Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perjalanan pendidikan sepanjang sejarah dunia telah mengarungi berbagai zaman. Secara

umum, korelasi antara kekuasaan sebagai pemegang politik dan pemerintahan, dengan kebijakan

pendidikan tidak dapat dipisahkan. Dapat juga dikatakan bahwa penerapan pendidikan di suatu

masyarakat, daerah, hingga negara tidak dapat dipisahkan dari kebijakan pemerintah dan situasi

serta suasana politik yang berlaku di era tersebut. Menurut Asep Suryana, kebijakan pendidikan

merupakan upaya mengatur pendidikan, yang tidak dapat terlepas dari kekuasaan secara politis 1.

(Perjalanan sejarah pendidikan tidak terlepas dari korelasi pemegang kekuasaan dengan

kebijakan pendidikan yang ada. Penerapan pendidikan di suatu wilayah tertentu dan waktu

tertentu tidak dapat dipisahkan dari kebijakan pemerintah dan situasi politik yang berkembang

pada era tersebut. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Asep Suryana dalam buku Kekuasaan

Politik dan Kebijakan, menjelaskan bahwa kebijakan Pendidikan merupakan upaya mengatur

pendidikan, yang tidak dapat dilepaskan dari kekuasaan secara politis.)

Perkembangan pendidikan modern di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh penguasa

kolonial. , sebagai bangsa yang mendapat pengaruh kolonialisme, pendidikan modern mulai

berkembang, terpengaruh dan diterapkan oleh kolonial. (berikan contoh kasusnya kebijakan

masa kolonial). Setelah Indonesia merdeka, kemerdekaan, kekuasaan politik, tata negara, dan

penerapan kebijakan pemerintahan mengalami perubahan secara mendasar. Nasionalisme

menjadi basis segala kebijakan, diantaranya kebijakan nasionalisasi perusahaan asing (ekonomi)

dan termasuk di bidang pendidikan, yang melakukan perubahan pengubahan dari perspektif
1
Agus Suryana, Kekuasaan Politik dan Kebijakan, (Bandung: Jurusan Administrasi Pendidikan, Fakultas Ilmu
Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia, 2007), hlm. 5.

1
Neerlandosentris menjadi Indonesiasentris (keilmuan). (Berikan gambaran contohnya).

Bagaimana era revolusi atau awal kemerdekaan. Kemudian tambahakan paragrap berikutnya era

parlementer, hingga masuk demokrasi terpimpin. Baru masuk sosok sukarno sebagai tokoh yang

berperan sentral dalam era demokrasi terpimpin.

Setelah era revolusi yang berpusat mengusir dan menghapus segala sesuatu bernuansa

kolonial Belanda dan fasisme Jepang, situasi politik berubah mengikuti zaman. Perpolitikan

dunia sejak akhir 1940-an hingga 1960-an, mulai masuk dan menguatnya era Perang Dingin. Hal

tersebut juga memengaruhi situasi politik hingga berbagai kebijakan di Indonesia, termasuk di

bidang pendidikan.

Terkait perkembangan nasionalisme Indonesia tersebut tidak bisa dipisahkan dari sosok

Sukarno. Proklamator kemerdekaan Indonesia ini menjadi tokoh sentral walaupun sangat banyak

juga tokoh berperan besar. Membahas Sukarno juga tidak ada habisnya walau penelitian tentang

dirinya sudah sangat banyak. Salah satu yang membuat penulis ingin meneliti lebih dalam dari

Sukarno yakni tentang pendidikan dalam pemikirannya serta kebijakan yang ia terapkan saat

berkuasa penuh di era Demokrasi Terpimpin.

Pemikiran Sukarno tentang pendidikan salah satunya bisa dibaca dalam buku Di Bawah

Bendera Revolusi (Jilid II), yakni “Menjadi Guru Di Masa Kebangunan”. Inti tulisan tersebut

adalah penekanan pada masing-masing individu bahwa semua orang adalah guru dan pemimpin.

Tulisan tersebut dibuat saat situasi Perang Dunia II dan untuk menanggapi maraknya gagasan

fasisme Nazi dan mengingatkan bahanya, khususnya kepada Taman Siswa.

Perjuangan Sukarno di bidang pendidikan lebih banyak melalui penyebaran gagasan baik

tulisan di media massa/ surat kabar/ majalah ataupun lisan melalui orasi. Perjuangan tersebut

jelas lebih banyak bernuansa politik, karena memang Sukarno adalah tokoh politik yang
2
berjuang benar-benar melalui jalur politik. Sukarno tidak membuat sekolah atau lembaga

pendidikan sendiri sebagaimana Muhammadiyah, NU, Taman Siswa, dan lain-lain. Hal ini yang

membedakan Sukarno dengan tokoh lainnya.

