PENDAHULUAN
umum, korelasi antara kekuasaan sebagai pemegang politik dan pemerintahan, dengan kebijakan
pendidikan tidak dapat dipisahkan. Dapat juga dikatakan bahwa penerapan pendidikan di suatu
masyarakat, daerah, hingga negara tidak dapat dipisahkan dari kebijakan pemerintah dan situasi
serta suasana politik yang berlaku di era tersebut. Menurut Asep Suryana, kebijakan pendidikan
merupakan upaya mengatur pendidikan, yang tidak dapat terlepas dari kekuasaan secara politis 1.
(Perjalanan sejarah pendidikan tidak terlepas dari korelasi pemegang kekuasaan dengan
kebijakan pendidikan yang ada. Penerapan pendidikan di suatu wilayah tertentu dan waktu
tertentu tidak dapat dipisahkan dari kebijakan pemerintah dan situasi politik yang berkembang
pada era tersebut. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Asep Suryana dalam buku Kekuasaan
Politik dan Kebijakan, menjelaskan bahwa kebijakan Pendidikan merupakan upaya mengatur
kolonial. , sebagai bangsa yang mendapat pengaruh kolonialisme, pendidikan modern mulai
berkembang, terpengaruh dan diterapkan oleh kolonial. (berikan contoh kasusnya kebijakan
masa kolonial). Setelah Indonesia merdeka, kemerdekaan, kekuasaan politik, tata negara, dan
menjadi basis segala kebijakan, diantaranya kebijakan nasionalisasi perusahaan asing (ekonomi)
dan termasuk di bidang pendidikan, yang melakukan perubahan pengubahan dari perspektif
1
Agus Suryana, Kekuasaan Politik dan Kebijakan, (Bandung: Jurusan Administrasi Pendidikan, Fakultas Ilmu
Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia, 2007), hlm. 5.
1
Neerlandosentris menjadi Indonesiasentris (keilmuan). (Berikan gambaran contohnya).
Bagaimana era revolusi atau awal kemerdekaan. Kemudian tambahakan paragrap berikutnya era
parlementer, hingga masuk demokrasi terpimpin. Baru masuk sosok sukarno sebagai tokoh yang
Setelah era revolusi yang berpusat mengusir dan menghapus segala sesuatu bernuansa
kolonial Belanda dan fasisme Jepang, situasi politik berubah mengikuti zaman. Perpolitikan
dunia sejak akhir 1940-an hingga 1960-an, mulai masuk dan menguatnya era Perang Dingin. Hal
tersebut juga memengaruhi situasi politik hingga berbagai kebijakan di Indonesia, termasuk di
bidang pendidikan.
Terkait perkembangan nasionalisme Indonesia tersebut tidak bisa dipisahkan dari sosok
Sukarno. Proklamator kemerdekaan Indonesia ini menjadi tokoh sentral walaupun sangat banyak
juga tokoh berperan besar. Membahas Sukarno juga tidak ada habisnya walau penelitian tentang
dirinya sudah sangat banyak. Salah satu yang membuat penulis ingin meneliti lebih dalam dari
Sukarno yakni tentang pendidikan dalam pemikirannya serta kebijakan yang ia terapkan saat
Pemikiran Sukarno tentang pendidikan salah satunya bisa dibaca dalam buku Di Bawah
Bendera Revolusi (Jilid II), yakni “Menjadi Guru Di Masa Kebangunan”. Inti tulisan tersebut
adalah penekanan pada masing-masing individu bahwa semua orang adalah guru dan pemimpin.
