Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH TEOLOGI ISLAM

TEOLOGI MAKANAN DAN GIZI

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 8
MAULIZA ZAHRA (0801192018)
MAZIATURRAHMAH (0801192035)
PUTRI AISYAH SIREGAR (0801193388)
TIARA NOVIA FAJAR AMINAH (0801192013)

KELAS :

IKM IV SEMESTER II

DOSEN PENGAMPU :

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

TA. 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SAW, atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas mata kuliah TEOLOGI ISLAM dengan tepat waktu, terwujud
dalam makalah kami “Teologi Makanan dan Gizi”
Harapan kami semoga hasil makalah ini dapat memberikan manfaat yang besar, baik
untuk kami ataupun orang lain. Tak lupa kami sampaikan ucapan terima kasih kepada dosen
Pengajar mata kuliah Teologi Islam Semester 2 atas bimbingan dan arahan beliau, kepada
teman-teman dan pihak-pihak yang turut mendukung untuk terciptanya makalah ini.
Akhir kata, kami menyadari makalah ini memiliki banyak kekurangan, karena itu
sangat diharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca demi perbaikan dan
sekaligus memperbesar manfaat tulisan ini sebagai referensi.

18 Mei 2020

Kelompok 8
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................................... i

Bab I Pendahuluan ......................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................................... 1


.............................................................................................................................
B. Tujuan ............................................................................................................... 1

Bab II Pembahasan ........................................................................................................ 2

A. Konsep Makan di Dalam Al-Qur’an dan Hadis................................................. 2


B. Kriteria Makan di Dalam Al-Qur’an................................................................... 7
C. Konsep Kesehatan Gizi Masyarakat................................................................... 9
D. Pengaruh Makanan.............................................................................................. 11
E. Teologi Makanan.............................................................................................. 12

Bab III Penutupan .......................................................................................................... 14

A. Kesimpulan ............................................................................................ 14
B. Saran .................................................................................................... 14
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seperti yang kita ketahui bahwa, Teologi Gizi Kesehatan Masyarakat menjelaskan
masalah makanan, memilih makanan ataupun mengkonsumsi makanan dalam pengertian
umum bukan sebatas perintah Allah swt semata. Tetapi, pola kita memilih dan
mengkonsumsi makanan yang akan kita makan sangat berpengaruh dengan tugas-tugas kita
di muka bumi ini sebagai hamba Allah swt. Jika, kita memasukkan makanan yang tidak baik
dalam tubuh kita maka tubuh kita lama kelamaan akan mengalami kerusakan. Sedangkan
sudah jelas Alla swt memerintahkan kita untuk menjaga kesehatan kita agae tetap bisa
bertaqwa kepadanya, dan masih banyak dari kita yang masih menerapkan pola makan yang
buruk padahal kita tau bahaya mengkonsumsi makanan yang tidak sehat. Tetapi masih
banyak dari kita yang mengabaikannya.

Sehingga makalah ini kami susun untuk memberikan pemahaman yang lebih kepada
para pembaca agar dapat lebih memahami apa itu gizi dalam teologi islam dan bagaimana
sebaiknya kita menerapkan asupan gizi yang sesuai dengan perintah Allah swt.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsen makanan dalam Al-Qur’an dan Hadis?
2. Bagaimana kriteria makanan dalam Al-Qur’an?

A. TUJUAN
a. Menjelaskan arti gizi dalam teologi islam
b. Menjelaskan bagaimana konsep makan yang benar
c. Menjelaskan berbagai keriteria makanan yang baik dan buruk
d. Menjelaskan pengaruh makanan dalam tubuh
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Makan Dalam Al- quran dan Hadis.

Islam adalah agama yang sempurna, yang artinya di dalam Islam diatur segala tentang
kehidupan tidak terkecuali dari pola makanan. Yang menjadi rujukan umat Islam adalah
Alquran dan Sunnah Rasulallah saw., sebab prilaku Rasulallah saw. adalah bagian dari
mubayyan ( penafsir ) dari Alquran. Oleh karenanya dituntut bagi umat Islam untuk
mengikuti kehidupan Rasulullah saw. Karena Nabi adalah himpunan dari gambaran adab dan
akhlak yang mulia.Muhammad saw. juga mengajarkan pola makan yang baik yang
seharusnya di contoh dan dipraktikan oleh umat Islam. Pola makan sehat yang banyak
diterapkan oleh umumnya manusia sekarang, khususnya muslim, masih relatif jauh dari
gambaran petunjuk yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw.

