Anda di halaman 1dari 11

PANDUAN PERENCANAAN PERKEBUNAN BERKELANJUTAN DAERAH BERBASIS PENDEKATAN YURISDIKSI

KOMODITAS KELAPA SAWIT

BAGIAN KEEMPAT:
PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA AKSI &
IMPLEMENTASI

Didukung oleh:

2
PANDUAN PERENCANAAN PERKEBUNAN BERKELANJUTAN DAERAH BERBASIS PENDEKATAN YURISDIKSI
KOMODITAS KELAPA SAWIT

4. PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA AKSI DAN IMPLEMENTASI

4.1. Kondisi Pemungkin


Kondisi pemungkin merupakan suatu keadaan yang memungkinkan sesuatu untuk dilakukan. Kondisi pemungkin
ini dapat dikatakan sebagai prasyarat untuk dapat mengimplementasikan rencana perkebunan kelapa sawit
berkelanjutan. Berikut ini adalah kondisi pemungkin yaitu:
Koordinasi Antar Lembaga
Karena permasalahan perkebunan sawit tidak hanya sektor perkebunan saja, artinya lintas sektor, maka
dalam penyusunan perencanaan dan pelaksanaan rencana perkebunan kelapa sawit berkelanjutan harus
melibatkan berbagai lembaga pemerintah teknis. Masing-masing lembaga memiliki peran penting dalam
menciptakan keberlanjutan industri kelapa sawit. Oleh karena itu, diperlukan upaya peningkatan koordinasi
dan harmonisasi kebijakan antar lembaga tersebut.
Upaya tersebut utamanya meliputi: (1) pemetaan dan harmonisasi kebijakan dan peraturan perundangan yang
belum selaras dan (2) sinkronisasi data dan informasi pada masing-masing lembaga. Dengan demikian,
pertemuan yang diagendakan secara berkala antar lembaga pemerintah di daerah sangat penting untuk
dilaksanakan.
Akses Pendanaan
Rencana Aksi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Daerah (KSB) ini ini dapat dilaksanakan dengan
berbagai sumber pendanaan dari pemerintah pelaku usaha dan sumber-sumber pendanaan lain yang sah dan
tidak mengikat. Sumber pendanaan yang berasal dari pemerintah yang dimaksud berasal dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang
direncanakan melalui proses Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) di tingkat desa,
kecamatan, kabupaten, provinsi, dan nasional.
Penegakan Hukum
Penyesuaian sistem hukum di daerah dan penegakan hukum merupakan salah satu prasyarat untuk
keberhasilan pelaksanaan Rencana Perkebunan Kelapa sawit Berkelanjutan. Pemerintah, dalam hal ini aparat
penegak hukum, harus lebih tegas dalam menindak setiap pelanggaran hukum dalam pengelolaan kebun
sawit.

4.2. Penyusunan Rencana Aksi


Rencana aksi (action plan) adalah suatu rencana program/kegiatan yang lebih terperinci untuk menterjemahkan
strategi dan arah kebijakan yang telah dirumuskan. Dalam menyusun rencana aksi harus mampu mendefinisikan
“what”, “why”, “where”, “who”, “when”, and “how” untuk setiap program dan/atau kegiatan. “What” meliputi
program dan/atau kegiatan apa yang akan dilakukan, dana apa yang akan digunakan, dsb. “Why” artinya mengapa
suatu program/kegiatan diperlukan. “Where” artinya di mana program/kegiatan akan diimplementasikan. “Who”
artinya siapa yang akan menjadi penanggung jawab pelaksanaan suatu program/kegiatan, pihak mana saja yang
harus terlibat. “When” artinya kapan suatu rencana program dan/atau kegiatan akan dilaksanakan dan
diselesaikan. “How” artinya bagaimana agar suatu rencana program/kegiatan dapat tercapai, berapa target
capaian yang ditentukan untuk setiap titik waktu perencanaan, berapa anggaran yang diperlukan untuk
implementasi suatu program/kegiatan, dan sebagainya.
Berdasarkan pertimbangan berbagai hal di atas, maka terdapat beberapa kriteria yang hendaknya dipenuhi dalam
menyusun perencanaan program/kegiatan, yaitu:
• Perencanaan program dan/atau kegiatan didasarkan atas perumusan visi, misi, tujuan, sasaran dan
kebijakan yang telah ditetapkan.
• Perencanaan program dan/atau kegiatan pada dasarnya merupakan upaya untuk implementasi strategi
organisasi.