Tulisan tersebut dibuat saat situasi Perang Dunia II dan untuk menanggapi maraknya gagasan
Perjuangan Sukarno di bidang pendidikan lebih banyak melalui penyebaran gagasan baik
tulisan di media massa/ surat kabar/ majalah ataupun lisan melalui orasi. Perjuangan tersebut
jelas lebih banyak bernuansa politik, karena memang Sukarno adalah tokoh politik yang
2
berjuang benar-benar melalui jalur politik. Sukarno tidak membuat sekolah atau lembaga
pendidikan sendiri sebagaimana Muhammadiyah, NU, Taman Siswa, dan lain-lain. Hal ini yang
Presiden 5 Juli 1959. Di era inilah kita dapat melihat dan meneliti berbagai kebijakan nasional
yang sangat bergantung dari dan oleh Presiden Sukarno, termasuk kebijakan pendidikan yang ia
Hal yang melatarbelakangi hegemoni dan monopoli tersebut dengan digagasnya dan
adalah keseluruhan isi pidato Presiden Sukarno pada 17 Agustus 1959 setelah menerbitkan
Dekrit Presiden. Menurut Roeslan Abdulgani, pidato dan konsepsi Manipol-Usdek tersebut
menjadi semacam pertanggungjawaban Presiden Sukarno kepada rakyat, dan DPA (Dewan
Pertimbangan Agung) menamakannya secara resmi sebagai ‘Penjelasan Resmi’ dari Dekrit
Presiden 5 Juli 1959. Jika ingin memahami Manipol-Usdek maka harus mengerti Dekrit, begitu
juga sebaliknya3.
sebagai kelanjutan dari Revolusi Indonesia yang ‘belum selesai’. Gagasan Presiden Sukarno
dalam hal itu yakni pembangunan baik materiil maupun spiritual masih harus terus dilakukan.
penemuan dan pembukaan sumber penghidupan baru tidak sepadan. Maka itu, perlu rencana
2
Manipol: Manifesto Politik. Usdek: UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin,
Kepribadian Nasional.
3
Roeslan Abdulgani, PENDJELASAN MANIPOL DAN USDEK, (Jakarta: Departemen Penerangan RI, 1960), hlm.
6-7.
3
pembangunan dan kepemimpinan yang tegas serta jelas. Pada fase ini, revolusi Indonesia sedikit
meninggalkan perjuangan politik dan masuk tahap mekanisasi pertanian, intensifikasi, serta
industrialisasi4.
nasional, padahal saat itu masih era Demokrasi Parlementer. Hal ini dapat mengacu pada pidato
Presiden Sukarno di Universitas Heidelberg am Neckar, 22 Juni 1956. Pidato tersebut menjadi
pendorong Depernas (Dewan Perancang Nasional) agar segera merencanakan dan menjalankan
Pada pidato tersebut Presiden Sukarno dengan busung dada membanggakan Indonesia
agar tidak kehilangan harga dirinya di hadapan para petinggi Jerman, menceritakan kekayaan
sumber daya alam Indonesia, serta menunjukkan bahwa dari sudut pandang ekonomi, geopolitik,
dan keamanan/militer, kedudukan Indonesia sangat strategis. Hal tersebut menjadi ciri khas
Sukarno, tinggi hati membanggakan diri sendiri, percaya diri dan tidak mau terlihat lemah di
hadapan orang serta bangsa lain, yang intinya adalah ambisius, termasuk dalam penerapan
Selanjutnya pada 1957 Presiden Sukarno sebenarnya telah geram dengan situasi dan
sistem politik saat itu yakni Demokrasi Parlementer. Ia berkali-kali mengajukan perombakan
total dari segi alam pikir, sistem politik dan pemerintahan, yakni mengakhiri demokrasi liberal.
Bagi Sukarno, demokrasi liberal tidak hanya menjadi halangan, namun juga bahaya bagi
karena akan memakan waktu lama dan arah pembangunan semakin tidak jelas. Sukarno
menganggap bahwa pada fase tersebut menghendaki pembangunan masyarakat adil makmur,
4
Ibid., hlm. 13.
5
Soeripto, Indoktrinasi Republik Indonesia: 7 Bahan (Lahirnja Pantjasila, Undang2 Dasar 1945, Manifesto Politik,
Djarek dan Perintjiannya DPA, Pendjelasan Manipol/Usdek, Amanat Pembangunan Presiden dan Buku Ringkasan
Pembangunan Semesta), (Surabaya: GRIP, 1960), hlm. 511.
4
harus melalui serangkaian persiapan (rencana) matang. Hal ini sangat berkaitan erat dengan
Pola pikir pendidikan dalam gagasan Presiden Sukarno dapat mengerucut pada satu inti.