Tata cara pola makan sehat menurut Al-Quran dan Hadis

1. Memakan Makanan yang Halal dan Sehat


Firman Allah SWT dalam Q.S albaqarah ayat 168. Yang artinya : Hai sekalian
manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah
kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh
yang nyata bagimu(.Q.S albaqarah /2-168)

2. Mencuci Tangan Sebelum dan Sesudah Makan


Anjuran Rasulullah cuci tangan sebelum dan sesudah makan ternyata sejalan dengan
ilmu medis kerna kebersihan tangan adalah prasyarat untuk memperoleh nikmatnya
kesehatan. Jika kebersihan tangan anda tidak terjaga atau sebarangan memegang sesuatu
yang kotor, dampaknya sangat besar bagi ketahanan tubuh anda ketika terserang penyakit.
Mengapa kebersihan tangan hendak dijaga, sebab tangan adalah bagian terluar dari kulit
dan merupakan tabir pembatas antara linkungan sekitar. Jika tangan tidak dicuci terlebih
dahulu sebelum makan, berbagai kuman dan racun akan mudah hinggap. Apa lagi telapak
tangan manusia merupakan bagian organ tubuh yang paling fleksibel kerana banyak
berinteraksi dengan dunia luar, semisal bersalaman, menggenggam atau menyentuh
sesuatu. Dalam dunia medis, lebih 70% penyakit infeksi seperti influenza, penyakit
cacingan lebih banyak disebabkan oleh kontaminasi lewat telapak tangan.
3. Tidak Berlebih-lebihan
Ada tiga tingkatan mengkonsumsi makanan; pertama, sekedar memenuhi kebutuhan,
kedua, sekedar mencukupi ( memadai ), atau ketiga, berlebihan. Sebagaimana firman
A;;ah SWT dalam surah al-A’raf ayat 31:

‫يَا‬ ‫س ِج ٍد ُك ِّل ِع ْن َد ِزينَتَ ُك ْم ُخ ُذوا آ َد َم بَنِي‬ ْ ‫س ِرفُوا ا َول َوا‬


ْ ‫ش َربُوا َو ُكلُوا َم‬ ْ ُ‫ال ِإنَّهُ ت‬

ْ ‫ا ْل ُم‬
‫س ِرفِينَ يُ ِح ُّب‬

Artinya : Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki)
mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. "(Q. S. al- A'raf [7]: 31)

4. Dudu Lurus dan tidak bersandar


Manfaat larangan Nabi untuk duduk tegak dan tidak bersandar secara ilmiah ada
beberapa macam, diantaranya karena pada saat duduk dengan posisi tegak syaraf
pemcernaan berada dalam keadaan tenang, tidak tegang sehingga apa yang dimakan akan
berjalan pada dinding usus dengan lembut dan perlahan sehingga tercipta keseimbangan
organ pencernaan.

5. Tengang dan Tidak Terburu-buru


Etika makan yang sangat penting untuk diperhatikan oleh setiap umat berdasarkan apa
yang dianjurkan oleh Rasulullah saw. adalah makan dengan tenang dan tidak terburu-
buru. Jika makan dalam keadaan terburu-buru, itu tidak mencerminkan etika yang baik
kerna mencerminkan sikap rakus atau tamak. Rasulullah saw. mengajarkan umatnya
makan secara pelan-pelan karena sangat berpengaruh pada aspek psikologis, yakni bisa
menciptakan suasana rileks atau santai sehingga perdampak positif bagi kelancaran
saluran pencernaan. Suasana rileks ketika makan akan semakin memberikan kelazatan
yang sangat luar biasa. Untuk menjaga lajur makanan yang masuk kemulut, usahakan
senduk jangan terisi secara penuh dalam rangka memberikan kesempatan kepada mulut
untuk mengunyah makanan terlebih dahulu secara halus. Sebab, nabi mengajarkan agar
mengunyah makanan hingga halus merata. Hal ini sebagai salah satu upaya agar
kerongkongan dapat menelannya tanpa kesulitan dan lambung tidak kesusahan dalam
mencerna makanan