3
PANDUAN PERENCANAAN PERKEBUNAN BERKELANJUTAN DAERAH BERBASIS PENDEKATAN YURISDIKSI
KOMODITAS KELAPA SAWIT

• Perencanaan program dan/atau kegiatan merupakan penjabaran riil tentang langkah-langkah yang diambil
untuk menjabarkan kebijakan.
• Perencanaan program dan/atau kegiatan bersifat jangka menengah selama 5 (lima) tahun.
• Perencanaan program dan/atau kegiatan harus mempertimbangkan kondisi baseline dan proyeksi baseline
dari suatu atau beberapa indikator terkait dalam rangka menentukan target capaian program/kegiatan untuk
setiap titik waktu perencanaan.
• Perencanaan program/kegiatan merupakan proses penentuan jumlah dan jenis sumber daya yang diperlukan
dalam rangka implementasi suatu rencana.
• Perencanaan program/kegiatan harus melibatkan pihak-pihak yang terkait, kemudian ditetapkan siapa pihak
yang menjadi penanggung jawab implementasi rencana program dan/atau kegiatan yang telah ditetapkan
hingga selesai.
• Perencanaan program/kegiatan harus mampu merumuskan berapa anggaran yang diperlukan untuk
implementasi rencana program/kegiatan yang ditetapkan.
• Perencanaan program/kegiatan perencanaan kegiatan tidak terlepas dari kebijakan yang telah ditetapkan
sebelumnya.
Penyusunan aksi perkebunan kelapa sawit berkelanjutan di daerah harus sinergis dengan rencana aksi di atasnya,
apabila di tingkat provinsi harus sinergis dengan Rencana Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAN-KSB)
dan atau rencana aksi perkebunan lainnya. Pada tingkat kabupaten harus sinergis dengan Rencana Aksi Kelapa
Sawit Berkelanjutan tingkat Provinsi dan atau rencana aksi perkebunan lainnya tingkat Provinsi.
Penyusunan rencana aksi pengembangan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan berisi rencana
program/kegiatan yang terperinci dan mencakup empat aspek berikut: (1) aspek lingkungan; (2) aspek
produktivitas; (3) aspek stabilitas; dan (4) aspek keadilan.

4.2.1. Penyusunan Rencana Aksi Aspek Lingkungan


Penyusunan rencana aksi pengembangan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan terkait aspek lingkungan
disusun berdasarkan isu-isu terkait fungsi ekologi dari suatu ekosistem yang mempunyai peranan penting, antara
lain, hidrologi, penyimpan sumberdaya genetik, pemeliharaan kesuburan tanah, pengatur iklim serta rosot
(penyimpan) karbon, dan sebagai penyimpan keanekaragaman hayati. Ekspansi perkebunan kelapa sawit
memiliki dampak-dampak besar bagi suatu ekosistem dan fungsi ekologisnya. Perluasan perkebunan kelapa
sawit telah mengakibatkan pemindahan lahan dan sumberdaya, perubahan luar biasa terhadap vegetasi dan
ekosistem setempat. Lingkungan menjadi bagian yang sangat rawan terjadi perubahan ke arah rusaknya
lingkungan biofisik yang terdegradasi serta bertambahnya lahan kritis apabila dikelola secara tidak bijaksana.
Aspek lingkungan mempunyai dimensi yang sangat luas pengaruhnya terhadap kualitas udara dan terjadinya
bencana alam seperti kebakaran, tanah longsor, banjir dan kemarau akibat adanya perubahan iklim global.
Sehubungan dengan hal tersebut, dalam penyusunan rencana aksi pengembangan perkebunan kelapa sawit
berkelanjutan perlu dirumuskan rencana program dan/atau kegiatan untuk mengantisipasi atau memitigasi hal
ini.