Ia selalu membawa/ membahas dua hal. Pertama, menghilangkan penghisapan antar manusia
dan antar bangsa. Kedua, menyeimbangkan antara akal dan budi, menyelaraskan jiwa dan
agama, serta bertujuan menjaga serta mengisi kemerdekaan Indonesia. Keduanya hanya terus
berjalan jika revolusi terus digalakkan, maka itu Presiden Sukarno selalu bertitah: “Revolusi
Belum Selesai!”. Bagi Sukarno, kemajuan pendidikan modern yang bentuknya yakni kemajuan
teknologi pada hakikatnya di satu sisi dapat membawa kehancuran bangsa, jika tidak dilandasi
dengan prinsip dan sifat progresif-revolusioner yang kuat. Kemajuan itu semua jika dilandasi
oleh spirit kapitalisme dan neo-kolonialisme, akan membuat hal tersebut tidak ada artinya, malah
menurut Roeslan Abdulgani (mengklaim), berlandaskan jiwa UUD 1945. Maka itu Presiden
Sukarno membuat program umum bersama (Program Umum Revolusi), yang disistematiskan
oleh DPA pada rangkaian program umum dalam penerbitan khusus Depernas no. 76 halaman 19-
23. Program itu meliputi tujuh bidang yakni politik, ekonomi, sosial. Pembentukan badan baru,
‘alat’ lama dengan ‘alat’ baru) dalam pembangunan nasional termasuk pendidikan. Usaha
negara, mahasiswa dan sekolah, hingga semua bidang kehidupan masyarakat. Lalu, terkait
landasan moral dalam kebijakan pendidikan nasional yang diterapkan di era Demokrasi
6
Ibid., hlm. 49.
5
Terpimpin, Sukarno menggunakan Pancasila 1 Juni 1945. Bagi Presiden Sukarno, moral
Pancasila tersebut mengharuskan kita semua bertanggungjawab pada Tuhan Yang Maha Esa,
Roeslan Abdulgani sebagai salah satu orang kepercayaan Presiden Sukarno di era
Demokrasi Terpimpin, bahkan menyebut Pancasila sebagai moral harus ditempatkan sebagai
tabir putih yang suci di belakang kita semua. Apinya Pancasila harus terus dinyalakan karena
bagi Roeslan apalagi Presiden Sukarno, harus terus menggaungkan semboyan Front Nasional
(saat itu):
harus melihat akar historis situasi politiknya. Di era Demokrasi Terpimpin yang menjadi fokus
periode penelitian ini, semua aspek kehidupan masyarakat wajib mengikuti konsep dan haluan
negara berdasar pada indoktrinasi serta ajaran langsung Presiden Sukarno, termasuk di bidang
pendidikan. Penelitian ini secara lebih detail membahas hal tersebut, agar kita bisa mengetahui
7
Ibid., hlm. 56.
6
hal apapun yang melatarbelakangi konsepsi/pemikiran pendidikan Presiden Sukarno, berbagai
kebijakan yang ia terapkan saat berkuasa penuh, hingga hasil dan dampaknya di kalangan
masyarakat.
Sebenarnya sudah banyak tulisan, karya ilmiah, jurnal, skripsi, tesis, disertasi, bahkan
reportase dalam surat kabar/media massa tentang kebijakan pendidikan. Terkait sejarah
pendidikan nasional, juga telah banyak ditulis. Namun kajian pendidikan nasional di era
Demokrasi Terpimpin apalagi mengacu dengan sumber primer dan berbagai UU (Undang-
undang) dan landasan hukum resmi lainnya di zaman Demokrasi Terpimpin dan menyesuaikan
dengan pemikiran Presiden Sukarno tentang pendidikan, masih belum banyak diteliti. Titik
penting tersebutlah yang menjadi pembeda penelitian ini dengan berbagai penelitian/ tulisan
Menurut penulis, berbagai kajian dan tulisan tentang era Demokrasi Terpimpin terlalu
banyak yang membahas mengenai sisi kebijakan politiknya saja. Seperti Politik Mercusuar,
dan GANEFO (Games of New Emerging Forces), perebutan Irian Barat, keluarnya Indonesia
dari PBB, politik ‘Ganyang Malaysia’, simbolisasi politik dengan pembangunan (Monumen
Nasional, Hotel Indonesia, dan lain-lain), ketegangan segitiga kekuatan politik: Tentara/ TNI AD
(Angkatan Darat), Sukarno, dan PKI (Partai Komunis Indonesia), hingga pecahnya G30S
7
Sementara penelitian yang fokus pada kebijakan pendidikan nasional era Demokrasi
Terpimpin berdasarkan pemikiran pendidikan Presiden Sukarno, belum banyak dibahas secara
mendalam. Berangkat dari kesadaran itu, ditambah dengan latar belakang yang telah dijabarkan,
Terpimpin karena pendidikan juga menjadi aspek politisasi yang dilakukan Presiden Sukarno,
Oleh karena itu, penulis ingin membedah kebijakan pendidikan nasional yang diterapkan
Terpimpin?
