophyllia, Merulina, Montipora, Pectinia, Platygyra, Kampung Perangajara Toro Sura Dora Kambing Tutupan
Bugis Nutu rata-rata
dan Porites umum ditemukan di kawasan ini. Tipikal
dasar perairan didominasi oleh karang keras dan alga. Gambar 8. Rerata tutupan karang keras di Teluk Waworada.

42 PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
Gambar 9. Peta sebaran habitat penting di Teluk Waworada dan Teluk Sape.
SUHU PERMUKAAN LAUT Min
Max

DAN KROLOFIL 100

TELUK SAPE
10
Suhu permukaan laut dan kandungan klorofil-a di Teluk

Klorofil-a (mg L-1)


Sape berturut-turut berkisar antara 24,2 - 31,7 oC dan
0,05 - 74,24 mg/L (Gambar 13). Suhu tertinggi di Teluk
1
Cempi terjadi pada bulan Februari-Maret, sedangkan
suhu terendah terjadi pada bulan Agustus (Gambar 14).
Suhu permukaan laut di mulut Teluk Sape selalu lebih
0.1
dingin dibandingkan dengan wilayah dalam teluk akibat
masukan air dingin dari Samudera Hindia. Kandungan
klorofil-a tertinggi di Teluk Sape terjadi pada bulan April,
0.01
sedangkan yang terendah terjadi pada bulan Desember.
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des

Gambar 10. Profil konsentrasi klorofil-a bulanan di Teluk Sape.

Min
Max

32

31
Suhu Permukaan Laut (oC)

30

29

28

27

26

25

24
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des
Gambar 11. Profil suhu permukaan laut bulanan di Teluk Sape.

44 PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
TELUK WAWORADA Min
Max
Suhu permukaan laut di Teluk Waworada berkisar antara
100
24,4 - 31,9 oC, dan kandungan klorofil-a di perairan
Teluk Waworada berkisar antara 0,01 - 44,93 mg/L
(Gambar  11). Suhu tertinggi dan terendah di Teluk
10
Waworada masing-masing terjadi pada bulan Maret

Klorofil-a (mg L-1)


dan Juli (Gambar 12). Kandungan klorofil-a tertinggi
dijumpai di Teluk Waworada dan terjadi pada bulan Mei 1
dan Agustus, sedangkan kandungan klorofil-a terendah
dijumpai pada bulan Januari.
0.1

0.01
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des
Gambar 12. Profil konsentrasi klorofil-a bulanan di Teluk Waworada.

Min
Max

32

31
Suhu Permukaan Laut (oC)

30

29

28

27

26

25

24
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des

Gambar 13. Profil suhu permukaan laut bulanan di Teluk Waworada.

PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 45
46 PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
PENGELOLAAN PERIKANAN

Provinsi NTB merupakan salah satu provinsi di Indonesia 5. Kurangnya tingkat kesadaran masyarakat tentang
yang memiliki potensi sumber daya kelautan dan perikanan lingkungan.
cukup tinggi, dengan luas perairan laut sebesar 29.159,04 6. Konflik antar nelayan
km2 (59,13%), lebih luas dari wilayah daratannya sebesar
20.153,15 km2 (40,87%). Provinsi NTB mempunyai Berdasarkan wawancara dan diskusi dengan nelayan dan
ekosistem perairan yang tergolong lengkap, seperti pelaku usaha, terdapat beberapa isu dan permasalahan
perairan laut pelagis, laut demersal, ekosistem pesisir dan perikanan di Teluk Waworada dan Teluk Sape. Isu dan
pulau-pulau kecil yang kaya akan terumbu karang, padang permasalahan perikanan spesifik yang dijumpai di Teluk
lamun, mangrove, rumput laut hingga perairan umum, Waworada, antara lain
seperti waduk, danau, sungai, dan embung. Oleh karenanya, 1. Terjadinya penangkapan ikan yang merusak (destructive
di Provinsi NTB dapat dikembangkan kegiatan perikanan fishing) dengan menggunakan bahan peledak dan bahan
tangkap di laut dan perairan umum serta kegiatan lainnya. beracun seperti potasium.
2. Terjadi kerusakan habitat ekosistem terumbu karang.
Selain potensi yang besar tersebut, pengelolaan perikanan 3. Lokasi penangkapan ikan semakin jauh dan hasil
tangkap di Provinsi NTB memiliki permasalahan tangkapan semakin berkurang.
sebagai berikut: 4. Belum adanya aturan di tingkat desa ataupun
1. Penurunan sumber daya ikan dan overfishing di kabupaten yang mengelola perikanan kakap dan
perairan pantai. kerapu secara berkelanjutan.
2. Kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana pelabuhan 5. Kurangnya partisipasi dari kelompok masyarakat,
yang belum memenuhi standar. pemerintah, pengusaha, dan nelayan untuk mengelola
3. Rendahnya tingkat kesejahteraan nelayan. perikanan secara berkelanjutan.
4. Aktivitas penangkapan ikan yang ilegal dan merusak 6. Belum maksimalnya pengawasan dan penegakan hukum.
(illegal and destructive fishing). 7. Kurangnya sarana dan prasarana pendukung aktivitas
penangkapan ikan.

PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 47
KEWENANGAN PEMERINTAH
PROVINSI
Pemerintah daerah provinsi mempunyai kewenangan Pada aspek teknis, regulasi baik di tingkat nasional maupun
untuk merencanakan, merumuskan, melaksanakan, serta daerah yang menjadi rujukan kewenangan Pemerintah
mengevaluasi kebijakan dan program pembangunan yang Provinsi dalam melakukan pengelolaan bidang kelautan
sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat. Mengacu dan perikanan diantaranya sebagai berikut:
pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang (1) Pasal 4 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.
Pemerintahan Daerah, urusan pemerintahan terdiri atas PER.02/MEN/2011 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan
urusan pemerintahan absolut,konkuren,dan umum.Urusan Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu
pemerintahan absolut sepenuhnya menjadi kewenangan Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan
pemerintah pusat, urusan pemerintahan konkuren Negara Republik Indonesia: Pemerintah provinsi
merupakan urusan pemerintahan yang dibagi antara memiliki kewenangan terhadap jalur penangkapan ikan
pemerintah pusat, daerah provinsi dan daerah kabupaten/ I dan II. Jalur I terdiri atas IA yang meliputi perairan
kota, dan urusan pemerintahan umum merupakan urusan pantai sampai dengan 2 mil dan jalur penangkapan ikan
pemerintahan yang menjadi kewenangan presiden sebagai IB yang meliputi perairan 2 mil sampai 4 mil, sedangkan
kepala pemerintahan. Berdasarkan Lampiran UU No. 23 jalur penangkapan ikan II yang meliputi perairan 4 mil
tahun 2014 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan sampai dengan 12 mil laut diukur dari permukaan air
Isu dan permasalahan spesifik yang dijumpai di Teluk Sape, Konkuren antara Pemerintan Pusat dan Daerah Provinsi laut pada surut terendah.
antara lain: dan Daerah Kabupaten/Kota, kewenangan Pemerintah (2) Pasal 13 Ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 54 tahun
1. Terjadinya penangkapan ikan yang merusak (destructive Provinsi di bidang perikanan tangkap meliputi: 2002 tentang Usaha Perikanan : Gubernur atau pejabat
fishing) dengan menggunakan bahan peledak dan bahan 1. Pengelolaan penangkapan ikan di wilayah laut sampai yang ditunjuk dapat memberikan Izin Usaha Perikanan
beracun seperti potasium, baik yang dilakukan oleh dengan 12 mil. (IUP), Surat Penangkapan Ikan (SPI), dan Surat Izin
nelayan Teluk Sape maupun nelayan luar Teluk Sape. 2. Penerbitan izin usaha perikanan tangkap untuk kapal Kapal Pengangkutan Ikan (SIKPI), kepada perusahaan
2. Terjadi kerusakan habitat ekosistem terumbu karang perikanan berukuran di atas 5. Gross Tonnage (GT) perikanan Indonesia yang melakukan penangkapan dan/
dan mangrove. sampai dengan 30 GT. atau pengangkutan ikan yang berdomisili di wilayah
3. Rendahnya tingkat pengawasan dan penegakan hukum. 3. Penetapan lokasi pembangunan serta pengelolaan administrasinya, yang menggunakan kapal perikanan
4. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk mengelola pelabuhan perikanan provinsi. tidak bermotor, kapal perikanan bermotor luar, dan kapal
perikanan berkelanjutan yang salah satunya 4. Penerbitan izin pengadaan kapal penangkap ikan dan perikanan bermotor dalam yang berukuran di atas 10
ditunjukkan dengan tidak adanya aturan formal terkait kapal pengangkut ikan dengan ukuran di atas 5 GT GT dan tidak lebih dari 30 GT dan/atau yang mesinnya
pengelolaan perikanan berkelanjutan. sampai dengan 30 GT. berkekuatan tidak lebih dari 90 Daya Kuda (DK), dan
5. Minimnya sarana dan prasarana pendukung aktivitas 5. Pendaftaran kapal perikanan di atas 5 GT sampai berpangkalan di wilayah administrasinya, serta tidak
penangkapan ikan. dengan 30 GT. menggunakan modal asing dan/atau tenaga kerja asing.