4.2.2. Penyusunan Rencana Aksi Aspek Produktivitas


Penyusunan rencana aksi pengembangan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan terkait aspek produktivitas
adalah penyusunan rencana program dan/atau kegiatan terkait dengan upaya-upaya yang perlu ditempuh atau
dilaksanakan dalam rangka mengoptimalkan produktivitas perkebunan kelapa sawit dengan segala kendala
(constraint) yang ada. Terutama untuk produksi perkebunan kelapa sawit rakyat, yang pada umumnya jauh di
bawah perkebunan milik negara maupun swasta. Permasalahan rendahnya produksi perkebunan kelapa sawit
rakyat adalah belum diterapkannya teknologi secara tepat mulai dari penggunaan bibit unggul, teknologi
budidaya dan panen/pasca panen. Penggunaan bibit dengan kualitas rendah akan berdampak dalam jangka
panjang yakni produksi yang rendah. Selain itu dalam budidaya, petani pada umumnya hanya menerapkan
teknologi sederhana yang diketahui secara tidak langsung dari petani lainnya sesuai dengan kemampuan

4
PANDUAN PERENCANAAN PERKEBUNAN BERKELANJUTAN DAERAH BERBASIS PENDEKATAN YURISDIKSI
KOMODITAS KELAPA SAWIT

finansialnya. Oleh karena itu, potensi sumber daya lahan, sumber daya manusia, teknologi, dan modal yang
dimiliki adalah hal-hal penting untuk diperhatikan dalam menyusun suatu rencana program/kegiatan
pengembangan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan terkait aspek ini.

4.2.3. Penyusunan Rencana Aksi Aspek Stabilitas


Penyusunan rencana aksi pengembangan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan terkait aspek stabilitas adalah
penyusunan rencana program dan/atau kegiatan terkait dengan perekonomian masyarakat pelaku usaha
perkebunan kelapa sawit (perkebunan rakyat maupun swasta) dan lebih luas lagi terkait dengan perekonomian
suatu daerah. Bagi Pemerintah Daerah komoditas kelapa sawit memegang peran yang cukup penting sebagai
sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) selain itu membuka peluang kerja yang besar bagi masyarakat setempat
yang berada disekitar lokasi perkebunan yang dengan sendirinya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Salah satu hal yang perlu diperhatikan terkait aspek ini adalah penguasaan lahan oleh perusahaan perkebunan
dan produksi yang berlebihan akan berakibat menurunnya harga komoditi yang dihasilkan. Untuk itu pengelolaan
produksi pada komoditi harus diperhatikan sejak awal agar mampu mempengaruhi pasar. Banyak hal lain yang
harus diperhatikan selain hal tersebut dalam merumuskan program/kegiatan pengembangan perkebunan kelapa
sawit terkait aspek stabilitas, sehingga dapat dirumuskan program/kegiatan yang tepat, yang mampu mendorong
peningkatan kesejahteraan masyarakat pelaku usaha perkebunan kelapa sawit serta peningkatan perekonomian
daerah.