3. Bagaimana hasil dan dampak dari pelaksanaan kebijakan Kebijakan Pendidikan pada
Penelitian ini menggunakan cakupan spasial dan temporal. Secara spasial, karena
membahas tentang kebijakan pendidikan nasional, maka berlaku atau mencakup se-Indonesia.
Fokus penelitian ini yakni kebijakan pendidikan nasional yang diterapkan Presiden Sukarno di
era Demokrasi Terpimpin. Sedangkan secara cakupan temporal, penelitian ini berpusat di era
Demokrasi Terpimpin (1959-1966). Dimulai sejak 1959, karena pada periode ini, dimulainya
Demokrasi Terpimpin Sukarno melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Akhir periode penelitian ini
8
berujung pada 1966 karena di era tersebut Demokrasi Terpimpin dan pengaruh Presiden Sukarno
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab serangkaian permasalahan yang ada dalam
Presiden Sukarno tentang pendidikan dan menganalisis penerapan kebijakan pendidikan nasional
dari penerapan kebijakan pendidikan nasional di era Demokrasi Terpimpin. tersebut di kalangan
masyarakat.
Hasil penelitian ini nantinya, diharapkan mampu menjadi salah satu rujukan bagi
DPR RI dalam membuat kebijakan pendidikan nasional yang sesuai amanat UUD 1945. Manfaat
lainnya di luar pemerintahan, adalah menambah kajian pendidikan dan sejarah pendidikan
nasional, serta sangat bermanfaat untuk para lembaga riset dan/atau bahkan
Tinjauan pustaka adalah peninjauan terhadap penulisan terdahulu yang sejenis dengan
penelitian ini dan melihat kebaruan penelitian penulis. Selain itu, dari berbagai penulisan
9
sebelumnya tersebut, penulis melihat irisan antar karya itu, sehingga dapat mempertegas titik
kebaruannya. Fokus penelitian ini adalah pada penerapan kebijakan pendidikan Presiden
Sukarno era Demokrasi Terpimpin, maka terlebih dahulu penulis harus melihat karya yang
memuat tentang pemikiran Sukarno di zaman tersebut. Dari karya-karya tersebut kita dapat
Bahan (Lahirnja Pantjasila, Undang2 Dasar 1945, Manifesto Politik, Djarek dan Perintjiannya
Pembangunan Semesta). Buku ini memuat berbagai pidato Sukarno dan secara lebih khusus
berdasar pada instruksi Presiden Sukarno melalui Panitia Pembina Jiwa Revolusi (Panitia
Indoktrinasi). Sayangnya, karena buku ini adalah salah satu wujud dukungan terhadap
indoktrinasi pemerintah, maka buku ini hanya sebatas merangkum pidato Presiden Sukarno saja
dan bukan untuk membedah secara ilmiah. Dari buku ini penulis meneliti pandangan Presiden
Sukarno tentang pendidikan dan menyesuaikannya dengan kebijakan pendidikan nasional era
Demokrasi Terpimpin.
Terkait kebijakan pendidikan nasional era Demokrasi Terpimpin, beberapa pustaka yang
memiliki irisan dengan penelitian ini diantaranya yaitu buku Kamadjaja, Pendidikan Nasional
Jogja, 1966. Buku tersebut membedah sejarah pendidikan Indonesia sejak zaman kerajaan
Hindu-Buddha hingga Demokrasi Terpimpin, ditulis secara ideologis dan politis berdasar sesuai
situasi politik serta kebijakan pemerintah di era tersebut (lebih bersifat indoktrinasi). Hal yang
kurang dari buku ini adalah awal mula periode tulisan terlalu jauh (sejak zaman kerajaan Hindu-
Buddha) dan kurangnya penjelasan lebih rinci tentang dampak kebijakan pendidikan di era
10
Demokrasi Terpimpin. Penelitian akan membedah dampaknya di masyarakat serta tingkat
Berikutnya, jurnal yang ditulis M. Syarif: Kebijakan Pendidikan Orde Lama Dan
Dampaknya Terhadap Eksistensi Madrasah, Jurnal Inovatif Volume 5, No. 2 September 2019.