48 PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
TUGAS, FUNGSI, DAN STRUKTUR ORGANISASI
DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN
Dinas Kelautan dan Perikanan NTB merupakan institusi bidang perikanan budidaya untuk menghasilan produksi
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perikanan budidaya,dan Nilai Tukar Pembudidaya Ikan
kelautan dan perikanan yang menjadi kewenangan daerah (NTPI);
provinsi, serta tugas pembantuan yang ditugaskan kepada 4. Merumuskan kebijakan, perencanaan, koordinasi,
Daerah Provinsi. Tugas pokok dan fungsi serta struktur pemantauan, pengendalian, evaluasi dan pelaporan
organisasi Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Nusa bidang penguatan daya saing produk kelautan dan
Tenggara Barat diatur pada Peraturan Gubernur NTB perikanan untuk menghasilan produksi pengolahan
Nomor 50 tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan hasil perikanan dan kelautan;
Organisasi, Tugas dan Fungsi, serta Tata Kerja Dinas- 5. Merumuskan kebijakan, perencanaan, koordinasi,
Dinas Daerah Provinsi NTB, yaitu membantu Gubernur pemantauan, pengendalian, evaluasi dan pelaporan
(3) Pasal 14 Ayat 9 Peraturan Menteri Kelautan dan dalam melaksanakan urusan pemerintahan daerah bidang bidang pengawasan dan pengelolaan pesisir dan pulau-
Perikanan Nomor 30 tahun 2012 tentang Usaha kelautan dan perikanan berdasarkan asas otonomi, tugas pulau kecil untuk menghasilkan Dokumen Pengelolaan
Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan pembantuan, dan dekonsentrasi, dengan rincian tugas Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan Pengawasan
Negara Republik Indonesia: Persyaratan dan tata sebagai berikut: Sumberdaya Kelautan dan Perikanan
cara penerbitan SIUP, SIPI, dan SIKPI yang menjadi 1. Merumuskan kebijakan, perencanaan, koordinasi, 6. Melaksanakan tugas lainnya yang diberikan oleh
kewenangan gubernur diatur lebih lanjut dengan pemantauan, pengendalian, evaluasi, pelaporan, dan Gubernur.
peraturan daerah. pelayanan umum urusan kelautan dan perikanan
(4) Peraturan Gubernur NTB Nomor 13 tahun 2015 untuk menghasilkan Rencana Strategis, Laporan Rincian fungsi Dinas Kelautan dan Perikanan adalah
tentang Tata Cara Perizinan di bidang Kelautan dan Akuntabilitas Instansi Pemerintah/Laporan Kinerja sebagai berikut:
Perikanan pada tanggal 24 April 2015. Peraturan Instansi Pemerintah (LAKIP/LKjIP), Laporan Tahunan, 1. Perumusan kebijakan teknis urusan pemerintahan
gubernur tersebut mengatur jenis-jenis perizinan Rencana Kerja, Dokumen Pelaksanaan Anggaran, bidang kelautan dan perikanan;
dibidang kelautan dan perikanan meliputi usaha Rencana Kegiatan dan Anggaran, Rencana Kerja 2. Pembinaan dan pelaksanaan tugas urusan pemerintahan
perikanan, penangkapan ikan, kapal pengangkut ikan, dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga , dan bidang kelautan dan perikanan;
pembudidayaan ikan, jasa kelautan dan perikanan, Perjanjian Kinerja; 3. Pembinaan dan pelaksanaan tugas urusan pemerintahan
dan pemanfaatan ruang laut dibawah 12 mil. Meski 2. Merumuskan kebijakan, perencanaan, koordinasi, bidang kelautan dan perikanan.
demikian, tata cara penerbitan izin SIUP, SIPI dan pemantauan, pengendalian, evaluasi dan pelaporan
SIKPI yang menjadi kewenangan gubernur seharusnya bidang perikanan tangkap untuk menghasilan produksi
diatur melalui Peraturan Daerah (bukan Peraturan perikanan tangkap dan Nilai Tukar Nelayan (NTN);
Gubernur), sebagaimana diamanatkan dalam Permen 3. Merumuskan kebijakan, perencanaan, koordinasi,
KP No 30 tahun 2012. pemantauan, pengendalian, evaluasi dan pelaporan

PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 49
KEPALA DINAS

Jabatan Fungsional:
A. Perencanaan
b. Pengawasan SEKERTARIS
c. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan
d. Pengawasan Benih Ikan
e Arsipasi
Subbag Subbag Subbag
f. Analis Pasa Hasil Perikanan
Program Keuangan Umum
g. Penyuluhan Perikanan

Bidang Pengawasan dan


Bidang Perikanan Budidaya Bidang Perikanan Tangkap Bidang Penguatann Daya Saing Pengelolaan Sumberdaya
Produk Kelautan Dan Perikanan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Seksi Tata Ruang Laut dan Seksi Bina Mutu, Seksi Tata Ruang Laut dan
Seksi Bina Mutu, Disverivikasi Pengelolaan Perairan Pesisir Disverivikaasi Produk Pengelolaan Perairan Pesisir
Produk Kelautan dan Periklanan dan Pulau-pulau Kecil Kedaulatan dan Perikanan dan Pulau-pulau Kecil

Seksi Akses Pasar dan Seksi Pemberdayaan Masyarakat Seksi Akses Pasar dan Seksi Pemberdayaan Masyarakat
Promosi dan Pelestarian Sumberdaya Promosi dan Pelestarian Sumberdaya
Pesisir dan Pulau pulau Kecil Pesisir dan Pulau pulau Kecil

Seksi Pengawasan Sumberdaya Seksi Pengawasan Sumberdaya


Seksi Usaha dan Logistik Kelauttan dan Perikanan Seksi Usaha dan Logistik Kelauttan dan Perikanan

UPTD

Gambar 1.Struktur organisasi Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTB.

