Anda di halaman 1dari 7

7 Cara Menjadi Istri yang Baik Menurut

Kristen Taat dan Setia


√ Quality Checked
Hidup berumah tangga salah satu yang penting yaitu memahami prinsip cara menjadi istri
yang baik menurut Kristen. Karena dalam firman Allah diberikan bahwa langkah-langkah
menjadi istri yang baik memang tidak mudah. Tetapi tidak ada yang mustahil selama kita
melakukan cara berdoa yang benar dan berserah pada Allah. Karena itu supaya dapat
berhasil, terapkan beberapa cara menjadi istri yang baik menurut Kristen berikut ini.

1. Taat

Seorang istri yang berkenan di hadapan Allah yaitu mereka yang taat dan tunduk kepada
suaminya. Seperti yang tertuang dalam alkitab bahwa seorang istri memiliki kewajiban
untuk tunduk di bawah otoritas suami apapun keadaan yang dimiliki oleh suaminya. Oleh
karena itu sebagai pendamping suami yang baik seorang istri harus terus taat dan
melakukan apa yang diperintahkan suami kepadanya.

2. Hormat

Seorang istri juga memiliki kewajiban untuk menjaga rasa hormat pada suami. Sehingga
dengan demikian maka rumah tangga yang dibangun akan jauh dari resiko perzinahan
menurut Alkitab atau tidak setia kepada pasangan. Karena salah satu hal yang memicu
dosa adalah saat istri tidak dapat hormat kepada suami.

3. Sabar

Selalu berlaku sabar dalam rumah tangga dan selalu lakukan semuanya dengan sukacita.
Dalam kesabaran ada buah-buah Roh Kudus yang dinyatakan. Sehingga dengan demikian
Tuhan akan melihat hal tersebut dan memberi kebaikan pada rumah tangga yang dijalani.

4. Penuh Kasih

Seorang istri hendaknya juga penuh kasih kepada suami. Karena inilah yang menjadi
dasar dari ketaatan dan rasa hormat pada suaminya. Dengan membangun prinsip kasih
tentang Alkitab dan cinta yang berasal dari Allah, maka akan lebih mudah menjadi istri
sesuai dengan firman dan kehendak Allah pada wanita Kristen yang sejati.

5. Pekerja Keras

Istri hendaknya juga bekerja keras dalam tanggung jawabnya mendukung suami bagi
keluarga. Seperti misalnya mendidik anak dan memastikan seluruh rumah dan sisinya
berjalan dengan baik. Hal ini memang butuh rasa kesabaran dan keikhlasan yang tinggi.
Karena itu selalu berdoa dan minta tujuan karunia Roh Kudus untuk dapat menguatkan
hati seorang istri dalam melayani keluarganya.

6. Mengayomi

Istri yang baik akan berusaha mengayomi anak-anaknya dan mendidik mereka penuh
ketaatan dan takut akan Tuhan. Kedepankan kasih sehingga sanggup memberikan
perlindungan pada anak-anak yang di rumah dan memberikan lebih banyak perasaan
damai dan tenang pada seisi keluarga.

7. Berjaga-jaga

Menjadi istri yang baik dalam Kristen termasuk mampu berjaga-jaga baik dalam keadaan
apapun. Sehingga saat tiba saat terburuk akan selalu siap mendukung langkah suami dan
tetap taat. Karena itu selalu minta karunia Roh Kudus untuk memberikan kebijaksanaan
menjadi istri yang dikehendaki Allah.

Itulah beberapa cara menjadi istri yang baik menurut Kristen. Dengan berusaha untuk
menjadi istri yang sesuai firman Tuhan, tentunya rumah tangga yang dibangun
dalam prinsip dasar pernikahan Kristen akan menjadi rumah tangga yang diberkati. Oleh
karena itu selalu berusahalah dan berdoa memohon menjadi istri yang sesuai bagi
pasangan Kristen. Dengan demikian maka suami serta anak-anak akan senantiasa
bertumbuh dalam pengenalan akan Allah dan membangun rumah tangga yang sesuai
kehendak Bapa di surge.

KARTINI

"Jangan biarkan kegelapan kembali datang jangan biarkan kaum wanita


kembali diperlakukan semena-mena." -R.A. Kartini
Kartini adalah pahlawan Indonesia yang memperjuangkan hak dan kebebasan wanita.
Ia adalah tokoh emansipasi, yang berusaha agar wanita Indonesia bisa sama-sama
merasakan pendidikan layaknya pria, tak harus selamanya berurusan dengan dapur
saja. Ia percaya bahwa dengan mengenyam pendidikan, wanita akan lebih maju.

Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat lahir dalam keluarga bangsawan. Karena hal
tersebut, ia beruntung bisa mengenyam pendidikan di ELS (Europese Lagere School,
setara SD) hingga usia 12 tahun.

Kartini rajin dan semangat bersekolah hingga ia mampu baca tulis, berhitung, bisa
bahasa Belanda, dan mempelajari banyak hal lain. Sayang, masa sekolahnya harus
terhenti karena ia harus tinggal di rumah untuk dipingit dan siap dinikahkan. Adat kala
itu mengharuskan wanita menunggu laki-laki yang kelak datang untuk melamarnya.

Tetap patuh mengikuti putusan orang tua, Kartini tidak patah semangat dan terus
belajar selama masa pingitnya. Ia belajar hal baru dengan membaca buku, membaca
surat kabar Eropa, mengasah kemampuan berbahasa Belanda, dan bertukar cerita
maupun pendapat dengan teman-temannya yang ada di Belanda.

Dari situlah ia sadar bahwa masyarakat Indonesia khususnya wanita, sangat tertinggal
dalam berbagai aspek. Ia melihat wanita pribumi yang dipandang sebelah mata, sangat
berbeda dengan wanita Eropa yang sudah lebih maju dan memiliki pemikiran terbuka.
Kartini bertekad bulat untuk bisa meningkatkan derajat dan menyetarakan hak serta
status wanita Indonesia, sama dengan pria.

Dan di hari ini, mari kita rayakan hari lahir Ibu Kartini dengan mempelajari dan
mengamalkan sifatnya yang sangat inspiratif. Dikutip dari beberapa sumber, berikut
sifat-sifat beliau yang dapat kita teladani dan amalkan di masa kini.

Semangat dan dedikasi Kartini begitu besar di bidang pendidikan untuk kaum perempuan. Ikuti
semangat Kartini dalam menggapai mimpi dan memperluas wawasan, salah satunya dengan
membaca buku yang merupakan gudang ilmu.

 Kedudukan wanita secara sosial di masyarakat Indonesia sangatlah rendah pada waktu
itu. Contohnya, wanita hanyalah bisa ‘berdiam’ di rumah orang tuanya, dipersiapkan
untuk menikah. Setelah menikah, wanita dibawah otoritas suaminya. Pendidikan
bukanlah hak para wanita, tugas mereka hanyalah urusan rumah tangga.
 Kartini mempelopori gerakan emansipasi wanita, contoh: hak wanita dalam pendidikan,
otoritas, kedudukan di muka hukum (legalitas), dan banyak lainnya.

Apa pandangan Alkitab terhadap emansipasi ini? Sesuatu hal yang baik atau buruk? Di
pandangan masyarakat pada umumnya, emansipasi wanita adalah hal yang sangat baik, apalagi
mengingat semua manusia adalah sederajat, tidak memandang ras, agama, maupun jenis
kelamin.

Di dalam masalah pendidikan ataupun pekerjaan (karir), Alkitab tidak mempunyai tulisan secara
langsung. Tapi, mari kita lihat contoh istri yang bijaksana dari Amsal 31:26-27

“Ia membuka mulutnya dengan hikmat, pengajaran yang lemah lembut ada di lidahnya. Ia
mengawasi segala perbuatan rumah tangganya, makanan kemalasan tidak dimakannya”
Bagaimana mungkin kalau si istri ini bisa menjadi hikmat, tanpa pendidikan yang benar? Sudah
jelas, bahwa Firman Tuhan sama sekali tidak menentang pendidikan untuk kaum wanita.
Sebaliknya, Firman Tuhan memuji ‘wanita yang bijaksana’!

Bagaimana dalam hal otoritas, atau hak dalam keputusan untuk dirinya sendiri? Contoh kasus:

Si istri telah mencapai puncak karir di dalam tempat bekerjanya. Si suami resah karena rumah
tangganya (termasuk anak-anaknya) mulai terbengkalai dengan mereka berdua bekerja full-
time. Lalu, si suami memutuskan untuk si istri berhenti bekerja dan mulai mengurus urusan
rumah tangga. Si istri keberatan, dan menolak saran dari suaminya. Si istri menekankan akan
haknya yang seharusnya setara dalam mengambil keputusan di dalam keluarga. Si istri
bersikeras untuk melanjutkan karirnya dan berharap si suami akan mengerti.

Apakah tindakan si istri ini salah? Lagipula, di dalam semangat emansipasi wanita, si istri


memang seharusnya mempunyai hak yang sama, bukan begitu?