Sukarno sebagai Presiden baru benar-benar berkuasa penuh ketika membubarkan

Demokrasi Parlementer dan menggantinya dengan Demokrasi Terpimpin melalui Dekrit

Presiden 5 Juli 1959. Di era inilah kita dapat melihat dan meneliti berbagai kebijakan nasional

yang sangat bergantung dari dan oleh Presiden Sukarno, termasuk kebijakan pendidikan yang ia

hegemoni bahkan monopoli.

Hal yang melatarbelakangi hegemoni dan monopoli tersebut dengan digagasnya dan

diformalisasikannya Manipol-Usdek2 sebagai landasan kebijakan negara. Manipol, singkatnya

adalah keseluruhan isi pidato Presiden Sukarno pada 17 Agustus 1959 setelah menerbitkan

Dekrit Presiden. Menurut Roeslan Abdulgani, pidato dan konsepsi Manipol-Usdek tersebut

menjadi semacam pertanggungjawaban Presiden Sukarno kepada rakyat, dan DPA (Dewan

Pertimbangan Agung) menamakannya secara resmi sebagai ‘Penjelasan Resmi’ dari Dekrit

Presiden 5 Juli 1959. Jika ingin memahami Manipol-Usdek maka harus mengerti Dekrit, begitu

juga sebaliknya3.

Di era Demokrasi Terpimpin, Presiden Sukarno menjadikan pembangunan nasional

sebagai kelanjutan dari Revolusi Indonesia yang ‘belum selesai’. Gagasan Presiden Sukarno

dalam hal itu yakni pembangunan baik materiil maupun spiritual masih harus terus dilakukan.

Bagi Presiden Sukarno semuanya menjadi tuntutan berdasarkan kenyataan sosial-ekonomis.

Diantaranya yakni pertumbuhan jumlah penduduk yang semakin besar/banyak, sedangkan

penemuan dan pembukaan sumber penghidupan baru tidak sepadan. Maka itu, perlu rencana
2
Manipol: Manifesto Politik. Usdek: UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin,
Kepribadian Nasional.
3
Roeslan Abdulgani, PENDJELASAN MANIPOL DAN USDEK, (Jakarta: Departemen Penerangan RI, 1960), hlm.
6-7.

3
pembangunan dan kepemimpinan yang tegas serta jelas. Pada fase ini, revolusi Indonesia sedikit

meninggalkan perjuangan politik dan masuk tahap mekanisasi pertanian, intensifikasi, serta

industrialisasi4.

Sejak 1956 Presiden Sukarno telah sangat berambisi mengambilalih pembangunan

nasional, padahal saat itu masih era Demokrasi Parlementer. Hal ini dapat mengacu pada pidato

Presiden Sukarno di Universitas Heidelberg am Neckar, 22 Juni 1956. Pidato tersebut menjadi

pendorong Depernas (Dewan Perancang Nasional) agar segera merencanakan dan menjalankan

proyek A dan B yang memiliki total 335 proyek5.

Pada pidato tersebut Presiden Sukarno dengan busung dada membanggakan Indonesia

agar tidak kehilangan harga dirinya di hadapan para petinggi Jerman, menceritakan kekayaan

sumber daya alam Indonesia, serta menunjukkan bahwa dari sudut pandang ekonomi, geopolitik,

dan keamanan/militer, kedudukan Indonesia sangat strategis. Hal tersebut menjadi ciri khas

Sukarno, tinggi hati membanggakan diri sendiri, percaya diri dan tidak mau terlihat lemah di

hadapan orang serta bangsa lain, yang intinya adalah ambisius, termasuk dalam penerapan

kebijakan pendidikan nasional nantinya (era Demokrasi Terpimpin).

Selanjutnya pada 1957 Presiden Sukarno sebenarnya telah geram dengan situasi dan

sistem politik saat itu yakni Demokrasi Parlementer. Ia berkali-kali mengajukan perombakan

total dari segi alam pikir, sistem politik dan pemerintahan, yakni mengakhiri demokrasi liberal.

Bagi Sukarno, demokrasi liberal tidak hanya menjadi halangan, namun juga bahaya bagi

kelanjutan revolusi Indonesia. Di fase sosial-ekonomis, demokrasi liberal harus ditinggalkan

karena akan memakan waktu lama dan arah pembangunan semakin tidak jelas. Sukarno

menganggap bahwa pada fase tersebut menghendaki pembangunan masyarakat adil makmur,
4
Ibid., hlm. 13.
5
Soeripto, Indoktrinasi Republik Indonesia: 7 Bahan (Lahirnja Pantjasila, Undang2 Dasar 1945, Manifesto Politik,
Djarek dan Perintjiannya DPA, Pendjelasan Manipol/Usdek, Amanat Pembangunan Presiden dan Buku Ringkasan
Pembangunan Semesta), (Surabaya: GRIP, 1960), hlm. 511.