4.2.4. Penyusunan Rencana Aksi Aspek Keadilan


Penyusunan rencana aksi pengembangan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan terkait aspek keadilan adalah
penyusunan rencana program/kegiatan yang mampu mendukung keadilan semua pihak / pelaku usaha
perkebunan kelapa sawit, terutama perkebunan rakyat. Salah satu isu yang perlu diperhatikan adalah masalah
kesenjangan sosial yang ada di masyarakat yang disebabkan oleh ketimpangan dalam penguasaan, pemilikan
dan penggunaan sumber-sumber agraria khususnya dalam hal penguasaan, pemilikan dan penggunaan tanah.
Salah satu upaya yang dapat ditempuh guna mengatasi hal ini adalah melalui program/kegiatan reforma agraria
dan perhutanan sosial sebagai jalan redistribusi tanah kepada petani. Reforma agraria yang digalakkan haruslah
benar-benar memperbarui struktur dan hubungan agraria sehingga tercipta kemakmuran dan keadilan sosial.
Artinya harus ada pembatasan penguasaan, pemilikan dan penggunaan tanah, serta redistribusi tanah kepada
masyarakat yang benar-benar membutuhkan dan bersedia menggarap tanah. Selama ini, perkebunan termasuk
perkebunan kelapa sawit adalah salah satu yang memiliki struktur dan hubungan agraria yang timpang. Hal ini
tidak saja menyebabkan terjadinya dualisme perekonomian, yaitu ekonomi padat modal dengan petani subsisten.
Namun juga terjadinya konflik sosial yang berlangsung lama akibat terus berlangsungnya perampasan tanah
rakyat yang memicu konflik agraria di wilayah perkebunan. Banyak hal lain terkait aspek keadilan yang perlu
dipertimbangkan selain hal tersebut, sehingga dalam rencana aksi dapat dirumuskan program/kegiatan yang
lebih rinci guna mengembangkan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan dan berkeadilan.
Keluaran dari penyusunan rencana aksi pengembangan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan adalah matriks
program/kegiatan indikatif seperti yang disajikan pada Tabel 1.

5
PANDUAN PERENCANAAN PERKEBUNAN BERKELANJUTAN DAERAH BERBASIS PENDEKATAN YURISDIKSI
KOMODITAS KELAPA SAWIT

Tabel 1. Contoh Matriks Program/Kegiatan Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan

TARGET PELAKSANA/
ESTIMASI SUMBER DANA
KONDISI TAHUN KE- PENANGGUNG JAWAB
NO PROGRAM/KEGIATAN LOKASI VOLUME SATUAN BIAYA (APBN/APBD, CSR,
BASELINE (OPD/Kelompok Bisnis/Swasta,
1 2 3 4 5 (Rp) Donor, dll)
Filantropi, LSM, dll)
I ASPEK LINGKUNGAN
1 Pembangunan TPS/TPS3R (Tempat Pembuangan Semua desa di 5 Demplot 2 5 75.000.000 APBD Dinas Pertanian, Perkebunan dan
Sampah) Kecamatan ... Peternakan
2
3
...
dst

II ASPEK PRODUKTIVITAS
1 Pengembangan perbenihan/bibit unggul Semua desa di 5 Demplot 0 5 80.000.000 APBD Dinas Pertanian, Perkebunan dan
Kecamatan ... Peternakan
2
3
...
dst

III ASPEK STABILITAS


1 Pembangunan pasar kawasan/ sub terminal agribisnis Tewang Derayu 1 Paket 0 1 250.000.000 APBN Kementerian Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat
2
3
...
dst

IV ASPEK KEADILAN

6
PANDUAN PERENCANAAN PERKEBUNAN BERKELANJUTAN DAERAH BERBASIS PENDEKATAN YURISDIKSI
KOMODITAS KELAPA SAWIT

TARGET PELAKSANA/
ESTIMASI SUMBER DANA
KONDISI TAHUN KE- PENANGGUNG JAWAB
NO PROGRAM/KEGIATAN LOKASI VOLUME SATUAN BIAYA (APBN/APBD, CSR,
BASELINE (OPD/Kelompok Bisnis/Swasta,
1 2 3 4 5 (Rp) Donor, dll)
Filantropi, LSM, dll)
1 Penguatan dan Pendampingan BUMDES Bersama Kawasan 5 Kegiatann 0 1 1 1 1 1 100.000.000 APBD dan CSR Dinas Pemberdayaan
dalam pengembangan produk dan pemasaran Masyarakat Desa
2
3
...
dst