50 PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
Untuk mendukung kegiatan-kegiatan bidang dari aspek 8. Balai Konservasi dan Pengawasan Sumber Daya 4. Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Tanjung Luar di
teknis Daerah dibentuk Unit PelaksanaTeknis Dinas (UPTD) Kelautan dan Perikanan Kawasan Sumbawa; Kabupaten Lombok Timur.
sesuai kebutuhan. Pada awalnya, UPTD dalam lingkup Dinas 9. Balai Konservasi dan Pengawasan Sumber Daya 5. Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Sape di Kabupaten
Kelautan dan Perikanan NTB berjumlah tujuh unit. Setelah Kelautan dan Perikanan Kawasan Lombok; dan Bima.
terjadi pengalihan wewenang pengelolaan pesisir dan laut 10. Balai Pendidikan dan Pelatihan Perikanan dan Kelautan 6. Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Teluk Bima di Kota
pasca UU Nomor 23 tahun 2014, pemerintah Provinsi Tanjung Luar. Bima
NTB membentuk tiga UPTD baru yang khusus menangani
urusan konservasi dan pengawasan sumber daya kelautan Jumlah keseluruhan pegawai di Dinas Kelautan dan Keenam fasilitas tersebut dilengkapi dermaga, kantor,
dan perikanan. Pembentukan UPTD ini ditetapkan melalui Perikanan Provinsi NTB (per 31 Desember 2013) adalah ruang pertemuan, tempat pelelangan ikan, bengkel,
Peraturan Gubernur NTB Nomor 53 tahun 2016 tentang sebanyak 254 orang dengan rincian sebanyak 233 orang gudang, dan fasilitas penunjang lainnya serta kendaraan
Pembentukan, Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan PNS dan 21 orang Pegawai Tidak Tetap, terdiri dari 167 operasional berupa kendaraan roda empat maupun roda
Fungsi Serta Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas Pada orang laki-laki dan 66 orang wanita. Berdasarkan tingkat dua.
Dinas-Dinas Daerah dan Unit Pelaksana Teknis Badan pada pendidikan, pegawai Dinas Kelautan dan Perikanan NTB
Badan-Badan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat. yang berpendidikan S2 sebanyak 8 orang, S1 sebanyak Berdasarkan Perda Provinsi NTB Nomor 7 tahun
UPTD yang terdapat pada lingkup Dinas Kelautan dan 113 orang, Diploma sebanyak 11 orang, SMA sebanyak 89 2008 tentang Organisasi dan Tatakerja Dinas-dinas
Perikanan NTB antara lain: orang, SMP sebanyak 5 orang, dan SD sebanyak 7 orang. Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat, jenis pelayanan
1. Balai Pengembangan Budidaya Ikan Air Tawar Aik Mel; Fasilitas sarana dan prasarana yang dimiliki dan dikelola yang dilakukan dan disediakan oleh Dinas Kelautan dan
2. Balai Pengembangan Budidaya Perikanan Pantai oleh Dinas Kelautan dan Perikanan NTB terdiri dari Perikanan Provinsi NTB khususnya di bidang perikanan
Sekotong; aset bergerak dan tidak bergerak (tetap). Beberapa aset tangkap meliputi:
3. Balai Laboratorium Pengujian dan Penerapan Mutu yang mendukung mendukung kegiatan perikanan tangkap 1. Memberikan informasi publik tentang perikanan
Hasil Perikanan dan Kelautan Mataram adalah sebagai berikut: tangkap (teknologi penangkapan ikan)
4. Balai Kesehatan Ikan dan Lingkungan Perikanan 1. Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Labuhan Lombok di 2. Memberikan informasi tentang kegiatan-kegiatan
Budidaya Kabupaten Lombok Timur. pengembangan perikanan tangkap
5. Pelabuhan Perikanan Labuhan Lombok; 2. Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Teluk Saleh di 3. Memberikan rekomendasi tentang kegiatan-kegiatan
6. Pelabuhan Perikanan Teluk Santong; Kabupaten Sumbawa. pengembangan perikanan tangkap dengan kelompok
7. Balai Konservasi dan Pengawasan Sumber Daya 3. Balai Pengembangan Penangkapan Ikan (BPPI) Tanjung sasaran yaitu Kelompok Nelayan, Pengolah, Pengusaha
Kelautan dan Perikanan Kawasan Bima-Dompu; Luar di Kabupaten Lombok Timur. Perikanan, siswa dan Mahasiswa.

PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 51
STRATEGI DAN KEBIJAKAN
PENGELOLAAN PERIKANAN
TANGKAP
Strategi dan kebijakan pengelolaan perikanan tangkap
merupakan penjabaran dari strategi Pembangunan
Nasional dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD) Provinsi NTB tahun 2014-2018. Strategi c. Penyempurnaan tata kelola perikanan; 4. Meningkatkan kemampuan pelayanan jasa
pembangunan nasional yang terkait dengan tugas kelautan d. Pengelolaan perikanan berkelanjutan; kepelabuhanan perikanan wilayah Pulau Sumbawa.
dan perikanan di bidang perikanan tangkap antara lain 5. Meningkatkan kemampuan penerapan dan
dijabarkan dalam agenda Nawa Cita ke-4 dan dan ke-6, yaitu Tujuan, sasaran, dan kebijakan umum RPJMD 2014- perekayasaan teknologi penangkapan ikan.
pada sub agenda pemberantasan IUU Fishing dan akselerasi 2018 dijabarkan melalui tujuh misi, dan yang terkait 6. Meningkatkan kesejahteraan pembudidaya ikan.
pertumbuhan ekonomi nasional melalui peningkatan hasil dengan pembangunan kelautan dan perikanan adalah 7. Meningkatkan kemampuan pelayanan penerapan
perikanan. Isi dari Agenda tersebut adalah: misi 5 dan misi 7, yaitu Meningkatkan kesejahteraan teknologi budidaya ikan air tawar.
1. Agenda Nawa Cita ke-4, sub agenda: pemberantasan masyarakat, mempercepat penurunan kemiskinan, dan 8. Meningkatkan kemampuan pelayanan penerapan
IUU Fishing. mengembangkan keunggulan daerah melalui industri teknologi budidaya ikan laut dan air payau.
a. Peningkatan koordinasi dalam penangann pariwisata, agroindustri, dan ekonomi kreatif berbasis 9. Meningkatkan kemampuan pengendalian hama dan
pelanggran tindak pidana perikanan; budaya, sumberdaya lokal, dan iptek, serta Memantapkan penyakit ikan serta pemulihan sumber daya kelautan
b. Penguatan sarana sistem pengawasan pemanfaatan pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan. dan perikanan.
sumberdaya kelautan dan perikanan; 10. Meningkatkan kesejahteraan pengolah dan pemasar
c. Penataan sistem perizinan usaha perikanan Untuk menerjemahkan misi tersebut Dinas Kelautan dan produk perikanan dan kelautan.
tangkap; Perikanan NTB menyusun dokumen Rencana Strategis 11. Meningkatkan kemampuan pengendalian mutu dan
d. Peningkatan penertiban ketaatan kapal di Pembangunan Kelautan dan Perikanan tahun 2013- keamanan pangan hasil perikanan dan kelautan.
pelabuhan perikanan; 2018 yang memuat visi, misi, strategi, dan kebijakan. Visi 12. Memelihara kelestarian dan daya dukung sumber daya
Dinas Kelautan dan Perikanan NTB, yaitu Mewujudkan kelautan dan perikanan.
2. Agenda Nawa Cita ke-6, sub agenda: akselerasi masyarakat perikanan dan kelautan NTB yang maju, yang 13. Menurunkan tingkat kegiatan illegal, unreported,
pertumbuhan ekonomi nasional melalui peningkatan diterjemahkan melalui beberapa misi, yaitu: unregulated (IUU) Fishing.
hasil perikanan. 1. Meningkatkan kemampuan pelayanan dan kinerja
a. Peningkatan mutu, nilai tambah dan inovasi Dinas Kelautan dan Perikanan NTB. Misi tersebut kemudian dijabarkan kedalam tujuan,
teknologi perikanan; 2. Meningkatkan kesejahteraan nelayan. sasaran, strategi, dan kebijakan pembangunan kelautan
b. Peningkatan kualitas sarana dan prasarana 3. Meningkatkan kemampuan pelayanan jasa dan perikanan. Strategi dan kebijakan yang terkait dengan
perikanan; kepelabuhanan perikanan wilayah Pulau Lombok. pengelolaan perikanan tangkap disajikan melalui Tabel 3.

52 PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
Tabel 1. Arahan strategi dan kebijakan pengelolaan perikanan tangkap di Provinsi NTB.

Tujuan Sasaran Strategi Kebijakan Program

MISI II Meningkatkan kesejahteraan nelayan

Tujuan 1 Tersedianya sumberdaya ikan dan benih Optimalisasi dan inovasi pemanfaatan Pengembangan dan pengelolaan Pengembangan perikanan
Meningkatkan kuantitas ikan di perairan umum dan laut melalui sumberdaya perikanan tangkap perikanan tangkap yang lestari tangkap
produksi perikanan tangkap restocking dan fasilitas rumah ikan
Tujuan 2 1. Tersedianya sarana dan prasarana 1. Optimalisasi dan restrukturisasi
Meningkatkan kesejahteraan penagkapan ikan yang memadai. armada perikanan tangkap.
nelayan 2. Tersusunnya dokumen Wilayah Kerja 2. Optimalisasi dan rehabilitasi
dan Wilayah Pengoperasian Pelabuhan pelabuhan perikanan
perikanan

MISI III Meningkatkan kemampuan pelayanan jasa kepelabuhanan perikanan wilayah Pulau Lombok

Tujuan 1. Tersedianya pelayanan jasa kepelabuhan 1. Optimalisasi dan fasilitasi pelayanan 1. Pengembangan dan peningkatan Pengembangan perikanan
Meningkatkan kapasitas untuk nelayan. jasa kepelabuhanan perikanan se pengelolaan pelabuhan perikanan se tangkap
pelayanan kapal perikanan yang 2. Tersedianya sarana dan prasarana Pulau Lombok. Pulau Lombok.
sandar dan bongkar muat di pelabuhan perikanan yang memadai. 2. Optimalisasi dan fasilitasi sarana 2. Pengembangan dan peningkatan
pelabuhan perikanan wilayah 3. Tersusunnya rencana kerja dan laporan prasarana pelabuhan perikanan se sarana-prasarana pelabuhan
Pulau Lombok kinerja pelabuhan perikanan yang Pulau Lombok. perikanan se Pulau Lombok.
terpadu dan tepat waktu 3. Fasilitasi dan koordinasi 3. Peningkatan dan pengembangan
penatausahaan pelabuhan perikanan penata usahaan pelabuhan perikanan
pantai Labuhan Lombok