4
harus melalui serangkaian persiapan (rencana) matang. Hal ini sangat berkaitan erat dengan

persiapan pembangunan di segala bidang, termasuk pendidikan nasional.

Pola pikir pendidikan dalam gagasan Presiden Sukarno dapat mengerucut pada satu inti.

Ia selalu membawa/ membahas dua hal. Pertama, menghilangkan penghisapan antar manusia

dan antar bangsa. Kedua, menyeimbangkan antara akal dan budi, menyelaraskan jiwa dan

agama, serta bertujuan menjaga serta mengisi kemerdekaan Indonesia. Keduanya hanya terus

berjalan jika revolusi terus digalakkan, maka itu Presiden Sukarno selalu bertitah: “Revolusi

Belum Selesai!”. Bagi Sukarno, kemajuan pendidikan modern yang bentuknya yakni kemajuan

teknologi pada hakikatnya di satu sisi dapat membawa kehancuran bangsa, jika tidak dilandasi

dengan prinsip dan sifat progresif-revolusioner yang kuat. Kemajuan itu semua jika dilandasi

oleh spirit kapitalisme dan neo-kolonialisme, akan membuat hal tersebut tidak ada artinya, malah

akan menimbulkan penjajahan gaya baru.

Kebijakan pendidikan nasional yang diterapkan Sukarno di era Demokrasi Terpimpin

menurut Roeslan Abdulgani (mengklaim), berlandaskan jiwa UUD 1945. Maka itu Presiden

Sukarno membuat program umum bersama (Program Umum Revolusi), yang disistematiskan

oleh DPA pada rangkaian program umum dalam penerbitan khusus Depernas no. 76 halaman 19-

23. Program itu meliputi tujuh bidang yakni politik, ekonomi, sosial. Pembentukan badan baru,

para pelaksana, keamanan, dan tentunya pendidikan (mental dan kebudayaan)6.

Kemudian Presiden Sukarno juga menegaskan tentang penting retooling (mengganti

‘alat’ lama dengan ‘alat’ baru) dalam pembangunan nasional termasuk pendidikan. Usaha

retooling tersebut diantaranya dilakukan dengan me-Manipol-kan dan meng-Usdek-kan alat-alat

negara, mahasiswa dan sekolah, hingga semua bidang kehidupan masyarakat. Lalu, terkait

landasan moral dalam kebijakan pendidikan nasional yang diterapkan di era Demokrasi
6
Ibid., hlm. 49.

5
Terpimpin, Sukarno menggunakan Pancasila 1 Juni 1945. Bagi Presiden Sukarno, moral

Pancasila tersebut mengharuskan kita semua bertanggungjawab pada Tuhan Yang Maha Esa,

serta selalu menempuh cara-cara perikemanusiaan dan memperjuangkan keadilan serta

kebahagiaan jasmani dan rohani.

Roeslan Abdulgani sebagai salah satu orang kepercayaan Presiden Sukarno di era

Demokrasi Terpimpin, bahkan menyebut Pancasila sebagai moral harus ditempatkan sebagai

tabir putih yang suci di belakang kita semua. Apinya Pancasila harus terus dinyalakan karena

menjadi landasan pembangunan nasional termasuk kebijakan pendidikan. Revolusi Indonesia

bagi Roeslan apalagi Presiden Sukarno, harus terus menggaungkan semboyan Front Nasional

(saat itu):

- Negara kita persatukan

- Ekonomi kita sosialiskan

- Keamanan kita selesaikan

- Agama kita terus muliakan, dan

- Demokrasi Terpimpin, terus kita laksanakan7. Akhiri dengan permaslahan yang

dihadapi oleh pemerintah pada masa demokrasi terpimpin.

Selanjutnya, penulis meyakini bahwa dalam meneliti kebijakan pendidikan nasional,

harus melihat akar historis situasi politiknya. Di era Demokrasi Terpimpin yang menjadi fokus

periode penelitian ini, semua aspek kehidupan masyarakat wajib mengikuti konsep dan haluan

negara berdasar pada indoktrinasi serta ajaran langsung Presiden Sukarno, termasuk di bidang

pendidikan. Penelitian ini secara lebih detail membahas hal tersebut, agar kita bisa mengetahui

7
Ibid., hlm. 56.

6
hal apapun yang melatarbelakangi konsepsi/pemikiran pendidikan Presiden Sukarno, berbagai

kebijakan yang ia terapkan saat berkuasa penuh, hingga hasil dan dampaknya di kalangan

masyarakat.