Jurnal ini membahas kebijakan pemerintahan Orde Lama terhadap pendidikan Islam khususnya
madrasah. Bagi Syarif, era tersebut penting untuk melihat kepedulian Presiden Sukarno pada
dunia pendidikan Islam. Hal ini juga nantinya bisa membuktikan keselarasan pemikiran
pendidikan Islam gagasan Sukarno yang telah dituliskan/disuarakan sejak masa kolonial, dengan
Sayangnya definisi Orde Lama dalam jurnal tersebut merujuk pada seluruh masa
pemerintahan sebelum Orde Baru, sejak awal kemerdekaan. Di sini letak perbedaan dengan
penelitian ini, penulis secara konkret menetapkan periodisasinya yakni Demokrasi Terpimpin.
Namun, karya Syarif tersebut juga dijadikan referensi untuk melihat kebijakan pendidikan
Selain itu, ada juga jurnal yang ditulis Umasih: Ketika Kebijakan Orde Lama Memasuki
Domain Pendidikan: Penyiapan dan Kinerja Guru Sekolah Dasar di Indonesia, Jurnal Paramita
Vol. 24, No. 1 - Januari 2014. Tulisan ini penting karena membedah politisasi yang dilakukan
Presiden Sukarno dan pemerintahannya di ranah pendidikan nasional. Namun tulisan ini lebih
menitikberatkan ‘kesalahan’ pada PKI, sehingga sedikit melebar dari fokus pembahasan. Jurnal
tersebut juga lebih menceritakan tentang polarisasi yang terjadi di internal para guru khususnya
guru SD karena pemerintah yang telalu mempolitisasi pendidikan. Tulisan tersebut bisa menjadi
salah satu dampak dari kebijakan pendidikan nasional era Demokrasi Terpimpin.
11
Penelitian ini sendiri lebih fokus untuk melihat aspek kebaruan dalam hal pendidikan
Indonesia khususnya di era Demokrasi Terpimpin. Karena penulis meyakini bahwa terdapat
beberapa aspek dalam sejarah dunia pendidikan Indonesia yang belum diteliti. Penulis mencoba
masuk ke ranah yang kosong itu, dengan memberikan sebuah aspek tema yang baru, yakni
dengan melakukan penelitian dengan banyak sumber primer, berisi analisis mengenai kebijakan
pendidikan Indonesia di era Demokrasi Terpimpin beserta dampak dan pengaruhnya terhadap
masyarakat. Kebaruan dalam penelitian ini ada beberapa hal dan membedakan dari
memiliki periodisasi terlalu panjang (misal, buku karya Kamadjaja), maka penelitian ini lebih
fokus pada era Demokrasi Terpimpin dengan menyesuaikannya dengan pemikiran pendidikan
Sukarno.
Berikutnya, jika pada penelitian dengan tema dan periode yang hampir sama/ mirip
dengan penelitian ini banyak menggunakan sumber sekunder, maka kebaruan dalam penelitian
ini adalah lebih banyak menggunakan sumber primer berupa arsip, naskah, dan dokumen
Kemudian, penelitian ini lebih berupa analisis-kritis terhadap kebijakan pendidikan nasional di
Demokrasi Terpimpin dengan Presiden Sukarno sebagai tokoh utamanya. Di awal dari berbagai
12
konsepsi politiknya, pandangannya tentang pendidikan, hingga mengerucut pada kebijakan
pendidikan nasional yang ia terapkan di era Demokrasi Terpimpin. Penelitian ini juga
membuktikan bahwa politisasi pendidikan atau menjalankan sistem pendidikan nasional, tidak
Agar dapat meneliti sesuai tema dan periode serta fokus penelitian ini secara lebih jelas,
harus membedah terlebih dahulu konsep pendidikan yang relevan. Fokus penelitian ini adalah
pemikiran dan kebijakan yang diterapkan oleh Presiden Sukarno, maka pola pikir tentang
pendidikan harus berdasar pemikiran Sukarno. Tentunya pemikiran seseorang tidak akan bisa
Maka itu, dalam menganalisis pemikiran pendidikan Presiden Sukarno dan kebijakan
pendidikan nasional yang ia terapkan, penulis menggunakan konsepsi Paulo Freire tentang
pendidikan untuk pembebasan8. Alasannya karena Freire memiliki arah pikir yang sejalan
dengan Presiden Sukarno yakni sosialisme dengan pisau analisis marxisme. Dari situ penulis bisa
membuktikan “apakah pemikiran Presiden Sukarno tentang pendidikan sudah sesuai dengan
kebijakan pendidikan nasional yang ia terapkan saat berkuasa penuh (era Demokrasi
Terpimpin)?”.