7
PANDUAN PERENCANAAN PERKEBUNAN BERKELANJUTAN DAERAH BERBASIS PENDEKATAN YURISDIKSI
KOMODITAS KELAPA SAWIT

4.3. Pedoman Penyusunan Rencana Implementasi


Rencana dan program kerja yang telah disusun menjadi dasar dalam melaksanakan aksi perkebunan kelapa sawit
berkelanjutan di daerah. Dalam upaya meningkatkan hasil guna dari implementasi Rencana Aksi Perkebunan
Kelapa Sawit Berkelanjutan tersebut perlu mempertimbangkan berbagai sumber daya yang langsung maupun
tidak langsung akan mempengaruhi tingkat ketercapaian program ini. Oleh karena itu perlu diperhatikan
keterkaitan antar bidang dan antar rencana strategis/rencana aksi sebelum implementasi dan hal ini menjadi
dasar dalam penentuan tahapan dan prioritas waktu maupun strategi dalam menjalankan kegiatan.
Untuk melihat keterkaitan antar bidang dan antar rencana strategis/rencana aksi tersebut dilakukan penyusunan
Tabel yang menghubungkan Rencana Aksi dengan Bidang-bidang dalam Organisasi perangkat daerah (OPD).
Tabel tersebut secara kualitatif akan memperlihatkan adanya keterkaitan antar bidang terutama dalam rencana
aksi pengelolaan perkebunan kelapa sawit secara lestari. Salah satu tujuan mengintegrasikan rencana aksi
perkebunan kelapa sawit berkelanjutan dengan bidang-bidang dalam OPD adalah agar rencana aksi yang sudah
disusun dapat diimplementasikan sesuai dengan rencana pembangunan daerah.
Keterkaitan antara Rencana aksi dengan bidang-bidang dalam OPD dapat dilihat pada tabel di bawah, sebagai
berikut:

No Rencana Aksi OPD OPD


Bidang.. Bidang… Bidang.. Bidang…

Rencana program/kegiatan yang telah disusun menjadi dasar dalam melaksanakan aksi pengembangan
perkebunan kelapa sawit berkelanjutan. Dalam upaya meningkatkan hasil guna dan implementasi rencana aksi
tersebut perlu mempertimbangkan berbagai sumber daya yang langsung maupun tidak langsung akan
mempengaruhi tingkat ketercapaian program/kegiatan tersebut. Oleh karena itu, perlu diperhatikan keterkaitan
antar aspek/bidang dan antar rencana rencana strategis/rencana aksi sebelum implementasi. Hal ini menjadi
dasar dalam penentuan tahapan dan prioritas waktu maupun strategi dalam menjalankan program/kegiatan.

4.3.1. Pedoman Penyusunan Rencana Kelembagaan Multipihak


Kelembagaan multipihak menjadi isu penting dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan.
Kelembagaan multipihak merupakan salah satu kunci untuk mencapai keberhasilan pengelolaan perkebunan
kelapa sawit berkelanjutan dengan pendekatan yurisdiksi. Rencana pengembangan kelembagaan memerlukan
dukungan berbagai pihak dan berbagai bidang secara komprehensif.
Di dalam mengembangkan kelembagaan multipihak, kolaborasi menjadi syarat mutlak agar kelembagaan
multipihak dapat berjalan. Inti dasar dari kolaborasi adalah modal sosial yang dimiliki diantara para pihak. Modal
sosial mengacu pada sumber daya yang dimiliki oleh para pihak dalam bentuk norma-norma (norms),
kepercayaan (trust) yang membentuk dan membangun kerja-kerja bersama melalui jaringan interaksi (network)
dan komunikasi yang harmonis dan kondusif. Modal sosial inilah yang mampu membuat para pihak bekerja
bersama untuk mencapai tujuan bersama dalam sebuah kelembagaan kolaborasi multipihak 1.
Mengelola kelembagaan multipihak berarti mengelola modal sosial para pihak. Di dalam proses mengelola
kelembagaan multipihak, penguatan modal sosial para pihak dijabarkan ke dalam bentuk peran, wewenang dan
tanggung jawab, sistem penghargaan dan keterikatan lainnya yang menghasilkan tindakan kolektif.
Pedoman ini, mengarahkan pengelolaan kolaborasi multipihak ke dalam beberapa tahapan yaitu (1) Inisiasi dan
pembentukan kelembagaan; (2) Penyusunan Rencana Aksi Bersama; (3) Pelaksanaan Rencana Aksi, (4)
Pemantauan dan Evaluasi, dan (5) Adaptasi dan pengembangan (Gambar 1). Hal ini selaras dengan Panduan