Sebenarnya sudah banyak tulisan, karya ilmiah, jurnal, skripsi, tesis, disertasi, bahkan

reportase dalam surat kabar/media massa tentang kebijakan pendidikan. Terkait sejarah

pendidikan nasional, juga telah banyak ditulis. Namun kajian pendidikan nasional di era

Demokrasi Terpimpin apalagi mengacu dengan sumber primer dan berbagai UU (Undang-

undang) dan landasan hukum resmi lainnya di zaman Demokrasi Terpimpin dan menyesuaikan

dengan pemikiran Presiden Sukarno tentang pendidikan, masih belum banyak diteliti. Titik

penting tersebutlah yang menjadi pembeda penelitian ini dengan berbagai penelitian/ tulisan

lainnya, apalagi jika membedah kebijakan nasional tersebut berdasarkan

pemikiran/gagasan/konsepsinya tentang pendidikan.

1.2 Rumusan Masalah

Menurut penulis, berbagai kajian dan tulisan tentang era Demokrasi Terpimpin terlalu

banyak yang membahas mengenai sisi kebijakan politiknya saja. Seperti Politik Mercusuar,

penguatan Gerakan Non-Blok, pembentukan CONEFO (Conferences Of New Emerging Forces)

dan GANEFO (Games of New Emerging Forces), perebutan Irian Barat, keluarnya Indonesia

dari PBB, politik ‘Ganyang Malaysia’, simbolisasi politik dengan pembangunan (Monumen

Nasional, Hotel Indonesia, dan lain-lain), ketegangan segitiga kekuatan politik: Tentara/ TNI AD

(Angkatan Darat), Sukarno, dan PKI (Partai Komunis Indonesia), hingga pecahnya G30S

(Gerakan 30 September 1965).

7
Sementara penelitian yang fokus pada kebijakan pendidikan nasional era Demokrasi

Terpimpin berdasarkan pemikiran pendidikan Presiden Sukarno, belum banyak dibahas secara

mendalam. Berangkat dari kesadaran itu, ditambah dengan latar belakang yang telah dijabarkan,

penulis meyakini pentingnya membedah kebijakan pendidikan nasional era Demokrasi

Terpimpin karena pendidikan juga menjadi aspek politisasi yang dilakukan Presiden Sukarno,

selain kebijakan politik monumental yang telah disebutkan di atas.

Oleh karena itu, penulis ingin membedah kebijakan pendidikan nasional yang diterapkan

pada era Demokrasi Terpimpin, melalui beberapa pertanyaan:

1. Apa yang melatarbelakangi pemikiran Presiden Sukarno tentang pendidikan di era

Demokrasi Terpimpin? Bagaimana latar belakang pemikiran Pendidikan Soekarno?

2. Bagaimana Soekarno melaksanakan kebijakan pendidikan nasional pada masa Demokrasi

Terpimpin?

3. Bagaimana hasil dan dampak dari pelaksanaan kebijakan Kebijakan Pendidikan pada

masa demokrasai terpimpin?

1.3 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menggunakan cakupan spasial dan temporal. Secara spasial, karena

membahas tentang kebijakan pendidikan nasional, maka berlaku atau mencakup se-Indonesia.

Fokus penelitian ini yakni kebijakan pendidikan nasional yang diterapkan Presiden Sukarno di

era Demokrasi Terpimpin. Sedangkan secara cakupan temporal, penelitian ini berpusat di era

Demokrasi Terpimpin (1959-1966). Dimulai sejak 1959, karena pada periode ini, dimulainya

Demokrasi Terpimpin Sukarno melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Akhir periode penelitian ini

8
berujung pada 1966 karena di era tersebut Demokrasi Terpimpin dan pengaruh Presiden Sukarno

kian terkikis sebagai dampak dari peristiwa G30S 1965.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menjawab serangkaian permasalahan yang ada dalam

pertanyaan penelitian, yakni melihat menganalisis hal-hal yang melatarbelakangi pemikiran

Presiden Sukarno tentang pendidikan dan menganalisis penerapan kebijakan pendidikan nasional

di era Demokrasi Terpimpin. Kemudian, menjawab/menjelaskan menganalisis hasil dan dampak

dari penerapan kebijakan pendidikan nasional di era Demokrasi Terpimpin. tersebut di kalangan

masyarakat.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini nantinya, diharapkan mampu menjadi salah satu rujukan bagi

Kemendikbudristek (Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi) & Komisi X

DPR RI dalam membuat kebijakan pendidikan nasional yang sesuai amanat UUD 1945. Manfaat

lainnya di luar pemerintahan, adalah menambah kajian pendidikan dan sejarah pendidikan

nasional, serta sangat bermanfaat untuk para lembaga riset dan/atau bahkan

ilmuwan/praktisi/pelaku politik dalam memperjuangan pendidikan dengan perspektif Sukarnois.