Mari kita lihat Efesus 5:22-23

“Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri
sama seperti Kristus adalah kepala jemaat…”

Menurut Firman Tuhan, hitam di atas putih, memang sepatutnya istri tunduk kepada suami
(bukan sebaliknya seperti di kebanyakan rumah tangga!). Juga seperti yang ditekankan dari
Amsal 31, istri yang bijaksana akanlah mementingkan kebutuhan rumah tangganya terlebih
dahulu, lebih dari keinginan atau ambisi dirinya sendiri.

Wah, berarti Firman Tuhan menentang emansipasi wanita, begitu? Tergantung apa


definisi emansipasi tentunya. Kalau kita mendefinisikan emansipasi sebagai menuntut hak
untuk pendidikan (atau lainnya), dengan tujuan kepentingan bersama, saya pikir Firman Tuhan
justru memuji tindakan ini:

“Janganlah melakukan sesuatu karena didorong kepentingan diri sendiri, atau untuk
menyombongkan diri. Sebaliknya hendaklah kalian masing-masing dengan rendah hati
menganggap orang lain lebih baik dari diri sendiri” Filipi 2:3

Tetapi, kalau definisi emansipasi itu adalah ‘tiket untuk bebas melakukan apa saja’, apa
bedanya dengan emansipasi manusia, yang dipelopori oleh Adam dan Hawa?

Catatan: Konteks tulisan ini adalah di dalam hubungan suami-istri. Untuk yang tidak menikah,
argumen di Filipi 2:3 tetaplah berlaku
1. Cerdas & Berwawasan Luas
Walaupun berhenti sekolah setelah umur 12 tahun dan dipingit, Kartini tetap semangat
mempelajari hal-hal baru saat di rumah. Lewat kotak bacaan langganan ayahnya
(leestrommel), ia memperkaya wawasan lewat buku, koran, dan majalah dari dalam
maupun luar negeri. Bacaannya juga berbagai tema dari sosial, politik, hingga sastra.

Selama dipingit, Kartini bersama adik-adiknya juga senang belajar menggambar,


membatik, memasak, berlatih Bahasa Belanda, dan bermain piano. Wawasannya juga
semakin luas, karena ia sering berbagi pengalaman lewat surat menyurat bersama
temannya di Belanda, seperti pada Rosa Abendanon dan Estella Zeehandelaar.

Kartini memperlihatkan bahwa belajar tidak harus dari sekolah saja. Kamu bisa
mempelajari banyak hal dari mana pun, apalagi di masa sekarang kita mudah sekali
mendapatkan akses belajar. Dengan mengetahui banyak hal, pikiran kita akan semakin
kritis, terbuka, dan maju.

Sama halnya dengan pengalaman dari Tara Westover dalam bukunya


berjudul Terdidik (Educated) tentang keberhasilannya mencapai pendidikan doktoral,
padahal masa kecilnya tidak pernah mengenyam pendidikan formal.

2. Memiliki Tekad yang Bulat & Pantang Menyerah


Saat bersekolah, ia kerap dicemooh dari guru-guru orang Belanda karena ia
perempuan dan mempunyai kulit berwarna. Walaupun begitu, ia tetap rajin dan
semangat belajar untuk berusaha maju menyamakan diri dengan kepintaran anak-anak
Belanda lain.

“Orang-orang Belanda itu menertawakan dan mengejek kebodohan kami,


tetapi kami berusaha maju, kemudian mereka mengambil sikap menantang
kami. Betapa banyaknya duka cita dahulu semasa kanak-kanak di sekolah,
para guru dan banyak di antara kawan mengambil sikap permusuhan
kepada kami. Kebanyakan guru itu tidak rela memberikan nilai tertinggi
pada anak Jawa, sekali pun si murid berhak menerima.” (Surat kepada
Estella Zeehandelaar, 12 Januari 1900, dikutip pada ilovelife.co.id)
Demi memajukan para wanita Indonesia, dalam masa pingitan Kartini membuka
sekolah untuk anak-anak perempuan yang tinggal di sekitar rumahnya. Ia mengajarkan
membaca, menulis, berhitung, bernyanyi, dan keterampilan lainnya. Setelah masa
pingit Kartini dan adik-adiknya selesai, mereka pun diizinkan oleh sang ayah membuka
sekolah bagi masyarakat di pendapa kabupaten.
Saat harus menikah, beliau juga tetap melanjutkan membuka sekolah khusus untuk
mendidik perempuan dan anak-anak. Untunglah ia didukung suaminya untuk
membangun sekolah di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor Kabupaten
Rembang (detik.com, 20/04/21).