1 Coleman, J. 1999. Social Capital in the Creation of Human Capital. Cambridge: Harvard University Press.

8
PANDUAN PERENCANAAN PERKEBUNAN BERKELANJUTAN DAERAH BERBASIS PENDEKATAN YURISDIKSI
KOMODITAS KELAPA SAWIT

Kemitraan Multipihak Untuk Pelaksanaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia yang diterbitkan oleh
Kementerian PPN/Bappenas2.
Seluruh tahapan dan proses pengelolaan kolaborasi multipihak melalui kelembagaan multipihak merupakan
siklus yang berulang dan memerlukan sikap adaptif serta saling belajar di antara para pihak dengan menekankan
pada prinsip keterbukaan dan partisipasi. Pada tataran praktis, kolaborasi para pihak dibangun melalui
serangkaian pertemuan multipihak dan aksi bersama dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan.

Gambar 1. Siklus Tahapan Mengelola Kolaborasi Multipihak

Tahap Inisiasi dan Pembentukan Kelembagaan Multipihak


Langkah-langkah inisiasi kelembagaan multipihak yang disarankan adalah sebagai berikut:
1. Pemetaan para pihak kunci (key actor).
Mengidentifikasi para pihak kunci yang penting untuk dilibatkan dalam kerja-kerja bersama pengelolaan
perkebunan sawit berkelanjutan, perlu dilakukan di awal proses inisiasi kelembagaan multipihak. Beberapa
hal yang perlu diperhatikan dalam pemetaan aktor kunci mencakup mengidentifikasi pelaku utama usaha
perkebunan kelapa sawit, pengambil kebijakan terkait, organisasi atau lembaga yang bekerja pada isu
perkebunan kelapa sawit, asosiasi atau kelompok yang terkait langsung dengan usaha perkebunan kelapa
sawit, dan pihak-pihak lain yang berkepentingan dan dirasa perlu dilibatkan.
2. Menyepakati norma-norma kelembagaan multipihak
Proses kolaborasi akan melibatkan intensitas interaksi yang cukup tinggi, sehingga perlu upaya untuk
menyepakati norma-norma dan aturan main dalam kelembagaan multipihak. Ketidaksinkronan norma dan
aturan main yang terjadi diantara para pihak, di kemudian hari akan menghadirkan ancaman terhadap
legitimasi dan keberlanjutan kelembagaan multipihak tersebut.
3. Menyepakati bentuk kelembagaan multipihak
Bentuk kelembagaan kolaborasi perlu disepakati di awal agar memudahkan proses komunikasi dan
koordinasi para pihak pada tahap-tahap selanjutnya. Pilihan bentuk kelembagaan disesuaikan dengan
kebutuhan para pihak dan setiap pilihan bentuk memiliki kelebihan dan kekurangannya. Bentuk-bentuk
kelembagaan kolaborasi seperti forum, kemitraan, jaringan, kelompok kerja.
4. Merumuskan mekanisme komunikasi dan ruang koordinasi
Komunikasi dan koordinasi perlu dibangun dengan baik sebagai cara untuk menguatkan relasi dan
membangun kepercayaan (trust building) diantara para pihak dalam kelembagaan multipihak. Selain itu
mekanisme komunikasi dan koordinasi juga bertujuan untuk memantau (monitoring) dan mengevaluasi
kinerja dan capaian-capaian kelembagaan multipihak. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
merumuskan mekanisme komunikasi dan koordinasi adalah 1) menyepakati media atau ruang komunikasi