MISI IV Meningkatkan kemampuan pelayanan jasa kepelabuhanan perikanan wilayah pulau Sumbawa

Tujuan 1. Tersedianya pelayanan jasa kepelabuhan 1. Optimalisasi dan fasilitasi pelayanan 1. Pengembangan dan peningkatan Pengembangan perikanan
Meningkatkan kapasitas untuk nelayan. jasa kepelabuhanan perikanan se pengelolaan pelabuhan perikanan se tangkap
pelayanan kapal perikanan yang 2. Tersedianya sarana dan prasarana Pulau Sumbawa. Pulau Sumbawa.
sandar dan bongkar muat di pelabuhan perikanan yang memadai. 2. Optimalisasi dan fasilitasi sarana 2. Pengembangan dan peningkatan
pelabuhan perikanan wilayah 3. Tersusunnya rencana kerja dan laporan prasarana pelabuhan perikanan se sarana-prasarana pelabuhan
Pulau Sumbawa kinerja pelabuhan perikanan yang Pulau Sumbawa. perikanan se Pulau Sumbawa.
terpadu dan tepat waktu 3. Fasilitasi dan koordinasi 3. Peningkatan dan pengembangan
penatausahaan pelabuhan perikanan penata usahaan pelabuhan perikanan
pantai Teluk Saleh

PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 53
Tujuan Sasaran Strategi Kebijakan Program

MISI V Meningkatkan kompetensi Sumberdaya Masyarakat Kelautan dan Perikanan


Tujuan 1. Tersedianya masyarakat kelautan dan 1. Optimalisasi penerapan teknologi 1. Pengembangan dan penerapan
Meningkatkan kemampuan perikanan yang terampil dan mandiri. penangkapan ikan. teknologi penangkapan ikan.
dan kemandirian masyarakat 2. Tersedianya sarana dan prasarana 2. Optimalisasi dan fasilitasi sarana 2. Pengembangan dan peningkatan
kelautan dan perikanan pendidikan dan pelatihan bidang prasarana balai. sarana-prasarana balai pendidikan
kelautan perikanan yang lengkap dan 3. Fasilitasi dan koordinasi dan pelatihan.
memadai. penatausahaan Balai pendidikan dan 3. Peningkatan dan pengembangan
3. Tersusunnya rencana kerja dan laporan pelatihan. penatausahaan Balai
kinerja Balai pendidikan dan pelatihan.
MISI XII Memelihara kelestarian dan daya dukung sumberdaya kelautan dan perikanan
Tujuan: 1. Terwujudnya pengawasan SDKP yang 1. Mobilisasi pengawasan dan penegakan 1. Peningkatan pengawasan dan 1. Pemberdayaan
Mewujudkan pengelolaan partisipatif. hukum terhadap pemanfaatan penegakan hukum terhadap masyarakat dalam
sumberdaya perikanan dan 2. Terbinanya kelompok masyarakat sumberdaya kelautan dan perikanan. pemanfaatan sumberdaya kelautan pengawasan dan
kelautan yang berkelanjutan pengawas sumberdaya kelautan dan 2. Rehabilitasi, preservasi dan dan perikanan. pengendalian SDKP.
perikanan. konservasi sumberdaya kelautan dan 2. Peningkatan, pemulihan dan 2. Perlindungan dan
3. Peningkatan luasan kawasan konservasi perikanan serta ekosistemnya. pelestarian sumberday alaut pesisir konservasi SDKP.
perairan daerah. 3. Identifikasi, sosialisasi dan konsolidasi dan pulau-pulau kecil. 3. Meningkatkan mitigasi
4. Meningkatnya kualitas dan rekomendasi pengelolaaan wilayah laut pesisir dan 3. Pengembangan dan pengelolaan bencana alam laut dan
yang diberikan diwilayah pesisir dan pulau-pulau kecil wilayah laut pesisir dan pulau-pulau prakiraan iklim laut.
pulau-pulau kecil. kecil terpadu 4. Perlindungan dan
5. Tersusunnya dokumen perencanaan konservasi SDKP.
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. 5. Pemberdayaan ekonomi
6. Teridentifikasinya dan terpetakannya masyarakat pesisir
potensi pulau-pulau kecil.
7. Tersosialisasinya mitigasi bencana dan
pencemaran laut dan pesisir.
8. Terbinanya masyarakat pengelola
wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau
kecil.