pendidikan melalui pendekatan klasik Plato, para pemikir marxis dan anti kolonialis. Salah satu
8
I Nyoman Temon Astawa, Teori-Teori Dalam Dunia Pendidikan Modern:
file:///C:/Users/Aslama%20Nanda/Downloads/40-123-1-SM%20(1).pdf, diakses pada 25 Maret 2022, pukul 6.22
WIB.
13
memberikan rakyat bumiputra (lokal) pendidikan yang baru dan modern dan bersifat anti
Berikutnya, Freire juga menolak liberalisasi dan kapitalisasi pendidikan, yang sejalan
dengan pemikiran dan kebijakan politik Presiden Sukarno. Freire mengambil studi kasus di
keterbelakangan. Singkatnya, ia menyebut tentang ‘Pendidikan Gaya Bank’, yakni guru adalah
Bagi Freire, hal tersebut menimbulkan kontradiksi pada hubungan guru dengan murid. Ia
juga menyentil tentang kebudayaan bisu (the culture of silence), murid hanya mendengarkan,
mencatat, menghapal dan mengulangi ungkapan-ungkapan yang disampaikan oleh guru, tanpa
menyadari dan memahami arti dan makna yang sesungguhnya. Hal ini menyebabkan kebekuan
Pendekatan dan kerangka konseptual tersebut (melalui analisis Freire), penulis gunakan
untuk melihat pemikiran Presiden Sukarno tentang pendidikan, serta disesuaikan dengan
kebijakan pendidikan nasional yang ia terapkan era Demokrasi Terpimpin. Secara umum,
keduanya memiliki pandangan yang sejalan Presiden (Sukarno lahir dua puluh tahun sebelum
kelahiran Freire (1901), namun puncak hidup mereka berada pada zaman dan situasi politik
internasional yang hampir berbarengan). Pada kenyataannya, nampak ada beberapa perbedaan
dalam praktik yang dilakukan Presiden Sukarno menggunakan kerangka konseptual Freire.
Presiden Sukarno di era Demokrasi Terpimpin cenderung bersifat otoritarian. Hal inilah yang
harus diteliti lebih lanjut untuk menemukan titik temu ataupun memperlihatkan perbedaan
keduanya.
14
Langsung terimplementasi dalam analisis anda dengan kajian pemikiran Pendidikan
kritik sumber, interpretasi, historiografi). Penelitian ini juga melalui studi pustaka, dengan
mencari dan mengkaji/meneliti karya dan sumber yang berkaitan dengan tema penelitian. Lebih
tepatnya yakni karya dan sumber tentang pemikiran Sukarno tentang pendidikan dan kebijakan
Proses heuristik penelitian ini dijalankan dengan mengumpulkan dan melihat sumber
primer (dokumen) ke beberapa tempat seperti Perpusnas (Perpustakaan Nasional) & ANRI
(Arsip Nasional RI), mencari buku/naskah/dokumen asli pada zamannya (periode penelitian ini)
ke berbagai tempat seperti toko buku bekas, atau meminjam dari rekan/kolega yang
menyimpannya, dan lain-lain. Kemudian, penulis juga memadukan dan mencari celah dari
sumber sekunder yang relevan dengan penelitian ini khususnya karya-karya yang dijabarkan
pada tinjauan pustaka, kemudian semuanya dianalisis dan dijabarkan dalam penelitian ini.