1.6 Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka adalah peninjauan terhadap penulisan terdahulu yang sejenis dengan

penelitian ini dan melihat kebaruan penelitian penulis. Selain itu, dari berbagai penulisan

9
sebelumnya tersebut, penulis melihat irisan antar karya itu, sehingga dapat mempertegas titik

kebaruannya. Fokus penelitian ini adalah pada penerapan kebijakan pendidikan Presiden

Sukarno era Demokrasi Terpimpin, maka terlebih dahulu penulis harus melihat karya yang

memuat tentang pemikiran Sukarno di zaman tersebut. Dari karya-karya tersebut kita dapat

melihat sudut pandang Sukarno tentang pendidikan.

Diantaranya yakni buku yang disusun Soeripto, Indoktrinasi Republik Indonesia: 7

Bahan (Lahirnja Pantjasila, Undang2 Dasar 1945, Manifesto Politik, Djarek dan Perintjiannya

DPA, Pendjelasan Manipol/Usdek, Amanat Pembangunan Presiden dan Buku Ringkasan

Pembangunan Semesta). Buku ini memuat berbagai pidato Sukarno dan secara lebih khusus

berdasar pada instruksi Presiden Sukarno melalui Panitia Pembina Jiwa Revolusi (Panitia

Indoktrinasi). Sayangnya, karena buku ini adalah salah satu wujud dukungan terhadap

indoktrinasi pemerintah, maka buku ini hanya sebatas merangkum pidato Presiden Sukarno saja

dan bukan untuk membedah secara ilmiah. Dari buku ini penulis meneliti pandangan Presiden

Sukarno tentang pendidikan dan menyesuaikannya dengan kebijakan pendidikan nasional era

Demokrasi Terpimpin.

Terkait kebijakan pendidikan nasional era Demokrasi Terpimpin, beberapa pustaka yang

memiliki irisan dengan penelitian ini diantaranya yaitu buku Kamadjaja, Pendidikan Nasional

Pantjasila: Perdjuangan Pendidikan Nasional Indonesia dan Hasil-Hasilnja, UP. Indonesia:

Jogja, 1966. Buku tersebut membedah sejarah pendidikan Indonesia sejak zaman kerajaan

Hindu-Buddha hingga Demokrasi Terpimpin, ditulis secara ideologis dan politis berdasar sesuai

situasi politik serta kebijakan pemerintah di era tersebut (lebih bersifat indoktrinasi). Hal yang

kurang dari buku ini adalah awal mula periode tulisan terlalu jauh (sejak zaman kerajaan Hindu-

Buddha) dan kurangnya penjelasan lebih rinci tentang dampak kebijakan pendidikan di era

10
Demokrasi Terpimpin. Penelitian akan membedah dampaknya di masyarakat serta tingkat

kesesuaian antara gagasan/pemikiran Presiden Sukarno, dengan penerapan kebijakannya.

Berikutnya, jurnal yang ditulis M. Syarif: Kebijakan Pendidikan Orde Lama Dan

Dampaknya Terhadap Eksistensi Madrasah, Jurnal Inovatif Volume 5, No. 2 September 2019.

Jurnal ini membahas kebijakan pemerintahan Orde Lama terhadap pendidikan Islam khususnya

madrasah. Bagi Syarif, era tersebut penting untuk melihat kepedulian Presiden Sukarno pada

dunia pendidikan Islam. Hal ini juga nantinya bisa membuktikan keselarasan pemikiran

pendidikan Islam gagasan Sukarno yang telah dituliskan/disuarakan sejak masa kolonial, dengan

kebijakannya dalam pendidikan nasional era Demokrasi Terpimpin.

Sayangnya definisi Orde Lama dalam jurnal tersebut merujuk pada seluruh masa

pemerintahan sebelum Orde Baru, sejak awal kemerdekaan. Di sini letak perbedaan dengan

penelitian ini, penulis secara konkret menetapkan periodisasinya yakni Demokrasi Terpimpin.

Namun, karya Syarif tersebut juga dijadikan referensi untuk melihat kebijakan pendidikan

nasional yang diterapkan Presiden Sukarno.

Selain itu, ada juga jurnal yang ditulis Umasih: Ketika Kebijakan Orde Lama Memasuki

Domain Pendidikan: Penyiapan dan Kinerja Guru Sekolah Dasar di Indonesia, Jurnal Paramita

Vol. 24, No. 1 - Januari 2014. Tulisan ini penting karena membedah politisasi yang dilakukan

Presiden Sukarno dan pemerintahannya di ranah pendidikan nasional. Namun tulisan ini lebih

cenderung melihat hal-hal yang dianggap menyimpang/penyimpangan dan cenderung

menitikberatkan ‘kesalahan’ pada PKI, sehingga sedikit melebar dari fokus pembahasan. Jurnal

tersebut juga lebih menceritakan tentang polarisasi yang terjadi di internal para guru khususnya

guru SD karena pemerintah yang telalu mempolitisasi pendidikan. Tulisan tersebut bisa menjadi

salah satu dampak dari kebijakan pendidikan nasional era Demokrasi Terpimpin.