54 PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
PROGRAM PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI
PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Mengacu pada dokumen rencana strategis DKP NTB dicapai adalah: (a) Tersusunnya dokumen WKOPP; 1. Motorisasi armada perikanan dalam upaya peningkatan
tahun 2013 - 2018 (DKP 2014), rencana program dan (b) Terbina dan terlatihnya aparatur pengelola daya jelajah dan produktivitas nelayan.
pengembangan perikanan tangkap tahun 2017 yang Pelabuhan Perikanan. Sasaran program ini adalah jumlah produksi perikanan
telah dicanangkan guna mendukung visi dan misi Dinas 3. Pengembangan kapal perikanan dan alat tangkap, dengan indikator pencapaian program berupa
Kelautan dan Perikanan Provinsi Nusa Tenggara Barat penangkap ikan. tercapainya produksi perikanan tangkap sebesar
adalah sebagai berikut: Program ini bertujuan untuk meningkatkan kuantitas 156.363 ton.
1. Pengelolaan sumber daya ikan dan usaha penangkapan dan pembinaan kapal perikanan serta fasilitas 2. Pembinaan dan optimalisasi pemanfaatan sumber daya
Program ini bertujuan untuk meningkatkan kuantitas pendukungnya dengan indikator kinerja jumlah kapal perikanan tangkap.
produksi perikanan tangkap dengan indikator kinerja dan alat penangkapan ikan yang tersedia dan terbina Sasaran program ini adalah meningkatkan kesejahteraan
adalah jumlah produksi perikanan tangkap (ton) sebanyak 102 unit dan jumlah kapal perikanan yang nelayan dengan indikator pencapaian program berupa
sebesar 157.763 ton dengan nilai 6,5 miliar. Sasaran terbangun sebanyak 5 unit. Sasaran yang ingin dicapai jumlah benih ikan yang ditebar di PUD dan laut
yang ingin dicapai adalah: (a) Tersebarnya benih ikan adalah tersedia dan terbinanya kapal perikanan serta sebanyak 2.250.000 ekor dan tersedianya rumah ikan
di perairan umum daratan dan laut; (b) Tersedianya fasilitas pendukungnya (fish apartment) sejumlah 4 buah.
fasilitas rumah ikan yang terpasang di perairan laut; 3. Penguatan dan optimalisasi pemanfaatan sumber daya
dan (c) Terbina dan terlatihnya KUB nelayan. Sesuai dengan dokumen rencana kerja DKP Provinsi perikanan tangkap.
2. Pengembangan dan pengelolaan perlabuhan perikanan. NTB tahun 2017, rencana kerja pengembangan perikanan Sasaran program ini jumlah produksi perikanan
Program ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas tangkap tahun 2017 Dinas Kelautan dan Perikanan tangkap dengan indikator pencapaian program
pelabuhan perikanan dengan indikator kinerja jumlah Provinsi Nusa Tenggara Barat yang bersumber dari dana berupa terlaksananya kegatan optimalisasi kegiatan
pelabuhan perikanan yang terkelola. Sasaran yang ingin APBD adalah sebagai berikut: perikanan tangkap.
56 PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
PENUTUP

Ketersediaan data dan informasi tentang sumber daya perikanan, habitat, kondisi sosial ekonomi, dan pola pemanfaatannya
sangatlah penting sebagai dasar penyusunan kebijakan perikanan dan menyusun perencanaan kegiatan/program dalam
kerangka pengelolaan perikanan. Data dan informasi yang terdapat di dalam profil ini diharapkan dapat menjadi salah
satu rujukan bagi kegiatan pengelolaan sumber daya perikanan di Provinsi Nusa Tenggara Barat, khususnya di Teluk
Sape dan Teluk Waworada. Data dan informasi yang terdapat di dalam profil ini juga memiliki keterbatasan, karena
merupakan data sesaat (snapshoot) yang merefleksikan kondisi pada akhir tahun 2016. Untuk itu, dalam kerangka
penyusunan kebijakan perikanan dan penyusunan rencana kegiatan/program berkenaan dengan pengelolaan perikanan
di masa depan dan pada jangka panjang, maka beberapa data dan informasi yang ada di dalamnya perlu diperbaharui.

Dalam kerangka pengelolaan perikanan di Teluk Sape dan Teluk Waworada, langkah selanjutnya yang perlu dilakukan
adalah menyusun dokumen perencanaan pengelolaan perikanan, yang termasuk di dalamnya strategi pemanfaatan
perikanan. Dokumen perencanaan yang dibuat harus mengacu kepada dokumen perencanaan nasional, seperti; Rencana
Pengelolaan Perikanan pada Wilayah Pengelolaan Perikanan 573, Roadmap Pengembangan Kawasan Konservasi Perairan,
dan dokumen perencanaan nasional lainnya, dan dokumen perencanaan daerah Provinsi NTB maupun kabupaten
yang ada di dalamnya, seperti Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan Rencana Strategis Pembangunan Kelautan
dan Perikanan.

PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 57
58 PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
DAFTAR PUSTAKA