6. Tidak Meniup Makanan


Nabi melarang kita meniup makanan seperti halnya bernafas saat minum. Makanan yang
ditiup mengandung H2CO3 yang berguna mengatur pH di dalam darah yang akan
mempengaruhi tingkat keasaman dalam darah sehingga akan menyebabkan suatu keadaan
dimana darahakan menjadi lebih asam dari seharusnya sehingga ph dalam darah menurun,
keadaan ini lebih dikenal dengan istilah asidosis.

B. Kriteria Makanan di Dalam Al’Qur’an


Dalam konteks kriteria makanan di dalam Al-Qur’an kita menemukan dua konsep
yang menarik untuk dielaborasi dan selanjutnya dihubungkan dengan kesehatan gizi
masyarakat. Dua konsep yang dimaksud adalah halal dan thayyib. Kata “halal” berasal dari
akar kata yang berarti “lepas” atau “tidak terikat”. Sesuatu yang halal adalah terlepas dari
ikatan bahaya duniawi dan ukhrawi. Karena itu kata “halal” juga berarti “boleh”. Dalam
bahasa hukum, kata ini mencakup segala sesuatu yang dibolehkan agama. Baik kebaikan itu
bersifat sunnah, anjuran untuk dilakukan, makruh (anjuran untuk ditinggalkan) maupun
mubah (netral/boleh-boleh saja). Karena itu boleh jadi ada sesuatu yang halal (boleh), tetapi
tidak dianjurkan, atau dengan kata lain hukumnya makruh. Nabi SAW misalnya melarang
seseorang mendekati mesjid apabila ia baru saja memakan bawang. Nabi bersabda
sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Daud melalui Ali bin Abi Thalib: Rasul SAW, melarang
memakan bawang putih kecuali setelah dimasak.
Kata thayyib dari segi bahasa berarti lezat, baik, sehat, menentramkan, dan paling
utama. Pakar-pakar tafsir ketika menjelaskan kata ini dalam konteks perintah makan
menyatakan bahwa ia berarti makanan yang tidak kotor dari segi zatnya atau rusak
(kadaluarsa), atau dicampuri benda najis. Ada juga yang mengartikannya sebagai makanan
yang mengundang selera bagi yang akan memakannya dan tidak membahayakan fisik dan
akalnya. Kita dapat berkata bahwa kta thayyib dalam makanan adalah makanan yang sehat,
proporsional, dan aman. Tentunya sebelum itu halal.
Beberapa indikasi makanan yang thayyib itu adalah, pertama, makanan yang sehat
adalah makanan yang memiliki zat gizi yang cukup dan seimbang. Dalam Al-Qur’an
disebutkan sekian banyak jenis makanan yang sekaligus dianjurkan untuk dimakan, misalnya
padi-padian (QS Al-Sajdah (32): 27), pangan hewani (QS Ghafir (40): 79), ikan (QS An-Nahl
(16): 14), buah-buahan (QS Al-Muminun (23): 19), lemak dan minyak (QS Al-Muminun
(23): 21), madu (QS Al-Nahal(16): 14), dan lain-lain. Penyebutan aneka jenis makanan ini,
menentukan kearifan dalam memilih dan mengatur keseimbangannya.
C. Konsep Kesehatan Gizi Masyarakat

Ilmu Gizi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang makanan yang
mengandung enam macam zat gizi itu, yaitu air, karbohidrat, lemak, protein, mineral dan
vitamin dalam hubungannya dengan tidak hanya bebas dari penyakit, melainkan sehat fisik,
sehat mental dan sehat sosial sehingga mampu bekerja, berproduksi dan bersilaturahmi
dengan sesama.

Achmadi menuliskan bahwa pada awalnya ilmu gizi didefinisikan sebagai cabang ilmu
yang mempelajari proses pangan setelah dikosumsi oleh manusia, masuk ke dalam tubuh,
mengalami pencernaan, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme serta pengeluararn
zat-zat yang tidak digunakan yang berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan yang sehat
serta gigi yang sehat pula.