2Panduan Kemitraan Multipihak Untuk Pelaksanaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia yang diterbitkan oleh Kementerian PPN/Bappenas dapat
diunduh pada tautan berikut: https://collections.unu.edu/eserv/UNU:7354/Panduan_Kemitraan_Multipihak_24_Februari_2019_-_Versi_Cetak.pdf

9
PANDUAN PERENCANAAN PERKEBUNAN BERKELANJUTAN DAERAH BERBASIS PENDEKATAN YURISDIKSI
KOMODITAS KELAPA SAWIT

dan koordinasi yang akan digunakan bersama; 2) menetapkan tujuan membangun mekanisme komunikasi
dan koordinasi; 3) menyepakati intensitas (frekuensi) dan waktu komunikasi dan koordinasi; 4) merumuskan
bagaimana proses komunikasi dan koordinasi dilakukan agar mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

4.3.2. Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Konflik Multipihak


Dalam Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan, konflik para pihak sangat dimungkinkan terjadi dan
bahkan tidak dapat dihindarkan. Dalam hal ini, Pemerintah Daerah yaitu OPD terkait perlu melakukan identifikasi
potensi konflik dan menyusun rencana pengelolaan konflik agar dapat memandu upaya pencegahan atau mitigasi
serta penanggulangan konflik para pihak. Prinsip-prinsip kolaborasi dan partisipasi multipihak menjadi dasar
pengembangan kerangka kerja pengelolaan konflik multipihak.
Dalam melakukan upaya mitigasi dan penanggulangan konflik, kelembagaan pengelolaan konflik mutlak
diperlukan. Kelembagaan dalam bentuk mekanisme, tata cara dan ruang penyelesaian konflik perlu diidentifikasi
dan dipersiapkan untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan munculnya konflik para pihak di dalam
pelaksanaan pengelolaan perkebunan Kelapa Sawit berkelanjutan. Melalui skema komunikasi intensif dengan
para pihak yang bersengketa diharapkan konflik dapat dicegah dan diselesaikan dengan baik.
Agar kelembagaan ini dapat berjalan perlu membentuk Tim Pengelolaan Konflik yang terdiri dari perwakilan
pemerintah daerah, perusahaan, aparat kepolisian dan para pihak yang terkait. Tim pengelolaan konflik akan
menyusun rencana pengelolaan konflik multipihak yang pengelolaan perkebunan Kelapa Sawit berkelanjutan.
Arahan-arahan teknis yang dapat dikembangkan adalah sebagai berikut:
1. Membuat basis data konflik para pihak yang terjadi beserta tipologinya.
2. Menyusun skala prioritas pengelolaan konflik (mitigasi dan penanggulangan)
3. Mengembangkan skema dan mekanisme mitigasi dan penanggulangan konflik
4. Menyusun rencana pemantauan konflik para pihak.
5. Merancang kebutuhan pengembangan kelembagaan penyelesaian konflik
Beberapa rujukan panduan pengelolaan konflik yang disarankan untuk dipelajari lebih lanjut adalah sebagai
berikut:
1. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Nomor 84/Menlhk-Setjen/2015 Tentang
Penanganan Konflik Tenurial Kawasan Hutan.
2. Dokumen dapat diunduh pada laman: https://brwa.or.id/assets/image/regulasi/1457323765.pdf
3. Peraturan Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL), Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan (KLHK) Nomor P.4/PSKL/SET/PSL.1/4/2016 tentang Pedomen Mediasi Penanganan
Konflik Kawasan Hutan.
4. Dokumen dapat diunduh pada laman:
http://pskl.menlhk.go.id/pktha/pengaduan/frontend/web/uploads/04_PERDIRJEN_PSKL_NO_P_4_TENTAN
G_PEDOMAN_MEDIASI_KONFLIK_TENURIAL_KAWASAN_HUTAN.pdf.
5. Panduan Praktis Penanganan Konflik Berbasis Lahan. Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin).
6. Panduan dapat diunduh pada laman: http://www.conflictresolutionunit.id/wp-
content/uploads/2019/03/CRU.Panduan-Penanganan-Konflik-Berbasis-Lahan.29Nov2018.pdf.
7. RATA: A Rapid Land Tenure Assessment Manual for Identifying the Nature of Land Tenure COnflicts. World
Agroforestry Center.
8. Panduan dapat diunduh pada laman:
http://apps.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B16650.pdf
9. The Cost of Land and Natural Resources Conflict: A Community Perspective. Conflict Resolution Unit
(CRU)-Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD).
10. Dokumen dapat diunduh pada laman: http://www.conflictresolutionunit.id/wp-
content/uploads/2019/03/Summary-Biaya-Konflik-20180428.pdf.
11. KPH, Konflik dan REDD: Pembelajaran Hasil Asesmen Konflik Tenurial di Kesatuan Pengelolaan Hutan
(KPH). Working Group Tenure
Dokumen dapat diunduh pada laman:
http://www.wg-tenure.org/wp-content/uploads/2016/05/Buku%20KPH%20Konflik%20dan%20REDD.pdf