11
Penelitian ini sendiri lebih fokus untuk melihat aspek kebaruan dalam hal pendidikan

Indonesia khususnya di era Demokrasi Terpimpin. Karena penulis meyakini bahwa terdapat

beberapa aspek dalam sejarah dunia pendidikan Indonesia yang belum diteliti. Penulis mencoba

masuk ke ranah yang kosong itu, dengan memberikan sebuah aspek tema yang baru, yakni

dengan melakukan penelitian dengan banyak sumber primer, berisi analisis mengenai kebijakan

pendidikan Indonesia di era Demokrasi Terpimpin beserta dampak dan pengaruhnya terhadap

masyarakat. Kebaruan dalam penelitian ini ada beberapa hal dan membedakan dari

penelitian/penulisan sebelumnya. Diantaranya, pertama jika beberapa penelitian sebelumnya

memiliki periodisasi terlalu panjang (misal, buku karya Kamadjaja), maka penelitian ini lebih

fokus pada era Demokrasi Terpimpin dengan menyesuaikannya dengan pemikiran pendidikan

Sukarno.

Berikutnya, jika pada penelitian dengan tema dan periode yang hampir sama/ mirip

dengan penelitian ini banyak menggunakan sumber sekunder, maka kebaruan dalam penelitian

ini adalah lebih banyak menggunakan sumber primer berupa arsip, naskah, dan dokumen

berbagai kebijakan pendidikan sejak awal kemerdekaan hingga Demokrasi Terpimpin.

Kemudian, penelitian ini lebih berupa analisis-kritis terhadap kebijakan pendidikan nasional di

era Demokrasi Terpimpin. Pada intinya, penulis ingin membuktikan kesesuaian

omongan/gagasan/pemikiran Presiden Sukarno tentang pendidikan dengan kebijakan pendidikan

nasional yang ia terapkan saat berkuasa penuh di era Demokrasi Terpimpin.

Baca disertasi umasih dan abdul syukur?

1.7 Pendekatan dan Kerangka Konseptual

Penelitian ini memfokuskan pada penerapan kebijakan pendidikan nasional era

Demokrasi Terpimpin dengan Presiden Sukarno sebagai tokoh utamanya. Di awal dari berbagai

12
konsepsi politiknya, pandangannya tentang pendidikan, hingga mengerucut pada kebijakan

pendidikan nasional yang ia terapkan di era Demokrasi Terpimpin. Penelitian ini juga

membuktikan bahwa politisasi pendidikan atau menjalankan sistem pendidikan nasional, tidak

terlepas dari politik kepentingan penguasa.

Agar dapat meneliti sesuai tema dan periode serta fokus penelitian ini secara lebih jelas,

harus membedah terlebih dahulu konsep pendidikan yang relevan. Fokus penelitian ini adalah

pemikiran dan kebijakan yang diterapkan oleh Presiden Sukarno, maka pola pikir tentang

pendidikan harus berdasar pemikiran Sukarno. Tentunya pemikiran seseorang tidak akan bisa

berdiri sendiri, pasti berdasar, terpengaruh, kombinasi, inovasi-kreasi, bahkan sinkretisasi,

termasuk pemikiran Presiden Sukarno.

Maka itu, dalam menganalisis pemikiran pendidikan Presiden Sukarno dan kebijakan

pendidikan nasional yang ia terapkan, penulis menggunakan konsepsi Paulo Freire tentang

pendidikan untuk pembebasan8. Alasannya karena Freire memiliki arah pikir yang sejalan

dengan Presiden Sukarno yakni sosialisme dengan pisau analisis marxisme. Dari situ penulis bisa

membuktikan “apakah pemikiran Presiden Sukarno tentang pendidikan sudah sesuai dengan

kebijakan pendidikan nasional yang ia terapkan saat berkuasa penuh (era Demokrasi

Terpimpin)?”.

Pendekatan penelitian ini menggunakan konsepsi Freire juga karena ia membedah

pendidikan melalui pendekatan klasik Plato, para pemikir marxis dan anti kolonialis. Salah satu

karyanya yang terkenal yakni “Pendidikan Kaum Tertindas”. Ia memandang perlunya

8
I Nyoman Temon Astawa, Teori-Teori Dalam Dunia Pendidikan Modern:
file:///C:/Users/Aslama%20Nanda/Downloads/40-123-1-SM%20(1).pdf, diakses pada 25 Maret 2022, pukul 6.22
WIB.