3. Patuh & Menghormati Orang Tua


Pandangan Kartini sangat berbeda dengan orang tuanya. Pertama saat ia diharuskan
berhenti sekolah dan dipingit di rumah hanya untuk menunggu lelaki datang
menikahinya. Lalu saat ia dilarang pergi ke Belanda atau Batavia untuk mengenyam
pendidikan, dan terakhir saat ia dijodohkan oleh orang tuanya. Walaupun begitu, ia
tetap menghormati sikap dan menerima keputusan orang tuanya.

Kartini tidak membangkang, ia rela berkorban dan meredam ego untuk tetap patuh
terhadap orang tuanya. Disamping itu ia juga tetap berusaha untuk menggapai cita-
citanya. Menghormati orang lain berarti kita bisa menghargai mereka. Rela berkorban
juga berarti kita lebih mementingkan kepentingan bersama dibanding pribadi.

Ada satu buku yang mengangkat tema dari budaya kawin tangkap di Sumba, dan
mengisahkan pengalaman para perempuan yang harus mengalami adat tersebut.
Buku Perempuan yang Menangis Kepada Bulan Hitam, sangat kritis dalam
memperlihatkan budaya yang sangat merugikan perempuan dan seolah hanya
dijadikan objek, tak punya pilihan, dan tidak boleh memiliki kebebasan.

4. Berani dan Optimis


Terkukang adat, perbedaan pendapat dengan orang tua atau masyarakat, tak
menjadikan Kartini berhenti mencari cara untuk memperluas wawasan. Sikapnya yang
berani mendobrak berbagai aturan, serta optimis bahwa apa yang dilakukannya bisa
berdampak besar, membuktikan dengan hasil di mana sekarang wanita Indonesia
sudah bisa mendapatkan hak yang sama dengan laki-laki.

Melalui karya tulisan dan surat-suratnya, Kartini juga menyuarakan apa yang dirasa
serta dipikirkan, bahwa perempuan harus keluar rumah, belajar, dan mengejar cita-cita,
bukan hanya sekadar mengurus rumah tangga. Admin setuju banget! Para wanita
Indonesia jangan pernah takut menggapai mimpi, berani speak up, dan dapatkan
segala yang kamu inginkan!

Semangat juang, berani melakukan hal baru, dan pentingnya rasa optimis dengan apa
yang dilakukan, sama dengan pengalaman dari si kembar cantik, Maria dan Elizabeth,
dalam bukunya Becoming Unstoppable.
5. Sederhana dan Rendah Hati
Lahir sebagai keturunan bangsawan, tak menjadikan dirinya sombong atau hidup
berfoya-foya. Bahkan ia menolak perilaku para bangsawan lain yang menggunakan
status dan derajat mereka untuk menindas kaum di bawahnya. Ia malah senang
bergaul dan berteman dengan siapa saja.

Karena ibu kandungnya hanyalah selir dari rakyat biasa, aturan feodal membuatnya tak
boleh memanggil kata "Ibu" tapi dengan kata “Mbakyu”, sedangkan ibunya memanggil
Kartini “Ndoro”. Aturan itu juga membuat adik-adiknya harus berjalan jongkok,
menyembah, menunduk, dan bersuara pelan ketika berbicara dengannya.

6. Berjiwa Sosial dan Penuh Kasih Sayang


Kartini sangat peduli dengan orang-orang di sekitarnya. Beliau mengajar pada anak-
anak kecil yang tak seburuntung dirinya, untuk tetap mendapatkan pendidikan. Beliau
pun selalu memandang bahwa manusia diciptakan untuk saling menyayang dan
mengasihi.

Sifat perhatian ini bisa kita terapkan dengan memperhatikan hal-hal kecil di sekitar kita,
dan meningkatkan rasa empati dengan sesama, agar orang-orang juga ikut bahagia.

Menjalin sosial dan kasih sayang dengan sesama, tertuang juga pada kisah Briseis,
sang ratu Lynrnessus yang kotanya dihancurkan Yunani dan akhirnya menjadi budak
Achilles. Kisahnya pada buku Perempuan-Perempuan Kelu (The Silence of the
Girls), menceritakan bahwa ia menjalin hubungan dengan para budak yang menjadi
pelacur, perawat, petugas yang memandikan mayat, dan kurban darah, untuk
menyuarakan apresiasi semangat perempuan.

Anda mungkin juga menyukai