Proses kritik sumber juga dilakukan terutama pada sumber sekunder, karena sumber
sekunder merupakan penulisan ‘di tangan kedua’, maka penulis melihat jiwa zaman serta
sejarah yang ada dan sumber primer yang dimiliki. Sedangkan pada sumber primer, penulis tidak
asli’ dan isinya sejalan dengan realita sejarah, dan untuk sumber primer tidak ada kesulitan
berarti.
15
Tantangan terjadi justru pada proses interpretasi dan historiografi. Menerjemahkan
makna isi dari sumber, merangkainya dan menyusunnya dalam pikiran penulis, menafsirkannya,
dan menggabungkan semuanya dalam tulisan (historiografi). Hal tersebut terjadi karena berbagai
gagasan/pemikiran Presiden Sukarno tersebar luas dan sangat banyak, sehingga penulis harus
fokus pada tema penelitian yakni tentang pendidikan. Penulis semaksimal mungkin
menginterpretasi seluruh sumber yang didapat, menyusun kronologi yang tepat (tidak ahistoris
berkuasa penuh, dan merangkainya menjadi satu tulisan yang utuh dan tepat sesuai fokus
penelitian.
dokumen atau catatan atau laporan berbagai hasil kebijakan pemerintah di era Demokrasi
Terpimpin tentang pendidikan, serta sumber sekunder yakni buku-buku, artikel, dan jurnal yang
membahas seputar pemikiran Presiden Sukarno dan kebijakan nasional pendidikan sesuai fokus
ideologi/ajaran dan menjadi dasar Sukarno dalam menerapkan kebijakan pendidikan diantaranya
adalah arsip MPRS & Departemen Penerangan RI, “Ringkasan Ketetapan Madjelis
(Tahapan Pertama 1961-1969), penjabaran kebijakan pemerintah tentang bidang pendidikan atau
16
yang tertulis dalam berbagai lampirannya sebagai ‘Bidang
Mental/Agama/Kerochanian/Penelitian’.
Nasional”, Penerbitan Bersama: ENDANG-PEMUDA (cetakan kedua, tanpa tahun). Buku ini
menjabarkan pidato asli/primer Sukarno yakni “Pidato Presiden Republik Indonesia pada
Tanggal 17 Agustus 1961” sepanjang 50-an halaman. Lalu membedah konsep Revolusi
Indonesia, Sosialisme Indonesia dan Kepemimpinan Nasional berdasar ajaran Presiden Sukarno
untuk melengkapi dan menjabarkan inti ajaran utamanya di masa Demokrasi Terpimpin yakni
MANIPOL-USDEK.
Buku ini juga untuk melihat konsep/ideologi ajaran Presiden Sukarno sebagai pisau
analisa dalam melihat sistem pendidikan nasional di era Demokrasi Terpimpin yang politis. Serta
buku Departemen Penerangan RI, “Manifesto Politik Republik Indonesia (17 Agustus 1959)”.
Buku ini berisi tentang berbagai keputusan & penetapan MANIPOL RI 17 Agustus 1959 sebagai
GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara). Lalu membedah konsep MANIPOL secara
bab I berisi latar belakang, permasalahan penelitian, ruang lingkup penelitian, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, tinjauan pustaka, pendekatan dan kerangka konseptual, metode penelitian,
sumber penelitian, serta sistematika penulisan. Bab I membuka penelitian ini dengan latar
belakang permasalahan yakni kebijakan pendidikan nasional era Demokrasi Terpimpin yang
disesuaikan dengan pemikiran Sukarno. Lalu bab II membedah pemikiran Presiden Sukarno
17
Kemudian bab III menjabarkan berbagai penerapan kebijakan sistem pendidikan nasional
Sukarno dan kebijakannya serta dampaknya di kalangan masyarakat era Demokrasi Terpimpin.
Terakhir, bab V menjadi penutup yang berisi simpulan dari penelitian ini. Berisi tentang temuan-
temuan baru yang didapat, serta menjawab seluruh pertanyaan penelitian atau dalam perumusan
masalah pada tesis ini. Penutup dan simpulan ini juga menjawab atau dapat menuju pada tujuan
penelitian yakni agar dapat dijadikan referensi bagi pengampu kebijakan nasional hari ini dengan
18