10
PANDUAN PERENCANAAN PERKEBUNAN BERKELANJUTAN DAERAH BERBASIS PENDEKATAN YURISDIKSI
KOMODITAS KELAPA SAWIT

4.3.3. Pedoman Penyusunan Rencana Pembiayaan dan Penganggaran


Berdasarkan Instruksi Presiden No. 6 tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit
Berkelanjutan Tahun 2019-2024. Presiden menginstruksikan bahwa dalam rangka Pembiayaan untuk
melaksanakan rencana aksi nasional perkebunan sawit berkelanjutan dibiayai oleh dana pemerintah, yaitu
melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) Kementerian dan lembaga, Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah (APBD) Provinsi dan Kabupaten/Kota, dan/atau sumber pembiayaan lain (dana non pemerintah) yang sah
sesuai dengan ketentuan peraturan peraturan perundangan-undangan.
Dalam rangka untuk mensinergikan dengan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah Daerah,
format, unit biaya kegiatan, serta sumber-sumber pendanaan dalam rencana pembiayaan dan penganggaran
perencanaan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan disesuaikan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang terbit setiap tahun.

4.4. Tahap Penyusunan Rencana Aksi


Arahan proses dan langkah-langkah dalam penyusunan rencana daerah perkebunan kelapa sawit adalah sebagai
berikut:
1) Memastikan partisipasi para pihak.
Memastikan keterlibatan seluruh pihak yang berkepentingan dalam proses perencanaan daerah pengelolaan
perkebunan kelapa sawit berkelanjutan. Komitmen dan kontribusi para pihak tersebut sangat penting dalam
perencanaan daerah yang menekankan proses pada pendekatan dan prinsip yurisdiksi.
2) Menyusun Rencana Daerah Perkebunan Sawit Berkelanjutan.
Penyusunan Rencana Daerah Perkebunan Kelapa Sawit mengacu pada langkah-langkah yang
direkomendasikan pada pedoman ini. Yang perlu diperhatikan adalah rencana daerah disusun berdasarkan
konsensus bersama dengan menekankan pada prinsip-prinsip perencanaan daerah perkebunan kelapa sawit
berkelanjutan yaitu prinsip komitmen terhadap kelestarian lingkungan, prinsip good agriculture practices dan
good manufacturing practices, prinsip stabilitas ekonomi/investasi, dan prinsip keadilan.
3) Pembagian peran dan tanggung jawab para pihak dalam pelaksanaan Rencana Daerah Perkebunan Sawit
Berkelanjutan.

11

Anda mungkin juga menyukai