Allen, G.R. 2007. Conservation hotspots of biodiversity and endemism for Indo-Pacific coral reef fishes. Aquatic
Conservation: Marine and Freshwater Ecosystems 18: 541-556.
Allen, G. R. & Erdmann, M.V. 2012. Reef Fishes of the East Indies. Volumes I-III. Tropical Reef Research, Perth, Australia,
1292 pp
Bailey C (1997) Lessons from Indonesia’s 1980 trawler ban. Marine Policy 21 (3): 225-235.
Bentley 1999 Fishing for solutions; Can the live trade in wild grouper and wrasse from Southeast Asia be managed?
Traffic Southeast Asia, Petaling Jaya, Malaysia. 100 pp.
Cochrane KL (2002) The use of scientific information in the design of management strategies. In: Cochrane KL (ed).
A fishery manager’s guidebook: Management measures and their application. FAO Fisheries Technical Paper,
Rome: 95-130.
Comitini S, Hardjolukito S (1983) Indonesian marine fisheries development and strategy under extended maritime
juridiction. East-west Environment and Policy Institute, Honolulu, Hawai. 69 pp.
Davis PZR (2001). The current status of the live reef fish trade for food. http://www.c-3.org.uk/Multimedia/ Reports/
Live%20Reef%20Fish%20Trade.pdf. 149 pp. [21 July 2014].
DKP 2014 Statistik Perikanan Nusa Tenggara Barat. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Mataram
DKP Provinsi NTB (2016) Statistik Perikanan Nusa Tenggara Barat. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Nusa
Tenggara Barat. Mataram.
Erdmann MV, Pet-Soede L (1997) How fresh is too fresh? The live reef food fish trade in eastern Indonesia. SPC Live
Reef Fish Information Bulletin 3: 41-45.
FAO [Food and Agriculture Organization] (2006) Fishery country profile for Indonesia. Food and Agriculture
Organization. http://www.fao.org/fi/oldsite/FCP/en/idn/profile.htm [10 June 2014].
FAO [Food and Agriculture Organization] (2014) The state of world fisheries and aquaculture: Opportunities and
challenges. Food and Agriculture Organization, Rome. 233 pp.

PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 59
Green, A.L. dan P.J. Mous. 2007. Delineating the Coral Triangle, its ecoregions and functional seascapes. Report based
on an expert workshop held at the TNC Coral Triangle Center, Bali Indonesia (April - May 2003), and
subsequent consultations with experts held from 2005 to 2007.Version 4.0 (August 2007). Report from The
Nature Conservancy, Coral Triangle Center (Bali, Indonesia) and the Global Marine Initiative, Indo-Pacific
Resource Centre (Brisbane, Australia). 158 pp.
Heazle & Butcher 2007 Fisheries depletion and the state in Indonesia: Towards a regional regulatory regime. Marine
Policy 31 : 276-286.
Kahn, B.2002. Indonesia’s migratory corridors for large marine life: Scientific and management perpectives. In:
Proceedungs of the 1st Regional Session of the Global Biodiversity Forum for the Pacific (GBF): ‘Global
Forces and tgeir Impacts on the Pacific’s Biodiversity. Towards Local and Regional Response Strategies.
Rarotonga, Cook Islands. July 5-8, July 2002.
KKP [Kementerian Kelautan dan Perikanan] (2013) Marine and fisheries sector in figures. Ministry of Marine Affairs
and Fisheries, Jakarta, Indonesia. 188 pp.
Krishnandhi 1969 The economic development of Indonesia’s fishing industry. Bulletin Indonesia Economic Studies 5(1):
49-72
Martosubroto 1987 The status of management of the marine fishery resources in Indonesia. Proceedings of the
Symposium on the Exploitation and Management of Marine Fishery resources in Southeast Asia. Regional
Office for Asia and the Pacific, Food and Agriculture Organization of the United Nation, Bangkok: 125-131.

60 PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
Pusat Data Statistik dan Informasi Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2015. Kelautan dan Perikanan dalam angka
tahun 2015.
Puslitbangkan-Balitbang KP 2015 Potensi sumberdaya Perikanan Pelagis dan Laut Dalam di Provinsi Sulawesi Utara
dan Nusa Tenggara Barat. Disampaikan pada lokakarya Nasional “Securing the future of Indonesia;s marine
biodiversity and coastal livelihoods in two critical seascape in the coral triangle” Bogor 26 Mei 2016
Sadovy et al. 2003 While stock last: The live reef food fish trade. Asian Development Bank, Manila. 146 pp.
SEAFDEC [Souteast Asian Fisheries Development Centre] (2014) Fishery statistic in Southeast Asia. Souteast Asian
Fisheries Development Centre. http://fishstat.seafdec.org [1 Agustus 2014].
Stanford RJ, Wiryawan B, Bengen DG, Febriamansyah R, Haluan J (2014) Improving livelihoods in fishing communities
of West Sumatra: More than just boats and machines. Marine Policy (45): 16-25.
Tadjuddah M (2012) Model of prediction for sustainability of groupers utilization in Wakatobi Marine National Park,
Southeast Sulawesi. PhD thesis. Bogor Agricultural University, Bogor, Indonesia. 226 pp.
Tarigan, S., Setiawan ,F., Pardede, S., Muhidin, dan Muzrini, A. 2015. Status Ekosistem Terumbu Karang Kabupaten Bima
dan Dompu. 2015. Wildlife Conservation Society-Indonesia Program. Bogor. Indonesia.
Veron, J.E.N., L.M.DeVantier, E. Turak, A.L. Green, S. Kininmonth, dan N.A. Petersen. 2009. Delineating the Coral
Triangle. Galaxea 11: 91-100.
Yulianto, I., R. Prasetia, E. Muttaqin, T. Kartawijaya, S.T. Pardede, Y. Herdiana, F. Setiawan, R.L. Ardiwijaya, dan M. Syahrir.
2012. Panduan Teknis Pemantauan Ekosistem Terumbu Karang, Padang Lamun dan Mangrove. Wildlife
Conservation Society. Bogor. Indonesia.

PROFIL PERIKANAN TANGKAP DI TELUK WAWORADA DAN TELUK SAPE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 61

Anda mungkin juga menyukai