Selanjutnya yang dimaksud Ilmu Gizi Masyarakat merupakan bagian dari Ilmu Kesehatan
Masyarakat. Tujuan pertama adalah mempelajari kecukupan makanan suatu masyarakat atau
bangsa, sehingga setiap anggota masyarakat itu mempunyai status gizi yang baik dan
kesehatan yang optimal. Tujuan kedua adalah mempelajari pencegahan penyakit. Untuk
menyediakan kecukupan pangan bagi suatu masyarakat dan meningkatkan kesehatan
penduduknya, maka penyediaan pangan dan sarana kesehatan harus terjamin. Demikian juga
sumber daya yang manusianya harus professional dan terlatih.

Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan hasil dari berbagai penelitian, para ilmuwan
menyebut zat aktif yang terkandung dalam bahan makanan itu zat gizi atau nutrient. Ilmu
Gizi mengidentifikasi enam jenis zat gizi yaitu: air, karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan
mineral.

Dari keenam zat gizi itu, karbohidrat, lemak dan protein dibutukan dalam jumlah yang
besar oleh tubuh dan disebut makronutrien. Oleh karena itu satuan berat yang digunakan
adalah gram (g). Sedangkan vitamin dan mineral disebut mikronutrien, karena diperlukan
dalam jumlah yang sangat kecil; dengan demikian maka satuan berat yang dipakai adalah
milligram (mg), mikrogram (ug) dan SI (Satuan Internasional) atau IU (International Unit).
D. Pengaruh Makanan
Makanan sangat berperan penting dalam pertumbuhan, perkembangan dan kesehatan
manusia. Makanan juga mempengaruhi jiwa seorang manusia, ini dapat kita ambil dari
pendapat ulama Al-Harali yang berpendapat kata rijs yang disebutkan dalam Al-Qur’an
sebagai alas an untuk mengaharamkan makanan tertentu , contohnya: minuman keras,
bangkai, darah, dan daging babi. Kata rijs memiliki makna “keburukan budi pekerti serta
kebobrokan moral”. Sehingga, dapat kita simpulkan bahw a Allah swt melarang kita
memakan makanan tersebut dikarenakan ada efek negatif(memperburuk mental) yang
ditimbulkan dari makanan tersebut.

Dapat kita buktikan dalam kehidupan sehari-hari, perhatikan orang yang sering
mengkonsumsi alkohol dia tidak hanya dengan sengaja merusak system kerja ginjal tetapi
efek samping yang ditimbulakan dari setelah meminum minuman keras adalah mabuk,
mabuk ini dimana orang sudah tidak sadar dengan keadaan sesungguhnya, orang yang mabuk
cenderung lebih sering bertingkah negatif , dia memiliki pemikirannya sendiri sehingga ia
tidak dapat lagi mengendalikan dirinya, dan berbuat sesuka hatinya. Ini lah yang dikatakan
bahwa makanan yang tidak baik jika dikonsumsi dapat mengakibatkan rusaknya moral bukan
hanya merusak tubuh.

Sedangkan, orang yang menjaga makannya dengan mengkonsumsi makanan-makanan


sehat dan bergizi akan terlihat lebih segar, fikiran pun terasa lebih segar dan orang yang sehat
mengkonsumsi makanan sehat dapat melakukan aktifitas yang bernilai positif dan produktif.

E. Teologi Makanan
Islam sangat menekan kan prinsip kesetimbangan, mizan, termasuk dalam hal
manajemen makanan. Allah ta’ala telah merancang mekanisme fisiologis untuk
mengendalikan asupan makanan. Hadirnya mekanisme ini, tubuh akan memberitahu disaat
kita sedang lapar sehingga membutuhkan asupan makanan. Tubuhpun akan memberitahu jika
kita sudah merasakan kenyang sehingga, aktifitas makan akan kita berhentikan. Konsekuensi
melanggar pemberitahuan tubuh terhadap kita akan rasa lapar dan kenyang adalah akan
mengakibatkan kerusakan pada tubuh kita. Al-Qur’an telah menegaskan keharusan manusia
untuk bersikap proposional dan tidak berlebih-lebihan.