13
memberikan rakyat bumiputra (lokal) pendidikan yang baru dan modern dan bersifat anti

kolonial, bukan semata-mata perluasan budaya para kolonialis.

Berikutnya, Freire juga menolak liberalisasi dan kapitalisasi pendidikan, yang sejalan

dengan pemikiran dan kebijakan politik Presiden Sukarno. Freire mengambil studi kasus di

Brazil dan menurutnya pendidikan penguasa menindas rakyat, membiarkannya dalam

keterbelakangan. Singkatnya, ia menyebut tentang ‘Pendidikan Gaya Bank’, yakni guru adalah

orang yang menabung dan murid menjadi celengannya.

Bagi Freire, hal tersebut menimbulkan kontradiksi pada hubungan guru dengan murid. Ia

juga menyentil tentang kebudayaan bisu (the culture of silence), murid hanya mendengarkan,

mencatat, menghapal dan mengulangi ungkapan-ungkapan yang disampaikan oleh guru, tanpa

menyadari dan memahami arti dan makna yang sesungguhnya. Hal ini menyebabkan kebekuan

berpikir dan tidak munculnya kesadaran kritis pada murid.

Pendekatan dan kerangka konseptual tersebut (melalui analisis Freire), penulis gunakan

untuk melihat pemikiran Presiden Sukarno tentang pendidikan, serta disesuaikan dengan

kebijakan pendidikan nasional yang ia terapkan era Demokrasi Terpimpin. Secara umum,

keduanya memiliki pandangan yang sejalan Presiden (Sukarno lahir dua puluh tahun sebelum

kelahiran Freire (1901), namun puncak hidup mereka berada pada zaman dan situasi politik

internasional yang hampir berbarengan). Pada kenyataannya, nampak ada beberapa perbedaan

dalam praktik yang dilakukan Presiden Sukarno menggunakan kerangka konseptual Freire.

Presiden Sukarno di era Demokrasi Terpimpin cenderung bersifat otoritarian. Hal inilah yang

harus diteliti lebih lanjut untuk menemukan titik temu ataupun memperlihatkan perbedaan

keduanya.

14
Langsung terimplementasi dalam analisis anda dengan kajian pemikiran Pendidikan

soekarno dalam isi

1.8 Metode Penelitian


Metode sejarah dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah (heuristik,

kritik sumber, interpretasi, historiografi). Penelitian ini juga melalui studi pustaka, dengan

mencari dan mengkaji/meneliti karya dan sumber yang berkaitan dengan tema penelitian. Lebih

tepatnya yakni karya dan sumber tentang pemikiran Sukarno tentang pendidikan dan kebijakan

pendidikan nasional era Demokrasi Terpimpin.

Proses heuristik penelitian ini dijalankan dengan mengumpulkan dan melihat sumber

primer (dokumen) ke beberapa tempat seperti Perpusnas (Perpustakaan Nasional) & ANRI

(Arsip Nasional RI), mencari buku/naskah/dokumen asli pada zamannya (periode penelitian ini)

ke berbagai tempat seperti toko buku bekas, atau meminjam dari rekan/kolega yang

menyimpannya, dan lain-lain. Kemudian, penulis juga memadukan dan mencari celah dari

sumber sekunder yang relevan dengan penelitian ini khususnya karya-karya yang dijabarkan

pada tinjauan pustaka, kemudian semuanya dianalisis dan dijabarkan dalam penelitian ini.

Proses kritik sumber juga dilakukan terutama pada sumber sekunder, karena sumber

sekunder merupakan penulisan ‘di tangan kedua’, maka penulis melihat jiwa zaman serta

kualitas orang/penulis/pihak yang menuliskannya tersebut, serta menyesuaikan dengan realita

sejarah yang ada dan sumber primer yang dimiliki. Sedangkan pada sumber primer, penulis tidak

sembarang menerima/mengambil sumber primer tersebut, melainkan melihatnya sebagai ‘barang

asli’ dan isinya sejalan dengan realita sejarah, dan untuk sumber primer tidak ada kesulitan

berarti.

15
Tantangan terjadi justru pada proses interpretasi dan historiografi. Menerjemahkan

makna isi dari sumber, merangkainya dan menyusunnya dalam pikiran penulis, menafsirkannya,

dan menggabungkan semuanya dalam tulisan (historiografi). Hal tersebut terjadi karena berbagai

gagasan/pemikiran Presiden Sukarno tersebar luas dan sangat banyak, sehingga penulis harus

fokus pada tema penelitian yakni tentang pendidikan. Penulis semaksimal mungkin

menginterpretasi seluruh sumber yang didapat, menyusun kronologi yang tepat (tidak ahistoris

dan anakronis), membedah/analisis kebijakan pendidikan nasional era Presiden Sukarno

berkuasa penuh, dan merangkainya menjadi satu tulisan yang utuh dan tepat sesuai fokus

penelitian.