Terlampau banyak makan akan menutup hati dan pikiran, mendatangkan kemalasan,
menghilangkan sensivitas jiwa. Cahaya ilmu pun akan sulit kita terima jika kita terlalu
banyak makan yang mengakibatkan perut terisi sangat penuh. Menyedikitakn makan akan
membuat kita lebih mudah dalam menerima informasi ataupun pelajaran dan membuat
fikiran lebih jernih dan tajam. Pengendalian dir adalah cara terbaik untuk memastikan kita
tetap berada dalam sunnatullah.

Pertama, kita mengendalikan nafsu makan dengan keimanan. Dapat dikatakan bahwa
saat orang beriman makan, makan itu dijadikannya untuk mengisi energinya agar dapat
beribadah kepada Allah swt. Dan makan dengan tidak berlebihan, Rasul berkata bahwa
orang-orang beriman hanya makan ketika lapar dan berhenti sebelum kenyang.

Kedua, mengendalikan nafsu makan dengan berpuasa atau disebut juga dengan
shaum. Ketiga, mengendalikan nafsu makan dengan membatasi asupan makanan. Adapun
yang menjadi masalah adalah manusia terasa sangat sulit dalam mengendalikan makannya.
Jean Baudrillard mengatakan, saat ini model masyarakat mengkonsumsi sesuatu bukan lagi
didasarkan pada kebutuhan. Tetapi, manusia mengkonsumsi sesuatu hanya karna untuk gaya
hidup atau hanya demi suatu pencitraan. Ia makan bukan didasarkan oleh factor
internal(lapar) melainkan karena factor eksternal.

Seperti pada surah Al-Lumazah adalah mereka yang menggunakan logika hasrat yang
sampai kapanpun tidak akan terpuaskan. Nabi pernah memberi peringatan, orang yang rakus
itu akan ditandai dengan apabila ia diberikan satu lading yang berisi emas, niscaya ia akan
meninta lagi lading emas lainnya/lading emas yang kedua, dan begitu seterusnya. Sekalgi
lagi, logika hasrat tidak akan pernah menemukan titi hentisampai akhirnya manusia menuju
kubur. Kecintaan mereka kepada dunia membuat mereka lupa kewajibannya sebagai seorang
hamba.

Al-Qur’an dan hadis Nabi menunjukkan bahwa siapapun yang hanya memenuhi
logika hasrat maka cepat atau lambat orang itu akan mengalami kehancuran. Allah telah
menetapkan bahwa apa yang ada di alam ini memiliki ukurannya sendiri. Perut, secara umum
tubuh tentu telah menetapkan adanya ukuran tersendiri untukk mengisi perut. Berapa asupan
yang dibutuhkan tubuh telah ditentukan oleh ahlinya. Itulah yang seharusnya kita penuhi.
Tidak mengurangi takaran yang telah ditentukan dan tidak pula mengurnginya. Demikian
juga dalam konteks gizi semua ada ukurannya, manusia hanya memenuhi unsur-unsur gizi
yang telah ditetapkan sehingga kebutuhan gizi tubuh menjadi terpenuhi dengan baik.
BAB III

PENUTUPAN

A. KESIMPULAN

Di dalamteologi gizi kesehatan masyarakat kata kuncinya adalah bagaimana kita hidup
dengan cara seimbang. Allah sebagai pencipta, telah menetapkan di alam ini apa yang di
sebut dengan nama kadar yang bermakna ukuran, takaran dan batasan. Keselamatan dan
kebaikan manusia hanya akan terwujud apabila manusia memenuhi kadarnya.

Pemenuhan gizi seimbang merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan manusia
dalam jika ingin hidup sehat dan ingin membuktikan kepatuhan terhadap sunatullah dalam
hal gizi. Ketika keseibangan ini terganggu maka akibat yang akan dirasakan manusia adalah
kerusakan pada tubuhnya sendiri.

B. SARAN

Sebaiknya, kita sebagai umat muslim harus pandai dalam menajemen konsep makan
yang baik yang telah Allah swt atur dan telah dicontohkan oleh Nabi Muhammas saw.
Agar hidu lebih bermanfaat dan sehat serta selalu dalam lindungan Allah swt.

Anda mungkin juga menyukai