1.9 Sumber Penelitian


Sumber penelitian ini diantaranya sumber langsung (primer) yakni arsip-arsip atau

dokumen atau catatan atau laporan berbagai hasil kebijakan pemerintah di era Demokrasi

Terpimpin tentang pendidikan, serta sumber sekunder yakni buku-buku, artikel, dan jurnal yang

membahas seputar pemikiran Presiden Sukarno dan kebijakan nasional pendidikan sesuai fokus

dan temporal penelitian ini.

Beberapa sumber primer yang menjadi rujukan berkisar tentang penjabaran

ideologi/ajaran dan menjadi dasar Sukarno dalam menerapkan kebijakan pendidikan diantaranya

adalah arsip MPRS & Departemen Penerangan RI, “Ringkasan Ketetapan Madjelis

Permusjawaratan Rakjat Sementara – Republik Indonesia No. I dan II/MPRS/1960“. Sumber

tersebut membahas tentang formalisasi MANIPOL-USDEK menjadi landasan utama

pembangunan bangsa, berbagai Ketetapan tentang Pembangunan Nasional Semesta Berencana

(Tahapan Pertama 1961-1969), penjabaran kebijakan pemerintah tentang bidang pendidikan atau

16
yang tertulis dalam berbagai lampirannya sebagai ‘Bidang

Mental/Agama/Kerochanian/Penelitian’.

Selanjutnya, buku Notosoetardjo (Editor), “RE-SO-PIM: Revolusi, Sosialisme, Pimpinan

Nasional”, Penerbitan Bersama: ENDANG-PEMUDA (cetakan kedua, tanpa tahun). Buku ini

menjabarkan pidato asli/primer Sukarno yakni “Pidato Presiden Republik Indonesia pada

Tanggal 17 Agustus 1961” sepanjang 50-an halaman. Lalu membedah konsep Revolusi

Indonesia, Sosialisme Indonesia dan Kepemimpinan Nasional berdasar ajaran Presiden Sukarno

untuk melengkapi dan menjabarkan inti ajaran utamanya di masa Demokrasi Terpimpin yakni

MANIPOL-USDEK.

Buku ini juga untuk melihat konsep/ideologi ajaran Presiden Sukarno sebagai pisau

analisa dalam melihat sistem pendidikan nasional di era Demokrasi Terpimpin yang politis. Serta

buku Departemen Penerangan RI, “Manifesto Politik Republik Indonesia (17 Agustus 1959)”.

Buku ini berisi tentang berbagai keputusan & penetapan MANIPOL RI 17 Agustus 1959 sebagai

GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara). Lalu membedah konsep MANIPOL secara

menyeluruh dan turunan/kebijakan/program kerja pemerintah salah satunya tentang pendidikan.

1.10 Sistematika Penulisan


Penulisan hasil penelitian / tesis ini dibuat dengan membaginya ke dalam lima bab, yakni

bab I berisi latar belakang, permasalahan penelitian, ruang lingkup penelitian, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, tinjauan pustaka, pendekatan dan kerangka konseptual, metode penelitian,

sumber penelitian, serta sistematika penulisan. Bab I membuka penelitian ini dengan latar

belakang permasalahan yakni kebijakan pendidikan nasional era Demokrasi Terpimpin yang

disesuaikan dengan pemikiran Sukarno. Lalu bab II membedah pemikiran Presiden Sukarno

tentang pendidikan dan menyesuaikannya dengan konsep/analisis Paulo Freire.

17
Kemudian bab III menjabarkan berbagai penerapan kebijakan sistem pendidikan nasional

di era Demokrasi Terpimpin. Selanjutnya, bab IV menjelaskan kesesuaian pemikiran Presiden

Sukarno dan kebijakannya serta dampaknya di kalangan masyarakat era Demokrasi Terpimpin.

Terakhir, bab V menjadi penutup yang berisi simpulan dari penelitian ini. Berisi tentang temuan-

temuan baru yang didapat, serta menjawab seluruh pertanyaan penelitian atau dalam perumusan

masalah pada tesis ini. Penutup dan simpulan ini juga menjawab atau dapat menuju pada tujuan

penelitian yakni agar dapat dijadikan referensi bagi pengampu kebijakan nasional hari ini dengan

semangat ‘merdeka belajar’ yang terus digaungkan pemerintah.

18

Anda mungkin juga menyukai